Kewenangan International Seabed Authority (ISA) Dalam Pelaksanaan Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Sumber Daya Mineral di Kawasan (Area) Dalam Perspektif Hukum Laut Internasional

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Pada umumnya, ada 3 (tiga) jenis wilayah di permukaan bumi yang

dikenal manusia, yaitu wilayah daratan, wilayah lautan dan wilayah udara.Ketiga
wilayah tersebut pada dasarnya juga merupakan salah satu indikator yang
menunjukkan keberadaan sebuah negara.Pasal 1 Konvensi Montevideo 19331
mengenai Hak-Hak dan Kewajiban-Kewajiban Negara menyebutkan bahwa
“wilayah yang tertentu” sebagai salah satu syarat diakuinya suatu negara sebagai
pribadi hukum internasional. Bunyi lengkap dari pasal 1 tersebut adalah sebagai
berikut :
“Negara sebagai pribadi hukum internasional harus memiliki
syarat-syarat berikut: (a) penduduk tetap; (b) wilayah tertentu; (c)
pemerintah; (d) kemampuan untuk melakukan hubungan dengan
negara lain.”
Kata “wilayah tertentu” yang termuat dalam pasal tersebut tentunya dapat
diartikan meliputi 3 (tiga) tiga jenis wilayah yang disebutkan sebelumnya. Untuk

mempertegas hal tersebut, dalam sebuah produk hukum nasional yaitu pasal 1
ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan Pokok-Pokok
1

Konvensi Montevideo tentang Hak-Hak dan Kewajiban Negara (Montevideo
Convention on the Rights and Duties of States) 1933 merupakan sebuah konvensi yang
ditandatangani di Montevideo, Uruguay, pada tanggal 26 Desember 1933. Konvensi ini mengatur
mengenai unsur-unsur yang harus dimiliki untuk membentuk sebuah negara. Konvensi ini
dikodifikasikan berdasarkan teori deklaratif kenegaraan, yang kemudian diterima sebagai bagian
dari hukum kebiasaan internasional (international customary law).

1
Universitas Sumatera Utara

Agraria, disebutkan “bumi, air, dan ruang angkasa” dimana ketiga komponen
tersebut berada dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang
Maha Esa juga merupakan kekayaan nasional.

2


Ketiga wilayah tersebut sangat penting bagi keberlangsungan hidup
bangsa dan Negara. Dalam penelitian ini Penulis fokuskan untuk melakukan
penelitian khususnya terhadap wilayah laut. Satu dan lain hal alasannya karena
wilayah ini merupakan suatu kekayaan alam yang sangat kompleks. Hal tersebut
terlihat dari berbagai fungsi dari wilayah laut itu sendiri. Fungsi-fungsi tersebut
antara lain sebagai: 1) sumber makanan bagi umat manusia; 2) jalur perdagangan;
3) sarana untuk penaklukan; 4) tempat pertempuran-pertempuran; 5) tempat
bersenang-senang; dan 6) alat pemisah atau pemersatu bangsa. 3Dengan berbagai
fungsi dan manfaat yang ditawarkan dari wilayah laut, maka tidak mengherankan
bahwa wilayah laut memiliki potensi yang besar untuk dijadikan sumber
penghidupan umat manusia.
Pemanfaatan wilayah laut telah terlihat sejak zaman kuno hingga saat
ini.Namun, perbedaan pemanfaatan wilayah laut pada zaman kuno dengan
pemanfaatan wilayah laut saat ini adalah bahwa dalam pemanfaatan laut pada
zaman kuno tidak didasarkan pada suatu aturan yang mengikat.Hal tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor, yakni jumlah penduduk yang tidak banyak,
pemanfaatan wilayah laut yang terbatas hanya untuk kepentingan perikanan dan

2


Lihat Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Ketentuan PokokPokok Agraria.
3
BandingkandenganDikdik Mohamad Sodik, Hukum Laut Internasional dan
Pengaturannya di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2011,Hlm. 1.

2
Universitas Sumatera Utara

pelayaran,

minimnya

teknologi

kelautan

serta

terbatasnya


kemampuan

mengarungi lautan.
Pemanfaatan wilayah laut pada zaman kuno dimulai dari sekitar abad ke14, dimana beberapa bangsa penjajah mulai melancarkan usahanya untuk
mendapatkan benua-benua yang baru dan berbagai kepentingan lainnya dengan
berlayar merintangi wilayah lautan. Pelayaran yang dilakukan bangsa-bangsa
penjajah seperti bangsa Spanyol, Portugis, Romawi, dan beberapa bangsa Eropa,
Amerika, bahkan Asia tersebut dilaksanakan pada kurun waktu yang sama.
Banyaknya bangsa penjajah dari berbagai belahan dunia yang mengarungi
wilayah lautan di waktu bersamaan mengakibatkan ramainya pelayaran lintas
benua dan samudera.Hal ini tentunya menimbulkan suatu permasalahan mengenai
status hukum dari wilayah laut internasional.Kondisi ini kemudian melahirkan
dua konsepsi hukum laut internasional, yaitu Res Communis dan Res
Nullius.4Kedua konsep dasar dalam hukum laut internasional tersebut kemudian
menjadi tonggak dalam perkembangan hukum laut internasional.Setelah doktrin
Res Communis dan Res Nullius, beberapa doktrin lainnya mengenai hukum laut
internasional mulai bermunculan, seperti teori Mare Liberium dan Mare
Clausum.5

4


Res Communis adalah konsep yang menyatakan bahwa laut itu adalah milik bersama
masyarakat dunia, sehingga laut tidak dapat diambil atau dimiliki oleh suatu negara manapun.
Sedangkan Res Nullius adalah konsep yang menyatakan bahwa laut adalah ranah tak bertuan, atau
Kawasan yang tidak dimiliki oleh siapapun, dan karena itu dapat diambil atau dimiliki oleh negara
manapun.
5
Mare Liberium atau yang dikenal dengan istilah laut bebas adalah konsep mengenai laut
yang dikemukakan oleh Grotius (Hugo de Groot). Grotius mengemukakan bahwa laut tidak dapat
dimiliki oleh siapapun karena pada dasarnya laut merupakan Kawasan bebas.Mare Clausum
adalah bentuk respon atas konsep Mare Liberium, oleh John Selden yang menganggap bahwa
bagian-bagian laut tertentu dapat dimiliki oleh negara pantai.

3
Universitas Sumatera Utara

KonsepMare Liberium tersebut didasarkan pada teori Grotius mengenai
lautan bahwa kepemilikan, termasuk atas laut hanya dapat terjadi melalui
kepemilikan (possession).6Possession hanya dapat dilakukan melalui okupasi, dan
okupasi hanya bisa terjadi atas barang-barang yang dipegang teguh yang

menunjukkan bahwa barang tersebut harus memiliki batas.7 Laut adalah sesuatu
yang tidak memiliki batas, sehingga menurut Grotiuslaut tidak dapat di okupasi
sebab ia cair dan tidak terbatas. Dengan demikian, maka tuntutan atas laut yang
didasarkan pada penemuan, penguasaan tidaklah dapat diterima karena semua itu
bukanlah alasan untuk memperoleh pemilikan atas laut.8Sedangkan konsep Mare
Clausum dikemukakan oleh penulis Inggris yang bernama John Selden. Selden
mengungkapkan bahwa walaupun sifat laut adalah cair, namun tidak berarti laut
tidak dapat dimiliki, sebab sungai dan perairan lainnya di sepanjang pantai dapat
dimiliki.
Seiring dengan berkembangnya berbagai konsep dasar dalam hukum laut
internasional, berkembang pula ilmu pengetahuan dan teknologi, yang berdampak
pada penemuan baru dari wilayah laut.Penemuan tersebut meliputi bahan-bahan
tambang dan sumber daya alam mineral yang terkandung di bagian dasar
laut.Berkaitan dengan adanya penemuan baru tersebut kemudian menimbulkan
ide dari berbagai negara untuk memulai upaya pengambilalihan sumber daya
mineral dan berbagai bahan tambang, disamping melaksanakan kegiatan
penjajahan dan kegiatan lainnya di wilayah lautan. Sementara itu, konsep dasar

6


Dikdik Mohammad Sodik, Op. Cit., Hlm. 5.
Bandingkan dengan Ibid.
8
Bandingkan dengan Ibid.
7

4
Universitas Sumatera Utara

hukum laut internasional terus berkembang, disertai dengan timbulnya
pertentangan pendapat dari para ahli hukum internasional dan kalangan lainnya.
Bagian dari hukum laut yang sangat berpengaruh pada perkembangan
hukum laut internasional saat itu terletak pada rezim laut teritorial.Hal ini
berkaitan dengan konsep dasar hukum laut internasional yang paling mendasar;
yaitu doktrin laut tertutup dan laut terbuka. Pertentangan yang sempat timbul
akhirnya mencapai satu kesepakatan yang dibahas dalam suatu konferensi yang
dinamakan Konferensi Den Haag pada tahun 1930, bahwa laut teritorial berada di
bawah kedaulatan penuh suatu negara pantai dan laut lepas bersifat bebas untuk
seluruh umat manusia.9Konferensi yang diadakan Liga Bangsa-Bangsa (LBB) ini
juga merumuskan ketentuan-ketentuan mengenai laut teritorial, yang menjadi

embrio lahirnya pranata hukum laut internasional.Namun perumusan tersebut
tidak sepenuhnya berhasil sebab tidak tercapainya kesepakatan mengenai lebar
laut teritorial.Beberapa negara menetapkan lebar laut teritorialnya secara sepihak
dengan mengeluarkan produk hukum nasional masing-masing.
Tidak hanya mengenai laut teritorial, beberapa klaim sepihak mengenai
bidang hukum laut lainnya juga dikeluarkan oleh beberapa negara. Antara lain
Amerika Serikat melalui Presiden Harry S.Truman dengan proklamasinya yang
menyatakan bahwa Amerika Serikat berhak untuk mengeksplorasi dan
mengeksploitasi sumber daya alam serta ikan yang ada di zona perairan dan
perikanan Amerika Serikat. Hal tersebut didukung dengan teknologi milik
Amerika Serikat yang memungkinkan Negara itu untuk melakukan kegiatan
9

Bandingkan dengan Dikdik Mohammad Sodik, Op.Cit., Hlm. 7.

5
Universitas Sumatera Utara

eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam, namun kegiatan itu tadinya tidak
dapat dilakukan sebab belum ada aturan hukum yang mengaturnya pada waktu

itu.Puncaknya, negara adidaya tersebut membentuk landasan hukumnya sendiri
agar kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam tersebut dapat
terlaksana.Tindakan Amerika tersebut tidak ditentang, bahkan beberapa negara
justru mengikuti tindakan tersebut, sehingga akhirnya menjadi hukum kebiasaan
internasional.
Pernyataan Amerika Serikat dan beberapa peristiwa lainnya seperti kasus
Anglo-Norwegian Fisheries Case10 kemudian mempengaruhi berbagai negara
khususnya negara-negara yang telah tergabung sebagai anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengadakan suatu konferensi internasional guna
menciptakan suatu konvensi dalam bidang hukum laut. Konferensi internasional
terkait dengan hukum laut tersebut dilaksanakan sebanyak empat kali, dengan
rincian sebagai berikut :
1. Konferensi LBB tentang Hukum Internasional (termasuk hukum laut),
yang diadakan di Den Haag, Belanda, pada tahun 1930;
2. Konferensi PBB mengenai Hukum Laut Internasional I, diadakan di
Jenewa, Swiss, pada tahun 1958;

10

Anglo-Norwegian Fisheries Case merupakan sebuah kasus mengenai wilayah perikanan

yang terjadi antara Inggris dengan Norwegia. Perkara ini timbul karena Inggris menggugat tentang
sahnya penetapan batas perikanan eksklusif yang ditetapkan oleh Norwegia dalam firman Raja
Royal Decree pada tahun 1935 kepada Mahkamah Internasional atau International Court of
Justice (ICJ). Norwegia mengukur laut teritorialnya sejauh 4 (empat) mil laut dari batu karang dan
pulau di Norwegia dengan menerapkan sistem pengukuran baseline yaitu dengan garis lurus
(straight baseline), dan negara-negara lain tidak ada yang menentang hal tersebut. Namun, Inggris
mengakui bahwa laut teritorial dari Norwegia tersebut merupakan zona perikanan Inggris. ICJ
pada akhirnya memenangkan Norwegia yang dalam melakukan penarikan garis pangkal tidak
melanggar putusan pada tahun 1936 tentang Zona Perikanan.

6
Universitas Sumatera Utara

3. Konferensi PBB mengenai Hukum Laut Internasional II, diadakan di
Jenewa, Swiss, pada tahun 1960;
4. Konferensi Hukum Laut Internasional III, diadakan di Caracas,
Venezuela, kemudian dilanjutkan di New York, Amerika Serikat dan
Jenewa, Swiss, pada tahun 1973; dan
5. Konferensi Hukum Laut Internasional terakhir yang merupakan
penandatanganan naskah final Konvensi Hukum Laut Internasional,

diadakan di Montego Bay, Jamaika, pada tahun 1982.
Konferensi Hukum Laut Internasional keempat merupakan tonggak
lahirnya Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-III atau yang
disebut dengan United Nations Conventions on The Law of The Sea (UNCLOS)
1982.Konvensi ini mulai berlaku pada tanggal 16 November 1994, yakni pada
waktu 12 (dua belas) bulan setelah setelah tanggal pendepositan piagam ratifikasi
atau aksesi ke-6011, hingga saat ini.
Konvensi Hukum Laut PBB Ke-III atau UNCLOS 1982 memuat berbagai
aspek penting dalam hukum laut internasional, termasuk ketentuan-ketentuan
mengenai kawasan dasar laut internasional (international seabed area).Dasar laut
atau yang dalam istilah hukum laut internasional disebut dengan Kawasan (area)
termuat dalam Bab XI UNCLOS.
Kawasan atau Areamerupakan suatu rezim kelautan yang sangat terkenal
kaya akan sumber daya mineral yang bernilai sangat tinggi, seperti nikel, kobalt,
tembaga, polymetallic nodule, dan bahan tambang lainnya seperti gas bumi.
11

Pasal 308 angka 1 Konvensi Hukum Laut PBB Ke-III atau United Nations Conventions
on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982.

7
Universitas Sumatera Utara

Pertambangan, sebagai salah satu sektor andalan dalam pembangunan suatu
negara khususnya dalam pembangunan kelautan memiliki potensi yang cukup
besar.12
Dengan adanya potensi sebagaimana diuraikan di atas; membuat berbagai
pihak berlomba-lomba untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi
sumber daya alam, terutama sumber daya mineral di dasar laut. Hal ini pada
dasarnya menguntungkan bagi beberapa negara industri maju yang didukung
dengan teknologi pertambangan laut.Namun, permasalahan hukum yang timbul
yaitu status hukum dari Kawasan (area) itu sendiri; apakah ada kedaulatan atau
hak berdaulat suatu negara pantai di wilayah Kawasan (area) serta sumber daya
alamnya. Poin tersebut sangat penting, sebab, jika kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi sumber daya mineral di suatu wilayah Kawasan (area) ini sudah atau
sedang dilaksanakan oleh suatu negara, maka timbul permasalahan yaitu adanya
kecenderungan dan keinginan untuk menguasai wilayah Kawasan (area) tersebut
serta sumber daya alam mineral yang terkandung di dalamnya.
Persoalan hukum yang sedemikian rupa telah terjawab dalam Sidang
Majelis Umum PBB pada tahun 1967.Seorang delegasi dari Malta yang bernama
Arvid Pardo memberikan suatu usulan yang akhirnya menjadi suatu prinsip utama
dalam setiap kegiatan di kawasan dasar laut internasional, yang terkenal dengan
prinsip common heritage of mankind. Menurut Arvid Pardo, sumber daya alam
mineral yang terkandung di kawasan dasar laut internasional ditetapkan sebagai
warisan bersama umat manusia.
12

Bandingkan dengan Bernhard Limbong, Poros Maritim, Jakarta: Margaretha Pustaka,
2015, Hlm. 272.

8
Universitas Sumatera Utara

Sidang tersebut juga memberikan kontribusi terhadap pelaksanaan
kegiatan di Kawasan (area) saat ini, dengan lahirnya ketentuan-ketentuan baru
yang lebih spesifik mengenai area dalam UNCLOS 1982. Salah satunya adalah
terbentuknya Badan Otorita Dasar Laut Internasional (International Seabed
Authority/ dalam penulisan skripsi ini Penulis singkat dengan ISA) yang menjadi
satu-satunya lembaga terkait dengan segala bentuk kegiatan di Kawasan (area).
International Seabed Authority mempunyai 4 (empat) badan utama otorita
yaitu : 1. majelis; 2. dewan; 3. sekretariat dan; 4. perusahaan (the enterprise).
Selain itu suatu hal yang Penulis teliti bahwa ternyata semua negara yang menjadi
peserta Konvensi Hukum Laut PBB 1982 ditetapkan secara ipso facto menjadi
anggota Badan Otorita Dasar Laut Internasional (International Seabed Authority).
Oleh karena itu secara normatif ditentukan bahwa yang dapat melakukan kegiatan
eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam, terutama sumber daya mineral di
dasar laut adalah perusahaan (enterprise).
Dalam pandangan yang sedemikian rupa terlihat bahwa hampir semua
pihak berkepentingan bagaimana supaya enterprise berhasil secara ekonomis
menghasilkan laba yang secara langsung atau tidak dapat dinikmati oleh
masyarakat luas. Namun bagaimana suatu enterprise berhasil adalah sangat erat
kaitannya dengan kewenangan Badan Otorita Dasar Laut Internasional(ISA). Oleh
karena itu sangat menarik untuk melakukan analisis terhadap kewenangan
International Seabed Authority (ISA) dalam hal pelaksanaan kegiatan eksplorasi
dan eksploitasi sumber daya mineral di Kawasan (area) dalam perspektif hukum
laut internasional.

9
Universitas Sumatera Utara

B.

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, adapun permasalahan dalam

penelitian ini adalah :
1.

Bagaimana perkembangan hukum laut internasional ?

2.

Bagaimana pengaturan mengenai kawasan dasar laut internasional
(Area) dalam Konvensi Hukum Laut 1982 ?

3.

Bagaimana kewenangan International Seabed Authority (ISA) dalam
kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral di kawasan
dasar laut internasional (Area) ?

C.

Tujuan dan Manfaat Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.

Untuk mengetahui perkembangan hukum laut internasional.

2.

Untuk mengetahui pengaturan mengenai kawasan dasar laut
internasional (area) menurut Konvensi Hukum Laut 1982.

3.

Untuk mengetahui kewenangan International Seabed Authority (ISA)
dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral di
wilayah kawasan dasar laut internasional.

Sedangkan manfaat dari penulisan skripsi ini; Penulis maksudkan adalah
untuk memberikan masukan secara teoritis dan praktis dalam hukum laut
internasional yaitu :

10
Universitas Sumatera Utara

1. Dalam hal manfaat teoritis; dapat menambah pengetahuan dengan
memahami dan memperdalam hukum internasional khususnya dalam
bidang hukum laut internasional. Serta dapat bermanfaat untuk
memperluas pemahaman tentang kawasan dasar laut internasional
khususnya mengenai peran Badan Otorita Dasar Laut Internasional
dalam upaya kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral
di kawasan dasar laut internasional.
2. Dalam hal manfaat praktis yaitu :
a.

Untuk Pemerintah Indonesia, agar dapat memberikan masukan
tentang arti penting dari pelaksanaan kegiatan eksplorasi dan
eksploitasi sumber daya mineral di kawasan dasar laut
internasional, juga agar dapat lebih mendalami Badan Otorita
Dasar

Laut

Internasional (InternationalSeabed

Authority)

sebagai badan utama kawasan dasar laut internasional; dan
b.

Untuk masyarakat luas, agar dapat memberikan gambaran
mengenai pelaksanaan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi
sumber daya mineral di kawasan dasar laut internasional serta
gambaran mengenai Badan Otorita Dasar Laut Internasional
(InternationalSeabed Authority) sebagai badan utama kawasan
dasar laut internasional.

11
Universitas Sumatera Utara

D.

Keaslian Penulisan
Judul skripsi ini adalah “Kewenangan International Seabed Authority

(ISA) Dalam Pelaksanaan Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Sumber Daya
Alam Mineral di Kawasan (Area) Dalam Perspektif Hukum Laut Internasional.”
Skripsi ini ditulis berdasarkan ide, gagasan serta pemikiran Penulis dengan
menggunakan berbagai referensi. Sehingga, bukan hasil dari penggandaan karya
tulis, skripsi, thesis, bahkan disertasi orang lain dan oleh karena itu keaslian
skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan. Dalam proses penulisan skripsi ini
Penulis memperoleh data dari buku-buku, jurnal ilmiah, media cetak dan media
elektronik. Jika ada kesamaan pendapat dan kutipan, hal itu semata-mata
digunakan sebagai referensi dan penunjang yang Penulis perlukan demi
penyempurnaan

penulisan

skripsi

ini.

Demikian

penelitian

ini

dapat

dipertanggungjawabkan keasliannya dan belum pernah ada judul yang sama,
mirip bahkan persis. Demikian juga dengan pembahasan yang diuraikan
berdasarkan pemeriksaan oleh Perpustakaan Universitas Cabang Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara/Pusat Dokumentasi dan Informasi Hukum Fakultas
Hukum USU tertanggal 22 September 2015.

E.

Tinjauan Pustaka
Kawasan dasar laut internasional atau yang dalam istilah Konvensi Hukum

Laut III (United Nations on The Law of The Sea) disebut Kawasan (Area)
merupakan suatu pranata hukum laut internasional positif yang tergolong baru,
tegasnya baru dikenal setelah mulai berlakunya UNCLOS 1982 pada tanggal 16

12
Universitas Sumatera Utara

November 1994.13 Defenisi Kawasan dalam UNCLOS termuat dalam Pasal 1
ayat (1) UNCLOS, yang berbunyi sebagai berikut:
“ Area” means the sea-bed and ocean floor and subsoil thereof,
beyond the limit of national jurisdiction.”
Berdasarkan pengertian tersebut, Kawasan berarti dasar laut dan dasar
samudera serta tanah di bawahnya di luar batas-batas yurisdiksi nasional.Letak
Kawasan yang berada di luar batas yurisdiksi negara-negara mengindikasikan
status hukum dari kawasan, bahwa dalam bagian manapun di Kawasan tidak
berlaku kedaulatan juga hak-hak berdaulat suatu negara.
Perlu untuk dipahami juga bahwa kawasan dasar laut internasional ini
merupakan kawasan dasar laut/samudera dalam yang terletak di luar landas
kontinen dan berada di bawah laut lepas.Seluruh rezim kelautan, mulai dari
perairan pedalaman sampai dengan kawasan dasar laut, didalamnya terkandung
kekayaan alam yang sangat melimpah.Terkhusus pada bagian Kawasan,
terkandung

kekayaan

alam

yang

berupa

sumber

daya

mineral

dan

energi.UNCLOS 1982 sebagai ketentuan dasar hukum laut internasional yang
salah satunya juga mengatur mengenai Kawasan dan kekayaan alamnya, tidak
menggunakan istilah sumber daya alam maupun sumber daya mineral, namun
menggunakan istilah “kekayaan”.Defenisi “kekayaan” adalah segala kekayaan
mineral yang bersifat padat, cair atau gas in situ di Kawasan atau di bawah dasar
laut, termasuk nodul-nodul polimetalik.14Kekayaan mineral di kawasan atau

13

I Wayan Parthiana. 2014. Hukum Laut Internasional dan Hukum Laut Indonesia.
Bandung: Yrama Widya. Hlm. 217.
14
Lihat Pasal 133 huruf a UNCLOS 1982.

13
Universitas Sumatera Utara

disebut dengan mineral-mineral15

merupakan warisan bersama umat manusia

(common heritage ofmankind), sebagaimana tertuang dalam Pasal 136 UNCLOS
1982.Hal ini tentunya mengundang negara-negara untuk mengambil sumber daya
mineral demi kepentingan nasionalnya masing-masing. Terhadap kekayaan alam
di Kawasan (juga wilayah Kawasan), sama halnya dengan wilayah Kawasan itu
sendiri, UNCLOS 1982 secara tegas menerapkan tidak ada kedaulatan atau hakhak berdaulat dari negara manapun.16 Namun, secara hukum, kekayaan mineral
yang dihasilkan dari Kawasan dapat dialihkan oleh negara-negara ataupun
perusahaan yang berkepentingan, ketika pengalihan tersebut dilakukan sesuai
dengan ketentuan-ketentuan yang termuat dalam Bab XI UNCLOS, ketentuanketentuan, serta peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur Otorita.17
Kegiatan yang dilakukan negara-negara atau perusahaan-perusahaan
terkait dengan mineral-mineral yang terkandung di dalam Kawasan berupa
kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (3)
UNCLOS 1982; baik kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi di kawasan,
dilaksanakan di bawah pengawasan Otorita (Authority).
Istilah Otorita atau authority mengacu kepada Badan Otorita Dasar Laut
Internasional (International Seabed Authority).18Badan Otorita Dasar Laut
Internasional (International Seabed Authority) merupakan suatu lembaga yang
didirikan berdasarkan UNCLOS 1982 yang mengakomodir seluruh kegiatan yang
dilakukan di Kawasan, yaitu kegiatan eksplorasi dan eksploitasi terhadap
15

Lihat Pasal 133 huruf b UNCLOS 1982.
Lihat Pasal 137angka 1 UNCLOS 1982.
17
Lihat Pasal 137 angka 2 UNCLOS 1982.
18
Lihat Pasal 1 ayat (2) UNCLOS 1982.
16

14
Universitas Sumatera Utara

kekayaan alam mineral yang terkandung di dalamnya.Ketentuan mengenai Otorita
ini terdapat dalam pasal 156 sampai pasal 191, dalam Bab XI Bagian 4 UNCLOS
yang sebagian Penulis analisis pada Bab IV.

F.

Metode Penelitian
1.

Jenis dan Sifat Penelitian
Setiap ilmu pengetahuan memiliki metodenya sendiri, 19 termasuk ilmu
hukum, guna menganalisa permasalahan yang diangkat. Menurut
Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum adalah suatu proses untuk
menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrindoktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 20
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
yuridis normatif.Penelitian dengan metode yuridis normatif atau yang
disebut juga normative doctrinal adalahsuatu penelitian yang
menganalisis hukum yang tertulis di dalam peraturan perundangundangan maupun putusan hakim di pengadilan. 21 Dalam penelitian
ini pendekatan yuridis normatif digunakan untuk meneliti normanorma hukum yang mengatur tentang kawasan dasar laut internasional
(area) serta pelaksanaan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber
daya mineral di Kawasan oleh Badan Otorita Dasar Laut Internasional

19

Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2005, Hlm. 11. Sebagaimana termuat dalam H.J. van Eikema Hommes, De elementaire begrippen
der Rechtswetenschap, Kluwer: Deventer, 1972, Hlm. 1.
20
Peter Mahmud Marzuki, Op. Cit., Hlm. 35.
21
Amiruddin, dkk, Pengantar Metode Penelitian, Jakarta: PT. Elexmedia, 2006, Hlm.
118.

15
Universitas Sumatera Utara

(International Seabed Authority) sebagaimana yang terdapat dalam
perangkat hukum internasional maupun perjanjian internasional.
Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif analitis,
yaitu metode penelitian yang menggambarkan semua data yang
kemudian dianalisis dan dibandingkan berdasarkan kenyataan yang
sedang berlangsung dan selanjutnya mencoba untuk memberikan
pemecahan masalahnya.
2.

Sumber Data
Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a.

Bahan hukum primer, yaitu semua bahan-bahan hukum yang
mengikat dan ditetapkan oleh pihak-pihak yang berwenang yang
menjadi landasan utama yang digunakan dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan berupa
Undang-Undang dan Konvensi Hukum Laut III Perserikatan
Bangsa-Bangsa(United Nations Convention on the Law of the
Sea)Tahun 1982.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang dapat
memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, seperti
buku-buku, jurnal, makalah, artikel, internet dan lain-lain yang erat
kaitannya dengan objek penelitian.
c. Bahan hukum tertier, yaitu bahan-bahan hukum yang sifatnya
penunjang untuk dapat memberikan penjelasan terhadap bahan

16
Universitas Sumatera Utara

hukum primer maupun sekunder, seperti kamus hukum, kamus
bahasa, ensiklopedia, dan lain-lainbaik di bidang hukum maupun
diluar bidang hukum yang digunakan untuk melengkapi data
penelitian ini.
3.

Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan melalui studi
kepustakaan (library research). Hal ini dilakukan dengan maksud
untuk mendapatkan landasandalam menganalisis bahan hukum yang
diperoleh dari berbagai sumber yang dapatdipercaya, langsung
maupun tidak langsung (internet). Dengan demikian akandiperoleh
suatu

kesimpulan

yang

lebih

terarah

dari

pokok

bahasan.

Alatpengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah
studi dokumenterkait dengan permasalahan yang dibahas dalam
skripsi ini.
4.

Analisis Data
Data pada skripsi ini dianalisis secara kualitatif. Analisis datakualitatif
adalah

proses

kegiatan

yang

mengorganisasikan,mengelompokkan

dan

meliputi,

mencatat,

mensintesiskan

data

selanjutnya memaknai setiap kategoridata, mencari dan menemukan
pola, hubungan-hubungan, dan memaparkan temuan-temuan dalam
bentuk deskripsi naratif yang bisa dimengerti dandipahami oleh orang
lain. Metode ini menggunakan data yang terbentuk atas suatu

17
Universitas Sumatera Utara

penilaian atau ukuran secara tidak langsung dengan kata lain yaitu
kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

G.

Sistematika Penulisan
Skripsi ini disusun dengan sistematika yang terbagi dalam 5 (lima) bab,

masing-masing bab memiliki beberapa sub-bab yang lebih memperjelas gambaran
ruang lingkup dan cakupan permasalahan yang diteliti. Kelima bab sebagaimana
dimaksudkan di atas disusun dengan tata letak pembahasan masing-masing yaitu
sebagai berikut di bawah ini:

BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan latar belakang yang menjadi alasan pemilihan
judul penelitian ini, yang dilanjutkan dengan perumusan masalah dan
diikuti dengan tujuan serta manfaat penulisan. Selain itu, dalam bab ini
juga diuraikan mengenai keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode
peneltian yang digunakan, dan diakhiri dengan sistematika penulisan.

BAB II : PERKEMBANGAN HUKUM LAUT INTERNASIONAL
Bab II membahas tentang hukum laut internasional secara umum, yang
pembahasannya dimulai dari defenisi hukum laut internasional, kemudian
diikuti dengan pembahasan mengenai sejarah dan perkembangan hukum
laut internasional yang menjadi inti pembahasan di bab ini. Selanjutnya,
bab ini diakhiri dengan pembahasan mengenai pembagian wilayah laut

18
Universitas Sumatera Utara

berdasarkan konvensi internasional utama yang mengatur mengenai
hukum laut internasional, yaitu Konvensi Hukum Laut III PBB (United
Nations Convention on The Law of The Sea) tahun 1982.

BAB III : PENGATURAN MENGENAI KAWASAN DASAR LAUT
INTERNASIONAL

(AREA)

DALAM

HUKUM

LAUT

INTERNASIONAL
Bab III membahas tentang rezim kawasan dasar laut internasional (area)
yang merupakan objek dari penelitian ini. Bab ini memuat 6 (enam) subbab yang dimulai dengan pembahasan mengenai latar belakang lahirnya
prinsip warisan bersama umat manusia atau common heritage of mankind
serta pengertiannya, yang merupakan prinsip utama yang berlakudalam
kegiatan di kawasan. Selain itu, dalam bab ini juga diuraikan pengertian
kawasan, diikuti dengan pembahasan wilayah yang termasuk bagian dari
kawasan serta kekayaan alam yang terdapat di Kawasan. Selanjutnya
dalam bab ini juga membahas perihal pengakomodasian semua kegiatan di
Kawasan dan di lingkungan laut, serta diakhiri dengan pembahasan status
hukum dari Kawasan, kekayaan alam di Kawasan, wilayah perairan laut
dan wilayah udara yang terletak di atas Kawasan.

BAB IV :KEWENANGANINTERNATIONAL SEABED AUTHORITY
(ISA) DALAM KEGIATAN EKSPLORASI DAN EKSPLOITASI

19
Universitas Sumatera Utara

SUMBER DAYA ALAM MINERAL DI KAWASAN DASAR LAUT
INTERNASIONAL (AREA)
Bab IV membahas tentang Badan Otorita Dasar Laut Internasional atau
yang dikenal dengan International Seabed Authority (ISA) dan
kewenangannya dalam hal kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber
daya alam mineral yang dilaksanakan di wilayah Kawasan, dari segi
pengaturannya dan pelaksanaannya. Bab ini diawali dengan pembahasan
mengenai Badan Otorita Dasar Laut Internasional yang terdiri dari sejarah
pembentukan ISA, asas dan fungsi dari ISA, organ-organ yang terdapat
dalam ISA, keuangan ISA, serta status hukum, hak istimewa dan
kekebalan ISA. Pembahasan ini terangkum dalam bagian sub-bab pertama.
Selanjutnya, dalam bab ini terdapat pembahasan mengenai pengaturan
kewenangan badan tersebut dalam hal kegiatan eksplorasi dan eksploitasi
sumber daya mineral yang dilaksanakan di wilayah Kawasan, yang
memuat

perihal

mengenai bagaimana pengaturan eksplorasi dan

eksploitasi serta sumber daya mineral menurut Konvensi Hukum Laut III
PBB dan kewenangan ISA terhadap kegiatan tersebut. Kemudian bab ini
diakhiri dengan pembahasan mengenai pelaksanaan kewenangan ISA
dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral di
Kawasan, yang digambarkan dengan contoh sebuah perusahaan yang
melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral di
wilayah Kawasan tersebut.

20
Universitas Sumatera Utara

BAB V : PENUTUP
Bab V membahas tentang kesimpulan dan saran dari penelitian ini.
Sebagai bagian akhir dari skripsi, maka dalam bab ini dirangkum intisari
dari hasil penelitian yang telah dilakukan, serta memberikan saran
terhadappelaksanaan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam
mineral di Kawasan.

21
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Tindakan Eksploitasi Sumber Daya Perikanan Di Wilayah Laut Zee Oleh Kapal Asing Menurut Hukum Internasional

7 138 143

PENENGGELAMAN KAPAL ASING DALAM UPAYA PERLINDUNGAN SUMBER DAYA LAUT DI INDONESIA : PERSPEKTIF HUKUM INDONESIA DAN HUKUM INTERNASIONAL

0 2 16

PELAKSANAAN EKSPLORASI MINYAK DAN GAS BUMI OLEH PT. CALTEX PACIFIC INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM LAUT INTERNASIONAL

0 2 114

Kewenangan International Seabed Authority (ISA) Dalam Pelaksanaan Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Sumber Daya Mineral di Kawasan (Area) Dalam Perspektif Hukum Laut Internasional

25 108 180

Kewenangan International Seabed Authority (ISA) Dalam Pelaksanaan Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Sumber Daya Mineral di Kawasan (Area) Dalam Perspektif Hukum Laut Internasional

0 1 15

Kewenangan International Seabed Authority (ISA) Dalam Pelaksanaan Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Sumber Daya Mineral di Kawasan (Area) Dalam Perspektif Hukum Laut Internasional

0 0 1

Kewenangan International Seabed Authority (ISA) Dalam Pelaksanaan Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Sumber Daya Mineral di Kawasan (Area) Dalam Perspektif Hukum Laut Internasional

5 13 37

Kewenangan International Seabed Authority (ISA) Dalam Pelaksanaan Kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi Sumber Daya Mineral di Kawasan (Area) Dalam Perspektif Hukum Laut Internasional

0 0 5

Tindakan Eksploitasi Sumber Daya Perikanan Di Wilayah Laut Zee Oleh Kapal Asing Menurut Hukum Internasional

0 0 35

Tindakan Eksploitasi Sumber Daya Perikanan Di Wilayah Laut Zee Oleh Kapal Asing Menurut Hukum Internasional

0 0 13