Aspek Hukum Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional (Studi pada PT. BPRS Puduarta Insani Medan)
16
BAB II
TINJAUAN UMUM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
A. Perbankan Di Indonesia
1.
Pengertian
Bank dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Untuk itu sebagai gambaran
umum, berikut dikutip beberapa pendapat tentang pengertian bank, antara lain :
Definisi bank menurut Undang-Undang No.10 tahun 1998 pada Pasal 1 (butir
2), bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Menurut A.Abdurrachman, mengemukakan :
“Perbankan (banking) pada umumnya ialah kegiatan-kegiatan dalam menjualbelikan mata uang, surat efek dan instrumen-instrumen yang dapat
diperdagangkan. Penerimaan deposito, untuk memudahkan penyimpanannnya
atau mendapatkan bunga dan /atau pembuatan, pemberian pinjaman-pinjaman
dengan atau tanpa barang-barang tanggungan, penggunaan uang tanggungan,
penggunaan uang yang ditempatkan atau diserahkan untuk disimpan,
pembelian, penjualan, penukaran, atau penguasaan atau penahanan alat
pembayaran, instrumen yang dapat diperdagangkan, atau benda-benda lainya
yang mempunyai nilai moneter secara langsung sebagai kegiatan moneter”.10
Menurut OP.Simorangkir mengemukakan :
“Bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan
memberikan kredit dan jasa-jasa. Adapun pemberian kredit itu dilakukan baik dengan
modal sendiri atau dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga maupun
dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral”.11
Defenisi, pengertian, dan cakupan kegiatan operasional bank sebagaimana
diatur oleh ketentuan yang berlaku dapat bervariasi antara satu negara dengan negara
10
Abddurrachman, Seluk-beluk Bank Indonesia, Perbanas, Jakarta, 1998, hal.10
Universitas Sumatera Utara
17
yang lain. Meskipun demikan terdapat kesamaan sifat-sifat dasar dari suatu bank.
Sifat-sifat tersebut adalah memiliki kewajiban yang harus dibayar pada setiap saat
apabila ditagih (yaitu dana-dana yang disimpan oleh masyarakat) sebagaimana
terlihat pada sisi pasiva neraca dan memiliki harta yang tidak likuid yang
penilaiannya tidak mudah dan berjangka waktu lebih lama dibandingkan dengan
kewajiban yang dimiliki.
Dalam pembicaran sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang
kegiatan utamanya menerima simpanan, kemudian bank juga dikenal sebagai tempat
untuk meminjam uang (kredit) bagi mesyarakat yang membutuhkannya. Di samping
itu bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukar uang, memindahkan uang atau
menerima segala macam bentuk pembayaran dan setoran.12
Bank adalah lembaga keuangan yang tugas pokoknya mengumpulkan dana
dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat (financial
intermediary), selain itu, bank juga memberikan jasa-jasa keuangan dan pembayaran
lainnya. Dengan demikian, ada dua peranan penting yang dimainkan oleh bank, yaitu
sebagai lembaga penyimpan dana masyarakat dan sebagai lembaga penyedia dana
bagi masyarakat dan atau bagi dunia usaha.13
Praktik perbankan didasarkan pada kepercayaan. Konsumen perbankan
khususnya nasabah bank penyimpan dana (deposan) percaya bahwa bank tidak saja
dapat mengamankan dana yang tersimpan tetapi juga dapat mengembangkan dana
11
OP. Simorangkir, Kamus Perbankan Inggris-Indonesia, PT.Rineka Cipta, Jakarta 1994,
hal.33.
12
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan lainnya , PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2000, hal.23.
Universitas Sumatera Utara
18
tersebut. Oleh karena itu sangat penting bagi pihak bank menjaga kerahasiaannya
terutama untuk kepentingan bank itu sendiri yang memerlukan kepercayaan
masyarakat sebagai penyimpan dana di masing-masing bank tersebut.14
Di samping itu lembaga perbankan dalam kegiatan operasionalnya didasarkan
prinsip kehati-hatian (prudential banking principle’s). Ketentuan tentang prinsip
kehati-hatian pada saat ini mengacu kepada standar internasional, dan untuk
mendorong berkembangnya perbankan sejak tahun 1995 yang menerapkan kebijakan
self regulatory banking. Dengan kebijakan tersebut, lembaga perbankan yang ada
diberikan kewenangan dan tanggung jawab untuk menetapkan kebijakan dan
prosedur operasional internal berdasarkan pada prinsip kehati-hatian.
Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank mempunyai dampak
dominan yang dapat mempengaruhi kepercayaan terhadap bank lainnya, sehingga
perbankan secara keseluruhan akan mengalami kesulitan. Oleh karena itu kebutuhan
untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan usaha perbankan
mutlak diperlukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat.15
Bank sebagai badan usaha lembaga kepercayaan masyarakat diupayakan agar
tetap berada dalam keadaan solvabilitas (solvency), baik dalam jangka pendek
maupun dalam jangka panjang. Bank seharusnya mampu membayar seluruh
kewajibannya kepada para nasabah penyimpan dana pada saat jatuh tempo, karena
13
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Books Terrace & Library, Grapindo,
Bandung, 2005, hal.217.
14
Djuhaendah Hasan, Transparansi Tingkat Kesehatan Bank, Grapindo Utama, Jakarta, 1996,
hal .47.
15
Maulana Ibrahim,S, Restrukturisasi Kelembagaan dan Efektifitas Upaya Penyehatan,
Majalah Pengembangan Perbankan, PT. Citra Adytia Bakti, Bandung,, 1998, hal 13.
Universitas Sumatera Utara
19
dengan diperolehnya laba atau keuntungan berarti bank dapat memberi deviden yang
wajar bagi pemilik bank itu sendiri. Untuk itu bank harus mempunyai kondisi
keuangan yang baik dengan kegiatan operasional yang berjalan dengan efisien.
Tercapainya kondisi keuangan lembaga perbankan yang baik sangat
ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal dari kegiatan dan keberadaan
organ suatu bank. Faktor internal, terutama meliputi aspek kualitas sumber daya
manusia (SDM), manajemen yang baik, modal yang cukup kuat, teknologi tinggi
keberadaan sistem dan prosedur operasional yang memadai.16 Faktor eksternal, antara
lain mencakup aturan-aturan hukum yang mendasari kegiatan operasional perbankan,
persaingan, keadaan ekonomi, serta perkembangan keadaan industri dan kebijakan
(policy) pemerintah.
2.
Dasar Hukum
Prinsip kepercayaan adalah suatu asas yang melandasi hubungan antara bank
dan nasabah. Bank berusaha dari dana masyarakat yang di simpan berdasarkan
kepercayaan. Sehingga dalam menjaga kepercayaan nasabah maka untuk kepentingan
nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko
kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank. Sesuai
Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang No.10 Tahun 1998.
Berdasarkan prinsip kepercayaan yang diberikan bank kepada nasabahnya
dan untuk melindungi konsumen serta tujuan hukum yang sebenarnya yaitu untuk
kemanfaatan
dan
keadilan,
maka
bank
diharapkan
dapat
melaksanakan
Universitas Sumatera Utara
20
kewenangannya sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Sebagaimana diketahui, industri perbankan menjalankan fungsi sebagai
penghimpun dan penyalur dana masyarakat, sehingga konsekuensinya menimbulkan
2 (dua) hubungan hukum, yaitu: pertama hubungan hukum antara bank (debitur) dan
nasabah penyimpan dana (kreditur), berupa perjanjian penyimpanan (perjanjian
simpanan) dana, dan kedua hubungan hukum antara bank (kreditur) dengan nasabah
peminjam dana (debitur) berupa perjanjian kredit bank (pembiayaan berdasarkan
prinsip Syariah). Di samping melakukan kegiatan usaha menghimpun dana dari
masyarakat dan kemudian menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat, industri
perbankan melakukan kegiatan pelayanan jasa bank lainnya yang merupakan bagian
dari kegiatan usaha yang lazim dilakukannya.17
Pihak-pihak yang menggunakan jasa bank di sini tidak hanya nasabah
penyimpan dana, melainkan pula nasabah pengguna jasa bank lainnya yang tidak
terkait dengan fungsi pokoknya sebagai wadah penghimpun dan penyalur dana
masyarakat, Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 angka 16 Undang-Undang
Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998, secara yuridis “nasabah” diartikan sebagai “pihak yang menggunakan
jasa bank”. Dalam pengertian nasabah disini, termasuk pula pihak yang tidak
memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi
keuangan (walk-in customer).
16
Djuhaendah Hasan, Transparansi Tingkat Kesehatan Bank, Grapindo, Jakarta, hal .12 .
Universitas Sumatera Utara
21
Secara sederhana, setiap orang yang menyimpan uangnya di bank disebut
dengan nasabah penyimpan.18 Sementara itu, secara yuridis disebutkan dalam
ketentuan Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, bahwa yang dimaksud dengan
“Nasabah Penyimpan” adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam
bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
Kalangan ahli hukum sejak beberapa tahun terakhir ini menganggap bahwa
hubungan hukum antara bank dan nasabah bukanlah hanya sekedar hubungan hukum
antara debitor dan kreditor semata, tetapi lebih dari itu. Hal ini disebabkan bank
mempunyai status yang unik di dalam masyarakat.19
Pada dasarnya usaha bank dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank
dengan masyarakat nasabah bank. Bank terutama bekerja dengan dana dari
masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan, sehingga setiap bank
perlu terus menjaga kesehatannya dengan tetap memelihara dan sekaligus
mempertahankan kepercayaan masyarakat padanya. Kemauan masyarakat untuk
menyimpan sebagian atau seluruh uangnya di bank, semata-mata dilandasi oleh
prinsip kepercayaan bahwa uangnya akan aman dan tetap akan dapat diperolehnya
kembali pada waktu yang diinginkan atau sesuai dengan yang diperjanjikan dan
disertai pemberian imbalan. Apabila kepercayaan nasabah penyimpan dana terhadap
17
Rachmadi Usman, Penyelesaian Pengaduan Nasabah dan Mediasi Perbankan, Persada,
Jakarta, hal 23.
18
Tan Kamelo 2 September 2006, “Karakter Hukum Perdata Dalam Fungsi Perbankan
melalui Hubungan antara Bank dengan Nasabah” Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar tetap dalam
Bidang Ilmu Hukum Perdata pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, hal.77 .
19
Marulak Pardede, Likuidasi Bank dan Perlindungan Nasabah, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 1998, hal 23-24.
Universitas Sumatera Utara
22
suatu bank telah berkurang, maka tidak tertutup kemungkinan akan terjadi rush
terhadap dana yang disimpannya.20
Bentuk hubungan hukum antara bank nasabah penyimpan dana dapat terlihat
dari hubungan hukum yang muncul dari produk-produk perbankan, seperti deposito,
tabungan, giro dan sebagainya. Bentuk hubungan hukum tersebut tertuang dalam
bentuk perjanjian yang dibuat oleh bank yang bersangkutan dan syarat-syarat umum
yang harus dipatuhi oleh setiap nasabah bank penyimpan dana. Syarat-syarat tersebut
harus disesuaikan dengan produk perbankan yang ada, karena syarat dari suatu
produk perbankan tidak akan sama dengan syarat produk perbankan yang lain.
Bagi produk-produk perbankan seperti tabungan dan deposito, ketentuanketentuan dan syarat-syarat umum yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan dan
syarat-syarat
umum
hubungan
rekening
deposito
dan
rekening
tabungan.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 1 angka (5) UU Perbankan bahwa,
Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan
perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito,
tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Bahwa hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana adalah hukum
pinjam meminjam uang antara debitor (bank) dan kreditor (nasabah penyimpan dana)
yang dilandasi oleh asas kepercayaan. Dengan kata lain, bahwa menurut Undangundang Perbankan yang diubah, hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana
bukan sekedar hubungan kontraktual biasa antara debitor dan kreditor yang diliputi
oleh asas-asas umum dari hukum perjanjian, tetapi juga hubungan kepercayaan yang
20
Ibid , hal 83.
Universitas Sumatera Utara
23
diliputi asas kepercayaan. Secara singkat Undang-Undang mengakui bahwa
hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana adalah hubungan kepercayaan
yang membawa konsekuensi bank tidak boleh hanya memperhatikan kepentingan
sendiri semata-mata, tetapi juga harus memperhatikan kepentingan nasabah
penyimpan dana.
3.
Fungsi Dan Usaha Bank
Berdasarkan definisi bank di atas dapat dilihat bahwa kegiatan menghimpun
dana dari masyarakat merupakan tugas dan fungsi bank yang utama dan mempunyai
tujuan yang mulia, yaitu meningkatkan taraf hidup rakyat banyak atau
menyejahterakan masyarakat. Hal yang sama diatur pula dengan tegas dalam Pasal 3
dalam Undang-Undang Perbankan yang menyatakan bahwa fungsi utama perbankan
Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.
Perbankan nasional berfungsi sebagai sarana pemberdayaan masyarakat dan
seluruh kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil, menengah dan
korporasi. Untuk mencapainya perbankan Indonesia harus memiliki komitmen.
Komitmen ini oleh Nyoman Moena diterjemahkan ke dalam bahasa perbankan, yaitu
perbankan Indonesia berfungsi sebagai :
1. Lembaga kepercayaan
2. Lembaga pendorong pertumbuhan ekonomi
3. Lembaga pemerataan.
Jika diterjemahkan ke dalam bentuk-bentuk tanggung jawab, maka bentukbentuk tanggung jawab perbankan, adalah :
Universitas Sumatera Utara
24
1. Tanggung jawab prudential (bank harus sehat)
2. Tanggung jawab komersial (bank harus untung)
3. Tanggung jawab finansial (bank harus transparan)
4. Tanggung jawab sosial (kemampuan mengakomodir harapan stake holderes
secara adil).21
Sedangkan menurut Heru Soepraptomo, sebagai agen dari pembangunan,
bank diharapkan dapat memberikan kontribusi pada usaha meningkatkan tabungan
nasional, menumbuhkan kegiatan-kegiatan usaha meningkatkan tabungan nasional,
menumbuhkan
kegiatan
usaha
dan
meningkatkan
alokasi
sumber-sumber
perekonomian.22
Lebih lanjut telah diketahui bahwa fungsi utama perbankan Indonesia adalah
sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Berdasarkan 2 (dua) fungsi
utama bank, yaitu : fungsi pengerahan dana dan fungsi penyaluran dana, maka
terdapat 2 hubungan hukum antara bank dengan nasabahnya yaitu hubungan hukum
antara bank dengan nasabah bank penyimpan dana (nasabah kreditur) dan hubungan
hukum antara bank dengan nasabah debitur.23
Dilihat dari fungsinya pula, berbagai macam defenisi tentang bank itu dapat
dikelompokkan menjadi tiga :
21
Nyoman Moena, Rangkuman Sajian Analisi Efisiensi dan Efektivitas Hukum
Perbankan, Makalah pada pertemuan Ilmiah BPHN, Desember 1996, hal. 1-2.
22
Heru Soepraptomo, Analisis Ekonomi terhadap Hukum Perbankan, makalah pada
pertemuan Ilmiah tentang Analisis Ekonomi terhadap Hukum dalam Menyongsong
Era Globalisasi, BPHN – Departemen Kehakiman, Jakarta, 10-11 Desember 1996,
hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
25
1. Bank dilihat sebagai penerima kredit. Dalam pengertian pertama bank
menerima uang serta dana-dana lainnya dari masyarakat dalam bentuk :
a.
Simpanan atau tabungan biasa yang dapat diminta / diambil setiap saat.
b. Deposito berjangka, yang merupakan tabungan atau simpanan yang
penarikannya kembali hanya dapat dilakukan setelah jangka waktu yang
ditentukan habis.
c.
Simpanan dalam rekening koran/giro atas nama si penyimpan giro, yang
penarikannya hanya dapat dilakukan dengan menggunakan cek, bilyet
giro atau perintah tertulis kepada bank, pengertian pertama ini
mencerminkan bahwa bank melaksanakan operasi perkreditan secara
pasif dengan menghimpun uang dari pihak ketiga.
2. Bank dilihat sebagai pemberi kredit, ini berarti bahwa bank melaksanakan
operasi perkreditan secara aktif . Menurut Mac Leod, bank is a shop for the
sale of credit. Rumusan yang sama diberikan oleh R.G. Hawtrey, yang
mengatakan bahwa “banking are merely dealers in credit” Jadi fungsi bank
terutama dilihat sebagai pemberi kredit, tanpa mempermasalahkan apakah
kredit itu berasal dari deposito atau tabungan yang diterimanya atau
bersumber pada penciptaan kredit yang dilakukan oleh bank itu sendiri.
3. Bank dilihat sebagai pemberi kredit bagi masyarakat melalui sumber yang
berasal dari
modal sendiri,
simpanan/tabungan
masyarakat
maupun
23
Romny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan Dan
Deposito (Suatu Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Deposan Di Indonesia Dewasa ini), PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal.32.
Universitas Sumatera Utara
26
penciptaan uang bank. Fungsi ketiga ini selaras dengan pendapat yang
dikemukakan oleh G.M. Verryn Stuart.24
Prinsip rahasia bank menjadi sangat penting dijaga dalam industri perbankan,
karena prinsip tersebut merupakan jiwa dari industri perbankan.25 Prinsip rahasia
bank adalah suatu prinsip yang mengharuskan atau mewajibkan bank untuk
merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari
nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan (wajib) dirahasiakan.
Kerahasiaan bank ini diperlukan untuk kepentingan bank sendiri, yang memerlukan
kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Masyarakat akan
mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila dari bank
ada jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan
nasabah tidak akan disalahgunakan, karena itulah, maka bank harus memegang teguh
prinsip rahasia bank.
Stabilitas sistem keuangan akan dapat goyah jika bank tidak menganut prinsip
kerahasiaan ini, jika identitas atau keberadaan nasabah dan simpanannya atau
rekeningnya tanpa alasan hukum yang kuat begitu mudah diterobos oleh pihak yang
tidak berkepentingan dengan rekening atau dibocorkan kepada pihak yang tidak
berkepentingan, dampaknya sudah dapat dipastikan bahwa pemilik rekening akan
merasa privasinya akan terganggu. Dapat dipastikan jika nasabah tersebut merasa
tidak aman lagi berkaitan dengan harta milik yang disimpan di suatu bank tertentu, ia
24
25
G.M. Verryn Stuart, Pengertian Bank dan Lembaga Keuangan, Bank Politik, subbab 1.1.
Thomas Suyatno, Kelembagaan Perbankan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Bandung, 1993, hal. 2-3.
Universitas Sumatera Utara
27
akan memindahkannya ke sarana investasi atau sarana penyimpanan yang lain yang
dirasa lebih menjanjikan keamanan.
Dalam Undang-Undang Perbankan tidak ditemui ketentuan yang mengatur
secara tegas perihal hubungan hukum antara bank dan nasabahnya. Akan tetapi dari
beberapa ketentuan dalam Undang-undang Perbankan dapat disimpulkan, bahwa
hubungan hukum anatar bank dan nasabah diatur dalam suatu perjanjian. Hal ini
dapat disimpulkan antara lain dari Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Perbankan No.10
Tahun 1998 yang mengemukakan.“Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh
masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dan dalam bentuk giro,
deposito, sertifikat deposito, tabungan dan/atau untuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu”.
Dari ketentuan diatas semakin menguatkan argumentasi bahwa hubungan
hukum antara bank dengan nasabah mengacu kepada hukum perjanjian. Adapun yang
dimaksud dengan perjanjian adalah suatu peristiwa, seseorang berjanji kepada
seorang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu.
Bagaimana halnya hubungan antara bank dengan nasabah? Dalam praktik,
pada umumnya bank telah membuat formulir tersendiri. Dalam formulir tersebut telah
tertera segala persyaratan-persyaratan yang harus ditentukan oleh bank. Inilah yang
oleh para ahli hukum disebut dengan perjanjian baku artinya perjanjian yang isinya
telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir.26 Jika demikian halnya,
apabila dilihat dari sudut pandang kontrak standar, bagi nasabah hanya ada dua
Universitas Sumatera Utara
28
pilihan yakni menyetujui atau tidak menyetujui terhadap persyaratan yang telah
ditentukan oleh bank, seperti yang telah tertera dalam kontrak standar.
B.
Perbankan Syariah Di Indonesia
1.
Pengertian menurut undang-undang Perbankan Syariah
Bank Syariah merupakan lembaga perbankan yang dijalankan dengan prinsip
syariah. Dalam setiap aktivitas usahanya, bank syariah selalu menggunakan hukumhukum Islam yang tercantum di dalam Al-Qur’an dan Hadist. Berbeda dengan bank
konvensional yang mengandalkan sistem bunga, bank syariah lebih mengutamakan
sistem bagi hasil, sistem sewa, dan sistem jual beli yang tidak menggunakan sistem
riba sama sekali, adapun pengertian bank syariah menurut para ahli yaitu :
Menurut Siamat Dahlam, bank syariah merupakan bank yang menjalankan
usaha perbankan dengan berdasar ataupun memperhatikan prinsip-prinsip syariah
yang tertuang di dalam Al-Qur’an dan Hadist.27
Menurut Scahik, pengertian bank syariah adalah suatu bentuk dari bank
modern yang berlandaskan hukum-hukum agama Islam, yang dikembangkan pada
abad pertengahan Islam dengan jalan menggunakan konsep bagi hasil dan bagi resiko
sebagai sistem utama dan menghapuskan sistem keuangan yang dilandasi dengan
anggapan kepastian keuntungan yang telah ditentukan sebelumnya.28
Menurut Sudarsono, bank syariah merupakan salah satu lembaga keuangan
negara yang memberikan kredit dan jasa-jasa perbankan lainnya di dalam lalu lintas
26
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditiya, Bandung, 1993,
hal, 48.
Universitas Sumatera Utara
29
pembayaran dan peredaran uang yang beroperasi dengan berdasarkan prinsip-prinsip
agama Islam atau pun prinsip syariah.29
Menurut Perwataatmadja, pengertian bank syariah adalah bank yang
beroperasi dengan mengikuti prinsip-prinsip syariah ataupun Islami yang tata cara
pelaksanaannya didasarkan pada ketentuan Al-Qur’an dan Hadist.30
Bahwa yang dinamakan bank syriah adalah lembaga keuangan yang
memberikan segala macam kredit dan jasa keuangan lainnya dalam lalu lintas
peredaran dan pembayaran uang yang menjalankan sistemnya dengan aturan dan
prinsip islam.
Bank yang menjalankan fungsi dan sistemnya dengan menggunakan prinsip
dan aturan-aturan Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan sunnah, mengemukakan
bahwa yang dinamakan bank syariah adalah lembaga keuangan yang menjalankan
usahanya berlandaskan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam yang berpedoman kepada
alquran dan hadits.
Bahwa bank syariah adalah suatu bentuk bank modern yang berlandaskan
pada hukum ajaran Islam, yang dikembangkan pada pertengahan abad Islam, dengan
menggunakan konsep bagi hasil dan resiko sebagai sistem utama dan meniadakan
sistem keuangan yang berlandasan pada keuntungan dan keastian yang telah
ditentukan sebelumnya.
27
Siamat Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan, Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi
Indonesia, Jakarta, 1999, hal 14.
28
Scahik, Metode Studi Islami, PT. Cita Aditiya, Bandung 1993, hal 45.
29
Sudarsono, Hukum Islam di Indonesia,PT.Remaja Rosda Karta,Bandung, 1998, hal 23.
30
Perwataatmadja, Tarikh Alfiqi Islami, Gramedia, Jakarta, 1999, hal 35.
Universitas Sumatera Utara
30
2.
Sejarah
Perbankan syariah, ialah suatu lembaga keuangan yang menggunakan sistem
dan aturan-aturan Islam. Alasan berdirinya Bank syariah adalah banyaknya umat
Islam yang ingin menggunakan jasa keuangan yang terbebas dari riba, sehingga
didirikanlah lembaga keuangan yang tidak menggunakan sistem-sistem ribawi.
Berdirinya bank syariah sendiri, pertama kali diperkasai oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI) yang mewakli suara umat Islam di Indonesia pada tanggal 18-20
Agustus 1990.
Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase yakni meliputi sengketa di
bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan
perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Sedangkan
sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang
menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian.
Sebagaimana di ketahui bahwa setelah keluarnya Undang-undang Nomor 3
tahun 2006, Peradilan Agama mendapatkan kewenangan baru dalam menangani
perkara ekonomi syariah. Dengan adanya kewenangan ini tentu saja memberikan
tantangan baru terhadap Pengadilan Agama, terutama para hakim yang secara
langsung memeriksa dan mengadili perkara-perkara tersebut. Hakim tidak boleh
menolak untuk memeriksa perkara dengan dalih hukumnya tidak jelas, karena hakim
dianggap tahu akan hukum (ius curia novit), sehingga apapun permasalahan yang
diajukan kepadanya maka hakim wajib mencarikan hukumnya. Ia wajib menggali
nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat (living law), hakim berperan sebagai
Universitas Sumatera Utara
31
penemu hukum (mujtahid) dan tidak diperkenankan hanya sebagai corong undangundang (la bouche de la loi).
Berbagai opini terlontar kepada para hakim Pengadilan Agama atas
kemampuan dan kapabilitasnya dalam menangani perkara ekonomi syariah.
Walaupun para hakim Pengadilan Agama rata-rata sarjana syariah tapi banyak yang
menganggap kemampunnya masih rendah di banding dengan perkara-perkara bidang
perkawinan, waris, wasiat dan hibah. Bukti dari anggapan tersebut adalah sangat
sedikitnya kasus ekonomi syariah yang diselesaikan di Pengadilan Agama, walaupun
kewenangan tersebut telah ditetapkan sejak tahun 2006.
Sudah menjadi kodrat bahwa setiap orang ingin mendapat perlakuan dan
penghargaan dari pihak lain terutama perlakuan adil dan manusiawi, terlebih jika
menghadapi masalah atau kesulitan sosial dalam bentuk sengketa. Manusia memiliki
kebutuhan dasar yang berupa kebutuhan fisiologis, rasa aman, rasa memilki dan
dimiliki, rasa kasih sayang, penghargaan dan aktualisasi diri serta kebutuhan akan
pertumbuhan. Oleh karena itu, ia membutuhkan bantuan dan pelayan dari suatu pihak
yang dapat menyelesaikan sengketanya, yang salah satunya adalah pengadilan.
Pengadilan merupakan tumpuan harapan terakhir pencari keadilan atau para
pihak yang bersengketa. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,
pengadilan mempunyai tugas utama, yaitu memberikan perlakuan yang adil dan
manusiawi kepada pencari keadilan, memberi pelayanan yang simpatik dan bantuan
yang diperlukan, memberikan penyelesaian perkara secara efektif, efisien, tuntas dan
final sehingga memuaskan kepada pihak-pihak yang bersengketa dan
masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
32
Bahwa ajaran Islam melalui kekuasaan (legislasi) semakin tumbuh, terutama
penerapan sistem ekonomi syariah. Perekonomian berbasis syariah telah diakui telah
mengalami perkembangan pesat. Hal tersebut, menuntut adanya perubahan di
berbagai bidang, terutama berkenaan dengan peraturan perundang-undangan yang
mengatur ihwal ekonomi dan keuangan. Lebih dari itu, juga berimplikasi pada
peraturan perundang-undangan yang mengatur institusi lain, misalnya lembaga
peradilan
3.
Prinsip-Prinsip
Tidak hanya kegiatan yang bersifat konvensional, bank umum juga
melakukan kegiatan yang bersifat syariah. Bank syariah diatur dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Bank
syariah menjalankan kegiatan berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain
tentang penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha. Bank syariah dapat
dibedakan menjadi bank umum syariah dan bank perkreditan rakyat syariah (BPRS).
Berikut penjelasan prinsip-prinsip bank syariah.
Prinsip bagi hasil, merupakan persekutuan antara dua pihak atau lebih dalam
kegiatan usaha yang tiap-tiap pihak berhak atas keuntungan dan bertanggung jawab
atas segala kerugian yang terjadi. Produknya adalah mudharabah, al muzaraah, dan
al musaqat.
Prinsip pengambilan keuntungan, dalam ketentuan Islam pengambilan
keuntungan dilakukan dengan kegiatan jual/beli, yaitu proses penukaran barang
Universitas Sumatera Utara
33
dengan uang. Dalam hal ini tiap-tiap pihak memenuhi syarat ikhlas dan tidak ada
pihak yang merasa dizalimi, produknya adalah murabahah.
Prinsip sewa, untuk menentukan harga sewa dan jangka waktu yang disewa,
penyewa dari pihak yang menyewakan dapat membuat kesepakatan. Dalam
menerapkan prinsip sewa, bank syariah dapat memberikan kredit kepemilikan aset.
Prinsip pengambilan manfaat (fee), Al kafalah, yaitu produk pengambilan
manfaat berupa fee dari nasabah dan pihak ketiga, atau jasa yang diberikan. Pada
bank konvensional dikenal dengan garansi bank. Selain itu, al wakalah, yaitu bank
berperan sebagai pihak yang mewakili nasabah untuk dan atas nama nasabah yang
melakukan transaksi.
Prinsip biaya administrasi, biaya administrasi dalam perbankan syariah adalah
biaya yang diberikan oleh bank syariah ketika memberikan bantuan kepada nasabah
dalam bentuk pinjaman lunak. Tetapi tidak ada pembagian hasil melainkan
pengembalian pokok pinjaman. Pengurusan biaya notaris, biaya materai, dan biaya
peninjau proyek, serta biaya administrasi dibebankan kepada nasabah. Keberadaan
bank syariah sebagai upaya membantu masyarakat yang membutuhkan layanan
perbankan secara syariah. Layanan ini hendaknya kita syukuri dengan cara
memanfaatkan produk perbankan syariah.
Prinsip dasar operasional perbankan syariah, Sistem perbankan syariah adalah
sistem perbankan yang menerapkan prinsip bagi hasil yang saling menguntungkan
bagi bank dan nasabah. Sistem perbankan syariah yang dalam pelaksanaannya
berlandaskan pada syariah (hukum) Islam, menonjolkan aspek keadilan dan kejujuran
dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan
Universitas Sumatera Utara
34
dan persaudaraan dalam berproduksi dan menghindari kegiatan spekulatif dari
berbagai transaksi keuangan. Afzalur Rahman dalam bukunya Islamic Doctrine on
Banking and Insurance (1980) berpendapat bahwa prinsip perbankan syariah
bertujuan membawa kemaslahatan bagi nasabah, karena menjanjikan keadilan yang
sesuai dengan syariah dalam sistem ekonominya.31 Lebih jauh lagi, kemanfaatannya
akan dinikmati tidak hanya oleh umat Islam saja, tetapi dapat membawa
kesejahteraan semua kalangan masyarakat (rahmatan lil alamin).
Prinsip perbankan syariah sistem ekonomi Islam akan menjadi dasar
beroperasinya Bank Syariah yang paling menonjol adalah tidak mengenal konsep
bunga uang dan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk tujuan komersial Islam
tidak mengenal peminjaman uang tetapi adalah kemitraan/kerjasama (mudharabah
dan musyarakah) dengan prinsip bagi hasil, sedang peminjaman uang hanya
dimungkinkan untuk tujuan sosial tanpa adanya imbalan apapun.
Di dalam
menjalankan operasinya, Bank Syariah memiliki fungsi :
1. Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi atas dana-dana yang
dipercayakan oleh pemegang rekening investasi / deposan atas dasar prinsip
bagi hasil sesuai dengan ketentuan syariah dan kebijakan investasi bank.
2. Sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki oleh pemilik dana
(sahibul maal) sesuai dengan arahan investasi yang dikehendaki oleh pemilik
dana (dalam hal ini bank bertindak sebagai manajer investasi).
31
Afzalur Rahman, Islamic Doctrine on Banking and Insurance (London: Muslim Trust) Company,
1980.
Universitas Sumatera Utara
35
3. Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya sesuai
dengan prinsip syariah.32
Prinsip Mudharabah adalah perjanjian antara dua pihak di mana pihak
pertama sebagai pemilik dana (sahibul maal) dan pihak kedua sebagai pengelola dana
(mudharib) untuk mengelola suatu kegiatan ekonomi dengan menyepakati nisbah
bagi hasil atas keuntungan yang akan diperoleh, sedangkan kerugian yang timbul
adalah risiko pemilik dana kecuali mudharib melakukan kesalahan yang disengaja,
lalai atau menyalahi perjanjian. Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada
mudharib maka mudharabah dibedakan menjadi :
Mudharabah mutlaqah, di mana mudharib diberikan kewenangan sepenuhnya
untuk menentukan pilihan investasi yang dikehendaki.
Mudharabah muqayyaddah, di mana arahan investasi ditentukan oleh pemilik
dana sedangkan mudharib bertindak sebagai pelaksana/pengelola.
Prinsip Wadi’ah adalah titipan di mana pihak pertama menitipkan dana atau
benda kepada pihak kedua selaku penerima titipan dengan konsekuensi titipan
tersebut sewaktu-waktu dapat diambil kembali, di mana penitip dapat dikenakan
biaya penitipan. Berdasarkan kewenangan yang diberikan maka wadiah dibedakan
menjadi :
1. Wadi’ah
Yad
Dhamanah,
yang
berarti
penerima
titipan
berhak
mempergunakan dana/barang titipan untuk didayagunakan tanpa ada
Khursid Ahmad, Islamic Finance and Banking: The Challenge of the 21st Century, Islamic Banking
and Finance: The Concept, The Practice and The Challenge (Plainfield: The Islamic Society of North
America, 1999).
32
Universitas Sumatera Utara
36
kewajiban penerima titipan untuk memberikan imbalan kepada penitip dengan
tetap pada kesepakatan dapat diambil setiap saat diperlukan, contoh Giro,
Tabungan, Deposito.
2. Wadi’ah Amanah tidak memberikan kewenangan kepada penerima titipan
untuk mendayagunakan barang/dana yang dititipkan, contoh Safe Deposite
Box (SDB).
3. Murabahah, akad jual beli antara dua belah pihak di mana pembeli dan
penjual menyepakati harga jual yang terdiri dari harga beli ditambah ongkos
pembelian dan keuntungan bagi penjual. Nasabah membayar harga barang
pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
4. Salam, pembelian barang dengan pembayaran dimuka dan barang di serahkan
kemudian
5. Ishtisna, pembelian barang melalui pesanan dan diperlukan proses untuk
pembuatannya sesuai dengan pesanan pembeli dan pembayaran dilakukan
sesuai dengan kesepakatan.33
Suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, bila terdapat kesepakatan
pengalihan pemilikan pada akhir masa sewa disebut Ijarah mumtahiyah bit tamlik
(IMBT).
Wakalah pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam halhal yang boleh diwakilkan. Kafalah Jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil)
33
Syafi'i Antonio, Muhammad (2001). Bank Syariah, Dari Teori ke Praktik, penyunting Dadi M.H.
Basri, Farida R. Dewi, Cet. 1, Jakarta: Gema Insani Press. ISBN 979-561-688-9.
Universitas Sumatera Utara
37
kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung
(makfuul ‘anhu, ashil), dan penanggung dapat menerima imbalan (fee) sepanjang
tidak memberatkan. Sharf Transaksi jual beli mata uang, baik antar mata uang sejenis
maupun antar mata uang berlainan jenis dengan penyerahan segera/spot berdasarkan
kesepakatan harga sesuai dengan harga pasar pada saat pertukaran.
Prinsip kebajikan yaitu penerimaan dan penyaluran dana kebajikan dalam
bentuk zakat infaq shodaqah (ZIS) dan lainnya, serta penyaluran qardul hasan yaitu
penyaluran dalam bentuk pinjaman untuk tujuan menolong golongan miskin dengan
penggunaan produktif tanpa diminta imbalan kecuali pengembalian pokok hutang.
Musyarakah adalah akad kerjasama atau pencampuran antara dua pihak atau
lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan
kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai dengan nisab yang disepakati
dan resiko akan ditanggung sesuai dengan porsi kerjasama.34
Musyarakah Muwafadhah, yaitu kerjasama dua orang atau lebih pada suatu
obyek dengan syarat tiap-tiap pihak memasukkan modal yang sama jumlahnya serta
melakukan tindakan hukum (kerja) yang sama, sehingga tiap-tiap pihak dapat
melakukan perbuatan hukum atas nama orang-orang yang bekerjasama itu.
Musyarakah Al-Inan, kerjasama dalam modal dalam suatu perdagangan yang
dilakukan dua orang atau lebih dan keuntungan dibagi bersama dengan jumlah modal
yang tidak harus sama porsinya.
34
Saeed, Abdullah. (1996). Islamic Banking and Interest: A Study of the Prohibition of Riba and its
Contemporary Interpretation. Leiden, Netherlands: E.J.Brill.
Universitas Sumatera Utara
38
Musayarakah Al-Wujuh, yaitu kerjasama yang dilakukan dua orang atau lebih
yang tidak punya modal sama sekali dan mereka melakukan suatu pembelian dengan
kredit serta menjualnya dengan harga tunai, sedangkan keuntungan yang diperoleh
dibagi bersama.
Musyarakah Al-Abdan, yaitu kerjasama yang dilakukan oleh dua pihak untuk
menerima suatu perkerjaan, seperti pandai besi, servis alat-alat elektronik, laundry,
dan tukang jahit. Hasil yang diterima dari pekerjaan itu dibagi bersama dengan
kesepakatan mereka berdua.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN UMUM PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
A. Perbankan Di Indonesia
1.
Pengertian
Bank dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Untuk itu sebagai gambaran
umum, berikut dikutip beberapa pendapat tentang pengertian bank, antara lain :
Definisi bank menurut Undang-Undang No.10 tahun 1998 pada Pasal 1 (butir
2), bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Menurut A.Abdurrachman, mengemukakan :
“Perbankan (banking) pada umumnya ialah kegiatan-kegiatan dalam menjualbelikan mata uang, surat efek dan instrumen-instrumen yang dapat
diperdagangkan. Penerimaan deposito, untuk memudahkan penyimpanannnya
atau mendapatkan bunga dan /atau pembuatan, pemberian pinjaman-pinjaman
dengan atau tanpa barang-barang tanggungan, penggunaan uang tanggungan,
penggunaan uang yang ditempatkan atau diserahkan untuk disimpan,
pembelian, penjualan, penukaran, atau penguasaan atau penahanan alat
pembayaran, instrumen yang dapat diperdagangkan, atau benda-benda lainya
yang mempunyai nilai moneter secara langsung sebagai kegiatan moneter”.10
Menurut OP.Simorangkir mengemukakan :
“Bank merupakan salah satu badan usaha lembaga keuangan yang bertujuan
memberikan kredit dan jasa-jasa. Adapun pemberian kredit itu dilakukan baik dengan
modal sendiri atau dengan dana-dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga maupun
dengan jalan memperedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral”.11
Defenisi, pengertian, dan cakupan kegiatan operasional bank sebagaimana
diatur oleh ketentuan yang berlaku dapat bervariasi antara satu negara dengan negara
10
Abddurrachman, Seluk-beluk Bank Indonesia, Perbanas, Jakarta, 1998, hal.10
Universitas Sumatera Utara
17
yang lain. Meskipun demikan terdapat kesamaan sifat-sifat dasar dari suatu bank.
Sifat-sifat tersebut adalah memiliki kewajiban yang harus dibayar pada setiap saat
apabila ditagih (yaitu dana-dana yang disimpan oleh masyarakat) sebagaimana
terlihat pada sisi pasiva neraca dan memiliki harta yang tidak likuid yang
penilaiannya tidak mudah dan berjangka waktu lebih lama dibandingkan dengan
kewajiban yang dimiliki.
Dalam pembicaran sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan yang
kegiatan utamanya menerima simpanan, kemudian bank juga dikenal sebagai tempat
untuk meminjam uang (kredit) bagi mesyarakat yang membutuhkannya. Di samping
itu bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukar uang, memindahkan uang atau
menerima segala macam bentuk pembayaran dan setoran.12
Bank adalah lembaga keuangan yang tugas pokoknya mengumpulkan dana
dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat (financial
intermediary), selain itu, bank juga memberikan jasa-jasa keuangan dan pembayaran
lainnya. Dengan demikian, ada dua peranan penting yang dimainkan oleh bank, yaitu
sebagai lembaga penyimpan dana masyarakat dan sebagai lembaga penyedia dana
bagi masyarakat dan atau bagi dunia usaha.13
Praktik perbankan didasarkan pada kepercayaan. Konsumen perbankan
khususnya nasabah bank penyimpan dana (deposan) percaya bahwa bank tidak saja
dapat mengamankan dana yang tersimpan tetapi juga dapat mengembangkan dana
11
OP. Simorangkir, Kamus Perbankan Inggris-Indonesia, PT.Rineka Cipta, Jakarta 1994,
hal.33.
12
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan lainnya , PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2000, hal.23.
Universitas Sumatera Utara
18
tersebut. Oleh karena itu sangat penting bagi pihak bank menjaga kerahasiaannya
terutama untuk kepentingan bank itu sendiri yang memerlukan kepercayaan
masyarakat sebagai penyimpan dana di masing-masing bank tersebut.14
Di samping itu lembaga perbankan dalam kegiatan operasionalnya didasarkan
prinsip kehati-hatian (prudential banking principle’s). Ketentuan tentang prinsip
kehati-hatian pada saat ini mengacu kepada standar internasional, dan untuk
mendorong berkembangnya perbankan sejak tahun 1995 yang menerapkan kebijakan
self regulatory banking. Dengan kebijakan tersebut, lembaga perbankan yang ada
diberikan kewenangan dan tanggung jawab untuk menetapkan kebijakan dan
prosedur operasional internal berdasarkan pada prinsip kehati-hatian.
Hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank mempunyai dampak
dominan yang dapat mempengaruhi kepercayaan terhadap bank lainnya, sehingga
perbankan secara keseluruhan akan mengalami kesulitan. Oleh karena itu kebutuhan
untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan usaha perbankan
mutlak diperlukan untuk menjaga kepercayaan masyarakat.15
Bank sebagai badan usaha lembaga kepercayaan masyarakat diupayakan agar
tetap berada dalam keadaan solvabilitas (solvency), baik dalam jangka pendek
maupun dalam jangka panjang. Bank seharusnya mampu membayar seluruh
kewajibannya kepada para nasabah penyimpan dana pada saat jatuh tempo, karena
13
Zulkarnain Sitompul, Problematika Perbankan, Books Terrace & Library, Grapindo,
Bandung, 2005, hal.217.
14
Djuhaendah Hasan, Transparansi Tingkat Kesehatan Bank, Grapindo Utama, Jakarta, 1996,
hal .47.
15
Maulana Ibrahim,S, Restrukturisasi Kelembagaan dan Efektifitas Upaya Penyehatan,
Majalah Pengembangan Perbankan, PT. Citra Adytia Bakti, Bandung,, 1998, hal 13.
Universitas Sumatera Utara
19
dengan diperolehnya laba atau keuntungan berarti bank dapat memberi deviden yang
wajar bagi pemilik bank itu sendiri. Untuk itu bank harus mempunyai kondisi
keuangan yang baik dengan kegiatan operasional yang berjalan dengan efisien.
Tercapainya kondisi keuangan lembaga perbankan yang baik sangat
ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal dari kegiatan dan keberadaan
organ suatu bank. Faktor internal, terutama meliputi aspek kualitas sumber daya
manusia (SDM), manajemen yang baik, modal yang cukup kuat, teknologi tinggi
keberadaan sistem dan prosedur operasional yang memadai.16 Faktor eksternal, antara
lain mencakup aturan-aturan hukum yang mendasari kegiatan operasional perbankan,
persaingan, keadaan ekonomi, serta perkembangan keadaan industri dan kebijakan
(policy) pemerintah.
2.
Dasar Hukum
Prinsip kepercayaan adalah suatu asas yang melandasi hubungan antara bank
dan nasabah. Bank berusaha dari dana masyarakat yang di simpan berdasarkan
kepercayaan. Sehingga dalam menjaga kepercayaan nasabah maka untuk kepentingan
nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko
kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank. Sesuai
Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang No.10 Tahun 1998.
Berdasarkan prinsip kepercayaan yang diberikan bank kepada nasabahnya
dan untuk melindungi konsumen serta tujuan hukum yang sebenarnya yaitu untuk
kemanfaatan
dan
keadilan,
maka
bank
diharapkan
dapat
melaksanakan
Universitas Sumatera Utara
20
kewenangannya sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Sebagaimana diketahui, industri perbankan menjalankan fungsi sebagai
penghimpun dan penyalur dana masyarakat, sehingga konsekuensinya menimbulkan
2 (dua) hubungan hukum, yaitu: pertama hubungan hukum antara bank (debitur) dan
nasabah penyimpan dana (kreditur), berupa perjanjian penyimpanan (perjanjian
simpanan) dana, dan kedua hubungan hukum antara bank (kreditur) dengan nasabah
peminjam dana (debitur) berupa perjanjian kredit bank (pembiayaan berdasarkan
prinsip Syariah). Di samping melakukan kegiatan usaha menghimpun dana dari
masyarakat dan kemudian menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat, industri
perbankan melakukan kegiatan pelayanan jasa bank lainnya yang merupakan bagian
dari kegiatan usaha yang lazim dilakukannya.17
Pihak-pihak yang menggunakan jasa bank di sini tidak hanya nasabah
penyimpan dana, melainkan pula nasabah pengguna jasa bank lainnya yang tidak
terkait dengan fungsi pokoknya sebagai wadah penghimpun dan penyalur dana
masyarakat, Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 angka 16 Undang-Undang
Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10
Tahun 1998, secara yuridis “nasabah” diartikan sebagai “pihak yang menggunakan
jasa bank”. Dalam pengertian nasabah disini, termasuk pula pihak yang tidak
memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan transaksi
keuangan (walk-in customer).
16
Djuhaendah Hasan, Transparansi Tingkat Kesehatan Bank, Grapindo, Jakarta, hal .12 .
Universitas Sumatera Utara
21
Secara sederhana, setiap orang yang menyimpan uangnya di bank disebut
dengan nasabah penyimpan.18 Sementara itu, secara yuridis disebutkan dalam
ketentuan Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998, bahwa yang dimaksud dengan
“Nasabah Penyimpan” adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank dalam
bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan.
Kalangan ahli hukum sejak beberapa tahun terakhir ini menganggap bahwa
hubungan hukum antara bank dan nasabah bukanlah hanya sekedar hubungan hukum
antara debitor dan kreditor semata, tetapi lebih dari itu. Hal ini disebabkan bank
mempunyai status yang unik di dalam masyarakat.19
Pada dasarnya usaha bank dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank
dengan masyarakat nasabah bank. Bank terutama bekerja dengan dana dari
masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan, sehingga setiap bank
perlu terus menjaga kesehatannya dengan tetap memelihara dan sekaligus
mempertahankan kepercayaan masyarakat padanya. Kemauan masyarakat untuk
menyimpan sebagian atau seluruh uangnya di bank, semata-mata dilandasi oleh
prinsip kepercayaan bahwa uangnya akan aman dan tetap akan dapat diperolehnya
kembali pada waktu yang diinginkan atau sesuai dengan yang diperjanjikan dan
disertai pemberian imbalan. Apabila kepercayaan nasabah penyimpan dana terhadap
17
Rachmadi Usman, Penyelesaian Pengaduan Nasabah dan Mediasi Perbankan, Persada,
Jakarta, hal 23.
18
Tan Kamelo 2 September 2006, “Karakter Hukum Perdata Dalam Fungsi Perbankan
melalui Hubungan antara Bank dengan Nasabah” Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar tetap dalam
Bidang Ilmu Hukum Perdata pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan, hal.77 .
19
Marulak Pardede, Likuidasi Bank dan Perlindungan Nasabah, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 1998, hal 23-24.
Universitas Sumatera Utara
22
suatu bank telah berkurang, maka tidak tertutup kemungkinan akan terjadi rush
terhadap dana yang disimpannya.20
Bentuk hubungan hukum antara bank nasabah penyimpan dana dapat terlihat
dari hubungan hukum yang muncul dari produk-produk perbankan, seperti deposito,
tabungan, giro dan sebagainya. Bentuk hubungan hukum tersebut tertuang dalam
bentuk perjanjian yang dibuat oleh bank yang bersangkutan dan syarat-syarat umum
yang harus dipatuhi oleh setiap nasabah bank penyimpan dana. Syarat-syarat tersebut
harus disesuaikan dengan produk perbankan yang ada, karena syarat dari suatu
produk perbankan tidak akan sama dengan syarat produk perbankan yang lain.
Bagi produk-produk perbankan seperti tabungan dan deposito, ketentuanketentuan dan syarat-syarat umum yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan dan
syarat-syarat
umum
hubungan
rekening
deposito
dan
rekening
tabungan.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 1 angka (5) UU Perbankan bahwa,
Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan
perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito,
tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Bahwa hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana adalah hukum
pinjam meminjam uang antara debitor (bank) dan kreditor (nasabah penyimpan dana)
yang dilandasi oleh asas kepercayaan. Dengan kata lain, bahwa menurut Undangundang Perbankan yang diubah, hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana
bukan sekedar hubungan kontraktual biasa antara debitor dan kreditor yang diliputi
oleh asas-asas umum dari hukum perjanjian, tetapi juga hubungan kepercayaan yang
20
Ibid , hal 83.
Universitas Sumatera Utara
23
diliputi asas kepercayaan. Secara singkat Undang-Undang mengakui bahwa
hubungan antara bank dan nasabah penyimpan dana adalah hubungan kepercayaan
yang membawa konsekuensi bank tidak boleh hanya memperhatikan kepentingan
sendiri semata-mata, tetapi juga harus memperhatikan kepentingan nasabah
penyimpan dana.
3.
Fungsi Dan Usaha Bank
Berdasarkan definisi bank di atas dapat dilihat bahwa kegiatan menghimpun
dana dari masyarakat merupakan tugas dan fungsi bank yang utama dan mempunyai
tujuan yang mulia, yaitu meningkatkan taraf hidup rakyat banyak atau
menyejahterakan masyarakat. Hal yang sama diatur pula dengan tegas dalam Pasal 3
dalam Undang-Undang Perbankan yang menyatakan bahwa fungsi utama perbankan
Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.
Perbankan nasional berfungsi sebagai sarana pemberdayaan masyarakat dan
seluruh kekuatan ekonomi nasional, terutama pengusaha kecil, menengah dan
korporasi. Untuk mencapainya perbankan Indonesia harus memiliki komitmen.
Komitmen ini oleh Nyoman Moena diterjemahkan ke dalam bahasa perbankan, yaitu
perbankan Indonesia berfungsi sebagai :
1. Lembaga kepercayaan
2. Lembaga pendorong pertumbuhan ekonomi
3. Lembaga pemerataan.
Jika diterjemahkan ke dalam bentuk-bentuk tanggung jawab, maka bentukbentuk tanggung jawab perbankan, adalah :
Universitas Sumatera Utara
24
1. Tanggung jawab prudential (bank harus sehat)
2. Tanggung jawab komersial (bank harus untung)
3. Tanggung jawab finansial (bank harus transparan)
4. Tanggung jawab sosial (kemampuan mengakomodir harapan stake holderes
secara adil).21
Sedangkan menurut Heru Soepraptomo, sebagai agen dari pembangunan,
bank diharapkan dapat memberikan kontribusi pada usaha meningkatkan tabungan
nasional, menumbuhkan kegiatan-kegiatan usaha meningkatkan tabungan nasional,
menumbuhkan
kegiatan
usaha
dan
meningkatkan
alokasi
sumber-sumber
perekonomian.22
Lebih lanjut telah diketahui bahwa fungsi utama perbankan Indonesia adalah
sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Berdasarkan 2 (dua) fungsi
utama bank, yaitu : fungsi pengerahan dana dan fungsi penyaluran dana, maka
terdapat 2 hubungan hukum antara bank dengan nasabahnya yaitu hubungan hukum
antara bank dengan nasabah bank penyimpan dana (nasabah kreditur) dan hubungan
hukum antara bank dengan nasabah debitur.23
Dilihat dari fungsinya pula, berbagai macam defenisi tentang bank itu dapat
dikelompokkan menjadi tiga :
21
Nyoman Moena, Rangkuman Sajian Analisi Efisiensi dan Efektivitas Hukum
Perbankan, Makalah pada pertemuan Ilmiah BPHN, Desember 1996, hal. 1-2.
22
Heru Soepraptomo, Analisis Ekonomi terhadap Hukum Perbankan, makalah pada
pertemuan Ilmiah tentang Analisis Ekonomi terhadap Hukum dalam Menyongsong
Era Globalisasi, BPHN – Departemen Kehakiman, Jakarta, 10-11 Desember 1996,
hal. 1.
Universitas Sumatera Utara
25
1. Bank dilihat sebagai penerima kredit. Dalam pengertian pertama bank
menerima uang serta dana-dana lainnya dari masyarakat dalam bentuk :
a.
Simpanan atau tabungan biasa yang dapat diminta / diambil setiap saat.
b. Deposito berjangka, yang merupakan tabungan atau simpanan yang
penarikannya kembali hanya dapat dilakukan setelah jangka waktu yang
ditentukan habis.
c.
Simpanan dalam rekening koran/giro atas nama si penyimpan giro, yang
penarikannya hanya dapat dilakukan dengan menggunakan cek, bilyet
giro atau perintah tertulis kepada bank, pengertian pertama ini
mencerminkan bahwa bank melaksanakan operasi perkreditan secara
pasif dengan menghimpun uang dari pihak ketiga.
2. Bank dilihat sebagai pemberi kredit, ini berarti bahwa bank melaksanakan
operasi perkreditan secara aktif . Menurut Mac Leod, bank is a shop for the
sale of credit. Rumusan yang sama diberikan oleh R.G. Hawtrey, yang
mengatakan bahwa “banking are merely dealers in credit” Jadi fungsi bank
terutama dilihat sebagai pemberi kredit, tanpa mempermasalahkan apakah
kredit itu berasal dari deposito atau tabungan yang diterimanya atau
bersumber pada penciptaan kredit yang dilakukan oleh bank itu sendiri.
3. Bank dilihat sebagai pemberi kredit bagi masyarakat melalui sumber yang
berasal dari
modal sendiri,
simpanan/tabungan
masyarakat
maupun
23
Romny Sautma Hotma Bako, Hubungan Bank dan Nasabah Terhadap Produk Tabungan Dan
Deposito (Suatu Tinjauan Hukum Terhadap Perlindungan Deposan Di Indonesia Dewasa ini), PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995, hal.32.
Universitas Sumatera Utara
26
penciptaan uang bank. Fungsi ketiga ini selaras dengan pendapat yang
dikemukakan oleh G.M. Verryn Stuart.24
Prinsip rahasia bank menjadi sangat penting dijaga dalam industri perbankan,
karena prinsip tersebut merupakan jiwa dari industri perbankan.25 Prinsip rahasia
bank adalah suatu prinsip yang mengharuskan atau mewajibkan bank untuk
merahasiakan segala sesuatu yang berhubungan dengan keuangan dan lain-lain dari
nasabah bank yang menurut kelaziman dunia perbankan (wajib) dirahasiakan.
Kerahasiaan bank ini diperlukan untuk kepentingan bank sendiri, yang memerlukan
kepercayaan masyarakat yang menyimpan uangnya di bank. Masyarakat akan
mempercayakan uangnya pada bank atau memanfaatkan jasa bank apabila dari bank
ada jaminan bahwa pengetahuan bank tentang simpanan dan keadaan keuangan
nasabah tidak akan disalahgunakan, karena itulah, maka bank harus memegang teguh
prinsip rahasia bank.
Stabilitas sistem keuangan akan dapat goyah jika bank tidak menganut prinsip
kerahasiaan ini, jika identitas atau keberadaan nasabah dan simpanannya atau
rekeningnya tanpa alasan hukum yang kuat begitu mudah diterobos oleh pihak yang
tidak berkepentingan dengan rekening atau dibocorkan kepada pihak yang tidak
berkepentingan, dampaknya sudah dapat dipastikan bahwa pemilik rekening akan
merasa privasinya akan terganggu. Dapat dipastikan jika nasabah tersebut merasa
tidak aman lagi berkaitan dengan harta milik yang disimpan di suatu bank tertentu, ia
24
25
G.M. Verryn Stuart, Pengertian Bank dan Lembaga Keuangan, Bank Politik, subbab 1.1.
Thomas Suyatno, Kelembagaan Perbankan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Bandung, 1993, hal. 2-3.
Universitas Sumatera Utara
27
akan memindahkannya ke sarana investasi atau sarana penyimpanan yang lain yang
dirasa lebih menjanjikan keamanan.
Dalam Undang-Undang Perbankan tidak ditemui ketentuan yang mengatur
secara tegas perihal hubungan hukum antara bank dan nasabahnya. Akan tetapi dari
beberapa ketentuan dalam Undang-undang Perbankan dapat disimpulkan, bahwa
hubungan hukum anatar bank dan nasabah diatur dalam suatu perjanjian. Hal ini
dapat disimpulkan antara lain dari Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Perbankan No.10
Tahun 1998 yang mengemukakan.“Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh
masyarakat kepada bank berdasarkan perjanjian penyimpanan dan dalam bentuk giro,
deposito, sertifikat deposito, tabungan dan/atau untuk lainnya yang dipersamakan
dengan itu”.
Dari ketentuan diatas semakin menguatkan argumentasi bahwa hubungan
hukum antara bank dengan nasabah mengacu kepada hukum perjanjian. Adapun yang
dimaksud dengan perjanjian adalah suatu peristiwa, seseorang berjanji kepada
seorang lain atau dua orang itu saling berjanji untuk melakukan sesuatu.
Bagaimana halnya hubungan antara bank dengan nasabah? Dalam praktik,
pada umumnya bank telah membuat formulir tersendiri. Dalam formulir tersebut telah
tertera segala persyaratan-persyaratan yang harus ditentukan oleh bank. Inilah yang
oleh para ahli hukum disebut dengan perjanjian baku artinya perjanjian yang isinya
telah dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir.26 Jika demikian halnya,
apabila dilihat dari sudut pandang kontrak standar, bagi nasabah hanya ada dua
Universitas Sumatera Utara
28
pilihan yakni menyetujui atau tidak menyetujui terhadap persyaratan yang telah
ditentukan oleh bank, seperti yang telah tertera dalam kontrak standar.
B.
Perbankan Syariah Di Indonesia
1.
Pengertian menurut undang-undang Perbankan Syariah
Bank Syariah merupakan lembaga perbankan yang dijalankan dengan prinsip
syariah. Dalam setiap aktivitas usahanya, bank syariah selalu menggunakan hukumhukum Islam yang tercantum di dalam Al-Qur’an dan Hadist. Berbeda dengan bank
konvensional yang mengandalkan sistem bunga, bank syariah lebih mengutamakan
sistem bagi hasil, sistem sewa, dan sistem jual beli yang tidak menggunakan sistem
riba sama sekali, adapun pengertian bank syariah menurut para ahli yaitu :
Menurut Siamat Dahlam, bank syariah merupakan bank yang menjalankan
usaha perbankan dengan berdasar ataupun memperhatikan prinsip-prinsip syariah
yang tertuang di dalam Al-Qur’an dan Hadist.27
Menurut Scahik, pengertian bank syariah adalah suatu bentuk dari bank
modern yang berlandaskan hukum-hukum agama Islam, yang dikembangkan pada
abad pertengahan Islam dengan jalan menggunakan konsep bagi hasil dan bagi resiko
sebagai sistem utama dan menghapuskan sistem keuangan yang dilandasi dengan
anggapan kepastian keuntungan yang telah ditentukan sebelumnya.28
Menurut Sudarsono, bank syariah merupakan salah satu lembaga keuangan
negara yang memberikan kredit dan jasa-jasa perbankan lainnya di dalam lalu lintas
26
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, PT. Citra Aditiya, Bandung, 1993,
hal, 48.
Universitas Sumatera Utara
29
pembayaran dan peredaran uang yang beroperasi dengan berdasarkan prinsip-prinsip
agama Islam atau pun prinsip syariah.29
Menurut Perwataatmadja, pengertian bank syariah adalah bank yang
beroperasi dengan mengikuti prinsip-prinsip syariah ataupun Islami yang tata cara
pelaksanaannya didasarkan pada ketentuan Al-Qur’an dan Hadist.30
Bahwa yang dinamakan bank syriah adalah lembaga keuangan yang
memberikan segala macam kredit dan jasa keuangan lainnya dalam lalu lintas
peredaran dan pembayaran uang yang menjalankan sistemnya dengan aturan dan
prinsip islam.
Bank yang menjalankan fungsi dan sistemnya dengan menggunakan prinsip
dan aturan-aturan Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan sunnah, mengemukakan
bahwa yang dinamakan bank syariah adalah lembaga keuangan yang menjalankan
usahanya berlandaskan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam yang berpedoman kepada
alquran dan hadits.
Bahwa bank syariah adalah suatu bentuk bank modern yang berlandaskan
pada hukum ajaran Islam, yang dikembangkan pada pertengahan abad Islam, dengan
menggunakan konsep bagi hasil dan resiko sebagai sistem utama dan meniadakan
sistem keuangan yang berlandasan pada keuntungan dan keastian yang telah
ditentukan sebelumnya.
27
Siamat Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan, Lembaga penerbit Fakultas Ekonomi
Indonesia, Jakarta, 1999, hal 14.
28
Scahik, Metode Studi Islami, PT. Cita Aditiya, Bandung 1993, hal 45.
29
Sudarsono, Hukum Islam di Indonesia,PT.Remaja Rosda Karta,Bandung, 1998, hal 23.
30
Perwataatmadja, Tarikh Alfiqi Islami, Gramedia, Jakarta, 1999, hal 35.
Universitas Sumatera Utara
30
2.
Sejarah
Perbankan syariah, ialah suatu lembaga keuangan yang menggunakan sistem
dan aturan-aturan Islam. Alasan berdirinya Bank syariah adalah banyaknya umat
Islam yang ingin menggunakan jasa keuangan yang terbebas dari riba, sehingga
didirikanlah lembaga keuangan yang tidak menggunakan sistem-sistem ribawi.
Berdirinya bank syariah sendiri, pertama kali diperkasai oleh Majelis Ulama
Indonesia (MUI) yang mewakli suara umat Islam di Indonesia pada tanggal 18-20
Agustus 1990.
Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase yakni meliputi sengketa di
bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan
perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. Sedangkan
sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang
menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian.
Sebagaimana di ketahui bahwa setelah keluarnya Undang-undang Nomor 3
tahun 2006, Peradilan Agama mendapatkan kewenangan baru dalam menangani
perkara ekonomi syariah. Dengan adanya kewenangan ini tentu saja memberikan
tantangan baru terhadap Pengadilan Agama, terutama para hakim yang secara
langsung memeriksa dan mengadili perkara-perkara tersebut. Hakim tidak boleh
menolak untuk memeriksa perkara dengan dalih hukumnya tidak jelas, karena hakim
dianggap tahu akan hukum (ius curia novit), sehingga apapun permasalahan yang
diajukan kepadanya maka hakim wajib mencarikan hukumnya. Ia wajib menggali
nilai-nilai hukum yang hidup di masyarakat (living law), hakim berperan sebagai
Universitas Sumatera Utara
31
penemu hukum (mujtahid) dan tidak diperkenankan hanya sebagai corong undangundang (la bouche de la loi).
Berbagai opini terlontar kepada para hakim Pengadilan Agama atas
kemampuan dan kapabilitasnya dalam menangani perkara ekonomi syariah.
Walaupun para hakim Pengadilan Agama rata-rata sarjana syariah tapi banyak yang
menganggap kemampunnya masih rendah di banding dengan perkara-perkara bidang
perkawinan, waris, wasiat dan hibah. Bukti dari anggapan tersebut adalah sangat
sedikitnya kasus ekonomi syariah yang diselesaikan di Pengadilan Agama, walaupun
kewenangan tersebut telah ditetapkan sejak tahun 2006.
Sudah menjadi kodrat bahwa setiap orang ingin mendapat perlakuan dan
penghargaan dari pihak lain terutama perlakuan adil dan manusiawi, terlebih jika
menghadapi masalah atau kesulitan sosial dalam bentuk sengketa. Manusia memiliki
kebutuhan dasar yang berupa kebutuhan fisiologis, rasa aman, rasa memilki dan
dimiliki, rasa kasih sayang, penghargaan dan aktualisasi diri serta kebutuhan akan
pertumbuhan. Oleh karena itu, ia membutuhkan bantuan dan pelayan dari suatu pihak
yang dapat menyelesaikan sengketanya, yang salah satunya adalah pengadilan.
Pengadilan merupakan tumpuan harapan terakhir pencari keadilan atau para
pihak yang bersengketa. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,
pengadilan mempunyai tugas utama, yaitu memberikan perlakuan yang adil dan
manusiawi kepada pencari keadilan, memberi pelayanan yang simpatik dan bantuan
yang diperlukan, memberikan penyelesaian perkara secara efektif, efisien, tuntas dan
final sehingga memuaskan kepada pihak-pihak yang bersengketa dan
masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
32
Bahwa ajaran Islam melalui kekuasaan (legislasi) semakin tumbuh, terutama
penerapan sistem ekonomi syariah. Perekonomian berbasis syariah telah diakui telah
mengalami perkembangan pesat. Hal tersebut, menuntut adanya perubahan di
berbagai bidang, terutama berkenaan dengan peraturan perundang-undangan yang
mengatur ihwal ekonomi dan keuangan. Lebih dari itu, juga berimplikasi pada
peraturan perundang-undangan yang mengatur institusi lain, misalnya lembaga
peradilan
3.
Prinsip-Prinsip
Tidak hanya kegiatan yang bersifat konvensional, bank umum juga
melakukan kegiatan yang bersifat syariah. Bank syariah diatur dalam UndangUndang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Bank
syariah menjalankan kegiatan berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain
tentang penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha. Bank syariah dapat
dibedakan menjadi bank umum syariah dan bank perkreditan rakyat syariah (BPRS).
Berikut penjelasan prinsip-prinsip bank syariah.
Prinsip bagi hasil, merupakan persekutuan antara dua pihak atau lebih dalam
kegiatan usaha yang tiap-tiap pihak berhak atas keuntungan dan bertanggung jawab
atas segala kerugian yang terjadi. Produknya adalah mudharabah, al muzaraah, dan
al musaqat.
Prinsip pengambilan keuntungan, dalam ketentuan Islam pengambilan
keuntungan dilakukan dengan kegiatan jual/beli, yaitu proses penukaran barang
Universitas Sumatera Utara
33
dengan uang. Dalam hal ini tiap-tiap pihak memenuhi syarat ikhlas dan tidak ada
pihak yang merasa dizalimi, produknya adalah murabahah.
Prinsip sewa, untuk menentukan harga sewa dan jangka waktu yang disewa,
penyewa dari pihak yang menyewakan dapat membuat kesepakatan. Dalam
menerapkan prinsip sewa, bank syariah dapat memberikan kredit kepemilikan aset.
Prinsip pengambilan manfaat (fee), Al kafalah, yaitu produk pengambilan
manfaat berupa fee dari nasabah dan pihak ketiga, atau jasa yang diberikan. Pada
bank konvensional dikenal dengan garansi bank. Selain itu, al wakalah, yaitu bank
berperan sebagai pihak yang mewakili nasabah untuk dan atas nama nasabah yang
melakukan transaksi.
Prinsip biaya administrasi, biaya administrasi dalam perbankan syariah adalah
biaya yang diberikan oleh bank syariah ketika memberikan bantuan kepada nasabah
dalam bentuk pinjaman lunak. Tetapi tidak ada pembagian hasil melainkan
pengembalian pokok pinjaman. Pengurusan biaya notaris, biaya materai, dan biaya
peninjau proyek, serta biaya administrasi dibebankan kepada nasabah. Keberadaan
bank syariah sebagai upaya membantu masyarakat yang membutuhkan layanan
perbankan secara syariah. Layanan ini hendaknya kita syukuri dengan cara
memanfaatkan produk perbankan syariah.
Prinsip dasar operasional perbankan syariah, Sistem perbankan syariah adalah
sistem perbankan yang menerapkan prinsip bagi hasil yang saling menguntungkan
bagi bank dan nasabah. Sistem perbankan syariah yang dalam pelaksanaannya
berlandaskan pada syariah (hukum) Islam, menonjolkan aspek keadilan dan kejujuran
dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan
Universitas Sumatera Utara
34
dan persaudaraan dalam berproduksi dan menghindari kegiatan spekulatif dari
berbagai transaksi keuangan. Afzalur Rahman dalam bukunya Islamic Doctrine on
Banking and Insurance (1980) berpendapat bahwa prinsip perbankan syariah
bertujuan membawa kemaslahatan bagi nasabah, karena menjanjikan keadilan yang
sesuai dengan syariah dalam sistem ekonominya.31 Lebih jauh lagi, kemanfaatannya
akan dinikmati tidak hanya oleh umat Islam saja, tetapi dapat membawa
kesejahteraan semua kalangan masyarakat (rahmatan lil alamin).
Prinsip perbankan syariah sistem ekonomi Islam akan menjadi dasar
beroperasinya Bank Syariah yang paling menonjol adalah tidak mengenal konsep
bunga uang dan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk tujuan komersial Islam
tidak mengenal peminjaman uang tetapi adalah kemitraan/kerjasama (mudharabah
dan musyarakah) dengan prinsip bagi hasil, sedang peminjaman uang hanya
dimungkinkan untuk tujuan sosial tanpa adanya imbalan apapun.
Di dalam
menjalankan operasinya, Bank Syariah memiliki fungsi :
1. Sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi atas dana-dana yang
dipercayakan oleh pemegang rekening investasi / deposan atas dasar prinsip
bagi hasil sesuai dengan ketentuan syariah dan kebijakan investasi bank.
2. Sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki oleh pemilik dana
(sahibul maal) sesuai dengan arahan investasi yang dikehendaki oleh pemilik
dana (dalam hal ini bank bertindak sebagai manajer investasi).
31
Afzalur Rahman, Islamic Doctrine on Banking and Insurance (London: Muslim Trust) Company,
1980.
Universitas Sumatera Utara
35
3. Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembayaran dan jasa-jasa lainnya sesuai
dengan prinsip syariah.32
Prinsip Mudharabah adalah perjanjian antara dua pihak di mana pihak
pertama sebagai pemilik dana (sahibul maal) dan pihak kedua sebagai pengelola dana
(mudharib) untuk mengelola suatu kegiatan ekonomi dengan menyepakati nisbah
bagi hasil atas keuntungan yang akan diperoleh, sedangkan kerugian yang timbul
adalah risiko pemilik dana kecuali mudharib melakukan kesalahan yang disengaja,
lalai atau menyalahi perjanjian. Berdasarkan kewenangan yang diberikan kepada
mudharib maka mudharabah dibedakan menjadi :
Mudharabah mutlaqah, di mana mudharib diberikan kewenangan sepenuhnya
untuk menentukan pilihan investasi yang dikehendaki.
Mudharabah muqayyaddah, di mana arahan investasi ditentukan oleh pemilik
dana sedangkan mudharib bertindak sebagai pelaksana/pengelola.
Prinsip Wadi’ah adalah titipan di mana pihak pertama menitipkan dana atau
benda kepada pihak kedua selaku penerima titipan dengan konsekuensi titipan
tersebut sewaktu-waktu dapat diambil kembali, di mana penitip dapat dikenakan
biaya penitipan. Berdasarkan kewenangan yang diberikan maka wadiah dibedakan
menjadi :
1. Wadi’ah
Yad
Dhamanah,
yang
berarti
penerima
titipan
berhak
mempergunakan dana/barang titipan untuk didayagunakan tanpa ada
Khursid Ahmad, Islamic Finance and Banking: The Challenge of the 21st Century, Islamic Banking
and Finance: The Concept, The Practice and The Challenge (Plainfield: The Islamic Society of North
America, 1999).
32
Universitas Sumatera Utara
36
kewajiban penerima titipan untuk memberikan imbalan kepada penitip dengan
tetap pada kesepakatan dapat diambil setiap saat diperlukan, contoh Giro,
Tabungan, Deposito.
2. Wadi’ah Amanah tidak memberikan kewenangan kepada penerima titipan
untuk mendayagunakan barang/dana yang dititipkan, contoh Safe Deposite
Box (SDB).
3. Murabahah, akad jual beli antara dua belah pihak di mana pembeli dan
penjual menyepakati harga jual yang terdiri dari harga beli ditambah ongkos
pembelian dan keuntungan bagi penjual. Nasabah membayar harga barang
pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
4. Salam, pembelian barang dengan pembayaran dimuka dan barang di serahkan
kemudian
5. Ishtisna, pembelian barang melalui pesanan dan diperlukan proses untuk
pembuatannya sesuai dengan pesanan pembeli dan pembayaran dilakukan
sesuai dengan kesepakatan.33
Suatu barang dalam waktu tertentu dengan pembayaran sewa (ujrah), tanpa
diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri, bila terdapat kesepakatan
pengalihan pemilikan pada akhir masa sewa disebut Ijarah mumtahiyah bit tamlik
(IMBT).
Wakalah pelimpahan kekuasaan oleh satu pihak kepada pihak lain dalam halhal yang boleh diwakilkan. Kafalah Jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafiil)
33
Syafi'i Antonio, Muhammad (2001). Bank Syariah, Dari Teori ke Praktik, penyunting Dadi M.H.
Basri, Farida R. Dewi, Cet. 1, Jakarta: Gema Insani Press. ISBN 979-561-688-9.
Universitas Sumatera Utara
37
kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung
(makfuul ‘anhu, ashil), dan penanggung dapat menerima imbalan (fee) sepanjang
tidak memberatkan. Sharf Transaksi jual beli mata uang, baik antar mata uang sejenis
maupun antar mata uang berlainan jenis dengan penyerahan segera/spot berdasarkan
kesepakatan harga sesuai dengan harga pasar pada saat pertukaran.
Prinsip kebajikan yaitu penerimaan dan penyaluran dana kebajikan dalam
bentuk zakat infaq shodaqah (ZIS) dan lainnya, serta penyaluran qardul hasan yaitu
penyaluran dalam bentuk pinjaman untuk tujuan menolong golongan miskin dengan
penggunaan produktif tanpa diminta imbalan kecuali pengembalian pokok hutang.
Musyarakah adalah akad kerjasama atau pencampuran antara dua pihak atau
lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan
kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai dengan nisab yang disepakati
dan resiko akan ditanggung sesuai dengan porsi kerjasama.34
Musyarakah Muwafadhah, yaitu kerjasama dua orang atau lebih pada suatu
obyek dengan syarat tiap-tiap pihak memasukkan modal yang sama jumlahnya serta
melakukan tindakan hukum (kerja) yang sama, sehingga tiap-tiap pihak dapat
melakukan perbuatan hukum atas nama orang-orang yang bekerjasama itu.
Musyarakah Al-Inan, kerjasama dalam modal dalam suatu perdagangan yang
dilakukan dua orang atau lebih dan keuntungan dibagi bersama dengan jumlah modal
yang tidak harus sama porsinya.
34
Saeed, Abdullah. (1996). Islamic Banking and Interest: A Study of the Prohibition of Riba and its
Contemporary Interpretation. Leiden, Netherlands: E.J.Brill.
Universitas Sumatera Utara
38
Musayarakah Al-Wujuh, yaitu kerjasama yang dilakukan dua orang atau lebih
yang tidak punya modal sama sekali dan mereka melakukan suatu pembelian dengan
kredit serta menjualnya dengan harga tunai, sedangkan keuntungan yang diperoleh
dibagi bersama.
Musyarakah Al-Abdan, yaitu kerjasama yang dilakukan oleh dua pihak untuk
menerima suatu perkerjaan, seperti pandai besi, servis alat-alat elektronik, laundry,
dan tukang jahit. Hasil yang diterima dari pekerjaan itu dibagi bersama dengan
kesepakatan mereka berdua.
Universitas Sumatera Utara