Transitivitas dan Konteks Situasi Teks Bacaan Buku Bahasa Inggris Kelas X

9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoretik
Kajian bahasa atau linguistik, (Halliday, 1994:xvii) dan Gerot (2001:7)
didasarkan pada asumsi yang dijadikan sebagai dasar untuk mengkaji bahasa
tersebut. Dalam penelitian ini, kajian yang digunakan adalah LSF. Teori itu
beranggapan bahwa bahasa merupakan sistem arti dan sistem bentuk untuk
merealisasikan arti tersebut. Dengan demikian bahasa merupakan sistem arti dan
sistem lain (yakni sistem bentuk /wording dan ekspresi/ phonology/ graphology)
untuk merealisasikan arti tersebut berdasarkan konteks sosial.
LSF diperkenalkan oleh M.A.K. Halliday pada awal 1960-an (Halliday,
2003:437). Perkembangannya sampai saat ini telah melampaui perkembangan
aliran struktural yang mencapai zaman keemasan oleh Noam Chomsky dan
kawan-kawan pendahulunya seperti Modistae, Bloomfield, dan Pike. Halliday dan
para pakar lainnya telah menerapkan teori ini untuk mengkaji berbagai aspek
kebahasaan baik dari system paradigmatik dan sintagmatik dalam beberapa
bahasa, seperti bahasa Jepang, Mandarin, Hindi, Tagalog, Prancis, Persia, dan
Arab (Saragih, 2005:i).

Konsep yang dibangun dalam LSF adalah bahwa bahasa merupakan
fenomena sosial yang wujud sebagai semiotik sosial dan bahasa merupakan teks
yang berkonstrual dengan konteks sosial (Halliday, 2005:175). Dengan demikian
setidaknya ada dua konsep yang perlu dijelaskan dalam pengertian ini.

Universitas Sumatera Utara

10

Konsep pertama adalah bahasa merupakan semiotik umum yang memiliki dua
unsur, yakni arti dan ekspresi (Halliday, 2005:293). Namun, berbeda dengan
semiotik umum semiotik bahasa adalah semiotik sosial yang khusus. Sebagai
semiotik sosial, bahasa juga memiliki unsur lain, yakni: bentuk. Dengan demikian,
sebagai semiotik sosial bahasa memiliki tiga unsur: arti dalam tataran semantik,
bentuk dalam tataran leksikogramatika, dan ekspresi dalam tataran fonologi dan
atau grafologi. Hubungan antara ketiga unsur itu disebut ‘hubungan realisasi’. Arti
direalisasikan oleh bentuk dan bentuk direalisasikan dalam ekspresi.
LSF memandang bahasa merupakan sumber dalam membuat arti (Gerot,
2001:6). LSF berusaha menjelaskan bagaimana bahasa digunakan sesungguhnya
dalam kenyataan dan terfokus pada teks dan konteks sehingga teks dipahami

berbeda dengan teori formal. Dengan demikian LSF tidak hanya membahas
struktur teks tapi juga bagaimana struktur teks membentuk arti dengan daya
konstrual (saling menentukan dan merujuk) dengan konteks.

2.2 Penelitian yang Relevan
Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, baik yang
berfokus pada teori, makna interpersonal, maupun makna ideasionalnya.Beberapa
penelitian tersebut dapat dijadikan sebagai kajian pustaka dalam penelitian
ini.Berikut penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
Muksin dengan judul artikel “Kajian Transitivitas Teks Terjemahan Takepan
Serat Menak Yunan dan Kontribusinya Terhadap Materi Pembelajaran Bahasa
Indonesia Berbasis Teks di SMP: Analisis Berdasarkan Linguistik Fungsional
Sistemik” dalam Retorika: Jurnal Ilmu Bahasa (2016). Muksin (2016) dalam

Universitas Sumatera Utara

11

artikelnya menggunakan teori yang dikemukakan Halliday, yaitu LSF. Dalam
penelitian ini, analisis teks dengan pendekatan Linguistik Fungsional Sistemik

(LFS) yang dikemukakan oleh Halliday dengan pengumpulan data menggunakan
metode pustaka dan wawancara. Data dianalisis dengan mengkombinasikan
metode kualitatif dan kuantitatif (mixedmethods). Temuan penelitian ini
menggungkapkan bahwa Takepan Serat Menak Yunan berkontribusi positif pada
materi pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks di SMP, yakni dapat
digunakan sebagai bahan ajar terutama yang terkait dengan teks. Hal ini dapat
diinterpretasikan bahwa pemakai bahasa (pencipta teks) pada TSMY lebih
condong menggunakan kata-kata yang mengisyaratkan adanya tindakan, kegiatan,
dan aktivitas fisik pelibat teks (partisipan). Jika dilihat dari partisipan I yang
mengikat proses material sebagian besar diperankan oleh pelaku raja, para
pembesar kerajaan, dan mereka sebagai kata ganti untuk rakyat, pengarang ingin
menyampaikan bahwa roda pemerintahan tidak hanya dikuasai oleh segelintir
orang saja tetapi terjadi kerja sama yang baik antara semua un-sur. Selain proses
material, tipe proses yang dominan digunakan TSMY adalah proses verbal.
Penggunaan kajian sistem transitivitas berdasarkan teori LSF Muksin memberikan
kontribusi penelitian ini dalam penggumpulan data.
Abdulrahman Adisaputra dengan judul artikel “Linguistik Fungsional
Sistemik: analisis Teks Materi Pembelajaran di Sekolah Dasar (SD)” dalam
Logat: Jurnal Ilnmiah Bahasa dan Sastra (2008). Adisaputra (2008) dalam
artikelnya menggunakan teori yang dikemukakan Halliday, yaitu LSF. Dalam

tulisannya, analisis teks dengan pendekatan LSF terhadap teks mata pelajaran
bahasa Indonesia dan Ilmu Pengetahuan Sosial di kelas dua sekolah dasar

Universitas Sumatera Utara

12

menghasilkan beberapa temuan sebagai simpulan analisis. Sebagai simpulan dapat
dilihat bahwa unsur transitivitas sangat memengaruhi suatu teks. Klausa yang
saling berhubungan menciptakan makna dalam teks. Jika dilihat dari kontekstual
dan inferensinya, dinyatakan bahwa kedua teks masih belum dapat dikatakan
sebagai teks pembelajaran yang universal. Di samping itu, melalui tulisan ini
dapat diketahui seberapa besar pengaruh transitivitas pada suatu teks dan mengapa
hal itu bisa terjadi. Berbeda dengan artikel tersebut, dalam tulisan ini diterapkan
LSF pada bentuk teks yang berbeda, di samping melihat perbedaan pengaruh
transitivitas pada teks yang berbahasa Inggris karena dalam tulisan ini, teks yang
dianalisis menggunakan bahasa Indonesia. Penganalisisan terhadap perbedaan
transitivitas dalam teks menjadi bagian dalam penelitian terhadap teks bacaan
buku bahasa Inggris, terutama untuk mengukur pengaruh yang muncul dari
penggunaan teori LSF terhadap teks bacaan buku bahasa Inggris.

Darmayanti dengan tesis “Metafungsi Bahasa dari Teks yang Digunakan
sebagai Bahan Ajar Bahasa Inggris untuk Mahapeserta Didik Teknik Pengairan
Fakultas Teknik Univesitas Brawijaya” (2012). Dengan menggunakan desain
kualitatif konten analisis sebagai metode, penelitian ini menyelidiki struktur teks
yang digunakan sebagai bahan ajar mata kuliah bahasa Inggris di jurusan teknik
pengairan dengan menganalisis metafungsi bahasa yang terdiri dari metafungsi
tekstual, interpersonal dan experiensial, hubungan logis dalam klausa majemuk
meliputi tingkat keterkaitan atau taksis dan hubungan logicosemantic.
Temuan penelitian ini mengungkapkan bahwa setiap teks memanfaatkan
berbagai sumber daya bahasa dan terstruktur dengan cara tertentu untuk mencapai
tujuannya dengan didominasi oleh klausa deklaratif dan klausa material.

Universitas Sumatera Utara

13

Penggunaan teori metafungsi dalam mengidentifikasi klausa pada teks bahan ajar
tersebut menjadi kontradiksi dalam penelitian terhadap teks Imlek yang justru
ditulis oleh peserta didik. Meskipun demikian, perbedaan tersebut menjadi
menarik untuk studi banding hasil penelitian ini, terutama untuk mengukur

keberhasilan proses pembelajaran yang dilakukan oleh lembaga pendidikan di
Indonesia.
Charmilasari (2014) dalam tesis yang berjudul “Analisis Struktur Fase Dan
Makna Interpersonal Pada Wacana Kelas SMA Neg 1 Makassar : Kajian
Linguistik Sistemik Fungsional”. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori
LSF sebagai pisau analisis untuk mengupas wacana yang dijadikan objek kajian
nya, tulisan ini juga mendeskripsikan realisasi struktur fase wacana kelas dengan
mengambil model Sinar sebagai referensi dalam penelitian ini yang terdiri atas
struktur fase dan sub fase. Tulisan ini juga mendeskripsikan realisasi makna
interpersonal wacana kelas dengan sistem modus dan modalitas. Penelitian
Charmilasari ini banyak memberikan kontribusi bagi penulis dari teori LSF
sebagai pisau analisis untuk mengupas wacana yang dijadikan objek kajian yang
beliau gunakan.
Bayanthi (2011) dalam tesis yang berjudul “Retorika dan Sistem Transitivitas
dalam Pidato Pelantikan Presiden Amerika Serikat, Barack Obama”.Data yang
digunakan dalam tulisan ini berupa teks pidato pelantikan Presiden Amerika
Serikat, Barack Obama. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tipe proses
transitivitas, sirkumstan, hubungan sistem transitivitas dengan konteks situasi, dan
hubungan sistem transitivitas dengan retorika. Teori yang digunakan adalah teori
linguistik sistemik fungsional untuk menganalisis fungsi ideasional, dalam hal ini


Universitas Sumatera Utara

14

fungsi eksperensialnya yaitu, sistem transitivitas yang meliputi proses, partisipan,
dan sirkumstan. Selain itu, digunakan teori retorika untuk melihat hubungan
kekuatan retorika dengan transitivitas. Penelitian Bayanthi ini memberikan
masukan yang besar dalam penelitian teks bacaan buku bahasa Inggris kelas X,
karena di dalam penelitian tersebut juga dibahas untuk mengetahui tipe proses
transitivitas.

2.3 Landasan Teori
Teori yang digunakan dalam tesis ini untuk penganalisisan teks bacaan buku
bahasa Inggris kelas X ini difokuskan pada teori Linguistik Sistemik Fungsional
(LSF). Teori LSF yang dikemukakan oleh Halliday (1985, 1994).
Alasan memilih teori LSF yaitu pertama, objek kajian dilakukan pada teks
atau wacana sebagai unit pemakaian bahasa, kedua, keberpijakan pada konteks
sosial


dalam

mengkaji

teks,

dan

ketiga

LSF

merupakan

pendekatan

transdisiplinary (bukan interdisiplinary).
Berkaitan dengan pemilihan teori tersebut, maka konsep teoretik yang
berkaitan dengan teori LSF diuraikan dalam kerangka teoretik ini, seperti teks dan
wacana, transitivitas, dan konteks situasi

2.3.1 Teks dan Wacana
Teori LSF berkaitan erat dengan teks dan wacana yang saling menentukan
dengan konteks sosialnya. Hal ini sesuai dengan pemunculan teks yang oleh
Halliday dalam Sudaryat (2009:143) dikatakan, “...a text is an operational unit of
language” yang penggarapannya tidak terlepas dari isi tuturan, gaya penuturan,
dan konteks penuturan. Oleh karena itu, pemahaman terhadap teks ditentukan oleh

Universitas Sumatera Utara

15

wacana yang muncul dalam proses penyampaian dan penerimaan pesan yang
sesuai dengan konteks sosialnya. Sifat fungsional teks ini dipertegas oleh Halliday
dan Hasan (1989: 8-9), bahwa teks dibatasi sebagai unit bahasa yang fungsional
dalam konteks sosial.
Bahasa yang memberi arti kepada pemakainya adalah bahasa yang
fungsional. Hal ini berarti sebuah teks merupakan unit arti atau unit semantik dan
bukan unit tata bahasa. Secara lebih lengkap, M.A.K. Halliday dan Ruqaiya
Hassan menjelaskan pengertian teks sebagai berikut: A text is a form of exchange,
and the fundamental form of text is dialougue of interaction between speakers. It

means that every text is meaningful because it can be related to interaction among
speakers, and ultimate to normal everyday spontaneous dialougue. In view of that,
text is a product of environment, a product of a continous process of choices in
meaning that can be represented in language (Halliday dan Hassan (1989:11).
Berdasarkan pengertian di atas, teks ditempatkan dalam konteks kelisanan. Hal ini
disebabkan teks merupakan sebuah bentuk pertukaran dan bentuk teks yang
fundamental dalam dialog interaksi antar pembicara. Ini berarti setiap teks
memiliki makna karena bisa dihubungkan dengan interaksi antar pembicara dan
satu-satunya alat bagi percakapan umum sehari-hari yang spontan. Oleh karena
itu, teks merupakan produk lingkungan yang bisa diwakili dalam bahasa.
Sebaliknya, menurut Halliday (1985:xvii), suatu wacana merupakan unit
semantik bukan unit gramatikal. Meskipun demikian, makna direalisasikan
melalui penggunaan kata wording dan tanpa ada teori penggunaan kata, yakni
gramatikal, maka tidak ada cara untuk menginterpretasikan makna wacana dengan
jelas. Oleh karena itu, menurut Saragih (2006:7), teori LSF berperan

Universitas Sumatera Utara

16


mengeksplorasi dan mendeskripsikan gramatikal tersebut. Hal ini disebabkan
dalam wacana tercakup teks dan makna teks itu sendiri. Secara definitif, wacana
dirumuskan oleh Silvana Sinar berikut ini. Pengertian wacana adalah ucapan;
perkataan; lebih besar daripada ujaran; tutur; keseluruhan tutur yang merupakan
suatu kesatuan. Ada pula yang mengemukakan bahwa wacana sebagai kesatuan
bahasa terlengkap, baik lisan maupun tulisan, dilihat sebagai jenis praktik sosial,
dan merupakan satuan gramatikal tertinggi dan lengkap terbentuk dari klausa dan
kalimat atau unit, penggunaan bahasa, unit informasi, bagaimana informasi baru
diperkenalkan dan informasi lama berakhir (Sinar, 2008:6). Berdasarkan pendapat
di atas, Kress dalam Sinar (2008:6-7) menyimpulkan bahwa istilah teks cenderung
digunakan dalam membicarakan hal-hal yang berdasar/berorientasi kepada
bahasa, bentuk dan struktur bahasa. Sebaliknya, istilah wacana cenderung
digunakan di dalam mendiskusikan hal-hal yang berorientasi kepada faktor sosial.
Dengan demikian, teks merupakan kategori yang termasuk ke dalam atau timbul
dari domain linguistik sedangkan wacana merupakan domain sosial yang
mendapat ekspresinya di dalam teks. Di samping pendapat di atas, Sudaryat
(2009) membedakan teks dan wacana dalam hubungannya dengan konteks.
Perbedaan teks dengan wacana dijelaskan sebagai berikut:
Teks merujuk pada wujud konkret penggunaan bahasa berupa untaian kalimat
yang mengemban proposisi-proposisi tertentu sebagai suatu keutuhan. Sebagai
perwujudan konkret wacana terbentuk oleh untaian kalimat, teks mempunyai
komposisi, urutan, dan ciri distribusi tertentu. Sementara wacana merujuk pada
kompleksitas aspek yang terbentuk oleh interaksi antara aspek kebahasaan
sebagaimana terwujud dalam teks dengan aspek luar bahasa (Sudaryat, 2009:143).

Universitas Sumatera Utara

17

Berdasarkan pendapat Halliday (1985), Halliday dan hasan (1989), Saragih
(2006), Sinar (2008), DAN Sudaryat (2009) dapat disimpulkan bahwa teks
merujuk pada tulisan sedangkan wacana merujuk pada apa yang menjadi bahan
pembicaraan berkaitan dengan faktor sosial dan hal-hal di luar aspek kebahasaan.
Penelitian ini merujuk pada teks sebagai hasil tulisan, bukan sebagai hasil ujaran
atau penuturan. Sebaliknya, wacana berkaitan dengan apa yang menjadi
pembicaraan yang berkaitan dengan aspek luar bahasa yang disebut konteks.

2.3.2 Konteks Sosial
Konteks dalam teori LSF diperkenalkan oleh Michael Alexander Kirkwood
Halliday yang dikenal sebagai M.A.K. Halliday dari Universitas Sydney, Australia.
Di dalam merumuskan teorinya, Halliday dipengaruhi oleh gurunya, J.R. Firth dari
Universitas London. Firth sendiri dipengaruhi oleh gurunya, Malinowsky dalam
merumuskan ide tentang konteks. Murid-murid Firth seperti Halliday, Gregory, dan
Martin mengembangkan teori LSF yang menghubungkan bahasa dengan konteks
situasi (register), konteks budaya (genre), dan konteks ideologi (ideology). Di dalam
hubungan bahasa dengan konteks, penelitian ini didasarkan pada pengertian awal
tentang teks, konteks, dan wacana. Guy Cook dalam Eriyanto (2008) menyatakan tiga
hal yang sentral dalam pengertian wacana, yaitu teks, konteks, dan wacana berikut
ini.
Konteks sosial mengacu kepada segala sesuatu di luar yang tertulis atau terucap,
yag mendampingi bahasa atau teks dalam peristiwa pemakaian bahasa atau interaksi
sosial. Konteks sosial disebut juga konteks eksternal (Saragih, 2006 : 5). Sinar (2002 :
77) memandang bahasa wujud dalam konteks sosial, yang mencakup unsur situasi,
budaya, dan ideologi. Demikian juga dengan Martin (1992) mengatakan bahwa

Universitas Sumatera Utara

18

konteks sosial terdiri atas tiga unsur yaitu, konteks situasi (register), konteks budaya
(genre), dan konteks ideologi. Hubungan bahasa dengan konteks sosial adalah
hubungan yang timbal balik, dengan pengertian bahwa konteks sosial menentukan
bahasa, dan pada gilirannya bahasa menentukan konteks sosial.
Ketiga konteks sosial mendampingi bahasa secara bertingkat atau berstrata, dan
juga membentuk hubungan semiotik bertingkat (Stratified Semiotics) dengan teks atau
bahasa. Konteks situasi dikatakan lebih konkret, karena lebih dekat dengan teks,
sedangkan konteks ideologi lebih abstrak, karena lebih jauh dari teks. Seperti
digambarkan bawah ini.

Ideologi
Budaya
Situasi

Teks
(bahasa)

2.1 Hubungan Konteks Sosial dengan Bahasa (Martin 1992 : 494)

2.2.3. Transitivitas
Komponen metafungsi bahasa adalah fungsi–fungsi ideasional, interpersonal,
dan tekstual merepresentasikan organisasi bahasa dan hidup di dalam sistem
semantik, leksikogramatika dan fonologi/grafologi bahasa.Sistem semantik terdiri
atas makna dalam teks sedangkan sistem leksikogramatika terdiri atas pengkataan
dalam sintaksis, morfologi dan leksis dan sistem fonologi/grafologi yang terdiri
atas bunyi dan tulisan dalam fonem/grafen atau bunyi dan huruf. Tata bahasa

Universitas Sumatera Utara

19

beroperasi melalui nosi klausa dengan 3 set pilihan-pilihan dibuat untuk
menciptakan klausa. Pilihan-pilihan tersebut dibuat oleh pencipta klausa melalui
pilihan transitivitas, taksis, tema, dan modus.Sistem transitivitas, taksis, modus,
dan tema direalisasikan dalam hubungan ideasional, tekstual, dan interpersonal.
Fungsi ideasional terdiri dari fungsi eksperiensial dan logis direalisasikan oleh
sistem klausa transitivitas dan fungsi logis direalisasikan oleh sistem klausa
kompleks yaitu sistem taksis. Sementara itu fungsi tekstual direalisasikan dengan
sistem tema-rema dan fungsi interpersonal direalisasikan dalam sistem modus.
Uraian tersebut seperti digambarkan di bawah ini (Sinar, 2008: 30-31).

Klausa

Transitivitas
Taksis
Tema
Modus

Bayanthi, (2011: 13) menyatakan bahwa realisasi pengalaman linguistik
pemakai bahasa disebut dengan transitivitas. Kajian LSF, Halliday (1994: 107)
dalam Bayanthi, (2011: 13) mengemukakan bahwa satu unit pengalaman yang
sempurna yang direalisasikan dalam klausa yang terdiri atas (1) proses, (2)
partisipan, (3) dan sirkumstan. Proses yang menuju pada aktivitas yang terjadi
dalam klausa, yakni dalam tata bahasa tradisional dan formal disebut verba.
Partisipan adalah orang atau benda yang terlibat dalam proses tersebut. Sedangkan
sirkumstan adalah lingkungan tempat proses yang melibatkan partisipan terjadi.
Karena inti pengalaman adalah proses, maka dalam tataran klausa, proses
menentukan jumlah dan kategori partisipan. Selain itu, proses menentukan
sirkumstan secara tak langsung dengan tingkat probabilitas.

Universitas Sumatera Utara

20

Selain itu Halliday, (1985: 101) juga mengungkapkan tentang komponen
bahasa yakni
The basic semantic framework for the representation of proses is very
simple. A proses consists potentially of three components :
i.
The proses it self;
ii.
Partisipans in the proses
iii. Sirkumstans associated with the proses
These provide the frame of reference for interpreting our
experience of what goes on.

Berdasarkan kutipan di atas berarti dalam tata bahasa proses yang sedang
terjadi mempunyai tiga komponen yang terdiri dari (1) proses itu sendiri, menurut
cirinya direalisasikan oleh satu kata kerja atau frasa kata kerja, (2) partisipan di
dalam proses, menurut cirinya direalisasikan oleh kata benda atau frasa kata
benda, dan (3) sirkumstan yang berhubungan dengan proses, khususnya
direalisasikan oleh frasa ejektif atau frasa preposisi (Sinar, 2008: 32).
Identifikasi dan analisis proses dan partisipan diklasifikasikan menjadi
beberapa bagian. Fungsi dalam fungsi eksperensial dipilih atas proses material,
proses relasional, proses mental, proses petingkah laku, proses verbal, dan proses
wujud. Sebaliknya, partisipan akan dipilah atas partisipan I dan partisipan II
dimana proses tingkah laku dan partisipan I petingkah laku serta proses wujud dan
partisipan mawujud tidak memiliki partisipan II dalam pemilihan klausa.
Klasifikasi tersebut tertera pada tabel berikut ini.

Universitas Sumatera Utara

21

Tabel 2.1. Klasifikasi Transitivitas Menurut Jenis Proses dan Jenis
Partisipan
No Jenis Proses
1.
2.
3.

Material
Mental
Relasional

Jenis Partisipan
Partisipan I
Partisipan II
Pelaku
Gol
Pengindera
Fenomena
Identifikasi: Bentuk
Nilai
Atribut: Penyandang
Atribut
Kepemilikan: Pemilik
Milik
Petingkah Laku
Pembicara
Perkataan
Maujud

4. Tingkah Laku
5. Verbal
6. Wujud
Sumber: M.A.K. Halliday dan Christian M.I.M. Matthiessen, Construing Experience Through
Meaning: A Language-based Approach to Cogntion, (London-New York: Continuum,
2006), p. 102.

Di samping proses dan partisipan, fungsi ideasional memiliki satu jenis lagi,
yaitu sirkumstan. Pengidentifikasian sirkumstan dalam klausa didasarkan pada
jenis sirkumstan yang dipilah lagi atas subkategorinya. Tabel berikut ini
memperlihatkan jenis, subkategori, dan cara mengidentifikasi sirkumstan dalam
klausa.
Tabel 2.2. Klasifikasi Transitivitas Menurut Jenis, Subkategori, dan Cara
Mengidentifikasi Sirkumstan
No
Jenis Sirkumstan
1. Rentang
2.

Lokasi

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Cara
Sebab
Lingkungan
Penyerta
Peran
Masalah
Pandangan

Subkategori
Waktu
Tempat
Waktu
Tempat
-

Cara Mengidentifikasi
Berapa lamanya?
Berapa Jaraknya?
Kapan?
Dimana?
Bagaimana?
Megapa?
Dalam Situasi apa?
Dengan siapa?
Sebagai apa?
Tentang apa?
Menurut siapa?

Sumber: M.A.K. Halliday dan Christian M.I.M. Matthiessen, Construing Experience
Through Meaning: A Language-based Approach to Cogntion, (London-New
York: Continuum, 2006), p. 102.

Universitas Sumatera Utara

22

2.3.3.1 Proses
Proses adalah arus (flow) suatu aksi, peristiwa, atau keadaan yang
direalisasikan oleh verba atau kelompok verba (Halliday, 2004: 170). Proses
adalah fungsi yang menunjukkan kegiatan, keadaan, atau kondisi (Halliday, 2004:
171).
Dalam bahasa Inggris, proses ada enam jenis (Matthiessen, 1992: 176).
Keenam jenis pengalaman itu terbagi dua, yakni tiga pengalaman utama (primary
process) yang terdiri atas pengalaman material, mental, dan relasional, dan tiga
pengalaman pelengkap (secondary process) yang terdiri atas pengalaman verbal,
perilaku, dan wujud. Kriteria pembagian keenam proses itu adalah semantik dan
sintaksis. Secara umum, keenam jenis proses itu sesuai dengan jenis pengalaman
penutur bahasa lain termasuk jenis pengalaman oleh penutur bahasa Indonesia dan
bahasa Inggris . Namun, keunikan setiap bahasa tetap ada. Secara khusus terdapat
perbedaan antara konfigurasi pengalaman dalam bahasa Inggris dan bahasa
Indonesia. Dengan kata lain, masing-masing konfigurasi pengalaman dalam
bahasa Inggris dan bahasa Indonesia berbeda.
a. Proses Material
Proses material adalah proses ‘kegiatan’ ‘kreasi’ dan ‘kejadian’ (Halliday,
2004:172, Matthiessen). Proses material merupakan aktivitas atau kegiatan yang
menyangkut fisik dan nyata dilakukan pelakunya. Proses material menunjukkan
bahwa satu entitas melakukan satu kegiatan atau aktivitas dan kegiatan itu dapat
diteruskan atau dikenakan ke maujud lain. Proses ini mencakup semua kegiatan
yang terjadi di luar diri manusia dan bersifat fisik seperti terdapat pada klausa
berikut.

Universitas Sumatera Utara

23

(1) Raffy write letter in the office
Raffy
Raffy
Pelaku

write
Menulis
Proses : Material

letter
surat
Gol

in the office
di kantor
Sirkumstan

(2) Agil hit Haiqal
Agil
Agil
Pelaku

hit
memukul
Proses : Material

Haiqal
Haiqal
Gol

Pada data (1) dan (2) ditemukan partisipan di dalam proses material.
Partisipan dalam klausa (1) Raffy adalah partisipan yang mengerjakan sesuatu
kegiatan atau pelaku dari proses yang sedang dikerjakan yaitu menulis
mempresentasikan sebuah klausa. Partisipan dalam proses material sebagai
pelaku, partisipan yang aktif di dalam proses atau seseorang yang mengerjakan
perbuatan, sementara partisipan kepada siapa perbuatan tersebut ditujukan atau
dikenai perbuatan dinamakan sebagai gol. Pada Data (2) ada dua partisipan di
dalam aksi memukul, yaitu Agil sebagai aktor dan Haiqal sebagai gol. Gol adalah
seseorang atau benda yang menjadi sasaran dalam suatu kegiatan yang dilibatkan
oleh proses tersebut. Jadi klausa pertama menunjukkan jenis proses material satu
partisipan dan klausa ke dua menunjukkan proses material dua partisipan.
Jenis-jenis partisipan dan jenis dua partisipan dapat dikategorikan sebagai
proses material atau kegiatan dan kejadian. Proses kegiatan dibuktikan dengan
cara: apabila goal ada di dalam proses, maka ada kemungkinan representasinya
kepada dua bentuk: boleh aktif dan boleh pasif. (Sinar, 2008: 32)

Universitas Sumatera Utara

24

b. Proses Mental
Proses mental adalah proses yang mengungkapkan aktivitas manusia yang
menyangkut indera, persepsi, kognisi, keinginan, dan emosi. Keinginan berupa
angan-angan yang menyangkut mental atau aspek psikologis kehidupan. Proses
Mental terjadi di dalam diri manusia dan mengenai mental kehidupan. Proses
mental dapat melibatkan lebih dari satu partisipan. Dalam hal ini, proses mental
mempunyai dua partisispan, yang pertama manusia atau seperti-manusia yang
sadar yang mempunyai indera melihat, merasa, dan memikir. Partisipan yang
mempunyai indera-indera ini dinamakan sebagai pengindera. Partisipan kedua
dapat berupa benda ataupun fakta adalah partisipan yang diindera yang disebut
fenomena (Halliday, 1985:111). Dalam unit klausa, hal ini dapat pula disertai
dengan unsur sirkumstan
Proses mental dikategorikan ke dalam tiga jenis pengelompokan: (1)
perception (2) affection (3) cognition (4) desiretion. Seperti yang dikemukakan
sebelumnya, di dalam proses mental terdapat partisipan manusia atau seperti
manusia yang dapat mengindera–melihat, merasa, mengingat, memikir dan
keinginan. Agar berfungsi sebagai seseorang yang mampu melihat, merasa,
memikir dan keinginan, partisipan harus seseorang yang dalam keadaan sadarpeka atau makhluk yang sadar.Mungkin juga yang terjadi dimana makhluk bukan
manusia yang menjadi pengindera apabila secara alami dikaruniai kesadaran.
Dalam kasus ini partisipannya dinamakan menyerupai manusia.
Mental: kognisi

Universitas Sumatera Utara

25

(1) I forget sadness
I
Saya
Pengindera

forget
lupa
Proses : Mental, kognisi

Sadness
Kesedihanmu
Fenomenon

Klausa kesatu di atas merupakan klausa yang berproses mental kognsi yang
terjadi dalam diri manusia sendiri, yang ditunjukkan dengan kata lupa sebagai wujud
penggambaran kognisi subjek (partisipan I) yaitu kata saya dan partisipan II yang
disebut Fenomenon.

Mental : Perception
(2) I heard the singing mother and child
I
Saya
Pengindera

heard
mendengar
Proses : Mental, Persepsi

the singing mother and child
nyanyan ibu dan anaknya
Fenomena

Klausa keempat di atas merupakan klausa yang berproses mental persepsi yang
terjadi dalam diri manusia sendiri, yang ditunjukkan dengan kata mendengar sebagai
wujud penggambaran persepsi subjek (partisipan I) yaitu kata saya dan partisipan II
yaitu nyanyian ibu dan anaknya yang disebutfenomena.

Fenomena (phenomeno) dapat direalisasikan dalam klausa yang melekat. Ada
dua jenis phenomenon dalam klausa melekat: tindakan (aksi) dan fakta.
Phenomenon tindakan (aksi) khususnya terjadi dalam proses mental perception
(melihat, mendengar, memperhatikan, dll). Direalisasikan oleh klausa partikel non
finit bertindak seakan-akan sebuah nomina. Sebaliknya, phenomenon fakta
direalisasikan oleh klausa partikel bentuk finit dan biasanya diikuti yang dan
berfungsi seolah-olah sebuah nomina sederhana.

Universitas Sumatera Utara

26

Tindakan sebagai phenomenon
(3) Mother looked children learn
Mother
Ibu
Pengindera

looked
melihat
Proses: Mental, Persepsi

children learn
anak-anak belajar
Fenomenon: aksi

Pada contoh tersebut terdapat proses mental memperhatikan yang merupakan
proses yang berkaitan dengan persepsi. Objek persepsi tersebut dilabeli dengan
fenomena aksi. Sehingga, partisipan I yaitu pengindera dan partisipan II adalah
fenomena aksi.
Fakta sebagai phenomenon
(4) I believe the disaster was due to a lack of communication
I
believe
the disaster was due to a lack of communication
yakin
bencana itu karena kurangnya komunikasi
Saya
Pengindera Proses: Mental, Fenomenon: Fakta
Kognisi

Pada contoh tersebut terdapat proses mental memperhatikan yang merupakan
proses yang berkaitan dengan kognisi. Objek kognisi tersebut dilabeli dengan
fenomena fakta. Sehingga, partisipan I yaitu pengindera dan partisipan II adalah
fenomena fakta.

c. Proses Relational
Proses relasional adalah jenis proses yang berfungsi untuk menghubungkan
satu entitas dengan entitas lainnya (Halliday, 1985:112). Hubungan yang dibentuk
dapat berupa hubungan antara pemilik dan termilik yang disebut dengan
hubungan kepemilikan. Proses relasional dapat berupa hubungan antara satu

Universitas Sumatera Utara

27

entitas dengan entitas lainnya yang disebut hubungan atributif, dan dapat pula
berupa hubungan antara satu entitas dengan lingkungannya yang disebut
hubungan identifikasi.
Proses relasional dapat bervalensi dengan dua partisipan, baik berupa entitas
manusia, benda, ruang, waktu, ataupun entitas lainnya yang memiliki identitas
tertentu. Dalam proses relasional partisipan I dilabeli dengan nama pemilik atau
penyandang atau juga bentuk/tanda, dan partisipan II dilabeli dengan nama
termilik atau atribut, atau nilai. Dalam bahasa Inggris penggunaan proses
relational dapat dilihat di bawah ini
(1) Andien is beautiful
Andien
is
Andien
Penyandang Prosess: Relasional, Atribut

beautiful
cantik
Atribut

Intensive: identifying
(2) Barack Obama is the president
Barack Obama
Barack Obama
Bentuk

is
adalah
Prosess: Relasional, Identikasi

the President
President
Nilai

Possesive: attributive
(3) Rukmana has a nice doll
Rukmana
Rukmana
Pemilik

has
memiliki
Prosess: Relasiona, Kepemilikan

a nice doll
boneka bagus
Milik

Contoh (1-3) terdapat proses relasional seperti adalah dan memiliki. Proses
relasional tersebut berfungsi untuk menghubungkan dua entitas, yaitu partisipan I
dengan partisipan II. Contoh (1) ditunjukan hubungan relasional: atribut. Contoh

Universitas Sumatera Utara

28

(2) menunjukan hubungan relasional:identifikasi, dan contoh (3) menunjukan
hubungan relasional: kepemilikan. Valensi antara proses relasional dengan
partisipannya memiliki pelabelan yang berbeda. Hubungan kepemilikan selalu
dilabeli dengan relasi antara pemilik dan milik. Hubungan atributif akan selalu
dilabeli dengan penyandang dan atributif. Hubungan identifikasi akan selalu
dilabeli dengan relasi antara bentuk dan nilai.
Di dalam bahasa Inggris, proses relational biasanya dinyatakan dengan kata
kerja bantu be (am, is, are, were, was), dan verba yang berbentuk intensif seperti
stay (tetap), become (menjadi), feel (merasa), appear (timbul), equal (sama
dengan), call (panggil), mean (bermakna), define (definisi), dll. Kata kerja
possesive atau kepemilikan seperti have (mempunyai), own (memiliki), belong to
(milik), involve (melibatkan), contain (berisikan, terdiri atas),

provide

(menyediakan), dll. Dan kata kerja sirkumstan seperti takes up (mengisi,
menghabiskan), follow (mengikuti), accompany (mengiringi), cost (berharga), last
(berakhir), dsb. Di dalam bahasa Indonesia verba “merasa” terdiri atas tiga fungsi
misalnya: merasa sedih, merasa masakan, merasa sentuhan angin. Verba seperti
ini dapat hadir bersama klausa identifikasi dan atributif (Sinar, 2008: 35-36).
d. Proses Behavioural
Proses tingkah laku (behavioural) adalah proses yang menunjukan aktivitas
fisiologis yang menyatakan tingkah laku fisik suatu entitas, dalam hal ini adalah
manusia. Proses perilaku hanya dapat mengikat atau bervalensi satu partisipan.
Partisipan dalam proses ini disebut dengan petingkah laku. Proses tingkah laku
hanya berkaitan dengan aktivitas fisik manusia yang menyangkut atau mengenai
dirinya sendiri (Halliday, 1985:128-129). Partisipan yang ada dalam proses ini

Universitas Sumatera Utara

29

adalah petingkah laku (behaver). Secara khas sebagai makhluk yang mempunyai
kesadaran yang fungsinya sebagai sayer, namun mempunyai peran seperti sebuah
actor dimana partisipan yang kedua adalah Goal.
Susi
Susi
Petingkah laku

smiled
tersenyum
Proses: Tingkah laku

sweetly
manis
Sirkumstan:Cara, Kualitas

Pada contoh klausa proses tingkah laku, klausanya hanya memiliki satu
partisipan yang wajib hadir yang dinamakan petingkah laku, yaitu kata Susi.
Ketidakhadiran partisipan Susi, misalnya tentu akan membuat makna klausa itu
menjadi tidak jelas.
e. Proses Verbal
Proses verbal adalah proses yang menunjukkan aktivitas atau kegiatan yang
menyangkut informasi, misalnya pada kata kerja memerintah, meminta,
menjelaskan, menyampaikan, membawa, menceritakan, berseru, berjanji,
bertanya dan lain-lain. Di dalam proses verbal ada dua partisipan: partisipan
yang berkata yang secara struktural dinamakan sebagai sayer, dan pesan yang
dikatakan dinamakan sebagai verbiage. Selain partisipan sayer dan verbiage ada
dua partisipan lainnya yang dilabelkan sebagai receiver.Receiver adalah partsipan
yang menerima pesan atau verbiage. Sedangkan target adalah kepada siapa benda
wujud atau objek tersebut diarahkan. (Sinar, 2008: 36)
Teacher speak English
Teacher
Guru
Pembicara

speak
berbicara
Proses: Verbal

English
Bahasa Inggris
Perkataan

Universitas Sumatera Utara

30

Terdapat satu proses verbal, yaitu berbicara. Proses verbal tersebut dapat
berhubungan dengan dua partisipan. Pada klausa proses diapit oleh partisipan I
sebagai penyampai pembicara dan partisipan II sebagai perkataan.
.f. Proses Wujud
Proses wujud atau proses eksistential adalah adalah proses yang
mengekspresikan bahwa sesuatu itu ada wujud atau eksis dan di dalam bahasa
Inggris direalisasikan melalui kata kerja seperti am, is, are, was,were, be, been,
being dan kata kerja-kata kerja lainnya seperti exist, arise atau kata kerja lainnya
yang merepresentasikan kewujudan kata benda atau frasa benda yang
merepresentasikan fungsi partisipan sebagai maujud (existent). Dalam bahasa
Indonesia kata “adalah” selalu laten kehadirannya dalam klausa, biasanya kata
“ada” dapat merepresentasikan kewujudan (Sinar, 2008: 37). Ada beberapa kata
kerja yang dapat dikategorikan ke dalam proses eksistensial, misalnya muncul,
terjadi, tumbuh, dan sebagainya.
Contoh:
No fruit big
No
tidak ada
Proses: Wujud

big fruit
buah yang besar
Maujud

Pada contoh klausa proses wujud, klausa hanya memiliki satu partisipan yang
wajib hadir yang dinamakan maujud, yaitu buah yang besar. Ketidakhadiran
partisipan buah yang besar, misalnya tentu akan membuat makna klausa itu
menjadi tidak jelas.

Universitas Sumatera Utara

31

2.2.3.2 Participant
Selain partisipan di atas, ada beberapa tambahan partisipan yang perlu
dijelaskan di sini yaitu beneficiary sebagai objek logika langsung, dan yang
lainnya jangkauan (range), sebagai objek logika seasal. Kedua partisipan
tambahan ini dapat terjadi di dalam proses material, verbal, tingkah laku dan
sesekali di dalam proses relational.
Di dalam proses material, beneficiary dapat menjadi resipien (recipient) atau
klien (client). Resipien adalah seseorang yang menerima benda yang kita berikan
sedangkan klien adalah seseorang yang menerima layanan yang diberikan
kepadanya. Di dalam proses verbal sebaliknya, yang mewarisi pesan dinamakan
receiver. Di dalam proses relational suatu proses attributive dapat mempunyai
pebermanfaat (beneficiary) yang berfungsi sebagai subjek di dalam klausa yang
mempunyai kata kerja dalam bentuk kalimat pasif (Sinar, 2008: 38).
Contoh:
(1)Father gave me a book
Father
Ayah
Pelaku

Gave
Memberi
Proses: Material

Me
saya
Resipien

a book
buku
Gol

Pada klausa pertama, proses diapit oleh dua partisipan, yaitu ayah tersebut
sebagai partisipan I dan buku sebagai partisipan II. Ayah tersebut adalah partisipan
yang memberi suatu kegiatan, yaitu memberi, sedangkan buku sebagai partisipan
kepada siapa perbuatan itu ditujukan dinamakan sebagai Gol. Resipien adalah
seseorang yang menerima benda yang kita berikan

Universitas Sumatera Utara

32

(2) Doctors give special treatment
Doctor
Dokter
Pelaku

give
memberikan
Proses: Material

special treatment
perlakuan khusus
Klient

Pada klausa kedua, proses diapit oleh satu partisipan, yaitu dokter tersebut
sebagai partisipan I. Dokter tersebut adalah partisipan yang memberi suatu
kegiatan, yaitu memberikan, sedangkan klien adalah seseorang yang menerima
layanan yang diberikan kepadanya.
Rudi asked me a question
Rudi
Rudi
Pembicara

asked
tanya
Proses: Verbal

me
saya
Penerima

a questions
sebuah pertanyaan
Perkataan

2.3.3.3 Sirkumstan
Seyogianya klausa mempunyai

unsur-unsur

proses,

partisipan, dan

sirkumstan. Unsur sirkumstan dapat ditentukan melalui identifikasi jenis-jenis
sirkumstan yang berhubungan dengan keenam proses transitivitas yang telah
disebutkan di atas sebelumnya. Halliday (1994: 152-158) telah menemukan
sembilan jenis utama sirkumstan di dalam sistem transitivitas bahasa Inggris:
1. Rentang (extent)
2. Location (location)
3. Cara (manner)
4. Sebab (cause)
5. Lingkungan
6. Masalah (matter)
7. Peran (role)

Universitas Sumatera Utara

33

8. Penyerta (accompaniment)
9. Pandangan (angle)

Di dalam bahasa Indonesia, sembilan unsur ini dapat dilihat pemakaiannya.
Unsur sirkumstan rentang (termasuk interval) terdiri atas dua unsur yaitu tempat
atau waktu. Unsur tempat diekspresikan dalam jarak (distance), yang berhubugan
dengan beberapa unit pengukur seperti yar, lipatan, putaran, tahun, dll. Unsur
waktu diekspresikan dalam hubungannya dengan durasi, yang berhubungan
dengan jangka waktu. Data-Data di bawah ini dapat menjelaskan konsep ini:
(1) I have cycle 10 km
I
Saya
Pelaku

have cycled
bersepeda
Proses: Material

10 km
10 km
Sirkumstan: Rentang, Tempat

(2) I received the phone a few time
I
Saya
Pelaku

received
menerima
Proses:Material

the phone
Telepon
Gol

a few time
beberapa kali
Sirkumstan: Rentang Waktu

Unsur sirkumstan location terdiri atas dua jenis tempat atau waktu. Dalam hal
ini location menjadi tempat bila diekspresikan melalui titik tempat tertentu.
Location menjadi waktu bila diekspresikan melalui titik waktu tertentu. Data-Data
di bawah ini dapat menjelaskan konsep-konsep di atas:
(3) They stay in Jakarta
They
Mereka
Pelaku

stay
tinggal
Proses: Material

in Jakarta
di Jakarta
Sirkumstan: Lokasi, Tempat

Universitas Sumatera Utara

34

(4) Alia wake up at 5 am
Alia
Alia
Pelaku

wake up
Bangun
Proses: Material

at 5 am
5 pagi
Sirkumstan: Lokasi, Waktu

Unsur sirkumstan cara (manner) mempunyai tiga jenis unsur yaitu: (1) alat.
(2) kualitas dan (3) perbandingan. Alat (means)merujuk kepada alat yang
digunakan sewaktu proses itu terjadi, dan biasanya secara khas diekspresikan
melalui frasa preposisi, dengan preposisi oleh atau dengan. Kualitas (quality)
secara khas diekspresikan melalui frasa adverba Datanya adalah adverba dengan.
Bandingan (comparison) secara khususnya diekspresikan oleh frasa preposisi
seperti atau tidak, atau frasa adverba yang menyatakan perbedaaan dan
persamaaan. Perhatikan di bawah ini:
(5) Ani playing in the yard with foot pain
Ani
Ani
Pelaku

play
bermain
Proses:Material

in the yard
di halaman
Sirkumstan:
Tempat

with foot pain
dengan kaki sakit
Lokasi, Sirkumstan: Cara,
Alat

(6) Indonesia to defend themselves with courage
Indonesia
Indonesia
Pelaku

to defend themselves
mempertahankan diri
Proses:Material

with courage
dengan berani
Sirkumstan: Cara, Kualitas

(7) Riko swim like a fish
Riko
Riko
Pelaku

swim
berenang
Proses:Material

like a fish
seperti ikan
Sirkumstan: Cara, dengan Bandigan

Universitas Sumatera Utara

35

Unsur sirkumstan sebab (cause) dapat dibagi atas tiga jenis (1) alasan
(reason), (2) tujuan (purpose), dan (3) kepentingan (behalf). Unsur sirkumstan
alasan merujuk kepada alasan yang dikemukakan berhubungan dengan proses
yang berada di dalam klausa yang menjadi penyebab. Secara khusunya
diekspresikan dengan frasa preposisi oleh, melalui atau preposisi kompleks seperti
disebabkan oleh. Unsur sirkumstan tujuan memberitahukan tujuan sesuatu
tindakan

terjadi

dan

maksud

di

baliknya.

Frasa

preposisi

yang

mengekspresikannya adalah seperti untuk atau preposisi kompleks seperti dengan
tujuan, dengan harapan, dan lain-lain. Kepentingan merujuk kepada kewujudan
khususnya seseorang yang mengatasnamakan atau berbuat demi/untuk seseorang.
Frasa preposisi yang mengekspresikan kepentingan ialah seperti untuk, atau
preposisi komplek seperti bagi kepentingan, atas nama, sebagai Wakil daripada.
(8) Ronaldo can not play because sick
Ronaldo
Ronaldo
Pelaku

can not play
tidak dapat bermain
Proses:Material

because sick
karena sakit
Sirkumstan: Sebab, Alasan

(9) I help you in order to sister
I
Saya
Pelaku

help
membantu
Proses: Material

You
kamu
Gol

in order to sister
demi untuk kakak kamu
Sirkumstan: Sebab, Tujuan

(10) I refused the gift on behalf of Amir
I
Saya
Pelaku

refused
menolak
Proses: Material

the gift
hadiah itu
Range

on behalf of Amir
atas nama Amir
Sirkumstan: Sebab, Kepentingan

Universitas Sumatera Utara

36

Unsur sirkumstan lingkungan terdiri atas tiga jenis: (1) kondisi, (2) konsesi,
dan (3) desakan. Unsur sirkumstan kondisi merujuk kepada kondisi tertentu
berlangsungnya sebuah proses yang menyatakan kondisi dimana proses itu terjadi.
Kondisi secara khusus diekspresikan oleh frasa preposisi di dalam, pada atau
preposisi kompleks seperti jika sesuatu berlaku. Konsesi menjelaskan tentang
keadaan berlangsung yang diekspresikan dengan frasa preposisi tanpa, walaupun,
meskipun, atau preposisi kompleks seperti tanpa memperdulikan, dan di dalam
bahasa Inggris kita dapati preposisi kompleks misalnya in spite of, despite
regardless of, dan lain-lain. Desakan merujuk kepada keadaan tertentu atau
kegiatan yang gagal berlangsung misalnya kegagalan membayar hutang, dan lainlain yang biasanya diekspresikan dalam frasa preposisi atau kompleks preposisi
seperti dalam keadaan gawat saat pihak lawan tidak hadir, kegagalan membayar
hutang. Ilustrasi-ilustrasi di bawah ini memperjelas lagi konsep desakan:
(11) If disaster strikes sounding alarm
If disaster strikes
Jika terjadi bencana
Sirkumstan:Lingkungan, Kondisi

sounding
bunyikan
Proses: Material

alarm
alarm
Gol

(12) she goes out without regard to the consequences
She
Dia
Pelaku

goes out
pergi keluar
Proses: Material

without regard to the consequences
tanpa menghiraukan akibatnya
Sirkumstan: Lingkungan Konsesi

(13) If Ari is not in place Mr Alif is successor
If Ari is not in place
Alif
Jika Ari tidak ada di Alif
tempat
Sirkumstan: Lingkungan, Penyandang
Desakan

is
adalah
Proses:
Atribut

successor
penggantinya
Relasional, Atribut

Universitas Sumatera Utara

37

Unsur sirkumstan penyerta dibagi atas dua jenis: (1) komitasi, dan (2)
tambahan. Komitasi merepresentasikan proses di mana dua benda wujud dapat
disatukan sebagai dua unsur. Tambahan, sebaliknya, merepresentasikan proses
sebagai dua hal yang mana dua benda wujud berkongsi partisipan yang sama,
tetapi salah satu partisipan direpresentasikan untuk tujuan pembedaan.
Ilustrasi di bawah ini memperjelas konsep di bawah ini :
(14) The closet is filled with dirty clothes
The cupboard
Lemari itu
Gol

is filled
diisi
Proses:Material

with dirty clothes
dengan pakaian kotor
Sirkumstan: Komitasi, Positif

(15) we can not live without water
We
Kita
Aktor

can not live
tidak dapat hidup
Proses: Material

without water
tanpa air
Sirkumstan: Komitasi, Negative

Unsur sirkumstan peran direalisasikan melalui dua jenis: (1) samaran, (2)
produk. Samaran merepresentasikan makna menjadi seperti dalam sarana atributif
atau identifikasi dalam bentuk sirkumstan, dan menghubungkannya dengan
bentuk interogatif sebagai apa? Sedangkan produk merepresentasikan makna
menjadi (become), juga seperti yang terdapat di dalam sarana atributif atau
identifikasi. Data-Data di bawah ini menjelaskan konsep tersebut:
(16) The thief entered the house as an electrician
The thief
Pencuri
Aktor/Pelaku

Entered
Memasuki
Proses: Material

the house
rumah itu
Gol/Tujuan

as an electrician
sebagai tukang listrik
Sirkumstan:
Peran,
Samara

Universitas Sumatera Utara

38

(17) Mother cut the vegetables into pieces
Mother
Ibu
Pelaku

cut
the vegetable
memotong
sayuran itu
Proses: Material Gol/Tujuan

into pieces
menjadi serpihan
Sirkumstan: Peran, Produk

Unsur sirkumstan masalah berhubungan dengan proses verbal yaitu sejajar
dengan makna maklumat, “sesuatu yang dideskripsikan, dirujuk atau diceritakan,
dll.” Dengan bentuk kalimat tanya interogatif tentang apa dapat kita ketahui
bahwa sebuah sirkumstan itu adalah masalah atau tidak. Biasanya unsur ini secara
khusus diekspresikan melalui preposisi tentang atau kompleks preposisi seperti
berkenaan dengan, berhubungan dengan. Kehadiran masalah dalam klausa selalu
bersamaan dengan proses verbal, tingkah laku, dan mental kognisi.
Contoh:
(18) explained about this lesson
I
Saya
Sayer

explained
menjelaskan
Proses: Verbal

about this lesson
tentang pelajaran ini
Sirkumstan: Masalah

(19) Tell me about your new home
Tell
Ceritakan
Proses: Verbal

me
saya
Receiver

about your new homeu
tentang rumah barumu
Sirkumstan: Masalah

Unsur sirkumstan pandangan juga berhubungan dengan proses verbal, bukan
kepada maklumat sebagai kasus matter, tetapi sebagai penutur yang mempunyai
sudut

pandang atau

sudut

pandang benda.

Preposisi

yang sederhana

mengekspresikan fungsi menurut, bagi, tetapi seperti hal, sering diekspresikan

Universitas Sumatera Utara

39

oleh preposisi kompleks seperti menurut saya, pada pandangan/pendapat saya,
menurut hasil rapat, dan lain-lain (Sinar, 2008:39-45).

2.4 Alasan Memilih Teori Linguistik Fungsional
Linguistik sistemik fungsional atau systemic functional linguistics yang juga
disebut sebagai critical linguistics (Fairclough, 1992) merupakan teori sosial bahasa
yang dikembangkan dan dipengaruhi oleh beberapa ahli bahasa sebelumnya, seperti
Malinowski, Firth, Pike, dan Hymes, khususnya dalam hal konsep konteks situasi dan
konteks budaya (Halliday, 1985; Bloor dan Bloor, 1995). LSF juga telah dipengaruhi
oleh teori linguistik yang disebut The Prague School, berkaitan dengan nosi
perspektif kalimat fungsional, yang menganalisis ujaran berdasarkan informasi yang
dikandungnya, dan peran masing-masing bagian ujaran itu dalam kontribusi
semantiknya terhadap ujaran secara keseluruhan (Halliday, 1994).
LSF juga banyak dipengaruhi oleh hasil karya Whorf dalam hal bahwa LSF
mengkaji hubungan antara bahasa dan budaya, juga dipengaruhi oleh Ferdinan de
Saussure dan Hjelmslev dalam menginterpretasi teori bahasa sebagai sistem semiotik,
khususnya nosi sistem (paradigmatik pilihan linguistik yang tersedia bagi pemakai
suatu bahasa) dan fungsi (kombinasi sintagmatik struktur bahasa yang dideskripsikan
dalam hal peran fungsi struktur bahasa itu dalam klausa) (Bloor & Bloor, 1995; Butt,
2003).
Prinsip dasar teori LSF yang dijadikan alasan yang paling relevan dengan
penelitian ini terdiri atas tiga prinsip. Prinsip dasar pertama bahwa LSF sangat
memperhatikan keterkaitan antara teks dan konteks sosial daripada teks sebagai
identitas yang didekontekstualisasikan (Halliday, 1975:57). Dalam hal ini, Halliday
dan Martin (1993: 22-23) menulis, “LSF looks … for solidarity relationships between
texts and the social practices they realize.” LSF menganggap bahwa konteks bersifat

Universitas Sumatera Utara

40

kritis terhadap makna dalam linguistic event apa pun, bahasa apa pun, dan apa yang
kita tulis atau katakan sangat tergantung kepada topik, kapan dan dalam kesempatan
apa (Eggins, 2004:7). Dalam konteks ini, Bloor and Bloor (1995) menegaskan
sebagai-berikut:
Each individual utterance in a given context has a particular use. … A speaker might
say „good afternoon‟ as a means of greeting a friend at an appropriate time of a
day. We can say that the communicative function of „good afternoon is greeting.
This greeting can have a different communicative function when it is said in different
situation, for example when a teacher says this to a student who comes late. These
words become a reprimand (Bloor & Bloor, 1995:8).

Berdasarkan prinsip dasar LSF di atas, penelitian ini juga berusaha untuk
meneliti teks bacaan buku bahasa Inggris kelas X. Selain dari prinsip dasar di atas,
LSF menjunjung tinggi beberapa nosi penting. Satu nosi yang paling relevan dengan
penelitian ini adalah metafungsi bahasa, yang berkaitan dengan tata bahasa sistemik
fungsional yang akan menjadi alat analisis teks dalam penelitian ini.
Di dalam teori LSF terdapat tiga metafungsi bahasa yang dimiliki oleh semua
bahasa. Ketiga metafungsi bahasa ini adalah: metafungsi ideasional (fungsi observer),
metafungsi interpersonal (fungsi intruder), dan metafungsi tekstual. Metafungsi
ideasional berkaitan dengan bagaimana bahasa digunakan untuk merepresentasikan
pengalaman, atau untuk mengorganisasikan, memahami dan mengekspresikan
persepsi tentang dunia dan kesadaran kita. Metafungsi ini dapat diklasifikasikan
dalam dua sub metafungsi, yakni fungsi eksperiensial, yang berkaitan dengan isi atau
gagasan, dan fungsi logis, berkenaan dengan keterkaitan antar gagasan.
Metafungsi interpersonal berkenaan dengan penggunaan bahasa untuk men-set
up dan mempertahankan interaksi antara pengguna bahasa. Selain itu, metafungsi
tekstual berkaitan dengan bagaimana bahasa beroperasi untuk menciptakan wacana
yang utuh, berkesinambungan, kohesif dan koheren (Halliday, 1975; Bloor & Bloor,
1995).

Universitas Sumatera Utara

41

Sejalan dengan Halliday, Eggins (2004:78) mengatakan bahwa ketiga jenis
makna dapat berkaitan ke atas (terhadap konteks) dan ke bawah (dengan
leksikogrammar). Lebih lanjut, Eggins menulis berikut ini.





The field of a text can be associated with the realization of experiential
meanings, realized through the Transitivity patterns of the grammar.
The mode of a text can be associated with the realization of textual
meanings, realized through the Theme patterns of grammar.
The tenor of a text can be associated with the realization of interpersonal
meanings, realized through the Mood patterns of the grammar (Eggins,
2004:78).

Mengingat keterkaitan antara organisasi konteks dan organisasi tata bahasa,
menurut Martin (1992), kalau kita mengetahui sesuatu tentang konteks dari sebuah
teks, maka kita akan bisa memprediksi tata bahasanya; dan sebaliknya kalau kita
menganal