Makalah Pendidikan Kewarganegaraan Ancam doc

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara

bagaikan

suatu

organisme.

Ia

tidak

bisa

hidup

sendiri.


Keberlangsungan hidupnya ikut dipengaruhi oleh negara-negara lain, terutama
negara-negara tetangga atau negara yang berada dalam satu kawasan dengannya.
Untuk itulah diperlukan suatu sistem perpolitikan yang mengatur hubungan antar
negara-negara yang letaknya berdekatan di atas permukaan bumi ini. Sistem politik
tersebut dinamakan “geopolitik” yang mutlak dimiliki dan diterapkan oleh setiap
negara di sekitarnya tak terkecuali Indonesia. Indonesia pun harus memiliki sistem
geopolitik yang cocok diterapkan dengan kondisi kepulauannya yang unik dan letak
geografis negara Indonesia di atas permukaan planet bumi.
Dalam pelaksanaannya, geopolitik yang berkaitan dengan hubungan Indonesia
dan negara lain tentu tidak selalu berjalan dengan sempurna. Pasti pernah terjadi
konflik selama melaksanakan geopolitik tersebut karena ini adalah hasil interaksi
antar-negara, sehingga tidak menutup kemungkinan terjadinya pelanggaran dan
pengingkaran kewajiban dalam kehidupan antar-negara. Untuk lebih memahaminya,
perlu dibahas secara lebih dalam lagi mengenai konsep geopolitik serta analisis kasus
yang pernah terjadi di lingkup nasional yaitu NKRI. Salah satu kasus yang berkaitan
dengan geopolitik di Indonesia adalah Agresi Militer Belanda II yang terjadi pada
tahun 1948. Peristiwa yang dilatarbelakangi oleh pelanggaran perjanjian Renville ini
sangat menciderai konsep geopolitik Indonesia karena berdampak negatif bagi
ketahanan nasional, kesatuan, keutuhan, dan kedaulatan wilayah maupun NKRI pada
umumnya karena terjadi penyerangan terhadap Indonesia yang dilakukan oleh

Belanda.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kronologis peristiwa Agresi Militer Belanda II?
2. Bagaimana Agresi Militer Belanda II dapat mengancam geopolitik Indonesia?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui kronologis peristiwa Agresi Militer Belanda II
2. Untuk mengetahui ancaman Agresi Militer Belanda II terhadap geopolitik
Indonesia

1

D. Manfaat
1. Makalah ini disusun sebagai bahan bacaan bagi para siswa agar mengetahui kasus
yang mengancam geopolitik Indonesia.

2

BAB II
KAJIAN PUSTAKA


A. Paham Kekuasaan Dan Teori Geopolitik
1. Teori–Teori Geopolitik
Geopolitik adalah ilmu yang mempelajari gejala-gejala politik dari aspek
geografi. Arti geopolitik secara harfiah adalah geo yang berasal dari geografi dan
politik artinya pemerintahan. Jadi, geopolitik berarti cara menyelenggarakan suatu
pemerintahan yang disesuaikan atau ditentukan oleh kondisi/konfigurasi
geografisnya. (Contoh: NKRI memilih negara kesatuan karena kondisi/konfigurasi
geografisnya berupa negara kepulauan). Beberapa teori geopolitik menurut para ahli:
a) Frederick Ratzel (Teori Ruang ; 1897)

Ratsel menyatakan bahwa negara dalam hal-hal tertentu dapat
disamakan dengan organisme, yaitu mengalami fase kehidupan dalam
kombinasi dua atau lebih antara lahir, tumbuh, berkembang, mencapai puncak,
surut, dan mati. Inti ajaran Ratzel adalah teori ruang yang ditempati oleh
kelompok-kelompok politik (negara-negara) yang mengembangkan hukum
ekspansionisme baik di bidang gagasan, perutusan maupun produk.
Untuk membuktikan keunggulan yakni negara harus mengambil dan
menguasai satuan-satuan politik yang berkaitan terutama yang bernilai
strategis dan ekonomis. Ratzel memprediksi bahwa pada akhirnya di dunia ini
hanya tinggal negara unggul bisa bertahan hidup dan menjamin kelangsungan

hidupnya. Pertumbuhan negara dapat dianalogikan (disamakan/mirip) dengan
pertumbuhan organisme (mahluk hidup) yang memerlukan ruang hidup,
melalui proses, lahir, tumbuh, berkembang, mempertahankan hidup tetapi
dapat juga menyusut dan mati.
Negara identik dengan suatu ruang yang ditempati oleh kelompok
politik dalam arti kekuatan. Makin luas potensi ruang makin memungkinkan
kelompok

politik

itu

tumbuh

(teori

ruang).

Suatu


bangsa

dalam

mempertahankan kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari hukum alam.
Hanya bangsa yang unggul yang dapat bertahan hidup terus dan langgeng.
Semakin tinggi budaya bangsa semakin besar kebutuhan atau dukungan

3

sumber daya alam. Apabila tidak terpenuhi maka bangsa tersebut akan
mencari pemenuhan kebutuhan kekayaan alam di luar wilayahnya (ekspansi).
b) Rudolf Kjellen (Teori Kekuatan)
Kjellen mengembangkan teori ruang Ratzel dengan menganggap
bahwa

negara

sebagai


organisme

dirumuskan

ke

dalam

sistem

politik/pemerintahan melalui 5 pembidangan yaitu kratopolitik (politik
pemerintahan), ekono-politik, sosiopolitik, demopolitik, dan geopolitik. Inti
ajaran Kjellen adalah tiap negara di samping berupaya untuk menjaga
kelangsungan hidupnya, tidak harus bergantung pada sumber pembekalan luar,
tetapi harus mampu swasembada serta memanfaatkan kemajuan kebudayaan
dan teknologi untuk meningkatkan kekuatan nasional.
Dampak pengembangan kekuatan nasional memberikan dua arti
penting, arti ke dalam yaitu menumbuhkan kesatuan dan persatuan yang
harmonis dan arti ke luar yaitu dalam pemekaran wilayah dapat memperoleh
batas-batas yang jelas dengan negara-negara di sekitarnya. Kjellen

memprediksi bahwa pergulatan antara kekuatan kontinental (darat) dengan
kekuatan maritim (laut) pada akhirnya akan dimenangkan oleh kekuatan
kontinental sekaligus menguasai pengawasan di laut.
c) Karl Houshoffer (Teori Ekspansionisme : 1896-1946)
Karl Houshoffer mengajarkan faham geopolitik sebagai ajaran
ekspansionisme dalam bentuk politik geografi yang menitikberatkan pada
soal-soal strategi perbatasan, ruang hidup bangsa dan tekanan rasial, ekonomi
dan sosial sebagai faktor yang mengharuskan pembagian baru kekayaan dunia.
Inti faham geopolitik Houshoffer pada dasarnya adalah penyempurnaan teori
Kjellen, yaitu kekuasaan imperium daratan pada akhirnya menguasai
imperium lautan, akan timbul negara-negara besar di Eropa, Asia dan Afrika.
Prediksi Houshoffer tersebut, dalam banyak hal telah mendorong lahirnya
NAZI Jerman di bawah Hitler yang bersemboyan Jerman Raya di atas semua
negara, sedangkan di Asia lahir chauvinisme Jepang dengan semboyan Hako I
Chiu yaitu menjadikan Jepang sebagai pemimpin Asia, cahaya Asia dan
pelopor Asia (Tiga A).

4

Geopolitik adalah doktrin negara yang menitik beratkan pada soal

strategi perbatasan. Geopolitik adalah landasan bagi tindakan politik dalam
perjuangan kelangsungan hidup untuk mendapatkan ruang hidup (wilayah).
d) Sir Harold Mackinder (Wawasan Benua)
Mackinder merupakan penganut teori kekuatan, yang mencetuskan
Wawasan Benua sebagai konsep pengembangan kekuatan darat. Teorinya
menyatakan bahwa: “Barang siapa menguasai daerah jantung (heartland) yaitu
Eropa-Asia akan dapat menguasai pulau-pulau dunia dan akhirnya akan
menjadi penguasa dunia.
e) Sir Walter Raleigh dan Alfred Thayer Mahan (Wawasan Bahari)
Teori Raleigh dan Mahan pada dasarnya adalah teori kekuatan
lautan/bahari. Mereka mengatakan bahwa barangsiapa yang menguasai lautan
akan menguasai “perdagangan”. Menguasai perdagangan berarti menguasai
“kekayaan dunia” sehingga pada akhirnya menguasai dunia.
f) W. Michel dan John Frederick Charles Fuller (Wawasan Dirgantara)
Mitchel dan Fuller berpendapat bahwa kekuatan udara merupakan
kekuatan yang paling menentukan penguasaan dunia. Keunggulan yang
dimiliki dirgantara adalah pengembangan kekuatan di udara, memiliki daya
tangkis yang andal dari berbagai ancaman lawan dalam tempo cepat, dasyat
dan dampaknya sangat mengerikan lawan sehingga tidak ada kesempatan bagi
lawan untuk bergerak.

g) Nocholas J. Spykman (Teori Daerah Batas/Rimland)
Teori Spykman juga disebut Wawasan Kombinasi, yaitu teori
menghubungkan kekuatan darat, laut dan udara, yang dalam pelaksanaannya
disesuikan kondisi dan kebutuhan. Nocholas mengatakan bahwa siapa yang
mampu mengkombinasikan kekuatan darat, laut dan udara akan menguasai
daerah batas antar bangsa secara permanen dan abadi.
2. Paham-paham Kekuasaan
a) Machiavelli (abad XVII)
Sebuah negara itu akan bertahan apabila menerapkan dalil-dalil:
1) Dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan segala cara dihalalkan
5

2) Untuk menjaga kekuasaan rezim, politik adu domba (devide et empera)
adalah sah.
3) Dalam dunia politik, yang kuat pasti dapat bertahan dan menang.
b) Napoleon Bonaparte (abad XVIII)
Perang dimasa depan merupakan perang total, yaitu perang yang
mengerahkan segala daya upaya dan kekuatan nasional. Napoleon berpendapat
kekuatan politik harus didampingi dengan kekuatan logistik dan ekonomi,
yang didukung oleh sosial budaya berupa ilmu pengetahuan dan teknologi

suatu bangsa untuk membentuk kekuatan pertahanan keamanan dalam
menduduki dan menjajah negara lain.
c) Jendral Clausewitz (abad XVIII)
Jendral Clausewitz sempat diusir pasukan Napoleon hingga sampai
Rusia dan akhirnya dia bergabung dengan tentara kekaisaran Rusia. Dia
menulis sebuah buku tentang perang yang berjudul “Vom Kriegen” (tentang
perang). Menurut dia perang adalah kelanjutan politik dengan cara lain. Buat
dia perang sah-sah saja untuk mencapai tujuan nasional suatu bangsa.
d) Fuerback dan Hegel
Ukuran keberhasilan ekonomi suatu negara adalah seberapa besar
surplus ekonominya, terutama diukur dengan seberapa banyak emas yang
dimiliki oleh negara itu.
e) Lenin (abad XIX)
Perang adalah kelanjutan politik dengan cara kekerasan. Perang
bahkan pertumpahan darah/revolusi di negara lain di seluruh dunia adalah sah,
yaitu dalam rangka mengkomuniskan bangsa di dunia.
f) Lucian W. Pye dan Sidney
Kemantapan suatu sistem politik hanya dapat dicapai apabila berakar
pada kebudayaan politik bangsa ybs. Kebudayaan politik akan menjadi
pandangan baku dalam melihat kesejarahan sebagai satu kesatuan budaya.

Dalam memproyeksikan eksistensi kebudayaan politik tidak sematamata ditentukan oleh kondisi-kondisi obyektif tetapi juga harus menghayati
kondisi subyektif psikologis sehingga dapat menempatkan kesadaran dalam
kepribadian bangsa.
6

B. Konsep Geopolitik Indonesia
Wawasan Nusantara Indonesia dikembangkan berdasarkan wawasan nusantara
secara universal sehingga dibentuk dan dijiwai oleh paham kekuasaan dan geopolitik
yang dipakai negara Indonesia.
1. Paham Kekuasaan Indonesia
Bangsa Indonesia yang berfalsafah dan berideologi Pancasila menganut
paham tentang perang dan damai berdasarkan : “Bangsa Indonesia cinta damai,
akan tetapi lebih cinta kemerdekaan”. Dengan demikian wawasan nasional bangsa
Indonesia tidak mengembangkan ajaran kekuasaan dan adu kekuatan karena hal
tersebut mengandung persengketaan dan ekspansionisme.
2. Dasar Pemikiran Wawasan Nusantara
Wawasan nasional Indonesia dibentuk dan dijiwai oleh pemahaman
kekuasaan bangsa Indonesia yang berlandaskan falsafah Pancasila dan oleh
pandangan geopolitik Indonesia yang berlandaskan pemikiran kewilayahan dan
kehidupan bangsa indonesia.
Karena itu, pembahasan latar belakang filosofis sebagai dasar pemikiran
pembinaan dan pengembangan wawasan nasional Indonesia ditinjau dari:
a. Latar belakang pemikiran berdasarkan falsafah Pancasila
b. Latar belakang pemikiran aspek kewilayahan nusantara.
c. Latar belakang pemikiran aspek sosial budaya bangsa Indonesia.
d. Latar belakang pemikiran aspek kesejarahan bangsa Indonesia
3. Latar Belakang Filosofis Wawasan Nusantara
a) Pemikiran Berdasarkan Falsafah Pancasila
Bahwa wawasan kebangsaan atau wawasan nasional yang dianut dan
dikembangkan oleh bangsa Indonesia merupakan pancaran dari Pancasila
sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia.
b) Pemikiran Berdasarkan Aspek Kewilayahan Nusantara
Berdasarkan kondisi obyektif geografi nusantara merupakan untaian
ribuan pulau yang tersebar dan terbentang di khatulistiwa serta terletak pada
7

posisi silang yang sangat strategis serta memiliki kareteristik yang berbeda dari
negara lain. Oleh karena itu, dengan kondisi alam yang nyata Indonesia dikenal
sebagai negara kepulauan (negara maritim).
c) Pemikiran Berdasarkan Aspek Sosial Budaya
Berdasarkan ciri dan sifat kebudayaan serta kondisi dan konstelasi
geografi Negara RI, tampak secara jelas betapa heterogen serta uniknya
masyarakat Indonesia yang terdiri dari ratusan suku bangsa yang masingmasing memiliki adat istiadat, bahasa daerah, agama dan kepercayaannya
sendiri.
d) Pemikiran Berdasarkan Aspek Kesejarahan
Wawasan Kebangsaan atau Wawasan Nasional Indonesia diwarnai oleh
pengalaman sejarah yang tidak menginginkan terulangnya perpecahan dalam
lingkungan bangsa dan negara Indonesia akan melemahkan perjuangan dalam
mengisi kemerdekaan untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional sebagai
hasil kesepakatan bersama agar bangsa Indonesia setara dengan bangsa lain.
4. Konsep Wawasan Nusantara Sebagai Geopolitik Indonesia
Wawasan Nusantara adalah wawasan nasional yang bersumber dari
Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Wawasan Nusantara adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia
terhadap diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan
bangsa serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Hakikat dari Wawasan Nusantara adalah kesatuan
bangsa dan keutuhan wilayah Indonesia. Cara pandang bangsa Indonesia tersebut
mencakup:
a) Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan politik
1) Bahwa keutuhan wilayah nasional dengan segala isi dan kekayaannya
merupakan satu kesatuan wilayah, wadah, ruang hidup, dan kesatuanmitra
seluruh bangsa, serta menjadi modal dan milik bersama bangsa.
2) Bahwa bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku dan berbicara
dalam berbagai bahasa daerah, memeluk, dan meyakini berbagai agama

8

dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa harus merupakan satu
kesatuan bangsa yang bulat dalam arti yang seluas-luasnya.
3) Bahwa secara psikologis, bangsa Indonesia harus merasa satu, senasib
sepenanggungan, sebangsa dan setanah air, serta mempunyai satu tekad
dalam mencapai cita-cita bangsa.
4) Bahwa Pancasila adalah satusatunya falsafah serta ideologi bangsa dan
negara, yang melandasi, membimbing dan mengarahkan bangsa menuju
tujuannya.
5) Kehidupan politik di seluruh wilayah nusantara merupakan satu kesatuan
politik yang diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan UUD Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
6) Bahwa seluruh kepulauan nusantara merupakan kesatuan hukum, dalam
arti bahwa hanya ada satu hukum yang mengabdi kepada kepentingan
nasional.

b) Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan ekonomi
1) Bahwa kekayaan wilayah nusantara baik potensial maupun efektif adalah
modal dan milik bersama bangsa, dan bahwa keperluan hidup sehari-hari
harus tersedia merata di seluruh wilayah tanah air.
2) Tingkat perkembangan ekonomi harus serasi dan seimbang di seluruh
daerah, tanpa meninggalkan ciri-ciri khas yang dimiliki oleh daerahdaerah
dalam mengembangkan ekonominya.
3) Kehidupan perekonomian di seluruh wilayah nusantara merupakan satu
kesatuan ekonomi yang diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasar
atas asas kekeluargaan dan ditujukan bagi kemakmuran rakyat.

c) Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai satu kesatuan sosial budaya
1) Bahwa masyarakat Indonesia adalah satu, perikehidupan bangsa harus
merupakan kehidupan yang serasi dengan terdapatnya tingkat kemajuan
masyarkat yang sama, merata dan seimbang serta adanya keselarasan
kehidupan yang sesuai dengan kemajuan bangsa.
2) Bahwa budaya Indonesia pada hakikatnya adalah satu, sedangkan corak
ragam budaya yang ada menggambarkan kekayaan budaya yang menjadi
modal dan landasan pengembangan budaya bangsa seluruhnya, yang hasilhasilnya dapat dinikmati oleh seluruh bangsa Indonesia.
9

d) Perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu kesatuan pertahanan
keamanan
1) Bahwa ancaman terhadap satu daerah pada hakikatnya merupakan
ancaman bagi seluruh bangsa dan negara.
2) Bahwa tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama
di dalam pembelaan negara.
Dari uraian di atas semakin jelas tergambar bahwa negara kepulauan
Indonesia dipersatukan bukan hanya dari aspek kewilayahannya saja, tetapi
meliputi pula aspek ideologi, polittik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan
kemanan. Wawasan Nusantara bagi Indonesia merupakan suatu politik
kewilayahan bangsa dan negara Indonesia. Sebagai politik kewilayahan,
Wawasan Nusantara mempunyai sifat manunggal dan utuh menyeluruh.
Wawasan Nusantara bersifat manunggal artinya mendorong terciptanya
keserasian dan keseimbangan yang dinamis dalam segenap aspek kehidupan,
baik aspek alamiah maupun aspek sosial.
Sedangkan utuh menyeluruh maksudnya menjadikan wilayah nusantara
dan rakyat Indonesia sebagai satu kesatuan yang utuh dan bulat serta tidak dapat
dipecah-pecah oleh kekuatan apa pun sesuai dengan asas satu nusa, satu bangsa
dan satu bahasa persatuan Indonesia.

C. Batas Wilayah Indonesia
1. Wilayah Indonesia berdasarkan TZMKO 1993
TZMKO 1939 tidak menjamin kesatuan wilayah Indonesia sebab wilayah
Indonesia menjadi terpisah-pisah, sehingga pada tgl. 13 Desember 1957
pemerintah mengeluarkan Deklarasi Djuanda yang isinya :
10

a) Segala perairan disekitar, diantara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang
termasuk negara Indonesia dengan tidak memandang luas/lebarnya adalah
bagian-bagian yang wajar daripada wilayah daratan Indonesia.
b) Lalu-lintas yang damai di perairan pedalaman bagi kapal-kapal asing dijamin
selama dan sekedar tidak bertentangan/mengganggu kedaulatan dan
keselamatan negara Indonesia.
c) Batas laut teritorial adalah 12 mil diukur dari garis yang menghubungkan titiktitik

ujung

yang

terluar

pada

pulau-pulau

negara

Indonesia.

Sebagai negara kepulauan yang wilayah perairan lautnya lebih luas dari pada
wilayah daratannya, maka peranan wilayah laut menjadi sangat penting bagi
kehidupan bangsa dan negara.
2. Pembagian

wilayah

menurut

Konvensi

Hukum

Laut

PBB,

Montenegro, Caracas tahun 1982
Luas wilayah laut Indonesia sekitar 5.176.800 km2. Ini berarti luas wilayah laut
Indonesia lebih dari dua setengah kali luas daratannya. Sesuai dengan Hukum Laut
Internasional yang telah disepakati oleh PBB tahun 1982, wilayah perairan laut
Indonesia dapat dibedakan tiga macam, yaitu zona laut Teritorial, zona Landas
kontinen, dan zona Ekonomi Eksklusif.
a) Zona Laut Teritorial
Batas laut Teritorial ialah garis khayal yang berjarak 12 mil laut dari garis
dasar ke arah laut lepas. Jika ada dua negara atau lebih menguasai suatu lautan,
sedangkan lebar lautan itu kurang dari 24 mil laut, maka garis teritorial di tarik
sama jauh dari garis masing-masing negara tersebut. Laut yang terletak antara
garis dengan garis batas teritorial di sebut laut teritorial. Laut yang terletak di
sebelah dalam garis dasar disebut laut internal/perairan dalam (laut nusantara).
Garis dasar adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik dari ujung-ujung
pulau terluar.
Sebuah negara mempunyai hak kedaulatan sepenuhnya sampai batas laut
teritorial, tetapi mempunyai kewajiban menyediakan alur pelayaran lintas damai
baik di atas maupun di bawah permukaan laut. Deklarasi Djuanda kemudian
diperkuat/diubah menjadi Undang-undang No.4 Prp. 1960.
b) Zona Landas Kontinen
Landas kontinen ialah dasar laut yang secara geologis maupun morfologi
merupakan lanjutan dari sebuah kontinen (benua). Kedalaman lautnya kurang dari
11

150 meter. Indonesia terletak pada dua buah landasan kontinen, yaitu landasan
kontinen Asia dan landasan kontinen Australia.
Adapun batas landas kontinen tersebut diukur dari garis dasar, yaitu paling
jauh 200 mil laut. Jika ada dua negara atau lebih menguasai lautan di atas
landasan kontinen, maka batas negara tersebut ditarik sama jauh dari garis dasar
masing-masing negara.
Di dalam garis batas landas kontinen, Indonesia mempunyai kewenangan
untuk memanfaatkan sumber daya alam yang ada di dalamnya, dengan kewajiban
untuk menyediakan alur pelayaran lintas damai. Pengumuman tentang batas
landas kontinen ini dikeluarkan oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 17
Febuari 1969.
c) Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut selebar 200 mil laut ke arah laut
terbuka diukur dari garis dasar. Di dalam Zona Ekonomi Eksklusif ini, Indonesia
mendapat kesempatan pertama dalam memanfaatkan sumber daya laut. Di dalam
Zona Ekonomi Eksklusif ini kebebasan pelayaran dan pemasangan kabel serta
pipa di bawah permukaan laut tetap diakui sesuai dengan prinsip-prinsip Hukum
Laut Internasional, batas landas kontinen, dan batas Zona Ekonomi Eksklusif
antara dua negara yang bertetangga saling tumpang tindih, maka ditetapkan garisgaris yang menghubungkan titik yang sama jauhnya dari garis dasar kedua negara
itu sebagai batasnya. Pengumuman tetang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia
dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia tanggal 21 Maret 1980.
Melalui Konferensi PBB tentang Hukum Laut Internasional ke-3 tahun 1982,
pokok-pokok negara kepulauan berdasarkan Archipelago Concept negara Indonesia
diakui dan dicantumkan dalam UNCLOS 1982 (United Nation Convention on the
Law of the Sea) atau konvensi PBB tentang Hukum Laut.
Indonesia meratifikasi UNCLOS 1982 melalui UU No.17 th.1985 dan sejak 16
November 1993 UNCLOS 1982 telah diratifikasi oleh 60 negara sehingga menjadi
hukum positif (hukum yang berlaku di masing-masing negara). Berlakunya UNCLOS
1982 berpengaruh dalam upaya pemanfaatan laut bagi kepentingan kesejahteraan
seperti bertambah luas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) dan Landas Kontinen
Indonesia.
3. Batas Wilayah Indonesia Menurut Konferensi Djuanda 1957

12

Secara historis batas wilayah laut Indonesia telah dibuat oleh pemerintah
colonial Belanda, yaitu dalam Territorial Zee Maritieme Kringen Ordonantie tahun
1939, yang menyatakan bahwa lebar wilayah laut Indonesia adalah tiga mil diukur
dari garis rendah di pantai masing-masing pulau Indonesia. Karenanya di antara
ribuan pulau di Indonesia terdapat laut-laut bebas yang membahayakan kepentingan
bangsa Indonesia sebagai Negara kesatuan.
Untuk mengatasi masalah di atas, pemerintah Indonesia dipimpin oleh PM
Juanda pada tanggal 13 Desember 1957 telah mengeluarkan keputusan yang dikenal
dengan Deklarasi Djuanda, yang isinya :
a)

Demi kesatuan bangsa, integritas wilayah, serta kesatuan ekonomi, ditarik garisgaris pangkal lurus yang menghubungkan titi-titik terluar dari pulau-pulau

b)

terluar.
Negara berdaulat atas segala perairan yang terletak dalam garis-garis pangkal
lurus termasuk dasar laut dan tanah dibawahnya serta ruang udara di atasnya,

c)
d)

dengan segala kekayaan didalamnya.
Laut territorial seluas 12 mil diukur dari pulau yang terluar.
Hak lintas damai kapal asing melalui perairan Nusantara (archipelago watwrs)
dijamin tidak merugikan kepentingan negara pantai, baik keamanan maupun

ketertibannya.
4. Wilayah Indonesia Saat Proklamasi
17 Agustus 1945 masih berlaku Territoriale Zee En Maritieme Kringen
Ordonantie Tahun 1939 dimana lebar laut wilayah Indonesia adalah 3 mil diukur dari
garis air rendah dari masing-masing pulau Indonesia. Penetapan lebar wilayah laut 3
mil ini, tidak menjamin kesatuan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (bila
dihadapkan dengan pergolakkan-pergolakkan yang terjadi di dalam negeri dan
lingkungan keadaan alam).
BAB III
PEMBAHASAN

A. Kronologis Peristiwa Agresi Militer Belanda II
1. Latar Belakang Terjadinya Agresi Militer Belanda II
Pihak bangsa Indonesia maupun pihak Belanda sama-sama mengirimkan
surat kepada pihak KTN (Komisi Tiga Negara ). Surat tersebut sama-sama berisi
13

dugaan terhadap pihak Indonesia maupun pihak Belanda yang dianggap tidak
menghormati hasil perjanjian Renville. Akibatnya, sebelum tengah malam tepat pada
tanggal 18 Desember 1948, pihak belanda mengumumkan,bahwa Belanda tidak
terikat lagi terhadap perjanjian Renville. Dan pada hari tepat pada tanggal 19
Desember 1948, pesawat tempur Belanda menyerang Maguwo (sekarang Bandara
Adisucipto) dan sejumlah bangunan penting di Yogyakarta. Peristiwa tersebut
merupakan awal dari Agresi Militer Belanda II.
a) Serangan ke Maguwo
Tanggal 0 1948 pukul 23.30, siaran radio antara dari Jakarta menyebutkan,
bahwa besok paginya Wakil Tinggi Mahkota Belanda, Dr. Beel, akan
mengucapkan pidato yang penting. Sementara itu Jenderal Spoor yang telah
berbulan-bulan mempersiapkan rencana pemusnahan TNI memberikan instruksi
kepada seluruh tentara Belanda di Jawa dan Sumatera untuk memulai
penyerangan terhadap kubu Republik. Operasi tersebut dinamakan "Operasi
Kraai" .
Pukul 2.00 pagi 1e para-compgnie (pasukan para I) KST di Andir
memperoleh parasut mereka dan memulai memuat keenambelas pesawat
transportasi, dan pukul 3.30 dilakukan briefing terakhir. Pukul 3.45 Mayor
Jenderal Engles tiba di bandar udara Andir, diikuti oleh Jenderal Spoor 15 menit
kemudian. Dia melakukan inspeksi dan mengucapkan pidato singkat. Pukul 4.20
pasukan elit KST di bawah pimpinan Kapten Eekhout naik ke pesawat dan pukul
4.30 pesawat Dakota pertama tinggal landas. Rute penerbangan ke arah timur
menuju Maguwo diambil melalui Lautan Hindia. Pukul 6.25 mereka menerima
berita dari para pilot pesawat pemburu, bahwa zona penerjunan telah dapat
dipergunakan. Pukul 6.45 pasukan para mulai diterjunkan di Maguwo.
Seiring dengan penyerangan terhadap bandar udara Maguwo, pagi hari
tanggal 19 Desember 1948, WTM Beel berpidato di radio dan menyatakan,
bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Renville. Penyerbuan
terhadap semua wilayah Republik di Jawa dan Sumatera, termasuk serangan
terhadap Ibukota RI, Yogyakarta, yang kemudian dikenal sebagai Agresi Militer
Belanda II telah dimulai. Belanda konsisten dengan menamakan agresi militer ini
sebagai "Aksi Polisional".
Penyerangan terhadap Ibukota Republik, diawali dengan pemboman atas
lapangan terbang Maguwo, di pagi hari. Pukul 05.45 lapangan terbang Maguwo
14

dihujani bom dan tembakan mitraliur oleh 5 pesawat Mustang dan 9 pesawat
Kittyhawk. Pertahanan TNI di Maguwo hanya terdiri dari 150 orang pasukan
pertahanan pangkalan udara dengan persenjataan yang sangat minim, yaitu
beberapa senapan dan satu senapan anti pesawat 12,7. Senjata berat sedang dalam
keadaan rusak. Pertahanan pangkalan hanya diperkuat dengan satu kompi TNI
bersenjata lengkap. Pukul 06.45, 15 pesawat Dakota menerjunkan pasukan KST
Belanda di atas Maguwo. Pertempuran merebut Maguwo hanya berlangsung
sekitar 25 menit. Pukul 7.10 bandara Maguwo telah jatuh ke tangan pasukan
Kapten Eekhout. Di pihak Republik tercatat 128 tentara tewas, sedangkan di
pihak penyerang, tak satu pun jatuh korban.
Sekitar pukul 9.00, seluruh 432 anggota pasukan KST telah mendarat di
Maguwo, dan pukul 11.00, seluruh kekuatan Grup Tempur M sebanyak 2.600
orang –termasuk dua batalyon, 1.900 orang, dari Brigade T- beserta persenjataan
beratnya di bawah pimpinan Kolonel D.R.A. van Langen telah terkumpul di
Maguwo dan mulai bergerak ke Yogyakarta.
Serangan terhadap kota Yogyakarta juga dimulai dengan pemboman serta
menerjunkan pasukan payung di kota. Di daerah-daerah lain di Jawa antara lain
di Jawa Timur, dilaporkan bahwa penyerangan bahkan telah dilakukan sejak
tanggal 18 Desember malam hari.
Segera setelah mendengar berita bahwa tentara Belanda telah memulai
serangannya, Panglima Besar Soedirman mengeluarkan perintah kilat yang
dibacakan di radio tanggal 19 Desember 1948 pukul 08.00.
b) Pemerintahan Darurat
Soedirman dalam keadaan sakit melaporkan diri kepada Presiden.
Soedirman didampingi oleh Kolonel Simatupang, Komodor Suriadarma serta dr.
Suwondo, dokter pribadinya. Kabinet mengadakan sidang dari pagi sampai siang
hari. Karena merasa tidak diundang, Jenderal Soedirman dan para perwira TNI
lainnya menunggu di luar ruang sidang. Setelah mempertimbangkan segala
kemungkinan yang dapat terjadi, akhirnya Pemerintah Indonesia memutuskan
untuk tidak meninggalkan Ibukota. Mengenai hal-hal yang dibahas serta
keputusan yang diambil dalam sidang kabinet tanggal 19 Desember 1948.
Berhubung Soedirman masih sakit, Presiden berusaha membujuk supaya tinggal
dalam kota, tetapi Sudirman menolak. Simatupang mengatakan sebaiknya
Presiden dan Wakil Presiden ikut bergerilya. Menteri Laoh mengatakan bahwa
15

sekarang ternyata pasukan yang akan mengawal tidak ada. Jadi Presiden dan
Wakil Presiden terpaksa tinggal dalam kota agar selalu dapat berhubungan
dengan KTN sebagai wakil PBB. Setelah dipungut suara, hampir seluruh Menteri
yang hadir mengatakan, Presiden dan Wakil Presiden tetap dalam kota.
Sesuai dengan rencana yang telah dipersiapkan oleh Dewan Siasat, yaitu
basis pemerintahan sipil akan dibentuk di Sumatera, maka Presiden dan Wakil
Presiden membuat surat kuasa yang ditujukan kepada Mr. Syafruddin
Prawiranegara, Menteri Kemakmuran yang sedang berada di Bukittinggi.
Presiden dan Wakil Presiden mengirim kawat kepada Syafruddin Prawiranegara
di Bukittinggi, bahwa ia diangkat sementara membentuk satu kabinet dan
mengambil alih Pemerintah Pusat. Pemerintahan Syafruddin ini kemudian
dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Selain itu, untuk
menjaga

kemungkinan

bahwa

Syafruddin

tidak

berhasil

membentuk

pemerintahan di Sumatera, juga dibuat surat untuk Duta Besar RI untuk India, dr.
Sudarsono, serta staf Kedutaan RI, L. N. Palar dan Menteri Keuangan Mr. A.A.
Maramis yang sedang berada di New Delhi.
Empat Menteri yang ada di Jawa namun sedang berada di luar Yogyakarta
sehingga tidak ikut tertangkap adalah Menteri Dalam Negeri, dr. Sukiman,
Menteri Persediaan Makanan,Mr. I.J. Kasimo, Menteri Pembangunan dan
Pemuda, Supeno, dan Menteri Kehakiman, Mr. Susanto. Mereka belum
mengetahui mengenai Sidang Kabinet pada 19 Desember 1948, yang
memutuskan pemberian mandat kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara untuk
membentuk Pemerintah Darurat di Bukittinggi, dan apabila ini tidak dapat
dilaksanakan, agar dr. Sudarsono, Mr. Maramis dan L.N. Palar membentuk Exile
Government of Republic Indonesia di New Delhi, India.
Pada 21 Desember 1948, keempat Menteri tersebut mengadakan rapat dan
hasilnya disampaikan kepada seluruh Gubernur Militer I, II dan III, seluruh
Gubernur sipil dan Residen di Jawa, bahwa Pemerintah Pusat diserahkan kepada
3 orang Menteri yaitu Menteri Dalam Negeri, Menteri Kehakiman, Menteri
Perhubungan.
c) Pengasingan Pimpinan Republik
Pada pukul 07.00 WIB tanggal 22 Desember 1948 Kolonel D.R.A. van
Langen memerintahkan para pemimpin republik untuk berangkat ke Pelabuhan
16

Udara Yogyakarta untuk diterbangkan tanpa tujuan yang jelas. Selama di
perjalanan dengan menggunakan pesawat pembom B-25 milik angkatan udara
Belanda, tidak satupun yang tahu arah tujuan pesawat, pilot mengetahui arah
setelah membuka surat perintah di dalam pesawat, akan tetapi tidak disampaikan
kepada para pemimpin republik. Setelah mendarat di Pelabuhan Udara Kampung
Dul Pangkalpinang (sekarang Bandara Depati Amir) para pemimpin republik
baru mengetahui, bahwa mereka diasingkan ke Pulau Bangka, akan tetapi
rombongan Presiden Soekarno, Sutan Sjahrir, dan Menteri Luar Negeri Haji
Agus Salim terus diterbangkan lagi menuju Medan, Sumatera Utara, untuk
kemudian diasingkan ke Brastagi dan Parapat, sementara Drs. Moh. Hatta (Wakil
Presiden), RS. Soerjadarma (Kepala Staf Angkatan Udara), MR. Assaat (Ketua
KNIP) dan MR. AG. Pringgodigdo (Sekretaris Negara) diturunkan di pelabuhan
udara Kampung Dul Pangkalpinang dan terus dibawa ke Bukit Menumbing
Mentok dengan dikawal truk bermuatan tentara Belanda dan berada dalam
pengawalan pasukan khusus Belanda, Corps Speciale Troepen.
d) Perang Gerilya Dan Serangan Umum 1 Maret 1949
Pada Waktu Agresi Militer Belanda II Pada tanggal 18 Desember 1948,
pukul 23.30, Dr. Beel mengumumkan sudah tidak terikat lagi dengan
Perundingan Renville. Pada tanggal 19 Desember 1948, pukul 06.00, Belanda
melancarkan agresinya yang kedua dengan menggempur ibu kota RI, Yogyakarta.
Dalam peristiwa ini, pimpinan-pimpinan RI ditawan oleh Belanda. Mereka
adalah Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta, Syahrir dan sejumlah
menteri termasuk Menteri Luar Negeri Agus Salim. Presiden Soekarno
diterbangkan ke Prapat di tepi Danau Toba dan Wakil Presiden Moh. Hatta ke
Bangka. Presiden Soekarno kemudian dipindahkan ke Bangka. Dengan
ditawannya pimpinan-pimpinan negara RI dan jatuhnya Yogyakarta, Dr. Beel
menyatakan bahwa Republik Indonesia tidak ada lagi.
Setelah penyerangan Yogyakarta yang dilakukan oleh Belanda, Sudirman
yang waktu itu baru saja keluar dari rumah sakit Panti Rapih setelah menjalani
perawatan, sepakat dengan anggota TNI untuk meninggalkan kota demi
melancarkan perang gerilya. Beberapa tokoh militer yang ikut serta dalam
membantu terlaksanya perang gerilya antara lain: Kolonel Gatot Subroto, T.B
Simatupang, A.H Nasution, Sarbini, Suparjo Rustam, dan Cokropranolo. Jenderal
17

Sudirman memimpin perang gerilya dari tempat satu ke tempat lain. Ia juga
memerintahkan untuk membumihanguskan bangunan-bangunan penting dan
jembatan yang sekiranya di gunakan oleh Belanda. Mengahadapi perang gerilya
itu, Belanda cukup kebingungan. Namun, Belanda terus menindas rakyat
Indonesia dan melakukan propaganda bahwa Negara RI tidak ada. Menghadapi
propaganda tersebut, Sri Sultan dan Letkol Suharto melancarkan serangan
terhadap Belanda dan akhirnya kota Yogyakarta dapat di duduki kembali oleh
TNI namun keberhasilan itu hanya bertahan selama 6 jam.
Panglima Jenderal Sudirman terus melakukan gerilyanya. Jenderal
Soedirman dan pasukan melewati daerah membentang antara Yogyakarta,
Panggang, Wonosari, Pracimantoro, Wonogiri, Purwantoro, Ponorogo, Sambit,
Trenggalek, Bendorejo, Tulungagung, Kediri, Bajulan, Girimarto, Warungbung,
Gunungtukul, Trenggalek (lagi), Panggul, Wonokarto dan Sobo (memimpin
gerilya selama 3 bulan, 28 hari). Baru kemudian dari Sobo menuju Yogyakarta
melewati Baturetno, Gajahmungkur, Pulo, Ponjong, Piyungan, Prambanan dan
baru pada tanggal 10 Juli 1949 kembali lagi ke Yogyakarta. Dalam keadaan yang
serba kekurangan dan kondisi fisik yang lemah Jenderal Soedirman terus
berjuang tanpa kenal menyerah.
2. Tujuan Belanda Mengadakan Agresi Militer II
Adapun tujuan utama bangsa Belanda melakukan Agresi Militer II adalah
Belanda ingin menghancurkan kedaulatan Republik Indonesia dan mengusai kembali
seluruh wilayah Indonesia seperti dahulu kala dengan cara melakukan agresi militer
terhadap daerah penting yaitu kota Yogyakarta sebagai ibu kota Republik Indonesia
pada saat itu. Belanda sengaja menyerang ibu kota Republik Indonesia dengan
membuat kondisi tidak aman dengan harapan kondisi tersebut membuat bangsa
Indonesia menyerah dan bersedia menuruti ultimatum yang diajukan oleh Belanda.
3. Dampak Agresi Militer Belanda II bagi Bangsa Indonesia
Dampak dari Agresi Militer Belanda II yang dilakukan oleh Belanda
terhadap Indonesia adalah mengakibatkan hancurnya beberapa bangunan penting di
ibu kota Yogyakarta, bahkan Yogyakarta yang pada saat itu sebagai ibu kota
Indonesia juga mampu dikuasai oleh Belanda. Selain itu, Presiden Ir. Soekarno dan

18

Wakil Presiden Moh. Hatta beserta sejumalah pejabat pemerintah Indonesia berhasil
ditawan kemudian diasingkan oleh pihak Belanda.
Belanda mengira dengan jatuhnya ibu kota Yogyakarta, pasukan TNI sudah
habis. Ternyata, dugaan bangsa Belanda meleset, bahwasanya pasukan TNI belum
habis. Dengan waktu yang relatif singkat, pasukan TNI berhasil menyesuaikan
dengan kondisi yang ada dan mulai bergerak dan memberikan serangan balik
terhadap pihak Belanda. Serangan yang paling dikenal yang dilakukan pihak TNI
terhadap pihak Belanda adalah Serangan Umum 1 Maret 1949 terhadap kota
Yogyakarta.
B. Hubungan antara Agresi Militer Belanda II dan Geopolitik Indonesia
Hubungan Agresi Militer Belanda II dengan geopolitik Indonesia dapat dilihat dari
konsep geopolitik itu sendiri, yaitu wawasan nusantara. Berdasarkan kasus Agresi
Militer Belanda II ini, terlihat jelas bahwa penyerangan yang dilakukan oleh Belanda
terhadap Indonesia merupakan suatu bentuk ancaman terhadap pertahanan keamanan,
dan kewilayahan. Belanda masih saja terus berupaya untuk mengambil alih wilayah
Indonesia. Padahal, Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaannya sejak 17
Agustus 1945.
Sebenarnya, bentuk penjajahan yang sudah dilakukan oleh Belanda sejak awal
abad ke 17 merupakan suatu pelanggaran geopolitik juga, karena hal itu mengakibatkan
hancurnya keutuhan wilayah NKRI diakibatkan oleh politik ekspansif belanda untuk
dapat mengambil alih wilayah milik Indonesia. Penjajahan yang Belanda lakukan selama
kurang lebih 3 abad membuat Belanda sangat bergantung kepada Indonesia dan tidak
ingin melepaskan Indonesia sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat, sehingga
setelah proklamasi kemerdekaan pun Belanda masih terus memaksakan kehendak untuk
menguasai Indonesia kembali.
Dari penjabaran di atas, Agresi Militer Belanda II merupakan pelanggaran
geopolitik berat. Dapat dilihat, akibat adanya gencatan senjata yang terjadi, timbul
kekacauan dalam struktur pemerintahan dan menimbukan ketidakamanan nasional,
wilayah Indonesia yang merdeka diganggu dan direbut secara paksa. Hal ini berpengaruh
buruk bagi kelangsungan hidup bangsa saat itu. Selain itu, Indonesia juga tidak mampu
mempertahankan kondisi dinamis yang berupa pengembangan kekuatan nasional untuk

19

menghadapi ancaman dari Belanda. Dengan kata lain, adanya Agresi Militer Belanda ini
menyebabkan tidak tercapainya ketahanan nasional bangsa Indonesia.

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan tentang Agresi Militer Belanda II dapat diambil kesimpulan:

20

1. Agresi Militer Belanda II terjadi karena Belanda melanggar perjanjian Renville dan
menyerang kota Yogyakarta yang saat itu menjadi ibu kota Indonesia. Peristiwa ini
diawali dengan pengeboman di bandara yang menewaskan pasukan TNI. Sesaat
kemudian, presiden dan wakil presiden Indonesia membuat surat kuasa yang
ditujukan kepada Mr. Syafruddin Prawiranegara, bahwa ia diangkat sementara
membentuk satu kabinet dan mengambil alih pemerintahan pusat. Pemerintahan
Syafruddin ini kemudian dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia.
Belanda juga menawan petinggi negara seperti Presiden Soekarno ke Prapat di tepi
Danau Toba dan Wakil Presiden Moh. Hatta ke Bangka. Presiden Soekarno kemudian
dipindahkan ke Bangka. Dengan ditawannya pimpinan-pimpinan negara RI dan
jatuhnya Yogyakarta, Belanda menyatakan bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada
lagi. Namun, usaha rakyat Indonesia masih terus berlanjut. Jenderal Sudirman
memulai memimpin pasukan secara gerilya yang cukup membuat Belanda kewalahan.
Walaupun demikian, Belanda terus menindas rakyat Indonesia dan melakukan
propaganda bahwa Republik Indonesia sudah tidak ada. Pada akhirnya, untuk
menghadapi propaganda tersebut, Sri Sultan dan Letkol Suharto melancarkan
serangan terhadap Belanda dan kota Yogyakarta dapat di duduki kembali oleh TNI.
Namun, keberhasilan itu hanya bertahan selama 6 jam.
2. Penyerangan yang dilakukan oleh Belanda terhadap Indonesia merupakan suatu
bentuk ancaman terhadap pertahanan, keamanan, dan kewilayahan. Belanda masih
saja terus berupaya untuk mengambil alih wilayah Indonesia. Padahal, Indonesia
sudah memproklamasikan kemerdekaannya sejak 17 Agustus 1945. Dapat dikatan,
Agresi Militer Belanda II termasuk ke dalam pelanggaran geopolitik berat. Karena
akibat adanya gencatan senjata yang terjadi, timbul kekacauan dalam struktur
pemerintahan dan menimbukan ketidakamanan nasional, wilayah Indonesia yang
merdeka diganggu dan direbut secara paksa. Hal ini berpengaruh buruk bagi
kelangsungan hidup bangsa saat itu. Selain itu, Indonesia juga tidak mampu
mempertahankan kondisi dinamis yang berupa pengembangan kekuatan nasional
untuk menghadapi ancaman dari Belanda. Dengan kata lain, adanya Agresi Militer
Belanda ini menyebabkan tidak tercapainya ketahanan nasional bangsa Indonesia.
B. Saran
Untuk tetap menjaga geopolitik Indonesia dari ancaman yang dapat memecah
belah kesatuan NKRI, kita semua harus memiliki rasa saling memiliki dan menghargai
21

satu sama lain. Karena Negara Kesatuan Republik Indonesia ini tidak dapat merdeka
tanpa bersatunya para pejuang. Maka, untuk mempertahankan negara ini kita juga harus
bersatu. Karena bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

22

Lubis,

E.

Yusnawan,

dan

Mohamad

Sodeli.

2014.

Pendidikan

Pancasila

dan

Kewarganegaraan SMA/MA/SMK/SMAK Kelas XI Semester 2. Jakarta: Pusat Kurikulum
dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud.
Sumber Internet:
https://id.wikipedia.org/wiki/Geopolitik_di_Indonesia
https://id.wikipedia.org/wiki/Agresi_Militer_Belanda_II
http://www.gurusejarah.com/2015/03/agresi-militer-belanda-ii-19-desember.html
http://dirikugo.blogspot.co.id/2011/04/paham-kekuasaan-dan-teori-geopolitik.html

23