NI MADE FEBRY G. D1A212342

JURNAL

KOMPARASI HUKUM TERHADAP PEMBAGIAN HARTA WARISAN ANAK
PEREMPUAN MENURUT HUKUM ADAT BALI DAN KUH PERDATA
(Studi di Banjar Krama Karya Bakti Gondawari Narmada)

Program Studi Ilmu Hukum

Oleh :

NI MADE FEBRY GARINIWATI
D1A 212 342

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2016

HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH

KOMPARASI HUKUM TERHADAP PEMBAGIAN HARTA WARISAN ANAK

PEREMPUAN MENURUT HUKUM ADAT BALI DAN KUH PERDATA
(Studi di Banjar Krama Karya Bakti Gondawari Narmada)

Oleh :
NI MADE FEBRY GARINIWATI
D1A 212 342

Menyetujui,
Mataram, 15 April 2016
Pembimbing Pertama

(Dr. Djumardin, SH.,M.Hum.)
NIP: 196308091988031001

KOMPARASI HUKUM TERHADAP PEMBAGIAN HARTA WARISAN ANAK
PEREMPUAN MENURUT HUKUM ADAT BALI DAN KUH PERDATA
(Studi di Banjar Krama Karya Bakti Gondawari Narmada)
NI MADE FEBRY GARINIWATI
D1A 212 342
ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor dan pengaruh sistem kekeluargaan
patrilineal dalam pembagian harta warisan anak perempuan menurut hukum adat bali dan
KUHPerdata. Penelitian ini ialah yuridis sosiologis dengan menggunakan pendekatan
perundang-undangan konseptual dan sosiologis. Simpulannya adalah pembagian warisan
dalam adat bali dibedakan antara laki-laki dan perempuan sedangkan dalam KUHPerdata
tidak ada pembedaan. Akibat hukum dalam adat bali bagi seorang perempuan tidak berhak
mewarisi harta warisan orang tuanya sedangkan KUHPerdata perempuan patut mewaris dari
harta warisan orang tuanya sama seperti laki-laki. Saran yang diberikan yaitu sebaiknya
dalam adat bali tidak ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan

Kata kunci: Warisan, Hukum Adat, KUHPerdata

COMPARATIVE LAW ON THE DIVISION OF THE INHERITANCE FOR
WOMEN UNDER CUSTOMARY LAW AND THE CIVIL CODE BALI
( Study In Banjar Krama Karya Bakti Gondawari Narmada)

ABSTRACT
This research aims to determine factors and the influence of patrinineal kinship
system in the division of inheritance for women under customary law of bali and the Civil
Code. This research is the socio-juridicial research with use legislation approach, conseptual

and sociological. The conclusion is customary inheritance in bali differentiated between men
and women whereas there is no distinction in the Civil Code. as a result of customary law of
bali for a woman is not entitled to inherit his parents inheritance while the Civil Code women
should inherit from the estate of his parents as men. Advice given is preferably in balines no
distincion between men and women

Key word:Inheritance, Customary Law, Civil Code

i

I.

PENDAHULUAN

Pada hakekatnya kehidupan manusia merupakan suatu kehidupan
bersama dalam masyarakat, yang dimana menurut Aristoteles adalah Zoon
Politicon, yaitu mahkluk sosial yang suka hidup bergolongan atau sedikitnya
mencari teman untuk hidup bersama daripada hidup sendiri.1
Pengertian Perkawinan tercantum dalam pasal 1 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menyebutkan bahwa :

“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang
wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
Adapun salah satu tujuan dari perkawinan tersebut adalah untuk
memperoleh anak untuk meneruskan keterununa sebagai anak yang sah yang
nantinya akan berujung pada permasalahan pewarisan terhadap harta
peninggalan dari orang tuanya
Wujud harta warisan menurut hukum Adat Bali dapat dibagi menjadi 4
(empat kelompok), yang diuraikan sebagai berikut : 1.Harta Pusaka, 2 Harta
bawaan atau tatadan ,3.Harta Perkawinan atau drue gabro, 4.Hak yang
didapat dari masyarakat
Dan pasal 852 ayat (1) KUH Perdata menyebutkan :

1

Soerojo Wignjodipoero, Pengantar Ilmu Hukum, Gunung Agung, Jakarta, 1982, hal.9.

ii

“anak-anak atau sekalian keturunan mereka, biar dilahirkan dari lainlain perkawinan sekali pun, mewaris dari kedua orang tua, kakek,

nenek, atau semua keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam garis
lurus keatas, dengan tiada perbedaan antara laki-laki atau
perempuan dan tiada perbedaan berdasarkan kelahiran lebih dulu.”
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan oleh penulis diatas
maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana
perbedaan kedudukan anak laki-laki dan anak perempuan apabila dilihat dari
perspektif Hukum adat Bali dan menurut KUH Perdata, dan 2. Bagaimana
pengaruh sistem kekeluargaan patrilineal dalam sistem pembagian waris adat
Bali ditinjau dari kedua aspek tersebut, yaitu menurut hukum Adat Bali dan
Menurut KUH Perdata.
Penelitian ini bertujuan: 1. Mengetahui dan memahami penyebab
perbedaan kedudukan anak laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari
Hukum adat Bali dan menurut KUH Perdata,serta 2. Mengetahui dan
memahami pengaruh sistem kekeluargaan patrilineal dalam sistem kewarisan
adat Bali menurut hukum Adat Bali dan Menurut KUH Perdata. Adapun
manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Akademik,memberikan karya
nyata dan pengalaman ilmu serta sekaligus pengetahuan sebagai pertanggung
jawaban dalam mengembangkan ilmu pengetahuan hukum dengan cara
mempelajari dan mengamati maslah hak dan kewajiban serta kedudukan anak
perempuan menurut hukum Adat Bali (khususnya bagi umat Hindu) dan

dalam KUHPerdata, dan 2. Manfaat Praktis,memberikan masukan informasi,
dan memberikan konsep pemikiran terhadap masyarakat (khususnya
masyarakat yang beragama Hindu), bangsa dan Negara, sehingga melalui

iii

tulisan ini diharapkan memberikan masukan kepada pemerintah atau badan
legislatif dalam membentuk hukum waris yang bersifat nasional yang
memperhatikan bagian waris dari anak perempuan.
Jenis Penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian Normatif 2,
dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach),
konsep (Conseptual Approach), Sosiologis (sociolegal)3. Penelitian ini
menggunakan Bahan Hukum Primer yaitu sejumlah keterangan atau faktafakta yang diperoleh dari tempat dimana penelitian hukum dilakukan yaitu
dari wawancara dengan informan, dan Bahan Hukum Sekunder yaitu data
yang diperoleh dari kepustakaan, perundang–undangan dan dokumen-dokumen
lainnya, seperti bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tersier. Teknik Pengumpulan Data dan Pengolahan Data dalam penelitian ini

dilakukan dengan mengumpulkan, mengkaji, dan mengolah data lapangan
yang diperoleh dari wawancara dengan informan maupun responden, dan

mengkaji peraturan perundang-undangan khususnya menyangkut Hukum
Waris. Analisis Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan
metode pendekatan kualitatif, yaitu suatu pembahasan yang dilakukan dengan
cara memadukan antara penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan.

2

Ronny Handitijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurumetri, Ghalia
Indonesia, Jakarta, Cetakan kelima, 1994, Hlm. 34.
3
Hilangnya hak waris anak kandung dalam pembagian warisan menurut hukum adat bali
dan KUHPerdata, I Komang Sugiantara, universitas mataram, mataram, 2014,hal.21

iv

II. HASIL DAN PEMBAHASAN
Menurut Hukum Adat Bali
Kedudukan anak laki-laki dan perempuan
1. Sistem kekeluargaan pada masyarakat bali. Adapun
masyarakat adat bali pada umumnya menganut sistem

kekeluargaan patrilineal, keturunan dari pihak bapak (saking
purusa). Di Bali keterunan dari satu pihak yaitu bapak yang
pada umumnya disebutkan dengan istilah : tungga sanggah,
tunggal kawitan, tunggal dadiya dan lain sebagainya. Artinya
mempunyai ketunggalan (satu) bapak leluhur. Sering pula hal
ini disebut dengan istilah ketunggalan silsilah.42. Kedudukan
anak pada masyarakat Bali. Kedudukan anak pada sistem
kewarisan Adat Bali dapat dibedakan dalam beberapa
golongan, seperti :a. Kedudukan anak terhadap Orang Tua, b.
Kedudukan anak terhadap golongan sanak saudara, c.
Kedudukan Anak Laki-Laki, d. Kedudukan anak perempuan..5
Pengaruh sistem kekeluargaan patrilineal dalam sistem pembagian
waris adat Bali
Ikatan kekeluargaan sebagai dasar hukum waris Adat

4

Tjokorda Ngurah Majun Samira, Manusia Hindu dari Kandungan Sampai
Perkawinan,yayasan dharma narada,denpasar,1977,hal. 58
5

http://www.kompasiana.com/mertamupu.co.id/pembagian-warisan-yang-sama-bukansebuah-keadilan_5517fb8d813311ae689de762

v

Sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, bahwa segala
sesuatu yang bertalian dengan pewarisan erat sekali hubungannya
dengan sifat kekeluargaan yang dianut, dan dalam hal ini di Bali
maupun di Lombok masyarakat adat Bali yang memeluk agama
Hindu menganut sistem kekeluargaan patrilineal.
Sistem kewarisan yang dianut oleh masyarakat adat Bali
yaitu sistem kewarisan mayorat laki-laki diman ayang menjadi ahli
waris hanya anak laki-laki.
Kedudukan anak perempuan dalam sistem waris adat bali
Dalam sistem waris adat Bali anak perempuan tidak
diperhitungkan sebagai ahli waris, akan tetapi ia diberikan bagian 2
: 1, 1 bagian untuk anak laki-laki dan 1 bagian untuk anak
perempuan bukan sebagai warisan tetapi hak nya untuk menikmati
harta orangtuanya selama ia belum kawin dan ketika ia kawin ia
tidak memiliki hak lagi terhadap harta warisan orangtuanya karena
ia akan masuk kedalam keluarga suaminya dan swadharma

(kewajiban) terhadap orangtuanya terputus.
Faktor – faktor penyebab perbedaan kedudukan anak laki-laki dan
perempuan dalam hukum waris adat Bali
Penyebab

perbedaan

kedudukan

anak

laki-laki

dan

perempuan dapat dilihat dari 2 aspek yaitu hak dan kewajibannya.
Perbedaan tersebut dijelaskan sebagai berikut:

vi


Hak dan kewajiban anak laki-laki: 1). Kewajiban terhadap
Desa Adat, 2). Kewajiban menjaga kelangsungan ibadah pura,
pemerajan yang bersifat dewa yadnya, 3). Kewajiban melakukan
manusia yadnya dan pitra yadnya terhadap anggota keluarga, orang
tua maupun saudari perempuannya yang janda atau gadis, 4).
Kewajiban melanjutkan keturunan dengan memiliki anak kandung
atau anak angkat, 5). Mewarisi harta kekayaan keluarga sebaliknya
juga semua hutang piutang, 6). Memelihara hidup anggota keluarga
termasuk saudari-saudari yang menjadi tanggung jawabnya.
Dari 6 angka di atas ternyata 5 merupakan kewajiban dan
hanya satu hak mewaris harta kekayaan. Maka dapat
disimpulkan kewajiban dan tanggung jawab keturunan laki-laki
begitu berat.
Hak dan kewajiban anak perempuan
Seorang Perempuan Hindu berhak menikmati harta warisan
orang tuanya sebelum ia keluar meninggalkan keluarga
(kawin), tetapi setelah kawin seorang perempuan Hindu yang
kawin juga mendapat “bekel” atau harta bawaan.6
Anak perempuan hanya mempunyai hak waris terbatas
dalam arti hanya pada warisan orang tuanya. Anak perempuan
mempunyai hak terbatas dengan syarat :71). Selama ia tetap

6
7

Hasil wawancara dengan Ida Made Santhi Adnya, SH. Pada hari Rabu 3 Februari 2016
Hasil wawancara dengan Ida Gede Pedande Keniten. Pada hari Rabu 3 Februari 2016

vii

tinggal dirumah asalnya (tidak kawin), 2). Tidak boleh
melakukan tindakan yang dianggap sebagai tindakan pemilikan
terhadap bagiannya dalam warisan itu
Dengan demikian, hak atas bagian harta warisan dari
seseorang perempuan hanya hak untuk menikmati semata.
Secara konkret penerapan hak-hak anak perempuan dalam
mewaris, dapat diketahui dari beberapa putusan pengadila
dibawah ini :a). Putusan Pengadilan Negeri Klungkung No.
37.Pdt.G/1981/PN. Tertanggal 7 Juni 1982 mendalilkan deha
tua adalah ahli waris bersama anak-anaknya. b). Putusan
Mahkamah Agung No. 459K/Sip/1982, tertanggal 15 Agustus
1983 mendalilkan anak perempuan ahli waris almarhum
ayahnya. c). Putusan Pengadilan Negeri Singaraja No.
30/Pdt.G/1992/PN.Sgr,

tertanggal

9

Desember

1993

mendalilkan bahwa anak perempuan yang merupakan satusatunya anak, menutup hak waris dari ahli waris lainnya.
Putusan tersebut dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Denpasar
dalam putusan No. 122/Pdt/1994/PT.Dps, tertanggal 15
Desember 1994. d). Putusan Pengadilan Negeri Negara no.
4/Pdt/1987/PN.Ngr, tertanggal 21 Maret 1987 mendalilkan
bahwa anak perempuan yang telah kawin keluar tidak
mempunyai hak waris lagi, walaupun ia telah pulang
kerumahnya dan melahirkan anak dirumah asalnya. e). Putusan

viii

Pengadilan

Negeri

Singaraja

No.

10/Pdt/1993/PN.Sgr,

tertanggal 17 Mei 1993, mendalilkan bahwa anak perempuan
yang telah kawin keluar kemudian cerai dan mulih deha serta
diterima baik-baik oleh keluarganya, maka ia memperoleh
kembali hak warisnya semula seperti sebelum ia kawin.8
Walaupun beberapa putusan pengadilan tersebut diatas
didalilkan bahwa anak perempuan sebagai ahli waris, namun
yang dimaksud ahli waris dalam beberapa putusan tersebut
bukanlah ahli waris mutlak seperti anak laki-laki. Hak waris
yang dimaksudkan itu tetap dalam pengertiannya yang terbatas
dan bersyarat.
Dalam penelitian yang dilakukan penulis di Banjar Krama
Karya Bakti Gondawari kecamatan Narmada Lombok BaratNTB dimana dalam keluarga bapak I Made Sudartha,SE yang
memiliki pekerjaan sebagai Wiraswasta memilik 1 anak lakilaki dan 2 orang anak perempuan, terhadap harta guna karya
dikemukakan sebagai berikut :
“terhadap harta warisan (harta pusaka) baik yang berwujud
materiil maupun immateril anak perempuan saya tidak
memiliki hak untuk mewaris dimana nantinya hak untuk

8

Kedudukan anak perempuan dalam sistem waris adat bali, Ida Ayu Wayan Meryawira,universitas
mataram, mataram ,2012 , hal.67

ix

mewaris akan jatuh pada anak laki-laki saya jika kelak saya
meninggal dunia.9
Menurut keterangan Ir. I Wayan Ana Putra, sebagai
responden yang menjadi anak sulung dari 2 (dua) bersaudara yang
hanya memiliki 1(satu) adik perempuan memberikan bagian
kepada adiknya sepetak sawah dengan luas 50 are.10
Menurut keterangan I Wayan Pura, sebagai responden yang
menjadi anak sulung dari 7 bersaudara, ia memiliki 3 orang adik
laki-laki dan 3 orang adik perempuan. Adik laki-lakinya mendapat
bagian yaitu 100 are tanah 3 orang adik perempuannya 5 are
tanah.11
Menurut keterangan Ni wayan Prapti selaku adik dari I
Wayan Pura, ia mendapat bagian tanah sebanyak 5 are dan ia
diberikan setelah kawin. Tapi pada saat saya kawin, saya diberikan
perhiasan oleh orang tua saya sebagai hadiah perkawinan.12
Dibenarkan oleh Ida Made Santhi Adnya, SH selaku Ketua
PHDI Kota Mataram terhadap harta guna kaya anak perempuan
dapat dijadikan ahli waris walaupun tidak sebanding dengan yang
didapat oleh anak laki-laki. Selain itu jenis harta yang merupakan

9

Hasil wawancara dengan I Made Sudartha, SE hari Senin 25 Januari 2016
Hasil wawancara dengan Ir. I Wayan Ana Putra hari Senin 25 Januari 2016
11
Hasil wawancara dengan I Wayan Pura hari Senin 25 Januari 2016
12
Hasil wawancara dengan, Ni Wayan Prapti hari Senin 25 Januari 2016
10

x

hak yang bisa di dapatkan oleh anak perempuan yaitu harta
tatadan/bekel13
Menurut KUH Perdata
Kedudukan anak laki-laki dan perempuan
Kedudukan anak dalam pewarisan menurut KUH Perdata
Pewarisan terjadi jika dipenuhi beberapa unsur sebagai berikut
:14 a. Ada seorang yang meninggal dunia, b. Ada seorang yang
masih hidup sebagai ahli waris yang akan memperoleh warisan
pada saat meninggal dunia, c. Ada sejumlah harta kekayaan yang
ditinggalkan
Dalam hukum waris menurut B.W berlaku suatu asas bahwa
“apabila seseorang meninggal dunia, maka seketika itu juga segala
hak dan kewajibannya beralih kepada sekalian ahli warisnya”.

Pengaruh sistem kekeluargaan patrilineal dalam sistem pembagian
waris

Bagian anak dalam pewarisan barat (KUH Perdata)
Jauh dekatnya hubungan darah dapat dikelompokan menjadi
empat golongan, yaitu :15 a. Ahli waris golongan I,Termasuk dalam
ahli
13

waris

golongan

I

yaitu,

anak-anak

pewaris

berikut

Hasil wawancara dengan Ida Made Santhi Adnya, SH. Pada hari Selasa 26 Januari 2016
Sjarif dan Elmiyah, Hukum Kewarisan Perdata Barat, kencana renada media group,
jakarta, 2005, hal.19
15
Sjarif dan Nurul Elmiyah. Op. Cit. Hlm. 58
14

xi

keturunannya dalam garis lurus kebawah dan janda/duda.16 b. Ahli
waris golongan II, Termasuk dalam ahi waris golongan II yaitu,
ayah, ibu, dan saudara-saudara pewaris.c. Ahli waris golongan III,
Termasuk dalam ahli waris golongan III yaitu, kakek, nenek, dari
garis ayah maupun ibu.d. Ahli waris golongan IV, Termasuk dalam
ahli waris golongan IV yaitu, sanak saudara dari ayah maupun ibu,
sampai derajat/keturunan ke enam.
Dalam pasal 852 ayat (1) KUH Perdata disebutkan:
anak-anak atau sekalian keturunan mereka, biar
dilahirkan dari lain-lain perkawinan sekali pun,
mewaris dari kedua orang tua, kakek, nenek, atau
semua keluarga sedarah mereka selanjutnya dalam
garis lurus keatas, dengan tiada perbedaan antara
laki-laki atau perempuan dan tiada perbedaan
berdasarkan kelahiran lebih dulu.
Maka dengan adanya ketentuan pasal tersebut kedudukan anak
dalam pembagian warisan adalah sejajar atau sama.
Terbukanya warisan dan proses pewarisan
KUH Perdata, di dalam pasal 830 menyebutkan bahwa
pewarisan hanya terjadi karena kematian. Dilihat dari pasal tersebut
mengandung makna bahwa suatu pewarisan hanya dapat terjadi
karena adanya kematian, yaitu meninggalnya pewaris.
Meninggalnya pewaris dalam hal ini dapat dibedakan
menjadi 2 yaitu :a. Meninggalnya pewaris diketahui secara
16

Anisitus Amanat, Membagi warisan berdasarkan pasal-pasal hukum perdata BW, jakarta,
raja grafindo, 2003, hal.36.

xii

sungguh-sungguh (mati hakiki), yaitu dapat dibuktikan dengan
panca indraserta ilmu pengetahuan (kedokteran) bahwa ia benarbenar telah meninggal.b. Meninggal demi hukum, dinyatakan oleh
pengadilan yaitu tidak diketahui secara sungguh-sungguh menurut
kenyataan yang dapat dibuktikan bahwa ia sudah mati.
Proses pewarisan merupakan suatu cara beralihnya harta
warisan pewaris kepada ahli waris. Cara peralihan ini dibedakan
menjadi 2 yaitu : 1). Pewarisan secara ab intestato menurut
undang-undang, 2). Testamenair karena wasiat17
Harta warisan menurut KUH Perdata
Harta warisan merupakan harta yang akan dibagikan
kepada ahli waris setelah terbukanya warisan tersebut.
KUH Perdata mengenal dua macam harta, yaitu harta
asal(bawaan) dan harta bersama.18

17

Ismuha. Penggantian tempat dalam hokum waris menurut KUH perdata , hukum adat dan
hukum islam. Jakarta, bulan bintang. 1978, hal. 73
18
Studi komparatif sistem pewarisan menurut hukum adat jawa dan kuh perdata,Hendra Johan Ade
Irawan, unuversitas mataram,mataram,2012,hlm.67

xiii

III. PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam pembahsan dan dari hasil
penelitian yang dilakukan penyusun, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa : 1. Kedudukan anak perempuan dalam sistem waris adat Bali
adalah anak perempuan tidak mempunyai hak sebagai ahli waris terhadap
harta warisan orang tuanya sesuai dengan sistem kekeluargaan yang dianut
oleh masyarakat adat Bali, dimana yang menjadi ahli waris adalah
keturunan laki-laki (purusa), anak angkat dan anak perempuan yang
ditetapkan sebagai laki-laki (sentana rajeng). Anak perempuan hanya
berhak untuk menikmati harta warisan orang tuanya selama ia belum
kawin, bagian dari harta yang menjadi hak anak perempuan adalah yang
disebut dengan tatadan/bekel.Dalam perkembangannya melalui kepitusan
MUDP Bali memposisikan anak perempuan sebagai ahli waris terhadap
harta guna kaya orang tuanya berdasarkan asas ategen asuun yang berarti
perbandingan atas hak yang diteriman anak perempuan setengah dari
bagian anak laki-laki, setelah dikurangi sepertiga untuk dowe tengah (harta
bersama).2. Pengaruh sistem kekeluargaan patrilineal terhadap kedudukan
anak perempuan dalam sistem waris adat Bali adalah anak perempuan bisa
mendapatkan bagian dalam warisan tetapi jika saudara ataupun orang tua
menghendaki untuk diberikan, dan besarnya bagian yang diperoleh tidak
ditetapkan perbandingannya. Tergantung besarnya bagian yang disepakati
oleh orang tua maupun saudara-saudara laki-lakinya.3. Dalam pembagian

xiv

warisan adat Bali dibedakan anatara bagian anak laki-laki dengan
perempuan sedangkan dalam KUH Perdata tidak dibedakan antara lakilaki dan perempuan dalam pembagian warisannya.

SARAN
Dari kesimpulan diatas maka penyusun menyampaikan saran sebagai
berikut :1. Dalam pewarisan adat Bali tidak dibedakan antara laki-laki
maupun perempuan dalam pembagian warisannya.2. Hak-hak perempuan
sudah selayaknya diperhatikan, khususnya dalam perkembangan hukum
adat waris Bali dimana sesuai dengan besarnya peranan perempuan dalam
berbagai aspek kehidupan, hak perempuan diberikan secara proporsiaonal
untuk terwujudnya suatu keadilan terutama dalam hal gender.3. Untuk
masyarakat diharapkan memberikan respon-respon yang positif terhadap
setiap perubahan yang ada, sehingga mampu menyesuaikan diri dengan
perkembangan jaman.

xv

DAFTAR PUSTAKA
Buku, Karya Ilmiah
Ade Irawan, Hendra Johan,2012, Studi komparatif sistem pewarisan menurut
hukum adat jawa dan kuh perdata,mataram, unuversitas mataram.
Amanat Anisitus, 2003, Membagi warisan berdasarkan pasal-pasal hukum
perdata BW, raja grafindo , jakarta,
Elmiyah, Sjarif, 2005. Hukum Kewarisan Perdata Barat, Jakarta, Kencana
Renada Media Group
Ismuha. 1978, Penggantian tempat dalam hukum waris menurut KUH perdata
, hukum adat dan hukum islam. bulan bintang , Jakarta, 1978,
Ronny Handitijo Soemitro, 1994. Metodelogi Penelitian Hukum dan
Jurumetri, Jakarta, Ghalia Indonesia.
Wignjodipoero, Soerojo, 1982. Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta ,Gunung
Agung.

Peraturan Perundang – undangan
Undang-Undang tentang Perkawinan UU No. 1 Tahun 1974.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, 2008, Rhedbook Publisher.
Lembaran Negara. No 556 Tahun 1924.
Pesamuhan Agung, Keputusan Majelis Utama Desa Pakraman Bali tentang
Hasil Pesamuhan Agung III Majelis Utama Desa Pakraman Bali (MUDP)
Bali No. 01/KEP/PSM-3/MDP Bali/X/2010.

Internet
http://www.kompasiana.com/mertamupu.co.id/pe,bagian-warisan-yang-samabukan-sebuah-keadilan_5517fb8d813311ae689de762