Hubungan Pemberian Antibiotik Berdasarkan Hasil Uji Sensitivitas terhadap Pencapaian Clinical Outcome Pasien dengan Ulkus Diabetik di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

BAB II
TINJAUAN PUSKATA

2.1. Diabetes Melitus
2.1.1. Definisi
Diabetes melitus merupakan penyakit gangguan sistemik yang ditandai
dengan hiperglikemia karena glukosa beredar dalam sirkulasi darah dan tidak
seluruhnya masuk ke dalam sel karena insulin yang membantu masuknya glukosa
ke dalam sel terganggu sekresinya, glukosa diperlukan dalam metabolisme seluler
dalam proses pembentukan energi. Secara garis besar diabetes melitus terkait
dengan supply dan demand insulin berdasarkan kualitas dan kuantitas dari insulin
itu sendiri (Erman, 1998 ; PERKENI, 2006).
Menurut American Diabetes Association (2003) dalam penelitian
Soegondo (2005) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin,
kerja insulin atau kedua-duanya. Diabetes melitus merupakan sekelompok
kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa darah atau
hiperglikemia. Sedangkan menurut WHO (World Health Organization), diabetes
melitus adalah keadaan hiperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor
lingkungan dan keturunan secara bersama-sama, mempunyai karakteristik
hiperglikemia kronis yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol (Erman,

1998). Diabetes mellitus adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh
ketidakmampuan pankreas untuk menghasilkan insulin dalam jumlah yang cukup
atau ketidakmampuan tubuh untuk menggunakan insulin yang diproduksi secara
efektif (Suyono, 2006).
7

Menurut American Diabetes Association (2010) dalam konsensus
PERKENI (2011) diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit
metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi
insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
2.1.2. Klasifikasi dan Etiologi
1.

Diabetes tipe 1 (insulin-dependent diabetes) terjadi karena adanya gangguan
pada pankreas, menyebabkan pankreas tidak mampu memproduksi insulin
dengan optimal. Pankres memproduksi insulin dengan kadar yang sedikit dan
dan dapat berkembang menjadi tidak mampu lagi memproduksi insulin.
Akibatnya, penderita diabetes tipe 1 harus mendapat injeksi insulin dari luar
(Sutanto, 2013). Penyebab diabetes tipe 1 tidak diketahui dan kejadian ini
masih belum dapat dicegah dengan ilmu yang ada pada saat ini. Gejala

gejalanya meliputi frekuensi ekskresi urin yang berlebihan (polyuria),
kehausan (polydipsia), lapar yang terus menerus, berat badan berkurang,
gangguan penglihatan, dan kelelahan. Gejala-gejala ini dapat muncul secara
tiba-tiba (WHO, 2013).

2.

Diabetes tipe 2 merupakan penyakit diabetes yang disebabkan karena sel-sel
tubuh tidak merespon insulin yang dilepaskan oleh pankreas (sutanto, 2013).
Diabetes tipe 2 dialami hampir 90% manusia di dunia, dan secara umum
penyakit ini adalah hasil dari berat badan berlebih dan kurangnya aktifitas
fisik. Gejala-gejala mirip dengan diabetes tipe 1, tetapi biasanya tidak terasa.
Hasilnya, penyakit ini terdiagnosa bertahun tahun setelah awal mula
terjadinya penyakit, ketika sudah timbul komplikasi (WHO, 2013).

3.

Diabetes gestational adalah diabetes yang disebabkan karena kondisi
kehamilan (sutanto, 2013). Gejala diabetes gestational mirip dengan gejala
diabetes tipe 2. Diabetes gestational lebih sering terdiagnosa melalui prenatal

screening dari pada gejala yang dilaporkan (WHO, 2013).
Klasifikasi etiologi diabetes melitus berdasarkan American Diabetes

Association (ADA, 2010) dalam konsensus PERKENI (2011) adalah sebagai
berikut :
I.

Diabetes Melitus Tipe 1
(Destruksi sel beta, umumnya menjurus kedefisiensi insulin absolute)
a. Melalui proses imunologik
b. Idiopatik

II. Diabetes Melitus Tipe 2
(bervariasi mulai yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi
insulin)
III. Diabetes Melitus tipe Lain
a. Defek genetik fungsi sel beta akibat mutasi
b. Defek genetik kerja insulin
c. Penyakit Eksokrin Pankreas

d. Endokrinopati
e. Karena obat / zat kimia
f. Infeksi
g. Imunologi
h. Sindrom genetik lain

i. Diabetes Gestasional
2.1.3. Faktor Risiko
Faktor risiko diabetes melitus adalah sesuatu hal yang dapat memicu
terjadinya penyakit diabetes sekaligus meningkatkan potensi serangan diabetes
(sutanto, 2013). American Diabetes Association (2013) mengemukakan faktor
risiko diabetes melitus yaitu :


Orang dengan impaired glucose tolerance (IGT) dan/atau impaired fasting
glucose (IFG)












Orang di atas 45 tahun
Orang dengan riwayat keluarga diabetes
Orang yang kelebihan berat badan
Orang yang tidak olahraga rutin
Orang dengan rendah kolesterol HDL atau tinggi triglyserida, tinggi tekanan
darah



Ras dan etnis tertentu (e.g., Non-Hispanic Blacks, Hispanic/Latino Americans,
Asian Americans and Pacific Islanders, and American Indians and Alaska
Natives)




Wanita yang pernah mengalami diabetes gestasional, atau yang pernah
melahirkan bayi dengan berat lahir 9 pounds atau lebih

2.1.4. Patofisiologi Diabetes Melitus
a. Biosintesis dan Kerja Insulin
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino,
dihasilkan oleh sel beta kelenjar pankreas. Sintesis insulin dimulai dalam bentuk
preproinsulin (precursor hormon insulin) pada retikulum endoplasma sel beta.
Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami pemecahan
sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembunggelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Dengan bantuan enzim
peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C yang keduanya sudah
siap untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.
Dalam keadaan fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan
tubuh normal oleh sel beta dalam dua fase atau dengan nama lain dinamakan
biphasic. Fase 1 (acute insulin secretion response = AIR) adalah sekresi insulin
yang terjadi segera setelah ada rangsangan terhadap sel beta, muncul cepat dan
berakhir juga cepat. Setelah fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (sustained
phase, latent phase), dimana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan

dan bertahan dalam waktu yang relatif lama (Suyono, 2006).
b. Patofisiologi Diabetes Melitus
Semua tipe diabetes terjadi akibat defisiensi relatif kerja insulin. Selain itu,
pada diabetes tipe 1 dan 2, kadar glukagon tampak meningkat secara abnormal.
Gangguan metabolik yang terjadi bergantung pada derajat penurunan kerja
insulin. Jaringan adiposa paling peka terhadap kerja insulin. Karena itu, rendahnya
aktivitas insulin dapat menyebabkan penekanan lipolisis dan peningkatan
penyimpangan lemak. Kadar insulin yang lebih tinggi diperlukan untuk melawan

efek glukagon di hati dan menghambat pengeluaran glukosa oleh hati. Pada orang
normal, kadar basal aktivitas insulin mampu mementarai berbagai respon tersebut.
Namun, kemampuan otot dan jaringan peka-insulin lainnya untuk berespon
terhadap pemberian glukosa dengan menyerap glukosa (melalui perantara insulin)
memerlukan sekresi insulin yang terstimulasi dari pankreas.
Penurunan ringan kerja insulin mula-mula bermanifestasi sebagai ketidakmampuan jaringan peka-insulin untuk mengurangi beban glukosa. Secara klinis,
hal ini menimbulkan hiperglikemia pasca makan (postprandial hyperglycemia).
Pengidap diabetes tipe 2 yang masih menghasilkan insulin tetapi mengalami
peningkatan resistensi insulin, akan mengalami peningkatan gangguan uji
toleransi glukosa. Namun, kadar glukosa puasa tetap normal karena aktivitas
insulin masih cukup untuk mengimbangi pengeluaran glukosa (yang diperantarai

oleh glukagon) oleh hati. Jika efek insulin semakin menurun, efek glukagon
terhadap hati tidak mendapat perlawanan yang berarti sehingga terjadi
hiperglikemia pascamakan dan hiperglikemia puasa (Funk, 2007)
2.1.5. Komplikasi
2.1.5.1. Komplikasi Akut
a. Reaksi Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan
glukosa , dengan tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing. Jika keadaan
ini tidak segera diobati, penderita dapat menjadi koma. Karena koma pada
penderita disebabkan oleh kekurangan glukosa di dalam darah, maka koma
disebut Koma Hipoglikemik (White C,2007 ; PERKENI, 2011).
b. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (HHNK)

Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik merupakan komplikasi
akut yang ditandai oleh hiperglikemik, hiperosmolar tanpa disertai adanya ketosis,
faktor yang memulai timbulnya tanpa disertai adanya ketosis. Faktor yang
memulai timbulnya HHNK adalah diuresis glukosuria. Glukosuria mengakibatkan
kegagalan pada kemampuan ginjal dalam mengkonsentrasikan urin yang akan
semakin memperberat derajat kehilangan air. Hilangnya air yang lebih banyak
dibandingkan natrium menyebabkan keadaan hiperosmolar. Keadaan dimana

insulin yang tidak tercukupi akan menyebabkan hiperglikemia. Hiperglikemia
yang terjadi menyebabkan diuresis osmotik dan menurunnya cairan secara total
(Prince and Silvia,2006; PERKENI, 2011)
c. Ketoasidosis Diabetik (KAD)
Ketoasidosis diabetik adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik
yang ditandai oleh hiperglikemia, asidosis, dan ketosis. Pada Ketoasidosis
Diabetik terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif. Gejala yang timbul dapat
terjadi secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat. Kadar gula di dalam
darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula
tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sel lemak
dipecah dan menghasilkan keton dan asam lemak bebas yang berlebihan
(Sheerwood, laurale, 2006;PERKENI,2011).
Keton

merupakan

senyawa

kimia


yang

berbahaya

yang

dapat

menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis
diabetikum adalah rasa haus dan sering kencing, mual, muntah, lelah dan nyeri
perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi cepat dan dalam karena
tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita seperti

bau keton dan derajat kesadaran dapat dijumpai mulai kompos mentis, delirium
atau depresi sampai koma (White C,2007).
2.1.5.2. Komplikasi Kronis
Komplikasi kronis terjadi pada semua pembuluh darah seluruh bagian
tubuh yang disebut sebagai angiopati diabetik.
Komplikasi kronis tersebut antara lain :
a. Mikrovaskuler

komplikasi mikrovaskuler adalah komplikasi pada pembuluh darah kecil,
diantaranya : retinopati diabetika, yaitu kerusakan mata seperti katarak dan
glukoma atau meningkatnya tekanan pada bola mata. Bentuk kerusakan yang
paling sering terjadi adalah bentuk retinopati yang dapat menyebabkan kebutaan.
Nefropati diabetik yaitu gangguan ginjal yang diakibatkan karena penderita
menderita diabetes dalam waktu yang cukup lama (White C,2007).
b. Makrovaskuler
komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai pembuluh
darah arteri yang lebih besar, sehingga menyebabkan artherosklorosis. Akibat
arterosklerosis antara lain timbul penyakit jantung koroner, hipertensi, stroke, dan
gangren pada kaki (White C,2007).
c. Neuropati Diabetik
Neuropati diabetik yaitu gangguan sistem saraf pada penderita DM. Indera
perasa pada kaki dan tangan berkurang disertai dengan kesemutan, perasaan baal
atau tebal serta perasaan seperti terbakar (American Diabetes Association,2007).
d.Mudah timbul luka yang sukar sembuh (Frykberg RG,et al,2006).
e.Sistem imun menurun sehingga rentan terjadinya infeksi (White C,2007).

2.2. Ulkus Diabetik
2.2.1. Definisi
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir
disertai kematian jaringan yang luas dan invasi kuman sprofit. Ulkus diabetik
adalah salah satu komplikasi kronis diabetes melitus berupa luka terbuka pada
permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat
(Waspadi,2006).
2.2.2. Epidemiologi
Menurut The National Institute of Diabetic and Digestive and kidney
Disease, diperkirakan 16 juta orang Amerika Serikat diketahui menderita diabetes,
dan jutaan diantaranya beresiko untuk menderita diabetes. Dari keseluruhan
penderita diabetes, 15% menderita ulkus di kaki, dan 12-14% dari yang menderita
ulkus dikaki memerkukan amputasi.
Separuh lebih amputasi non trauma merupakan akibat dari komplikasi
ulkus diabetic dan disertai tingginya angka mortalitas, reamputasi dan amputasi
kaki kontra lateral. Bahkan setelah hasil perawatan penyembuhan luka bagus,
angka kekambuhan diperkirakan sekitar 66% dan resiko amputasi meningkat
menjadi 12%.
Komunitas latin di Amerika (Hispanik), Afro Amerika dan Native
Amerika mempunyai angka prevalensi diabetes tertinggi didunia, dimungkinkan
berkembangnya ulkus diabetes.
Menurut Medicare, prevalensi diabetes sekitarr 10% dan 90% diantaranya
adalah penderita diabetes tipe II. Neuropati diabetic cenderung terjadi sekitar 10

tahun setelah menderita diabetes, sehingga kelainan kaki diabetic dan ulkus
diabetic dapat terjadi setelah waktu itu.
2.2.3. Etiologi
Beberapa etiologi yang menyebabkan ulkus diabetic meliputi neuropati,
penyakit arterial, tekanan dan deformitas kaki.
2.2.4. Patofisiologi
2.2.4.1. Neuropati Perifer
Neuropati perifer pada diabetes adalah multifactorial dan diperkirakan
merupakan akibat penyakit vaskuler yang menutupi vasa vernorum, disfungsi
endotel, definisi mioinositol-perubahan sintesis myelin dan penurunannya
aktifitasNa-K ATPase, hyperosmolar kronis, menyebabkan edema pada saraf
tubuh serta pengaruh peningkatan sorbitol dan fructose.
Neuropati disebabkan oleh peningkatan gula darah yang lama sehingga
menyebabkan kelainan vascular dan metabolic. Peningkatan kadar sorbitol
intraselular, menyebabkan saraf membengkak dan terganggu fungsinya.
Penurunan kadar insulin sejalan dengan perubahan kadar peptide neurotropic,
perubahan metabolism lemak, stress oksidatif, perubahan bahan vasoaktif seperti
nitrit oxide mempengaruhi fungsi dan perbaikan saraf. Kadar gula darah yang
tidak teregulasi meningkatkan kadar Advanced glycosylated end product yang
terlihat pada molekul kolagen yang mengeraskan ruangan-ruangan yang sempit
pada extremitas superior dan inferior (carpal, cubital dan tarsal tunnel).
Kombinasi antara pembengkakan saraf yang disebabkan berbagai mekanisme dan
penyempitan kompartemen karena glikosilasi kolagen menyebabkan double crush

syndrome dimana dapat menyebabkan kelainan fungsi saraf motorik, sensorik dan
autonomic.
Neuropati autonomic mengakibatkan 2 hal yaitu anhidrosis dan
pembukaan menyebabkan pembukaan arterivenous shunt. Neuropati motorik
paling sering mempengaruhi otot intrinsic kaki sebagai akibat dari tekanan saraf
plantaris medialis dan lateralis pada masing-masing tunnelnya.
2.2.4.2. Penyakit Arterial
Penderita diabetes sama halnya dengan penderita non diabetes,
kemungkinan akan menderita penyakit atherosclerosis pada arteri besar dan
sedang, misalnya pada aortoiliaca dan femoropoplitea. Alasan dugaan bentuk
penyakit arteri ini pada penderita diabetes adalah hasil beberapa macam kelainan
metabolic, meliputi kadar Low Density Lipoprotein (LDL), Very Low Density
Lipoprotein (VLDL), peningkatan kadar faktor von Willbrand plasma, inhibisi
sintesis prostasiklin, peningkatan kadar fibrinogen plasma dan peningkatan
adhesifitas

platelet.

Secara

keseluruhan

penderita

diabetes

mempunyai

kemungkinan besar menderita atherosclerosis, terjadi penebalan membrane basalis
kapiler, hialinosis arteriol dan proliferasi endotel.
Perubahan destruksi yang terjadi pada kaki Charcot menyebabkan
kerusakan arkus longitudinal medius, dimana akan menimbulkan gait biomekanik.
Perubahan pada kalkaneal pitch menyebabkan regangan ligamen pada metatarsal,
cuneiform, navikular dan tulang kecil lainya dimana akan menambah panjang
lengkung pada kaki. Perubahan degenerative ini nantinya akan merubah cara
berjalan (gait), mengakibatkan kelainan tekanan tumpuan beban, dimana
menyebabkan kolaps pada kaki. Ulserasi, infeksi, gangrene, dan kehilangan

tungkai merupakan hasil yang sering didapatkan jika proses tersebut tidak
dihentikan pada stadium awal.
2.2.4.3. Deformitas Kaki
Perubahan destruksi yang terjadi pada kaki Charcot menyebabkan
kerusakan arkus longitudinal medius, dimana akan menimbulkan gait biomekanik.
Perubahan pada kalkaneal pitch menyebabkan regangan ligamen pada metatarsal,
cuneiform, navikular dan tulang kecil lainya dimana akan menambah panjang
lengkung pada kaki. Perubahan degenerative ini nantinya akan merubah cara
berjalan (gait), mengakibatkan kelainan tekanan tumpuan beban, dimana
menyebabkan kolaps pada kaki. Ulserasi, infeksi, gangrene, dan kehilangan
tungkai merupakan hasil yang sering didapatkan jika proses tersebut tidak
dihentikan pada stadium awal.
2.2.4.4. Tekanan
Diabetes dapat memberikan dampak buruk pada beberapa system organ
termasuk sendi dan tendon. Pada tendon achiles dimana Advanced Glycosylated
end Product (AGE) berhubungan dengan molekul kolagen pada tendon sehingga
menyebabkan hilangnya elastisitas dan bahkan pemendekan tendon. Akibatnya
terjadi ketidakmampuan gerakan dorsofleksi telapak kaki, dengan kata lain arkus
dan kaput metatarsal mendapatkan tekanan tinggi dan lama karena adanya
gangguan berjalan (gait).
Hilangnya sensasi pada kaki dapat menyebabkan tekanan yang berulang,
cedera dan fraktur, kelainan struktur kaki misalnya callus, kelainan metatarsal
atau kaki charcot; tekanan yang terus menerus dan pada akhirnya terjadi
kerusakan jaringan lunak. Tidak terasanya panas dan dingin, tekanan sepatu yang

salah, kerusakan akibat benda tumpul atau tajam dapat menyebabkan pelepuhan
dan ulserasi. Faktor ini diperberat dengan aliran darah yang buruk pada penderita
diabetes.
2.2.5. Diagnosis Klinis
Penangan ulkus diabetic terdiri dari penentuan dan perbaikan penyakit
dasar penyebab ulkus, perawatan luka yang baik, dan pencegahan kekambuhan
ulkus. Penyebab ulkus diabetic dapat ditentukan secara tepat melalui riwayat
anamnesis dan pemeriksaan fisik yang cermat.
2.2.5.1. Riwayat Anamnesis
Adanya gejala neuropati perifer, sebagian besar orang yang menderita
penyakit atherosclerosis pada ekstremitas bawah tidak menunjukkan gejala
(asimtomatik). Penderita yang menunjukkan gejala didapatkan claudication, nyeri
iskemik saat istirahat, luka yang tidak sembuh, dan nyeri kaki yang jelas. Kram,
kelemahan dan rasa tidak nyaman pada kaki sering dirasakan oleh penderita.
2.2.5.2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada penderita dengan ulkus diabetic dibagi menjadi 3
bagian, yaitu:
- Pemeriksaan ulkus ekstremitas
- Penilaian kemungkinan insufisiensi vascular
- Penilaian kemungkinan neuropati perifer
2.2.5.2.1. Pemeriksaan Ekstremitas
Ulkus diabetik mempunyai kecenderungan terjadi pada beberapa daerah
yang menjadi tumpuan beban terbesar, seperti tumit, area kaput metatarsal di

telapak, ujung jari yang menonjol. Ulkus dapat terjadi pada malleolus karena pada
daerah ini sering mendapat trauma.
Kelainan-kelainan lain yang ditemukan pada pemeriksaan fisik :
- Callus hipertropik
- Kuku yang rapuh
- Hammer toes
- Fissure
2.2.5.2.2. Insufisiensi Arteri Perifer
Pemeriksaan fisik memperlihatkan hilangnya atau menurunnya aliran
arteri perifer. Penemuan lain yang berhubungan dengan penyakit atherosclerosis
meliputi adanya bunyi bising (bruit) pada artei iliaca dan femoralis, atropi kulit,
hilangnya rambut pada kaki, sianosis jari kaki, ulserasi dan nekrosis iskemia,
kedua kaki pucat saat kaki diangkat setinggi jantung 1-2 menit. Pemeriksaan
vascular non invasive meliputi pengukuran oksigen transkutan, anklebrachial
index (ABI), tekanan sistolik jari kaki. ABI merupakan pemeriksaan non invasive
yang dengan mudah diperiksa dengan menggunakan alat Doppler.
2.2.5.2.3. Neuropati Periper
Tanda neuropati perifer meliputi hilangnya sensasi rasa getar dan posisi,
hilangnya elastisitas tendon, ulserasi tropic, foot drop, atropi otot, dan
pembentukan callus hipertropik khususnya pada daerah penekanan misalnya pada
tumit. Status neurologis dapat diperiksa dengan menggunakan monofilament
Semmes-Weinsten untuk mengetahui apakah penderita masih mempunyai sensasi
protektif. Pemeriksaan menunjukkan hasil abnormal jika penderita tidak dapat

merasakan sentuhan monofilament ketika ditekankan kepada kaki dengan tekanan
yang cukup sampai monofilamentbengkok.
2.2.5.3. Pemeriksaan Laboratorium
-

Pemeriksaan darah : Lekositosis mungkin menandakan adanya abses atau
infeksi lainya pada kaki. Penyembuhan luka dihambat oleh adanya anemia.

-

Profil metabolik : Pengukuran kadar gula darah, glikohemoglobin dan
kreatinin serum membantu untuk menentukan kecukupan regulasi glukosa
dan fungsi ginjal.

-

Pemeriksaan laboratorium vascular non invasive : Pulse Volume
Recording (PVR), atau Plethymosgrafi.

2.2.5.4. Pemeriksaan Radiologis
-

Pemeriksaan pada foto polos kaki diabetic dapat menunjukkan
demineralisasi dan sendi charcot serta adanya osteomyelitis.

-

Computed Tomography (CT) scan dan Magnetic Resonance Imaging
(MRI) : Meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis
abses dengan pemeriksaan fisik, CT scan atau MRI dapat digunakan untuk
membantu diagnosis abses apabila pada pemeriksaan fisik tidak jelas.

-

Bone scan masih dipertanyakan kegunaanya karena besarnya hasil false
positif dan false negative. Penelitian mutakhir menyebutkan 99mtc-labeled
ciprofloxacin sebagai penanda (marker) untuk osteomyelitis.

-

Arteriografi

Konventional

:

apabila

direncanakan

pembedahan

vaskularatau endovascular, arteriografi diperlukan untuk memperlihatkan
tingkat keparahan dari atherosclerosis. Resiko yang berkaitan dengan

injeksi kontras pada angiografi konventional berhubungan dengan suntikan
dan agen kontras.
2.2.6. Klasifikasi
Penilaian dan klasifiksi ulkus diabetic sangat penting untuk membantu
perencanaan terapi dari berbagai pendekatan dan membantu memprediksi hasil.
Beberapa system klasifikasi ulkus telah dibuat yang didasarkan pada beberapa
parameter yaitu luasnya infeksi, neuropati, iskemia, kedalaman atau lusnya luka
dan lokasi. Sistem klasifikasi yang paling banyak digunakan pada ulkus diabetic
adalah Wagner-Meggit yang didasarkan pada kedalaman luka dan terdiri dari 6
grade luka, yaitu (Fryberg R.G,2002) :
1. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai dengan kelainan bentuk kaki claw, callus
2. Derajat I : ulkus superficial terbatas pada kulit
3. Derajat II : ulkus dalam , menembus tendon atau tulang
4. Derajat III : abses dalam dengan atau tanpa osteomilitis
5. Derajat IV : ulkus pada jari kaki atau bagian distal kaki atau tanpa selulitis
6. Derajat V : gangrene seluruh kaki atau sebagian tungkai
University of Texas membagi ulkus berdasarkan dalamnya ulkus dan
membaginya lagi berdasarkan adanya infeksi atau iskemia. Adapun system Texas
ini meliputi (Fryberg R.G,2002):
1. Derajat 0 : Pre atau post ulserasi
2. Derajat 1 : Luka superfisial yang mencapai epidermis atau dermis atau
keduanya, tapi belum menembus tendon, kapsul sendi atau tulang.

3. Derajat 2 : Luka menembus tendon atau tulang tetapi belum menembus tulang
atau sendi
4. Derajat 3 : Luka menembus tulang atau sendi.
Klasifikasi SAD (Size, Sepsis, Arteriopathy, Dept and Denervation)
menelompokkan ulkus kedalam 4 skala berdasarkan 5 bentukan ulkus (Ukuran,
Kedalaman, sepsis, arteriopati, dan denervasi). The International Working Group
on the Diabetic Foot telah mengusulkan klasifikasi PEDIS dimana membagi luka
berdasarkan 5 ciri yaitu : Perfusion, Extend, Depth, infection and Sensation.
Berdasarkan

Guideline

The

Infectious

Disease

of

America,

mengelompokkan kaki diabetic yang terinfeksi dalam beberapa kategori, Yaitu :
(LIPSKY,2012)
1.

Mild : Infeksi local yang hanya melibatkan jaringan kutis dan jaringan
subkutis. Jika eritema, harus ˃ 0,5 cm hingga ≤ 2 cm dari luka.

2.

Moderate : Infeksi local dengan eritema ˃ 2 cm, atau melibatkan struktur
dari jaringan yang lebih dalam dari jaringan subkutis ( contoh: abses,
fasciitis, septik artritis, osteomyelitis).

3.

Severe : Infeksi local dengan tanda-tanda SIRS dan eritema ≥ 2 cm.

2.2.7. Penatalaksanaan Ulkus Diabetik
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ulkus diabetic adalah penutupan
luka. Penatalaksanaan ulkus diabetic secara garis besar ditentukan oleh derajat
keparahan ulkus, vaskularisasi dan adanya infeksi. Hal dasar dari perawatan ulkus
diabetik meliputi 3 hal, yaitu : debridement, offloading dan control infeksi.
2.2.8. Prognosis
Pada penderita diabetes, 1 diantara 20 penderita akan mengalami ulkus
pada kaki dan 1 diantara 100 penderita akan membutuhkan amputasi setiap

tahunnya. Oleh karena itu, diabetes merupakan faktor penyebab utama amputasi
non trauma ekstremitas bawah di Amerika Serikat. Amputasi kontralateral akan
dilakukan pada 50% penderita ini selama rentang 5 tahun kedepan.
Neuropati perifer yang terjadi pada 60% penderita diabetes merupakan
resiko terbesar terjadinya ulkus pada kaki, diikuti dengan penyakit mikrovaskular
dan regulasi glukosa darah yang buruk. Pada penderita diabetes dengan neuropati,
meskipun hasil penyembuhan ulkus tersebut baik, angka kekambuhannya 66%
dan angka amputasi meningkat menjadi 12%.
2.3. Kerangka Teori
Faktor
genetik
Antigen HLA
DR3/DR4

Imunologi

Umur diatas
30 tahun

Obesitas

Infeksi virus

Intoleransi insulin

Peningkatan
pemasukan
karbohidrat

Merusak fungsi
imun

Gangguan fungsi
limfosit

Penurunan
fungsi leukosit

Risiko tinggi
infeksi

Kerusakan sel
beta

Penurunan jumlah insulin
GLukosa tidak dapat dihntar ke sel

Hiperglikemia
Angiopati diabetik
makroangiopati

mikroangiopati

Terganggunya
aliran darah ke
kaki

neuropati
perifer
G3 sensorik
motorik

Penurunan
asupan nutrisi
dan O2

trauma
trauma
luka sulit
sembuh
ulkus
infeksi
gangren

Gangguan

Insulin tidak adekuat