Keanekaragaman Jenis Kantong Semar (Nepenthes spp.) di Cagar Alam Dolok Sibual Buali Chapter III V
24
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Cagar Alam Dolok Sibual Buali, Kecamatan
Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara.Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Juni hingga Agustus 2014.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain peta lokasi, kamera
untuk dokumentasi kegiatan, pita ukur, patok kayu dan tali plastik untuk membuat
petak contoh, penggaris untuk mengukur tinggi kantung Nepenthes, Global
Position System (GPS) untuk mengetahui titik koordinat dan ketinggian tempat,
parang, buku panduan identifikasi Nepenthes, termometer, dan alat tulis untuk
mencatat data.Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa Nepenthes
sebagai objek penelitian, karton tebal, label nama, benang, kapas, dan tally sheet.
Prosedur Penelitian
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data sekunder merupakan data olahan yang diperoleh dari beberapa
sumber sebagai data pendukung. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian
ini meliputi peta Cagar Alam Dolok Sibual-Buali seperti pada Lampiran 1.
Sedangkan data primer merupakan data yang dikumpulkan secara langsung di
lapangan.
Universitas Sumatera Utara
25
1. Metode Pengumpulan Data
a.
Identifikasi Nepenthes
Penentuan Daerah Sampel
Penentuan
daerah
sampel
berdasarkan
pertimbangan
keberadaan
Nepenthes (searching sample).Pada inventarisasi Nepenthes digunakan metode
cluster . Plot yang dibuat dalam kegiatan ini diharapkan dapat mewakili daerah
penelitian.Plot dibuat di lokasi penelitian dengan ukuran plot 20x20 m sebanyak 8
petak contoh.Jenis Nepenthes yang ada dicatat pada tally sheet dengan parameter
meliputi nomor plot,jenis Nepenthes, jumlah rumpun, cara hidup Nepenthes
(epifit/teresterial), koordinat dan elevasi lokasi, serta kondisi habitat. Desain
penentuan pengambilan daerah sampel dapat dilihat pada Gambar 3.
20 m
20 m
Gambar 3. Desain pembuatan petak contoh
Universitas Sumatera Utara
26
Pemberian Kode
Untuk mempermudah proses identifikasiNepenthes, di lapangan perlu
dibuat kode yang berbeda untuk masing-masing jenis yang ditemukan. Nepenthes
yang ditemukan diberi kode berurutan misalnya mulai dari A1, A2, A3, A4, dan
seterusnya. Kode ditulis pada label nama dan didokumentasikan sebelum
dokumentasi setiap bagian Nepenthes.
Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan dengan kamera digital. Dokumentasi yang diambil
adalah jenis Nepenthes yang ditemukan beserta habitatnya dan dokumentasi dari
seluruh tahapan kegiatan penelitian seperti plot pengamatan, pengukuran bagian
morfologi Nepenthes (panjang kantung, panjang taji, panjang dan lebar tutup
kantung, tinggi tumbuhan Nepenthes, panjang sulur, lebar dan panjang daun),
pengukuran suhu udara di lokasi penelitian, dan lainnya. Data yang diperoleh
dicatat pada tally sheet dengan parameter nomor plot, untuk bagian daun yaitu
warna, bentuk,dan tata daun, bagian batang yaitu bentuk batang, bagian kantung
yaitu warna, bentuk, corak kantung, tinggi kantung, jumlah taji, memiliki sayap
atau tidak, serta warna peristome. Dokumentasi jenis Nepenthes yang ditemukan
tersebut kemudian dicetak untuk membantu kegiatan identifikasi.
b.
Suhu dan Kelembaban
Pengambilan data suhu dan kelembaban dilakukan untuk mengetahui
kondisi fisik lingkungan di setiap lokasi penelitian.Data suhu dan kelembaban
diambil di salah satu petak contoh yang dianggap dapat mewakili kondisi
lingkungan lokasi penelitian tersebut.
Universitas Sumatera Utara
27
Pengukuran suhu dilakukan menggunakan dua termometer yaitu termometer
basah dan termometer kering.Untuk temometer basah, di ujung termometer diberi
kapas basah dan diikat menggunakan benang. Kedua termometer digantung di
tiang setinggi 1,5 meter (setinggi dada orang dewasa), kemudian dicatat data suhu
di masing-masing termometer pada 0 menit, 10 menit, 20 menit, dan 30 menit.
Pengukuran kelembaban udara dilakukan menggunakan Psikrometer bola
basah–bola kering. Sesuai dengan Lakitan (1994), alat ini terdiri dari 2
termometer yaitu termometer basah dan termometer kering. Setelah data suhu
dari kedua termometer diketahui, maka kelembaban relatif dapat diestimasi
menggunakan Tabel RH (Relatif Humidity).
Ketinggian tempat sangat berkaitan dengan suhu lingkungan.Di dataran
tinggi, suhu pasti lebih rendah dibandingkan di dataran rendah.Nepenthes dataran
rendah biasanya hidup pada suhu 20°C-35°C, sedangkan Nepenthes dataran tinggi
tumbuh di suhu 10°C-30°C. Bahkan ada beberapa spesies dataran tinggi yang
memerlukan suhu 4°C agar dapat tumbuh dengan baik (Untung, dkk., 2006).
Umumnya Nepenthes di Kalimantan Barat tumbuh pada lingkungan
dengan kelembaban yang tinggi yaitu antara 70% - 90% (Listiawati dan Chairani,
2008). Kelembaban sangat penting bagi Nepenthes, tanpa kelembaban yang
memadai, minimamal 70%, maka kantungnya tidak akan muncul (Untung, dkk.,
2006).
Berdasarkan ketinggian tempat tumbuhnya, Nepenthes dibagi menjadi
tiga kelompok, yaitu Nepenthes dataran rendah, menengah, dan dataran
tinggi.Nepenthes dataran rendah yaitu Nepenthes yang hidup pada ketinggian
bawah 500 m dpl.Nepenthes dataran menengah berada di ketinggian antara
di
500
Universitas Sumatera Utara
28
m dpl – 1000 m dpl, dan Nepenthes dataran tinggi hidup pada ketinggian lebih
dari 1000 m dpl (Mansur, 2006).
2. Analisis Data
a.
Dominansi Jenis
Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk menetapkan dominansi suatu
jenis terhadap jenis lainnya. INP merupakan penjumlahan dari Kerapatan Relatif
(KR)
dan
Frekuensi
Relatif
(FR)
yang
dapat
diketahui
dengan
persamaan(Indriyanto, 2006) :
Kerapatan (K)=
Individu
Luas petak contoh
Kerapatan Relatif (KR)=
Frekuensi (F)
=
Frekuensi Relatif (FR) =
K suatu jenis
100%
K total seluruh jenis
sub petak ditemukan suatu spesies
seluruh sub petak contoh
F suatu jenis
100%
F total seluruh jenis
Dominansi Relatif (DR) =
D suatu jenis
100%
D total seluruh jenis
Indeks Nilai Penting :
-
Untuk tingkat tiang dan pohon
-
INP = KR + FR + DR
Untuk tingkat semai dan pancang
INP = KR + FR
Universitas Sumatera Utara
29
b.
Indeks Keanekaragaman Jenis (Diversitas)
Indeks
keanekaragaman
dari
Shannon-Wiener
digunakan
untuk
menyatakan hubungan keanekaragaman jenis dalam komunitas dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Ludwig dan Reynolds, 1988) :
H’ = - [(ni / N ) ln (ni/N)]
s
i 1
Keterangan:
H’
Pi
S
ni
N
= Indeks keanekaragaman
= ni/N
= Jumlah jenis
= Jumlah individu suatu jenis
= Jumlah individu seluruh jenis
Kriteria indeks keanekaragaman adalah :
1. Rendah, bila indeks keanekaragaman = H’3
c.
Indeks Keseragaman (Equitabilitas)
Setelah diketahui indeks keanekaragaman, maka dapat juga dilakukan
perhitungan indeks keseragaman. Untuk menghitung indeks keseragaman dari
seluruh jenis tumbuhan Nepenthes dapat menggunakan indeks Equitabilitas (E’)
dengan persamaan berikut (Ludwig dan Reynolds, 1988) :
Keterangan :
E
= Indeks keseragaman
H’
= Indeks keanekaragaman
Hmaks = ln S
S
= Jumlah jenis
Identifikasi indeks keseragaman sebagai berikut:
1. Rendah, bila indeks keseragaman
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Cagar Alam Dolok Sibual Buali, Kecamatan
Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara.Penelitian ini
dilaksanakan pada bulan Juni hingga Agustus 2014.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain peta lokasi, kamera
untuk dokumentasi kegiatan, pita ukur, patok kayu dan tali plastik untuk membuat
petak contoh, penggaris untuk mengukur tinggi kantung Nepenthes, Global
Position System (GPS) untuk mengetahui titik koordinat dan ketinggian tempat,
parang, buku panduan identifikasi Nepenthes, termometer, dan alat tulis untuk
mencatat data.Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa Nepenthes
sebagai objek penelitian, karton tebal, label nama, benang, kapas, dan tally sheet.
Prosedur Penelitian
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data sekunder merupakan data olahan yang diperoleh dari beberapa
sumber sebagai data pendukung. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian
ini meliputi peta Cagar Alam Dolok Sibual-Buali seperti pada Lampiran 1.
Sedangkan data primer merupakan data yang dikumpulkan secara langsung di
lapangan.
Universitas Sumatera Utara
25
1. Metode Pengumpulan Data
a.
Identifikasi Nepenthes
Penentuan Daerah Sampel
Penentuan
daerah
sampel
berdasarkan
pertimbangan
keberadaan
Nepenthes (searching sample).Pada inventarisasi Nepenthes digunakan metode
cluster . Plot yang dibuat dalam kegiatan ini diharapkan dapat mewakili daerah
penelitian.Plot dibuat di lokasi penelitian dengan ukuran plot 20x20 m sebanyak 8
petak contoh.Jenis Nepenthes yang ada dicatat pada tally sheet dengan parameter
meliputi nomor plot,jenis Nepenthes, jumlah rumpun, cara hidup Nepenthes
(epifit/teresterial), koordinat dan elevasi lokasi, serta kondisi habitat. Desain
penentuan pengambilan daerah sampel dapat dilihat pada Gambar 3.
20 m
20 m
Gambar 3. Desain pembuatan petak contoh
Universitas Sumatera Utara
26
Pemberian Kode
Untuk mempermudah proses identifikasiNepenthes, di lapangan perlu
dibuat kode yang berbeda untuk masing-masing jenis yang ditemukan. Nepenthes
yang ditemukan diberi kode berurutan misalnya mulai dari A1, A2, A3, A4, dan
seterusnya. Kode ditulis pada label nama dan didokumentasikan sebelum
dokumentasi setiap bagian Nepenthes.
Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan dengan kamera digital. Dokumentasi yang diambil
adalah jenis Nepenthes yang ditemukan beserta habitatnya dan dokumentasi dari
seluruh tahapan kegiatan penelitian seperti plot pengamatan, pengukuran bagian
morfologi Nepenthes (panjang kantung, panjang taji, panjang dan lebar tutup
kantung, tinggi tumbuhan Nepenthes, panjang sulur, lebar dan panjang daun),
pengukuran suhu udara di lokasi penelitian, dan lainnya. Data yang diperoleh
dicatat pada tally sheet dengan parameter nomor plot, untuk bagian daun yaitu
warna, bentuk,dan tata daun, bagian batang yaitu bentuk batang, bagian kantung
yaitu warna, bentuk, corak kantung, tinggi kantung, jumlah taji, memiliki sayap
atau tidak, serta warna peristome. Dokumentasi jenis Nepenthes yang ditemukan
tersebut kemudian dicetak untuk membantu kegiatan identifikasi.
b.
Suhu dan Kelembaban
Pengambilan data suhu dan kelembaban dilakukan untuk mengetahui
kondisi fisik lingkungan di setiap lokasi penelitian.Data suhu dan kelembaban
diambil di salah satu petak contoh yang dianggap dapat mewakili kondisi
lingkungan lokasi penelitian tersebut.
Universitas Sumatera Utara
27
Pengukuran suhu dilakukan menggunakan dua termometer yaitu termometer
basah dan termometer kering.Untuk temometer basah, di ujung termometer diberi
kapas basah dan diikat menggunakan benang. Kedua termometer digantung di
tiang setinggi 1,5 meter (setinggi dada orang dewasa), kemudian dicatat data suhu
di masing-masing termometer pada 0 menit, 10 menit, 20 menit, dan 30 menit.
Pengukuran kelembaban udara dilakukan menggunakan Psikrometer bola
basah–bola kering. Sesuai dengan Lakitan (1994), alat ini terdiri dari 2
termometer yaitu termometer basah dan termometer kering. Setelah data suhu
dari kedua termometer diketahui, maka kelembaban relatif dapat diestimasi
menggunakan Tabel RH (Relatif Humidity).
Ketinggian tempat sangat berkaitan dengan suhu lingkungan.Di dataran
tinggi, suhu pasti lebih rendah dibandingkan di dataran rendah.Nepenthes dataran
rendah biasanya hidup pada suhu 20°C-35°C, sedangkan Nepenthes dataran tinggi
tumbuh di suhu 10°C-30°C. Bahkan ada beberapa spesies dataran tinggi yang
memerlukan suhu 4°C agar dapat tumbuh dengan baik (Untung, dkk., 2006).
Umumnya Nepenthes di Kalimantan Barat tumbuh pada lingkungan
dengan kelembaban yang tinggi yaitu antara 70% - 90% (Listiawati dan Chairani,
2008). Kelembaban sangat penting bagi Nepenthes, tanpa kelembaban yang
memadai, minimamal 70%, maka kantungnya tidak akan muncul (Untung, dkk.,
2006).
Berdasarkan ketinggian tempat tumbuhnya, Nepenthes dibagi menjadi
tiga kelompok, yaitu Nepenthes dataran rendah, menengah, dan dataran
tinggi.Nepenthes dataran rendah yaitu Nepenthes yang hidup pada ketinggian
bawah 500 m dpl.Nepenthes dataran menengah berada di ketinggian antara
di
500
Universitas Sumatera Utara
28
m dpl – 1000 m dpl, dan Nepenthes dataran tinggi hidup pada ketinggian lebih
dari 1000 m dpl (Mansur, 2006).
2. Analisis Data
a.
Dominansi Jenis
Indeks Nilai Penting (INP) digunakan untuk menetapkan dominansi suatu
jenis terhadap jenis lainnya. INP merupakan penjumlahan dari Kerapatan Relatif
(KR)
dan
Frekuensi
Relatif
(FR)
yang
dapat
diketahui
dengan
persamaan(Indriyanto, 2006) :
Kerapatan (K)=
Individu
Luas petak contoh
Kerapatan Relatif (KR)=
Frekuensi (F)
=
Frekuensi Relatif (FR) =
K suatu jenis
100%
K total seluruh jenis
sub petak ditemukan suatu spesies
seluruh sub petak contoh
F suatu jenis
100%
F total seluruh jenis
Dominansi Relatif (DR) =
D suatu jenis
100%
D total seluruh jenis
Indeks Nilai Penting :
-
Untuk tingkat tiang dan pohon
-
INP = KR + FR + DR
Untuk tingkat semai dan pancang
INP = KR + FR
Universitas Sumatera Utara
29
b.
Indeks Keanekaragaman Jenis (Diversitas)
Indeks
keanekaragaman
dari
Shannon-Wiener
digunakan
untuk
menyatakan hubungan keanekaragaman jenis dalam komunitas dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Ludwig dan Reynolds, 1988) :
H’ = - [(ni / N ) ln (ni/N)]
s
i 1
Keterangan:
H’
Pi
S
ni
N
= Indeks keanekaragaman
= ni/N
= Jumlah jenis
= Jumlah individu suatu jenis
= Jumlah individu seluruh jenis
Kriteria indeks keanekaragaman adalah :
1. Rendah, bila indeks keanekaragaman = H’3
c.
Indeks Keseragaman (Equitabilitas)
Setelah diketahui indeks keanekaragaman, maka dapat juga dilakukan
perhitungan indeks keseragaman. Untuk menghitung indeks keseragaman dari
seluruh jenis tumbuhan Nepenthes dapat menggunakan indeks Equitabilitas (E’)
dengan persamaan berikut (Ludwig dan Reynolds, 1988) :
Keterangan :
E
= Indeks keseragaman
H’
= Indeks keanekaragaman
Hmaks = ln S
S
= Jumlah jenis
Identifikasi indeks keseragaman sebagai berikut:
1. Rendah, bila indeks keseragaman