Pembuatan Biofuel dari Palm Olein dengan Proses Thermal Catalytic Cracking Menggunakan Katalis ZSM-5

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1MINYAK KELAPA SAWIT

Kelapa sawit (Elaeis guianensis) berasal dari Afrika [16]. Buah sawit ini adalah sumber dari minyak sawit (yang diekstrak dari buahnya) dan minyak inti sawit (yang diekstrak dari bijinya) [17]. Indonesia merupakan produsen minyak sawit (Crude Palm Oil) terbesar di dunia dengan volume mencapai 25 juta ton tahun 2012 dan devisa ekspor yang dihasilkan dari sektor kelapa sawit tahun 2012 tercatat US$ 19,65 miliar atau sekitar 200 triliun rupiah [18].

Jumlah produksi minyak sawit global dapat dilihat pada gambar 2.1, dimana sejak tahun 2006 Indonesia menjadi penghasil minyak sawit terbesar di dunia melewati Malaysia.

Gambar 2.1 Produksi Minyak Sawit Global [18]

Minyak kelapa sawit memiliki beragam jenis produk turunan yang memiliki fungsi dan nilai yang berbeda untuk setiap tingkatannya. Produk turunan dari minyak sawit dapat dilihat dari tabel 2.1.


(2)

Tabel 2.1 Jenis Produk Turunan Minyak Sawit [18]

Tingkatan Proses Jenis Produk

Bahan baku tingkat 1 Buah sawit, kernel sawit, crude palm oil

Produk Hilir tingkat 1 Palm kernel mill/expeller, crude palm stearin, crude palm olein, crude palm kernel olein, crude palm kernel stearin, refined bleached deodorized (RBD) palm stearin, RBD palm oil, RBD palm kernel oil, palm fatty acid destilate (PFAD)

Produk Hilir tingkat 2 RBD palm olein curah dan RBD palm olein dalam kemasan bermerek, RBD palm stearin

Produk Hilir tingkat 3 & 4 Margarine, shortening, sabun padat, Special Fats (CBS-Cocoa Butter Substitute & CBA)

Asam palmitat (surfaktan), plastisizer, asam palmitat (lilin,crayon), asam stearat (rubber grade), asam stearat (stabilizer, coating), asam oleat (surfaktan), MCT (farmasi), PK diethonamide (foam booster), alkohol (detergents), monodigliserida (stabilizer)

Gas metan, hidrogen, listrik ET, pulp/paper, briket arang, biolubricant, papan partikel, anti oksidan (betakaroten, tokoferol, tokotrienol), mineral oil surfactant, bioavtur (bahan bakar jet), bioplastik dan biochemicals 2.2PALM OLEIN

Palm olein adalah fraksi cair yang diperoleh dengan fraksinasi minyak sawit setelah proses kristalisasi pada suhu yang dikontrol. Karakteristik fisik dari palm olein berbeda dari minyak sawit [4]. Secara keseluruhan proses penyulingan minyak kelapa sawit tersebut dapat menghasilkan 73% olein, 21% stearin, 5% PFAD ( Palm Fatty Acid Distillate) dan 0.5% buangan [20]. Palm olein dapat dikonversi menjadi biofuel dapat karena palm olein memiliki rantai karbon yang panjang. Salah satu krtiteria dalam menentukan minyak yang cocok sebagai bahan baku untuk menghasilkan biofuel adalah komposisi dari umpan tersebut. Komposisi dari minyak tersebut akan menentukan sifat dari biofuel yang


(3)

diperoleh [13] dan juga akan mempengaruhi yield dan komposisi produk yang dihasilkan [9].

Adapun komposisi dari asam lemak dari palm olein ditunjukan pada tabel 2.2.bawah

Table 2.2 Komposisi Asam Lemak dari Palm Olein [21]

Nama Asam Lemak Jumlah C Komposisi

Laurat 12:0 0.3

Miristat 14:0 1,0

Palmitat 16:0 39,8

Palmitoleat 16:1 0,2

Stearat 18:0 4,4

Oleat 18:1 42,2

Linoleat 18:2 11,2

Linolenic 18:3 0.4

Arahidic 20:0 0,4

Dari tabel 2.2 dapat dilihat bahwa komposisi dari palm olein didominasi oleh asam lemak tak jenuh. Kandungan asam lemak jenuh dan tak jenuh dalam trigliserida mempengaruhi proses catalytic cracking, tranformasi dari asam stearat (asam lemak jenuh) memberikan yield yang tinggi untuk fraksi gasoline dan produk gas apabila dibandingkan dengan asam oleat (asam lemak dengan ikatan rangkap) [22].

2.3CATALITYC CRACKING

Catalytic cracking adalah proses pemutusan rantai karbon dari molekul hidrokarbon. Proses ini sangat penting dalam industri refinery. Tujuan utama dari catalytic cracking adalah untuk mengkonversi umpan dalam fraksi berat menjadi molekul hidrokarbon lebih rendah [23]. Sebelum adanya catalytic cracking, thermal cracking merupakan proses utama yang tersedia untuk mengkonversi bahan baku menjadi produk yang lebih ringan [24]. Catalytic cracking lebih baik dibandingkan termal cracking karena menggunakan suhu yang lebih rendah, menghasilkan gasoline dengan oktana tinggi dan fraksi minyak berat lebih rendah [25].

Proses catalytic cracking telah banyak dilakukan untuk merengkah rantai karbon dari minyak tumbuhan. Catalytic cracking pada minyak tumbuhan adalah


(4)

cara lain untuk memproduksi bahan bakar cair yang mengandung linear dan siklo paraffin, olefin, aldehid, keton dan asam karboksilat [16]. Produk biofuel yang dihasilkan seperti fraksi diesel dan fraksi gasoline bisa menjadi alternatif bahan bakar dari minyak tumbuhan atau lemak yang ramah lingkungan karena bebas dari nitrogen dan sulfur (mengurangi efek rumah kaca dan polusi udara lokal) [26].

Proses cracking pada minyak nabati atau lemak hewani berlangsung dalam dua langkah berbeda yang berturut-turut. Tahap pertama ditandai dengan pembentukan asam lemak dengan konsentrasi tinggi, karena dekomposisi termokimia triasilgliserida. Tahap kedua ditandai dengan degradasi asam lemak yang dihasilkan pada tahap pertama yang mengarah pada pembentukan hidrokarbon dengan konsentrasi tinggi [7]. Adapun mekanisme proses cracking dari trigliserida dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini:

Gambar 2.2 Mekanisme Umum Proses Catalytic Cracking Trigliserida [34] Dalam mekanisme reaksi di atas molekul trigiserida diuraikan menjadi heavy oxygenated hidrokarbon seperti asam lemak, keton, aldehid dan ester untuk


(5)

mencapai produk lain dimulai dengan pemutusan dari ikatan C-O dan C-C. Pada dekomposisi termal trigliserida dan heavy oxygenated hidrokarbon selalu diawali selalu diawali pada suhu 240-300 oC [34]. Setelah tahap pertama tahap kedua adalah perengkahan heavy hidrokarbon dan oxygenated menjadi parafin dan olefin rantai panjang dan pendek, CO2, CO, H2O dan alkohol. Light olefin akan mengalami proses reaksi oligomerisasi yang dapat digunakan seperti gasolin, kerosene dan diesel [36]. Alur reaksi yang terjadi dapat berbeda bergantung pada ikatan rangkap yang ada pada heavy oxygenated hidrokarbon [34].

Catalytic cracking minyak nabati menggunakan katalis padat untuk meningkatkan yield produk. Catalytic cracking digunakan untuk menurunkan konsumsi energi untuk mengkonversi umpan menjadi menjadi fraksi ringan seperti gasolin [27].

Proses catalytic cracking salah proses untuk memproduksi biofuel yang dikonversi dari minyak tumbuh-tumbuhan selain proses transesterifikasi. Perbedaan produk yang dihasilkan dari proses transesterifikasi dan catalytic cracking dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Konversi Minyak Sawit menjadi Biofuels [16]

2.4ZEOLITE ZSM-5

Zeolite adalah kristal alumina silikat yang memiliki bentuk pori teratur [24]. Zeolite merupakan salah satu kelompok penting dari katalis padat. Dalam industri petrokimia zeolite digunakan untuk perengkahan (cracking) dan isomerisasi [12]. Identifikasi zeolit sebagai mineral bermula pada 1756 ketika mineralogi swedia, Fredrich Cronstet, mulai mengumpulkan beberapa kristal yang terbentuk dari

Palm Oil

Catalytic Cracking Transesterification

MeOH

Biodiesel (Methyl Esters)

Glyserin

Gasoline, kerosene, diesel, olefin, aromatik


(6)

tambang tembaga di Swedia. Kristal tersebut diberi nama zeolit yang dari bahasa Yunani berarti "batu didih", yang memiliki kemampuan untuk berbuih saat dipanaskan sampai sekitar 200 °C [28].

Dasar bangunan silika-alumina dari zeolit adalah tetrahedral. Masing-masing tetrahedral terdiri dari atom silika atau alumina pada bagian tengah tetrahedral dengan atom oksigen pada bagian sudut [24].

Gambar 2.4 Struktur Bangun Utama dari Zeolit [29]

Unit bangun utama dari zeolit kemudian membentuk unit bangun kedua (SBU) yang mana dapat berbentuk polihedral sederhana seperti kubus, prisma heksagonal atau oktahedral. Gabungan unit kedua tersebut akan membentuk rangka dari zeolit [30]. Rumus molekul dari zeolit adalah Mx/n [(AlO2)x(SiO2)y]·wH2O, dimana M adalah kation alkali atau alkali tanah, n adalah valensi dari kation, w jumlah dari molekul air per unit sel, x and y adalah jumlah total dari tetrahedral per unit sel, and rasio y/x selalu memiliki nilai dari 1 sampai 5, meskipun untuk zeolit silika, y/x dapat bernilai 10 sampai 100 [29].

Saat ini lebih dari 150 zeolit yang telah disintesis. Beberapa zeolit sintesis yang umum adalah zeolit A, X, Y dan ZSM-5 [28]. Komisi dari International Zeolite Association (IZA) memberikan informasi dari semua tipe zeolit. Ada tiga kode huruf (seperti : FAU untuk X dan Y zeolit, MFI untuk ZSM-5, LTA untuk zeolit A dan lainnya) sebagai tanda dari masing-masing struktur zeolit [30]. Jenis dari ukuran dan model oksigen packing dari zeolit dapat dilihat dari table 2.3.

Table 2.3 Karakteristik Beberapa Katalis [27]

Katalis Kristalinitas Struktur Ukuran pori (Ao)

Luas permukaan (m2/g)

Kation Selektifitas

Silica Amorf Na 114 211 Netral Tidak

Ɣ-Silika Amorf Na 149 241 Netral Tidak


(7)

Alumina

USY Sangat

mengkristal

Cubic 7,4 H

Modernite Sangat mengkristal

Ortohombik 6,7 112 H

Erionite Sangat mengkristal

Heksagonal 3,8 “N” Sangat

tinggi ZSM-5 Sangat

mengkristal

Tetrahedral 5,5 425 H Sangat

tinggi Penggunaan katalis dapat menurunkan konsumsi energi yang digunakan dalam reaksi. Adapun peran katalis H-zeolite dalam proses catalytic cracking dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Mekanisme Proses Catalytic Cracking Menggunakan Katalis H-Zeolite [31]

Adapun sifat fisika dan sifat kimia dari ZSM-5 (CBV5524G) dapat dilihat dari tabel 2.3 dibawah ini:

Tabel 2.3 Sifat Fisika dan Sifat Kimia ZSM-5 [32]

Rasio mol SiO2/Al2O3 50

Bentuk kation Ammonium

Luas permukaan 425 m2/g

Dekomposisi produk Melepaskan ammonia


(8)

2.5 POTENSI EKONOMI BIOFUEL DARI PALM OLEIN

Penurunan produksi minyak mentah menarik minat dalam pengembangan bahan bakar dari minyak tumbuh-tumbuhan. Disisi lain Indonesia juga merupakan negara penghasil minyak sawit terbesar didunia yang volume produksinya selalu mengalami kenaikan tiap tahunnya., hal ini menciptakan peluang pemanfaatan palm olein sebagai bahan baku bakar terbarukan. Adapun pengembangan biofuel (biogasolin, biokerosen dan biodiesel) masih sangat terbuka mengingat biogasolin dan biodiesel merupakan sumber utama bahan bakar kendaraan sedangkan kerosen biasa digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga. Penggunaan biofuel ini sangat diharapakan dapat mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dan permasalahan dalam hal penurunan produksi sumber bahan bakar fosil.

Untuk itu, perlu dilakukan kajian potensi ekonomi biofuel dari palm olein. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual biofuel (biogasolin, kerosen dan biodiesel). Berikut merupakan harga bahan baku palm olein dan biofuel.

Harga palm olein : Rp. 8.200,00/L [39]

Harga gasolin : Rp. 9.850,00/L [40]

Harga kerosen maupun golongan jet fuel : Rp. 8.305,59/L [41] :

Harga diesel non subsisi : Rp. 9.200,00/L [42]

Harga diatas menunjukkan bahwa pengolahan palm olein menjadi telah memberikan nilai tambah dari bahan baku. Dari bahan bakar diatas, bahan bakar yang telah dikomersialisasi di Indonesia adalah biodiesel sebagai blending pada solar untuk B10. Pemanfaatan dari biofuel ini dimasa mendatang memiliki potensi yang sangat besar, mengingat pemerintah dalam PP republik Indonesia no 79 tahun 2014 mengenai kebijakan energi nasional ingin mencapai bauran energi yang optimal, diantaranya pada tahun 2025 peran energi baru dan terbarukan paling sedikit 23 % (dua puluh tiga persen) dan pada tahun 2050 paling sedikit 31 (tiga puluh satu persen sepanjang keekonomiannya terpenuhi. Hal ini mengindikasikan bahwa dimasa mendatang energi baru dan terbarukan dipersiapkan untuk mengurangi kertergantungan akan sumber energi fosil.


(9)

DPR bersama Kementrian ESDM juga memberikan subsidi pada produsen bahan bakar terbarukan seperti biodiesel dan bioetanol, seperti yang terjadi di februari lalu dengan pemberian subsidi sebesar Rp. 4.000,00/liter pada produsen biodiesel karena saat ini bahan bakar terbarukan belum bisa mengikuti standar harga bahan bakar minyak Singapura.

Dengan adanya dukungan pemerintah dalam pengembangan bahan bakar terbarukan ini tidak menutup kemungkinan kedepannya jika Indonesia dapat menjadi produsen bahan bakar terbarukan selain itu hal ini akan mengatasi krisis energi di masa depan jika jumlah dari bahan bakar fosil tidak lagi mencukupi kebutuhan.


(1)

cara lain untuk memproduksi bahan bakar cair yang mengandung linear dan siklo paraffin, olefin, aldehid, keton dan asam karboksilat [16]. Produk biofuel yang dihasilkan seperti fraksi diesel dan fraksi gasoline bisa menjadi alternatif bahan bakar dari minyak tumbuhan atau lemak yang ramah lingkungan karena bebas dari nitrogen dan sulfur (mengurangi efek rumah kaca dan polusi udara lokal) [26].

Proses cracking pada minyak nabati atau lemak hewani berlangsung dalam dua langkah berbeda yang berturut-turut. Tahap pertama ditandai dengan pembentukan asam lemak dengan konsentrasi tinggi, karena dekomposisi termokimia triasilgliserida. Tahap kedua ditandai dengan degradasi asam lemak yang dihasilkan pada tahap pertama yang mengarah pada pembentukan hidrokarbon dengan konsentrasi tinggi [7]. Adapun mekanisme proses cracking dari trigliserida dapat dilihat pada gambar 2.2 dibawah ini:

Gambar 2.2 Mekanisme Umum Proses Catalytic Cracking Trigliserida [34] Dalam mekanisme reaksi di atas molekul trigiserida diuraikan menjadi heavy oxygenated hidrokarbon seperti asam lemak, keton, aldehid dan ester untuk


(2)

mencapai produk lain dimulai dengan pemutusan dari ikatan C-O dan C-C. Pada dekomposisi termal trigliserida dan heavy oxygenated hidrokarbon selalu diawali selalu diawali pada suhu 240-300 oC [34]. Setelah tahap pertama tahap kedua adalah perengkahan heavy hidrokarbon dan oxygenated menjadi parafin dan olefin rantai panjang dan pendek, CO2, CO, H2O dan alkohol. Light olefin akan

mengalami proses reaksi oligomerisasi yang dapat digunakan seperti gasolin, kerosene dan diesel [36]. Alur reaksi yang terjadi dapat berbeda bergantung pada ikatan rangkap yang ada pada heavy oxygenated hidrokarbon [34].

Catalytic cracking minyak nabati menggunakan katalis padat untuk meningkatkan yield produk. Catalytic cracking digunakan untuk menurunkan konsumsi energi untuk mengkonversi umpan menjadi menjadi fraksi ringan seperti gasolin [27].

Proses catalytic cracking salah proses untuk memproduksi biofuel yang dikonversi dari minyak tumbuh-tumbuhan selain proses transesterifikasi. Perbedaan produk yang dihasilkan dari proses transesterifikasi dan catalytic cracking dapat dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Konversi Minyak Sawit menjadi Biofuels [16]

2.4ZEOLITE ZSM-5

Zeolite adalah kristal alumina silikat yang memiliki bentuk pori teratur [24]. Zeolite merupakan salah satu kelompok penting dari katalis padat. Dalam industri petrokimia zeolite digunakan untuk perengkahan (cracking) dan isomerisasi [12]. Identifikasi zeolit sebagai mineral bermula pada 1756 ketika mineralogi swedia, Fredrich Cronstet, mulai mengumpulkan beberapa kristal yang terbentuk dari

Palm Oil

Catalytic Cracking Transesterification

MeOH

Biodiesel (Methyl Esters)

Glyserin

Gasoline, kerosene, diesel, olefin, aromatik


(3)

tambang tembaga di Swedia. Kristal tersebut diberi nama zeolit yang dari bahasa Yunani berarti "batu didih", yang memiliki kemampuan untuk berbuih saat dipanaskan sampai sekitar 200 °C [28].

Dasar bangunan silika-alumina dari zeolit adalah tetrahedral. Masing-masing tetrahedral terdiri dari atom silika atau alumina pada bagian tengah tetrahedral dengan atom oksigen pada bagian sudut [24].

Gambar 2.4 Struktur Bangun Utama dari Zeolit [29]

Unit bangun utama dari zeolit kemudian membentuk unit bangun kedua (SBU) yang mana dapat berbentuk polihedral sederhana seperti kubus, prisma heksagonal atau oktahedral. Gabungan unit kedua tersebut akan membentuk rangka dari zeolit [30]. Rumus molekul dari zeolit adalah Mx/n [(AlO2)x(SiO2)y]·wH2O, dimana M adalah kation alkali atau alkali tanah, n adalah valensi dari kation, w jumlah dari molekul air per unit sel, x and y adalah jumlah total dari tetrahedral per unit sel, and rasio y/x selalu memiliki nilai dari 1 sampai 5, meskipun untuk zeolit silika, y/x dapat bernilai 10 sampai 100 [29].

Saat ini lebih dari 150 zeolit yang telah disintesis. Beberapa zeolit sintesis yang umum adalah zeolit A, X, Y dan ZSM-5 [28]. Komisi dari International Zeolite Association (IZA) memberikan informasi dari semua tipe zeolit. Ada tiga kode huruf (seperti : FAU untuk X dan Y zeolit, MFI untuk ZSM-5, LTA untuk zeolit A dan lainnya) sebagai tanda dari masing-masing struktur zeolit [30]. Jenis dari ukuran dan model oksigen packing dari zeolit dapat dilihat dari table 2.3.

Table 2.3 Karakteristik Beberapa Katalis [27]

Katalis Kristalinitas Struktur Ukuran pori (Ao)

Luas permukaan (m2/g)

Kation Selektifitas

Silica Amorf Na 114 211 Netral Tidak

Ɣ-Silika Amorf Na 149 241 Netral Tidak


(4)

Alumina

USY Sangat

mengkristal

Cubic 7,4 H

Modernite Sangat mengkristal

Ortohombik 6,7 112 H

Erionite Sangat mengkristal

Heksagonal 3,8 “N” Sangat

tinggi ZSM-5 Sangat

mengkristal

Tetrahedral 5,5 425 H Sangat

tinggi Penggunaan katalis dapat menurunkan konsumsi energi yang digunakan dalam reaksi. Adapun peran katalis H-zeolite dalam proses catalytic cracking dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Mekanisme Proses Catalytic Cracking Menggunakan Katalis H-Zeolite [31]

Adapun sifat fisika dan sifat kimia dari ZSM-5 (CBV5524G) dapat dilihat dari tabel 2.3 dibawah ini:

Tabel 2.3 Sifat Fisika dan Sifat Kimia ZSM-5 [32]

Rasio mol SiO2/Al2O3 50

Bentuk kation Ammonium

Luas permukaan 425 m2/g

Dekomposisi produk Melepaskan ammonia


(5)

2.5 POTENSI EKONOMI BIOFUEL DARI PALM OLEIN

Penurunan produksi minyak mentah menarik minat dalam pengembangan bahan bakar dari minyak tumbuh-tumbuhan. Disisi lain Indonesia juga merupakan negara penghasil minyak sawit terbesar didunia yang volume produksinya selalu mengalami kenaikan tiap tahunnya., hal ini menciptakan peluang pemanfaatan palm olein sebagai bahan baku bakar terbarukan. Adapun pengembangan biofuel (biogasolin, biokerosen dan biodiesel) masih sangat terbuka mengingat biogasolin dan biodiesel merupakan sumber utama bahan bakar kendaraan sedangkan kerosen biasa digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga. Penggunaan biofuel ini sangat diharapakan dapat mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dan permasalahan dalam hal penurunan produksi sumber bahan bakar fosil.

Untuk itu, perlu dilakukan kajian potensi ekonomi biofuel dari palm olein. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana. Sebelum melakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual biofuel (biogasolin, kerosen dan biodiesel). Berikut merupakan harga bahan baku palm olein dan biofuel.

Harga palm olein : Rp. 8.200,00/L [39]

Harga gasolin : Rp. 9.850,00/L [40]

Harga kerosen maupun golongan jet fuel : Rp. 8.305,59/L [41] :

Harga diesel non subsisi : Rp. 9.200,00/L [42]

Harga diatas menunjukkan bahwa pengolahan palm olein menjadi telah memberikan nilai tambah dari bahan baku. Dari bahan bakar diatas, bahan bakar yang telah dikomersialisasi di Indonesia adalah biodiesel sebagai blending pada solar untuk B10. Pemanfaatan dari biofuel ini dimasa mendatang memiliki potensi yang sangat besar, mengingat pemerintah dalam PP republik Indonesia no 79 tahun 2014 mengenai kebijakan energi nasional ingin mencapai bauran energi yang optimal, diantaranya pada tahun 2025 peran energi baru dan terbarukan paling sedikit 23 % (dua puluh tiga persen) dan pada tahun 2050 paling sedikit 31 (tiga puluh satu persen sepanjang keekonomiannya terpenuhi. Hal ini mengindikasikan bahwa dimasa mendatang energi baru dan terbarukan dipersiapkan untuk mengurangi kertergantungan akan sumber energi fosil.


(6)

DPR bersama Kementrian ESDM juga memberikan subsidi pada produsen bahan bakar terbarukan seperti biodiesel dan bioetanol, seperti yang terjadi di februari lalu dengan pemberian subsidi sebesar Rp. 4.000,00/liter pada produsen biodiesel karena saat ini bahan bakar terbarukan belum bisa mengikuti standar harga bahan bakar minyak Singapura.

Dengan adanya dukungan pemerintah dalam pengembangan bahan bakar terbarukan ini tidak menutup kemungkinan kedepannya jika Indonesia dapat menjadi produsen bahan bakar terbarukan selain itu hal ini akan mengatasi krisis energi di masa depan jika jumlah dari bahan bakar fosil tidak lagi mencukupi kebutuhan.