EVALUASI DAMPAK KEBIAJAKAN REKLAMASI PANTAI DI WILAYAH PESISIR BANDAR LAMPUNG TAHUN 2012 (Studi Kasus di Kelurahan Srengsem Kecamatan Panjang)

(1)

ABSTRACT

IMPACT EVALUATION OF RECLAMATION POLICY IN THE COASTAL BEACH

LAMPUNG AIRPORT IN 2012

(Case Study in District of village Srengsem Length) By

M. Syurahman Toha

Reclamation Policy coastal villages in the region srengsem experiencing some problems or discrepancies are in this view of the socio-economic conditions in the area around reclamation. After reclamation policies implemented many communities have lost their livelihood as a fisherman who is the main livelihood of the people residing in the coastal Area. So that in the formulation of the problem does get going socio-economic impacts of public policy reclamation in coastal areas of Bandar Lampung.

The purpose of this study is to provide a picture of the socio-economic impact arising from the policy of land reclamation in coastal areas of Lampung airport. This study used a descriptive study with a qualitative approach to unravel the impact of reclamation policy airports Lampung coastal region.

The results of the study in the evaluation of the impact can be on the beach in the village reclamation srengsem srengsem result in reduced well-being of citizens around the coast, decreasing srengsem income residents, and residents reclamation adverse livelihood on the edge of the beach.

.

Keywords: Policy, Reclamation Beach, Impact P


(2)

WILAYAH PESISIR

BANDAR LAMPUNG TAHUN 2012

( Studi kasus di kelurahan Srengsem Kecamatan Panjang )

Oleh:

M. Syurahman Toha

Kebijakan Reklamasi pantai di wilayah kelurahan srengsem mengalami beberapa permasalahan atau ketidak sesuaian yang dalam hal ini melihat dari kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar wilayah reklamasi. Setelah kebijakan reklamasi pantai dilaksanakan banyak masyarakat mengalami kehilangan mata pencaharian mereka sebagai nelayan yang merupakan mata pencaharian utama masyarakat yang berada di sekitaran pinggir pantai. Sehingga di dapatkan rumusan masalah apakah terjadi dampak sosial ekonomi masyarakat dari kebijakan reklamasi pantai di wilayah pesisir Bandar Lampung.

Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan dari adanya kebijakan reklamasi pantai di wilayah pesisir bandar lampung.

Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif mengurai dampak kebijakan reklamasi pantai diwilayah pesisir bandar lampung. Hasil penelitian yang di dapat pada evaluasi dampak reklamasi pantai dikelurahan srengsem mengakibatkan menurunnya kesejahteraan warga srengsem disekitar pantai, menurunnya penghasilan warga srengsem, dan reklamasi pantai merugikan warga yang bermata pencaharian di pinggir pantai tersebut.


(3)

(4)

DAMPAK KEBIAJAKAN REKLAMASI PANTAI DI WILAYAH PESISIR BANDAR LAMPUNG TAHUN 2012

(Studi Kasus di Kelurahan Srengsem Kecamatan Panjang)

( Skripsi )

Oleh

M. Syurahman Toha

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2014


(5)

DAFTAR ISI

Hal BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Kegunaan Penelitian... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik ... 8

1. Pengertian Tentang Kebijakan Publik ... 8

2. Tahap-tahap Kebijakan Publik ... 11

B. Tinjauan Evaluasi Kebijakan Publik ... 13

1. Pengertian Evaluasi Kebijakan Publik ... 13

2. Jenis Evaluasi Kebijakan Publik ... 18

C. Tinjauan Dampak Kebijakan Publik ... 24

1. Arti Dampak ... 24

2. Dampak Kebijakan Publik ... 24

D. Kerangka Pikir ... 29

BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 32

B. Fokus Penelitian ... 33

C. Lokasi Penelitian ... 34

D. Sumber Data ... 34

1. Data Primer ... 35

2. Data Sekunder ... 35


(6)

3. Dokumentasi ... 37

F. Tehnik Analisis Data ... 38

1. Reduksi Data ... 38

2. Penyajian Data ... 38

3. Penarikan Kesimpulan ... 39

G. Teknik Keabsahan Data ... 39

1. Derajat Kepercayaan ... 39

2. Keteralihan ... 40

3. Ketergantungan ... 40

4. Kepastian ... 41

BAB IV PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Wilayah Kelurahan Srengsem ... 42

B. Reklamasi Pantai ... 45

C. Pembahasan ... 49

a. Efektivitas ... 50

b. Efisiensi ... 53

c. Ketercukupan ... 57

d. Perataan ... 64

e. Responsivitas ... 68

f. Ketepatan Tujuan ... 72

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 75

B. Saran ... 76 DAFTAR PUSTAKA


(7)

DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 1. Tipe Evaluasi Kebijakan Publik Menurut Dunn ... 21

Tabel 2. Jumlah Informan ... 37

Tabel3. Kriteria Struktur Ruang dan Pola Ruang ... 54

Tabel 4. Mata Pencaharian Pokok ... 59

Tabel 5. Tenaga Kerja ... 63

Tabel 6. Tingkat Pendidikan Masyarakat ... 68

Tabel 7. Kualitas Angkatan Kerja ... 71

Tabel 8. Kategori jumlah keluarga miskin tahun 2012 ... 73


(8)

(9)

(10)

(11)

Moto

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya, sesungguhnya, pendengaran, penglihatan dan hati semua itu akan

diminta pertanggungjawaban” (Az-Zumar, 39:9)

“Mencoba adalah pengalaman”. “hidup adalah perjuangan”

“Kebahagiaan adalah hasil dari perjuangan dan do’a, maka mulailah dengan do’a dalam setiap menempuh perjuangan”.


(12)

PERSEMBAHAN

Puji syukur Alhamdulillah ku ucapkan kehadirat Allah S.W.T yang menguasai hari ini, kemarin, dan hari esok. Amiieen.

Kupersembahkan Karya Kecilku ini kepada orang-orang yang kukasihi dan mengasihiku...  Untuk Ibu dan Bapak Tercinta (Rohiman yusuf dan Heryanti)  Untuk adik-adikku Tersayang (Maya saputri dan Ria angelina) Dan Almamater Tercinta


(13)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada 17 September 1990, merupakan sulung dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Rohiman Yusuf dan Ibu Heryanti. Penulis menempuh pendidikan formal ketika berumur lima tahun. Penulis mengenyam pendidikan formal untuk pertama kalinya di Taman Kanak-kanak Amarta Tani Bandar Lampung. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar SDN 1Way Halim Permai dari tahun 1995-2001 . Sekolah lanjutan tingkat pertama dijalani penulis di SMPN Al – Azhar 3 Bandar Lampung dari tahun 2001-2004, kemudian melanjutkan studi pada tahun 2004-2007 di Sekolah Menengah Atas Gajah Mada Bandar Lampung. Atas izin Yang Maha Kuasa, pada tahun 2008 penulis tercatat sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.


(14)

SANWACANA

Pujisyukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat dan hidayah-Nya maka penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Dampak Kebijakan Reklamasi Pantai Di wilayah Pesisir Bandar Lampung Tahun 2012 (Studi Pada Kelurahan Srengsem Kecamatan Panjang )”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis sangat menyadari akan keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Tanpa bantuan dari berbagai pihak , skripsi ini tidak mungkin dapat terselesaikan dengan baik. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Deddy Hermawan, S.Sos, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara

2. Bapak Simon Sumanjoyo, S.AN, M.PA selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Administrasi Negara.

3. Ibu Dr.Novita Tresiana, S.Sos, M.Si selaku Pembimbing Utama, atas petunjuk, dedikasi dan curahan pemikirannya pada proses bimbingan.

4. Bapak Dr.Noverman Duadji, M.Si selaku dosen pembahas yang banyak memberikan masukan yang baik untuk skripsi ini.


(15)

5. Ibu Dewie Brima Atika SIP,M.Si selaku Pembimbing Akademik penulis yang telah memberikan saran dan arahannya.

6. Seluruh Dosen Jurusan Ilmu Administrasi Negara yang telah mewariskan ilmunya dengan penuh kesabaran dan keikhlasan.

7. Kedua orang tuaku serta adik-adikku tercinta terimakasih atas do’a dan dukungannya.

8. Teman-temanku ANE’08, Muklis, Merah, Ferli, Cindang, Ardian, Joko,Aditya Topan, Ucok, Rizki, Rendi Vidi, dan semua yang berlebel ANE 08 terimakasih atas kebersamaannya.

9. Temen-temen Geografi FKIP 08, Warlan, Noor Rizka, Roni, Adi, terimakasih atas kebersamaannya

10.Octaviani Primadana sebagai penyemangat ku untuk menyelesaikan study ,yang selalu memberikan dukungan, semangat, Do’a dan nasehat dan tidak pernah berhenti selalu mendampingi hingga sekarang.

11.Kepada keluarga besar Ilmu Administrasi Negara yang tidak bisa disebutkan satu persatu terimakasih atas segala kebersamaannya.

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi semoga karya sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aminn.

Bandar Lampung, Juni 2014

Penulis


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 81.000 km, memiliki potensi sumber daya pesisir dan lautan yang sangat besar. Luas wilayah perairan Indonesia sebesar 5,8 juta km2 yang terdiri dari 3,1 juta km2 Perairan Nusantara dan 2,7 km2 Perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) atau 70 persen dari luas total Indonesia. Wilayah pesisir dan lautan indonesia yang kaya dan beragam sumber daya alamnya telah dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia sebagai salah satu sumber bahan makanan utama, khususnya protein hewani, sejak berabad-abad lamanya. Sementara itu, kekayaan hidrokarbon dan mineral lainnya yang terdapat di wilayah ini juga telah dimanfaatkan untuk menunjang pembangunan ekonomi nasional sejak Pelita I. Selain menyediakan berbagai sumber daya tersebut, wilayah pesisir dan lautan Indonesia memiliki berbagai fungsi lain, seperti transportasi dan pelabuhan, kawasan industri, agribisnis dan agroindustri, rekreasi dan pariwisata, serta kawasan pemukiman dan tempat pembuangan limbah.

Wilayah pesisir sangat menarik perhatian manusia baik pada masa dahulu maupun sekarang. Seiring dengan perkembangan peradaban dan kegiatan sosial


(17)

2

ekonominya. Manusia memanfaatkan wilayah pesisir untuk berbagai kepentingan seperti sebagai tempat mencari nafkah, permukiman, perkotaan, kawasan industry, bandara, pelabuhan maupun sebagai tempat berekreasi. Konsekuensi yang muncul dari pesatnya pembangunan di wilayah pesisir antara lain adalah masalah penyediaan lahan bagi aktivitas sosial ekonomi dan gangguan terhadap lingkungan. Hal ini mengakibatkan terhambatnya perekonomian di wilayah pesisir bandar lampung dikarenakan lahan yang terbatas.

Penyediaan lahan ini biasanya dilakukan dengan memanfaatkan lahan atau habitat yang sudah ada di wilayah pesisir seperti perairan pantai, lahan basah, pantai berlumpur dan lain sebagainya yang dianggap “kurang bernilai” secara ekonomi dan/atau lingkungan untuk dikonversi menjadi bentuk lahan lain yang dapat memberikan keuntungan secara ekonomi dan/atau lingkungan yang lebih dikenal dengan istilah reklamasi. Di buatnya suatu kebijakan reklamasi pantai diwilayah pesisir Bandar Lampung guna memenuhi kebutuhan terhadap lahan yang untuk digunakan sebagai kawasan industri, perdagangan, pelabuhan, maupun permukiman.

Latar belakang reklamasi pantai adalah suatu proses membuat daratan baru pada suatu daerah perairan/pesisir pantai atau daerah rawa. Hal ini umumya dilatar belakangi oleh semakin tingginya tingkat populasi manusia, khususnya di kawasan pesisir, yang menyebabkan lahan untuk pembangunan semakin sempit. Pertumbuhan penduduk dengan segala aktivitasnya tidak bisa dilepaskan dengan masalah kebutuhan lahan. Pembangunan yang ditunjukan untuk menyejahterakan rakyat yang lapar lahan telah mengantar pada perluasan wilayah yang tak terbantahkan. Adapun tujuan dari reklamasi pantai adalah meningkatkan manfaat


(18)

dan/atau nilai tambah wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil ditinjau dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi. Kebijakan reklamasi pantai berpedoman pada UU No.27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil mendefisikan bahwa reklamasi pantai adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.

Kawasan reklamasi pantai berdasarkan fungsi dikelompokan atas : (1). Kawasan peruntukan permukiman ; (2). Kawasan perdagangan dan jasa ; (3). Kawasan peruntukan industri ; (4). Kawasan peruntukan parawisata ; (5). Kawasan pendidikan ; (6). Kawasaan pelabuhan laut / penyebrangan ; (7). Kawasan bandar udara ; (8). Kawasan mixed-use ( campuran ) ; (9). Kawasan ruang terbuka hijau. ( Peraturan Mentri Pekerjaan Umum Nomor 40/PRT/M/2007 tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai ). Untuk wilayah provinsi Lampung, pelaksanaan kebijakan Reklamasi Pantai dimanfaatkan untuk kawasan peruntukan industry dan kawasan pelabuhan laut/penyebrangan. Akan tetapi untuk di wilayah kelurahan Srengsem digunakan sebagai kawasan peruntukan industri.

Atas berdasarkan keputusan Gubernur KDH TK I Lampung Nomor: G/315/BAPPEDA/HK/1990 tentang Pemberian Izin Penimbunan Pantai kepada PT. Andatu yang berlokasi di Desa Srengsem Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung, menetapkan kebijakan Reklamasi Pantai di wilayah Srengsem Kecamatan Panjang kota Bandar Lampung. Pelaksanaan kebijakan reklamasi pantai dilaksanakan berdasarkan untuk memberikan izin penimbunan lahan basah menjadi lahan kering untuk meningkatkan daya guna lahan yang dilakukan oleh


(19)

4

PT Andatu. Penimbuhan yang diizinkan adalah perluasan tanah daratan yang sudah dikuasai pemohon kearah laut pada batas kedalaman yang ditetapkan oleh Perumpel II Pelabuhan Panjang.

Tujuan dari adanya Reklamasi Pantai yang dilakukan di daerah Srengsem Kecamatan Panjang dilakukan berdasarkan Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 yakni meningkatkan manfaat dan/atau nilai tambah wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil ditinjau dari aspek teknis, lingkungan dan sosial ekonomi.

Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 pada pasal 34 serta dijelaskan dalam raperda menjelaskan bahwa hanya dapat dilaksanakan jika manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh lebih besar dari biaya sosial dan biaya ekonominya. Namun demikian, pelaksanaan reklamasi juga wajib menjaga dan memperhatikan beberapa hal seperti :

a) keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat

b) keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan pelestarian lingkungan pesisir; serta

c) persyaratan teknis pengambilan, pengerukan dan penimbunan material.

Namun reklamasi pantai di wilayah pesisir kota Bandar Lampung yang salah satunya di kelurahan Srengsem Kecamatan Panjang mempunyai beberapa permasalahan di dalam pelaksanaannya yakni pada kenyataannya saat ini proses penimbunan pantai tidak dilaksanakan seperti rencana awal,yakni tidak ada lahan bebas sepanjang yang telah di timbun, yang menurut rencana semula bahwa sepanjang pantai dengan lebar 60 m harus bebas, berupa jalan 20 m, sempadan pantai 30 m, batas jalan dan bangunan 10 m, dan semua bangunan harus


(20)

menghadap ke pantai, serta setiap masyarakat dapat menikmati keindahan pantai dan laut tanpa harus membayar ke penimbun pantai. Para penimbun pantai dapat memanfaatkan areal timbunannya pada jarak 60 m dari bibir pantai. Ini disebabkan karena pihak perusahaan yang melakukan reklamasi tidak memberikan 11-16% lahan reklamasi kepada pemerintah. Hal ini mengakibatkan terbatasnya kegiatan masyarakat yang ada di wilayah pesisir terutama akses masyarakat pesisir untuk mencari nafkah yang dirasakan semakin sulit khususnya masyarakat yang bermatapencaharian sebagai nelayan.

Melihat daripada penjelasan di atas bahwa kebijakan Reklamasi pantai di wilayah Kelurahan Srengsem mengalami beberapa permasalahan atau ketidak sesuaian dengan prosedur yang dijelaskan oleh UU No. 27 tahun 2007 yang sebagai acuan untuk pelaksanaan kebijakan tersebut, yang dalam hal ini melihat dari kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar wilayah Reklamasi. Dalam hal ini setelah kebijakan reklamasi pantai dilaksanakan banyak masyarakat mengalami kehilangan mata pencaharian mereka sebagai nelayan yang merupakan mata pencaharian utama masyarakat yang berada di sekitaran pinggir pantai.

Hal ini diungkapkan oleh salah seorang masyarakat yang menempati wilayah di sekitar daerah Reklamasi Pantai di wilayah Srengsem yang menggatakan “di sini dulu banyak yang bekerja sebagai nelayan tapi setelah adanya penimbunan yang dilakukan PT Andatu nelayan jumlahnya semakin sedikit kami susah untuk mencari ikan lagi karena pengurukan lahan membuat kerusakan laut yang membuat ikan menjadi sedikit dan juga kami tidak bisa menyandarkan perahu kami di sekitaran sini (sekitar PT Andatu) dikarenakan lahan yang sudah milik mereka sehingga kami juga cukup jauh untuk menyandarkan perahu-perahu


(21)

6

kami”(hasil wawancara pada tanggal 19 Juli 2013). Kemudian dijelaskan pula

dalam hasil laporan profil dari Kelurahan Srengsem yang menyatakan bahwa jumlah masyarakat yang mempunyai pekerjaan sebagai nelayan berjumlah 249 Kepala Kuarga dari jumlah keseluruhan KK di wilayah Srengsem sebanyak 2007 KK. (Profil Desa dan Kelurahan Srengsem)

Melihat dari berbagai permasalahan yang terjadi saat ini dari adanya kebijakan reklamasi pantai di Bandar Lampung, maka perlu dilakukan evaluasi untuk melihat bagaimana hasil dari pelaksanaan kebijakan reklamasi pantai tersebut, Menurut Riant Nugroho (2011) mengatakan bahwa:

“ sebuah kebijakan publik tidak bisa lepas begitu saja. Kebijakan harus dievaluasi,

dan salah satu mekanisme pengawasan tersebut disebut evaluasi kebijakan. Evaluasi kebijakan ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektifan kebijakan publik guna dipertanggungjawabkan kepada konstituennya. Sejauh mana tujuan dicapai. Evaluasi diperlukan untuk melihat kesenjangan antara “harapan” dan “kenyataan”.

Dalam penelitian ini, maka peneliti ingin melihat bagaimana dampak sosial ekonomi masyarakat Kelurahan Srengsem yang senyatanya terjadi di lapangan, apakah sesuai dengan yang diharapkan. Melihat evaluasi dari kebijakan tersebut, maka dapat terlihat bagaimana dampak yang muncul akibat dari adanya kebijakan reklamasi pantai tersebut baik dampak negatif maupun dampak positif. sehingga dapat dijadikan sebuah pegangan untuk mengubah atau memperbaiki kebijakan tersebut dimasa yang akan datang. Dengan demikian diharapkan ke depan tidak ada lagi permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan kebijakan reklamasi


(22)

pantai di wilayah pesisir Bandar Lampung, sehingga dapat mencapai dampak yang diharapkan.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalah dalam

penelitian ini yaitu “Apakah terjadi dampak sosial ekonomi masyarakat dari

kebijakan reklamasi pantai di wilayah pesisir Bandar Lampung?”

C. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah memberikan gambaran dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan dari adanya kebijakan reklamasi pantai di wilayah pesisir Bandar Lampung.

D. Kegunaan atau Manfaat Penelitian

Manfaat atau kegunaan dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoritis adalah sebagai masukan bagi pengembangan konsep Ilmu Administrasi Negara yang mengkaji tentang Kebijakan Publik, khususnya pada penelitian ini mengenai evaluasi terhadap dampak kebijakan.

2. Secara praktis, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai sumbangan pemikiran kepada instansi terkait dalam pelaksanaan kebijakan reklamasi pantai di wilayah pesisir Bandar Lampung.


(23)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Kebijakan Publik 1. Pengertian Tentang Kebijakan Publik

Istilah kebijakan publik sebenernya telah sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari dan dalam kegiatan-kegiatan akademis, seperti dalam kuliah-kuliah ilmu politik. Istilah kebijakan (policy term) mungkin di gunakan secara luas

seperti dalam “ kebijakan luar negri indonesia, “kebijakan ekonomi jepang” atau “kebijakan pertanian di negara-negara berkembang atau atau negara-negara dunia

ketiga”. Namun, istilah ini juga di pakai untuk menunjuk sesuatu yang lebih khusus, seperti misalnya jika kita mengatakan kebijakan pemerintah tentang debirokratisasi dan deregulasi. Menurut Charles O. Jones, istilah kebijakan (policy term) di gunakan dalam praktek sehari-hari namun di gunakan untuk menggantikan kegiatan atau keputusan yang sangat berbeda. Istilah ini sering di pertukarkan dengan tujuan (goals), program, keputusan (decisions),standard, proposal, dan grand design. ( Budi winarno, 2012: 19 ).

Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, kita tidak dapat lepas dari apa yang disebut sebagai kebijakan publik. Kebijakan-kebijakan publik kita temukan dalam bidang kesejahteraan sosial, di bidang kesehatan, pendidikan, pertanian, perumahan rakyat, pembangunan ekonomi, hubungan luar negeri dan lain


(24)

sebagainya. Kebijakan publik sebenarnya dapat disebut hukum dalam arti luas,

jadi “sesuatu yang mengikat dan memaksa”. Undang-undang Dasar 1945 Bab I tentang Bentuk dan kedaulatan Pasar 1 ayat (3) menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. Kesepakatan nasional tersebut dperkuat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 pada Sistem Pemerintahan Negara yang menyebutkan bahwa Negara Indonesia berdasarkan hukum (rechsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machsstaat). (Riant Nugroho, 2011;150)

Hogwood dan Gunn (1984 dalam Parson. 2006-cetakan kedua: 15) dalam buku Dwiyanto Indiahono (2009; 17) menyatakan bahwa terdapat 10 istilah kebijakan public dalam pengertian modern, yaitu:

1. Sebagai label untuk sebuah bidang aktivitas

2. Sebagai ekspresi tujuan umum atau aktivitas Negara yang diharapkan 3. Sebagai proposal spesifik

4. Sebagai keputusan pemerintah 5. Sebagai otorisasi formal 6. Sebagai sebuah program 7. Sebagai output

8. Sebagai “hasil” (outcome) 9. Sebagai sebuah proses.

Budi Winarno mengutip pendapatnya Robert Eyestone (2012: 20) mengatakan

kebijakan public dapat didefinisikan sebagai “hubungan suatu unit pemetintah dengan lingkungannya”. Dye yang dikutip Young dan Quinn (2002:5)


(25)

10

governments choose to do or not to do”. Sementara itu kebijakan menurut

Anderson dalam buku Budi Winarno (2012: 21) mendefinisikan sebagai berikut:

“arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang actor atau

sejumlah actor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan”.

Wiliiam N. Dunn menyebut istilah kebijakan publik dalam bukunya yang berjudul

Analisis Kebijakan Publik, pengertiannya sebagai berikut:

“Kebijakan Publik (Public Policy) adalah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling bergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau

kantor pemerintah” (Dunn, 2003:132).

Kebijakan publik sesuai apa yang dikemukakan oleh Dunn mengisyaratkan adanya pilihan-pilihan kolektif yang saling bergantung satu dengan yang lainnya, dimana didalamnya keputusan-keputusan untuk melakukan tindakan. Kebijakan publik yang dimaksud dibuat oleh badan atau kantor pemerintah. Suatu kebijakan apabila telah dibuat, maka harus diimplementasikan untuk dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia, serta dievaluasikan agar dapat dijadikan sebagai mekanisme pengawasan terhadap kebijakan tersebut sesuai dengan tujuan kebijakan itu sendiri.

Berdasarkan macam definisi tentang kebijakanyang telah dikemukakan di atas maka yang dimaksud dengan kebijakan public dalam penelitian ini adalah sekumpulan keputusan, tindakan dan strategi yang dilakukan oleh pemerintah dalam usaha untuk mencapai tujuan dan sasaran.


(26)

2. Tahap-tahap Kebijakan Publik

Kebijakan publik dapat dikatakan mempunyai sifat “paksaan” yang secara

potensial sah dilakukan. Sifat memaksa ini tidak dimiliki oleh kebijakan yang diambil oleh organisasi-organisasi swasta. Hal ini berarti bahwa kebijakan publik menuntut ketaatan yang luas dari masyarakat. Sifat inilah yang membedakan kebijakan publik dengan kebijakan lainnya. Pemahaman ini, pada sebuah kebijakan umumnya harus dilegalisasikan dalam bentuk hukum, dalam bentuk Peraturan Daerah misalnya. Sebab, sebuah proses kebijakan tanpa adanya legalisasi dari hukum tentu akan sangat lemah dimensi operasionalisasi dari kebijakan publik tersebut. Perlu diperhatikan, kebijakan publik tidaklah sama dengan hukum, walaupun dalam sasaran praktis di lapangan kedua-duanya sulit dipisah-pisahkan.

Dimensi paling inti dari kebijakan publik adalah proses kebijakan. Di sini kebijakan publik dilihat sebagai sebuah proses kegiatan atau sebagai satu kesatuan sistem yang bergerak dari satu bagian ke bagian lain secara sinambung, saling menentukan dan saling membentuk. Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus dikaji. Menurut Budi Winarno (2012: 35-37) tahap-tahap kebijakan public adalah sebagai berikut:

a. Tahap Penyusunan Agenda

Para pejabat yang di pilih dan di angkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk kedalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk


(27)

12

ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi focus pembahasan, atau ada pula masalah karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.

b. Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternative atau pilihan kebijakan (policy alternatives/ policy options) yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakn masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang di ambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masing-masing aktor akan “ bermain “ untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.

c. Tahap Adopsi Kebijakan

Dari sekiian banyak alternative kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternative kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislative, consensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.

d. Tahap Implementasi Kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan program kebijakan yang telah diambil sebagai alternative pemecahan masalah harus


(28)

diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan adminstrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah di ambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang membolisasikan sumberdaya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana (implementors), namun beberapa yang lain mungkin akan di tentang oleh para pelaksana.

e. Tahap Evaluasi Kebijakan

Pada tahap ini kebijakan public yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan public pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memecahkan masalah yang di hadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang di inginkan.

Dalam penelitian ini mengambil tahap tentang evaluasi kebijakan publik. Karena dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui tentang dampak kebijakan dari reklamasi pantai di wilayah pesisir Bandar Lampung.

B. Tinjauan tentang evaluasi kebijakan publik 1. Pengertian evaluasi kebijakan publik

Evaluasi merupakan salah satu tingkatan di dalam proses kebijakan publik, evaluasi adalah suatu cara untuk menilai apakah suatu kebijakan atau program itu berjalan dengan baik atau tidak. Badjuri & Yuwono (2002) mengemukakan bahwa tahapan yang cukup penting dan sering terlupakan efektivitasnya dalam kontes


(29)

14

kebijakan publik Indonesia adalah evaluasi kebijakan. Bila kebijakan dipandang sebagai suatu pola kegiatan yang berurutan, maka evaluasi kebijakan merupakan tahap akhir dalam proses kebijakan. Namun demikian, ada beberapa ahli yang mengatakan sebaliknya bahwa evaluasi bukan merupakan tahap akhir dari proses kebijakan publik. Pada dasarnya, kebijakan publik dijalankan dengan maksud tertentu, untuk meraih tujuan-tujuan tertentu yang berangkat dari masalah-masalah yang telah dirumuskan sebelumnya. Thomas Dye menyatakan bahwa evaluasi kebijakan adalah pemeriksaan yang objektif, sistematis, dan empiris terhadap efek dari kebijakan dan program publik terhadap targetnya dari segi tujuan yang ingin dicapai (Wayne Parsons Hal:547). Evaluasi dilakukan karena tidak semua program kebijakan publik meraih hasil yang diinginkan. Seringkali terjadi, kebijakan publik gagal meraih maksud atau tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian, evaluasi kebijakan ditujukan untuk melihat sebab-sebab kegagalan suatu kebijakan atau untuk mengetahui apakah kebijakan publik yang telah dijalankan meraih dampak yang diinginkan. Dalam bahasa yang lebih

singkat evaluasi adalah kegiatan yang bertujuan untuk menilai “manfaat” suatu

kebijakan (Budi Winarno hal:229). Sehingga, evaluasi dapat mengemban fungsi pembelajaran, dalam artian bahwa dengan mengidentifikasikan kegiatan-kegiatan yang berhasil dan kegiatan-kegiatan yang tidak berhasil dalam mengantarkan pada hasil yang diharapkan, serta dengan menemukan apa yang menyebabkan keberhasilan dan kegagalan itu maka akan dimungkinkan penyempurnaan kinerja proyek atau program di masa yang akan datang dan dengan demikian menghindarkan kesalahan yang telah dibuat di masa lalu. Evaluasi kebijakan


(30)

dalam buku Dwiyanto Indiahono (2009) adalah menilai keberhasilan atau kegagalan kebijakan berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan.

Menurut Solichin Abdul Wahab (1997;11), evaluasi dapat mengemban fungsi pembelajaran, dalam artian bahwa dengan mengidentifikasikan kegiatan-kegiatan yang berhasil dan kegiatan-kegiatan yang tidak berhasil dalam mengantarkan pada hasil yang diharapkan, serta dengan menemukan apa yang menyebabkan keberhasilan dan kegagalan itu maka akan dimungkinkan penyempurnaan kinerja proyek atau program di masa yang akan datang dan dengan demikian menghindarkan kesalahan yang telah dibuat di masa lalu.

Sementara menurut Thomas Dye dalam buku Wayne Parsons (2011;547) menyatakan bahwa evaluasi kebijakan adalah:

“pemeriksaan yang objektif, sistematis, dan empirisbterhadap efek dari kebijakan

dan program public terhadap targetnya dari segi tujuan yang ingin dicapai.”

Jadi secara keseluran pengertian yang telah diungkapkan oleh beberapa para ahli maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah suatu aturan yang mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi.

Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan. Menurut William N. Dunn fungsi evaluasi, yaitu:


(31)

16

“Pertama, dan yang paling penting, evaluasi memberi informasi yang valid

dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan. Kedua, evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target. Ketiga, evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah dan rekomendasi” (Dunn, 2003:609 dan 610).

Berdasarkan pendapat William N. Dunn di atas dapat disimpulkan bahwa evaluasi merupakan suatu proses kebijakan yang paling penting karena dengan evaluasi kita dapat menilai seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan dengan melalui tindakan publik, dimana tujuan-tujuan tertentu dapat dicapai. Sehingga kepantasan dari kebijakan dapat dipastikan dengan alternatif kebijakan yang baru atau merevisi kebijakan. Evaluasi mempunyai karakteristik yang membedakannya dari metode-metode analisis kebijakan lainnya yaitu:

1. Fokus nilai. Evaluasi berbeda dengan pemantauan, dipusatkan pada penilaian menyangkut keperluan atau nilai dari sesuatu kebijakan dan program.

2. Interdependensi Fakta-Nilai. Tuntutan evaluasi tergantung baik

”fakta” maupun “nilai”.

3. Orientasi Masa Kini dan Masa Lampau. Tuntutan evaluatif, berbeda dengan tuntutan-tuntutan advokat, diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu, ketimbang hasil di masa depan.

4. Dualitas nilai. Nilai-nilai yang mendasari tuntutan evaluasi mempunyai kualitas ganda, karena mereka dipandang sebagai tujuan dan sekaligus cara.(Dunn, 2003:608-609)


(32)

Berdasarkan penjelasan di atas, karakteristik evaluasi terdiri dari empat karakter. Yang pertama yaitu fokus nilai, karena evaluasi adalah penilaian dari suatu kebijakan dalam ketepatan pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan. Kedua yaitu interdependensi fakta-nilai, karena untuk menentukan nilai dari suatu kebijakan bukan hanya dilihat dari tingkat kinerja tetapi juga dilihat dari bukti atau fakta bahwa kebijakan dapat memecahkan masalah tertentu. Ketiga yaitu orientasi masa kini dan masa lampau, karena tuntutan evaluatif diarahkan pada hasil sekarang dan masa lalu sehingga hasil evaluasi dapat dibandingkan nilai dari kebijakan tersebut. Keempat yaitu dualitas nilai, karena nilai-nilai dari evaluasi mempunyai arti ganda baik rekomendasi sejauh berkenaan dengan nilai yang ada maupun nilai yang diperlukan dalam mempengaruhi pencapaian tujuan-tujuan lain.

Evaluasi memiliki beberapa tujuan yang dapat dirinci sebagai berikut: 1. Menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan. Melalui evaluasi maka dapat

diketahui derajat pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan.

2. Mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan. Dengan evaluasi juga dapat diketahui berapa biaya dan manfaat dari suatu kebijakan.

3. Mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan. Salah satu tujuan evaluasi adalah mengukur berapa besar dan kualitas pengukuran atau output dari suatu kebijakan.

4. Mengukur dampak suatu kebijakan. Pada tahap lebih lanjut, evaluasi ditujukan untuk melihat dampat dari suatu kebijakan, baik dampak positif maupun negative.

5. Untuk mengetahui apabila ada penyimpangan. Evaluasi juga bertujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan-penyimpangan yang mungkin terjadi,


(33)

18

dengan cara mebandinggkan antara tujuan dan sasaran dengan pencapaian target.

6. Sebagai bahan masukan (input) untuk kebijakan yang akan dating. Tujuan akhir dari evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses kebijakan ke depan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik (AG. Subarsono hal:120).

2. Jenis Evaluasi Kebijakan Publik

Dalam buku Riant Nugroho (2011: 676), Bingham dan Felbinger membagi evaluasi kebijakan menjadi empat jenis:

1. Evaluasi proses, yang fokus pada bagaimana proses implementasi suatu kebijakan

2. Evaluasi impak, yang focus pada hasil akhir suatu kebijakan

3. Evaluasi kebijakan, yang menilai hasil kebijakan dengan tujuan yang direncanakan dalam kebijakan pada saat dirumuskan

4. Meta-evaluasi, yang merupakan evaluasi terhadap berbagai hasil atau temuan evaluasi dari berbagai kebijakan terkait.

James anderson di dalam buku Budi Winarno (2012:230) membagi evaluasi kebijakan ke dalam tiga tipe. Masing-masing tipe evaluasi yang di perkenalkan ini didasarkan pada pemahaman para evaluator terhadap evaluasi. Tipe pertama, evaluasi kebijakan di pahami sebagai kegiatan fungsional. Bila evaluasi kebijakan di pandang sebagai kegiatan yang sama pentingnya dengan kebijakan itu sendiri. Para pembentuk kebijakan dan administrator slalu membuat pertimbangan-pertimbangan mengenai manfaat atau dampak dari kebijakan-kebijakan,


(34)

program-program dan proyek-proyek pertimbangan-pertimbangan ini banyak memberi kesan bahwa pertimbangan-pertimbangan tersebut didasarkan pada bukti yang terpisah-pisah dan di pengaruhi oleh ideologi, kepentingan para pendukungnya dan kriteria-kriteri lainnya.

Tipe kedua merupakan tipe evaluasi yang memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan atau program-program tertentu. Tipe evaluasi seperti ini berangkat dari pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyagkut: apakah program dilaksanakan dengan semestinya? Berapa biayanya? Siapa yang menerima manfaat (pembayaran atau pelayanan), dan berapa jumlahnya? Apakah terdapat duplikasi atau kejenuhan dengan program-program lain? Apakah ukuran-ukuran dasar dan prosedur-prosedur secara sah diikuti? Dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan seperti ini dalam melakukan evaluasi dan memfokuskan diri pada bekerjanya kebijakan atau program-program, maka evaluasi dengan tipe seperti ini akan lebih membicarakan sesuatu mengenai kejujuran atau efisiensi dalam melaksanakan program. Namun demikian, evaluasi dengan menggunakan tipe seperti ini mempunyai kelemahan yakni kecendrungan untuk menghasilkan informasi yang sedikit mengenai dampak suatu program terhadap masyarakat.

Tipe evaluasi kebijkan ketiga adalah tipe evaluasi kebijakan sitematis. Tipe ini secara kompratif masih dianggap baru, tetapi akhir-akhir ini telah mendapat perhatian yang meningkat dari para peminat kebijakn publik. Evaluasi sistematis melihat secara obyektif program-program kebijakan yang dijalankan untuk mengukur dampaknya bagi masyrakat dan melihat sejauh mana tujuan-tujuan yang telah dinyatakan tersebut tercapai. Lebih lanjut, evaluasi sistematis di arahkan untuk melihat dampak yang ada dari suatu kebijakan dengan berpijak


(35)

20

pada sejauh mana kebijakan tersebut menjawag kebutuhan atau masalah masyarakat. Dengan demikian, evaluasi sistematis akan berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: apakah kebijakan yang dijalankan mencapai tujuan sebagai mana yang telah di tetapkan sebelumnya? Berapa biaya yang dikluarkan serta keuntungan apa yang di dapat? Siapa yang menerima keuntungan dari program kebijakan yang telah dijalankan? Dengan mendasarkan pada tipe-tipe prttanyaan evaluatif seperti ini, maka konsekuensi yang di berikan oleh evaluasi sistematis adalah bahwa evaluasi ini akan memberi suatu pemikiran tentang dampak dari kebijakan dan merekomendasikan perubahan-perubahan kebijakan dengan mendasarkan kenyataan yang sebenarnya kepada para pembentuk kebijakan dan masyarakat umum. Penemuan-penemuan kebijkan dapat digunakan untuk mengubah kebijakan-kebijakan dan program-program sekarang dan membantu dalam merencanakan kebijakn-kebijakan dan program-program lain di masa depan.

Mengikuti William N.Dunn, isstilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating), dan penilaian (assesment). Evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai atau manfaat kebijakan. Evaluasi member informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan, yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan public; evaluasi member sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari tujuan dan target; dan evaluasi memberikan sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari pemilihan tujuan dan target; dan evaluasi memberikan sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya, termasuk perumusan masalah


(36)

dan rekomendasi. Jadi, meskipun berkenaan dengan keseluruhan proses kebijakan, evaluasi kebijakan lebih berkenaan pada kinerja dari kebijakan, khususnya pada implementasi kebijakan public. Secara umum, Dunn (Dunn, 2000:610) menggambarkan kriteria-kriteria evaluasi kebijakan publik sebagai berikut :

Tabel 1 : Tipe Evaluasi Kebijakan Publik Menurut Dunn Tipe Kriteria Pertanyaan Ilustrasi Efektivitas Apakah hasil yang diinginkan

telah dicapai?

Unit pelayanan

Efisensi Seberapa banyak usaha

diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan?

Unit biaya, manfaat bersih, Rasio cost-benefit.

Kecukupan Seberapa jauh pencapaian

hasil yang diinginkan

memecahkan masalah?

Biaya tetap, efektifitas Tetap

Perataan Apakah biaya dan manfaat

didistribusikan secara merata kepada kelompok-kelompok berbeda?

Kriteria pareto, kriteria kaldor-hicks,kriteria rawls

Responsivitas

Ketepatan

Apakah hasil kebijakan

memuaskan kebutuhan,

preferensi atau nilai-nilai kelompok tertentu?

Apakah hasil (tujuan) yang diiinginkan benar-benar berguna atau bernilai?

Konsistensi Survei warga negara

Program publik harus merata dan efisien

Berdasarkan tabel diatas menurut Dunn, bahwa kriteria-kriteria evaluasi kebijakan publik dapat diterangkan sebagai berikut :

1. Efektifitas, berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang diharapkan.

2. Efisiensi, berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektifitas yang dikehendaki.


(37)

22

3. Kecukupan, berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektifitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah.

4. Perataan (equity), berkenaan dengan pemerataan distribusi manfaat kebijakan.

5. Responsivitas, berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok masyarakat yang menjadi target kebijakan.

6. Kelayakan (appropriateness), berkenaan dengan pertanyaan apakah kebijakan tersebut tepat untuk suatu masyarakat

Kemudian, dalam studi evaluasi, menurut Finsterbusch dan Motz (dalam Samudro dkk, 1994) terdapat 4 (empat) jenis evaluasi yaitu :

 Single program after only, merupakan jenis evaluasi yang melakukan pengukuran kondisi atau penilaian terhadap program setelah meneliti setiap variabel yang dijadikan kriteria program. Sehingga analis tidak mengetahui baik atau buruk respon kelompok sasaran terhadap program.

 Single program befora-after, merupakan penyempurnaan dari jenis pertama yaitu adanya data tentang sasaran program pada waktu sebelum dan setelah program berlangsung.

 Comparative after only, merupakan penyempurnaan evaluasi kedua tapi tidak untuk yang pertama dan analis hanya melihat sisi keadaan sasaran bukan sasarannya.


(38)

 Comparative before-after, merupakan kombinasi ketiga desain sehingga informasi yang diperoleh adalah efek program terhadap kelompok sasa

Secara keseluruhan evaluasi kebijakan memiliki empat fungsi berikut:

1. eksplanasi

melalui evaluasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan dapat dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan antar berbagai dimensi realitas yang diamatinya.

2. kepatuhan

melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lain, sesuai dengan standar dan prosedur yang ditetapkan oleh kebijakan.

3. auditing

melalui evaluasi dapat diketahui apakah output benar-benar sampai ketangan kelompok sasaran maupun penerima lain (individu, keluarga, organisasi, birokratisasi desa, dan lain-lain) yang dimaksudkan oleh pembuat kebijakan.

4. akunting

dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial-ekonomi dari kebijakan tersebut.

Dalam hal ini, peneliti melakukan evaluasi terhadap dampak yakni melihat dari jenis evaluasi Single program before-after yang merupakan adanya data tentang sasaran program pada waktu sebe;u, dan sesudah program berlangsung. Dan


(39)

24

dengan Indikator berdasarkan tipe evaluasi menurut William Dunn yakni: efektifitas, efisiensi, kecukupan, perataan, responsivitas dan ketepatan.

C. Tinjauan tentang Dampak Kebijakan Publik 1. Arti Dampak

Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas. Dampak dapat bersifat negative maupun positif. Akan tetapi di Negara maju banyak orang lebih atau hanya mempertahankan dampak negative daripada dampak positif, bahkan umumnya dampak positif diabaikan (otto soemarwoto, :54).

Banyak factor mempengaruhi penentuan apakah dampak itu baik (positif) atau buruk (negative). Salah satu factor penting dalam penentuan itu ialah apakah seseorang diuntungkan atau dirugikan oleh sebuah proyek pembanngunan tertentu. (Otto Soemarwoto, 57).

2. Dampak Kebijakan Publik

Penilaian terhadap kebijakan berbeda dengan dampak kebijakan publik. Dalam buku Irfan Islamy (1986;114) menyatakan bahwa hasil kebijaksanaan adalah apa-apa yang telah dihasilkan dengan adanya proses perumusan kebijaksanaan pemerintah. Sedangkan dampak kebijaksanaan adalah akibat- akibat dan konsekuensi-knsekuensi yang ditimbulkan dengan dilaksanakannya kebijaksanaan-kebijaksanaan tadi.


(40)

Menurut Lester dan Stewart, evaluasi kebijakan dapat dibedakan ke dalam dua tugas yang berbeda. Tugas pertama adalah untuk menentukan konsekuensi-konsekuensi apa yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan dengan cara menggambarkan dampaknya. Sedangkan tugas kedua adalah untuk menilai keberhasilan atau kegagalan dari suatu kebijakan berdasarkan standard atau kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Tugas pertama merujuk pada usaha untuk melihat apakah program kebijakan publik mencapai tujuan atau dampak yang diinginkan ataukah tidak. Tugas kedua dalam evaluasi kebijakan pada dasarnya berkaitan erat dengan tugas yang pertama. Setelah mengetahui konsekuensi-konsekuensi kebijakan melalui penggambaran dampak kebijakan publik, maka kita dapat mengetahui apakah program kebijakan yang dijalankan sesuai atau tidak dengan dampak yang diinginkan. Dari sini dapat melakukan penilaian apakah program yang dijalankan berhasil ataukah gagal. Dengan demikian, tugas kedua dalam evaluasi kebijakan adalah menilai apakah suatu kebijakan berhasil atau tidak dalam meraih dampak yang diinginkan.(Budi Winarno, 2012;226)

Komponen dampak dari studi evaluasi sebetulnya didasarkan atas hasil akhir analisis efektivitas namun melangkah setapak ke depan. Ia berusaha menilai apakah realisasi tujuan objective) memberikan kontribusi terhadap tujuan yang lebih tinggi (goal). Dalam kepustakaan penelitian evaluasi dampak juga digunakan untuk menunjukkan relevansi atau signifikasi dari sebuah proyek atau program. Oleh karena itu, logis juga dikatakan bahwa hanya akan ada dampak kalau sebuah proyek telah membuahkan akibat-akibat tertentu, baik yang


(41)

26

dikehendaki atau tidak. Hal ini mengandung makna bahwa dampak hanya dapat diukur melalui evaluasi akhir yang dilaksanakan beberapa tahun sesudah proyek tersebut dinyatakan selesai. Sebagai konsekuensi studi-studi dampak yang bersifat

ex post dilaksanakan melalui evaluasi eksternal. Perkecualiannya adalah pada proyek-proyek atau program-program yang berdurasi panjang dimana selama proses implementasi telah tersedia waktu yang cukup guna memungkinkan dilaksanakannya penilaian dampak (Solichin,1997;38).

Menurut Rossi dan Freeman dalam buku Wayne Parsons (2011;604) mengatakan bahwa penilaian atas dampak adalah untuk memperkirakan apakah intervensi menghasilkan efek yang diharapkan atau tidak. Perkiraan seperti ini tidak menghasilkan jawaban yang pasti tapi hanya beberapa jawaban yang mungkin masuk akal ... Tujuan dasar dari penilaian dampak adalah untuk memperkirakan

“efek bersih” dari sebuah intervensi – yakni perkiraan dampak intervensi yang tidak dicampuri oleh pengaruh dari proses dan kejadian lain yang mungkin juga memengaruhi perilaku atau kondisi yang menjadi sasaran suatu program yang sedang dievaluasi itu. Beberapa kriteria yang dapat dipakai untuk memilih dampak yang di jadikan fokus analisis adalah sebagai berikut:

1. peluang terjadinya dampak

2. jumlah orang yang akan terkena dampak 3. untung rugi yang di derita subyek dampak 4. ketersedian data untuk melakukan analisis 5. relefansi terhadap kebijakan


(42)

Pengamatan terhadap dampak kebijakan selain harus dilakukan dengan kerangka berfikir kausalitas yang keritis dan wawasan dan komprehensif juga harus dilakukan secara cermat. Ketiga keharusan ini tidak dapat di pisahkan satu sama lain. Sekedar untuk menuntun kecermatan evaluasi, dapt di pilahkan adnya empat macam dimensi yang penting untuk di perhatikan yaitu (1) waktu, (2) selisih antara dampak aktual dan yang diharapkan, (3) tingkat agregasi dampak dan (4) jenis dampak (Lang –bein, 1980).

Masih di dalam buku Wayne Parsons, metode yang digunakan di dalam penilaian atas dampak, antara lain:

a. Membandingkan problem/situasi/kondisi dengan apa yang terjadi sebelum intervensi

b. Melakukan eksperimen untuk menguji dampak suatu program terhadap suatu area atau kelompok dengan membandingkan dengan apa yang terjadi di area atau kelompok lain yang belum menjadi sasaran intervensi;

c. Membandingkan biaya dan manfaat yang dicapai sebagai hasil dari intervensi;

d. Menggunakan model untuk memahami dan menjelaskan apa yang terjadi sebagai akibat dari kebijakan masa lalu;

e. Pendekatan kualitatif dan judgemental untuk mengevaluasi keberhasilan/kegagalan kebijakan dan program;

f. Membandingkan apa yang sudah terjadi dengan tujuan atau sasaran tertentu dari sebbuah program atau kebijakan;

g. Menggunakan pengukuran kinerja untuk menilai apakah tujuan atau targetnya sudah terpenuhi.


(43)

28

Dalam penelitiaan ini, peneliti memfokuskan kepada membandingkan apa yang sudah terjadi dengan tujuan atau sasaran tertentu dari sebuah program atau kebijakan. Hal ini dikarenakan peneliti ingin mengetahui bagaimana dampak sebenarnya terjadi, apakah sesuai dengan dampak yang diharapkan dari kebijakan reklamasi pantai tersebut.

Penilaiaan kebijakan Negara banyak dilakukan untuk mengetahui dampak kebijaksanaan Negara. Dan dampak kebijaksanaan itu mempunyai beberapa macam dimensi, dimana hal ini harus dipertimbangkan dengan seksama dalam melaksanakan penilaian terhadap kebijaksanaan Negara. Adapun menurut Anderson di dalam buku Irfan Islamy (1986;115), dimensi dampak kebijaksanaan Negara itu adalah sebagai berikut:

1. Dampak kebijaksanaan yang diharapkan (intended consequences) atau tidak diharapkan (unintended consequences) baik pada problemanya maupun pada masyarakat. Sasaran kebijaksanaan itu terutama ditujukan pada siapa? Ini perlu ditentukan terlebih dahulu.

2. Limbah kebijaksanaan terhadap situasi atau orang-orang (kelompok) yang bukan menjadi sasaran/tujuan utama dari kebijaksanaan tersebut, ini

biasanya disebut “externalities” atau “spillover effects”. Limbah

kebijaksanaan ini bisa positif atau bisa pula negative.

3. Dampak kebijaksanaan dapat terjadi atau berpengaruh pada kondisi sekarang atau kondisi yang akan datang.

4. Dampak kebijaksanaan terhadap “biaya” langsung atau direct costs.


(44)

pemerintah (economic costs) relative lebih mudah dibandingkan dengan menghitung biaya-biaya lain yang bersifat kualitatif (social costs).

5. Dampak kebijaksanaan terhadap “biaya” tidak langsung (indirect costs) sebagaimana yang dialami oleh anggota-anggota masyarakat. Seringkali biaya seperti ini jarang dinilai, hal ini sebagaimana disebabkan karena sulitnya hal tersebut dikuantitatifikasikan (diukur).

Adapun hal-hal yang tercermin dalam hasil akhir implementasi kebijakan dikemukakan oleh Grindle yang dikutip oleh solichin Abdul Wahab (1990;126) sebagai berikut:

1. Dampaknya terhadap masyarakat, perseorangan dan kelompok-kelompok.dampak diartikan sebagai perubahan dalam kondisi sosial ekonomi kependudukan dan sosial yang sedang berkembang yang disebabkan dari adanya suatu program.

2. Tingkat perubahan dan penerimanya.

Penulis dalam penelitian ini akan mengkaji evaluasi dampak kebijakn reklamasi pantai di wilayah pesisir bandar lampung.

D. Kerangka Pikir

kebijakan reklamasi pantai di wilayah Bandar Lampung berdasarkan undang – undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil. Di dalam menyatakan bahwa Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan social ekonomi dengan cara pengurugan,


(45)

30

pengeringan lahan atau drainase. Kemudian berdasarkan Keputusan Gubernur KDH TK 1 Lampung No : 6 /315 / BAPPEDA /HK / 1990 tentang pemberiaan izin penimbunan pantai kepada PT Andatu yang berlokasi di desa serengsem (KM 12) Kec. Panjang Kodya Bandar Lampung yang menjadi alasan serta tujuan diadakannya reklamasi pantai di wilayah pesisir Bandar Lampung adalah pada dasarnya kegiatan reklamasi pantai tidak dianjurkan namun dapat dilakukan dengan memperhatikan ketentuan bahwa bagian wilayah dari kawasan perkotaan yang cukup padat dan membutuhkan pengembangan wilayah daratan untuk mengakomudasikan kebutuhan yang ada. Pelaksanaan reklamasi pantai dilakukan untuk menambah lahan kering yang digunakan sebagai kegiatan industri pada PT Andatu. Di dalam pelaksanaan kebijakan reklamasi tersebut terdapat beberapa permasalahan diantaranya yakni pada kenyataannya saat ini proses penimbunan pantai tidak dilaksanakan seperti rencana awal, tidak ada lahan bebas sepanjangb yang telah di timbun, hasil dari reklamasi tidak menyatu atau terpotong-potong, muara-muara sungai banyak yang menyempit, tidak ada sempadan sungai, saluran drainase terganggu sehingga dapat menyebabkan banjir atau genangan pada saat hujan lebat bersamaan dengan pasang naik air laut. Hasil dari reklamasi pantai diwilayah pesisir Bandar lampung yang telah dilakukan oleh pihak swasta yang seluruhnya di perkirakan mencapai 350Ha. Pengunaan lahan reklamasi ini digunakan sebagai tempat industri, perdgangan, maupun perluasan lahan pelabuhan. Dalam memantau hasil kebijakan kita harus membedakan dua jenis akibat : keluaran ( outputs ) dan ( impacts ). Keluaran kebijakan adalah barang, layanan, atau sumberdaya yang diterima oleh kelompok sasaran atau kelompok penerima ( beneficiaries ). Sebaliknya dampak kebijakan merupakan perubahan


(46)

nyata pada tingkah laku atau sikap yanhg dihasilkan oleh keluaran kebijakan tersebut, maka dapat terlihat bagaimana dampak yang muncul akibat dari adanya kebijakan reklamasi pantai tersebut baik dampak negatif maupun dampak positif.

Keputusan Gubernur KDH TK I Lampung Nomor

2G/315/BAPPEDA/HK/1990 tentang Pemberian izin penimbunan pantai kepada PT Andatu yang berlokasi di desa Srengsem Kec. Panjang kota Bandar Lampung.

Kebijakan Reklamasi Pantai di wilayah Kelurahan Srengsem Kecamatan Panjang Kota Bandar Lampung.

Dampak kebijakan Reklamasi Pantai dari sisi sosial ekonomi:

1. Tingkat pendapatan

2. Tingkat kesejahteraan masyarakat 3. Tingkat kesehatan

Dampak yang tidak diharapkan Dampak yang Diharapkan

Kriteria Evaluasi Kebijakan:

1. Efektifitas 2. Efisiensi 3. Kecukupan 4. Perataan 5. Responsivitas 6. Ketepatan


(47)

32

III . METODE PENELITIAN

A. Tipe dan Pendekatan Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Bogdan dan Taylor (Moleong, 2007; 4) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Denzin dan Lincoln dalam Moleong (2004:5) penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan latar alamiah dengan maksud untuk menafsirkan fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai metode yang ada.

Sementara itu Moleong (2007; 6) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Melalui pendekatan kualitatif deskriptif peneliti bermaksud untuk melakukan memaparkan mengenai gejala-gejala yang terdapat di dalam masalah penelitian yaitu mendeskripsikan kejadian empiris mengenai Dampak Kebijakan Reklamasi Pantai Di Wilayah Pesisir Bandar Lampung.


(48)

B. Fokus Penelitan

Fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi studi kualitatif sekaligus membatasi penelitian guna memilih mana data yang relevan dan mana data yang tidak relevan. Dengan demikian dalam penelitian kualitatif hal yang harus diperhatikan adalah masalah dan fokus penelitian karena fokus penelitian memberikan batasan dalam studi dan batasan dalam pengumpulan data sehingga dengan batasan ini peneliti akan fokus memahami masalah-masalah yang menjadi tujuan penelitian. Menurut Sugiyono (2009;207) batasan masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan focus, yang berisi pokok masalah yang masih bersifat umum. Dengan demikian dalam penelitian kualitatif hal yang harus diperhatikan adalah masalah dan focus penelitian, karena untuk memberikan batasan penelitian yang seharusnya diteliti dan mendapatkan data yang sesuai dengan yang dibutuhkan dalam penelitian tersebut.

Penelitian ini difokuskan pada dampak kebijakan reklamasi pantai di wilayah pesisir bandar lampung:

a. Kriteria Evaluasi Kebijakan: 1. Efektifitas

2. Efisiensi 3. Kecukupan 4. Perataan 5. Responsivitas 6. Ketepatan

b. Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas dan dampak di fokuskan kepada keadaan sosial ekonomi masyarakat yang ada di


(49)

34

c. Dampak sosial ekonomi:

1. Meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar daerah Reklamasi Pantai di wilayah Kelurahan Srengsem Kecamatan Panjang (dari sisi daya beli dan taraf hidup masyarakat).

2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat

C. Lokasi Penelitian

Dalam penentuan lokasi, Moleong menyatakan cara terbaik yang ditempuh dengan mempertimbangkan substansi dan menjajaki lapangan dan untuk mencari kesesuaian dengan melihat kenyataan di lapangan. Sementara itu geografis dan praktis seperti waktu, biaya dan tenaga perlu juga dipertimbangkan dalam menentukan lokasi penelitian (Moleong, 2007;128). Lokasi yang diambil dalam penelitian ini ditentukan dengan sengaja (purposive) yaitu di wilayah pesisir lampung, pada daerah kelurahan serengsem kec. Panjang kota Bandar lampung, karena daerah tersebut cukup banyak masyarakat yang ada di sekitar daerah reklamasi sehingga masyarakat tersebut yang secara langsung menerima dampak dan kebijakan reklamasi pantai tersebut.

D. Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland ( Moleong, 2009;157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan yang didapat dari informan melalui wawancara yaitu Dinas Kelautan, BAPPEDA, Kelurahan Srengsem, dan warga setempat. Selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Untuk mendapatkan data dan informasi maka informan dalam penelitian ini


(50)

ditentukan secara purposive atau sengaja dimana informan telah ditetapkan sebelumnya.

1. Data Primer

Data primer diperlukan sebagai data untuk memperoleh informasi yang akurat. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari lapangan penelitian, baik yang diperoleh dari pengamatan langsung maupun wawancara kepada informan. Adapun jumlah informan yang akan diwawancara adalah sebagai berikut:

a. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandar Lampung b. Lurah kelurahan Srengsem kota Bandar Lampung

c. Masyarakat Pesisir Kota Bandar Lampung yang berada disekitar lahan reklamasi di desa serengsem

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperlukan dalam penelitian untuk melengkapi informasi yang diperoleh dari sumber data primer. Data sekunder dapat berupa naskah, dokumen resmi, literature, artikel, Koran dan sebagainya yang berkenaan dengan penelitian ini.

A. Teknik Pengumpulan Data


(51)

36

a. Observasi

Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang digunakan untuk mengumpulkan data primer yang dibutuhkan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian. Dalam penelitian ini peneliti melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan Reklamasi di wilayah pesisir kota Bandar Lampung serta melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar wilayah reklamasi pantai di Kelurahan Srengsem kecamatan Panjang kota Bandar Lampung.

b. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2009;186). Wawancara yaitu mengumpulkan data primer dengan jalan mewawancarai sumber-sumber data dengan mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan pelaksanaan kebijakan Reklamasi pantai di wilayah pesisir kota Bandar Lampung, dalam hal ini difokuskan terhadap dampaknya. Data dalam penelitian ini diperoleh dari lapangan penelitian, baik yang diperoleh dari pengamatan langsung maupun wawancara kepada informan. Adapun jumlah informan yang diwawancara dalah sebagai berikut:

Tabel 1: jumlah informan


(52)

Wawancara

1 Pegawai Bappeda 3 september 2013 Pelaksanaan kebijakan

reklamasi pantai

2 Lurah Kelurahan

Srengsem

5 September 2013 i. Pandangan mengenai kebijakan reklamasi ii. Kondisi sosial ekonomi

masyarakat Srengsem

4 Masyarakat masyarakat 16, 17 Juli 2013,

5,10, 11 September 2013

Kondisi sosial ekonomi

masyarakat setelah

pelaksanaan reklamasi pantai

c. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen berguna karena dapat memberikan latar belakang yang lebih luas mengenai pokok penelitian, dapat dijadikan bahan triangulasi untuk mengecek kesesuaian data, dan merupakan bahan utama dalam penelitian.

1. penataan pesisir ( RTRW )

2. Rencana Zona Penataan Kawasan Pesisir Kota Bandar Lampung 3. Reklamasi pantai provinsi Lampung

4. Profil Kelurahan Srengsem

5. UU No. 27 tentang reklamasi tahun 2007

6. Kep Gubernur KDH TK 1 Lampung No. 2 G/315/BAPPEDA/HK/1990 tentang pemberian izin penimbunan pantai kepada PT Andatu.


(53)

38

Tahap selanjutnya setelah data-data yang berkaitan dengan penelitian ini, maka langkah selanjutnya adalah mengolah data yang terkumpul dengan menganalisis data, mendeskripsikan data, serta mengambil kesimpulan. Untuk menganalisis data ini menggunakan teknik analisis data kualitatif, karena data-data yang diperoleh merupakan keterangan-keterangan. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen resmi, gambar, foto dan sebagainya. Aktivitas dalam menganalisis data kualitatif yaitu: 1. Reduksi Data

Data yang diperoleh dilokasi penelitian (data lapangan) dituangkan dalam uraian laporan yang lengkap dan terperinci. Dalam bentuk analisa yang menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan akhirnya dapat ditarik dan diverifikasi.

2. Penyajian Data

Penyajian data berguna untuk memudahkan peneliti melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian tertentu dari penelitian. Batasan yang diberikan dalam penyajian data adalah sekumpulan informasi yang tersusun dan memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam penelitian ini, penyajian data diwujudkan dalam bentuk uraian dengan teks naratif, dan foto atau gambar sejenisnya.


(54)

3. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan adalah melakukan verifikasi secara terus menerus sepanjang proses penelitian berlangsung. yaitu sejak awal memasuki lokasi penelitian dan selama proses pengumpulan data. Peneliti menganalisis dan mencari pola, tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering timbul, yang dituangkan dalam kesimpulan. Dalam penelitian ini penarikan kesimpulan dilakukan dengan pengambilan intisari dari rangkaian kategori hasil penelitian berdasarkan observasi, wawancara serta dokumentasi hasil penelitian.

C. Teknik Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbaharui dari konsep kesahihan (validitas) atas keandalan (realibilitas). Derajat kepercayaan atau kebenaran suatu penilaian akan ditentukan oleh standar apa yang digunakan. Peneliti kualitatif menyebut standar tersebut dengan keabsahan data.

Menurut Moleong (2007; 324) ada beberapa kriteria yang digunakan untuk memeriksa keabsahan data, yaitu;

1. Derajat Kepercayaan (credibility)

Penerapan kriteria derajat kepercayaan pada dasarnya menggantikan konsep validitas internal dari nonkualitatif. Kriterium ini berfungsi: pertama, melaksanakan inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaan penemuannya dapat dicapai; kedua, mempertunjukkan derajat kepercayaan hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan ganda yang sedang diteliti. Kriteria derajat kepercayaan diperiksa dengan beberapa teknik pemeriksaan, yaitu :


(55)

40

a. Triangulasi

Triangulasi berupaya untuk mengecek kebenaran data dan membandingkan dengan data yang diperoleh dengan sumber lain melalui berbagai fase penelitian lapangan, pada waktu yang berlainan dan dengan metode yang berlainan. Adapun triangulasi yang dilakukan dengan tiga macam teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber data, metode, dan teori. Untuk itu maka peneliti dapat melakukannya dengan cara :

1) mengajukan berbagai macam variasi pertanyaan 2) mengeceknya dengan berbagai sumber data

3) memanfaatkan berbagai metode agar pengecekan kepercayan data dapat dilakukan.

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengecekan data melalui beberapa sumberlain dengan melakukan wawancara ke beberapa informan yakni dari masyarakat yang berada di wilayah Kelurahan Srengsem.

b. Kecukupan referensial

Kecukupan refeensial adalah mengumpulkan berbagai bahan-bahan, catatan-catatan, atau rekaman-rekaman yang dapat digunakan sebagai referensi dan patokan untuk menguji sewaktu diadakan analisis dan penafsiran data.

2. Keteralihan

Kriterium keteralihan berbeda dengan validitas eksternal dari nonkualitatif. Konsep validitas itu menyatakan bahwa generalisasi suatu penemuan dapat berlaku atau diterapkan pada semua konteks dalam populasi yang sama atas


(56)

dasar penemuan yang diperoleh pada sampel yang secara representatif mewakili populasi.

3. Ketergatungan

Kebergantungan merupakan substitusi reliabilitas dalam penelitian nonkualitatif. Reliabilitas merupakan syarat bagi validitas. Dalam penelitian kualitatif, uji kebergantungan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap keseluruhan proses penelitian. Sering terjadi peneliti tidak melakukan proses penelitian ke lapangan, tetapi bisa memberikan data. Peneliti seperti ini perlu diuji dependability-nya. Kalau proses penelitiannya tidak dilakukan tetapi datanya ada, maka penelitian tersebut tidak dependable.

4. Kepastian (confirmability)

Dalam penelitian kalitatif uji kepastian mirip dengan uji kebergantungan, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji kepastian (confirmability) berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan dalam penelitian, jangan sampai proses tidak ada tetapi hasilnya ada. Kepastian yang dimaksud berasal dari konsep objektivitas, sehingga dengan disepakati hasil penelitian tidak lagi subjektif tapi sudah objektif.


(57)

73

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa evaluasi dampak reklamasi pantai dikelurahan srengsem mengakibatkan

menurunnya kesejahteraan warga srengsem disekitar pantai, menurunnya penghasilan warga srengsem, dan reklamasi pantai merugikan warga yang bermata pencaharian di pinggir pantai tersebut.

Kesimpulan diatas dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Efektifitas. Kebijakan reklamasi pantai tidak mencapai dampak yang diharapkan dalam aspek pemerintah yakni dikarenakan tidak adanya PAD yang diterima pemerintah kota.

2. Efisiensi. Reklamasi yang telah dilakukan di wilayah Srengsem yang dilakukan oleh PT Andatu tidak menyerahkan lahan sebesar 11-16% kepada pemerintah kota sehingga tidak sesuai dengan Undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pada Pasal 34 reklamasi hanya dapat dilaksanakan jika manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh lebih besar dari biaya sosial dan biaya ekonominya.


(58)

3. Ketercukupan. Dalam hal ini secara langsung masyarakat mendapatkan lapangan pekerjaan setelah adanya kegiatan reklamasi pantai yang digunakan untuk lahan industry. Masyarakat dapat bekerja di PT Andatu dan selain itu banyak masyarakat yang membuka usaha-usaha kecil disekitar daerah tersebut.

4. Perataan. Dapat dikatakan bahwa kebijakan reklamasi pantai yang dilakukan di wilayah Srengsem tersebut memaksimalkan kesejahteraan individu (pihak swasta) akan tetapi meminimalkan kesejahteraan umum (masyarakat yang berada disekitar wilayah reklamasi pantai) hal ini dapat terlihat pada masyarakat nelayan yang semakin menurun tingkat ekonomi dan sosial.

5. Responsivitas. Dengan dampak yang tidak diharapkan dari adanya reklamasi pantai yang muncul yakni menurunnya tingkat perekonomian yang kemudian pula menurunkan tingkat pendidikan masyarakat sehingga memunculkan lagi dampak baru yaitu kualitas tenaga kerja yang rendah, hal ini dapat membuat tingkat kesejahteraan masyarakat yang rendah dan cenderung akan tetap berputar pada keadaan seperti ini.

6. Ketepatan tujuan. dari adanya dampak yang ada yakni tingkat perekonomian dan tingkat pendidikan yang rendah yang kemudian hal ini membuat tingkat kesejahteraan masyarakat yang ada di wilayah Srengsem menjadi rendah.


(59)

75

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan, maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut:

1. Pemerintah kota lebih tegas dalam penetapan dan pelaksanaan pengaturan dalam kebijakan reklamasi sehingga reklamasi dapat memberikan kontribusi yang besar kepada PAD di wilayah Bandar Lampung.

2. Dalam pelaksanaan kebijakan reklamasi pantai harus memperhatikan lingkungan yang ada disekitar penimbunan lahan, hal ini agar dapat menjamin keberadaan nelayan yang ada disekitar wilayah reklamasi pantai.

3. Adanya lahan yang diberikan oleh pihak swasta sebesar 10 % yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk kegiatan sosial, pariwisata dan lainnya.

4. Adanya hubungan dan kerjasama masyarakat dengan pihak swasta yang melakukan reklamasi pantai yakni dengan memberikan lapangan pekerjaan dan memberikan bantuan permodalan usaha seperti mengadopsi dari perusahaan BUMN.

5. Memberikan lahan dan ruang untuk nelayan agar dapat memiliki lahan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan yang mudah dijangkau oleh nelayan-nelayan yang menangkap masih menggunakan cara tradisional.


(60)

DAFTAR PUSTAKA

Dunn, William N. 2003 (1994). Public Policy Analysis: An Introduction, New Jersey: Pearson Education. Edisi bahasa Indonesia diterjemahkan dari edisi kedua (1994) diterbitkan sejak 1999 dengan judul Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Indiahono, Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik, Yogyakarta: Gava Media. Islamy, M. Irfan. 1986. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara.

Jakarta: Bina Angkasa.

Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Posdakarya.

Nugroho, Riant. 2011. Public Policy, Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Parsons, Wayne. 2011. Public Policy; pengantar teori dan praktik analisis kebijakan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Soemartono, Otto.1994. Analisis Dampak Lingkungan, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wahab, Solichin A. 1997. Evaluasi Kebijakan Publik. Malang: Ikip Malang. Wibawa Samodra. Et.Al., 1994. Evaluasi Kebijakan Publik, Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik: teori, proses dan studi kasus, Jakarta: PT Buku Seru.


(61)

77

SUMBER LAIN:

1. Peraturan Menteri PU Nomor 40/PRT/M/2007 tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai.

2. Keputusan Gubernur KDH TK I Lampung Nomor

2G/315/BAPPEDA/HK/1990 tentang Pemberian izin penimbunan pantai kepada PT Andatu yang berlokasi di desa Srengsem Kec. Panjang kota Bandar Lampung.


(1)

41

dasar penemuan yang diperoleh pada sampel yang secara representatif mewakili populasi.

3. Ketergatungan

Kebergantungan merupakan substitusi reliabilitas dalam penelitian nonkualitatif. Reliabilitas merupakan syarat bagi validitas. Dalam penelitian kualitatif, uji kebergantungan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap keseluruhan proses penelitian. Sering terjadi peneliti tidak melakukan proses penelitian ke lapangan, tetapi bisa memberikan data. Peneliti seperti ini perlu diuji dependability-nya. Kalau proses penelitiannya tidak dilakukan tetapi datanya ada, maka penelitian tersebut tidak dependable.

4. Kepastian (confirmability)

Dalam penelitian kalitatif uji kepastian mirip dengan uji kebergantungan, sehingga pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji kepastian (confirmability) berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan dalam penelitian, jangan sampai proses tidak ada tetapi hasilnya ada. Kepastian yang dimaksud berasal dari konsep objektivitas, sehingga dengan disepakati hasil penelitian tidak lagi subjektif tapi sudah objektif.


(2)

73

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa evaluasi dampak reklamasi pantai dikelurahan srengsem mengakibatkan

menurunnya kesejahteraan warga srengsem disekitar pantai, menurunnya penghasilan warga srengsem, dan reklamasi pantai merugikan warga yang bermata pencaharian di pinggir pantai tersebut.

Kesimpulan diatas dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Efektifitas. Kebijakan reklamasi pantai tidak mencapai dampak yang diharapkan dalam aspek pemerintah yakni dikarenakan tidak adanya PAD yang diterima pemerintah kota.

2. Efisiensi. Reklamasi yang telah dilakukan di wilayah Srengsem yang dilakukan oleh PT Andatu tidak menyerahkan lahan sebesar 11-16% kepada pemerintah kota sehingga tidak sesuai dengan Undang-undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pada Pasal 34 reklamasi hanya dapat dilaksanakan jika manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh lebih besar dari biaya sosial dan biaya ekonominya.


(3)

74

3. Ketercukupan. Dalam hal ini secara langsung masyarakat mendapatkan lapangan pekerjaan setelah adanya kegiatan reklamasi pantai yang digunakan untuk lahan industry. Masyarakat dapat bekerja di PT Andatu dan selain itu banyak masyarakat yang membuka usaha-usaha kecil disekitar daerah tersebut.

4. Perataan. Dapat dikatakan bahwa kebijakan reklamasi pantai yang dilakukan di wilayah Srengsem tersebut memaksimalkan kesejahteraan individu (pihak swasta) akan tetapi meminimalkan kesejahteraan umum (masyarakat yang berada disekitar wilayah reklamasi pantai) hal ini dapat terlihat pada masyarakat nelayan yang semakin menurun tingkat ekonomi dan sosial.

5. Responsivitas. Dengan dampak yang tidak diharapkan dari adanya reklamasi pantai yang muncul yakni menurunnya tingkat perekonomian yang kemudian pula menurunkan tingkat pendidikan masyarakat sehingga memunculkan lagi dampak baru yaitu kualitas tenaga kerja yang rendah, hal ini dapat membuat tingkat kesejahteraan masyarakat yang rendah dan cenderung akan tetap berputar pada keadaan seperti ini.

6. Ketepatan tujuan. dari adanya dampak yang ada yakni tingkat perekonomian dan tingkat pendidikan yang rendah yang kemudian hal ini membuat tingkat kesejahteraan masyarakat yang ada di wilayah Srengsem menjadi rendah.


(4)

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan, maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut:

1. Pemerintah kota lebih tegas dalam penetapan dan pelaksanaan pengaturan dalam kebijakan reklamasi sehingga reklamasi dapat memberikan kontribusi yang besar kepada PAD di wilayah Bandar Lampung.

2. Dalam pelaksanaan kebijakan reklamasi pantai harus memperhatikan lingkungan yang ada disekitar penimbunan lahan, hal ini agar dapat menjamin keberadaan nelayan yang ada disekitar wilayah reklamasi pantai.

3. Adanya lahan yang diberikan oleh pihak swasta sebesar 10 % yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk kegiatan sosial, pariwisata dan lainnya.

4. Adanya hubungan dan kerjasama masyarakat dengan pihak swasta yang melakukan reklamasi pantai yakni dengan memberikan lapangan pekerjaan dan memberikan bantuan permodalan usaha seperti mengadopsi dari perusahaan BUMN.

5. Memberikan lahan dan ruang untuk nelayan agar dapat memiliki lahan untuk melakukan kegiatan penangkapan ikan yang mudah dijangkau oleh nelayan-nelayan yang menangkap masih menggunakan cara tradisional.


(5)

76

DAFTAR PUSTAKA

Dunn, William N. 2003 (1994). Public Policy Analysis: An Introduction, New Jersey: Pearson Education. Edisi bahasa Indonesia diterjemahkan dari edisi kedua (1994) diterbitkan sejak 1999 dengan judul Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Indiahono, Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik, Yogyakarta: Gava Media. Islamy, M. Irfan. 1986. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara.

Jakarta: Bina Angkasa.

Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Posdakarya.

Nugroho, Riant. 2011. Public Policy, Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Parsons, Wayne. 2011. Public Policy; pengantar teori dan praktik analisis kebijakan, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Soemartono, Otto.1994. Analisis Dampak Lingkungan, Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wahab, Solichin A. 1997. Evaluasi Kebijakan Publik. Malang: Ikip Malang. Wibawa Samodra. Et.Al., 1994. Evaluasi Kebijakan Publik, Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik: teori, proses dan studi kasus, Jakarta: PT Buku Seru.


(6)

SUMBER LAIN:

1. Peraturan Menteri PU Nomor 40/PRT/M/2007 tentang Pedoman Perencanaan Tata Ruang Kawasan Reklamasi Pantai.

2. Keputusan Gubernur KDH TK I Lampung Nomor

2G/315/BAPPEDA/HK/1990 tentang Pemberian izin penimbunan pantai kepada PT Andatu yang berlokasi di desa Srengsem Kec. Panjang kota Bandar Lampung.