ANALISIS KESYARIAHAN PENERAPAN PEMBIAYAA docx

1
ANALISIS KESYARIAHAN PENERAPAN PEMBIAYAAN PADA MICRO
ENTERPRISE ISLAMIC BANK OF BRAWIJAYA SEBAGAI RINTISAN
LABORATORIUM AKUNTANSI SYARIAH
ARTIKEL ILMIAH
Disusun untuk memenuhi Ujian Tengah Semester Take Home Mata Kuliah Manajemen
Keuangan Syariah

Disusun oleh :
Siti Nur Fatimah

135020301111021

JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
ANALISIS KESYARIAHAN PENERAPAN PEMBIAYAAN PADA MICRO ENTERPRISE
ISLAMIC BANK OF BRAWIJAYA SEBAGAI RINTISAN LABORATORIUM AKUNTANSI
SYARIAH


2

Siti Nur Fatimah
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
Jalan MT. Haryono 165 Malang
Email: sitinurfatimah31@gmail.com
Abstrak
Mahasiswa jurusan Akuntansi khususnya konsentrasi Syariah dituntut untuk memahami
teori yang terdapat dalam beberapa mata kuliah yang menjelaskan tentang prinsip syariah.
Selain itu, mahasiswa juga harus mengetahui penerapan prinsip syariah yang terjadi di
lapangan. Kondisi di lapangan yang tidak sesuai dengan teori yang diketahui oleh
mahasiswa, membuat mahasiswa bingung dan pesimis, sehingga mereka menganggap
bahwa tidak ada emiten syariah yang benar-benar menerapkan prinsip syariah. Di lain pihak,
terdapat Micro Enterprise Islamic Bank of Brawijaya (MIBB) sebagai lembaga keuangan
mikro yang melayani jasa keuangan dalam hal pembiayaan. MIBB dibentuk dengan tujuan
untuk mewadahi dan mengaplikasikan teori dari beberapa mata kuliah dalam jurusan
Akuntansi khususnya konsentrasi Akuntansi Syariah. Namun, lembaga ini belum resmi
didirikan, sehingga dapat dikatakan bahwa MIBB masih dalam tahap menjadi rintisan

laboratorium. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan prinsip syariah pada
MIBB dan mengetahui adakah perbedaan antara praktik dan teori dalam pembiayaan yang
dilakukan oleh MIBB. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan
pendekatan kualitatif yang dilakukan dengan mendeskripsikan penerapan akad dalam
pembiayaan yang dilakukan oleh MIBB. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan
teknik pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka pada literatur yang terkait, serta
melalui wawancara dengan Ketua Islamic Finance and Accounting Studies (IFAS) dan
Manajer MIBB. Dalam pengoperasiannya, MIBB telah menerapkan akad dalam pembiyaan
sesuai dengan prinsip syariah.
Kata Kunci: Kesyariahan, Micro Enterprise Islamic Bank of Brawijaya, Pembiayaan
PENDAHULUAN
Akuntansi Syariah merupakan salah satu konsentrasi pada jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Pada konsentrasi ini, mahasiswa belajar tentang
prinsip-prinsip syariah dalam bidang ekonomi, baik dalam lingkup akuntansi maupun lingkup
manajemen. Terdapat empat mata kuliah yang membahas mengenai prinsip-prinsip syariah
tersebut, yaitu mata kuliah Ekonomi Islam, Fiqih Muamalah, Akuntansi dan Keuangan
Syariah, dan Manajemen Keuangan Syariah. Semua mata kuliah ini mengajarkan tentang
prinsip syariah secara ideal dalam bidang ekonomi. Namun, hal ini menimbulkan
kebingungan dalam pikiran mahasiswa, karena selain belajar prinsip syariah secara ideal,
mereka juga harus mengetahui kenyataan praktik ekonomi syariah di lapangan. Yang mana,

dalam praktiknya sebagian besar entitas syariah belum totalitas menerapkan prinsip syariah,
sehingga terdapat beberapa praktik yang tidak sesuai dengan prinsip syariah yang diajarkan.
Adapun prinsip syariah yang dimaksud adalah mengenai rukun, syarat, dan ketentuan lain
berdasarkan hukum Islam.
Salah satu bukti ketidaksesuaian prinsip syariah yang diterapkan oleh entitas syariah
yaitu mengenai pembagian hasil dari akad Mudharabah yang dilakukan oleh Bank Syariah.
Sebagaimana diketahui, bahwa akad Mudharabah merupakan akad kerja sama usaha antara

3
dua pihak yaitu pemilik dana (shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib). Penyedia
dana sebagai pihak yang menyediakan seluruh dana, sedangkan pengelola dana bertugas
untuk mengelola dana (Nurhayati dan Wasilah, 2015). Berdasarkan Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) 105, keuntungan dari hasil usaha yang dilakukan oleh
mudharib akan dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan awal, sedangkan kerugian
finansial akan ditanggung oleh pemilik dana, kecuali jika kerugian tersebut diakibatkan oleh
kelalaian pengelola dana, maka kerugian akan ditanggung oleh pengelola dana.
Dalam Islam, konsep ini disebut dengan konsep Profit and Loss Sharing, dimana
keuntungan dan kerugian dari hasil usaha ditanggung oleh semua pihak yang bekerja sama
(Karim, 2003: 195). Dengan demikian, karena kerugian dibagi berdasarkan proporsi modal
dan karena proporsi modal shahibul maal dalam hal ini adalah 100%, maka kerugian finansial

ditanggung 100% oleh shahibul maal. Begitu juga dengan mudharib, karena proporsi modal
mudharib dalam kontrak ini adalah 0%, maka ketika terjadi kerugian, mudharib akan
menanggung kerugian finansial 0% (Karim, 2003: 182). Pada dasarnya, kedua pihak samasama menanggung kerugian, namun bentuk kerugian yang ditanggung oleh keduanya
berbeda sesuai dengan obyek mudharabah yang dikontribusikannya. Shahibul maal akan
menangggug risiko kehilangan uang hasil dari usaha, karena ia mengkontribusikan modal,
sedangkan mudharib akan menanggung risiko kehilangan gaji atas kerja yang dilakukan,
karena ia mengkontribusikan tenaga. Sehingga, jika mudharib diharuskan juga memikul
kerugian finansial, maka artinya ia memikul dua jenis kerugian, yaitu kerugian karena ia tidak
menerima uang dan kerugian karena kehilangan pekerjaan. Hal ini dilarang dalam Islam,
karena mengandung ketidakadilan.
Untuk mencegah terjadinya kerugian ini, maka Bank Syariah di Indonesia menerapkan
konsep Net Revenue Sharing, yaitu konsep yang menerapkan bagi hasil berdasarkan laba
kotor dari usaha. Jadi, biaya operasional seperti pajak dan beban operasional lainnya
dibebankan kepada mudharib. Hal ini tentu sangat merugikan bagi mudharib, karena dia
harus menanggung biaya operasional yang seharusnya ditanggung oleh shahibul maal. Hal
inilah yang ingin dihapuskan oleh Islam, namun justru dilakukan oleh Bank Syariah di
Indonesia. Jadi, dapat diketahui bahwa Bank Syariah belum totalitas menerapkan prinsip
syariah, dan hal inilah yang menjadi salah satu penyebab kebingungan mahasiswa dalam
mempelajari teori yang ada, kemudian membandingkan dengan praktik yang terjadi di
lapangan. Hal ini juga menimbulkan sikap pesimistis dalam diri mahasiswa, mereka

menganggap bahwa tidak ada entitas syariah yang murni syariah, sehingga mereka berpikir
dua kali untuk menggunakan jasa keuangan syariah.
Pada lain pihak, terdapat sebuah lembaga keuangan mikro di Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Brawijaya, yaitu Micro Enterprise Islamic Bank of Brawijaya (selanjutnya
disebut MIBB pada tulisan ini). MIBB merupakan sebuah lembaga yang berada di bawah
kendali Islamic Finance and Accounting Studies (IFAS) yang melayani jasa keuangan bagi
mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. MIBB menyediakan produk
pembiayaan, baik pembiayaan konsumtif maupun pembiayaan produktif dengan menerapkan
prinsip syariah dalam pengoperasiannya. Lembaga ini belum resmi didirikan, namun telah
melayani beberapa pembiayaan dengan mahasiswa. Secara khusus, lembaga ini bertujuan
untuk memfasilitasi praktik yang terdapat dalam beberapa mata kuliah Akuntansi Syariah,
sehingga dapat dikatakan bahwa MIBB merupakan rintisan laboratorium untuk jurusan
Akuntansi Syariah.
Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk menganalis apakah MIBB
benar-benar telah menerapkan prinsip syariah dalam pengoperasiannya. Penelitian ini
khususnya menjadi menarik, karena lembaga ini didirikan sendiri oleh beberapa dosen
Akuntansi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya yang seyogyanya
benar-benar menerapkan teori yang selama ini telah diajarkan. Oleh karena itu, penulis

4

memberikan judul penelitian yaitu “Analisis Kesyariahan Penerapan Pembiayaan pada Micro
Enterprise Islamic Bank of Brawijaya Sebagai Rintisan Laboratorium Akuntansi Syariah”.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, yaitu dengan
mendeskripsikan dan menganalisis penerapan prinsip syariah pada pembiayaan yang
dilakukan oleh MIBB. Adapun jenis data yang digunakan adalah data primer, yaitu data yang
diperoleh langsung di lapangan. Penulis memperoleh data primer melalui wawancara dengan
Ketua Islamic Finance and Accounting Studies (IFAS), yaitu Pak Achmad Zaky dan Farisan
Noviandri selaku Manajer Micro Enterprise Islamic Bank of Brawijaya (MIBB). Selain itu,
penulis juga mengumpulkan data melalui studi pustaka pada literatur yang berkaitan dengan
penelitian.
Terdapat dua tahap dalam pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis, yaitu tahap
persiapan dan tahap pelaksanaan. Pada tahap persiapan hal yang dilakukan adalah
menentukan dan merumuskan tujuan penelitian terhadap MIBB secara baik, menentukan
metode yang akan digunakan, menentukan teknik pengumpulan data yaitu dengan teknik
wawancara dan studi pustaka, menyusun pedoman daftar pertanyaan yang digunakan dalam
wawancara. Pada tahap pelaksanaan, kegiatan yang dilakukan adalah pengumpulan data
melalui wawancara dan studi pustaka sebelum data dibawa dan diolah.
Adapun analisis data kualitatif yang dilakukan oleh penulis dimulai ketika proses
pengumpulan data, yakni dengan cara memilah data yang penting dan tidak penting. Ukuran

penting dan tidaknya mengacu pada kontribusi data tersebut pada upaya menjawab fokus
penelitian. Langkah terakhir dalam penelitian kualitatif adalah mengambil kesimpulan secara
induktif, yakni berdasarkan informasi atau data yang diperoleh dari berbagai sumber yang
bersifat khusus dan individual, kemudian diambil kesimpulan yang bersifat umum atau
general (Salim dan Syahrum, 2010). Dalam hal ini, penulis mengambil kesimpulan tentang
penerapan prinsip syariah pada MIBB.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Micro Enterprise Islamic Bank of Brawijaya (MIBB) merupakan sebuah lembaga
keuangan mikro yang dibentuk pada tahun 2013 oleh beberapa dosen Akuntansi Syariah,
yaitu Achmad Zaky dan Ubaidillah. MIBB bertempat di Gedung Pasca Sarjana Lantai 6
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya. Lembaga ini dibentuk dengan tujuan
untuk mewadahi dan mengaplikasikan teori dari beberapa mata kuliah dalam jurusan
Akuntansi khususnya konsentrasi Akuntansi Syariah. Namun, lembaga ini belum resmi
didirikan, sehingga dapat dikatakan bahwa MIBB masih dalam tahap menjadi rintisan
laboratorium. Sebagai lembaga keuangan mikro, MIBB menyediakan jasa pembiayaan bagi
mahasiswa yang membutuhkan dana.
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No.
06/per/M.KUKM/I/2007 tentang Petunjuk Teknis Program Pembiayaan Produktif Koperasi dan
Usaha Mikro Pola Syariah (Pasal 1), bahwa pembiayaan adalah
kegiatan penyediaan dana untuk investasi atau kerjasama permodalan antara

koperasi dengan anggota, calon anggota, koperasi lain dan atau anggotanya yang
mewajibkan penerimaan pembiayaan itu untuk melinasi pokok pembiayaan yang
diterima kepada pihak koperasi sesuai akad dengan pembayaran sejumlah bagian
hasil dari pendapatan atau laba dari kegiatan yang dibiayai atau penggunaan dana
pembiayaan tersebut.
Adapun menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang
Perbankan Syariah (Pasal 1), pembiayaan merupakan penyediaan dana atau tagihan yang

5
berupa transaksi bagi hasil (musyarakah dan mudharabah), transaksi sewa menyewa
(ijarah), transaksi jual beli kredit (murabahah, salam, istishna’) transaksi utang piutang
(qardh). Jika merujuk pada pengertian pembiayaan di atas, maka pembiayaan yang dapat
dideskripsikan dalam MIBB merupakan penyediaan dana dari MIBB kepada mahasiswa yang
membutuhkan dana, baik untuk kegiatan konsumtif maupun produktif dengan menerapkan
beberapa macam akad jual beli dan utang piutang.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan ketua MIBB, dana
dari pembiayaan yang dialokasikan bersumber dari dana hibah dan hasil dari Pelatihan
Akuntansi dan Keuangan Syariah yang dilakukan oleh Islamic Finance and Accounting
Studies (IFAS), sehingga MIBB tidak melayani jasa penghimpunan dana sebagaimana
lembaga keuangan lainnya. Adapun akad yang diterapkan dalam pembiayaan ini, antara lain:

(1) murabahah, (2) qardh, (3) mudharabah, dan (4) musyarakah. Untuk pembiayaan
konsumtif, MIBB menggunakan akad qardh dan murabahah. Berikut ini adalah penjelasan
dari masing-masing akad tersebut dan mekanisme pembiayaan dalam MIBB:
1) Akad Qardh
Pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005 Tentang Qardh, qardh diartikan
sebagai pinjam meminjam dana tanpa imbalan dengan kewajiban pihak peminjam
mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam waktu tertentu. Jadi,
akad qardh merupakan akad hutang piutang tanpa disertai tambahan pengembalian, yaitu
meminjamkan sesuatu kepada orang lain dengan kewajiban mengembalikan pokoknya
kepada pihak yang meminjami. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan ketua IFAS,
akad qardh dalam MIBB merupakan special item yang berbeda mekanismenya dengan akad
lain. Dalam mengaplikasikan akad ini, MIBB hanya memberikan pinjaman kepada mahasiswa
atau pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan MIBB dan mereka menerima pinjaman
ini dikarenakan adanya kejadian khusus, seperti kesulitan finansial. Dalam hal pengembalian
dana, MIBB tetap menerima pengembalian dana sebesar jumlah dana yang dipinjamkan
pada awal akad tanpa ada tambahan.
2)

Akad Murabahah
Akad murabahah adalah akad jual beli dengan menyebutkan harga perolehan barang

dan keuntungan (margin) yang disepakati antara penjual dan pembeli (Antonio, 2001) dalam
(Prabowo, 2009). Adapun landasan syariah dibolehkannya murabahah adalah QS. AnNisa’:29 dan QS. Al-Baqarah: 275 yang artinya sebagai berikut: “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali
ada transaksi di antaramu” (QS. An-Nisa ayat: 29). “... dan Allah menghalalkan jual-beli dan
mengharamkan riba” (QS. Al-Baqarah ayat: 275).
Menurut Saeed (2004), dalam jual beli murabahah yang disyaratkan adalah sebagai
berikut:
1. Pembeli mengetahui harga pokok atau harga asal, dan berapa besarnya keuntungan
atau margin. Mengetahui harga merupakan syarat sah jual beli.
2. Apa yang dijual adalah barang atau komoditas dan dibayar dengan uang.
3. Apa yang dijual harus ada dan dimiliki oleh si penjual dan si penjual harus mampu
menyerahkan barang itu kepada si pembeli.
4. Pembayarannya di tangguhkan.
Adapun rukun murabahah dalam perbankan (posisi bank disini dapat dianalogikan
sebagai MIBB) menurut Harun (2006: 349) adalah sama dengan fiqh dan dianalogikan dalam
praktik perbankan sebagai berikut:
1. Penjual (ba'i) dianalogikan sebagai bank.
2. Pembeli (musytari) dianalogikan sebagai nasabah.
3. Barang yang diperjualbelikan (mabi'), yaitu jenis pembiayaan seperti pembiayaan
investasi.


6
4.
5.

Harga (tsaman) dianalogikan sebagai pricing atau plafond pembiayaan.
Ijab Qabul dianalogikan sebagai akad atau perjanjian, yaitu pernyataan persetujuan
yang dituangkan dalam akad perjanjian.
Merujuk pada akad murabahah dalam MIBB, posisi penjual dalam hal ini adalah MIBB,
sedangkan pembeli adalah mahasiswa. Dalam pengaplikasiannya, MIBB menyebutkan harga
perolehan barang dan keuntungan yang didapatkan sesuai dengan kesepakatan dengan
mahasiswa. Misalnya, dalam jual beli barang elektronik seperti Tab yang dilakukan oleh MIBB
dengan mahasiswa bulan April 2015 lalu, MIBB menyebutkan harga perolehan dan
keuntungan yang diambil.
Sebelum melakukan akad, mahasiswa tersebut harus memberi tahu terlebih dahulu
kepada MIBB tentang spesifikasi Tab yang diinginkan. Kemudian, MIBB dan mahasiswa
melakukan research pasar tentang harga Tab tersebut. Setelah itu, MIBB membeli Tab di
Toko Elektronik dan menunjukkan nota pembelian Tab kepada mahasiswa. Setelah
mahasiswa mengetahui harga perolehan Tab, maka mahasiswa dan MIBB dapat melakukan
akad dan barang diserahkan kepada mahasiswa. Berdasarkan hasil wawancara penulis
dengan Farisan sebagai Manajer MIBB, margin yang diambil oleh MIBB adalah sebesar 10%.
Jika harga perolehan Tab sebesar Rp 2.000.000, dan keuntungan MIBB sebesar 10% atau
Rp 200.000, maka mahasiswa harus membayar sebesar Rp 2.200.000. Pembayaran
dilakukan secara angsuran dengan jangka waktu sesuai dengan kesepakatan antara
mahasiswa dengan MIBB. Pernyataan ini dituliskan dalam kertas perjanjian, sehingga kedua
belah pihak dapat memperoleh bukti transaksi.
Untuk pembiayaan produktif, MIBB menggunakan akad mudharabah dan musyarakah.
Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing akad tersebut dan mekanismenya dalam
MIBB:
1) Akad Mudharabah
Mudharabah merupakan akad kerja sama usaha antara dua pihak yaitu pemilik dana
(shahibul maal) dengan pengelola dana (mudharib). Penyedia dana sebagai pihak yang
menyediakan seluruh dana, sedangkan pengelola dana bertugas untuk mengelola dana
dengan keuntungan dibagi menurut kesepakatan dimuka, dan apabila rugi ditanggung oleh
pemilik modal sepanjang kerugian tersebut tidak disebabkan oleh kesalahan atau kelalaian
pengelola (Rivai, 2012) dalam (Permata, dkk, 2014). Adapun rukun mudharabah beserta
ketentuannya adalah sebagai berikut (Djamil, 2012) dalam (Basuki, 2013):
1. Pemodal dan pengelola modal, yaitu pihak yang memberikan dana atau modal.
a. Keduanya harus bertindak sebagai wakil dan kafil dari masing-masing pihak.
b. Keduanya harus mampu melakukan transaksi dan sah secara hukum.
c. Sighat dapat dilakukan secara eksplisit maupun implisit yang dapat menunjukkan
tujuan akad.
d. Akad dapat dilakukan secara lisan maupun tertulis.
2. Modal
a. Modal yang diserahkan harus jelas jumlah dan jenisnya.
b. Tunai dan tidak boleh hutang.
c. Pengelola dana harus menyerahkan modal kepada mudharib untuk melakukan
usaha.
3. Nisbah keuntungan
Nisbah adalah besaran yang digunakan untuk pembagian keuntungan. Pengelola dana
mendapatkan imbalan atas kerjanya, sedangkan pemilik dana mendapat imbalan atas
penyertaan modalnya. Syarat keuntungan adalah sebagai berikut:
a. Harus dibagikan kepada kedua belah pihak.

7
b. Pembagian keuntungan harus dibagikan berdasarkan persentase sesuai kesepakatan
pada awal akad.
c. Jika usaha mengalami kerugian, dan kerugian itu bukan akibat dari kelalaian atau
pelanggaran secara sengaja oleh pihak pengelola, maka kerugian ditanggung oleh
pemilik dana (Nurhayati dan Wasilah, 2015: 133).
Merujuk pada pengaplikasian mudharabah pada MIBB, MIBB bertindak sebagai shahibul
maal yang memberikan dana 100% kepada mahasiswa sebagai mudharib. Kemudian,
mahasiswa sebagai mudharib akan mengelola dana tersebut. Sebagian besar persentase
pembagian margin dalam pembiayaan produktif dalam MIBB adalah sebesar 90 : 10, 90%
untuk mahasiswa dan 10% untuk MIBB. Jika usaha yang dilakukan oleh mahasiswa
mengalami kerugian yang tidak disebabkan oleh kelalaian mahasiswa itu sendiri, maka
kerugian akan ditanggung sepenuhnya oleh MIBB, dan jika kerugian itu disebabkan oleh
kelalaian mahasiswa, maka kerugian akan ditangggung oleh mahasiswa. Contoh usaha yang
menggunakan akad mudharabah, anatara lain usaha peternakan bebek dan usaha minuman.
Adapun mekanisme dalam mengajukan pembiayaan mudharabah ke MIBB antara lain:
(1) mahasiswa harus membuat proposal tentang usaha yang akan dilakukan. Proposal ini
akan dikompetisikan dalam bentuk Business Plan Competition yang dimaksudkan untuk
melihat prospek usaha yang diajukan oleh mahasiswa, (2) MIBB akan memilih usaha yang
dianggap layak untuk dibiayai. Penilaian ini dapat dilihat dari performa usaha yang diajukan,
analisis SWOT, dan lain sebagainya untuk melihat keberlanjutan usaha, (3) MIBB akan
menganalisis dana yang diajukan oleh mahasiswa, dan memutuskan apakah akan mendanai
sebesar dana yang diajukan, atau memberikan dana yang lebih besar atau lebih kecil dari
dana yang diajukan (4) mahasiswa yang lolos kompetisi akan memperoleh dana sesuai
dengan keputusan MIBB, (5) mahasiswa menjalankan usaha.
Setelah didapatkan laba dari usaha, maka akan dilakukan pembagian hasil sesuai
dengan kesepakatan awal. Dalam pembagian hasil ini, MIBB menerapkan sistem Profit and
Loss Sharing, yakni pembagian hasil dari laba setelah dikurangi dengan beban operasional.
Untuk contoh di atas, usaha yang mendapatkan keuntungan adalah usaha peternakan
bebek. Sehingga, jika keuntungan yang diperoleh adalah sebesar Rp 1.000.000, maka
pembagian hasil untuk mahasiswa tersebut adalah sebesar Rp 900.000, dan Rp 100.000
untuk MIBB. Adapun usaha yang mengalami kerugian adalah usaha minuman. Kerugian ini
disebabkan karena faktor eksternal, yaitu bahan baku yang sulit diperoleh, sehingga
penjualan produk ini mengalami hambatan yang berakibat pada kerugian. Kerugian usaha ini
sepenuhnya ditanggung oleh MIBB, karena tidak disebabkan oleh kelalaian mahasiswa yang
berusaha.
2)

Akad Musyarakah
Akad musyarakah merupakan akad kerjasama yang terjadi di antara para pemilik modal
(mitra musyarakah) untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama
dalam suatu kemitraan, dengan nisbah pembagian hasil sesuai dengan kesepakatan,
sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal (Zaky,
2014: 77). Adapun ketentuan musyarakah dalam Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor
08/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Musyarakah, adalah sebaga berikut:
a. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak yang secara eksplisit
menunjukkan tujuan akad. Akad dituangkan secara tertulis dengan menggunakan caracara komunikasi modern.
b. Pihak-pihak yang berkontrak harus cakap hukum, harus menyediakan dana dan
pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil.
c. Setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsional atas dasar seluruh
keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan di awal yang ditetapkan bagi seorang
mitra.

8
d.

Keuntungan harus dibagi kepada kedua belah pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya
satu pihak saja.
e. Dalam hal jaminan, pada prinsipnya tidak ada jaminan. Namun, untuk menghindari
terjadinya penyimpangan, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dapat meminta jaminan.
f. Setiap mitra memiliki hak untuk mengelola aset musyarakah dalam proses bisnis normal.
Merujuk pada praktik yang dilakukan oleh MIBB, MIBB menggabungkan dana antara
pihak MIBB sendiri dengan pihak mahasiswa yang mengajukan pembiayaan. Jadi, dalam
akad musyarakah, mahasiswa telah memiliki sejumlah modal, namun tidak cukup jika
digunakan untuk usaha. Untuk menutupi kekurangan modal ini, mahasiswa dapat
mengajukan pembiayaan, yang mana mekanismenya sama persis dengan mekanisme
pengajuan pembiayaan pada akad mudharabah, yang membedakan hanya akadnya saja.
Dalam hal pembagian hasil, tergantung kesepakatan pada awal akad. Seperti yang telah
diuraikan oleh penulis di atas, bahwa sebagian besar pembiayaan di MIBB menetapkan
persentase pembagian keuntungan sebesar 90 : 10, 90% untuk mahasiswa dan 10% untuk
MIBB. Contoh usaha yang menggunakan akad musyarakah adalah usaha kaos atau
konveksi. Jadi, dalam usaha ini, terdapat mahasiswa bernama Fahmy yang memiliki modal
sebesar Rp 500.000. Untuk melakukan usahanya, ia mengajukan pembiayaan kepada MIBB.
Kemudian, MIBB sepakat untuk memberikan modal sebesar Rp 1.500.000. Usaha ini
ternyata memperoleh keuntungan, yang kemudian disalurkan kepada MIBB dan Fahmy
sebesar kesepakatan pada awal akad. Pembagian keuntungan ini juga menggunakan sistem
Profit and Loss Sharing. Jika keuntungan yang diperoleh adalah sebesar Rp 1.000.000,
maka Fahmy akan memperoleh bagi hasil sebesar Rp 900.000, sedangkan MIBB akan
memperoleh bagi hasil sebesar Rp 100.000. Adapun jika usaha ini mengalami kerugian,
maka kerugian akan ditanggung oleh MIBB dan Fahmy sebesar persentase modal yang
dikontribusikan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa akad yang diterapkan oleh MIBB
dalam pembiayaan telah sesuai dengan prinsip syariah. Hal ini dapat dilihat dari mekanisme
penerapan pembiayaan yang dilakukan oleh MIBB, antara lain: pertama, dalam akad qardh.
MIBB menerima pengembalian dana yang dipinjam oleh mahasiswa sesuai dengan besaran
dana awal yang dipinjam tanpa ada tambahan. Kedua, dalam akad murabahah, MIBB juga
menginformasikan kepada mahasiswa mengenai harga perolehan dan margin yang
disepakati antara MIBB dengan mahasiswa. Ketiga, dalam akad mudharabah. Dalam akad
ini, MIBB menerapkan sistem Profit and Loss Sharing dalam pembagian hasil. Selain itu,
MIBB juga bertanggungjawab atas kerugian usaha yang dilakukan oleh mahasiswa selama
kerugian tersebut tidak disebabkan oleh kesalahan mahasiswa itu sendiri. Keempat, dalam
akad musyarakah. Dalam akad ini, MIBB juga menerapkan sistem Profit and Loss Sharing
dalam pembagian hasil, yang mana pembagian keuntungan berdasarkan pada kesepakatan
persentase bagi hasil pada awal akad.
Jadi, mahasiswa Akuntansi Syariah tidak perlu bingung dan pesimis dalam memilih
lembaga keuangan yang benar-benar syariah, karena dosen Akuntansi Syariah telah
berusaha membentuk MIBB untuk menerapkan prinsip syariah. Meskipun MIBB masih dalam
tahap rintisan laboratorium Akuntansi Syariah, namun MIBB telah mampu menyediakan jasa
keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah, yang mana memang ditujukan bagi
mahasiswa untuk mengaplikasikan teori yang selama ini diperoleh melalui proses
perkuliahan khususnya pada konsentrasi Akuntansi Syariah. Melalui MIBB, mahasiswa tidak
hanya dapat memenuhi kebutuhannya dalam hal pembiayaan, tetapi mahasiswa juga dapat
mengaplikasikan teori yang selama ini didapatkan, sehingga ilmu yang diperoleh benar-benar
bermanfaat.
Dalam jangka panjang, MIBB berharap dapat menjadi sebuah koperasi di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, agar semua mahasiswa baik mahasiswa
Akuntansi Syariah maupun non Akuntansi Syariah dapat menggunakan fasilitas yang

9
diberikan oleh MIBB. Oleh karena itu, MIBB harus lebih meningkatkan sosialisasinya kepada
mahasiswa Akuntansi Syariah, dan jika dimungkinkan MIBB juga dapat dijadikan sebagai
media pembelajaran atau laboratorium bagi mahasiswa Akuntansi Syariah. Adanya MIBB
juga merupakan kesempatan bagi mahasiswa untuk menerapkan prinsip syariah. Oleh
karena itu, mahasiswa juga harus aktif untuk menerapkan prinsip syariah yang telah
didapatkan. Sebagaimana hadist yang diriwayatkan berikut, bahwa “seberat-berat siksaan
atas manusia pada hari kiamat ialah orang alim yang tidak memanfaatkan ilmunya” (H.R.
Thabrani).
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Surat Al-Baqarah Ayat 275.
Al-Qur’an Surat An-Nisa’ Ayat 29.
Basuki. 2013. Kajian Hukum Tentang Kedudukan Mudharib Bukan Anggota dalam Akad
Mudharabah Koperasi Serba Usaha Syariah Mandiri Teladan. Jurnal Beraja Niti. ISSN:
2337-4608. Volume 2 Nomor 11.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan
Musyarakah.
Harun, Ubay. 2006. Murabahah dalam Perspektif Fiqh dan Sistem Perbankan Islam. Jurnal
Hukum Islam Volume V Nomor 3.
Karim, Adiwarman. 2003. Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan. Jakarta: IIIT Indonesia.
Nurhayati dan Wasilah. 2015. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/46/PBI/2005. Tahun 2005. Tentang Qardh.
Prabowo. 2009. Konsep Akad Murabahah Pada Perbankan Syariah (Analisa Kritis Terhadap
Aplikasi Konsep Akad Murabahah Di Indonesia Dan Malaysia). Jurnal Hukum. No. 1
Volume 16: 106 – 126.
Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia
Nomor: 06/Per/M.Kukmi/I/2007 Tentang Petunjuk Teknis Program Pembiayaan Produktif
Koperasi dan Usaha Mikro (P3KUM) Pola Syariah.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 105. 2007. Akuntansi Mudharabah.
Rivai, Veithzal, dkk. 2012. Banking and Finance (Dari Teori ke Praktik Bank dan Keuangan
Syariah Sebagai Solusi dan Bukan Alternatif) Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE.
Salim dan Syahrum. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung; Citapustaka Media.
Saeed, Abdullah. 2004. Menyoal Bank Syariah: Kritik atas Interprestasi Bunga Bank Kaum
Neo Revivalis. Jakarta: Paramadina.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
Zaky. Achmad. 2014. Modul Pelatihan Akuntansi dan Keuangan Syariah Edisi III. Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.