MENGHITUNG RISIKO SUKU BUNGA REPRICING M
MENGHITUNG RISIKO SUKU BUNGA (REPRICING MODEL)
Kita telah mengetahui bahwa, Bank sebagai LKI (lembaga keuangan intermediasi)
antara lain mempunyai fungsi yang disebut sebagai transformasi assets, yaitu membeli
primary securities berupa surat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan atau pemerintah
seperti obligasi (bonds), saham (equities) dan surat-surat hutang lainnya (notes) atau jenisjenis assets yang lain. Untuk membiayai kegiatan pembelian surat berharga tersebut, bank
mengeluarkan apa yang disebut sebagai secondary securities seperti deposito, tabungan serta
produk-produk lain, yang tidak lain sebagai hutang kepada pihak ketiga.
Dilihat dari karakteristik lembaga transformer, neraca LKI pada umumnya
menunjukkan jangka waktu assets yang berupa surat-surat berharga serta pinjaman lebih
panjang dari jangka waktu liabilitasnya yang berupa deposito, tabungan serta rekening giro.
Situasi demikian itu disebut sebagai mismatch the maturities antara asset dan liabilitasnya
dan itu berarti terciptanya risiko suku bunga, yaitu kerugian dapat terjadi apabila suku bunga
berubah.
Suku bunga ada yang tetap (fixed rate) dan ada yang mengambang (variable rate). Suku
bunga mengambang artinya tingkat bunganya akan di tentukan kembali secara periodik,
misalnya kredit dengan jangka waktu dua tahun dan bunganya akan ditinjau setiap 3 bulan
artinya meskipun kredit belum jatuh tempo namun kalau bunga pasar cenderung menurun,
maka bunga kredit dapat diturunkan pada periode tiga bulanan. Dalam hal deposito satu tahun
berbunga 5% maka selama jangka waktu tersebut bunganya tidak akan berubah meskipun
bunga pasar berubah. Pada saat jatuh tempo (due) tingkat bunganya akan ditinjau kembali
bila deposito diperpanjang, naik turun atau tetap tergantung pada situasi saat due tersebut.
Selama satu tahun periode deposito tersebut bunganya tidak berubah (fixed) yaitu 5%, namun
kalau ditinjau dalam kurun waktu 2 tahun maka bunganya akan menjadi mengambang atau
variable. Ini mengandung pengertian bahwa, pembedaan antara fixed dan variable rate
menjadi tidak berarti tanpa adanya ketentuan jangka waktunya secara jelas. (Bessis, p.152).
Ada beberapa system yang dapat dipakai untuk mengukur pengaruh perubahan suku
bunga terhadap pendapatan serta nilai ekonomisnya dalam suatu gap antara assets dan
liabilitas sebuah LKI. Salah satu system yang dipergunakan adalah Repricing Model.
REPRICING MODEL
Repricing Model atau juga sering disebut sebagai funding gap merupakan suatu analisa
pendapatan serta biaya dana (pendapatan bunga neto) dalam satu periode tertentu dengan
menggunakan data historis atau nilai buku. Ada beberapa pengertian yang perlu difahami
untuk mempermudah pemahamannya, yaitu:
o Interest rate gap merupakan ukuran standar eksposur neraca terhadap risiko suku bunga. Ada
dua type gap yaitu:
Interest ‘variable rate gap’ dalam satu kurun waktu, adalah perbedaan antara seluruh interest
sensitive assets dan interest sensitive liabilities dalam neraca. Suku bunga ditentukan ulang
dalam periode tersebut; disini ada banyak interest rate gap sesuai dengan banyaknya suku
bunga yang berlaku.
Sedangkan interest ‘fixed rate gap’ adalah perbedaan antara nilai seluruh assets dan liabilities
dalam neraca dimana suku bunganya tetap selama periode yang berlaku; disini hanya ada satu
fixed rate gap. (Bessis, p.164,165)
o Rate Sensitivity adalah sensitivitas atau kepekaan terhadap perubahan suku bunga.
o Rate Sensitivity Asset (RSA) atau Rate Sensitivity Liability (RSL) adalah kepekaan asset atau
liabilitas dalam satu kelompok (bucket) yang ditentukan terhadap perubahan suku bunga.
Assets dan liabilitas tersebut dinilai ulang (repriced or changed) sesuai atau mendekati bunga
pasar untuk suatu kurun waktu tertentu dimasa depan.
Pada umumnya kelompok atau bucket yang dipakai bank-bank komersial untuk penentuan
penghitungan repricing gaps-nya adalah:
2.
3.
4.
5.
1. maturities satu hari,
lebih dari satu hari sampai dengan 3 bulan,
lebih dari 3 bulan sampai dengan 6 bulan,
lebih dari 6 bulan sampai dengan 1 tahun,
lebih dari 1 tahun sampai dengan 5 tahun serta
6. di atas 5 tahun.
Dalam setiap kelompok di perbandingkan pengaruh perubahan suku bunga pada assets dan
liabilitasnya, misalnya pada kelompok 2 yaitu ‘lebih dari satu hari sampai dengan yang
berjangka waktu 3 bulan’, ada asset dan liabilitas apa saja dan semua dilakukan penerapan
suku bunga yang berlaku di pasar. Setelah di rekapitulasikan, maka dihitung berapa bunga
yang di terima dari pengembangan assetsnya dan berapa bunga yang harus di bayarkan
sebagai biaya dana. Dari perhitungan tersebut akan terlihat apakah pendapatan bunga neto
(net interest income) meningkat, menurun atau tetap.
Pendekatan menggunakan repricing gap akan memudahkan penerapannya. Bank menghitung
gap untuk setiap maturity bucket dengan cara menghitung rate sensitivity masing-masing
asset (RSA) dan masing-masing liability (RSL) dari neracanya. Mari kita lihat contoh
repricing gap sebagai berikut:
Tabel A (milyar Rp)
Bucket
1)
2)
3)
4)
5)
6)
1-hari
>1 hari – 3 bulan
>3 bulan – 6 bulan
>6 bulan -12 bulan
>1 tahun-5 tahun
>5 tahun
Assets
30
40
70
90
40
Liabilities
40
50
85
70
30
10
-10
-15
+20
+10
5
Gap
-10
Cummulative Gap
-10
-20
-35
-15
- 5
+ 5
0
- Apabila perubahan suku bunga terjadi pada instrumen yang berjangka waktu antara 3 bulan –
6 bulan, maka yang akan terkena dampaknya adalah bucket 3), di sini terlihat Asset = Rp70
milyar, Liabilitas =Rp 85 milyar dan negative gap Rp15 milyar. Dengan kenaikan suku bunga
(i), menyebabkan kenaikan cost > kenaikan revenue dan ini merupakan refinancing risk, yaitu
risiko akibat kenaikan biaya saat dilakukan penyesuaian suku bunga pasar lebih besar
dibandingkan kenaikan pendapatannya.
Seandainya suku bunga naik 1%, maka
∆NII(3) = (- Rp15 milyar) × .01 = - Rp150,000,000.-. Ini artinya kenaikan suku bunga 1% akan
memengaruhi pendapatan neto (rugi sebesar Rp150 juta) pada kelompok 3), sedangkan
kelompok lainnya tidak terpengaruh.
- Situasi seperti ini (RSA < RSL) dapat dikatakan bahwa LKI tersebut memiliki more rate
sensitive liabilities than assets in this bucket. Sebaliknya bila
(RSA > RSL), LKI memiliki more rate sensitive assets than liabilities in that particular bucket
dan akan menimbulkan reinvestment risk yaitu penurunan suku bunga akan menyebabkan
penurunan pendapatan lebih besar dibandingkan penurunan biaya dananya sehingga NII
menurun.
Secara umum dapat dirumuskan menjadi:
Bila:
∆NIIi = perubahan net interest income di dalam ith bucket
GAPi = besarnya gap dalam Rp antara nilai buku dari RSAs dan RSLs in maturity bucket i
∆Ri = perubahan suku bunga yang memengaruhi Assets & Liabilities di dalam ith bucket,
maka:
∆NIIi = (GAPi) ∆Ri = (RSAi – RSLi) ∆Ri
(RSA>RSL) a positive gap, maka LKI dalam kondisi reinvestment risk dan rentan terhadap
penurunan suku bunga.
(RSA kenaikan interest expense.
2. Bila CGAP negatif, NII akan turun kalau i naik.
3. Semakin besar nilai CGAP, maka semakin besar pula kemungkinan untuk perubahan NII
(yaitu, semakin besar kenaikan atau penurunan dalam NII sebagai akibat interest revenue
relative terhadap interest expense). (Jadi semakin besar CGAP ratio semakin besar pula
perubahan NII).
Kesimpulan: 1. Dalam situasi suku bunga naik, usahakan CGAP positif
2. Dalam situasi suku bunga turun, usahakan CGAP negatif.
o Hubungan antara perubahan suku bunga dengan perubahan NII tersebut dinamakan CGAP
effect.
o Dari Tabel B di atas: Bila bunga naik 1% terhadap RSAs dan RSLs, maka perubahan NII akan
menjadi:
NII = CGAP × R
= Rp(175 milyar-Rp140 milyar = Rp 35 milyar) ×0,01
= Rp 350,000,000. Karena CGAP positif, perubahan bunga dan NII menunjukkan arah yang sama.
Sebaliknya, bila CGAP negatif, perubahan bunga dan NII menunjukkan arah yang berlawanan
(NII is negatively related to the change in interest rates).
B. Perubahan suku bunga dalam RSAs berbeda dengan pada RSLs
o Dalam praktek sehari-hari, lebih sering terjadi bahwa perubahan suku bunga RSAs berbeda
dengan perubahan suku bunga RSLs.
o Disamping CGAP effect, disini pengaruh perubahan suku bunga terhadap NII di sebut sebagai
spread effect.
Spread adalah perbedaan antara suku bunga RSAs dan RSLs
Spread effect adalah pengaruh perubahan dalam spread antara suku bunga RSAs dan RSLs
terhadap NII.
NII = (RSA × RRSA ) – (RSL × RRSL )
Bila i naik 1.2% pada RSAs dan 1% pada RSLs (spread = 0.2%) maka
dari Tabel B akan terlihat sebagai berikut:
ΔNII = (Rp175 x 1.2%) – (Rp140 x 1%) = Rp2,1 milyar – Rp1,4 milyar = Rp 0,7 milyar atau Rp700
juta.
Kalau menggunakan CGAP, maka perubahan suku bunganya memakai spread:
ΔNII = Rp35 milyar x 0,2% = Rp700 juta (spread effect).
o Bila spread semakin besar dan kenaikan suku bunga akan menyebabkan tambahan
pendapatan > tambahan pengeluaran (i revenue increases > i expens increases) maka
akan meningkatkan NII (NII >>>)
o Bila spread semakin kecil dan kenaikan suku bunga akan menyebabkan tambahan
pendapatan < tambahan pengeluaran (i revenue increases < i expense increases),
maka akan menurunkan NII.
Secara umum dapat dikatakan bahwa, the spread effect adalah pengaruh, tanpa
memperhatikan arah dari pergerakan suku bunga, akan menimbulkan korelasi positif antara
perubahan spread dan perubahan NII.
Bilamana spread meningkat, maka NII meningkat.
Bilamana spread menurun, maka NII menurun.
Bila CGAP effect dan spread effect berlawanan arah, maka perubahan NII tidak dapat
diprediksi tanpa mengetahui besarnya CGAP dan perkiraan perubahan spread-nya.
Bank-bank Umum (Commercial banks) terutama yang masih berskala kecil, sangat
memperhatikan eksposur suku bunga, sehingga berusaha memperkecil gap antara RSAs dan
RSLs.
Kita telah mengetahui bahwa, Bank sebagai LKI (lembaga keuangan intermediasi)
antara lain mempunyai fungsi yang disebut sebagai transformasi assets, yaitu membeli
primary securities berupa surat berharga yang dikeluarkan oleh perusahaan atau pemerintah
seperti obligasi (bonds), saham (equities) dan surat-surat hutang lainnya (notes) atau jenisjenis assets yang lain. Untuk membiayai kegiatan pembelian surat berharga tersebut, bank
mengeluarkan apa yang disebut sebagai secondary securities seperti deposito, tabungan serta
produk-produk lain, yang tidak lain sebagai hutang kepada pihak ketiga.
Dilihat dari karakteristik lembaga transformer, neraca LKI pada umumnya
menunjukkan jangka waktu assets yang berupa surat-surat berharga serta pinjaman lebih
panjang dari jangka waktu liabilitasnya yang berupa deposito, tabungan serta rekening giro.
Situasi demikian itu disebut sebagai mismatch the maturities antara asset dan liabilitasnya
dan itu berarti terciptanya risiko suku bunga, yaitu kerugian dapat terjadi apabila suku bunga
berubah.
Suku bunga ada yang tetap (fixed rate) dan ada yang mengambang (variable rate). Suku
bunga mengambang artinya tingkat bunganya akan di tentukan kembali secara periodik,
misalnya kredit dengan jangka waktu dua tahun dan bunganya akan ditinjau setiap 3 bulan
artinya meskipun kredit belum jatuh tempo namun kalau bunga pasar cenderung menurun,
maka bunga kredit dapat diturunkan pada periode tiga bulanan. Dalam hal deposito satu tahun
berbunga 5% maka selama jangka waktu tersebut bunganya tidak akan berubah meskipun
bunga pasar berubah. Pada saat jatuh tempo (due) tingkat bunganya akan ditinjau kembali
bila deposito diperpanjang, naik turun atau tetap tergantung pada situasi saat due tersebut.
Selama satu tahun periode deposito tersebut bunganya tidak berubah (fixed) yaitu 5%, namun
kalau ditinjau dalam kurun waktu 2 tahun maka bunganya akan menjadi mengambang atau
variable. Ini mengandung pengertian bahwa, pembedaan antara fixed dan variable rate
menjadi tidak berarti tanpa adanya ketentuan jangka waktunya secara jelas. (Bessis, p.152).
Ada beberapa system yang dapat dipakai untuk mengukur pengaruh perubahan suku
bunga terhadap pendapatan serta nilai ekonomisnya dalam suatu gap antara assets dan
liabilitas sebuah LKI. Salah satu system yang dipergunakan adalah Repricing Model.
REPRICING MODEL
Repricing Model atau juga sering disebut sebagai funding gap merupakan suatu analisa
pendapatan serta biaya dana (pendapatan bunga neto) dalam satu periode tertentu dengan
menggunakan data historis atau nilai buku. Ada beberapa pengertian yang perlu difahami
untuk mempermudah pemahamannya, yaitu:
o Interest rate gap merupakan ukuran standar eksposur neraca terhadap risiko suku bunga. Ada
dua type gap yaitu:
Interest ‘variable rate gap’ dalam satu kurun waktu, adalah perbedaan antara seluruh interest
sensitive assets dan interest sensitive liabilities dalam neraca. Suku bunga ditentukan ulang
dalam periode tersebut; disini ada banyak interest rate gap sesuai dengan banyaknya suku
bunga yang berlaku.
Sedangkan interest ‘fixed rate gap’ adalah perbedaan antara nilai seluruh assets dan liabilities
dalam neraca dimana suku bunganya tetap selama periode yang berlaku; disini hanya ada satu
fixed rate gap. (Bessis, p.164,165)
o Rate Sensitivity adalah sensitivitas atau kepekaan terhadap perubahan suku bunga.
o Rate Sensitivity Asset (RSA) atau Rate Sensitivity Liability (RSL) adalah kepekaan asset atau
liabilitas dalam satu kelompok (bucket) yang ditentukan terhadap perubahan suku bunga.
Assets dan liabilitas tersebut dinilai ulang (repriced or changed) sesuai atau mendekati bunga
pasar untuk suatu kurun waktu tertentu dimasa depan.
Pada umumnya kelompok atau bucket yang dipakai bank-bank komersial untuk penentuan
penghitungan repricing gaps-nya adalah:
2.
3.
4.
5.
1. maturities satu hari,
lebih dari satu hari sampai dengan 3 bulan,
lebih dari 3 bulan sampai dengan 6 bulan,
lebih dari 6 bulan sampai dengan 1 tahun,
lebih dari 1 tahun sampai dengan 5 tahun serta
6. di atas 5 tahun.
Dalam setiap kelompok di perbandingkan pengaruh perubahan suku bunga pada assets dan
liabilitasnya, misalnya pada kelompok 2 yaitu ‘lebih dari satu hari sampai dengan yang
berjangka waktu 3 bulan’, ada asset dan liabilitas apa saja dan semua dilakukan penerapan
suku bunga yang berlaku di pasar. Setelah di rekapitulasikan, maka dihitung berapa bunga
yang di terima dari pengembangan assetsnya dan berapa bunga yang harus di bayarkan
sebagai biaya dana. Dari perhitungan tersebut akan terlihat apakah pendapatan bunga neto
(net interest income) meningkat, menurun atau tetap.
Pendekatan menggunakan repricing gap akan memudahkan penerapannya. Bank menghitung
gap untuk setiap maturity bucket dengan cara menghitung rate sensitivity masing-masing
asset (RSA) dan masing-masing liability (RSL) dari neracanya. Mari kita lihat contoh
repricing gap sebagai berikut:
Tabel A (milyar Rp)
Bucket
1)
2)
3)
4)
5)
6)
1-hari
>1 hari – 3 bulan
>3 bulan – 6 bulan
>6 bulan -12 bulan
>1 tahun-5 tahun
>5 tahun
Assets
30
40
70
90
40
Liabilities
40
50
85
70
30
10
-10
-15
+20
+10
5
Gap
-10
Cummulative Gap
-10
-20
-35
-15
- 5
+ 5
0
- Apabila perubahan suku bunga terjadi pada instrumen yang berjangka waktu antara 3 bulan –
6 bulan, maka yang akan terkena dampaknya adalah bucket 3), di sini terlihat Asset = Rp70
milyar, Liabilitas =Rp 85 milyar dan negative gap Rp15 milyar. Dengan kenaikan suku bunga
(i), menyebabkan kenaikan cost > kenaikan revenue dan ini merupakan refinancing risk, yaitu
risiko akibat kenaikan biaya saat dilakukan penyesuaian suku bunga pasar lebih besar
dibandingkan kenaikan pendapatannya.
Seandainya suku bunga naik 1%, maka
∆NII(3) = (- Rp15 milyar) × .01 = - Rp150,000,000.-. Ini artinya kenaikan suku bunga 1% akan
memengaruhi pendapatan neto (rugi sebesar Rp150 juta) pada kelompok 3), sedangkan
kelompok lainnya tidak terpengaruh.
- Situasi seperti ini (RSA < RSL) dapat dikatakan bahwa LKI tersebut memiliki more rate
sensitive liabilities than assets in this bucket. Sebaliknya bila
(RSA > RSL), LKI memiliki more rate sensitive assets than liabilities in that particular bucket
dan akan menimbulkan reinvestment risk yaitu penurunan suku bunga akan menyebabkan
penurunan pendapatan lebih besar dibandingkan penurunan biaya dananya sehingga NII
menurun.
Secara umum dapat dirumuskan menjadi:
Bila:
∆NIIi = perubahan net interest income di dalam ith bucket
GAPi = besarnya gap dalam Rp antara nilai buku dari RSAs dan RSLs in maturity bucket i
∆Ri = perubahan suku bunga yang memengaruhi Assets & Liabilities di dalam ith bucket,
maka:
∆NIIi = (GAPi) ∆Ri = (RSAi – RSLi) ∆Ri
(RSA>RSL) a positive gap, maka LKI dalam kondisi reinvestment risk dan rentan terhadap
penurunan suku bunga.
(RSA kenaikan interest expense.
2. Bila CGAP negatif, NII akan turun kalau i naik.
3. Semakin besar nilai CGAP, maka semakin besar pula kemungkinan untuk perubahan NII
(yaitu, semakin besar kenaikan atau penurunan dalam NII sebagai akibat interest revenue
relative terhadap interest expense). (Jadi semakin besar CGAP ratio semakin besar pula
perubahan NII).
Kesimpulan: 1. Dalam situasi suku bunga naik, usahakan CGAP positif
2. Dalam situasi suku bunga turun, usahakan CGAP negatif.
o Hubungan antara perubahan suku bunga dengan perubahan NII tersebut dinamakan CGAP
effect.
o Dari Tabel B di atas: Bila bunga naik 1% terhadap RSAs dan RSLs, maka perubahan NII akan
menjadi:
NII = CGAP × R
= Rp(175 milyar-Rp140 milyar = Rp 35 milyar) ×0,01
= Rp 350,000,000. Karena CGAP positif, perubahan bunga dan NII menunjukkan arah yang sama.
Sebaliknya, bila CGAP negatif, perubahan bunga dan NII menunjukkan arah yang berlawanan
(NII is negatively related to the change in interest rates).
B. Perubahan suku bunga dalam RSAs berbeda dengan pada RSLs
o Dalam praktek sehari-hari, lebih sering terjadi bahwa perubahan suku bunga RSAs berbeda
dengan perubahan suku bunga RSLs.
o Disamping CGAP effect, disini pengaruh perubahan suku bunga terhadap NII di sebut sebagai
spread effect.
Spread adalah perbedaan antara suku bunga RSAs dan RSLs
Spread effect adalah pengaruh perubahan dalam spread antara suku bunga RSAs dan RSLs
terhadap NII.
NII = (RSA × RRSA ) – (RSL × RRSL )
Bila i naik 1.2% pada RSAs dan 1% pada RSLs (spread = 0.2%) maka
dari Tabel B akan terlihat sebagai berikut:
ΔNII = (Rp175 x 1.2%) – (Rp140 x 1%) = Rp2,1 milyar – Rp1,4 milyar = Rp 0,7 milyar atau Rp700
juta.
Kalau menggunakan CGAP, maka perubahan suku bunganya memakai spread:
ΔNII = Rp35 milyar x 0,2% = Rp700 juta (spread effect).
o Bila spread semakin besar dan kenaikan suku bunga akan menyebabkan tambahan
pendapatan > tambahan pengeluaran (i revenue increases > i expens increases) maka
akan meningkatkan NII (NII >>>)
o Bila spread semakin kecil dan kenaikan suku bunga akan menyebabkan tambahan
pendapatan < tambahan pengeluaran (i revenue increases < i expense increases),
maka akan menurunkan NII.
Secara umum dapat dikatakan bahwa, the spread effect adalah pengaruh, tanpa
memperhatikan arah dari pergerakan suku bunga, akan menimbulkan korelasi positif antara
perubahan spread dan perubahan NII.
Bilamana spread meningkat, maka NII meningkat.
Bilamana spread menurun, maka NII menurun.
Bila CGAP effect dan spread effect berlawanan arah, maka perubahan NII tidak dapat
diprediksi tanpa mengetahui besarnya CGAP dan perkiraan perubahan spread-nya.
Bank-bank Umum (Commercial banks) terutama yang masih berskala kecil, sangat
memperhatikan eksposur suku bunga, sehingga berusaha memperkecil gap antara RSAs dan
RSLs.