Hubungan Antara Usia Ibu Hamil dengan Angka Kejadian Abortus di RSUP Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2011 hingga Desember 2014

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Angka kematian dijadikan sebagai salah satu indikator keberhasilan sistem

pelayanan kesehatan suatu negara. Angka Kematian Ibu (AKI) adalah indikator
di bidang kesehatan obstetri. Sekitar 800 wanita meninggal setiap harinya dengan
penyebab yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan. Hampir seluruh
kematian maternal terjadi di negara berkembang dengan tingkat mortalitas yang
lebih tinggi di area pedesaan dan komunitas miskin dan berpendidikan rendah
(WHO, 2012)
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, AKI di Sumatera Utara sebesar
328/100.000 (Kelahiran Hidup) KH, angka ini masih cukup tinggi bila
dibandingkan dengan

angka nasional hasil sensus penduduk 2010 sebesar


259/100.000 KH. Berdasarkan hasil Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2007 menyebutkan bahwa AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000
kelahiran hidup. Angka ini turun dibandingkan AKI tahun 2002 yang mencapai
307/100.000 KH.
Penyebab kematian ibu di Indonesia antara

lain

disebabkan oleh

perdarahan sebanyak 28 %, eklampsi sebanyak 24 %, infeksi sebanyak 11 %,
komplikasi masa puerperium sebanyak 8 %, Abortus 5 %, partus lama 5 %,
Emboli obstetrik 3 % dan lain-lain 11 % (KemenPPPA, 2011).
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin
dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20
minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. (Prawirohardjo, 2010)

Universitas Sumatera Utara


2

Pada tahun 2008 angka kematian ibu yang disebabkan oleh abortus sebanyak
30-50%, abortus spontan sebanyak 10%, sedangkan pada tahun 2009 terdapat 139
kasus di Rumah sakit Roemani semarang.
Data abortus di Rumah sakit umum daerah ambarawa tercatat pada tahun 2012
sebanyak 142 ibu yang mengalami abortus, diantaranya adalah abortus imminens,
abortus insipiens, abortus komplit, abortus inkomplit maupun abortus tindakan
secara medis dan pada tahun 2013 tercatat sebanyak 123 ibu yang mengalami
abortus diantaranya sebagian besar yaitu abortus komplit dan sebagian kecil
mengalami abortus insipient (RSUD Ambarawa). (Depkes RI, 2011)
Abortus disebabkan tiga faktor, faktor maternal, faktor janin, dan faktor
paternal (Mochtar, 2002). Abortus dapat dialami oleh semua ibu hamil, faktor
risikonya meliputi usia dan adanya riwayat abortus berulang. Risiko abortus
spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas dan usia ibu. Pada ibu
usia dibawah 20 tahun risiko terjadinya abortus kurang dari 2%. Risiko meningkat
10% pada usia ibu diatas 35 tahun dan mencapai 50% pada usia ibu lebih dari 45
tahun. Peningkatan risiko abortus ini diduga berhubungan dengan abnormalitas
kromosom pada wanita usia lanjut. (Cunningham, 2005)
Resiko keguguran spontan tampak meningkat dengan bertambahnya usia

terutama setelah usia 30 tahun, baik kromosom janin itu normal atau tidak, wanita
dengan usia lebih tua, lebih besar kemungkinan keguguran baik janinnya normal
atau abnormal. Semakin lanjut umur wanita, semakin tipis cadangan telur yang
ada, indung telur juga semakin kurang peka terhadap rangsangan gonadotropin.
Makin lanjut usia wanita, maka resiko terjadi abortus, makin meningkat karena
menurunnya kualitas sel telur atau ovum dan meningkatnya resiko kejadian
kelainan kromosom. Pada gravida tua terjadi abnormalitas kromosom janin
sebagai salah satu faktor etiologi abortus (Friedman,1998).
Wanita hamil kurang dari 20 tahun dapat merugikan kesehatan ibu
maupun pertumbuhan dan perkembangan janin karena belum matangnya alat
reproduksi untuk hamil. Penyulit pada kehamilan remaja (