Analisis Perbedaan Komposisi Asam Lemak Dan Kadar Kolesterol Pada Otak Sapi Dan Otak Kambing
22
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Lipid
Lipid merupakan senyawa yang larut dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam
air. Sifat kelarutan lipid sangat bergantung pada struktur umumnya dan ini juga
menjadi dasar penggolongan jenis lipid. Lipid dapat digolongkan menjadi tiga
golongan utama yaitu: lipid sederhana (seperti gliserida dan lilin), lipid majemuk
(seperti fosfolipid, sulfolipid, aminolipid dan lipoprotein) dan turunan lipid (seperti
asam lemak, gliserol, sterol, lemak alkohol, lemak aldehid dan lemak keton)
(Andarwulan, dkk. 2011). Jenis-jenis lipid digambarkan pada Gambar 2.1
CH3
H3C
O
CH2
O C
CHCH2CH2CH2CH
CH3
CH(CH2)7CH3
(CH2)7CH
CH3
O
CH O C(CH2)14CH3
O
CH2
HO
(b)
O C(CH2)14CH3
O
(a)
+
CH2OPOCH2CH2NH3
O
CH3(CH2)7CH
O
CH3(CH2)18CO(CH2)21CH3
-
CH(CH2)7COCH
(d)
CH3(CH2)12CH
O
CH2OC(CH2)16CH3
(c)
O
CHCH
O
CH3(CH2)22CNHCH
HOCH2 CH2
OO
HO
OH
OH
(e)
OH
CH3
23
CH3
CHCH2OH
CHCH2CH2C
CHCH2CH2C
CH3C
CH3
CH3
C
(f)
O
O
H2C
HC
CHCH2CH2CH2C
CHCH2CH
CHCH
OH
OH
CHCHCH2CH2CH2CH2CH3
OH
(g)
Gambar
2.1
Jenis-jenis Lipid (a) lemak triacygliserol; (b) steroid; (c)
phosphoglyceride; (d) lilin; (e) glicolipid; (f) terpene; (g)
prostaglandin (Salomon, 1987)
Gliserol dan ester asam lemak adalah komponen terbesar lipid yang
jumlahnya mencapai 99% dari seluruh komponen lipid yang secara alami terdapat
pada lemak hewan maupun tumbuhan, dan komponen ini dinamakan lemak atau
minyak.
2.2 Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak adalah bagian lipid yang berlimpah di alam. Kedua jenis senyawa
ini dapat disebut sebagai trigliserida yaitu ester yang tersusun dari tiga asam lemak
bergabung dengan gliserol, alkohol trihidroksida (Baum, 1982 ; Fessenden, 1989)
O
R'COOH
+
HC OH
HOH
H2C O C R
H2C OH
RCOOH
katalis
O
HC O C R'
+
HOH
O
R"COOH
tiga asam lemak
H2C OH
H2C O C R''
gliserol
trigliserida
HOH
Gambar 2.2 Reaksi pembentukan trigliserida dari asam lemak dan gliserol
Lemak atau minyak dapat diperoleh dari dua sumber yaitu sumber hewani dan
nabati. Sebagian besar gliserida pada hewan adalah berupa lemak, sedangkan
24
gliserida dalam tumbuhan cenderung berupa minyak (Baum, 1982). Pada masingmasing sumbernya, lemak dan minyak memiliki kadar dan komposisi yang berbedabeda. Perbedaan inilah yang menyebabkan setiap jenis lemak atau minyak
mempunyai karakteristik fisik-kimia yang berbeda pula. Sebagai contoh lemak
hewani pada suhu kamar berwujud padat. Hal ini disebabkan karena sebagian besar
komponennya terdiri dari asam lemak jenuh pada rantai karbonnya. Sedangkan pada
minyak nabati pada suhu kamar berwujud cair karena banyak mengandung asam
lemak yang tidak jenuh. (Manurung, 2013; Wilbraham, 1992). Meskipun lemak
berwujud padat dan minyak berwujud cair, keduanya memiliki struktur organik dasar
yang sama (Heart, 1990)
Tabel 2.1 Perbedaan Umum Antara Lemak Nabati dengan Lemak Hewani
Lemak hewani
Lemak nabati
Mengandung kolesterol
Mengandung filtosterol
Kadar asam lemak jenuh lebih kecil
Kadar asam lemak jenuh lebih besar
Mempunyai bilangan Reichert-meissl Mempunyai bilangan polenske lebih
lebih besar
besar
Suatu lemak tertentu biasanya mengandung campuran dari trigliserida yang
berbeda panjang dan derajat ketidakjenuhan asam-asam lemaknya (Cheristie, 1982).
Lemak juga berfungsi sebagai penghasil asam lemak esensial (essensial fatty acid =
EFA). Asam lemak esensial merupakan asam lemak yang tidak dapat dibentuk tubuh
dan harus tersedia dari luar (berasal dari makanan). Jenis asam lemak esensial yang
memegang peranan penting bagi tubuh adalah oleat, linoleat, dan linolenat. Ketiganya
mengandung ikatan rangkap (dua atau lebih) termasuk ke dalam kelompok asam
lemak tak jenuh poli (polyunsaturated fatty acid = PUFA) (Suharjo, dkk., 1987)
25
Satu sifat yang khas dari lemak dan minyak adalah daya larutnya dalam
pelarut organik seperti karbon tetraklorida, petroleum eter, dietil eter, n-heksan
(Lawson, 1985) dan ketidak larutannya dalam pelarut air (Sudarmadji, dkk., 1989).
Lemak dapat diekstraksi dengan pelarut non polar. Senyawa organik ini terdapat
dalam semua sel dan berfungsi sebagai sumber energi, komponen struktur sel, sebagai
simpanan bahan bakar metabolik, sebagai komponen pelindung dinding sel, dan juga
sebagai komponen pelindung kulit vertebrata (Girindra, 1988).
2.3 Ekstraksi Minyak dan Lemak
Ekstraksi adalah suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan minyak atau lemak
dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan mengocok
menggunakan pelarut organik yang sesuai. Lemak dan minyak tidak larut dalam air
akan tetapi larut dalam bahan pelarut organik. Pemilihan bahan pelarut yang paling
sesuai untuk ekstraksi lipid adalah dengan menentukan derajat polaritasnya. Pada
dasarnya suatu bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya.
Penetapan minyak atau lemak dapat dilakukan dengan mengekstraksi bahan yang
diduga mengandung minyak atau lemak. Proses ekstraksi dilakukan menggunakan
pelarut eter atau pelarut minyak lainnya setelah contoh uji dihancurkan dengan cara
digiling.
Prosedur yang dilakukan saat ekstraksi adalah larutan yang ingin dipisahkan
ditempatkan dalam corong pemisah. Sejumlah kecil pelarut organik misalnya eter
atau kloroform ditambahkan ke dalamnya. Pelarut organik yang larut dengan air akan
membentuk lapisan terpisah. Mulut corong ditutup dengan stopper dan tangan
mengguncangkan isi corong pemisah. Zat terlarut akan lebih larut dalam pelarut
organik sehingga berpindah ke dalamnya. Lapisan pelarut kemudian dipisahkan
dengan membuka keran dan mengeluarkan lapisan bawah seluruhnya. Bahan organik
terlarut akhirnya diperoleh dengan penyulingan pelarut. Hasil tersebut akan lebih baik
jika diekstrak dua atau ketiga kali. (Arun, 2005)
26
Ekstraksi sokletasi sangat baik digunakan untuk ekstraksi lemak dan minyak
dari biji-bijian juga alkaloid dari tumbuhan. Zat organik yang akan diperoleh dari
padatan dapat diekstraksi dengan pelarut organik dimana zat pengotor tidak ikut
terlarut. Dalam prakteknya ekstraksi dari padatan dilakukan dengan alat khusus yaitu
soxhlet (Gambar 2.3). Dengan alat soxhlet akan memperoleh hasil ekstraksi
maksimum dengan jumlah pelarut yang terbatas (Arun, 2005)
Gambar 2.3 Soxhlet
Menurut Wasti et al. (2013) menyatakan bahwa lemak juga dapat diekstraksi
dengan memotong kecil bagian lemak kemudian lemak tersebut direndam ke dalam
kloroform atau petroleum ether dan campuran tersebut diaduk pada kecepatan 200
rpm selam tiga jam. Sampel disaring dan siap untuk dianalisis
2.4 Kandungan Gizi pada Otak Sapi dan Otak Kambing
Menurut Putra (2004) menyatakan bahwa otak adalah salah satu hasil ikutan dari
pemotongan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Otak memiliki kadar
lemak sebesar 9,3% dengan kadar air 78,3% dan kadar protein sebesar 9,8%. Lemak
ini tidak digunakan sebagai sumber energi melainkan sebagai komponen struktural
yang merupakan bagian integral dari jaringan otak.
Lemak yang terdapat pada otak didominasi oleh kolesterol dan fosfolipid yang
kaya dengan asam Asam Lemak Tak jenuh, khususnya asam lemak n-3 jenis DHA
27
(decohexaenoic acid) dan diikuti asam lemak n-6 jenis AA (arachidonic acid)
(Crawford, 1993). Hal ini dapat diintepretasikan bahwa DHA dan AA merupakan
factor penting dalam sifat fungsional otak dan merupakan unsur penting dalam
makanan.
Menurut Putra (2004), otak memiliki tekstur yang sangat lembut dengan cita
rasa yang lezat. Tekstur yang lembut tersebut dipengaruhi oleh tingginya kadar air,
protein dan fosfolipid untuk menjaga kestabilan emulsi lemak otak, sedangkan flavor
yang lezat tersebut kemungkinan karena kadar lemak yang cukup tinggi, sehingga
kelarutan bumbu menjadi lebih baik. Faktanya, otak sapi dan otak kambing
mengandung nutrisi lebih tinggi dibandingkan dengan organ lainnya. Otak sapi dan
otak kambing juga mengandung minyak alami yang sehat. Namun selain itu otak sapi
dan otak kambing juga memiliki kandungan asam lemak dan kolesterol. Menurut
Ensminger et al. (1994), otak sapi yang telah dimasak memiliki kadar lemak sebesar
27,5 % dengan kadar protein sebesar 24,5% dan kadar air sekitar 47%. Selain lemak
dan protein, otak juga kaya akan vitamin dan mineral.
Gambar 2.4 Otak Sapi
Gambar 2.5 Otak Kambing
2.4.1 Asam Lemak
Asam lemak adalah asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak atau
minyak, umumnya memiliki rantai hidrokarbon panjang dan tidak bercabang.
28
Kebanyakan trigliserida alami adalah trigliserida campuran, yaitu triester dengan
komponen asam lemak yang berbeda. (Wilbraham, 1992)
Asam lemak adalah asam organik berantai panjang yang mempunyai atom
karbon 4-24, memiliki gugus karboksil tunggal dan ujung hidrokarbon nonpolar yang
panjang menyebabkan hampir semua lipid bersifat tidak larut dalam air dan tampak
berminyak atau berlemak (Johnson, et all., 1971). Asam lemak mempunyai berat
molekul yang paling besar di dalam molekul gliserida yang merupakan bagian reaktif,
sehingga asam lemak mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap lemak dan
minyak. Asam lemak ini masih dibedakan antara asam lemak yang jenuh dan tidak
jenuh. Asam-asam lemak jenuh yang telah dapat diidentifikasi sebagai bagian dari
lemak mempunyai atom C4 hingga C26. Asam palmitat C16 terdapat paling banyak,
Senyawa tersebut merupakan bagian dari hampir semua lemak.
Asam-asam lemak yang rantai karbonya mengandung ikatan rangkap disebut
asam lemak tak jenuh. Derajat ketidakjenuhan dari asam lemak tergantung pada
jumlah rata-rata dari ikatan rangkap di dalam asam lemak. Pada asam lemak tak jenuh
masih dibedakan antara asam yang mempunyai bentuk tunggal. Bentuk yang lain
adalah asam konjugasi dimana antara atom-atom C yang tertentu terdapat ikatan
tunggal dan ikatan rangkap berganti-ganti (Sastrohamidjojo, 2005)
Asam lemak bentuk cis mempunyai titik cair yang lebih rendah dibandingkan
dengan bentuk trans dengan panjang rantai yang sama. Panjang rantai karbon juga
mempengaruhi titik cair. Pada asam lemak jenuh, titik cair semakin meningkat
dengan semakin panjangnya rantai karbon. Pada asam lemak tidak jenuh, titik cair
akan semakin menurun dengan bertambahnya ikatan rangkap, sehingga asam lemak
jenuh mempunyai titik cair yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak tidak
jenuh dengan jumlah karbon yang sama (Sastrohamidjojo, 2005).
Daging dipandang sebagai sumber utama lemak dan terutama asam lemak
jenuh dalam makanan (Wood, 2002). Jumlah lemak pada daging juga dipengaruhi
29
oleh
perbedaan
spesies
yakni
dalam
proses
pencernaannya
dan
perkembangbiakannya. Komposisi asam lemak juga berbeda-beda pada setiap daging
hewan tegantung pada jumlah lemak yang terkandung dalam karkas dan otot setiap
hewan (Wood, 2007)
Menurut Hermanto, dkk (2008) pada daging sapi kandungan asam lemak
rantai pendek C8-C12 sangat rendah namun berbeda dengan asam lemak jenuh rantai
panjang (C16:0, C18:0 dan C20:0) kandungannya jauh lebih besar dibandingkan
dengan lemak babi dan lemak ayam, sedangkan untuk asam lemak tidak jenuh
tunggal (MUFA) dan asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA) cukup bervariasi.
Menurut Correa, (2011) daging kambing memiliki lemak jenuh yang rendah
dibandingkan dengan daging ayam, daging sapi, daging babi dan daging domba.
Daging kambing juga menunjukkan nilai kalori, lemak total dan kolesterol yang
rendah bila dibandingkan dengan daging lainnya. Perbandingan dari komposisi nutrisi
pada daging dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Komposisi Nutrisi daging kambing dan jenis daging lainnya per 3 oz
(Correa, 2011)
Nutrisi
Kambing
Ayam
Sapi
Babi
Domba
Kalori
122
162
179
180
175
Lemak (g)
2,6
6,3
7,9
8,2
8,1
Lemak Jenuh (g)
0,79
1,7
3,0
2,9
2,9
Protein (g)
23
25
25
25
24
Kolesterol (mg)
63,8
76,0
73,1
73,1
78,2
* oz: Ounce (Ons) dimana 1Ounce = 28,350 g, maka 3 Ounce = 85,05 g
30
Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak pada sampel daging sapi, ayam, babi (Hermanto,
2008)
Persentasi Asam Lemak (%)
Asam Lemak
Lemak Sapi
Lemak Ayam
Lemak Babi
Asam Kaprilat C8:0
td
td
0.01
Asam Kaprat C10:0
td
td
0.04
Asam Laurat C12:0
0.34
td
0.1
Asam Miristat C14:0
4.36
0.74
1.07
AsamPalmitat C16:1
1.40
7.01
1.78
Asam Palmitat C16:0
29.40
27.24
7.01
Asam Margarat C17:0
1.74
td
0.5
Asam Linoleat C18:2
1.17
16.36
24.94
Asam Oleat C18:1
20.53
38.35
40.74
Asam Stearat C18:0
31.26
5.56
13.95
Asam Arakidonat C20:4
td
0.87
0.43
Asam Eikosenar C20:1
td
0.41
td
Asam Arakat C20:0
0.33
td
0.3
* td: tidak terdeteksi
Analisis asam lemak dilakukan melalui beberapa tahapan antara lain ekstraksi,
metilasi, injeksi dan pembacaan sampel dengan kromatogram. Tahapan ekstraksi
terlebih dahulu diperoleh asam lemak dengan metode Soxhlet. Pada tahap ini akan
diperoleh lemak dalam bentuk minyak. Sampel tersebut kemudian ditimbang untuk
dilanjutkan pada tahap metilasi. Pada tahapan metilasi dilakukan untuk membentuk
senyawa turunan dari senyawa asam lemak menjadi metil esternya. Asam-asam
lemak dirubah menjadi ester-ester metil atau alkil yang lainnya sebelum disuntikkan
ke dalam kromatografi gas (Gifari, 2011)
31
Tabel 2.4 Komposisi Lemak Pada Sampel Daging Kambing per 100g (USDA
National Nutrient Database for Standard Reference dalam Noor, 2008)
Lemak
Nilai per 100 g
Total Asam Lemak Jenuh
0,710
Asam Kaprat 10:0
0,000
Asam Laurat 12:0
0,000
Asam Miristat 14:0
0,030
Asam Palmitat 16:0
0,330
Asam Stearat 18:0
0,330
Total asam lemak monosaturated
1,030
Asam Palmitoleat 16:1
0,040
Asam Oleat 18:1
0,940
Total asam lemak poliunsaturated
0,170
Asam Linoleat 18:2
0,100
Asam linolenat 18:3
0,020
Asam Arakidonat 20:4
0,060
Kolesterol
57 mg
2.4.2 Kolesterol
Kolesterol adalah salah satu komponen lemak dan merupakan salah satu zat gizi yang
sangat dibutuhkan oleh tubuh selain karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral.
Kolesterol merupakan metabolit yang mengandung lemak sterol (waxy steroid) yang
ditemukan pada membran sel dan disirkulasikan dalam darah (Muariefin, 2013).
Menurut Maynard et all (1969) kolesterol adalah sterol golongan lipida
terpenting yang terdapat dalam jaringan hewan. Dengan demikian metabolism
kolesterol erat hubungannya dengan metabolism lipid. Kolesterol mempunyai fungsi
32
fisiologis yang penting dan muncul pada semua jaringan-jaringan ternak baik dalam
bentuk bebas ataupun bentuk ester (Price et all., 1971).
Kolesterol memiliki struktur kimia seperti terlihat pada Gambar 2.6. Dilihat
dari struktur kimianya, kolesterol merupakan kelompok steroid, yaitu suatu zat yang
termasuk ke dalam golongan lipid. Steroids ialah lipid yang memiliki struktur kimia
khusus. Struktur ini terdiri atas 4 cincin atom karbon dan memiliki formula C27H45OH
(Ganong, 1983)
H2
C
H3C
CH
CH3
CH3 C
A
D
CH2
C
H2
H
C
CH3
CH3
B
HO
Gambar 2.6 Kolesterol (Tai, 1999)
Kolesterol merupakan produk khas hasil metabolisme hewan. Tumbuhan tidak
mengandung kolesterol tetapi mengandung jenis sterol yang lain yaitu fitosterol
(Brown, 2008). Kolesterol hanya terdapat dalam makanan yang berasal dari hewan
seperti daging, ikan, telur, susu, otak, dan jeroan (Bennion, 2004).
Kebanyakan daging dan makanan yang berasal dari produk hewani seperti
telur, mentega, keju dan krim sangat kaya akan kolesterol. Pada lemak daging sapi,
domba, dan babi mengandung asam lemak tak jenuh yang lebih banyak dibandingkan
ikan dan unggas. Kolesterol memiliki keberadaan paling besar dalam membran sel
dan dalam jaringan otak dan saraf. Sekitar 17 persen dari berat kering otak terdiri atas
kolesterol. Dengan demikian, tanpa kolesterol, struktur otak tidak mungkin terbentuk
dengan sempurna (Muariefin, 2013).
33
Tabel 2.5 Kandungan Kolesterol dalam jaringan Daging Sapi dan Daging Kambing
per 3 oz (USDA Nutrient Database for Standard Reference, Release 14
(2001))
Jaringan
Kolesterol (mg)
Daging Sapi
73.1
Daging Kambing
63.8
Kandungan kolesterol dari jeroan jauh lebih tinggi dibanding daging. Jeroan
juga mengandung kadar purin yang cukup tinggi, yang bisa menyebabkan penyakit
asam urat. Masakan Otak Sapi adalah salah satu makanan yang mengandung kadar
kolesterol dan asam lemak jenuh yang tinggi. Kandungan kolesterol dalam 10 g otak
sapi adalah 2.100 mg dan kandungan asam lemak jenuhnya 1,8 g/Ons sedangkan
terdapat 2,02 % kandungan kolesterol dalam 15 g otak kambing atau setara dengan
0,303 g per 15 g. Hati atau lever bahkan memiliki kadar kolesterol lebih tinggi, yaitu
mencapai 564 mg per 100 gram. padahal batas konsumsi kolesterol bagi orang normal
adalah 300 mg per hari. Secara umum, semua jenis jeroan memang kurang baik untuk
kesehatan (Sihombing, 2013).
Kolesterol yang ada dalam tubuh selain berasal dari makanan asal hewani atau
eksogenus (hanya 50 persen kolesterol dari makanan dapat diserap usu, sisanya 50
persen lolos sebagai bagian dari feses) juga dapat disintesis sel-sel tubuh sendiri
(endogenus) terutama oleh sel hati. (Arnim, 1992)
Kolesterol tidak dapat disirkulasikan dalam aliran darah dengan sendirinya
karena kolesterol tidak larut dalam cairan darah. Oleh karena itu agar dapat dikirim
ke seluruh tubuh perlu dikemas bersama protein menjadi partikel yang disebut
lipoprotein yang dapat dianggap sebagai ‘pembawa’ (carier) kolesterol dalam darah.
Ada dua jenis lipoprotein yang membawa kolesterol dalam darah:
34
1. Kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein)
Jenis kolesterol ini berbahaya sehingga sering disebut juga sebagai kolesterol
jahat. Kolesterol LDL mengangkut kolesterol paling banyak didalam darah.
Tingginya kadar LDL menyebabkan pengendapan kolesterol dalam arteri.
Kolesterol LDL merupakan faktor risiko utama penyakit jantung koroner sekaligus
target utama dalam pengobatan.
2. Kolesterol HDL (High Density Lipoprotein)
Kolesterol ini tidak berbahaya. Kolesterol HDL mengangkut kolesterol lebih
sedikit dari LDL dan sering disebut kolesterol baik karena dapat membuang
kelebihan kolesterol jahat di pembuluh darah arteri kembali ke hati, untuk diproses
dan dibuang. HDL mencegah kolesterol mengendap di arteri dan melindungi
pembuluh darah dari proses aterosklerosis (terbentuknya plak pada dinding
pembuluh darah). Rendahnya level kolesterol HDL dapat meningkatkan resiko
penyakit jantung koroner. Kolesterol yang berlebihan dalam darah akan melekat
pada dinding arteri kemudian akan berkembang dan disebut sebagai plak. Plak
dapat mempersempit dan menyebabkan pengerasan pada pembuluh darah sehingga
dapat menyumbat pembuluh darah. Kondisi ini disebut dengan aterosklerosis
(Wehrman, 1997)
Penentuan kolesterol secara akurat menjadi suatu hal yang penting karena
berhubungan erat dengan terjadinya penyakit jantung koroner. Metode untuk
menganalisis kolesterol dapat dilakukan dengan prosedur untuk spektroskopi,
gravimetri (Sweeney, et al., 1976). Metode yang berdasarkan proses enzimatis di
gabungkan dengan spektrofometri untuk analisis kolesterol dalam darah tidak dapat
dilakukan dalam bahan makanan. (Touchstone, 1986 ; Jiang, et al., 1991)
2.5 Esterifikasi dan Transesterifikasi
Esterifikasi adalah tahap konversi asam lemak bebas menjadi ester, dengan
mereaksikan asam lemak dengan alkohol. Asam lemak bebas yang diperoleh dari
35
sampel melalui proses hidrolisis ditambahkan dengan methanol (CH3OH) dan asam
kuat H2SO4 sebagai katalis sehingga terbentuk senyawa metil ester. Proses esterifikasi
ini dilakukan untuk keperluan analisis kadar asam lemak menggunakan GC-MS. Hal
ini dikarenakan asam lemak yang diperoleh dari hidrolisis bersifat non-volatile (tidak
mudah menguap), sementara syarat senyawa yang diperlukan untuk keperluan analisa
harus bersifat volatile. Sehingga diperlukan adanya konversi asam lemak bebas
menjadi senyawa metil ester. Senyawa metil ester sendiri bersifat volatile atau mudah
menguap. Ester asam lemak sering dimodifikasi baik untuk bahan makanan untuk
bahan surfaktan, aditif, detergen dan lain sebagainya (Endo, et al., 1997). Modifikasi
ester asam lemak dapat dilakukan dengan beberapa cara :
a. Esterifikasi
O
R C OH
Asam Karboksilat
O
+
R'
OH
+
R C O R'
H O H
ester
alkohol
Pengubahan asam lemak bebas menjadi ester dengan mereaksikan asam lemak
dengan alkohol
b. Interesterifikasi
O
O
R C O R'
+ R"
ester 1
O
O
C O R*
ester 2
R C OR*
ester 3
+
R"
C OR'
ester 4
Pertukaran gugusan antara dua buah ester dimana hal ini hanya dapat terjadi
apabila terdapat katalis.
c. Alkoholisis
O
R C OR' + R" OH
asam karboksilat alkohol
O
R C OR"
ester
+
R'
OH
Reaksi suatu asam karboksilat dengan alkohol untuk membentuk ester.
36
Kedua reaksi yang terakhir diatas dikelompokkan menjadi reaksi transesterifikasi
(Gandhi, 1997).
Transesterifikasi disebut juga alkoholisis adalah pertukaran antara alkohol
dengan suatu ester untuk membentuk ester lain pada suatu proses yang mirip dengan
hidrolisis, kecuali pada penggunaan alkohol untuk menggantikan air. Proses ini telah
digunakan secara luas untuk mengurangi viskositas trigliserida. Reaksi antara minyak
(trigliserida) dan alkohol disebut transesterifikasi. Alkohol direaksikan dengan ester
untuk menghasilkan ester baru, sehingga terjadi pemecahan senyawa trigliserida
untuk mengadakan migrasi gugus alkil antar ester. (Widyastuti, 2007)
Alkoholisis adalah reaksi reversible yang terjadi pada temperatur ruang, dan
berjalan dengan lambat tanpa adanya katalis. Katalis yang biasa dipergunakan untuk
mempercepat reaksi ini adalah suatu asam anorganik seperti HCl dan H2SO4.
O
R C OH
+
as. karboksilat
R' OH
alkohol
H2SO4 / HCL
O
R C OR'
ester
+
H O H
Cara lain adalah melewatkan H2SO4 ke dalam campuran reaksi tersebut dan di
refluks (metode Fischer-Speier). Alkoholisis tanpa menggunakan katalis dapat juga
dilakukan dengan menggunakan satu molekul asam karboksilat & satu molekul
alkohol namun hasilnya sedikit, dan untuk meningkatkan hasil dapat dilakukan
dengan menggunakan salah satu pereaksi secara berlebihan. Pertambahan hasil juga
dipengaruhi oleh dehidrasi atau menarik air yang terbentuk sebagai hasil samping
reaksi. Air dapat dipisahkan dengan cara menambah pelarut non polar seperti benzene
dan kloroform sehingga ester yang terbentuk akan segera terikat pada pelarut yang
digunakan. Asam organik yang digunakan sebagai katalis akan menyebabkan asam
karboksilat mengalami konjugasi sehingga asam konjugat dari asam karboksilat
tersebut yang akan berperan sebagai substrat.
37
2.6 Analisis Asam Lemak dengan GC-MS
Syarat dilakukannya analisis kadar asam lemak menggunakan GC-MS adalah sampel
senyawa harus bersifat volatile, sehingga jika sampel yang diperoleh dalam bentuk
non volatile diperlukann adanya konversi asam lemak bebas menjadi senyawa metil
ester.
Kromatografi adalah metode fisika untuk pemisahan komponen-komponen
yang terdistribusi antara dua fasa. Pemisahan dengan kromatografi didasarkan pada
perbedaan kesetimbangan komponen-komponen campuran diantara fasa stasioner dan
fasa gerak (Panagan dkk., 2011).
Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS) adalah dua metode
analisis yang dihubungkan untuk dikombinasikan menjadi metode analisa campuran
suatu senyawa kimia. Dengan menggabungkan dua metode ini, maka dapat diketahui
senyawa apa saja yang terkandung dalam suatu campuran, baik secara kualitatif
maupun kuantitatif (Rochmasari, 2011)
Kromatografi gas merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan
deteksi senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan senyawa-senyawa gas
anorganik dalam suatu campuran (Riyanto, 2013). Kromatografi gas disini berfungsi
sebagai alat pemisah berbagai komponen campuran dalam sampel, sedangkan
spectrometer massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing komponen yang telah
dipisahkan pada sistem kromatografi gas. Spektrometer massa merupakan alat
analisis yang mempunyai kemampuan aplikasi yang paling luas, yang dapat
dipergunakan untuk memperoleh informasi mengenai komposisi sampel dasar dari
suatu bahan, struktur dari molekul anorganik, organik dan biologi, komposisi
kualitatif dan kuantitatif dari kompleks, struktur dan komposisi dari permukaan padat
dan perbandingan isotropic atom-atom di dalam sampel (Skoog et all., 1997).
38
Prinsip Kromatografi gas yaitu teknik pemisahan yang mana solut-solut yang
mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui kolom yang
mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio
distribusinya. Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada titik didih suatu
senyawa dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan
fase diam. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya berkisar 50-350˚C) bertujuan
untuk menjamin bahwa solute akan menguap dan karenanya akan cepat terelusi
(Riyanto, 2013).
Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah
sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan
fase stasioner berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang
terikat pada zat padat penunjangnya (Khopkar, 2003). Fase gerak yang berupa gas
akan mengelusi solute dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor. Detektor
akan memberikan sinyal yang kemudian ditampilkan dalam computer sebagai
kromatogram. Pada kromatogram sumbu x menunjukkan waktu retensi, Rt (Retention
time, waktu saat sampel diinjeksikan sampai elusi berakhir), sedangkan sumbu y
menunjukkan intensitas sinyal. Dalam detektor selain memberikan sinyal sebagai
kromatogram, komponen yang telah terpisah akan ditembak dengan elektron elektron
sehingga akan terpecah menjadi fragmen-fragmen dengan perbandingan massa dan
muatan tertentu (m/z). Spektrometer massa pada umumnya digunakan untuk:
1. Menentukan massa suatu molekul
2. Menentukan rumus molekul dengan menggunakan Spektrum Massa Beresolusi
Tinggi (High Resolution Mass Spektra)
3. Mengetahui informasi dari struktur dengan melihat pola fragmentasinya Ketika
uap suatu senyawa dilewatkan dalam ruang ionisasi spektrometer massa, maka zat
ini dibombardir atau ditembak dengan elektron. Elektron ini mempunyai energi
yang cukup untuk melemparkan elektron dalam senyawa sehingga akan
memberikan ion positif, ion ini disebut dengan ion molekul (M+). Ion molekul
39
cenderung tidak stabil dan terpecah menjadi fragmen-fragmen yang lebih kecil.
Fragmen-fragmen ini yang akan menghasilkan diagram batang (Dachriyanus,
2004).
Fragmen-fragmen dengan m/z ditampilkan computer sebagai spektra massa,
dimana sumbu x menunjukkan perbandingan m/z sedangkan sumbu y menunjukkan
intensitas. Dari spektra tersebut dapat diketahui struktur senyawa dengan cara
membandingkan dengan spektra massa senyawa standar dari literatur. Pendekatan
pustaka terhadap spekta massa dapat digunakan untuk identifikasi bila indeks
kemiripan atau Similarity Indeks (SI) ≥ 80% (Howe, et al., 1981)
Sekarang ini sistem GC-MS sebagian digunakan sebagai peran utama untuk
analisa makanan dan aroma, petroleum, petrokimia dan zat-zat kimia di laboratorium.
Kromatografi gas merupakan kunci dari suatu teknik analitik dalam pemisahan
komponen mudah menguap, yaitu dengan mengkombinasikan secara cepat analisa
sehingga pemecahan yang tinggi mengurangi pengoperasian. Keuntungan dari
kromatografi gas adalah hasil kuantitatif yang bagus dan harganya lebih murah.
Sedangkan kerugiannya tidak dapat memberikan identitas atau struktur untuk setiap
puncak yang dihasilkan dan pada saat proses karakteristik yang didefenisikan sistem
tidak bagus (Mcnair, 2009).
2.7 Analisis Kolesterol dengan HPLC
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan pengembangan dari
kromatografi kolom terbuka. HPLC digunakan untuk analisis senyawa yang non
volatile dan thermolabile (Riyanto, 2013). Kadar kolesterol di dalam bahan pangan
dapat diukur dengan berbagai metode, salah satunya dengan HPLC. Prosedur analisis
yang dilakukan diawali dengan menyiapkan larutan standar kolesterol, menyiapkan
sampel untuk memperoleh larutan sampel, dan kandungan kolesterol dapat ditentukan
dengan HPLC (Setianingrum, 2011)
40
Prinsip kerja HPLC: dengan bantuan pompa fase gerak dialirkan melalui
kolom ke detektor. Sampel yang dilarutkan dalam solvent, dimasukkan ke dalam
aliran fasa gerak dengan cara injeksi. Di dalam kolom terjadi pemisahan komponenkomponen campuran karena perbedaan kekuatan interaksi antara analit (solut-solut)
dengan stationary phase pada kolom.
Solut-solut yang kurang kuat interaksinya dengan fase diam akan keluar dari
kolom terlebih dahulu. Sebaliknya solut-solut yang kuat berinteraksi dengan fasa
diam maka solute-solute tersebut akan keluar dari kolom lebih lama. Setiap
komponen campuran yang keluar dari kolom dideteksi oleh detektor kemudian
direkam dalam bentuk kromatogram.
Persamaan dari penggunaan Gas Chromatography (GC) dan High
Performance Liquid Chromatography (HPLC) adalah keluarannya yang berupa
kromatogram. Selain itu keuntungan pemakaian HPLC dibandingkan dengan
pemakaian GC adalah kemampuan menganalisis sampel yang unvolatile dan labil
pada suhu tinggi.
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Lipid
Lipid merupakan senyawa yang larut dalam pelarut organik tetapi tidak larut dalam
air. Sifat kelarutan lipid sangat bergantung pada struktur umumnya dan ini juga
menjadi dasar penggolongan jenis lipid. Lipid dapat digolongkan menjadi tiga
golongan utama yaitu: lipid sederhana (seperti gliserida dan lilin), lipid majemuk
(seperti fosfolipid, sulfolipid, aminolipid dan lipoprotein) dan turunan lipid (seperti
asam lemak, gliserol, sterol, lemak alkohol, lemak aldehid dan lemak keton)
(Andarwulan, dkk. 2011). Jenis-jenis lipid digambarkan pada Gambar 2.1
CH3
H3C
O
CH2
O C
CHCH2CH2CH2CH
CH3
CH(CH2)7CH3
(CH2)7CH
CH3
O
CH O C(CH2)14CH3
O
CH2
HO
(b)
O C(CH2)14CH3
O
(a)
+
CH2OPOCH2CH2NH3
O
CH3(CH2)7CH
O
CH3(CH2)18CO(CH2)21CH3
-
CH(CH2)7COCH
(d)
CH3(CH2)12CH
O
CH2OC(CH2)16CH3
(c)
O
CHCH
O
CH3(CH2)22CNHCH
HOCH2 CH2
OO
HO
OH
OH
(e)
OH
CH3
23
CH3
CHCH2OH
CHCH2CH2C
CHCH2CH2C
CH3C
CH3
CH3
C
(f)
O
O
H2C
HC
CHCH2CH2CH2C
CHCH2CH
CHCH
OH
OH
CHCHCH2CH2CH2CH2CH3
OH
(g)
Gambar
2.1
Jenis-jenis Lipid (a) lemak triacygliserol; (b) steroid; (c)
phosphoglyceride; (d) lilin; (e) glicolipid; (f) terpene; (g)
prostaglandin (Salomon, 1987)
Gliserol dan ester asam lemak adalah komponen terbesar lipid yang
jumlahnya mencapai 99% dari seluruh komponen lipid yang secara alami terdapat
pada lemak hewan maupun tumbuhan, dan komponen ini dinamakan lemak atau
minyak.
2.2 Lemak dan Minyak
Lemak dan minyak adalah bagian lipid yang berlimpah di alam. Kedua jenis senyawa
ini dapat disebut sebagai trigliserida yaitu ester yang tersusun dari tiga asam lemak
bergabung dengan gliserol, alkohol trihidroksida (Baum, 1982 ; Fessenden, 1989)
O
R'COOH
+
HC OH
HOH
H2C O C R
H2C OH
RCOOH
katalis
O
HC O C R'
+
HOH
O
R"COOH
tiga asam lemak
H2C OH
H2C O C R''
gliserol
trigliserida
HOH
Gambar 2.2 Reaksi pembentukan trigliserida dari asam lemak dan gliserol
Lemak atau minyak dapat diperoleh dari dua sumber yaitu sumber hewani dan
nabati. Sebagian besar gliserida pada hewan adalah berupa lemak, sedangkan
24
gliserida dalam tumbuhan cenderung berupa minyak (Baum, 1982). Pada masingmasing sumbernya, lemak dan minyak memiliki kadar dan komposisi yang berbedabeda. Perbedaan inilah yang menyebabkan setiap jenis lemak atau minyak
mempunyai karakteristik fisik-kimia yang berbeda pula. Sebagai contoh lemak
hewani pada suhu kamar berwujud padat. Hal ini disebabkan karena sebagian besar
komponennya terdiri dari asam lemak jenuh pada rantai karbonnya. Sedangkan pada
minyak nabati pada suhu kamar berwujud cair karena banyak mengandung asam
lemak yang tidak jenuh. (Manurung, 2013; Wilbraham, 1992). Meskipun lemak
berwujud padat dan minyak berwujud cair, keduanya memiliki struktur organik dasar
yang sama (Heart, 1990)
Tabel 2.1 Perbedaan Umum Antara Lemak Nabati dengan Lemak Hewani
Lemak hewani
Lemak nabati
Mengandung kolesterol
Mengandung filtosterol
Kadar asam lemak jenuh lebih kecil
Kadar asam lemak jenuh lebih besar
Mempunyai bilangan Reichert-meissl Mempunyai bilangan polenske lebih
lebih besar
besar
Suatu lemak tertentu biasanya mengandung campuran dari trigliserida yang
berbeda panjang dan derajat ketidakjenuhan asam-asam lemaknya (Cheristie, 1982).
Lemak juga berfungsi sebagai penghasil asam lemak esensial (essensial fatty acid =
EFA). Asam lemak esensial merupakan asam lemak yang tidak dapat dibentuk tubuh
dan harus tersedia dari luar (berasal dari makanan). Jenis asam lemak esensial yang
memegang peranan penting bagi tubuh adalah oleat, linoleat, dan linolenat. Ketiganya
mengandung ikatan rangkap (dua atau lebih) termasuk ke dalam kelompok asam
lemak tak jenuh poli (polyunsaturated fatty acid = PUFA) (Suharjo, dkk., 1987)
25
Satu sifat yang khas dari lemak dan minyak adalah daya larutnya dalam
pelarut organik seperti karbon tetraklorida, petroleum eter, dietil eter, n-heksan
(Lawson, 1985) dan ketidak larutannya dalam pelarut air (Sudarmadji, dkk., 1989).
Lemak dapat diekstraksi dengan pelarut non polar. Senyawa organik ini terdapat
dalam semua sel dan berfungsi sebagai sumber energi, komponen struktur sel, sebagai
simpanan bahan bakar metabolik, sebagai komponen pelindung dinding sel, dan juga
sebagai komponen pelindung kulit vertebrata (Girindra, 1988).
2.3 Ekstraksi Minyak dan Lemak
Ekstraksi adalah suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan minyak atau lemak
dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan mengocok
menggunakan pelarut organik yang sesuai. Lemak dan minyak tidak larut dalam air
akan tetapi larut dalam bahan pelarut organik. Pemilihan bahan pelarut yang paling
sesuai untuk ekstraksi lipid adalah dengan menentukan derajat polaritasnya. Pada
dasarnya suatu bahan akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya.
Penetapan minyak atau lemak dapat dilakukan dengan mengekstraksi bahan yang
diduga mengandung minyak atau lemak. Proses ekstraksi dilakukan menggunakan
pelarut eter atau pelarut minyak lainnya setelah contoh uji dihancurkan dengan cara
digiling.
Prosedur yang dilakukan saat ekstraksi adalah larutan yang ingin dipisahkan
ditempatkan dalam corong pemisah. Sejumlah kecil pelarut organik misalnya eter
atau kloroform ditambahkan ke dalamnya. Pelarut organik yang larut dengan air akan
membentuk lapisan terpisah. Mulut corong ditutup dengan stopper dan tangan
mengguncangkan isi corong pemisah. Zat terlarut akan lebih larut dalam pelarut
organik sehingga berpindah ke dalamnya. Lapisan pelarut kemudian dipisahkan
dengan membuka keran dan mengeluarkan lapisan bawah seluruhnya. Bahan organik
terlarut akhirnya diperoleh dengan penyulingan pelarut. Hasil tersebut akan lebih baik
jika diekstrak dua atau ketiga kali. (Arun, 2005)
26
Ekstraksi sokletasi sangat baik digunakan untuk ekstraksi lemak dan minyak
dari biji-bijian juga alkaloid dari tumbuhan. Zat organik yang akan diperoleh dari
padatan dapat diekstraksi dengan pelarut organik dimana zat pengotor tidak ikut
terlarut. Dalam prakteknya ekstraksi dari padatan dilakukan dengan alat khusus yaitu
soxhlet (Gambar 2.3). Dengan alat soxhlet akan memperoleh hasil ekstraksi
maksimum dengan jumlah pelarut yang terbatas (Arun, 2005)
Gambar 2.3 Soxhlet
Menurut Wasti et al. (2013) menyatakan bahwa lemak juga dapat diekstraksi
dengan memotong kecil bagian lemak kemudian lemak tersebut direndam ke dalam
kloroform atau petroleum ether dan campuran tersebut diaduk pada kecepatan 200
rpm selam tiga jam. Sampel disaring dan siap untuk dianalisis
2.4 Kandungan Gizi pada Otak Sapi dan Otak Kambing
Menurut Putra (2004) menyatakan bahwa otak adalah salah satu hasil ikutan dari
pemotongan yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Otak memiliki kadar
lemak sebesar 9,3% dengan kadar air 78,3% dan kadar protein sebesar 9,8%. Lemak
ini tidak digunakan sebagai sumber energi melainkan sebagai komponen struktural
yang merupakan bagian integral dari jaringan otak.
Lemak yang terdapat pada otak didominasi oleh kolesterol dan fosfolipid yang
kaya dengan asam Asam Lemak Tak jenuh, khususnya asam lemak n-3 jenis DHA
27
(decohexaenoic acid) dan diikuti asam lemak n-6 jenis AA (arachidonic acid)
(Crawford, 1993). Hal ini dapat diintepretasikan bahwa DHA dan AA merupakan
factor penting dalam sifat fungsional otak dan merupakan unsur penting dalam
makanan.
Menurut Putra (2004), otak memiliki tekstur yang sangat lembut dengan cita
rasa yang lezat. Tekstur yang lembut tersebut dipengaruhi oleh tingginya kadar air,
protein dan fosfolipid untuk menjaga kestabilan emulsi lemak otak, sedangkan flavor
yang lezat tersebut kemungkinan karena kadar lemak yang cukup tinggi, sehingga
kelarutan bumbu menjadi lebih baik. Faktanya, otak sapi dan otak kambing
mengandung nutrisi lebih tinggi dibandingkan dengan organ lainnya. Otak sapi dan
otak kambing juga mengandung minyak alami yang sehat. Namun selain itu otak sapi
dan otak kambing juga memiliki kandungan asam lemak dan kolesterol. Menurut
Ensminger et al. (1994), otak sapi yang telah dimasak memiliki kadar lemak sebesar
27,5 % dengan kadar protein sebesar 24,5% dan kadar air sekitar 47%. Selain lemak
dan protein, otak juga kaya akan vitamin dan mineral.
Gambar 2.4 Otak Sapi
Gambar 2.5 Otak Kambing
2.4.1 Asam Lemak
Asam lemak adalah asam karboksilat yang diperoleh dari hidrolisis suatu lemak atau
minyak, umumnya memiliki rantai hidrokarbon panjang dan tidak bercabang.
28
Kebanyakan trigliserida alami adalah trigliserida campuran, yaitu triester dengan
komponen asam lemak yang berbeda. (Wilbraham, 1992)
Asam lemak adalah asam organik berantai panjang yang mempunyai atom
karbon 4-24, memiliki gugus karboksil tunggal dan ujung hidrokarbon nonpolar yang
panjang menyebabkan hampir semua lipid bersifat tidak larut dalam air dan tampak
berminyak atau berlemak (Johnson, et all., 1971). Asam lemak mempunyai berat
molekul yang paling besar di dalam molekul gliserida yang merupakan bagian reaktif,
sehingga asam lemak mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap lemak dan
minyak. Asam lemak ini masih dibedakan antara asam lemak yang jenuh dan tidak
jenuh. Asam-asam lemak jenuh yang telah dapat diidentifikasi sebagai bagian dari
lemak mempunyai atom C4 hingga C26. Asam palmitat C16 terdapat paling banyak,
Senyawa tersebut merupakan bagian dari hampir semua lemak.
Asam-asam lemak yang rantai karbonya mengandung ikatan rangkap disebut
asam lemak tak jenuh. Derajat ketidakjenuhan dari asam lemak tergantung pada
jumlah rata-rata dari ikatan rangkap di dalam asam lemak. Pada asam lemak tak jenuh
masih dibedakan antara asam yang mempunyai bentuk tunggal. Bentuk yang lain
adalah asam konjugasi dimana antara atom-atom C yang tertentu terdapat ikatan
tunggal dan ikatan rangkap berganti-ganti (Sastrohamidjojo, 2005)
Asam lemak bentuk cis mempunyai titik cair yang lebih rendah dibandingkan
dengan bentuk trans dengan panjang rantai yang sama. Panjang rantai karbon juga
mempengaruhi titik cair. Pada asam lemak jenuh, titik cair semakin meningkat
dengan semakin panjangnya rantai karbon. Pada asam lemak tidak jenuh, titik cair
akan semakin menurun dengan bertambahnya ikatan rangkap, sehingga asam lemak
jenuh mempunyai titik cair yang lebih tinggi dibandingkan dengan asam lemak tidak
jenuh dengan jumlah karbon yang sama (Sastrohamidjojo, 2005).
Daging dipandang sebagai sumber utama lemak dan terutama asam lemak
jenuh dalam makanan (Wood, 2002). Jumlah lemak pada daging juga dipengaruhi
29
oleh
perbedaan
spesies
yakni
dalam
proses
pencernaannya
dan
perkembangbiakannya. Komposisi asam lemak juga berbeda-beda pada setiap daging
hewan tegantung pada jumlah lemak yang terkandung dalam karkas dan otot setiap
hewan (Wood, 2007)
Menurut Hermanto, dkk (2008) pada daging sapi kandungan asam lemak
rantai pendek C8-C12 sangat rendah namun berbeda dengan asam lemak jenuh rantai
panjang (C16:0, C18:0 dan C20:0) kandungannya jauh lebih besar dibandingkan
dengan lemak babi dan lemak ayam, sedangkan untuk asam lemak tidak jenuh
tunggal (MUFA) dan asam lemak tidak jenuh ganda (PUFA) cukup bervariasi.
Menurut Correa, (2011) daging kambing memiliki lemak jenuh yang rendah
dibandingkan dengan daging ayam, daging sapi, daging babi dan daging domba.
Daging kambing juga menunjukkan nilai kalori, lemak total dan kolesterol yang
rendah bila dibandingkan dengan daging lainnya. Perbandingan dari komposisi nutrisi
pada daging dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2 Komposisi Nutrisi daging kambing dan jenis daging lainnya per 3 oz
(Correa, 2011)
Nutrisi
Kambing
Ayam
Sapi
Babi
Domba
Kalori
122
162
179
180
175
Lemak (g)
2,6
6,3
7,9
8,2
8,1
Lemak Jenuh (g)
0,79
1,7
3,0
2,9
2,9
Protein (g)
23
25
25
25
24
Kolesterol (mg)
63,8
76,0
73,1
73,1
78,2
* oz: Ounce (Ons) dimana 1Ounce = 28,350 g, maka 3 Ounce = 85,05 g
30
Tabel 2.3 Komposisi Asam Lemak pada sampel daging sapi, ayam, babi (Hermanto,
2008)
Persentasi Asam Lemak (%)
Asam Lemak
Lemak Sapi
Lemak Ayam
Lemak Babi
Asam Kaprilat C8:0
td
td
0.01
Asam Kaprat C10:0
td
td
0.04
Asam Laurat C12:0
0.34
td
0.1
Asam Miristat C14:0
4.36
0.74
1.07
AsamPalmitat C16:1
1.40
7.01
1.78
Asam Palmitat C16:0
29.40
27.24
7.01
Asam Margarat C17:0
1.74
td
0.5
Asam Linoleat C18:2
1.17
16.36
24.94
Asam Oleat C18:1
20.53
38.35
40.74
Asam Stearat C18:0
31.26
5.56
13.95
Asam Arakidonat C20:4
td
0.87
0.43
Asam Eikosenar C20:1
td
0.41
td
Asam Arakat C20:0
0.33
td
0.3
* td: tidak terdeteksi
Analisis asam lemak dilakukan melalui beberapa tahapan antara lain ekstraksi,
metilasi, injeksi dan pembacaan sampel dengan kromatogram. Tahapan ekstraksi
terlebih dahulu diperoleh asam lemak dengan metode Soxhlet. Pada tahap ini akan
diperoleh lemak dalam bentuk minyak. Sampel tersebut kemudian ditimbang untuk
dilanjutkan pada tahap metilasi. Pada tahapan metilasi dilakukan untuk membentuk
senyawa turunan dari senyawa asam lemak menjadi metil esternya. Asam-asam
lemak dirubah menjadi ester-ester metil atau alkil yang lainnya sebelum disuntikkan
ke dalam kromatografi gas (Gifari, 2011)
31
Tabel 2.4 Komposisi Lemak Pada Sampel Daging Kambing per 100g (USDA
National Nutrient Database for Standard Reference dalam Noor, 2008)
Lemak
Nilai per 100 g
Total Asam Lemak Jenuh
0,710
Asam Kaprat 10:0
0,000
Asam Laurat 12:0
0,000
Asam Miristat 14:0
0,030
Asam Palmitat 16:0
0,330
Asam Stearat 18:0
0,330
Total asam lemak monosaturated
1,030
Asam Palmitoleat 16:1
0,040
Asam Oleat 18:1
0,940
Total asam lemak poliunsaturated
0,170
Asam Linoleat 18:2
0,100
Asam linolenat 18:3
0,020
Asam Arakidonat 20:4
0,060
Kolesterol
57 mg
2.4.2 Kolesterol
Kolesterol adalah salah satu komponen lemak dan merupakan salah satu zat gizi yang
sangat dibutuhkan oleh tubuh selain karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral.
Kolesterol merupakan metabolit yang mengandung lemak sterol (waxy steroid) yang
ditemukan pada membran sel dan disirkulasikan dalam darah (Muariefin, 2013).
Menurut Maynard et all (1969) kolesterol adalah sterol golongan lipida
terpenting yang terdapat dalam jaringan hewan. Dengan demikian metabolism
kolesterol erat hubungannya dengan metabolism lipid. Kolesterol mempunyai fungsi
32
fisiologis yang penting dan muncul pada semua jaringan-jaringan ternak baik dalam
bentuk bebas ataupun bentuk ester (Price et all., 1971).
Kolesterol memiliki struktur kimia seperti terlihat pada Gambar 2.6. Dilihat
dari struktur kimianya, kolesterol merupakan kelompok steroid, yaitu suatu zat yang
termasuk ke dalam golongan lipid. Steroids ialah lipid yang memiliki struktur kimia
khusus. Struktur ini terdiri atas 4 cincin atom karbon dan memiliki formula C27H45OH
(Ganong, 1983)
H2
C
H3C
CH
CH3
CH3 C
A
D
CH2
C
H2
H
C
CH3
CH3
B
HO
Gambar 2.6 Kolesterol (Tai, 1999)
Kolesterol merupakan produk khas hasil metabolisme hewan. Tumbuhan tidak
mengandung kolesterol tetapi mengandung jenis sterol yang lain yaitu fitosterol
(Brown, 2008). Kolesterol hanya terdapat dalam makanan yang berasal dari hewan
seperti daging, ikan, telur, susu, otak, dan jeroan (Bennion, 2004).
Kebanyakan daging dan makanan yang berasal dari produk hewani seperti
telur, mentega, keju dan krim sangat kaya akan kolesterol. Pada lemak daging sapi,
domba, dan babi mengandung asam lemak tak jenuh yang lebih banyak dibandingkan
ikan dan unggas. Kolesterol memiliki keberadaan paling besar dalam membran sel
dan dalam jaringan otak dan saraf. Sekitar 17 persen dari berat kering otak terdiri atas
kolesterol. Dengan demikian, tanpa kolesterol, struktur otak tidak mungkin terbentuk
dengan sempurna (Muariefin, 2013).
33
Tabel 2.5 Kandungan Kolesterol dalam jaringan Daging Sapi dan Daging Kambing
per 3 oz (USDA Nutrient Database for Standard Reference, Release 14
(2001))
Jaringan
Kolesterol (mg)
Daging Sapi
73.1
Daging Kambing
63.8
Kandungan kolesterol dari jeroan jauh lebih tinggi dibanding daging. Jeroan
juga mengandung kadar purin yang cukup tinggi, yang bisa menyebabkan penyakit
asam urat. Masakan Otak Sapi adalah salah satu makanan yang mengandung kadar
kolesterol dan asam lemak jenuh yang tinggi. Kandungan kolesterol dalam 10 g otak
sapi adalah 2.100 mg dan kandungan asam lemak jenuhnya 1,8 g/Ons sedangkan
terdapat 2,02 % kandungan kolesterol dalam 15 g otak kambing atau setara dengan
0,303 g per 15 g. Hati atau lever bahkan memiliki kadar kolesterol lebih tinggi, yaitu
mencapai 564 mg per 100 gram. padahal batas konsumsi kolesterol bagi orang normal
adalah 300 mg per hari. Secara umum, semua jenis jeroan memang kurang baik untuk
kesehatan (Sihombing, 2013).
Kolesterol yang ada dalam tubuh selain berasal dari makanan asal hewani atau
eksogenus (hanya 50 persen kolesterol dari makanan dapat diserap usu, sisanya 50
persen lolos sebagai bagian dari feses) juga dapat disintesis sel-sel tubuh sendiri
(endogenus) terutama oleh sel hati. (Arnim, 1992)
Kolesterol tidak dapat disirkulasikan dalam aliran darah dengan sendirinya
karena kolesterol tidak larut dalam cairan darah. Oleh karena itu agar dapat dikirim
ke seluruh tubuh perlu dikemas bersama protein menjadi partikel yang disebut
lipoprotein yang dapat dianggap sebagai ‘pembawa’ (carier) kolesterol dalam darah.
Ada dua jenis lipoprotein yang membawa kolesterol dalam darah:
34
1. Kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein)
Jenis kolesterol ini berbahaya sehingga sering disebut juga sebagai kolesterol
jahat. Kolesterol LDL mengangkut kolesterol paling banyak didalam darah.
Tingginya kadar LDL menyebabkan pengendapan kolesterol dalam arteri.
Kolesterol LDL merupakan faktor risiko utama penyakit jantung koroner sekaligus
target utama dalam pengobatan.
2. Kolesterol HDL (High Density Lipoprotein)
Kolesterol ini tidak berbahaya. Kolesterol HDL mengangkut kolesterol lebih
sedikit dari LDL dan sering disebut kolesterol baik karena dapat membuang
kelebihan kolesterol jahat di pembuluh darah arteri kembali ke hati, untuk diproses
dan dibuang. HDL mencegah kolesterol mengendap di arteri dan melindungi
pembuluh darah dari proses aterosklerosis (terbentuknya plak pada dinding
pembuluh darah). Rendahnya level kolesterol HDL dapat meningkatkan resiko
penyakit jantung koroner. Kolesterol yang berlebihan dalam darah akan melekat
pada dinding arteri kemudian akan berkembang dan disebut sebagai plak. Plak
dapat mempersempit dan menyebabkan pengerasan pada pembuluh darah sehingga
dapat menyumbat pembuluh darah. Kondisi ini disebut dengan aterosklerosis
(Wehrman, 1997)
Penentuan kolesterol secara akurat menjadi suatu hal yang penting karena
berhubungan erat dengan terjadinya penyakit jantung koroner. Metode untuk
menganalisis kolesterol dapat dilakukan dengan prosedur untuk spektroskopi,
gravimetri (Sweeney, et al., 1976). Metode yang berdasarkan proses enzimatis di
gabungkan dengan spektrofometri untuk analisis kolesterol dalam darah tidak dapat
dilakukan dalam bahan makanan. (Touchstone, 1986 ; Jiang, et al., 1991)
2.5 Esterifikasi dan Transesterifikasi
Esterifikasi adalah tahap konversi asam lemak bebas menjadi ester, dengan
mereaksikan asam lemak dengan alkohol. Asam lemak bebas yang diperoleh dari
35
sampel melalui proses hidrolisis ditambahkan dengan methanol (CH3OH) dan asam
kuat H2SO4 sebagai katalis sehingga terbentuk senyawa metil ester. Proses esterifikasi
ini dilakukan untuk keperluan analisis kadar asam lemak menggunakan GC-MS. Hal
ini dikarenakan asam lemak yang diperoleh dari hidrolisis bersifat non-volatile (tidak
mudah menguap), sementara syarat senyawa yang diperlukan untuk keperluan analisa
harus bersifat volatile. Sehingga diperlukan adanya konversi asam lemak bebas
menjadi senyawa metil ester. Senyawa metil ester sendiri bersifat volatile atau mudah
menguap. Ester asam lemak sering dimodifikasi baik untuk bahan makanan untuk
bahan surfaktan, aditif, detergen dan lain sebagainya (Endo, et al., 1997). Modifikasi
ester asam lemak dapat dilakukan dengan beberapa cara :
a. Esterifikasi
O
R C OH
Asam Karboksilat
O
+
R'
OH
+
R C O R'
H O H
ester
alkohol
Pengubahan asam lemak bebas menjadi ester dengan mereaksikan asam lemak
dengan alkohol
b. Interesterifikasi
O
O
R C O R'
+ R"
ester 1
O
O
C O R*
ester 2
R C OR*
ester 3
+
R"
C OR'
ester 4
Pertukaran gugusan antara dua buah ester dimana hal ini hanya dapat terjadi
apabila terdapat katalis.
c. Alkoholisis
O
R C OR' + R" OH
asam karboksilat alkohol
O
R C OR"
ester
+
R'
OH
Reaksi suatu asam karboksilat dengan alkohol untuk membentuk ester.
36
Kedua reaksi yang terakhir diatas dikelompokkan menjadi reaksi transesterifikasi
(Gandhi, 1997).
Transesterifikasi disebut juga alkoholisis adalah pertukaran antara alkohol
dengan suatu ester untuk membentuk ester lain pada suatu proses yang mirip dengan
hidrolisis, kecuali pada penggunaan alkohol untuk menggantikan air. Proses ini telah
digunakan secara luas untuk mengurangi viskositas trigliserida. Reaksi antara minyak
(trigliserida) dan alkohol disebut transesterifikasi. Alkohol direaksikan dengan ester
untuk menghasilkan ester baru, sehingga terjadi pemecahan senyawa trigliserida
untuk mengadakan migrasi gugus alkil antar ester. (Widyastuti, 2007)
Alkoholisis adalah reaksi reversible yang terjadi pada temperatur ruang, dan
berjalan dengan lambat tanpa adanya katalis. Katalis yang biasa dipergunakan untuk
mempercepat reaksi ini adalah suatu asam anorganik seperti HCl dan H2SO4.
O
R C OH
+
as. karboksilat
R' OH
alkohol
H2SO4 / HCL
O
R C OR'
ester
+
H O H
Cara lain adalah melewatkan H2SO4 ke dalam campuran reaksi tersebut dan di
refluks (metode Fischer-Speier). Alkoholisis tanpa menggunakan katalis dapat juga
dilakukan dengan menggunakan satu molekul asam karboksilat & satu molekul
alkohol namun hasilnya sedikit, dan untuk meningkatkan hasil dapat dilakukan
dengan menggunakan salah satu pereaksi secara berlebihan. Pertambahan hasil juga
dipengaruhi oleh dehidrasi atau menarik air yang terbentuk sebagai hasil samping
reaksi. Air dapat dipisahkan dengan cara menambah pelarut non polar seperti benzene
dan kloroform sehingga ester yang terbentuk akan segera terikat pada pelarut yang
digunakan. Asam organik yang digunakan sebagai katalis akan menyebabkan asam
karboksilat mengalami konjugasi sehingga asam konjugat dari asam karboksilat
tersebut yang akan berperan sebagai substrat.
37
2.6 Analisis Asam Lemak dengan GC-MS
Syarat dilakukannya analisis kadar asam lemak menggunakan GC-MS adalah sampel
senyawa harus bersifat volatile, sehingga jika sampel yang diperoleh dalam bentuk
non volatile diperlukann adanya konversi asam lemak bebas menjadi senyawa metil
ester.
Kromatografi adalah metode fisika untuk pemisahan komponen-komponen
yang terdistribusi antara dua fasa. Pemisahan dengan kromatografi didasarkan pada
perbedaan kesetimbangan komponen-komponen campuran diantara fasa stasioner dan
fasa gerak (Panagan dkk., 2011).
Gas Chromatography-Mass Spectroscopy (GC-MS) adalah dua metode
analisis yang dihubungkan untuk dikombinasikan menjadi metode analisa campuran
suatu senyawa kimia. Dengan menggabungkan dua metode ini, maka dapat diketahui
senyawa apa saja yang terkandung dalam suatu campuran, baik secara kualitatif
maupun kuantitatif (Rochmasari, 2011)
Kromatografi gas merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan
deteksi senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan senyawa-senyawa gas
anorganik dalam suatu campuran (Riyanto, 2013). Kromatografi gas disini berfungsi
sebagai alat pemisah berbagai komponen campuran dalam sampel, sedangkan
spectrometer massa berfungsi untuk mendeteksi masing-masing komponen yang telah
dipisahkan pada sistem kromatografi gas. Spektrometer massa merupakan alat
analisis yang mempunyai kemampuan aplikasi yang paling luas, yang dapat
dipergunakan untuk memperoleh informasi mengenai komposisi sampel dasar dari
suatu bahan, struktur dari molekul anorganik, organik dan biologi, komposisi
kualitatif dan kuantitatif dari kompleks, struktur dan komposisi dari permukaan padat
dan perbandingan isotropic atom-atom di dalam sampel (Skoog et all., 1997).
38
Prinsip Kromatografi gas yaitu teknik pemisahan yang mana solut-solut yang
mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui kolom yang
mengandung fase diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio
distribusinya. Pemisahan pada kromatografi gas didasarkan pada titik didih suatu
senyawa dikurangi dengan semua interaksi yang mungkin terjadi antara solut dengan
fase diam. Penggunaan suhu yang meningkat (biasanya berkisar 50-350˚C) bertujuan
untuk menjamin bahwa solute akan menguap dan karenanya akan cepat terelusi
(Riyanto, 2013).
Dalam kromatografi gas, fase bergeraknya adalah gas dan zat terlarut terpisah
sebagai uap. Pemisahan tercapai dengan partisi sampel antara fase gas bergerak dan
fase stasioner berupa cairan dengan titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang
terikat pada zat padat penunjangnya (Khopkar, 2003). Fase gerak yang berupa gas
akan mengelusi solute dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor. Detektor
akan memberikan sinyal yang kemudian ditampilkan dalam computer sebagai
kromatogram. Pada kromatogram sumbu x menunjukkan waktu retensi, Rt (Retention
time, waktu saat sampel diinjeksikan sampai elusi berakhir), sedangkan sumbu y
menunjukkan intensitas sinyal. Dalam detektor selain memberikan sinyal sebagai
kromatogram, komponen yang telah terpisah akan ditembak dengan elektron elektron
sehingga akan terpecah menjadi fragmen-fragmen dengan perbandingan massa dan
muatan tertentu (m/z). Spektrometer massa pada umumnya digunakan untuk:
1. Menentukan massa suatu molekul
2. Menentukan rumus molekul dengan menggunakan Spektrum Massa Beresolusi
Tinggi (High Resolution Mass Spektra)
3. Mengetahui informasi dari struktur dengan melihat pola fragmentasinya Ketika
uap suatu senyawa dilewatkan dalam ruang ionisasi spektrometer massa, maka zat
ini dibombardir atau ditembak dengan elektron. Elektron ini mempunyai energi
yang cukup untuk melemparkan elektron dalam senyawa sehingga akan
memberikan ion positif, ion ini disebut dengan ion molekul (M+). Ion molekul
39
cenderung tidak stabil dan terpecah menjadi fragmen-fragmen yang lebih kecil.
Fragmen-fragmen ini yang akan menghasilkan diagram batang (Dachriyanus,
2004).
Fragmen-fragmen dengan m/z ditampilkan computer sebagai spektra massa,
dimana sumbu x menunjukkan perbandingan m/z sedangkan sumbu y menunjukkan
intensitas. Dari spektra tersebut dapat diketahui struktur senyawa dengan cara
membandingkan dengan spektra massa senyawa standar dari literatur. Pendekatan
pustaka terhadap spekta massa dapat digunakan untuk identifikasi bila indeks
kemiripan atau Similarity Indeks (SI) ≥ 80% (Howe, et al., 1981)
Sekarang ini sistem GC-MS sebagian digunakan sebagai peran utama untuk
analisa makanan dan aroma, petroleum, petrokimia dan zat-zat kimia di laboratorium.
Kromatografi gas merupakan kunci dari suatu teknik analitik dalam pemisahan
komponen mudah menguap, yaitu dengan mengkombinasikan secara cepat analisa
sehingga pemecahan yang tinggi mengurangi pengoperasian. Keuntungan dari
kromatografi gas adalah hasil kuantitatif yang bagus dan harganya lebih murah.
Sedangkan kerugiannya tidak dapat memberikan identitas atau struktur untuk setiap
puncak yang dihasilkan dan pada saat proses karakteristik yang didefenisikan sistem
tidak bagus (Mcnair, 2009).
2.7 Analisis Kolesterol dengan HPLC
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan pengembangan dari
kromatografi kolom terbuka. HPLC digunakan untuk analisis senyawa yang non
volatile dan thermolabile (Riyanto, 2013). Kadar kolesterol di dalam bahan pangan
dapat diukur dengan berbagai metode, salah satunya dengan HPLC. Prosedur analisis
yang dilakukan diawali dengan menyiapkan larutan standar kolesterol, menyiapkan
sampel untuk memperoleh larutan sampel, dan kandungan kolesterol dapat ditentukan
dengan HPLC (Setianingrum, 2011)
40
Prinsip kerja HPLC: dengan bantuan pompa fase gerak dialirkan melalui
kolom ke detektor. Sampel yang dilarutkan dalam solvent, dimasukkan ke dalam
aliran fasa gerak dengan cara injeksi. Di dalam kolom terjadi pemisahan komponenkomponen campuran karena perbedaan kekuatan interaksi antara analit (solut-solut)
dengan stationary phase pada kolom.
Solut-solut yang kurang kuat interaksinya dengan fase diam akan keluar dari
kolom terlebih dahulu. Sebaliknya solut-solut yang kuat berinteraksi dengan fasa
diam maka solute-solute tersebut akan keluar dari kolom lebih lama. Setiap
komponen campuran yang keluar dari kolom dideteksi oleh detektor kemudian
direkam dalam bentuk kromatogram.
Persamaan dari penggunaan Gas Chromatography (GC) dan High
Performance Liquid Chromatography (HPLC) adalah keluarannya yang berupa
kromatogram. Selain itu keuntungan pemakaian HPLC dibandingkan dengan
pemakaian GC adalah kemampuan menganalisis sampel yang unvolatile dan labil
pada suhu tinggi.