Pengaruh Kepemilikan Institusional, Struktur Aset, Ukuran Perusahaan dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan Utang pada Perusahaan Makanan dan Minuman yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian dan Pengklasifikasian Utang
Keputusan pendanaan perusahaan akan mempengaruhi struktur modal
perusahaan. Sumber pendanaan ini dapat diperoleh dari modal internal mapun
modal eksternal. Sumber dana internal biasanya berasal dari laba ditahan,
sedangkan sumber dana eksternal berasal dari kreditur dan pemegang saham.
Dana dari kreditur inilah yang disebut dengan utang. FASB mendefinisikan
kewajiban atau utang sebagai kemungkinan pengorbanan manfaat ekonomi di
masa depan yang muncul dari kewajiban saat ini dari suatu entitas tertentu
untuk mengalihkan aktiva atau menyediakan jasa kepada entitas lain di masa
depan sebagai hasil dari transaksi atau kejadian di masa lalu. (Stice,
2004:769).
Untuk tujuan pelaporan, utang diklasifikasikan menjadi dua jenis utama,
yaitu:
1. Utang lancar merupakan kewajiban yang akan jatuh tempo dalam satu
tahun dalam siklus operasi normal perusahaan. Selain itu, utang lancar
biasanya dibayar dengan aktiva lancar. Jika utang yang telah
diklasifikasikan sebagai tidak lancar akan jatuh tempo tahun depan, maka
(2)
2. Utang tidak lancar merupakan kewajiban yang jatuh temponya lebih dari
satu tahun. Selain itu, utang tidak lancar akan dibayar dengan penyerahan
aktiva tidak lancar yang telah diakumulasikan untuk tujuan pelunasan
kewajiban.
2.1.2Kebijakan Utang
Kebijakan pendanaan suatu perusahaan ditentukan oleh tingkat
kebutuhan investasi. Manajemen akan mencari dana untuk mendanai investasi
tersebut. Higgins (2007:199) menyatakan bahwa kebijakan pendanaan harus
dilakukan sesuai dengan kebutuhan perusahaan, apakah harus mengajukan
pinjaman atau menerbitkan saham baru. Hal ini karena kebijakan pendanaan
mempengaruhi nilai perusahaan.
Menurut Pecking Order Theory, perusahaan akan menggunakan
pendanaan internal jika tersedia (Brealey dan Myers, 2004:516). Namun, jika
dana internal tidak mencukupi, maka manajemen akan mencari sumber dana
eksternal. Pada saat pendanaan eksternal dibutuhkan, perusahaan terlebih
dahulu akan menerbitkan sekuritas yang paling aman yaitu perusahaan akan
mulai dari utang kemudian sekuritas campuran seperti obligasi konvertibel,
kemudian ekuitas sebagai langkah terakhir. Kebijakan utang merupakan
kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen dalam rangka memperoleh
sumber pembiayaan bagi perusahaan sehingga dapat digunakan untuk
membiayai aktivitas operasional perusahaan. Menurut Brailsford dalam
Bachtiar (2007:45), kebijakan utang dipandang sebagai mekanisme inter nal
(3)
pemegang saham. Chrurchley dan Hansen (1989) dalam Silvi et.al (2008:40)
menyatakan bahwa penambahan utang dalam struktur modal dapat
mengurangi penggunaan saham sehingga mengurangi biaya keagenan ekuitas.
Selain itu, perusahaan memiliki kewajiban untuk mengembalikan pinjaman
dan membayar beban bunga secara periodik. Kondisi ini menyebabkan
manajemen bekerja lebih keras untuk meningkatkan laba sehingga dapat
memenuhi kewajibam dari penggunaan utang Selain mengurangi konflik
keagenan, utang dapat menguntungkan bagi perusahaan, terutama dalam hal
pengurangan jumlah pajak yang harus dibayarkan kepada pemerintah. Higgins
(2007:211) menyatakan penurunan jumlah pajak yang harus dibayarkan dapat
meningkatkan jumlah kas yang tersedia untuk didistribusikan kepada
pemegang saham dan kreditor.
Manajemen harus mempertimbangkan nilai manfaat pengajuan utang
dimana biaya utang berupa biaya bunga harus lebih rendah daripada manfaat
yang akan diperoleh perusahaan. Selain itu, manajemen juga perlu
memperhitungkan distress cost yang akan ditimbulkan dari utang yang
semakin tinggi. Distress cost ini berkaitan dengan biaya-biaya yang akan
dikeluarkan apabila terjadi kebangkrutan (bankruptcy costs), biaya tidak
langsung (indirect cost) berupa biaya yang timbul akibat kehilangan penjualan
atau pendapatan, serta konflik kepentingan yang akan terjadi dimana pihak
kreditor dan pemegang saham akan mengkhawatirkan pengembalian atas dana
mereka (Higgins, 2007:213). Kebijakan pendanaan suatu perusahaan dapat
(4)
kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka
pendek maupun jangka panjang (Kasmir, 2009:151). Jenis rasio solvabilitas
yang digunakan dalam penelitian ini adalah debt to equity ratio (DER) dimana
rasio ini membandingkan antara total utang, termasuk utang lancar dengan
total ekuitas. Rasio ini berguna untuk mengetahui jumlah dana yang
disediakan kreditor dengan pemilik perusahaan yang berkaitan dengan
kebijakan pendanaan perusahaan.
Bagi kreditor, semakin tinggi debt to equity ratio, akan semakin tidak
menguntungkan karena risiko yang akan ditanggung atas kegagalan yang
mungkin terjadi pada perusahaan akan semakin tinggi. Debt to equity ratio
juga memberikan petunjuk umum tentang kelayakan dan risiko keuangan
perusahaan.
2.1.3Kepemilikan Institusional
Komposisi kepemilikan saham dapat memiliki dampak penting dalam
sistem pengendalian manajemen dalam perusahaan. Kepemilikan dalam suatu
perusahaan dapat dilihat dari sisi manajerial dan sisi institusional.
Kepemilikan manajerial merupakan presentase kepemilikan saham oleh pihak
manajerial yang mensejajarkan kepentingan manajemen dan pemegang saham
sehingga manajer akan merasakan langsung manfaat dari keputusan yang
diambil salah terutama pada pengambilan keputusan mengenai utang.
Sedangkan kepemilikan institusional merupakan prosentase kepemilikan
(5)
perusahaan asuransi, maupun berupa kepemilikan lembaga dan
perusahaan-perusahaan lain.
Pendapat Rozeff yang dikutip dalam Manan (2004:18) menyatakan
bahwa makin banyak pemegang saham, semakin tersebar kepemilikan,
sehingga hubungan negatif atau tidak signifikan bisa diharapkan diantara
banyaknya pemegang saham dan tingkat utang. Grier dan Zychowics
(1994:33) dalam penelitian Kurniati (2007:36) juga menyatakan bahwa
kepemilikan saham oleh institusi dapat menggantikan peranan utang dalam
memonitor manajemen perusahaan.
Moh’d, Perry, dan Rimbey (1998:121) menemukan bahwa kepemilikan saham oleh institusional mempunyai hubungan yang signifikan dan negatif
terhadap kebijakan utang. Adanya kepemilikan institusional akan mendorong
peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen.
Semakin tinggi kepemilikan institusional, maka diharapkan pengendalian
internal terhadap perusahaan akan semakin kuat sehingga dapat mengurangi
a gency cost pada perusahaan. Pengendalian ini akan membuat manajer
menggunakan utang pada tingkat rendah untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya financial distress dan kebangkrutan perusahaan. Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian Manan (2004:18) yang menyatakan bahwa
kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang
untuk perusahaan yang termasuk industri keuangan yang go public di BEJ
(6)
2.1.4Struktur Aset
Aktiva menurut Warren (2005:18) adalah sumber daya yang dimiliki
oleh perusahaan. Kondisi aktiva perusahaan dapat mempengaruhi kebijakan
pendanaan perusahaan. Perusahaan yang memiliki jumlah aktiva lancar yang
lebih banyak dalam struktur aktivanya cenderung untuk menggunakan utang
dalam pemenuhan kegiatan pendanaanya, sedangkan perusahaan yang
memiliki jumlah aktiva tetap yang lebih banyak cenderung menggunakan
modal sendiri dalam memenuhi kegiatan pendanaanya.
Menurut Brigham dan Houston (2001:39) perusahaan yang aktivanya
sesuai untuk dijadikan jaminan kredit cenderung lebih banyak menggunakan
banyak utang. Aktiva multiguna yang dapat digunakan oleh banyak
perusahaan merupakan jaminan yang baik, sedangkan aktiva yang hanya
digunakan untuk tujuan tertentu tidak begitu baik untuk dijadikan jaminan
kredit. Aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan merupakan suatu jaminan
pembayaran yang baik bagi kreditor terhadap pinjaman yang diberikan kepada
perusahaan. Kreditor tentunya melakukan suatu analisis kredit yang mendalam
untuk melihat kemampuan perusahaan dalam membayar kewajibannya
(likuiditas).
2.1.5Ukuran Perusahaan
Ukuran perusahaan merupakan salah satu faktor yang perlu
dipertimbangkan dalam menentukan tingkat kebijakan utang yang akan
dilakukan perusahaan. Besar atau kecilnya ukuran suatu perusahaan dapat
(7)
terjadi dalam suatu periode tertentu, dan kapitalisasi pasar. Semakin besar
jumlah aset yang dimiliki suatu perusahaan maka akan semakin besar pula
modal yang tertanam dalam perusahaan tesebut, semakin banyak penjualan
yang dapat dihasilkan oleh suatu perusahaan maka akan semakin tinggi pula
perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar. Ukuran perusahaan
merupakan karakteristik perusahaan yang dapat mengklasifikasikan apakah
suatu perusahaan termasuk kedalam ukuran perusahaan kecil, menengah,
ataupun besar.
Perusahaan kecil sangat rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi dan
cenderung kurang menguntungkan sedangkan perusahaan besar dapat
mengakses pasar modal dan dengan kemudahan tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa perusahaan memiliki fleksibilitas dan kemampuan untuk
mendapatkan dana atau permodalan (Wahidahwati dalam Pithaloka, 2009:22).
Perusahaan-perusahaan dengan ukuran besar cenderung lebih mudah untuk
memperoleh pinjaman dari pihak ketiga, karena kemampuan mengakses
kepada pihak lain atau jaminan yang dimiliki berupa aset bernilai besar
dibandingkan dengan perusahaan kecil. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Manan (2004:16) dan Pithaloka (2009:45) menunjukkan
ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan utang yang
mengindikasikan bahwa perusahaan dengan ukuran besar memiliki akses lebih
mudah dalam memperoleh dana dari kreditor dibandingkan dengan
(8)
Hasil penelitian tersebut ternyata bertentangan dengan Pecking Order
Theory yang dikutip oleh Pithaloka (2009:39) menyatakan bahwa semakin
besar perusahaan maka kecenderungan menggunakan pendanaan eksternal
juga semakin kecil, artinya perusahaan yang besar cenderung sedikit
menggunakan utang. Hal ini disebabkan karena perusahaan besar mempunyai
resiko kebangkrutan yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil. Perusahaan
besar cenderung mendahulukan menggunakan dana internal untuk operasi
perusahaannya dan berhati-hati dalam mengajukan pinjaman kepada pihak
ketiga.
2.1.6Profitabilitas
Profitabilitas mengukur tingkat keuntungan yang dihasilkan oleh
perusahaan. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh
laba dari kegitan bisnis yang dilakukannya (Ghosh,et. al., 2000:225).
Profitabilitas mencakup seluruh pendapatan dan biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan sebagai penggunaan aktiva dan pasiva dalam suatu periode.
Investor menggunakan profitabilitas untuk memprediksi seberapa besar
penggunaan nilai atas saham yang dimiliki. Dalam penelitian ini pengukuran
terhadap profitabilitas diukur dengan membandingkan laba setelah pajak
dengan total aset.
2.2Tinjauan Penelitian Terdahulu
Setiawan (2008:120) meneliti pengaruh kepemilikan manajerial,
(9)
non manufaktur di bursa efek Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
secara parsial kepemilikan manajerial dan institusional berpengaruh terhadap
kebijakan utang. Namun secara simultan kepemilikan manajerial tidak
berpengaruh terhadap kebijakan utang. Arimoerti (2003:23) juga meneliti
mengenai pengaruh struktur kepemilikan terhadap kebijakan utang pada
perusahaan manufaktur yang go public dibursa efek. Hasil penelitian
menunjukkan insider ownership, institusional investor, firm size, berpengaruh
signifikan terhadap kebijakan utang. Shareholder dispersion tidak berpengaruh
signifikan terhadap kebijakan utang.
Fatmawati (2009:61) pengaruh kepemilikan manajerial, dividen,
kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, risiko dan struktur asset terhadap
kebijakan utang pada perusahaan manufaktur. Hasil penelitian kepemilikan
manajerial, kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, risiko dan struktur asset
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan utang sedangkan dividen
tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang. Damayanti (2006:87)
analisa pengaruh free cash flow dan struktur kepemilikan saham terhadap
kebijakan utang pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Hasil penelitian free
ca sh flow, rasio MVABVA, dividen yield mempunyai pengaruh signifikan
terhadap kebijakan utang sedangkan kepemilikan manajerial, kepemilikan
institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang.
Manan (2004:19) analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan utang
perusahaan pada industry keuangan yang go public di BEJ TH.1999-2002 sebuah
(10)
vola tility tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kebijakan utang sedangkan
kepemilikan institusi, penyebaran saham, ukuran perusahaan, pertumbuhan,
struktur asset, earning volatility berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang.
Kurniati (2007) Pengaruh struktur kepemilikan terhadap kebijakan utang
perusahaan (studi pada perusahaan textile/garments di bursa efek Jakarta. Hasil
penelitian Secara simultan, variabel independen berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen. Secara parsial, kepemilikan institusional, kepemilikan
manjerial, dividen, struktur aset berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang.
Profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang.
2.3Kerangka Konseptual
Gambar 2.1 Kerangka konseptual Kepemilikan Institusional
(X1)
Struktur Aset (X2)
Ukuran Perusahaan (X3)
Profitabilitas (X4)
Kebijakan Utang (Y)
(11)
Dalam penelitian ini, yang merupakan variabel dependen adalah kebijakan
utang. Sedangkan yang menjadi variabel independen adalah kepemilikan
institusional, struktur asset, ukuran perusahaan dan profitabilitas.
Begitu juga kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kebijakan utang,
karena dengan meningkatnya kepemilikan institusional maka diharapkan semakin
kuat kontrol internal terhadap perusahaan dimana akan dapat mengurangi cost
a gency pada perusahaan. Adanya kontrol ini akan membuat manajer
menggunakan utang pada tingkat rendah untuk mengantisipasi kemungkinan
terjadinya financial distress dan kebangkrutan perusahaan.
Menurut Houston (2001:39) Perusahaan yang aktivanya sesuai untuk
dijadikan jaminan kredit cenderung lebih banyak menggunakan banyak utang.
Aktiva multiguna yang dapat digunakan oleh banyak perusahaan merupakan
jaminan yang baik, sedangkan aktiva yang hanya digunakan untuk tujuan tertentu
tidak begitu baik untuk dijadikan jaminan struktur aset, semakin banyak struktur
aset suatu perusahaan semakin banyak suatu perusahaan tersebut menggunakan
utangnya.
2.4Hipotesis Penelitian
Hipotesis menurut Erlina (2008:49) adalah preposisi yang dirumuskan
dengan maksud untuk diuji secara empiris. Preposisi merupakan ungkapan atau
pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal, atau diuji kebenaranya mengenai
konsep atau konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomena-fenomena.
(12)
keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Berdasarkan perumusan
masalah dalam kerangka konseptual di atas, maka hipotesis dari penelitian ini
adalah sebagai berikut: kepemilikan institusional, struktur aset, ukuran perusahaan
dan profitabilitas berpengaruh secara signifikan terhadap kebijakan utang
(1)
terjadi dalam suatu periode tertentu, dan kapitalisasi pasar. Semakin besar jumlah aset yang dimiliki suatu perusahaan maka akan semakin besar pula modal yang tertanam dalam perusahaan tesebut, semakin banyak penjualan yang dapat dihasilkan oleh suatu perusahaan maka akan semakin tinggi pula perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar. Ukuran perusahaan merupakan karakteristik perusahaan yang dapat mengklasifikasikan apakah suatu perusahaan termasuk kedalam ukuran perusahaan kecil, menengah, ataupun besar.
Perusahaan kecil sangat rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi dan cenderung kurang menguntungkan sedangkan perusahaan besar dapat mengakses pasar modal dan dengan kemudahan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan memiliki fleksibilitas dan kemampuan untuk mendapatkan dana atau permodalan (Wahidahwati dalam Pithaloka, 2009:22). Perusahaan-perusahaan dengan ukuran besar cenderung lebih mudah untuk memperoleh pinjaman dari pihak ketiga, karena kemampuan mengakses kepada pihak lain atau jaminan yang dimiliki berupa aset bernilai besar dibandingkan dengan perusahaan kecil. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Manan (2004:16) dan Pithaloka (2009:45) menunjukkan ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan utang yang mengindikasikan bahwa perusahaan dengan ukuran besar memiliki akses lebih mudah dalam memperoleh dana dari kreditor dibandingkan dengan perusahaan yang ukurannya lebih kecil.
(2)
Hasil penelitian tersebut ternyata bertentangan dengan Pecking Order Theory yang dikutip oleh Pithaloka (2009:39) menyatakan bahwa semakin besar perusahaan maka kecenderungan menggunakan pendanaan eksternal juga semakin kecil, artinya perusahaan yang besar cenderung sedikit menggunakan utang. Hal ini disebabkan karena perusahaan besar mempunyai resiko kebangkrutan yang lebih tinggi daripada perusahaan kecil. Perusahaan besar cenderung mendahulukan menggunakan dana internal untuk operasi perusahaannya dan berhati-hati dalam mengajukan pinjaman kepada pihak ketiga.
2.1.6Profitabilitas
Profitabilitas mengukur tingkat keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dari kegitan bisnis yang dilakukannya (Ghosh,et. al., 2000:225). Profitabilitas mencakup seluruh pendapatan dan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan sebagai penggunaan aktiva dan pasiva dalam suatu periode. Investor menggunakan profitabilitas untuk memprediksi seberapa besar penggunaan nilai atas saham yang dimiliki. Dalam penelitian ini pengukuran terhadap profitabilitas diukur dengan membandingkan laba setelah pajak dengan total aset.
2.2Tinjauan Penelitian Terdahulu
Setiawan (2008:120) meneliti pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional terhadap kebijakan utang perusahaan pada perusahaan
(3)
non manufaktur di bursa efek Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial kepemilikan manajerial dan institusional berpengaruh terhadap kebijakan utang. Namun secara simultan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kebijakan utang. Arimoerti (2003:23) juga meneliti mengenai pengaruh struktur kepemilikan terhadap kebijakan utang pada perusahaan manufaktur yang go public dibursa efek. Hasil penelitian menunjukkan insider ownership, institusional investor, firm size, berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang. Shareholder dispersion tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang.
Fatmawati (2009:61) pengaruh kepemilikan manajerial, dividen, kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, risiko dan struktur asset terhadap kebijakan utang pada perusahaan manufaktur. Hasil penelitian kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, risiko dan struktur asset memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan utang sedangkan dividen tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang. Damayanti (2006:87) analisa pengaruh free cash flow dan struktur kepemilikan saham terhadap kebijakan utang pada perusahaan manufaktur di Indonesia. Hasil penelitian free ca sh flow, rasio MVABVA, dividen yield mempunyai pengaruh signifikan terhadap kebijakan utang sedangkan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang.
Manan (2004:19) analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan utang perusahaan pada industry keuangan yang go public di BEJ TH.1999-2002 sebuah pendekatan agency theory. Hasil penelitian kepemilikan manajerial, dividen, stock
(4)
vola tility tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kebijakan utang sedangkan kepemilikan institusi, penyebaran saham, ukuran perusahaan, pertumbuhan, struktur asset, earning volatility berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang. Kurniati (2007) Pengaruh struktur kepemilikan terhadap kebijakan utang perusahaan (studi pada perusahaan textile/garments di bursa efek Jakarta. Hasil penelitian Secara simultan, variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Secara parsial, kepemilikan institusional, kepemilikan manjerial, dividen, struktur aset berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang. Profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan utang.
2.3Kerangka Konseptual
Gambar 2.1 Kerangka konseptual Kepemilikan Institusional
(X1)
Struktur Aset (X2)
Ukuran Perusahaan (X3)
Profitabilitas (X4)
Kebijakan Utang (Y)
(5)
Dalam penelitian ini, yang merupakan variabel dependen adalah kebijakan utang. Sedangkan yang menjadi variabel independen adalah kepemilikan institusional, struktur asset, ukuran perusahaan dan profitabilitas.
Begitu juga kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kebijakan utang, karena dengan meningkatnya kepemilikan institusional maka diharapkan semakin kuat kontrol internal terhadap perusahaan dimana akan dapat mengurangi cost a gency pada perusahaan. Adanya kontrol ini akan membuat manajer menggunakan utang pada tingkat rendah untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya financial distress dan kebangkrutan perusahaan.
Menurut Houston (2001:39) Perusahaan yang aktivanya sesuai untuk dijadikan jaminan kredit cenderung lebih banyak menggunakan banyak utang. Aktiva multiguna yang dapat digunakan oleh banyak perusahaan merupakan jaminan yang baik, sedangkan aktiva yang hanya digunakan untuk tujuan tertentu tidak begitu baik untuk dijadikan jaminan struktur aset, semakin banyak struktur aset suatu perusahaan semakin banyak suatu perusahaan tersebut menggunakan utangnya.
2.4Hipotesis Penelitian
Hipotesis menurut Erlina (2008:49) adalah preposisi yang dirumuskan dengan maksud untuk diuji secara empiris. Preposisi merupakan ungkapan atau pernyataan yang dapat dipercaya, disangkal, atau diuji kebenaranya mengenai konsep atau konstruk yang menjelaskan atau memprediksi fenomena-fenomena. Hipotesis merupakan penjelasan sementara tentang prilaku, fenomena, atau
(6)
keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Berdasarkan perumusan masalah dalam kerangka konseptual di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: kepemilikan institusional, struktur aset, ukuran perusahaan dan profitabilitas berpengaruh secara signifikan terhadap kebijakan utang perusahaan baik secara simultan maupun parsial.