SMK3 KEBIAJAKAN

BAB I
PENDAHULUAN
I.A. Latar Belakang
Banyak kebijakan Pemerintah terutama dalam hal pelayanan publik yang
dikeluhkan oleh

masyarakat karena ternyata tidak sesuai dengan apa yang

dinyatakan oleh Pemerintah, misalnya pendidikan gratis 9 atau 12 tahun, pengurusan
KTP yang cepat dan gratis, pelayanan kesehatan yang murah dan berkualitas,
pengendalian harga kebutuhan pokok yang terjangkau dan lain - lain. Dalam praktek
masyarakat, banyak yang masih dibebani biaya pendidikan dasar (SD dan SMP),
pengurusan KTP yang lama dan sering tidak gratis dan masih banyak orang miskin
yang ditolak oleh rumah rumah sakit Pemerintah karena tidak punya uang.
Di tengah banyaknya keluhan masyarakat terhadap pelayanan publik tersebut,
pada tahun 2011 Pemerintah meluncurkan kebijakan Jaminan Persalinan (JamPersal),
yang memberikan pelayanan kepada para ibu hamil dan bersalin secara gratis.
Kebijakan Pemerintah ini mendapat sambutan yang sangat baik dari masyarakat,
karena dalam prakteknya telah memberikan manfaat yang besar kepada banyak warga
masyarakat dan memberikan dampak yang cukup besar bagi kesehatan ibu dan anak.
Oleh karena itu, hal ini menjadi menarik perhatian peneliti untuk melakukan

penelitian mengenai implementasi kebijakan tersebut di masyarakat. Dan untuk
melihat bahwa diantara banyaknya kebijakan yang cenderung tidak dirasakan
langsung oleh masyarakat, pada kebijakan program JamPersal ini akan menunjukkan

1

bahwa ada kebijakan yang baik atau best practice yang telah diluncurkan oleh
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan.
Program Jaminan Persalinan ini pelaksanaannya diatur dalam Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2562/Menkes/Per/XII/2011 tentang
petunjuk teknis Jaminan Persalinan. Program ini merupakan salah satu upaya
pemerintah untuk menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB) di Indonesia dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Sehubungan
dengan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat terhadap persalinan
yang sehat dilakukan dengan memberi kemudahan dalam masalah administrasi
kepada seluruh ibu hamil yang belum memiliki Jaminan Persalinan.
Puskesmas Jetis merupakan salah satu fasilitas kesehatan yang selama ini ikut
dalam program JamPersal. Ketersediaan unit rawat inap menjadikan Puskesmas ini
menjadi tujuan utama peserta program JamPersal di wilayah Kota Yogyakarta.
Sertifikasi ISO yang telah diraih sejak tahun 2008 merupakan suatu prestasi bahwa

Puskesmas ini termasuk fasilitas kesehatan yang telah sesuai dengan standar nasional.
Sebagai salah satu Puskesmas yang bermutu, tentunya hambatan dalam pelaksanaan
JamPersal dapat diminimalisir.
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia
masih cukup tinggi dibandingkan negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran
hidup, AKB 34 per 1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Neonatus (AKN) 19 per

2

1000

kelahiran

hidup.

Berdasarkan

kesepakatan


global

(Millenium

DevelomentGoals/MDG’s 2000) pada tahun 2015, diharapkan angka kematian ibu
menurun dari 228 pada tahun 2007 menjadi 102 per 100.000 KH dan angka kematian
bayi menurun dari 34 pada tahun 2007 menjadi 23 per 1000 KH.
Upaya penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian
ibu, yang terjadi 90% pada saat persalinan dan segera setelah pesalinan yaitu
perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi pueperium 8%, partus
macet 5%, abortus 5%, trauma obstetric 5%, emboli 3%, dan lain-lain 11% (SKRT
2001). Kematian ibu juga diakibatkan beberapa faktor resiko keterlambatan terlambat
dalam memperoleh pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan, dan terlambat sampai
di fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan emergensi. Salah satu upaya
pencegahannya adalah melakukan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di
fasilitas kesehatan.
Kesehatan ibu dan anak merupakan hal yang sangat mempengaruhi
peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Di dalam Undang-undang Nomor 36
tahun 2009 tentang Kesehatan, pada pasal 5 menyebutkan bahwa setiap orang
mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang

kesehatan, mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu dan terjangkau dan berhak secara mandiri dan bertanggung jawab
menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Pemerintah
Indonesia berkewajiban memberikan jaminan untuk terpenuhinya hak hidup sehat

3

setiap warga negaranya, tanggung jawab itu termasuk didalamnya pembiayaan
kesehatan bagi seluruh warga negara.
Untuk menjamin terpenuhinya hak hidup sehat bagi seluruh penduduk
termasuk penduduk tidak mampu, pemerintah bertanggungjawab atas ketersediaan
sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat
dalam memperoleh derajat kesehatan yang setinggi - tingginya.
Program Jaminan Persalinan (JamPersal) ini diberikan kepada semua ibu
hamil agar dapat mengakses pemeriksaan persalinan, pertolongan persalinan,
pemeriksaan nifas, dan pelayanan Keluarga Berencana (KB) oleh tenaga kesehatan di
fasilitas kesehatan sehingga dengan adanya program Jaminan Persalinan ini
mengupayakan dapat menekan angka kematian Ibu dan Anak.
I.B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah penelitian yang

dirumuskan dalam bentuk :
- Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan dari implementasi
kebijakan program JamPersal di Puskesmas Jetis, Yogyakarta ?
I.C. Tujuan Penelitian
1.

Mendeskripsikan implementasi kebijakan pelayanan kesehatan Jaminan
Persalinan di Puskesmas Jetis.

2.

Mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi adalah dari 4 variabel
yang telah ditentukan yaitu dari sisi komunikasi, sumberdaya, disposisi atau

4

sikap pelaksana dan struktur birokrasi, serta faktor yang mendukung
keberhasilan dari implementasi kebijakan program Jaminan Persalinan
(JamPersal) di Puskesmas Jetis.
Tujuan penelitian ini juga mencakup sebagai berikut :

1. Tujuan Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan khususnya
tentang kebijakan publik dibidang kesehatan dan dapat digunakan sebagai acuan
dalam melakukan penelitian secara lebih lanjut, terutama dalam meneliti yang
berkaitan dengan Jaminan Persalinan.
2. Tujuan Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi bagi
masyarakat dan instansi terkait yang mempunyai wewenang dan tanggungjawab
tentang pelaksanaan program pemerintah terutama di bidang kesehatan
masyarakat.
I.D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian adalah diharapkan bisa menjadi acuan bagi
Masyarakat dan Pemerintah. Dengan penelitian ini diharapkan masyarakat bisa lebih
memahami program Jaminan Persalinan yang sudah diluncurkan oleh Pemerintah,
agar masyarakat lebih bisa memanfaatkan fasilitas yang diberikan oleh Pemerintah
guna untuk menjalani hidup sehat dan mendapatkan kemudahan dalam mengakses
dan mendapatkan pelayanan kesehatan terutama pada program Jaminan Persalinan

5


Ibu hamil. Dan bagi pihak Pemerintah, penelitian ini diharapkan bisa menjadi
masukan positif bagi pihak Pemerintah Daerah untuk bisa mengevaluasi dari
implementasi kebijakan program jaminan persalinan ini dan masukan juga bagi pihak
Puskesmas Jetis, Yogyakarta sumbang untuk lebih meningkatkan peran dan kualitas
kepada masyarakat dalam pelaksanaan program Jaminan Persalinan dari yang baik
menjadi lebih baik lagi.
I.E. Landasan Konseptual dan Kerangka Teori
I.E. I. JamPersal
Jaminan Persalinan merupakan kebijakan Pemerintah dalam bidang kesehatan
yang memberi jaminan pembiayaan pelayanan persalinan yang meliputi pemeriksaan
kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas, termasuk pelayanan KB pasca
persalinan, dan pelayanan bayi baru lahir. Sasaran dari program ini adalah ibu hamil,
ibu bersalin, ibu nifas (sampai 42 hari pasca melahirkan), serta bayi baru lahir
(sampai dengan usia 28 hari). Dana JamPersal ini sendiri dibebankan kepada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mulai tahun 2011 dengan jenis
belanja Bantuan Sosial.
I.E. II. Kebijakan Publik
Kebijakan ( policy ) adalah sebuah instrumen Pemerintahan, bukan saja dalam
arti government yang hanya menyangkut aparatur negara, melainkan pula governance
yang menyentuh pengelolaan sumberdaya publik.( Edi Suharto,Ph.D : 2008)

Menurut Dye kebijakan publik pada umumnya mengandung pengertian

6

mengenai " whatever government choose to do or not to do " yang artinya kebijakan
publik adalah "apa saja yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak
dilakukan". Maknanya Dye hendak menyatakan bahwa apapun kegiatan pemerintah
baik yang eksplisit maupun implisit merupakan kebijakan.
Menurut Hogwood dan Gunn (1990), kebijakan publik sedikitnya mencakup
hal - hal sebagai berikut :
1. Bidang kegiatan sebagai ekspresi dari tujuan umum atau pernyataan pertanyaan yang ingin dicapai.
2. Proposal tertentu yang mencerminkan keputusan - keputusan pemerintah
yang telah dipilih.
3. Kewenangan formal seperti undang - undang atau peraturan pemerintah.
4. Program yakni seperangkat kegiatan yang mencakup rencana penggunaan
sumberdaya lembaga dan strategi pencapaian tujuan.
5. Keluaran ( output ) yaitu apa yang nyata telah disediakan oleh pemerintah,
sebagai produk dari kegiatan tertentu.
6. Teori yang menjelaskan bahwa jika melakukan X, maka akan diikuti oleh Y.
7. Proses yang berlangsung dalam periode waktu tertentu yang relatif panjang

I.E. III.

Implementasi Kebijakan

Secara umum, yang dimaksud dengan implementasi kebijakan adalah proses
dimana formula kebijakan ditransformasikan menjadi produk yang konkrit kebijakan.
Dan dalam asumsi yang seringkali dipakai sebagai dasar dalam melakukan analisa,

7

implementasi kebijakan adalah upaya untuk mewujudkan tujuan kebijakan yang
dinyatakan dalam formulasi kebijakan, sebagai policy statement ke dalam policy
outcome yang muncul sebagai akibat dari aktivitas pemerintah. ( Grindle, Merilee S.,
(1980), Politics and Policy Implementation in the Third World,

Princeton University

Press, NJ. Hal. 6. )
Implementasi dari suatu program melibatkan upaya-upaya policy maker untuk
mempengaruhi perilaku birokrat pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan dan

mengatur perilaku kelompok sasaran. Implementasi melibatkan usaha dari policy
maker untuk mempengaruhi apa yang oleh Lipsky yang disebut dengan ”street level
bureaucrats” untuk memberikan pelayanan atau mengatur perilaku kelompok sasaran
( target group ).
Menurut teori Merilee S. Grindle, keberhasilan implementasi dipengaruhi oleh
dua variabel besar, yakni isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan
implementasi (context of implementation). Variabel isi kebijakan ini mencakup :
1. Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat
dalam isi kebijakan.
2. Jenis manfaat yang diterima oleh target groups.
3. Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan. Suatu
program yang bertujuan mengubah sikap dan perilaku kelompok sasaran
relatif lebih sulit diimplementasikan daripada program yang sekedar
memberikan bantuan kredit atau bantuan beras kepada kelompok masyarakat

8

miskin.
4. Apakah letak sebuah program sudah tepat.
5. Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci

6. Apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai.
Variabel lingkungan kebijakan mencakup :
1. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh
para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan.
2. Karakteristik institusi dan rezim yang sedang berkuasa.
3. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.
Implementasi Kebijakan Dipengaruhi oleh :
Tujuan Kebijakan

Tujuan yang
dicapai ?

Program aksi dan proyek
individu yang di desain
dan didanai

A. Isi Kebijakan
1. Kepentingan kelompok sasaran
2. Tipe manfaat
3. Derajat perubahan yang
diinginkan
4. Letak pengambilan keputusan
5. Pelaksanaan program
6. Sumberdaya yang dilibatkan

Hasil
Kebijakan :
Dampak
pada
masyarakat,
individu, dan
kelompok.
Perubahan
dan
penerimaan
masyarakat

B. Lingkungan Implementasi
1. Kekuasaan, kepentingan dan
strategi aktor yang terlibat
2. Karakteristik lembaga dan
penguasa
3. Kepatuhan dan daya tanggap

Program yang
dilaksanakan sesuai
rencana

Mengukur
Keberhasilan

9

Skema 1
Sumber : Grindle, Merilee S, 1980:11.
Meskipun penulis menyetujui konsep Grindle 1980 tentang 2 variable yang
mempengaruhi implementasi kebijakan, tetapi dalam penelitian ini penulis hanya
menggunakan sebagian saja yaitu variable lingkungan khususnya aktor pelaksana
kebijakan. Alasan penulis adalah karena Isi kebijakan merupakan kebijakan yang
sangat baik dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, yaitu pelayanan

kesehatan

ibu hamil yang cukup lengkap, dengan cara yang mudah dan tanpa beaya apapun.
Panduan pelaksanaan yang rinci dan jelas memastikan bahwa kebijakan itu secara
teknis mudah dilaksanakan oleh jajaran aparat kesehatan dari tingkat pusat sampai ke
Puskesmas dan masyarakat luas akan meberima dan mendukungnya, sehingga bagi
penulis berhasil tidaknya kebijakan tersebut banyak ditentukan oleh aktor
pelaksananya, terutama pada unit yang langsung memberikan pelayanan kepada
masyarakat yaitu Puskesmas.
Menurut Van Meter dan Van Horn (1975), mendefinisikan implementasi
kebijakan, adalah tindakan tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau
pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok Pemerintah atau Swasta yang diarahkan
pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.
Tindakan

yang

dimaksud

mencakup

usaha-usaha

untuk

mengubah

keputusan-keputusan menjadi tindakan tindakan operasional dalam kurun waktu
tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha usaha untuk mencapai

10

perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan.
Ada lima variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi menurut Van
Meter dan Van Horn ini, yakni : (1) Standar dan Sasaran kebijakan, (2) Sumberdaya,
(3) Komunikasi, Antarorganisasi dan Penguatan aktivitas, (4) karakterisktik agen
pelaksana dan (5) kondisi atau sosial, ekonomi, dan politik.
(1) Standar dan Sasaran Kebijakan
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir.
Apabila standar dan sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterprestasi dan
mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi.
(2) Sumberdaya
Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumberdaya
manusia ( human resources ) maupun sumberdaya manusia non-manusia ( non-human
resources ).
(3) Hubungan antar Organisasi
Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan
koordinasi dengan istansi lain. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antar
instansi bagi keberhasilan suatu program.
(4) Karakteristik Agen Pelaksana
Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur
birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang
semuanya itu akan memengaruhi implementasi suatu program.

11

(5) Kondisi Sosial, Politik, dan Ekonomi
Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat
mendukung keberhasilan implementasi kebijakan, sejauhmana kelompok-kelompok
kepentingan memberikan dukungan bagti implementasi kebijakan, karakteristik para
partisipan, yakni mendukung atau menolak, bagaimana sifat opini publik yang ada di
lingkungan, dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.
(6) Disposisi Implementor
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni : (1) respons
implementor kebijakan, yang akan memengaruhi kemauannya untuk melaksanakan
kebijakan, (2) kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijkan, dan (3) intensitas
disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor.
Model implementasi kebijakan yang diajukan oleh Van Meter dan Van Horn
menekankan pentingnya partisipasi implementor dalam penyusunan tujuan kebijakan,
namun pendekatan mereka terkatagori pendekatan Top-down, sebab dalam bukunya
mereka mengatakan bahwa standar dan tujuan kebijakan dikomunikasikan pada
implementor melalui jaringan interorganisasional, atau dengan perkataan lain, yang
terpenting adalah para implementor memahami dan menyetujui tujuan dan standar
yang telah ditetapkan, bukan turut menentukan tujuan dan standar tersebut.
Model ini

hanya merupakan sebuah artikel, maka penjelasan Van Meter

dan Van Horn mengenai model mereka kurang rinci, sehingga menurut Mazmanian
dan Sabatier, model ini memiliki keterbatasan, yakni hanya sesuai untuk digunakan

12

pada program yang bertujuan mendistribusikan barang dan pelayanan publik dan
terlalu abstrak, dengan kategori yang tidak jelas bentuknya serta variabelnya sulit
untuk dioperasionalkan.
Komunikasi antar
organisasi dan kegiatan
pelaksanaan

ukuu
Ukuran dan tujuan
kebijakan

Kinerja
implementasi
Disposisi pelaksana

Karakteristik badan
pelaksana

Sumberdaya
Ukuran dan tujuan
kebijakan

Skema 2
Sumber: Van Meter dan Horn, 1975: 463.
Seperti halnya dengan konsep Grindle 1980, Penulis pada dasarnya juga
menyetujui pendapat Van Meter dan Horn 1975, tetapi dalam penelitian ini tidak
digunakan sepenuhnya hanya sebagai pendukung. Diantara 6 variable yang
mempengaruhi implementasi kebijakan, penulis hanya mengacu pada 2 variable yaitu
karakteristik Agen pelaksana dan desposisi implementor. Standar dan sasaran
kebijakan penulis anggap sudah sangat jelas dan baik sehingga tidak akan jadi
masalah, demikian juga ketersediaan sumber daya dan hubungan antar organisasi di
lingkungan kementerian kesehatan yang cukup banyak dan memiliki jejaring kerja

13

yang cukup sistemik. Dilihat dari tiga variable tersebut, penulis menilai secara teknis
kebijakan tersebut akan bisa dilaksanakan dengan baik, demikian pula dengan kondisi
lingkungan sosial politik dan ekonomi yang relatif tidak akan menjadi penghambat
implementasi kebijakan tersebut.
Empat variabel yang ditunjuk oleh Van Meter dan Horn 1975, menurut
penulis bersifat positif dalam arti mendukung implementasi Jampersal. Bagi penulis
keberhasilan Jampersal banyak ditentukan oleh para pelaksana di Puskesmas yang
berkaitan dengan kemampuan dan kemauan mereka. Kedua hal itu terkait dengan
variable karakter agen pelaksana dan disposisi implementor, yang juga berhubungan
erat dengan variable - variable internal lainnya sebagaimana yang disebutkan oleh
Edward 1980.
George C.Edward III (1980) menyatakan bahwa ada beberapa variable
internal yang mempengaruhi implementasi suatu kebijakan yaitu pelaksana program
JamPersal yang dilaksanakan di Puskesmas. Dalam hal ini variabel sasaran tidak
difokuskan, karena anggapannya semua masyarakat bertanggapan positif terhadap
kebijakan dari program JamPersal, sehingga tidak ada masyarakat yang melakukan
terhadap kebijakan tersebut.
Dalam model yang dikembangkannya, ia mengemukakan ada 4 (empat) faktor
kritis yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi. Pendekatan
yang dilakukan dengan mengajukan pertanyaan :”Prakondisi apa yang harus ada agar
implementasi berhasil?” dan “ Apa yang menjadi kendala pokok bagi suksesnya suatu

14

implementasi?” dan menemukan 4 (empat) variabel diantaranya komunikasi,
sumberdaya, disposisi atau sikap pelaksana dan struktur birokrasi setelah mengkaji
beberapa pendekatan yang dilakukan penulis lain.
Karya Edwards ini tidak pernah dikutip atau dibahas oleh penulis yang berasal
dari Amerika dan Inggris, tetapi karya Edward ini justru paling banyak dikutip oleh
penulis dan pemerhati implementasi di Indonesia dibandingkan dengan model yang
dikembangkan oleh duet Van meter dan Van Horn. Dibanding tulisan Van Meter dan
Van Horn yang hanya sebuah artikel, jabaran George C. Edwards III mengenai
konsep-konsep yang dibahasnya jauh lebih dalam dan operasional. Mungkin karena
alasan inilah karyanya banyak dikutip di dalam negeri, meski variable-variabel yang
ia ajukan nyaris serupa, bahkan lebih sederhana dibanding dengan variable-variabel
yang diajukan oleh pendahulunya.
Keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyaknya
variabel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu
sama lain. Ketentuan keberhasilan implementasi ini didukung oleh faktor – faktor
yang memengaruhi implementasi kebijakan, Teori implementasi menurut George C.
Edward III ( 1980 ), implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu :
(1) komunikasi, (2) sumberdaya, (3) disposisi, dan (4) struktur birokrasi. Keempat
variabel tersebut juga saling berhubungan satu sama lain.
(1) Komunikasi
Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor

15

mengetahui apa yang harus dilakukan. Yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan
harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran ( target group ) sehingga akan
mengurangi distorsi implementasi. Apabila tujuan dan sasarannya tidak jelas atau
tidak diketahui sama sekali oleh target group kemungkinan akan terjadi resistensi
implementasi. Sebagai contoh mungkin bisa melihat dari bagaimana keberhasilan
program Jaminan Persalinan ( JamPersal ) di Puskesmas Jetis, adalah mungkin salah
satu penyebabnya adalah karena penerapan pelaksanaan Jaminan Persalinan di
Puskesmas Jetis dilakukan secara intensif dalam melaksanakan sosialisai tujuan dan
manfaat dari program Jaminan Persalinan tersebut terhadap Ibu Hamil dengan
menggunakan berbagai media.
(2) Sumberdaya
Sumberdaya merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan agar
implemenjasi tersebut bisa menjadi efektif. Sumberdaya ini bisa berwujud
sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumberdaya finansial.
Tanpa adanya sumberdaya ini, walaupun isi kebijakannya sudah dikomunikasikan
secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementornya kekurangan sumberdaya
untuk melaksanakannya, implementasi kebijakan program jaminan persalinan di
puskemas jetis tersebut tidak akan berjalan secara efektif dan kebijakan jaminan
persalinan tersebut hanya tinggal di kertas menjadi dokumen belaka. Yang dimaksud
dengan sumberdaya yang diperlukan dalam implementasi menurut Edwards III
adalah :

16

a. Staff, yang jumlah dan skills (kemampuannya) sesuai dengan yang
dibutuhkan.
b. Informasi

Informasi berbeda dengan komunikasi. Yang diperlukan di sini adalah :
Informasi yang terkait dengan bagaimana melaksanakan kebijakan tersebut
(Juknis) serta, Data yang terkait dengan kebijakan yang akan dilaksanakan.

c. Kewenangan

Kewenangan yang dibutuhkan dan harus tersedia bagi implementor sangat
bervariasi tergantung pada kebijakan apa yang harus dillaksanakan.
Kewenangan tersebut

dapat berwujud membawa kasus ke meja hijau

menyediakan barang dan jasa; kewenangan untuk memperoleh dan
menggunakan dana, staf, dll kewenangan untuk meminta kerjasama dengan
badan pemerintah yang lain, dll.

d. Fasilitas

Kendati implementor telah memiliki jumlah staff yang memadai, telah
memahami apa yang diharapkan darinya dan apa yang harus dilaksanakan,
juga

telah

memperoleh

kewenangan

yang

diperlukan

untuk

mengimplementasikan kebijakan, namun tanpa fasilitas fisik yang memadai,
implementasi juga tidak akan efektif. Fasilitas fisik ini beragam tergantung

17

pada kebutuhan kebijakan : ruang kantor, komputer, dan lain - lain.

(3) Disposisi atau Sikap Pelaksana

Yang dimaksud dengan disposisi adalah sikap dan komitmen dari pelaksana
terhadap kebijakan atau program yang harus mereka laksanakan karena setiap
kebijakan membutuhkan pelaksana-pelaksana yang memiliki hasrat kuat dan
komitmen yang tinggi agar mampu mencapai tujuan kebijakan yang diharapkan.
Terdapat tiga unsur utama yang mempengaruhi kemampuan dan kemauan aparat
pelaksana untuk melaksanakan kebijakan yaitu:

a. Kognisi yaitu seberapa jauh pemahaman pelaksanan terhadap kebijakan.
Pemahaman terhadap tujuan kebijakan sangatlah penting bagi aparat
pelaksana lebih-lebih apabila sistem nilai yang mempengaruhi sikapnya
berbeda dengan sistem nilai pembuat kebijakan, maka implementasi kebijakan
tidak akan berjalan dengan efektif. Ketidakmampuan administratif dari
pelaksana

kebijakan

kebutuhan-kebutuhan

yaitu
dan

ketidakmampuan

harapan-harapan

dalam

yang

menanggapi

disampaikan

oleh

masyarakat dapat menyebabkan pelaksanaan suatu program tidak efektif.
1.

Arahan dan tanggapan pelaksanan, hal ini meliputi bagaimana

penerimaan,

ketidakberpihakan

maupun

penolakan

pelaksana

dalam

menyikapi kebijaksanaan.
A. Intensitas respon atau tanggapan pelaksana.

18

Karakter dari pelaksana akan mempengaruhi tindakan-tindakan pelaksana
dalam mengimplementasikan kebijakan karena pelaksana adalah individu yang tidak
mungkin bebas dari kepercayaan, aspirasi dan kepentingan pribadi yang ingin mereka
capai. Dalam mengimplementasikan suatu kebijakan terdapat suatu kemungkinan dari
pelaksana untuk membelokkan apa yang sudah ditentukan demi kepentingan
pribadinya, sehingga dengan sikap pelaksana tersebut dapat menjauhkan tujuan dari
kebijakan sebenarnya.
Disposisi merupakan watak atau karakteristik yang dimiliki oleh implementor,
seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila implementor dari
Puskesmas Jetis memiliki disposisi yang baik, maka implementor akan dapat
menjalankan kebijakan Jaminan Persalinan tersebut dengan baik sesuai dengan apa
yang diinginkan oleh pembuat kebijakan yaitu Pemerintah. Sebaliknya apabila
implementor dari Puskesmas Jetis tersebut memiliki sikap atau perspektif yang
berbeda dengan kebijakan yang telah dibuat oleh Pemerintah, maka proses
implementasi kebijakan Jaminan Persalinan di Puskesmas Jetis tersebut menjadi tidak
efektif.
(4) Struktur Birokrasi
Yang dimaksud dengan Struktur Birokrasi Edwards III adalah mekanisme
kerja yang dibentuk untuk mengelola pelaksanaan sebuah kebijakan. Ia menekankan
perlu adanya Standart Operating Procedure (SOP) yang mengatur tata aliran
pekerjaan diantara para pelaksana, terlebih jika pelaksanaan program melibatkan

19

lebih dari satu institusi. Ia juga mengingatkan bahwa adakalanya fragmentasi
diperlukan manakala implementasi kebijakan memerlukan banyak program dan
melibatkan banyak institusi untuk mencapai tujuannya.
Dalam struktur birokrasi disini adalah bagaimana struktur birokrasi di
Puskesmas Jetis yang bertugas dalam mengimplementasikan kebijakan jaminan
persalinan tersebut, apakah memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi
kebijakan jaminan persalinan ini atau tidak. Dalam hal ini Salah satu dari aspek
struktur yang penting dari setiap birokrasi adalah adanya prosedur operasi yang
standar ( standard operating procedures atau SOP ). SOP menjadi pedoman bagi
setiap implementor dalam bertindak. Struktur birokrasi yang terlalu panjang bisa
mengakibatkan melemahnya pengawasan dan menimbulkan red-tape yakni prosedur
birokrasi yang rumit dan kompleks. Dan menyebabkan birokrasi menjadi tidak
fleksibel.

Komunikasi

Sumberdaya

Implementasi

Disposisi

Struktur
Birokrasi

Skema 3
Sumber: Edward III, 1980:148.

20

I. F. Definisi Konseptual
1. JamPersal adalah jaminan pelayanan untuk pemeriksaan kehamilan,
pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB pasca
persalinan dan pelayanan bayi baru lahir.
2. Kebijakan publik adalah sebagai pengalokasian nilai-nilai kekuasaan
untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Dalam hal ini
hanya pemerintah yang dapat melakukan suatu tindakan kepada
masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang
dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian
nilai-nilai kepada masyarakat. ( Easton: 1969)
3. Implementasi Kebijakan menurut guru besar ilmu administrasi UNPAD,
Prof. H. Tachjan adalah proses kegiatan administratif yang dilakukan
setelah kebijakan ditetapkan atau disetujui. Kegiatan ini terletak di antara
perumusan kebijakan dan evaluasi kebijakan. Implementasi Kebijakan
mengandung logika yang top-down,

maksudnya menurunkan atau

menafsirkan alternatif – alternatif yang masih abstrak atau makro menjadi
alternatif yang bersifat konkrit atau mikro.
I.G . Definisi Operasional
1. Implementasi Kebijakan Program Jaminan Persalinan (JAMPERSAL) di
wilayah Puskesmas Jetis, akan diukur melalui indikator :
A. Aspek komunikasi akan di ukur melalui indikator :

21

1. Tujuan dan sasaran harus jelas
2. Metode yang digunakan sebagai sarana media sosialisasi mudah dan dapat
dipahami.
3. Meningkatkan intensitas komunikasi terhadap sasaran
B. Aspek sumberdaya akan diukur melalui indikator :
1. Pelaksana yang memadai sesuai dengan kebutuhan yang tercantum
didalam Kebijakan JamPersal
2. Standar tingkat pendidikan pelaksana sesuai dengan kebutuhan dalam
penerapan pelaksanaan JamPersal
3. Tingkat pemahaman pelaksana terhadap tujuan dan sasaran serta aplikasi
detail dari program JamPersal yang sudah memadai
4. Kemampuan dan kecakapan pelaksana dalam menyampaikan program dan
pengarahan terhadap sasaran
5. Ketersediaan cadangan sumberdaya (dana) untuk penerapan pelaksanaan
dari program JamPersal
C. Aspek disposisi atau sikap pelaksana akan diukur melalui indikator :
1. Tingkat komitmen dan kejujuran pelaksana diukur dengan tingkat
konsistensi pelaksana terhadap tugas pokok dan fungsi yang sesuai dengan
Kebijakan JamPersal
2. Tingkat demokratis yang dapat diukur dengan intensitas pelaksana di
Puskesmas Jetis melakukan proses sharing dengan kelompok sasaran,

22

mencari solusi dari masalah yang dihadapi dan melakukan diskresi yang
berbeda dengan guideline guna mencapai tujuan dan sasaran program
JamPersal tersebut.
D. Aspek struktur birokrasi akan diukur melalui indikator :
1. ketersediaan standard operational procedure (SOP) yang mudah
dipahami.
2. Struktur organisasi di Puskesmas Jetis dilihat dari seberapa jauh rentang
kendali antara pucuk pimpinan dan bawahan dalam struktur organisasi
pelaksana. Semakin jauh berarti semakin rumit, birokratis dan lambat untuk
merespon perkembangan program Jaminan Persalinan di Puskesmas Jetis.
2. Program Jaminan Persalinan (JAMPERSAL) di wilayah Puskesmas Jetis,
akan diukur melalui indikator :
a. Sasaran pasien di Puskesmas Jetis akan diukur melalui indikator :
1. Ibu hamil, Ibu bersalin, Ibu nifas ( sampai 42 hari setelah
melahirkan ), dan Bayi baru lahir ( sampai dengan usia 28 hari ). Sasaran
pasien yang dimaksud adalah kelompok sasaran yang berhak mendapat
pelayanan yang berkaitan langsung dengan kehamilan dan persalinan baik
normal maupun dengan komplikasi atau resiko tinggi untuk mencegah angka
kematian ibu (AKI) dan angka kematian anak (AKB) dari suatu proses
persalinan.
3. Keberhasilan Implementasi Kebijakan JamPersal di wilayah Puskesmas

23

Jetis, akan diukur melalui indikator :
a. Keberhasilan implementasi kebijakan JamPersal di wilayah Puskesmas Jetis
dapat diukur melalui aspek komunikasi, sumberdaya, disposisi atau sikap
pelaksana, dan struktur birokrasi pelaksanaan program JamPersal yang telah
dilaksanakan di Puskesmas Jetis apakah telah mencapai tujuan dan target yang
tercantum di dalam kebijakan JamPersal.
b. Keberhasilan implementasi kebijakan JamPersal di wilayah Jetis juga dapat
diukur dengan aspek pelayanan yang dilakukan oleh Puskesmas Jetis
disesuaikan dengan harapan atau tingkat kepuasan pasien.

24

I.H. Alur Pemikiran
Komunikasi :
1. Tujuan dan sasaran harus jelas
2. Metode yang digunakan sebagai
sarana media sosialisasi mudah dan
dapat dipahami
3.Meningkatkan intensitas
komunikasi terhadap sasaran

Sumberdaya :
1. Pelaksana yang memadai sesuai
dengan petunjuk teknis Jampersal
2. Standar Tingkat pendidikan
pelaksana sesuai dengan petunjuk
teknis Jampersal
3. Tingkat pemahaman pelaksana
terhadap tujuan dan sasaran serta
aplikasi detail dari program
Jampersal yang memadai
4. Kemampuan pelaksana dalam
menyampaikan program dan
pengarahan terhadap sasaran
5. Ketersediaan cadangan
sumberdaya (dana) untuk penerapan
pelaksaan program jampersal

Kebijakan
Publik

Keberhasilan
Penerapan
Pelaksana
Jampersal

Disposisi atau Sikap Pelaksana :
1. Tingkat komitmen dan kejujuran
pelaksana diukur dengan konsistensi
pelaksana terhadap tugas pokok dan
fungsi
2. Tingkat demokratis diukur dengan
intensitas pelaksana melakukan
proses sharing dan solusi dengan
sasaran
Struktur Birokrasi :

Skema 4

1. Ketersediaan SOP yang mudah
dipahami
2. Kendali pimpinan dan bawahan
dalam struktur organisasi pelaksana
Jampersal

25

I.I. Metode Penelitian
I.I. I. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif yaitu
menggunakan metode penelitian Studi Kasus. Penelitian dilakukan dengan
wawancara mendalam dan studi dokumen, yang kemudian hasil yang diperoleh dari
lapangan diolah dan akan menjadi data penelitian. Pertanyaan wawancara bersumber
dari teori George C. Edward III (1980) yaitu teori implementasi kebijakan yang
dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu : (1) Komunikasi, (2) Sumberdaya, (3)
Disposisi, dan (4) Struktur Birokrasi. Keempat variabel tersebut yang akan dikaji
untuk menilai implementasi kebijakan JamPersal di Puskesmas Jetis Yogyakarta.
I.I. II. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Jetis Yogyakarta. Puskesmas ini
merupakan salah satu Puskesmas yang lokasinya terletak di kota Yogyakarta dan
mendapatkan Sertifikasi ISO yang telah diraih sejak tahun 2008 merupakan suatu
prestasi bahwa Puskesmas ini termasuk fasilitas kesehatan yang telah sesuai dengan
standar nasional.
I. I. III. Teknik Pengumpulan Data
A. Wawancara mendalam, yaitu melakukan tanya jawab secara langsung
dengan

informan

penelitian

untuk

memperoleh

data

primer,

yakni

informasi-informasi dan keterangan-keterangan tentang pelaksanaan program
JamPersal di Puskesmas Jetis Yogyakarta.

26

B. Studi dokumen, yaitu pengumpulan data dengan mengumpulkan data
dari segala sumber data yang berhubungan dengan objek penelitian. Data yang
berbentuk tertulis (laporan kerja petugas, laporan realisasi program JamPersal,
dan data pengguna program).
I.I. IV. Jenis Data
a. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari informan penelitian,
yang dilakukan melalui penelitian lapangan berupa informasi dari wawancara.
Dilakukan untuk mengetahui fakta langsung yang dilakukan oleh pelaksana program
JamPersal.

b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumentasi-dokumentasi atau
keterangan sumber-sumber lainnya yang dapat menunjang objek yang sedang diteliti,
seperti dari dokumentasi di Puskesmas Jetis Yogyakarta dan Studi Pustaka yang
bersumber pada literatur dokumen – dokumen atau artikel yang berhubungan dengan
penelitian.

I. I. V. Analisis Data

Penelitian ini dilakukan dengan analisa kualitatif, jenis penelitian ini dapat
diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mangenai kata-kata
lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang
diteliti. (Suyanto, 2010:166)

27

I.I. VI. Target Wawancara

Informan inti ada 2 orang yang terdiri dari Ketua Tim Pengelola Program
JamPersal di Puskesmas Jetis, Pasien JamPersal, dan tambahan informan lainnya yang
terkait.

J. Sistematika Penulisan

Bab I membahas tentang pendahuluan, di dalam pendahuluan tersebut akan
dijelaskan alasan pentingnya membahas tema yang sedang ingin diteliti, latar belakang
dari timbulnya permasalahan yang sedang diangkat dan di kaji dalam tema penelitian,
yang didukung dengan kerangka teori sebagai dasar dalam menjelaskan jabaran dari
rumusan masalah, serta metode pengumpulan data sebagai teknik dalam
mengumpulkan, mengkaji, dan menganalisis data untuk disajikan kedalam bentuk
pembahasan.

Bab II akan memaparkan secara umum tentang obyek penelitian yaitu tentang
Potret Kebijakan dan deskripsi wilayah Puskesmas Jetis dengan informasi atau data
yang relevan sesuai dengan obyek penelitian.

Bab III akan mendeskripsikan implementasi kebijakan pelayanan kesehatan
Jaminan Persalinan, kemudian membahas analisa implementasi kebijakan JamPersal
dilihat dari aspek komunikasi, sumber daya, disposisi (sikap pelaksana), dan struktur
birokrasi di Puskesmas, serta membahas hasil dari implementasi kebijakan JamPersal

28

yang telah berlangsung di Puskesmas Jetis Yogyakarta.

Bab IV akan menjelaskan yang pertama mengenai faktor-faktor yang
mendukung implementasi JamPersal. Kedua, membahas implikasi dari kebijakan
JamPersal, serta membahas sekilas mengenai keterbatasan penelitian dalam
memperoleh data yang berkaitan dengan keberlangsungan program JamPersal di
Puskesmas Jetis.

Bab V merupakan kesimpulan dan saran yang diperoleh dari bab-bab yang
telah dijelaskan sebelumnya.

29