Dampak Perubahan Status Badan Usaha CV Menjadi Badan Hukum PT Terhadap Perjanjian Kredit Yang Sedang Berjalan, Studi Pada Bank BNI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap pengusaha pasti menginginkan perusahaannya bergerak maju, namun
demikian sebelum memutuskan untuk melakukan pengembangan sebuah perusahaan
hendaknya memperhatikan faktor-faktor yang nantinya dapat mempengaruhi
keberhasilan pengembangan perusahaan itu sendiri.
Kegiatan bisnis sejatinya merupakan bidang usaha dengan jangkauan yang
(hampir) tanpa batas, semua kesempatan dapat diolah menjadi peluang bisnis. Dari
aspek hukum mereka yang akan melakukan kegiatan bisnis, harus memilih bentuk
usaha yang tersedia berdasarkan kerangka hukum yang ada. Dari perspektip ini,
kegiatan bisnis dapat memilih wadah yaitu Perusahaan Perseorangan, Persekutuan
Perdata, Persekutan dengan Firma, Perseroan Komanditer, Perseroan Terbatas,
Perusahaan Umum atau Perusahaan Daerah.
Secara kategorial, bentuk usaha tersebut dapat dipilah menjadi 2 (dua)
kategori, yaitu bentuk usaha yang memiliki status sebagai badan hukum (legal entity)
dan bentuk usaha yang tidak berstatus sebagai badan hukum. Pemilahan ini
berimplikasi juga pada kedudukan subjek hukum. Bentuk usaha yang berstatus
sebagai legal entity, berkedudukan sebagai subjek hukum dengan segala akibatnya. 1


1

Tri Budiono, Hukum Dagang, Bentuk Usaha Tidak Bebadan Hukum, Griya Media, Salatiga,
2010, hal 5.

1

Universitas Sumatera Utara

2

Sebelum memilih bentuk usaha yang tersedia berdasarkan kerangka hukum
yang ada para calon pebisnis terlebih dahulu merencanakan pengelolaan usahanya
seperti menganalisa potensi pasar dan menganalisa kebutuhan lingkungan usaha dan
menganalisa aspek aspek organisasi usaha dan administrasi usaha. Aspek organisasi
Usaha meliputi tujuan dan sasaran usaha, bentuk-bentuk dan usaha dan struktur
orgainisasi usaha. Sedangkan, aspek administrasi Usaha meliputi perizinan usaha dan
surat menyurat, serta dokumen untuk keperluan usaha. Pemilihan

bentuk badan


usaha merupakan masalah yang timbul pada saat perusahan dibentuk atau bahkan
sebelumnya.
“Pemilihan bentuk perusahaan perlu dilakukan dengan pertimbangan matang
untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari.
Dengan bentuk yang jelas menurut hukum, dapat diharapkan bahwa
perusahaan akan dapat dengan tegas menentukan langkah-langkah yang harus
dilakukan demi mencapai tujuan yang diidamkan.” 2
Dalam memilih bentuk perusahaan perlu dipertimbangkan berbagai hal
berikut :
a.

Jenis usaha yang dijalankan (perdagangan, industri, dan sebagainya)

b.

Ruang lingkup usaha.

c.


Pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan usaha.

d.

Batas-batas pertanggungjawaban terhadap utang-utang perusahaan.

e.

Besarnya investasi yang ditanamkan.

f.

Cara pembagian keuntungan.

2

M. Fuad, Christine H, Lurlela, Sugiarto, Paulus, Y.E.F, Pengantar Bisnis, Gramedia Pustaka
Utama, 2000, hal 64

Universitas Sumatera Utara


3

g.

Jangka waktu berdirinya perusahaan.

h.

Peraturuan-peraturan pemerintah 3
Pemilihan bentuk badan usaha harus disesuaikan dengan modal yang tersedia.

Misalnya perusahaan perorangan pada umumnya memiliki kegiatan bersekala kecil
sampai menengah, sehingga perusahaan jenis ini kurang mendapat kepercayaan dari
penyedia modal, sebagai akibatnya, kemungkinan untuk memperoleh dana juga
terbatas. Di sisi lain, perusahaan-perusahaan yang memiliki modal besar biasanya
mempunyai pilihan dan penggunaan dana yang tepat. Setelah mengetahui kelemahan
dan kelebihan serta seluk beluk dari berbagai bentuk badan usaha tersebut, dapat
dipilih badan usaha yang tepat dan sesuai apabila ingin membentuk suatu kegiatan
usaha.

Dalam perjalanan usahanya setelah pebisnis memilih bentuk badan usaha
yang tepat sesuai dengan keinginannya mengalami kemajuan usaha sesuai dengan
yang diharapkannya dan berkeinginan untuk memperluas/mengembangkan usahanya
kearah yang lebih maju. Akan tetapi untuk memperluas usahanya tersebut pebisnis
dengan menggunakan badan usaha yang telah dipilihnya sejak awal terbentur oleh
regulasi/peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dunia bisnis selalu penuh
dengan perkembangan yang memerlukan respon dan pengambilan keputusan yang
segera sehingga dapat mengantisipasi perubahan itu.
Perkembangan perekonomian dan perdagangan di Indonesia mengakibatkan
makin banyak persoalan yang timbul di masyarakat, karena setiap orang memerlukan
3

Ibid.

Universitas Sumatera Utara

4

uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, begitupun dengan badan usaha
memerlukan uang untuk membiayai kegiatan usahanya, namun adakalanya mereka

tidak mempunyai cukup uang untuk memenuhi kebutuhannya maupun untuk
membiayai kegiatan usahanya tersebut. Bentuk-bentuk badan usaha (business
organization) yang dapat dijumpai di Indonesia sekarang ini demikian beragam
jumlahnya.
Bentuk badan usaha dimaksud dan yang merupakan topik dari pembahasan
penelitian ini adalah badan usaha berbentuk Commanditair Venotschap (CV) yang
dalam membiayai kegiatan usahanya telah memanfaatkan jasa Perbankan berupa
fasilitas Kredit pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., yang telah
didudukkan di dalam perjanjian kredit. Status hukum persekutuan komanditer bukan
perusahaan berbadan hukum.
“Walaupun persekutuan komanditer dalam pendiriannya memiliki unsurunsur dan persyaratan menjadi badan hukum, persekutuan komanditer belum
bisa dikatakan perusahaan berbadan hukum. Ini disebabkan tata cara pendirian
persekutuan komanditer tidak ada pengakuan atau pengesahan dari
pemerintah, atau lembaga institusi pemerintah yang berwenang.” 4
Dalam sistem hukum Indonesia, Perseroan Terbatas, Koperasi, Yayasan,
Perusahaan Umum (Perum), Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perusahaan Daerah
merupakan badan hukum

dan karenanya (rechtsperson/legal entity).5 Upaya


perubahan status badan usaha CV menjadi badan hukum PT merupakan salah satu
strategi pengembangan usaha yang sering kali digunakan oleh pelaku bisnis untuk
4

Engga Prayogi & RN Suparman, Tanya Jawab Seputar Hukum Bisnis, Pustaka Yustisia,
Yokyakarta, 2011, hal 43.
5
Tri Budiyono, Op.Cit, hal 19-20.

Universitas Sumatera Utara

5

mengembangkan usaha dalam skala yang lebih luas. Tuntutan kreatifitas ini sering
kali kurang direspon oleh peraturan yang memadai. Hingga saat ini, kerangka hukum
CV tidak pernah mengalami perubahan sementara itu, tuntutan aktivitas CV sudah
berkembang sedemikian jauh. Akibatnya dalam praktek tidak saja menimbulkan
kelemahan yuridis tetapi juga kelemahan ekonomis.6
CV Sejahtera yang berkedudukan dan berkantor pusat di Desa Pasir Jae
Kecamatan Sosa Kabupaten Tapanuli Selatan merupakan salah satu contoh nyata

suatu badan usaha yang dalam tuntutan bisnisnya yang semakin berkembang akhirnya
memutuskan untuk mengubah status badan usahanya dari CV menjadi PT, PT adalah
salah satu bentuk perusahaan yang berbadan hukum.
Dalam ketentuan umum Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas
Nomor 40 Tahun 2007 disebutkan bahwa Perseroan Terbatas yang selanjutnya
disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal didirikan
berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.
“Dari bunyi Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Perseroan Terbatas (PT) Nomor
40 Tahun 2007 tersebut di atas dapat dikatakan bahwa Perseroan Terbatas
adalah bentuk perusahaan yang berbadan hukum, persekutuan modal dan
didirikan berdasarkan perjanjian. Modal seluruhnya terbagi dalam saham dan
para pemegang saham disebut dengan istilah persero. Berbeda dengan PT, CV
adalah perusahaan yang tidak berbadan hukum yang didalam KUHD dikenal

6

Wawancara dengan Relationship Manager, Sdr. Des Alwi Ginting, Sentra Kredit Menengah
Medan, PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.


Universitas Sumatera Utara

6

dengan istilah Perseroan Komaditer atau Commanditaire Vennoatschap atau
Partenership With Sleeping Partners.”7
Pasal 19 KUHD menyebutkan bahwa Perseroan Komaditer (CV) adalah suatu
perseroan untuk menjalankan suatu perusahaan yang dibentuk antara satu orang atau
beberapa orang persero yang secara tanggung menanggung bertanggung jawab untuk
seluruhnya (tanggung jawab solider) pada pihak dan satu orang atau lebih sebagai
pelepas uang (geldschuter) pada pihak yang lain. Adapun dasar pikiran dari
pembentukan Perseroan Komanditer (CV) tersebut ialah seorang atau lebih
mempercayakan uang atau barang untuk digunakan didalam perniagaan atau lain
perusahaan kepada seorang lainnya atau lebih yang menjalankan perusahaan itu
sejalan yang pada umumnya berhubungan dengan pihak ketiga. Karena itu pula si
pengusaha bertanggung jawab sepenuhnya terhadap pihak ketiga dan tidak semua
anggotanya yang bertindak keluar. Perseroan Komanditer adalah suatu perseroan
yang tidak bertindak di muka umum. Dalam Perseroan Komanditer (CV) seorang
atau lebih dan anggota-anggota CV tersebut/si pemberi uang telah menjadi pimpinan

perusahaan maupun bertindak terhadap pihak ketiga. Mereka hanya sekedar
menyediakan sejumlah modal bagi anggota atau anggota-anggota lainnya
menjalankan perseroan komanditer tersebut. Para persero sebagai pemberi uang yang
terdiri di belakang layar dari badan usaha CV juga turut memperoleh bagian dalam
keuntungan dan turut pula memikul kerugian yang diderita CV seperti para persero
biasa, akan tetapi tanggung jawabnya terbatas dalam CV, mereka tidak akan memikul
7

CST Kansil, Hukum Perusahaan Indonesia (Aspek Hukum dalam Ekonomi), Pradinya
Paramitha, Jakarta, 2005.

Universitas Sumatera Utara

7

kerugian yang melebihi dari modal yang disetorkan. Persero di belakang layar itu
disebut anggota pasif atau komanditaris, yang disebut sleeping part news (still
venoot), sedangkan para anggota yang memimpin CV dan bertindak keluar adalah
anggota-anggota aktif yang disebut persero pengurus atau persero pemimpin atau
juga disebut komplementaris.

Perubahan status badan usaha dari CV Sejahtera menjadi PT Sinar Halomoan
yang berkedudukan di Pasir Jae Kecamatan Sosa Kabupaten Tapanuli Selatan
tersebut sehubungan dengan adanya pengembangan jenis usaha yang membutuhkan
perusahaan yang berbadan hukum untuk dapat merealisasikannya. Pengembangan
jenis usaha yang dimaksud adalah pengajuan permohonan Hak Guna Usaha (HGU)
atas lahan seluas 196 Ha yang akan dijadikan area bertanam kelapa sawit. UndangUndang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 pasal 28 ayat (1) berbunyi :
“Hak Guna Usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung
oleh Negara dalam jangka waktu sebagaimana tersebut dalam Pasal 29, guna
perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
Pasal 28 ayat (2) UUPA Nomor 5 Tahun 1960 berbunyi : “Hak guna usaha
diberikan atas tanah yang hasilnya paling sedikit 5 (lima) hektar, dengan ketentuan
jika hasilnya 25 (dua puluh lima) hektar atau lebih, harus memakai investasi modal
yang layak dan teknik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman.
Pasal 30 ayat (1) UUPA Nomor 5 Tahun 1960 berbunyi, “Yang dapat mempunyai
hak guna usaha ialah :
a. Warga Negara Indonesia,

Universitas Sumatera Utara

8

b. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia”.
Dengan adanya ketentuan dari Pasal 30 ayat (1) UUPA Nomor 5 Tahun 1960
tersebut di atas maka CV Sejahtera sebagai perusahaan yang tidak berbadan hukum
tidak dapat memiliki HGU. Oleh karena itulah diambil suatu keputusan oleh para
persero tersebut untuk meningkatkan status badan usaha CV. Sejahtera, yang
sebelumnya telah didirikan badan hukum PT, dimana kedudukan dari kantor
perusahaan sama-sama terletak di Desa pasir Jae Kecamatan Sosa Kabupaten
Tapanuli Selatan. Kepentingan pengembangan dan perluasan bisnis yang dilakukan
oleh CV Sejahtera, mewajibkan para persero mengubah status badan usahanya dan
CV menjadi PT, sehingga perluasan bisnis dalam bidang usaha pertanian (pertanian
kelapa sawit) dengan memohon lahan HGU seluas 196 Ha dapat terealisasikan.
Sebagai pengusaha terkadang terbentur permasalahan modal usaha, problem
ini adalah masalah khas semua pengusaha bahkan pengusaha besar sekalipun.
Pengajuan kredit adalah salah satu jalan yang dapat ditempuh demi mengembangkan
usaha bahkan menyelamatkan usaha. Pada dasarnya fungsi pokok dari kredit adalah
untuk pemenuhan jasa pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat (to service the
society) dalam rangka mendorong dan melancarkan perdagangan, pruduksi dan jasajasa bahkan konsumsi yang kesemuanya itu ditujukan untuk meningkatkan taraf
hidup manusia.
Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang
atau badan usaha untuk meminjam uang untuk membeli produk dan membayarnya

Universitas Sumatera Utara

9

kembali dalam jangka waktu yang ditentukan. UU No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 ayat
(11) menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
meluna si utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Dalam

memberikan

jasanya

kepada

masyarakat,

Bank

senantiasa

mendasarkan kepada perikatan yang dilakukan antara Bank dengan nasabahnya.
Perikatan ini pada umumnya berupa perjanjian yang dibuat secara tertulis, misalnya
Perjanjian Kredit.8 Perjanjian kredit merupakan perjanjian antara Bank dengan
debitur untuk memberikan pinjaman sejumlah dana kepada debitur. Perjanjian Kredit
ini merupakan suatu dasar hukum dalam hal penyaluran kredit perbankan, perjanjian
kredit juga merupakan bentuk pengamanan yang sangat penting guna mencegah
resiko kerugian yang mungkin timbul dari penyaluran kredit.
Dari pengertian kredit seperti tersebut di atas, maka dapat dilihat terdapatnya
beberapa unsur kredit sebagai berikut :
a.

Adanya kesepakatan atau perjanjian antara pihak kreditur dengan nasabah debitur
yang disebut dengan perjanjian kredit;

b.

Adanya para pihak yaitu pihak kreditur sebagai pihak yang memberikan
pinjaman, seperti bank, dan pihak nasabah debitur, yang merupakan pihak yang
membutuhkan uang pinjaman/barang atau jasa.

8

PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Divisi Pelatihan dan Pengembangan Jakarta, Hukum
Perjanjian, Jakarta 1994, hal 1.

Universitas Sumatera Utara

10

c.

Adanya unsur kepercayaan dan kreditur bahwa pihak nasabah debitur mau dan
mampu membayar/mencicil kreditnya;

d.

Adanya kesanggupan dan janji membayar hutang dari pihak nasabah debitur;

e.

Adanya pemberian sejumlah/barang/jasa oleh pihak kreditur kepada pihak
debitur;

f.

Adanya pembayaran kembali sejumlah uang/barang atau jasa oleh pihak nasabah
debitur kepada kreditur bank disertai dengan pemberian imbalan/bunga atau
pembagian keuntungan;

g.

Adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit oleh kreditur dengan
pengembalian kredit oleh nasabah debitur;

h.

Adanya resiko tertentu yang diakibatkan karena adanya perbedaan waktu tadi.
Semakin jauh tenggang waktu pengembalian, semakin besar resiko

tidak

terlaksananya pembayaran kembali suatu kredit.9
Berdasarkan pengertian kredit dan unsur-unsur kredit di atas, maka pada
hakikatnya bahwa perjanjian kredit adalah perjanjian pinjam pakai habis yang tunduk
kepada Pasal 1754 KUH Perdata, juga merupakan kelompok perjanjian khusus
(bernama), perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan terhadap perjanjian
pinjam pakai.10

9

Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern Berdasarkan Undang-Undang Tahun 1998, Buku
Kesatu, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hal 7.
10
Mariam Darus Badrul Zaman, Perjanjian Kredit Bank, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991,
hal 5.

Universitas Sumatera Utara

11

Perubahan status badan usaha CV menjadi badan hukum PT adalah
merupakan

suatu

fakta

hukum.

Fakta

hukum

adalah

kejadian-kejadian,

perbuatan/tindakan, atau keadaan yang menimbulkan, beralihnya, berubahnya atau
berakhirnya suatu hak. Singkatnya fakta hukum adalah fakta yang menimbulkan
akibat hukum.11 Commanditair Venotschap (CV) melalui organnya sebagai subjek
hukum dalam perjanjian kredit bank oleh karena itu perjanjian kredit yang telah
berlangsung dan didalam perjalanan kredit tersebut salah satu pihak (subjek hukum)
berubah menjadi subjek hukum yang lain atau berbeda dalam hal ini badan hukum
Perseroan terbatas (PT) tentunya akan membawa konsekwensi berupa fakta hukum
yang menimbulkan akibat hukum terhadap perjanjian kredit yang sedang
berlangsung.
Tanggung jawab terhadap kredit tersebut jika debiturnya adalah badan usaha
CV dan didalam jangka waktu kredit yang sedang berjalan merubah statusnya
menjadi badan hukum PT hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap kredit yang
sedang berjalan.
Berdasarkan dari latar belakang tersebut, maka penulis tertarik untuk
menyusun penelitian dalam bentuk Tesis dengan judul “Dampak Perubahan Status
Badan Usaha CV Menjadi Badan Hukum PT Terhadap Perjanjian Kredit Yang
Sedang Berjalan, Studi Pada Bank BNI”.

11

Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerpannya di Bidang
Kenotariatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 2009, hal 3.

Universitas Sumatera Utara

12

B. Perumusan Masalah
1.

Bagaimana prosedur hukum perubahan status badan usaha CV menjadi PT?

2.

Bagaimana akibat hukum perubahan status badan usaha CV menjadi PT terhadap
perjanjian kredit bank yang telah diikat oleh CV?

C. Tujuan Penelitian
Penelitian merupakan bagian pokok ilmu pengetahuan yang bertujuan untuk
lebih mendalami segala aspek kehidupan, disamping itu juga merupakan sarana untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan, baik dari segi teoritis maupun praktis.12 Adapun
tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:
1.

Untuk mengetahui prosedur hukum perubahan status badan usaha dari CV
menjadi PT.

2.

Untuk mengetahui bagaimana akibat hukum perubahan status badan usaha CV
menjadi PT terhadap perjanjian kredit bank yang telah diikat oleh CV.

D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini kegunaan utama dari penelitian ini diharapkan tercapai,
yaitu:
1.

Kegunaan secara teoritis.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah
pengetahuan dan wawasan serta sebagai refrensi tambahan pada program studi

12

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1998, hal 3.

Universitas Sumatera Utara

13

Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara Medan, khususnya mengenai
perjanjian kredit Bank.
2.

Kegunaan secara praktis.
Manfaat penelitian yang bersifat praktis hasil penelitian ini diharapkan
bermanfaat sebagai bahan masukan bagi kalangan akademisi, praktisi maupun
masyarakat umumnya serta dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang ingin
melakukan penelitian di bidang yang sama.

E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik
berdasarkan penelitian sebelumnya, khususnya pada Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara, dan sejauh yang telah diketahui bahwa belum ditemui
adanya penelitian yang berkaitan dengan judul tesis ini yaitu “Kajian Yuridis Dampak
Perubahan Status Badan Usaha CV Menjadi Badan Hukum PT Terhadap Perjanjian
Kredit Yang Sedang Berjalan, Studi Kasus di Bank BNI” belum pernah diteliti oleh
para Mahasiswa Kenotariatan yang lain, oleh karena itu penelitian ini adalah asli dan
aktual sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara akademis ilmiah.
Adapun beberapa judul penelitian yang mendekati yang pernah dilakukan
sebelumnya dengan judul penelitian tesis ini adalah:
1.

Tesis saudara Binsar Hutabarat dengan judul “Perubahan status Perusahaan
Listrik Negara dari Perum menjadi Perseroan dalam kaitannya dengan public
service obligation (PSO)”.

Universitas Sumatera Utara

14

2.

Tesis saudara Frianata Felix Ginting, dengan judul: “Status Perbuatan Hukum
Yang Dilakukan Organ Perseroan Terbatas Sebelum dan Sesudah Memperoleh
Status Badan Hukum.”.

3.

Tesis saudara Muhammad Arwan Ananda dengan judul: “Perjanjian Kredit Pada
BNI Dengan Jaminan Hak Tanggungan dan Upaya penyelesaian Kredit Macet
pada PT. Bank Negara Indonesia Tbk, Cabang Kabanjahe.

4.

Tesis saudara Haposan Siahaan dengan judul: “Analisa Hukum Atas Klausula
Pelarangan Penggantian Direksi Dan Komisaris Perseroan Terbatas Sebagai
Debitur dalam Perjanjian Kredit Pada Bank.
Dari beberapa penelitian yang disebutkan diatas atau yang ada tidak ada

menyebutkan objek yang diteliti adalah Subjek hukum yang berubah dalam suatu
perjanjian yang telah diadakan sebelumnya, serta dampak akibat

hukum dari

perjanjian yang telah diadakan disebabkan perubahan atas perubahan subjek hukum,
serta tempat dari penelitian yang dilakukan.
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1.

Kerangka Teori
Menurut M. Solly Lubis yang menyatakan konsep teori merupakan “Kerangka

pemikiran atau butir-butir pendapat, mengenai suatu kasus ataupun permasalahan
(problem) yang bagi si pembaca menjadi bahan perbandingan, pegangan teori, yang

Universitas Sumatera Utara

15

mungkin ia setuju ataupun tidak disetujuinya merupakan masukan eksternal bagi
peneliti”.13
Kerangka teori dalam penelitian hukum sangat diperlukan untuk membuat
jelas nilai-nilai oleh postulat-postulat hukum sampai kepada landasan filosofisnya
yang tertinggi.14 Teori hukum sendiri boleh disebut sebagai kelanjutan dari
mempelajari hukum positif, setidak-tidaknya dalam urutan yang demikian itulah kita
merekonstruksikan kehadiran teori hukum secara jelas.15
Sebagai kerangka teori yang akan dibahas dalam tulisan ini dengan aliran
hukum positif yang analistis dari Jhon Austin, Jhon Austin dengan analytical legal
positivism-nya menjadi penganut utama aliran positivisme yuridis. Austin bertolak
dari kenyataan bahwa terdapat suatu kekuasaan yang memberikan perintah-perintah,
dan ada orang yang pada umumnya mentaati perintah-perintah itu. Tidak penting
mengapa orang mentaati perintah perintah itu. Bahwa mereka mentaati karena takut,
atau karena rasa hormat, atau karena merasa dipaksa, sama saja. Yang penting,
faktanya adalah ada orang yang mentaati aturan itu. Kalau tidak, dijatuhkan sanksi,
maka untuk dapat disebut hukum menurut Austin diperlukan adanya unsur-unsur
yang berikut :
a. Adanya seorang penguasa (souvereighnity),
b. Suatu perintah (command),
c. Kewajiban untuk mentaati (duty),
13

M. Solly Lubis (I), Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hal 80
Satjipto Rahardjo, llmu Hukum, P.T. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1991, hal 254.
15
Ibid, hal. 253
14

Universitas Sumatera Utara

16

d. Sanksi bagi mereka yang tidak taat (sanction).16
Kedudukan Badan Usaha Commanditair Venotschap (CV) maupun Badan
Hukum Perseroan Terbatas didalam Perjanjian Kredit adalah sebagai debitur
sedangkan Bank kedudukannya sebagai kreditur, yang mana debitur dan kredit
merupakan subjek hukum didalam suatu perjanajian kredit bank.
Perubahan Status Badan Usaha CV Menjadi Badan Hukum PT Terhadap
Perjanjian Kredit yang sedang berjalan merupakan suatu peralihan debitur disebabkan
Badan Usaha CV dengan Badan Hukum PT adalah merupakan subjek hukum yang
berbeda.
Konsekwensi dari Perubahan Status Badan Usaha CV Menjadi Badan Hukum
PT Terhadap Perjanjian Kredit yang sedang berjalan diperlukan suatu Perjanjian
berupa Pembaharuan hutang, hal ini diatur Pada Buku ke III Bab ke Empat, Bagian
Ketiga tentang Pembaharuan Hutang dari Pasal 1413 sampai dengan pasal 1424 KUH
Perdata.
Pembaharuan hutang adalah suatu perjanjian dengan mana perikatan yang
sudah ada dihapuskan dan sekaligus diadakan suatu perikatan baru. 17
Karena dalam pembaruan hutang (novasi) perikatan yang lama hapus, maka
pokok perikatan yang baru dapat berbeda dari pokok perikatan yang lama. Misalnya
hubungan hukum antara penjual dan pembeli dalam perjanjian jual beli dirubah

16

Lihat Satjipto Rahardjo, Teori Hukum, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hal 120.
Mariam Darus Badrulzaman, Sutan Remy Sjahdeini, Heru Soepraptomo, Faturrahman
Djamil, Taryana Soenandar, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hal
133.
17

Universitas Sumatera Utara

17

menjadi perjanjian pinjam meminjam uang, artinya disini sisa pembayaran harga
yang belum dibayar oleh pembeli diakui sebagai hutang dalam perjanjian pinjam
meminjam uang. Namun ada kemungkinan sifat hubungan hukum antara perikatan
lama yang sudah dihapus dengan perikatan baru adalah sama. Misalnya suatu
perjanjian kredit dihapuskan dengan perjanjian restrukturisasi hutang. Kedua
perjanjian tersebut disensusnya sama yaitu pinjam meminjam uang. Novasi yang
yang disebutkan diatas adalah novasi objektif, karena perikatannya yang
diperbaharui. Selanjutnya dikenal pula novasi novasi subjektif dimana terjadi
kesepakatan tiga pihak antara kreditur, debitur dari pihak ketiga untuk melakukan
pembaharuan hutang. Novasi subjektif dibagi atas novasi subjektif aktif dan subjektif
pasif. Novasi subjektif aktif terjadi jika kreditur dalam perikatan yang lama diganti
dengan pihak ketiga selaku kreditur dalam perikatan yang baru. Sedangkan dalam
novasi subjektif pasif justru debitur dalam perikatan yang lama diganti oleh pihak
ketiga sebagai debitur dalam perikatan baru. Dalam novasi kreditur baru tidak
menempati posisi kreditur lama, demikian pula debitur baru tidak menempati posisi
debitur lama, karena perikatan yang lama sudah dihapus. Pasal 1413 Kitab UndangUndang Hukum Perdata (KUH Perdata) menyebutkan tiga cara untuk melaksanakan
novasi yaitu :
1.

Apabila seorang debitur membuat suatu perikatan utang baru bagi kreditur untuk
menggantikan perikatan yang lama dihapuskan karenanya hal inilah yang disebut
novasi objektif.

Universitas Sumatera Utara

18

2.

Apabila seseorang debitur baru ditunjuk untuk menggantikan seseorang debitur
lama yang dibebaskan dari perikatannya. Hal ini disebut novasi subjektif pasif.

3.

Apabila sebagai akibat suatu perjanjian baru, ditunjuk seorangkreditur baru,
untuk menggantikan kreditur lama terhadap siapa debitur dibebaskan dari
perikatannya. Hal ini disebut novasi subjektif aktif.
Seandainya KUH Perdata tidak mengatur novasi, novasi tetap diperolehkan

atas dasar doktrin kebebasan berkontrak, sepanjang tidak bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Namun demikian karena dalam
novasi, perikatan yang lama hapus, maka dalam perikatan baru tidak dapat
diperjanjikan hak-hak istimewa yang melihat pada perjanjian yang lama, apalagi
perikatan yang baru tidak selalu sama dengan perikatan yang lama.
Antara Debitur dan Kreditur didalam melakukan Perjanjian Kredit mematuhi
Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata disebutkan bahwa untuk sahnya
suatu perjanjian harus memenuhi 4 (empat) syarat yaitu:
a.

Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;

b.

Kecakapan untuk membuat suatu pengikatan;

c.

Suatu hal tertentu;

d.

Suatu sebab yang halal.
Kedua syarat yang pertama dinamakan syarat subjektif karena kedua syarat

tersebut mengenai subjek perjanjian. sedangkan kedua syarat terakhir disebutkan

Universitas Sumatera Utara

19

syarat objektif karena mengenai objek dari perjanjian.18Semua persetujuan yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya
(Pasal 1338 KUH Perdata).
Dengan istilah “secara sah” Pembentuk Undang-undang hendak menunjukkan
bahwa pembuatan perjanjian harus menurut hukum. Semua persetujuan yang dibuat
menurut hukum atau secara sah adalah mengikat. Yang dimaksud dengan secara sah
di sini ialah bahwa perbuatan perjanjian harus mengikuti apa yang ditentukan oleh
pasal 1320 KUH Perdata. 19
Dalam hukum perdata, perjanjian kredit adalah termasuk dalam perjanjian tak
bernama, karena tidak dikenal dalam KUH Perdata. Walaupun usianya sama dengan
usia Bank, sampai saat ini belum ada ketentuan perundang undangan yang mengatur
perjanjian kredit.20
Dalam praktek perbankan, yang mejadi dasar hukum perjanjian kredit adalah
unsur kesepakatan (konsensualisme) yang tertuang dalam perjanjian antara bank
dengan debitur. Azas kebebasan berkontrak (partij otonomos), azas itikad baik (good
faith), azas setiap janji harus dipatuhi (pacta sun servanda) dan azas kehati- hatian
(prudential).21

18

Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, hal 23-24.
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit, hal 27.
20
Martin Roestamy, Hukum Jaminan Fidusia, PT. Percetakan Penebar Swadaya, Jakarta,
2009, hal 24.
21
Ibid.
19

Universitas Sumatera Utara

20

2.

Kerangka Konsepsi
Sejalan dengan landasan teori tersebut, maka dalam penulisan hukum

diperlukan kerangka konsepsional. Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang
menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin atau akan
diteliti. Konsep bukan merupakan gejala yang akan diteliti, akan tetapi merupakan
suatu abstraksi dari gejala tersebut. Gejala itu sendiri dinamakan fakta, sedangkan
konsep merupakan suatu uraian mengenai hubungan-hubungan dalam fakta
tersebut.22 Kerangka konsep mengandung makna adanya stimulasi dan dorongan
konseptualisasi untuk melahirkan suatu konsep baginya atau memperkuat
keyakinannya akan konsepnya sendiri mengenai sesuatu permasalahan.23
Kerangka konsepsional dalam penelitian hukum, diperoleh dari peraturan
perundang-undangan atau melalui usaha untuk merumuskan atau membentuk
pengertian-pengertian hukum. Apabila kerangka konsepsional tersebut diambil dari
peraturan perundang-undangan tertentu, maka biasanya kerangka konsepsional
tersebut sekaligus merumuskan definisi-definisi tertentu, yang dapat dijadikan
pedoman operasional di dalam proses pengumpulan, pengolahan, analisa dan
konstruksi data. 24
Oleh karena itu, untuk menghindarkan terjadinya perbedaan penafsiran
terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka dipandang perlu
untuk mendefinisikan beberapa konsep penelitian agar secara operasional diperoleh
22

Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal 132.
M. Solly Lubis (I), Op.Cit, hal 80.
24
Soerjono Soekanto, Op.Cit, hal 137.

23

Universitas Sumatera Utara

21

hasil penelitian yang sesuai dengan makna variabel yang ditetapkan dalam topik,
yaitu :
a.

Perjanjian.
Suatu peristiwa di mana dua orang atau dua pihak saling berjanji untuk
melakukan suatu hal atau suatu persetujuan yang dibuat oleh dua pihak atau
lebih, masing masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam
persetujuan itu. 25

b.

Perjanjian Kredit Bank.
Perjanjian antara bank selaku kreditor dengan nasabah selaku debitor, dalam hal
ini, bank menyediakan sejumlah dana tertentu untuk keperluan usaha nasabah
sebagai pinjaman dan nasabah memberikan jaminan tertentu dan membayar
bunga yang ditentukan jangka waktu pengembaliannya kepada bank. 26

c.

Badan Usaha
Suatu

Badan

yang

menjalankan

usaha/kegiatan

perusahaan

/kegiatan

perusahaan.27
d.

Bank
Badan usaha yang mengimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 28

25
Hermanyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia , Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, 2008, hal 71.
26
Martin Roestamy, Op.Cit, hal 24.
27
Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hal 23.

Universitas Sumatera Utara

22

e.

Perseroan Tebatas (PT)
Badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasrkan
perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya
terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undangundang ini serta peraturan pelaksanaanya. 29

f.

Perseroan Komanditer / Commanditaire Vennootschap (CV).
Suatu perseroan untuk menjalankan suatu perusahaan yang dibentuk antara satu
orang atau beberapa orang pesero yang secara tanggung menanggung
bertanggung jawab untuk seluruhnya (tanggung jawab solider) pada satu pihak,
dan satu orang atau lebih sebagai pelepas uang (geldschieter) pada pihak yang
lain. 30

g.

Kredit
Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka
waktu tertentu dengan pemberian bunga. 31

h.

Pembaruan Utang (Novasi)
Sebuah persetujuan dimana suatu perikatan telah dibatalkan dan sekaligus
perikatan lain harus dihidupkan , yang ditempatkan di tempat yang asli (C.

28

Pasal 1 butir 2 UU No. 10 Tahun 1998.
Pasal 1 butir 1 UU No. 40 Tahun 2007.
30
Pasal 19 KUH Dagang.
31
Pasal 1 butir 11 UU No. 10 Tahun 1998.
29

Universitas Sumatera Utara

23

Asser’s 1991 : 552), Suatu Perjanjian karena dimana sebuah perjanjian yang akan
dihapuskan, dan seketika itu juga timbul sebuah perjanjian baru (Vollmar,
1983:237) 32
G. Metode Penelitian
1.

Sifat dan Jenis Penelitian
Untuk membahas dan menjawab permasalahan dalam penelitian tesis ini,

maka sifat penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitis, yang
dimaksud adalah berusaha untuk menguraikan/memaparkan sekaligus menganalisis
akibat hukum perubahan status badan usaha CV menjadi badan usaha PT, hambatan
yang ditemui para persero dalam perubahan status badan usaha CV menjadi badan
usaha PT dan bagaimana akibat hukum perubahan status badan usaha CV menjadai
badan usaha PT terhadap jaminan yang telah diberikan dalam perjanjian kredit
sebelumnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah
badan usaha. Perjanjian kredit, hak tanggungan dan jaminan fidusia.33
Jenis

penelitian

ini

adalah

penelitian

hukum

normative,

dimana

pendekatannya terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku mengenai perjanjian kredit perbankan,
badan usaha, hak tanggungan, jaminan fidusia dan bahan hukum lainnya yang
mendukung pembaharuan permasalahan dalam penelitian ini.

32
33

Salim HS, Hukum Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal 168.
Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993,

hal 35.

Universitas Sumatera Utara

24

2.

Sumber Data
Data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data dari bahan

hukum primer yang berupa norma/peraturan dasar dan peraturan perundangundangan. Dalam penelitian ini bahan hukum primer adalah KUH Perdata, KUH
Dagang, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT),
peraturan tentang pemberian kredit perbankan yaitu Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998, Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT) Nomor 4 Tahun 1996,
Undang-Undang Jaminan Fidusia (UUJF) Nomor 42 Tahun 1999 dan UndangUndang Pokok Agraris (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960. Bahan hukum sekunder yaitu
bahan yang memberikan penjelasan pendukung dari bahan hukum primer yang
berupa buku, hasil-hasil penelitian dan atau karya ilmiah, buku tentang hukum
perbankan dan perjanjian kredit perbankan khususnya. Dan bahan hukum tertier yaitu
bahan yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer
bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, kamus umum, Ensiklopedia dan lain
sebagainya.
3.

Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

penelitian kepustakaan (library research). Alat pengumpulan data yang digunakan
yaitu dengan studi dokumen untuk memperolah data sekunder dengan membaca,
mempelajari, meneliti, mengidentifikasi dan menganalisa data primer, sekunder
maupun tertier yang berkaitan dengan penelitian ini. Disamping itu penelitian ini juga
dilaksanakan dengan melakukan wawancara langsung dengan pimpinan kredit PT.

Universitas Sumatera Utara

25

Bank Negara Indonesia Persero (Tbk) dan juga pimpinan Badan Usaha yang menjadi
debitur (penerima fasilitas kredit) dan PT. Bank Negara Indonesia Persero (Tbk) yang
dalam penelitian ini memiliki kapasitas sebagai informasi dan nara sumber.
4.

Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan dan menggunakan data

dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat
dirumuskan suatu hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data.34 Di dalam penelitian
hukum normative, maka maksud pada hakekatnya berarti kegiatan untuk mengadakan
sistematisasiterhadap bahan-bahan hukum tertulis, sistematisasi yang berarti membuat
klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaan analisis
dan konstruksi.35 Sebelum dilakukan analisis, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dan
evaluasi terhadap semua data yang dikumpulkan untuk mengetahui validasinya. Setelah
itu keseluruhan data tersebut akan disistematisasikan sehingga menghasilkan klasifikasi
yang selaras dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, dengan tujuan
untuk memperoleh jawaban yang baik pula.
Dalam penelitian ini bahan-bahan hukum tertulis yang digunakan adalah akta
perjanjian kredit (notaris), akta pendirian badan-badan usaha (notaris), akta pengalihan
asset badan usaha CV kepada badan usaha PT (notaris), akta persetujuan dan kuasa
(notaris) dan karya ilmiah yang diberi hubungan dengan dalam penelitian ini, yang
dijadikan pedoman untuk menghasilkan jawaban selaras dengan permasalahan yang
dibahas dalam penelitian ini.
34

Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, Hal

35

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 1986, hal 25.

106.

Universitas Sumatera Utara