Peranan Stasiun Dan Tanggung Jawab Perusahaan Angkutan Darat Terhadap Penumpang (Studi Pada P.O SAMPRI Stasiun Kabanjahe)

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG TRANSPORTASI DARAT
A. Ruang Lingkup Transportasi Darat
Transportasi adalah sarana yang digunakan masyarakat untuk melakukan
suatu perpindahan baik itu perpindahan barang atau orang dari satu tempat ke
tempat yang lain sesuai dengan daerah yang dituju. Peran transportasi memang
sangat

penting

dalam

dunia

perdagangan

dan

proses

perkembangan


perekonomian, begitu juga transportasi darat. Ruang lingkup pengangkutan darat
itu sepanjang dan selebar negara, maksudnya adalah ruang lingkupnya sama
dengan ruang lingkup negara, sedangkan angkutan itu sendiri dapat dilakukan
dengan jenis-jenis angkutan. Untuk dapat berjalannya dengan baik proses
pengangkutan sangatlah dibutuhkan dukungan infrastruktur yang baik dari
pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Beberapa sarana prasarana hal yang
harus dipenuhi untuk memberikan pelayanan yang baik dalam pengangkutan
yaitu;
1. Jalan;
2. Terminal atau stasiun;
3. Kendaraan;
4. Unsur tenaga penggerak atau unsur non fisik yaitu pengemudi.16
Menurut Soekardono “Hukum Pengangkutan Darat” adalah keseluruhan
peraturan-peraturan di dalam dan di luar kodifikasi (Kitab Undang-Undang
16

Siti nurbaiti, Op.cit, hlm. 4.

Universitas Sumatera Utara


Hukum Dagang) yang berdasarkan atas dan tujuan untuk mengatur hubunganhubungan hukum yang terbit karena keperluan perpindahan barang-barang dan
atau orang dari satu tempat ke tempat yang lain untuk memenuhi perikatanperikatan yang lahir dari perjanjian tertentu termasuk juga perjanjian-perjnajian
untuk memberikan perantaraan untuk mendapatkan pengangkutan (ekspeditur).17
Perlu diketahui bahwa ada beberapa asas yang berlaku dalam penyelenggaraan
angkutan jalan yang terdapat dalam UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan pasal 2 yaitu:
a. Asas transparan;
b. Asas akuntabel;
c. Asas berkelanjutan;
d. Asas partisipatif;
e. Asas bermanfaat;
f. Asas efesien dan efektif;
g. Asas seimbang;
h. Asas terpadu; dan
i. Asas mandiri.
Asas-asas ini dibuat guna mewujudkan pelayanan lalu lintas dan angkutan
jalan yang aman, tertib, lancar, dan terpadu dengan mendorong perekonomian
nasional dan memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan
kesatuan bangsa, memberikan kepastian hukum, serta mampu menjunjung tinggi

martabat bangsa dan bernegara. Berdasarkan sumber hukum dari hukum
17

Ibid, hlm. 8.

Universitas Sumatera Utara

pengangkutan darat, secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua bagian,
yaitu:
1. Sumber-sumber hukum yang berasal dari kodifikasi yaitu Kitab UndangUndang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
2. Sumber-sumber hukum diluar kodifikasi yaitu :
a. Peraturan Perundang-Undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;
b. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2009 Tentang Penyelenggaraan
Perkeretaapian;
d. Dan peraturan lainnya seperti Peraturan Pemerintah, Surat Keputusan
Menteri, yang dapat dijadikan sebagai sumber hukum.18
Perlu diperhatikan bahwa sistem pengamanan pengangkutan darat perlu
mendapat perhatian khusus mengingat kerap terjadi kecelakaan, perampokan atau

hal-hal lain yang menyebabkan kerugian pengangkut dan penumpang. Menurut
Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Nomor 22 Tahun 2009 pasal
200 ayat (3) menyebutkan “Untuk mewujudkan dan memelihara keamanan Lalu
Lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
kegiatan:
1. Penyusunan program nasional keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

18

Ibid. hlm. 9.

Universitas Sumatera Utara

2. Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas dan perlengkapan keamanan lalu lintas
dan angkutan jalan;
3. Pelaksanaan

pendidikan,

pelatihan,


pembimbingan,

penyuluhan,

dan

penerangan berlalu lintas dalam rangka meningkatkan kesadaran hukum dan
etika masyarakat dalam berlalu lintas;
4. Pengkajian masalah keamanan lalu lintas dan angkutan jalan;
5. Manajemen keamanan lalu lintas;
6. Pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan/atau patrol;
7. Registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi dan;
8. Penegakan hukum Lalu Lintas.
Dalam pasal 201 ayat (1) Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
juga menyatakan bahwa perusahaan pengangkutan umum wajib menyempurnakan
keamanan lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Tentunya apabila dilihat dari peraturan
perundang-undangan yang berlaku sudah sangat baik untuk meningkatkan
keamanan dalam lalu lintas pengangkutan melalui darat, namun perlu diketahui
bahwa kenyataannya terhadap undang-undang tersebut masih kurang dalam

penerapannya di Indonesia. Masalah ini merupakan pekerjaan rumah yang harus
diperhatikan pemerintah mengingat bahwa infrastruktur jalan darat juga
merupakan salah satu aset negara yang penting dalam meningkatkan
perekonomian negara yang berkesinambungan. Apabila infrastruktur itu baik,
maka perekonomian juga akan berkesinambungan baik, demikian juga sebaliknya,
apabila infrastruktur kurang baik, maka perkembangan perekonomian tidak
lancar.

Universitas Sumatera Utara

B. Klasifikasi Transportasi Darat dan Sarana Prasarana
Transportasi darat tidak dapat terlepas terhadap kebutuhan manusia yang
beraneka ragam, sehingga transportasi darat tersebut terbagi dalam beberapa jenis.
Kebutuhan akan transportasi ini akan semakin meningkat apabila situasi ekonomi
yang baik yang di iringi kemajuan teknologi yang berkembang disuatu negara.
Sebagai contoh Indonesia yang merupakan negara berkembang mempunyai jenis
transportasi darat yang berbeda dengan negara-negara maju yang ada di dunia.
Mengingat juga situasi ekonomi Indonesia yang berbeda dengan negara-negara
lain. Adapun klasifikasi secara umum dari transportasi darat terbagi menjadi
beberapa bagian yaitu:

1. Transportasi yang menggunakan jalan raya yang terbagi menjadi:
a. Sepeda Motor merupakan kendaraan bermotor beroda 2 (dua), atau 3
(tiga) tanpa atap baik dengan atau tanpa kereta di samping;
b.

Mobil Penumpang (biasa juga disebut dengan mobil pribadi atau
sejenisnya) merupakan kendaraan bermotor yang dilengkapi sebanyakbanyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk
pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan
bagasi;

c.

Mobil Bus merupakan kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih dari 8
(delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi, baik
dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi;

d.

Mobil Barang merupakan kendaraan bermotor selain dari yang termasuk
dalam sepeda motor, mobil penumpang dan mobil bus;


Universitas Sumatera Utara

e.

Angkutan darat selain mobil, bus ataupun sepeda motor yang lazim
digunakan oleh masyarakat, umumnya digunakan untuk skala kecil,
rekreasi, ataupun sarana sarana diperkampungan baik di kota maupun di
desa. Diantaranya adalah sepeda, becak, bajaj, bemo dan delman.19
Sebagai transportasi yang menggunakan jalan raya seperti yang telah
diklasifikasikan di atas secara khusus terdapat beberapa transportasi yang
lain yang dijelaskan di atas seperti delman, bajaj, dan bemo yang hanya
terdapat di daerah-daerah tertentu saja seperti di Jakarta, yogjakarta, dan di
daerah yang dinilai sebagai objek wisata seperti di Berastagi yang salah
satu objek wisata yang memakai transportasi delman.
Dalam penyelenggaraan transportasi darat perlu adanya pengaturan

mengenai prasarana dalam transportasi darat yang menjadi pedoman standar
penggunaan dan kualitas jalan meliputi:
a. Jalan

Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan Pasal 19 ayat (1) dan (2) (peraturan ini terdapat juga
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 1993 Tentang Prasarana dan
angkutan Jalan) terdapat pengelompokan jalan sebagai prasarana yang
mendukung dalam lalu lintas jalan yaitu berdasarkan:
1) Fungsi dan intensitas lalu lintas guna kepentingan pengaturan
penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan;
19

http://www.blogspot.com,Justnangeografi, Transportasi, Selasa 22 Mei 2012.

Universitas Sumatera Utara

2) Daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi
kendaraan bermotor.20
pengelompokan jalan yang dijelaskan di atas, terbagi kembali
dalam beberapa kelas jalan yaitu:
1) Jalan kelas I yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui
kendaraan bermotor yang berukuran tidak melebihi 2.500 (dua ribu
lima ratus) millimeter, panjangnya tidak melebihi 18.000 (delapan

belas ribu) millimeter dan ukuran yang paling tinggi 4.200 (empat
ribu dua ratus) millimeter, dan muatan terberat 10 (sepuluh) ton;
2) Jalan Kelas II yaitu arteri , kolektor, lokal dan lingkungan yang
dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak
melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus) millimeter, ukuran panjang
tidak melebihi 12.000 (dua belas ribu) millimeter, ukuran paling
tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus) millimeter, dan muatan sumbu
terberat 8 (delapan) ton;
3) Jalan Kelas III yaitu arteri, kolektor, lokal dan lingkungan yang
dapat dilalui kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak
melebihi 2.100 (dua ribu seratus) millimeter, ukuran panjang tidak
melebihi 9.000 (Sembilan ribu) millimeter, ukuran paling tinggi
3.500 (tiga ribu lima ratus) millimeter, dan muatan sumbu terberat
8 (delapan) ton;

20

Siti nurbaiti, Op.cit, hlm. 198.

Universitas Sumatera Utara


4) Jalan kelas khusus yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan
bermotor dengan ukuran melebihi 2.500 (dua ribu lima ratus)
millimeter, ukuran Panjang melebihi 18.000 (delapan belas ribu)
millimeter, ukuran paling tinggi 4.200 (empat ribu dua ratus)
millimeter dan muatan sumbu yang terberat lebih daro 10 (sepuluh)
ton.21
Pembagian kelas jalan arteri menurut sumbu terberat dan
dimensi kendaraan bermotor adalah untuk menjaga bahwa jalan
arteri ataupun jalan utama yang sebagai penghubung dari satu
daerah kedaerah lainnya tetap awet dan terjaganya struktur jalan
dalam arti singkat jalan tersebut tidak rusak, walaupun terkadang di
Indonesia masih banyak kendaraan yang melewati jalan arteri yang
melampaui sumbu berat dan dimensi kendaraan yang dibawa.
b. Stasiun / Terminal
Untuk kelancaran dalam melaksanakan pengangkutan khususnya
transportasi darat diperlukan adanya stasiun atau sering juga disebut
sebagai terminal, dimana stasiun berfungsi sebagai tempat berkumpul dan
tempat naik turunnya penumpang. Terminal merupakan prasarana yang
utama yang harus di penuhi dalam penyelenggaraan kegiatan transportasi
darat. Penempatan stasiun dan

21

penyelenggaraan

kegiatan terminal

Ibid, hlm. 198-199.

Universitas Sumatera Utara

disesuaikan dengan kebutuhan terminal yang menjadi rencana induk dalam
lalu lintas dan angkutan jalan.22
c. Prasarana pendukung lainnya
Prasarana ini termasuk didalamnya rambu rambu lalu lintas yang
memberi isyarat dalam berkendara di jalan agar terdapat kehati-hatian.23
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 Pasal 17, ramburambu Lalu Lintas Terbagi menjadi 4 gologan yaitu:
1) Rambu Peringatan, merupakan rambu yang menyatakan adanya
peringatan bahaya atau tempat berbahaya pada jalan;
2) Rambu larangan, rambu ini digunakan untuk menyatakan perintah
larangan tidak diizinkannya penggunaan jalan;
3) Rambu Perintah, rambu ini menjelaskan bahwa terdapat perintah yang
wajib dipatuhi pengguna jalan;
4) Rambu Petunjuk, rambu ini menjelaskan mengenai petunjuk
pemakaian jalan, situasi jalan, jurusan, tempat tertentu, dan pengaturan
lainnya.
Prasarana pendukung lainnya adalah Marka Jalan. Marka Jalan ini
berfungsi sebagai pengatur lalu lintas atau memperingatkan atau menuntun
pengguna jalan dalam berlalu lintas. Marka jalan terdiri dari:
1) Marka membujur;
2) Marka melintang;
3) Marka serong;
22
23

Ibid. hlm. 205.
Ibid. hlm. 240.

Universitas Sumatera Utara

4) Marka lambang;
5) Marka lainnya.
Selanjutnya adalah alat pemberi isyarat Lalu Lintas. Alat isyarat ini
berfungsi untuk mengatur kendaraan atau pejalan kaki, sebagaimana yang
diketahui oleh semua masyarakat bahwa alat ini terdiri dari tiga warna yang
berfungsi untuk mengatur kendaraan, lampu dua warna berfungsi mengatur
kendaraan dan/atau pejalan kaki dan lampu satu warna berfungsi untuk
memberikan peringatanj kepada pemakai jalan.
2. Transportasi Darat Dengan Menggunakan Kereta Api
Transportasi yang menggunakan kereta api adalah suatu sarana yang
dinilai

masyarakat

lebih

cepat

dibandingkan

dengan

trasnsportasi

menggunakan jalan raya, hal ini dikarenakan bahwa kereta api itu mempunyai
jalur tersendiri yang menggunakan rel sebagai jalannya. Pengembangan
transportasi kereta api yang menggunakan rel ini dikembangkan guna
memenuhi kebutuhan masyarakat yang meliputi pengangkutan massa,
memiliki kuantitas, dan cepat serta memiliki keawetan dalam Sarana
Prasarana.24 Sarana perkeretaapian menurut jenisnya sebagaimana disebutkan
dalam UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian pasal 1 terdiri dari:
a. Lokomotif;
b. Kereta;
c. Gerbong; dan
24

http://www.anneahira.com/transportasi-kereta-api, Ane Ahira, Transportasi Kereta api,
02 Oktober 2004.

Universitas Sumatera Utara

d. Peralatan Khusus.
Dalam hal sarana yang ditentukan di atas tentunya harus sesuai dengan
persyaratan dan kelaikan dalam penggunaanya sehingga dapat berjalan dengan
baik proses pengangkutan yang menggunakan kerata api.
Mengenai prasarana dalam melaksanakan angkutan menggunakan kereta
api juga ditentukan dalam UU RI Nomor

23 Tahun 2007 Tentang

perkeretaapian pasal 35 yaitu:
a. Jalur kereta api;
b. Stasiun kereta api; dan
c. Fasilitas Operasi kereta api.
Mengenai

prasarana

yang

dijelaskan

di

atas

adalah

untuk

melaksanakan pengoperasian angkutan dengan kereta api, dimana juga
prasarana tersebut sesuai dengan kelaikan dan persyaratan yang berlaku serta
adanya perawatan berkala.
C. Transportasi Sebagai Penunjang Kegiatan Ekonomi
Transportasi sangat berperan penting dalam pencapaian pengembangan
ekonomi. Tidak hanya menjadi penunjang kegiatan ekonomi perkembangan
transportasi juga mempunyai peranan penting dan strategis dalam pembangunan
dan integrasi nasional, karena hal ini harus dapat menghubungkan dan menjadi
jalur pembuka daerah-daerah terpencil yang guna meningkatkan kegiatan
ekonomi tersebut. Dalam pengembangan perekonomian tersebut terdapat juga

Universitas Sumatera Utara

tujuan yang akan dicapai seperti meningkatkan pendapatan nasional yang disertai
dengan distribusi yang merata kepada setiap penduduk, meningkatkan jenis dan
jumlah barang jadi dan jasa yang dapat dihasilkan para konsumen, industri dan
pemerintah, mengembangkan industri nasional, menciptakan dan memelihara
tingkatan kesempatan kerja bagi masyarakat. Hal ini merupakan tujuan yang
bersifat ekonomis yang memiliki peranan penting dalam penunjang peningkatan
perekonomian. Namun selain tujuan yang bersifat ekonomis terdapat pula tujuan
yang bersifat non ekonomis yang selalu sejalan seirama yaitu untuk meningkatkan
ketahanan nasional. Transportasi berfungsi untuk mengangkut penumpang dari
satu tempat ketempat lain yang mana kebutuhan akan angkutan penumpang
tersebut tergantung bagi kegunaan seseorang.25
Disamping bersifat ekonomi sesungguhnya kemajuan transportasi
mempunyai peran yang penting mencakup segi-segi politik yang maksudnya
menciptakan kesatuan nasional dan bekembangnya kebersamaan antar bangsa,
terciptanya dan kuatnya keamanan dan ketahanan nasional serta berkembangnya
saling pengertian dalam hubungan politik dan pemerintahan di antar berbagai
negara di dunia.
Kemajuan transportasi juga mendukung berkembangan pengetahuan dan
budaya nasional, lebih tersebarnya distribusi penduduk dengan berbagai aspek
pada wilayah yang luas.26 Kebutuhan akan transportasi sangat berkesinambungan
dengan pertumbuhan perekonomian masyarakat yang juga berpengaruh pada

25
25

Abbas Salim, Op.cit. hlm. 1-2.
H.Rustian Kamaludin, Ekonomi Tranportasi, Gahalia Indonesia,Jakarta, 2003, hlm. 23.

Universitas Sumatera Utara

pengembangan jalan, stasiun/terminal, dan pelabuhan yang akan mendukung
efesisensi dalam penggunan jasa transportasi darat.27
Menurut Maringan Masry
Transportasi menyatakan bahwa:

Simbolon

dalam

bukunya

Ekonomi

“ship follow the trade and follow the ship”
Ship
yang bermakna mengikuti perkembangan maupun kemajuan
aktivitas perdangan masyarakat. Dan kata trade follow the ship maksudnya adalah
bahwa perkembangan kegiatan perdagangan suatu masyarakat bergantung pada
transportasi.28

Berdasarkan teori di atas dapat dikatakan bahwa pengaruh transportasi itu
berkembang atau tidak tergantung juga daripada pendapatan konsumen atau
pemakai serta harga yang ditawarkan, hal ini sangatlah penting diperhatikan guna
meningkatkan kegiatan pengangkutan yang berpengaruh dalam kegiatan ekonomi.
Nilai ekonomi dari transportasi itu membuat semakin kuat bahwa
transportasi semakin penting dan membutuhkan berbagai macam kajian, karena
nilai strategis dari transportasi tersebut adalah member tambahan kesejahteraan
hidup bagi masyarakat.29 Segala pengaruh ekonomi tersebut di atas juga berkaitan
dengan hukum yang berlaku, karena dengan adanya peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai penyimpangan terhadap kegiatan ekonomi
dapat dikurangi sehingga tidak ada atau dapat diminimalisir mengenai kerugian
dalam kegiatan perkonomian terutama penyelenggaraan kegiatan transportasi
darat.

27

http://Dickyhendramulyadi.blog.com, Dicky Hendra Mulyadi, Ekonomi Transportasi,
17 Februrari 2011.
28
Maringan Masry Simbolon, Ekonomi Transportasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2003,
hlm. 4.
29
Ibid, hlm. 5.

Universitas Sumatera Utara

D. Dasar Hukum tentang Transportasi Darat
Untuk memenuhi rasa nyaman dan terselenggaranya kegiatan transportasi
sudah pasti harus mempunyai dasar-dasar ataupun aturan-aturan yang harus di
ikuti dan dipatuhi. Adapun beberapa peraturan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan transportasi darat yaitu:
1. Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan.
Undang-undang ini mulai diberlakukan pada tanggal 22 juni 2009
dimana didahului dengan tiga undang-undang yang terakhir diundangkan yaitu
Undang-Undang Nomor
Undang Nomor

23 tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Undang-

17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.30 Pada saat Undang-Undang ini
mulai berlaku maka Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3480) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Akan tetapi semua peraturan
pelaksana dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 masih dinyatakan
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang yang baru.
Terdapat perbedaan antara Undang-Undang Nomor

14 Tahun 1992

dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 , dimana Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1992 lebih mengatur pada hukum publik daripada hukum
privat, sementara Undang-Undanag Nomor 22 Tahun 2009 mengenai
30

Siti nurbaiti, Op.cit hlm. 58.

Universitas Sumatera Utara

tanggung jawab pengangkut untuk penumpang, barang dan pihak ketiga telah
diatur dalam pasal tersendiri, yang mana pada undang-undang sebelumnya
tanggung jawab tersebut diatur dalam satu pasal.31 Tanggung jawab tersebut
memang sudah selayaknya diatur dalam pasal tersendiri guna memperjelas
dan mempertegas mengenai tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang,
barang dan pihak ketiga, sehingga apabila terjadi permasalahan dapat segera
diselesaikan karena sudah ada kejelasan aturan yang mengatur. Didalam
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 memuat XXII dengan 326 pasal ,
dimana isi undang-undang ini lebih banyak dibandingkan dengan UndangUndang Nomor 14 Tahun 1992. Dalam peraturan perundang-undangan ini
masih menimbulkan banyak perdebatan yang pemberlakuannya belum sesuai
dengan perkembangan masyarakat, sebagai contoh terdapat dalam pasal Pasal
273 ayat (1) yang berbunyi ”Setiap penyelenggara Jalan yang tidak dengan

segera dan patut memperbaiki Jalan yang rusak yang mengakibatkan
Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1)
sehingga menimbulkan korban luka ringan dan/atau kerusakan Kendaraan
dan/atau barang dipidana dengan penjara paling lama 6 (enam) bulan atau
denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”
Berdasarkan keterangan pasal tidak dapat dijalankan, karena fungsi
pemerintahan juga sebagai penyelenggara jalan. Bagaimana mungkin pidana
penjara atau denda yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan
tersebut dilakukan kepada pemerintah sebagai penyelenggara jalan dengan kata
31

Ibid, hlm. 61.

Universitas Sumatera Utara

lain bahwa tidaklah wajar peraturan perundang-undangan memidanakan
pelaksana Undang-Undang.32 Selain itu terdapat juga pasal 302 yang berbunyi
”Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor Umum angkutan
orang yang tidak berhenti selain di tempat yang telah ditentukan, mengetem,
menurunkan penumpang selain di tempat pemberhentian, atau melewati
jaringan jalan selain yang ditentukan dalam izin trayek sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 126 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) bulan
atau denda paling banyak Rp250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah).”
Berdasarkan keterangan peraturan diatas belum bisa dijalankan dan
diterapkan dalam kehidupan bermasyarakt karena hal ini akan membutuhkan
banyak halte bus ataupun tempat persinggahan bus lain. Tentunya hal ini akan
membutuhkan anggaran cukup besar yang harus disediakan oleh pemerintah
untuk membangun tempat persinggahan, pemberhentian, menaikkan dan
menurunkan penumpang apabila peraturan tersebut diterapkan secara tegas,
karena setiap peraturan yang dibuat harus dilaksanakan, kedayagunaan dan
kehasilgunaan.33 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan jalan ini haruslah memperhatikan peraturan pelaksana, agar
setiap pasal-pasal yang ada dalam peraturan tersebut dapat dijalankan dan
memberi hasil yang berguna bagi masyarakat, sehingga pemerintah perlu
melakukan peninjauan ulang terhadap efektivitas dari Undang-Undang
tersebut.

32

Iwan Setiawan, Efektivitas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu
Lintas Dan Angkutan Jalan Yang Terganjal Penegakan Hukum, Medan, 2012, hlm. 2.
33
Ibid, hlm. 3.

Universitas Sumatera Utara

2. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib
Kecelakaan Penumpang dan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1964 tentang
Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas
Undang-Undang ini di sahkan pada tanggal 31 desember 1964 di Jakarta.
Terdiri dari sepuluh pasal dimana beberapa pasal diatur khusus dalam
peraturan menteri. Seharusnya undang-undang ini diganti dengan yang baru
mengingat bahwa sedikitnya pasal dan pengaturan lainnya yang tidak secara
jelas dituliskan dalam undang-undang ini. Peraturan ini sudah tidak sesuai
dengan kondisi yang ada saat ini. Peraturan perundang-undangan tersebut harus
diganti dengan Undang-Undang baru yang bersifat preventif, yang artinya
Undang-Undang tersebut mampu memberikan jaminan pertanggungan
kecelakaan bagi semua pengguna jalan termasuk pemilik kendaraan pribadi.34
Karena pada dasarnya peraturan perundang-undangan ini hanya memberikan
jaminan kepada penumpang angkutan umum, dengan adanya sifat preventif,
tersebut setidaknya akan menimbulkan kesadaran akan keselamatan pribadi
khususnya pengendara kendaraan pribadi karena semua kendaraan memiliki
potensi kecelakaan. Namun hingga saat ini belum ada peraturan perundangundangan yang mengganti undang-undang ini, karena hal ini sangat penting
untuk menunjukkan tanggung jawab pemerintah terhadap ganti kerugian
kecelakaan yang dialami oleh penumpang.
3. Peraturan Pendukung lainnya

34

http://www.ugm.ac.id, Agung, Asuransi Kecelakaan Belum Jamin Semua Pengguna
Jalan, 28 Februari 2011, Pukul 16:08.

Universitas Sumatera Utara

Dalam penulisan skripsi ini sesuai dengan peraturan Perundangundangan di atas penulis memfokuskan pada bagian Angkutan, Keamanan dan
Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kecelakaan Lalu Lintas,
tanggung jawab pengangkut terhadap penumpang, barang maupun pihak
ketiga serta tanggung jawab Stasiun Pembantu atau terminal pembantu
terhadap penumpang, barang dan pihak ketiga. Mengenai bagian tersebut di
atas, terdapat beberapa bagian yang perlu diatur dalam peraturan pelaksanan
dalam bentuk Peraturan Pemerintah dan peraturan menteri yaitu:
a. Peraturan Pemerintah
1) Peraturan Pemerintah RI Nomor 55 Tahun 2012 tentang Kendaraan.
Peraturan Pemerintah ini disahkan pada hari selasa 15 Mei 2012 dan
dinyatakan berlaku sejak peraturan tersebut disahkan. Peraturan ini
merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang No 22 Tahun
2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan jalan yang mengatur secara
spesifik mengenai kendaraan hingga pada spearpart dan fasilitas dari
kendaraan. Peraturan Pemerintah ini juga mengatur perbedaan antara
kendaraan penumpang dengan kendaraan bus yang terdapat dalam
pasal 1 ayat (5) dan (6) yang menyatakan bahwa untuk mobil
penumpang maksimal delapan tempat duduk dan untuk mobil bus
lebih dari delapan orang. Menurut penulis pengaturan mengenai
jumlah tempat duduk dalam mobil penumpang kurang tepat karena
pada kenyataannya bahwa banyak mobil penumpang yang memiliki
jumlah tempat duduk lebih dari delapan;

Universitas Sumatera Utara

2) Peraturan Pemerintah RI Nomor 37 Tahun 2011 tentang Forum Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan. Peraturan Pemerintah ini disahkan pada
hari Senin 25 Juli 2011 dan dinyatakan berlaku sejak peraturan
tersebut disahkan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor

37

Tahun 2011 yang terdapat dalam pasal 1 Forum Lalu Lintas dan
Angkutan

jalan

merupakan

wahana

koordinasi

antarinstansi

penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan. Peraturan Pemerintah ini
berfungsi untuk membantu menyinergikan dan mengatur fumgsi dari
setiap instansi penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan, baik
dalam menyelesaiakn permaslahan yag bersifat lintas yang harus
dilaksanakan secara koordinasi yang hal ini terdapat dalam penjelasan
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2011 tentang Forum Lalu
lintas dan Angkutan Jalan;
3) Peraturan Pemerintah RI Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan
Lalu Lintas Angkutan Jalan.
Peraturan pemerintah ini ditetapkan pada tanggal 14 juli 1993 di
Jakarta. Peraturan pemerintah ini berkaitan dengan prasarana lalu
lintas yaitu jalan raya. Peraturan ini memuat mengenai aturan-aturan
dan klasifikasi jalan yang dapat dilalui oleh kendaraan angkutan darat.
Namun pada kenyataanya klasifikasi jalan dengan kendaraan yang
melewati jalan tidak sesuai dengan bobot atau berat kendaraan. Dalam
permasalahan ini terdapat dua masalah yang penting apakah
pemerintah yang kurang tegas terhadap penegakan peraturan ini, atau

Universitas Sumatera Utara

masyarakat yang kurang setuju dengan adanya peraturan ini karena
tidak sesuai infrastruktur yang disediakan dengan peraturan yang
berlaku?, seperti contoh misalnya banyak jalan yang diklasifikasikan
sebagai jalan yang mampu dilewati kendaraan sampai 10 ton namun
pada kenyataanya jalan tersebut hanya mampu 8 ton, sehingga terjadi
kerusakan

jalan,

dan

akan

membutuhkan

waktu

untuk

memperbaikinya.
b. Peraturan Menteri
1) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 1 Tahun 2009 tentang
Tarif Dasar Batas Atas dan Batas Bawah Angkutan Penumpang Antar
Kota Antar Provinsi Kelas Ekonomi Di jalan Dengan Mobil Bus
Umum. Peraturan Menteri ini disahkan pada hari Kamis 15 Januari
2009 dan dinyatakan berlaku sejak peraturan tersebut disahkan.
Peraturan ini memberikan penjelasan mengenai iuran atas dan batas
bawah angkutan penumpang yang di dalamnya termasuk iuran
pertanggungan wajib kecelakaan penumpang dan asuransi sukarela.
2) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 51 Tahun 2007 tentang
Pedoman Penyelenggaraan Percontohan Transportasi Darat.
Peraturan Menteri ini disahkan pada hari Selasa 25 September 2007
dan dinyatakan berlaku sejak peraturan tersebut disahkan.
3) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 60 Tahun 2006 tentang
Perubahan atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor

KM 61

Tahun 1993 Tentang Rambu-Rambu Lalu Lintas Di Jalan sebagaimana

Universitas Sumatera Utara

Telah Diubah Dengan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM
63 Tahun 2004.
4) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 31 Tahun 1995 tentang
Terminal Transportasi Jalan. Peraturan Menteri ini disahkan pada hari
Senin 30 Okober 2006 dan dinyatakan berlaku saat peraturan tersebut
disahkan. Salah satu penjamin untuk terselenggaranya kegiatan
transportasi

adalah

terminal.

Terminal

merupakan

tempat

pemberhentian, tempat keberangkatan angkutan umum dan tempat
berkumpulnya serta naik turunnya penumpang.

Peraturan ini juga

mengatur mengenai klasifikasi terminal, dan fasilitas terminal sesuai
dengan tipe terminalnya.
5) Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2011 Tentang
Terminal Khusus dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri. Peraturan
Menteri ini disahkan pada hari Rabu 18 Mei 2011 dan dinyatakan
berlaku sejak peraturan tersebut disahkan.
Peraturan-peraturan pendukung dalam penyelenggaraan transportasi darat
merupakan suatu nilai tambah yang memberikan suatu jaminan kepastian hukum
terhadap penumpang, barang, maupun pihak ketiga, sehingga peraturan-peraturan
tersebut sedikit banyak perlu diketahui dan dikuasai oleh setiap masyarakat yang
ada di Indonesia. Peraturan-peraturan yang ada dan telah disahkan tersebut
merupakan suatu kekuatan untuk memperoleh kepastian hukum terhadap suatu
pertanggungjawaban baik itu oleh pengangkut, penumpang, barang maupun pihak
ketiga khususnya di bidang penyelenggaraan angkutan umum.

Universitas Sumatera Utara