Rabu 26 September 2012 INOVASI PEMBELAJA

Rabu, 26 September 2012
INOVASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
http://sunardins.blogspot.com/2012/09/inovasi-pembelajaran-pendidikan-agama.html
INOVASI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
“Pembelajaran PAI Berbasis Inquiri’’

Tugas ini ditulis sebagai tugas UAS mata kuliah Inovasi Pembelajaran Pai
Dosen Pengampu : Prof. Dr. Muhaimin M.A
Dr. Hj. Sutiah, M.Pd

Oleh :
Sunardin Syamsuddin
201010290211005

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU AGAMA ISLAM
PASCA SARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

A. Pendahuluan
Lembaga pendidikan Islam bisa dikategorikan sebagai lembaga industri mulia (noble
industri) karena mengemban misi ganda, yaitu profit sakaligus sosial. Misi profit, yaitu untuk

mencapai keuntungan, ini dapat dicapai ketika efisiensi dan efektivitas dana bisa tercapai,

sehingga pemasukan (income) lebih besar dari biaya operasional. Misi Sosial bertujuan untuk
mewariskan dan menginternalisasikan nilai luhur. Misi kedua ini dapat dicapai secara
maksimal apabila lembaga pendidikan Islam tersebut memiliki modal human-capital dan
sosial capital yang memadai dan juga memiliki tingkat keefektifan dan efesiensi yang tinggi,
itulah

sebabnya

mengelola

lembaga

pendidikan

Islam

tidak


hanya

dibutuhkan

profesionalisme yang tinggi, tetapi juga niat-niat suci lainnya 1[1], termasuk didalamnya
menginovasi berbagai metode pembelajaran.
Pada dasarnya pendidikan Islam menekankan pada “bimbingan” bukan “pengajaran”
yang mengandung konotasi otoritatif pihak pelaksana pendidikan, katakanlah guru, dengan
bimbingan sesuai dengan ajaran-ajaran Islam, maka anak didik mempunyai ruang gerak yang
cukup luas mengaktualisasikan segala potensi yang di milikinya. Disini guru, berfungsi
sebagai “fasilitator” penunjuk jalan kearah penggalian potensi anak didik, dengan demikian
guru bukanlah segala-galanya, sehingga guru cenderung menganggap anak didik bukan apaapa, selain manusia yang kosong yang perlu di isi2[2]. Dengan kerangka dasar pengertian ini,
maka guru menghormati anak didik sebagai individu yang memilliki berbagai potensi, Dari
kerangka pengertian dan hubungan antara peserta didik dengan pendidik, dapat pula sekaligus

1[1] . Sutiah, Dkk. Manajemen Pendidikan Aplikasinya dalam Penyusunan
Rencana Pengembangan Sekolah/Madrasah. Jakarta : Pernada Media Group,
2009. Hal.5
2[2] . Azymardi Azra. Pendidikan Islam, Tradisi dan modernisasi Menuju Milenium
Baru. Jakarta. Wacana Ilmu.2002. hal. 6-7


dihindari, apa yang disebut “Bangking concep3[3]” dalam pendidikan yang banyak dikritik
dewasa ini. Penerapan semacam ini yang dicoba inquiri.
Pendidikan Islam dalam era globalisasi ini menghadapi tantangan terutama moral
sosial yaitu kegiatan penataan kehidupan yang paling baik yang seharusnya dialami oleh
generasi muda agar mampu menghadapi masa depan dengan integritas (kesatuan) yang
tangguh. Untuk itu maka Pendidikan Islam diharapkan mampu menyusun polapikir yang
sistematis untuk membina pribadi muslim yang kreatif dan berintegritas tinggi, sehingga
mampu menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di masyarakat. Dengan demikian
maka pendidikan Islam dapat mengajarkan moral positif yang berakar pada nilai-nilai Islami,
sebagai pendorong moral reasoning atau penalaran akhlak yang sangat dibutuhkan untuk
menentukan pilihan dan keputusan tentang masalah-masalah baru yang muncul dalam proses
pembangunan ini4[4].
Keberhasilan proses belajar mengajar dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan
sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Baik itu secara teknis maupun nonteknis. Tidak hanya
guru dan murid yang berperan dalam keberhasilan pendidikan akan tetapi lebih dari itu juga
harus ditunjang aspek lain. Salah satu aspek yang sangat penting dalam rangka mencapai
tujuan pendidikan adalah metode.

3[3] . Bangking Concep of Education, (konsep pendidikan anak) adalah satu

istilah yang diperkenalkan Paulo Faire, Pedagogy of the opressed, Pinguin
Books. 1978. konsep ini merupakan satu gejala dimana guru berlaku sebagai
penyimpan yang memperlakukan murid-muridnya sebagai tempat penyimpan
semacam Bank, yang kosong dan perlu diisi. Dalam proses semacam ini muridmurid tidak lebih sebagai gudang, yang tidak kreatif sama sekali. Murid dianggap
berada dalam kebodohan absolut (absolute ignorance), ini merupakan satu
penindasan kesadaran manusia. membangkitkan kesadaran manusia yang
tertindas dalam kultur bisu (cultur of silance) ini diperlukan conscientization atau
proses penyadaran.
4[4] . Tim Dosen IAIN Sunan Ampel Malang. Dasar-Dasar Kependidikan Islam (Surabaya:
P.T

Karya Aditama) hlm 127.

Seorang guru perlu mengetahui sekaligus mengusai berbagai metode dan strategi
belajar mengajar yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar. Mengingat posisi guru
yang sangat signifikan dengan pendidikan sebagai fasilitator dan pembimbing, maka dari sini
sesungguhnya guru memiliki tugas yang lebih berat tidak hanya memegang fungsi transfer
pengetahuan akan tetapi lebih dari itu guru harus mampu menfasilitasi siswa dalam
mengembangkan dirinya disertai dengan bimbingan yang intensif. Oleh karena itu guru
dituntut untuk lebih kreatif, selektif dan proaktif dalam mengakomodir kebutuhan siswa guru

juga lebih peka terhadap karakteristik maupun psikis siswa. Beberapa usaha yang dapat
dilakukan guru dalam rangka menciptakan kondisi yang efektif dan kondusif adalah
kecekataan dalam memilih sebuah metode dengan pendekatan emosional dan psikologis
siswa untuk itu seorang guru bukan hanya dituntut untuk bisa menguasai teknik pengelolahan
kelas, keterampilan, mengajar, pemanfaatan sumber belajar, penguasaan emosional siswa,
penguasaan kondisi kelas dan sebagainya.
Dalam pengelolahan kelas dan penguasaan emosional siswa, biasanya sangat
tergantung pada metode pengajaran guru disaat kegiatan pembelajaran berlangsung. Jika guru
kurang jeli dalam memilih metode Mengajar maka akan menimbulkan kondisi jenuh,
membosankan, monoton dan kurang direspon oleh siswa yang berujung pada tidak
maksimalnya pemahaman siswa terhadap materi. Oleh karena itu menghindari keadaan
seperti itu maka harus diambil sebuah kebijakan dengan menerapkan sebuah metode yang
sekiranya dapat mengantisipasi demi tercapainya tujuan belajar. Sebenarnya dari beberapa
metode mengajar tersebut tidak ada satupun yang merupakan metode mengajar yang terbaik.
Karena hal ini tergantung dari kondisi siswa itu sendiri pada hakikatnya sebuah metode
mengajar adalah baik, karena mengandung unsur keaktifan belajar dari semua komponen
maka dari itu dalam penilaian metode hendaknya disesuaikan dengan karakteristik dan
kondisi siswa.

Selama ini metode yang digunakan oleh guru-guru dalam proses pembelajaran adalah

metode pembelajaran konvensional yang hanya meliputi siswa datang, duduk, menulis materi
yang telah dituliskan oleh guru dipapan tulis, mendengarkan guru menjelaskan materi dan
mengerjakan tugas, dengan menggunakan metode yang masih konvensioanal yaitu metode
ceramah, dengan menggunakan metode ceramah cenderung pasif dalam proses pembelajaran,
dan cepat bosan bila mendengarkan penjelasan dari guru, banyak siswa yang ngantuk ketika
mengikuti pembelajaran.
Dari situasi pembelajaran semacam ini hampir tidak ada kesempatan bagi siswa untuk
menuangkan kreatifitasnya (rasa, cipta, karsa) guna mengaktualisasikan potensi dirinya untuk
berinovasi, ataupun berbagi diri (sharing) untuk sedini mungkin mengoptimalkan
kemampuan,

mengidentifikasi,

merumuskan,

mendiagnosis,

dan

sedapat


mungkin

memecahkan masalah (problem solving).
Demikian juga para guru kurang atau hampir tidak di bekali dengan metodologi yang
variatif untuk membelajarkan materi pelajaran secara inovatif dan pembelajaran yang aktif
(active learning). Pikiran para guru selalu dipenuhi dengan upaya mengajarkan apa yang ada
dalam kurikulum dan sedapat mungkin mengejar target mata pelajaran yang telah dirumuskan
dalam kurikulum, mereka hampir tidak perpikir akan upaya meyakinkan siswa untuk belajar
dikelas maupun di luar kelas yang memiliki relevansi dan kondisi perubahan sosial
masyarakat yang ada disekitar kehidupannya. Suatu kondisi yang akan segera mereka temui
setelah menyelesaikan studinya, lebih-lebih sekolah yang memiliki misi yang menyiapkan
calon pelajar pada jenjang yang lebih tinggi. Seyogyanya sudah harus dibiasakan akan model
pembelajaran aktif, sebab tanpa dasar pengalaman belajar aktif akan sangat sulit bagi mereka
untuk menerapkan strategi pembelajaran aktif dikelas–kelas yang mereka hadapi.
Model pembelajaran aktif nampaknya merupakan jawaban atas permasalahan tentang
rendahnya mutu kualitas pembelajaran ini diharapkan lebih meningkat, sebab pada model

pembelajaran ini keaktifan siswa atau peserta didik lebih diutamakan. Dengan pelibatan
mereka secara aktif dalam proses pembelajaran, maka mereka mengalami atau bahkan

menemukan ilmu yang akan menjadi pengetahuan yang mempribadi. Untuk mencapai
kualitas pembelajaran itulah, maka keterampilan guru dalam proses pembelajaran antara lain
mencakup;

keterampilan

merencanakan

pembelajaran,

keterampilan

melaksanakan

pembelajaran dan keterampilan mengevaluasi proses pembelajaran baik yang akan
dilaksanakan mupun yang sudah dilaksanakan.
Pendekatan pembelajaranpun seharusnya juga diubah, pendekatan pembelajaran yang
berorentasi pada guru (teacher oriented) harus diubah menjadi pendekatan pembelajaran
yang berorientasi pada siswa (student oriented) Pentingnya perubahan pendekatan
pembelajaran ini dapat kita kaitkan dengan ungkapan filosofis besar cina Konfusius yakni

“apa yang saya dengar, saya lupa; apa yang saya lihat, saya ingat; apa yang saya lakukan,
saya paham”. Ungkapan Konfisius tersebut memberikan inspirasi terhadap pendekatan
pembelajaran dikelas yang sering dikenal dengan istilah (active learning). Dalam model ini,
pengetahuan, pengalaman dan keterampilan ditemukan, dibentuk dan dikembangkan oleh
siswa sendiri5[5].
Berangkat dari inovasi pembelajaran dan pentingnya perubahan pendekatan
pembelajaran yang juga karena tuntutan perubahan kurikulum dan demi peningkatan kualitas
out put pendidikan, maka tulisan fokuskan pada pembahasan ini pada metode pembelajaran
inquiry.
B. Pembelajaran berbasis inquiri

Inquiry berasal dari bahasa inggris “inquiry”, yang secara harfiah berarti penyelidikan.
Carin dan Sund (1975) mengemukakan bahwa inquiry adalah the process of investigation a
5[5] M. Silberman dalam Fatah Yasin, Dimensi – Dimensi Pendidikan Islam
(Malang: UIN – Malang Pres 2008), hlm. 181

problem. Adapun Piaget mengemukakan bahwa metode inquiry merupakan metode yang
mempersiapkan peserta didik untuk melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat
apa yang terjadi, ingin melakukan sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan mencari
jawabannya sendiri, serta menghubungkan penemuan yang satu dengan penemuan yang lain,

membandingkan apa yang ditemukan peserta didik lain.6[6]
Inquiry adalah yaitu menemukan. Metode inquiry adalah suatu teknik atau cara yang
digunakan guru untuk mengajar kedepan kelas, adapun pelaksanaannya sebagai berikut: guru
membagi tugas meneliti sesuatu masalah, siswa dibagi beberapa kelompok, dan masingmasing kelompok mendapat tugas tertentu. Kemudian mereka mempelajari, meneliti dan
membahas tugasnya didalam kelompok. Setelah hasil kerja kelompok mereka mendiskusikan,
kemudian baru didiskusikan dalam forum7[7].
Metode inquiry adalah cara penyampaian bahan pengajaran dengan memberi kesempatan
kepada siswa untuk belajar mengembangkan potensi intelektualnya dalam jalinan kegiatan
yang disusunnya sendiri untuk menemukan sesuatu sebagai jawaban yang meyakinkan
terhadap permasalahan yang dihadapkan kepadanya melalui proses pelacakan data dan
informasi serta pemikiran yang logis, kritis (teliti dalam menghadapi sesuatu) dan sistematis
(teratur).8[8]
Pembelajaran dengan metode inquiry merupakan satu komponen penting dalam
pembaruan pendidikan. Karena dalam pembelajaran dengan metode ini siswa di dorong untuk
belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri. dengan konsep-konsep dan

6[6] Mulyasa. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan
Menyenangkan. Bandung : PT Remaja Rosda Karya. 2008., hal. 108
7[7] . Rostiyah. Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 1991) hlm
75.

8[8] . Slameto. Proses Belajar Mengajar Dalam Proses Kredit Semester SKS. (Jakarta:
Bumi
Aksara, 1993) hlm 116.

prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan
percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka
sendiri9[9].
Jadi inquiry memberikan kepada siswa pengalaman-pengalaman belajar yang nyata
dan kreatif. Siswa diharapkan mengambil inisiatif, mereka dilatih bagaimana memecahkan
masalah, membuat keputusan, dan memperoleh keterampilan. inquiry memungkinkan siswa
dalam berbagai tahap perkembangannya bekerja dengan masalah-masalah yang sama dan
bahkan mereka bekerja sama mencari solusi terhadap masalah-masalah yang sedang
dihadapi.
Melakukan inquiry berarti melibatkan diri dalam tanya jawab, mencari informasi dan
melakukan penyelidikan. Karena itu metode inquiry dalam proses belajar mengajar adalah
strategi yang melibatkan siswa dalam tanya jawab, mencari informasi, dan melakukan
penyelidikan. Dalam pelaksanaan siswa bertanggung jawab untuk memberi ide atau
pemikiran dan pertanyaan untuk dieksplorasi (diselidiki), mengajukan hipotesa untuk diuji,
mengumpulkan dan mengorganisir data yang dipakai untuk menguji hipotesa dan sampai
pada pengambilan kesimpulan yang masih tentative (sebagai percobaan)10[10].
Juga pembelajaran inquiri merupakan pembelajaran yang menyenangkan/gembira,
dimana dalam prakteknya langsung pada lapangan dan bukan hanya teori, hal ini
sebagaimana pendapat (Darmansyah :2010)

Hasil penelitian dalam dekade terakhir

mengungkapkan belajar yang efektif, jika peserta didik dalam keadaan gembira.
Kegembiraan dalam belajar telah terbukti memberikan efek yang luar biasa terhadap
pencapaian hasil belajar peserta didik. Bahkan potensi kecerdasan intelektual yang selama ini
menjadi “Primadona” sebagai penentu keberhasilan belajar, ternyata tidak sepenuhnya benar,
9 [9]. Nurhadi & A. G Senduk. Pembelajaran kontekstual (CTL) Dan Penerapannya dalam
KBK. (Malang: Universitas Negeri Malang, 2004)

10[10] . Sunaryo. Strategi Belajar Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (Malang: IKIP
Malang, 1989) hal 117.

kecerdasan emosional telah memberikan kontibusi yang signifikan terhadap efektivitas
pembelajaran disamping kecerdasan intelektual11[11].
Ketika peserta didik mendapat rangsangan menyenangkan dari lingkungannya, akan
terjadi berbagai”sentuhan tingkat tinggi” pada diri peserta yang membuat mereka lebih aktif
dan kreatif secara mental dan fisik, inilah pembelajaran inquiri mental dan fisik diutamakan,
ketika tersenyum atau tertawa aliran darahnya akan semakin lancar”menjalar” ke seluruh
anggota tubuh yang membuatnya semakin aktif. Otak mereka menerima suplai darah yang
memadai (ketika bahagia/tersenyum) akan mempermudahkan mereka berpikir dan
memproses informasi, baik dalam memori jangka pendek dan jangka panjang, informasi yang
masuk kedalam otak memori yang melibatkan emosi secara mendalam, akan memudahkan
siswa mengingat pelajaran saat mereka perlukan, Artinya kenyamanan dan kesenangan yang
dinikmati oleh peserta didik itu sangat membantu mereka mencapai hasil belajar secara
optimal.
Metode inquiry ini berasal dari John Dewey. Maksud utama metode ini adalah
memberikan latihan kepada murid dalam berfikir. Metode ini dapat menghindarkan untuk
membuat kesimpulan tergesa-gesa, menimbang-nimbang kemungkinan pemecahan dan
menangguhkan pengambilan keputusan sampai terdapat bukti-bukti yang cukup12[12].
Metode inquiry juga dikembangkan oleh Suchman untuk mengajar siswa memahami
proses penelitian. Metode inquiry menurut Suchman adalah suatu metode yang merangsang
murid untuk berfikir, menganalisa suatu persoalan sehingga menemukan pemecahannya.
Suchman tertarik untuk membantu siswa melakukan penelitian secara mandiri dan disiplin.
Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa anak-anak selalu memiliki rasa ingin tahu.
Suchman menginginkan siswa mempertanyakan mengapa suatu peristiwa terjadi dan
11[11] . Darmansyah. Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor.
Jakarta Bumi Aksara. 2010.hal 3-4
12[12] . Muhaimin. Strategi Belajar Mengajar (Surabaya: CV Citra media, 1996)
hlm 88.

menelitinya dengan cara mengumpulkan data dan mengolah data secara logis. Dengan
demikian maka metode inquiry akan memperkuat dorongan alami untuk melakukan
eksplorasi dengan semangat besar dan dengan penuh kesungguhan.
Metode ini mengembangkan kemampuan berfikir yang dipupuk dengan adanya
kesempatan untuk mengobservasi problema mengumpulkan data, menganalisa data,
menyusun suatu hipotesa, mencari hubungan data yang hilang dari data yang telah terkumpul
untuk kemudian menarik kesimpulan yang merupakan hasil pemecahan masalah tersebut.
Cara berfikir yang menghasilkan suatu kesimpulan atau keputusan yang diyakini
kebenarannya karena seluruh proses pemecahan masalah itu telah diikuti dan di kontrol dari
data yang pertama dan yang berhasil dikumpulkan dan di analisa sampai kepada kesimpulan
yang ditarik atau ditetapkan. Cara berfikir semacam itu benar-benar dapat dikembangkan
dengan menggunakan metode pemecahan masalah.
Inquiry merupakan teknik yang mempersiapkan peserta didik pada situasi untuk
melakukan eksperimen sendiri secara luas agar melihat apa yang terjadi, ingin melakukan
sesuatu, mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan mencari jawabannya sendiri, serta
-menghubungkan penemuan yang lain, membandingkan apa yang ditemukannya dengan yang
ditemukan peserta didik lainnya. inquiry sebagai teknik pengajaran mengandung arti bahwa
dalam proses kegiatan mengajar berlangsung harus dapat mendorong dan dapat memberi
kesempatan kepada siswa untuk lebih aktif dalam belajar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode inquiry adalah suatu metode
pengajaran yang memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan sendiri pengetahuan
yang sebelumnya belum mereka ketahui.
C. Landasan Filosifis Kontruktivistik Dalam Metode Inquiry
Teori pembelajaran kontruktivistik merupakan teori pembelajaran inquiry, merupakan teori
pembelajaran kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan siswa harus

menemukan sendiri dan menstransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru
dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi
siswa agar benar-benar memahami dan dapat menerapakan pengetahuan, mereka harus
bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya, berusaha dengan susuh
payah dengan ide-ide13[13]. Konstruktivistik juga merupakan landasan berfikir pembelajaran
kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuaan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil
dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuaan itu dan memberi makna melalui
pengalaman nyata14[14].
Menurut teori ini, satu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikan adalah
bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa. Siswa harus
membangun sendiri pengetahuan dibenaknya. Guru dapat memberikan kemudahan untuk
proses ini, dengan memberikan siswa kesempatan untuk menemukan dan menerapkan ide-ide
mereka sendiri, dan membelajarkan siswa dengan cara sadar menggunakan strategi mereka
sendiri untuk belajar. Guru dapat memberi siswa anak tangga yang membawa siswa
kepemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjatnya.
Esensi dari teory kontrutivistik dan metode inquiry adalah ide bahwa harus siswa sendiri
yang menemukan dan menstransformasikan sendiri suatu informasi kompleks apabila mereka
menginginkan informasi itu menjadi miliknya. Kontrutivisme adalah suatu pendapat yang
menyatakan bahwa perkembangan kognitif merupakan suatu proses dimana anak secara aktif
13[13] . Trianto. Model Pembelajaran Terpadu Dalam Teori Dan Praktek. (Jakarta :
Prestasi

Pustaka, 2007) hlm 26
14[14] . Nurhadi & A. G Senduk. Pembelajaran kontekstual (CTL) Dan Penerapannya
dalam KBK.

(Malang: Universitas Negeri Malang, 2004).

membangun sistem arti dan pemahaman terhadap realita melalui pengalaman dan interaksi
mereka.
Menurut pandangan kontrutivisme anak secara aktif membangun pengetahuan dengan
cara terus menerus mengasimilasi dan mengakomodasi informasi baru, dengan kata lain
kontrutivisme adalah teori perkembangan kognitif yang menekankan peran aktif siswa dalam
membangun pemahaman mereka tentang realita. Pendekatan kontruktivis dalam pengajaran
menerapkan pembelajaran kooperatif secara intensif, atas dasar teori bahwa siswa akan lebih
mudah menemukan dan memahami kosep-konsep yang sulit apabila mereka dapat saling
mediskusikan masalah-masalah itu dengan temannya. Dan pada dasarnya aliran
kontrutuvistik menghendaki bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh individu dan
pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna. Belajar bermakna tidak akan
terwujud hanya dengan mendengarkan ceramah atau membaca buku tentang pengalaman
orang lain. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang
berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Guru tidak akan mampu memberikan
semua pengetahuan kepada siswa. Siswa harus mengkontruksikan pengetahuan dibenak
mereka sendiri. Esensi dari teori kontruktivistik adalah ide bahwa siswa harus menemukan
dan mentrasformasikan suatu informasi kompleks kesituasi lai, dan apabila dikehendaki,
informasi itu menjadi milik mereka sendiri. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun
sendiri pengetahuaan mereka melalui
D. Penggunaan Metode Inquiry
Menemukan merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL.
Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat
seperangkat fakta-fakta, akan tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu
merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan. Siklus Inquiry antara lain:
a. Observasi (observation)

b. Bertanya (questioning)
c. Mengajukan dugaan (Hypothesis)
d. Pengumpulan data (Data Gathering)
e. Penyimpulan (Conclusion)

Langkah-langkah kegiatan menemukan (Inquiry), yaitu:

a. Merumuskan masalah
b. Mengamati atau melakukan observasi
c. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, bagan, table,
dan lainnya.
d. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada teman sekelas,
guru atau audien yang lain15[15].

E. Tingkatan-tingkatan Inquiry
Berdasarkan komponen-komponen dalam proses Inquiry yang meliputi topik masalah,
sumber masalah atau pertanyaan, bahan, prosedur atau rancangan kegiatan, pengumpulan dan
analisis data serta pengambilan kesimpulan Bonnstetter (2000) membedakan Inquiry menjadi
lima tingkat yaitu praktikum (tradisional hands-on), pengalaman sains terstruktur (structured
science experiences), Inquiry terbimbing (guided inquiry), Inquiry siswa mandiri (student
directed inquiry), dan Penelitian siswa (student research). Klasifikasi Inquiry menurut
Bonnstetter (2000) didasarkan pada tingkat kesederhanaan kegiatan siswa dan dinyatakan
sebaiknya penerapan Inquiry merupakan suatu kontinum yaitu dimulai dari yang paling
sederhana terlebih dahulu.
15[15] . Roestiyah, Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Bima Aksara, 1989), hlm. 76

a. Traditional hands-on Praktikum (tradisional hands-on) adalah tipe Inquiry yang paling
sederhana. Dalam praktikum guru menyediakan seluruh keperluan mulai dari topik sampai
kesimpulan yang harus ditemukan siswa dalam bentuk buku petunjuk yang lengkap. Pada
tingkat ini komponen esensial dari Inquiry yakni pertanyaan atau masalah tidak muncul,
b. Pengalaman sains terstruktur (structured science experiences), yaitu kegiatan Inquiry di
mana guru menentukan topik, pertanyaan, bahan dan prosedur sedangkan analisis hasil dan
kesimpulan dilakukan oleh siswa.
c. Jenis yang ketiga ialah Inquiry terbimbing ( guided inquiry ), di mana siswa diberikan
kesempatan untuk bekerja merumuskan prosedur, menganalisis hasil dan mengambil
kesimpulan secara mandiri, sedangkan dalam hal menentukan topik, pertanyaan dan bahan
penunjang, guru hanya berperan sebagai fasilitator.
d. Inquiry Siswa Mandiri (student directed inquiry), dapat dikatakan sebagai Inquiry penuh
(Martin-Hansen, 2002) karena pada tingkatan ini siswa bertanggung jawab secara penuh
terhadap proses belajarnya, dan guru hanya memberikan bimbingan terbatas pada pemilihan
topik dan pengembangan pertanyaan.
e. Tipe Inquiry yang paling kompleks ialah penelitian siswa ( student research ). Dalam
Inquiry tipe ini, guru hanya berperan sebagai fasilitator dan pembimbing sedangkan
penentuan atau pemilihan dan pelaksanaan proses dari seluruh komponen Inquiry menjadi
tangung jawab siswa.
F. Tujuan Metode Inquiry

Tujuan metode inquiry adalah agar siswa terangsang oleh tugas, dan kreatif mencari serta
meneliti sendiri pemecahan masalah itu, mencari sumber, dan mereka belajar bersama dalam
kelompok. Tujuan

utama

dari

pada

penggunaan

metode

inquiry

adalah

untuk

mengembangkan kemampuan berfikir, terutama di dalam mencari sebab akibat dan tujuan

suatu masalah. Metode ini melatih murid-murid dalam cara-cara mendekati dan cara-cara
mengambil langkah-langkah bila akan memecahkan suatu masalah yaitu dengan memberikan
kepada murid pengetahuan kecakapan praktis yang bernilai bagi keperluan hidup sehari-hari.
Metode ini memberikan dasar-dasar pengalaman yang praktis mengenai bagaimana caracara memecahkan suatu masalah dan kecakapan ini dapat diterapkan bagi keperluan
menghadapi masalah-masalah lainnya di dalam masyarakat.
Sedangkan menurut Roestiyah tujuan metode inquiry adalah agar siswa terangsang
oleh tugas, dan kreatif mencari serta meneliti sendiri pemecahan masalah itu, mencari sumber
sendiri dan mereka belajar sendiri dalam kelompok. Mengingat tujuan tersebut di atas maka
pemecahan suatu masalah jangan di ajarkan sebagai pengetahuan saja, melainkan harus
menjadi alat bagi murid untuk selanjutnya dapat memecahkan masalah sendiri dari segala
macam masalah yang mungkin akan dijumpainya, sekarang maupun kelak, di sekolah, di
rumah maupun di masyarakat. Tujuan-tujuan lainnya selain dari tujuan utama yang telah
disebutkan di atas adalah:
1. Belajar bagaimana bertindak di dalam suatu situasi baru.
2. Belajar bagaimana caranya keluar dari situasi yag sulit.
3. Belajar bagaimana caranya mempertimbangkan suatu keputusan.
4. Belajar bagaimana caranya membatasi suatu persoalan.
5. Belajar bagaimana caranya menemukan pemecahan-pemecahan.
6. Belajar menyadari bahwa setiap masalah pasti ada cara tertentu untuk memecahkannya.
7. Belajar meneliti suatu masalah dari semua sudut pemecahan.
8. Belajar bekerja secara sistematis di waktu memecahkan suatu masalah.
9. Belajar menguji kebenaran suatu keputusan yang telah ditetapkan.
Selain itu juga disebutkan tujuan umum dari latihan inquiry adalah menolong siswa
mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan yang dibutuhkan dengan memberikan

pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar rasa ingin tahu. Dapat disimpulkan tujuan
dari metode inquiry ini adalah untuk membantu siswa dalam mengembangkan intelektual dan
ketrampilannya yang timbul dari pertanyaan-pertanyaan dan menyelidikinya untuk
mendapatkan jawaban sesuai dengan keingintahuan mereka.

G. Model Penerapan Inquiry
Contoh sederhana tentang pembelajaran AL-Qur’an berbasis inquiri adalah sebagai
berikut: Pembelajaran AL Qur’an tentang kandungan ayat “wa’fu anna wagfir lana
warhamna” menurut Ath- Thabathaba’i (1983), bahwa “al-al afwu hiya idzhabu atsar adzdzanbi wal maghfirah satruhu” ayat ini berkaitan dengan QS AL Zalzalah ayat 7-8” Faman
ya’mal mistqala zarrah khairan yarah waman ya’mal zarrah syarran yarah”, kemudian
dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari menyangkut profil manusia yang hidupnya
diwarnai oleh nilai-nilai kebaikan dan keburukan16[16].
Contoh lainnya mengenai pembelajaran AL Qur’an dan Hadis yang kandungannya
menyangkut aspek keimanan, sebagaimana diketahui bahwa masalah keimanan/aqidah
banyak menyentuh aspek metafisika abstrak atau supra-rasional. seorang yang banyak terlatih
dengan hal-hal yang bersifat rasional mungkin sulit mencerna dan menghayati hal-hal yang
supra-rasional tersebut. Untuk mengatasi kesulitan ini dapat diketahui dengan jalan
mengembangkan keimanan berbasis inquiri berbasis kontestual. Melalui pendekatan ini,
peserta didik diajak untuk mengamati dan mengkaji peristiwa-peristiwa kehidupan sebagai
laboratorium (pendidikan agama islam), baik yang terkait dengan fenomena alam (komologi,
flora,fauna, astronomi, geografi, metereologi, oceanografi, kimia, dll), fenomenal sosial,
psikologis, budaya, maupun fenomena seseorang yang memiliki komitmen adan loyalitas

16[16] . Muhaimin. Rekonstruksi Pendidikan Islam. Jakarta : Raja Grafindo.2009.
Hal. 295

serta dedikasi yang tinggi terhadap ajaran, nilai-nilai dan petunjuk Tuhan, ataupun sebaliknya
seseorang yang kafir. Dari hasil pengamatan dan kajian peristiwa-peristiwa kehidupan
(sabagai laboratorium pendidikan agama islam).
Misalnya pembelajran tentang keimanan akan adanya Allah, takdir dan siksa neraka.
Dalam hal ini terdapat kisah yang menarik sebagai berikut:
Ada seorang pemuda lulusan dari negeri Paman Sam, kembal ke tanah air,
sesampainya dirumah ia meminta kepada orang tuanya untuk mencari seoarng guru agama,
kiai, atau siapapun yang bisa menjawab tiga pertanyaannya, Akhirnya orang tua pemud itu
mendapatkan orang guru tersebut.



Pemuda : Anda siapa? Dan apakah bisa menjawab pertanyaan saya?
Kiai



: Saya hamba Allah dengan izin-Nya saya akan menjawab pertanyaan anda.

Pemuda : Anda yakin ? sedangkan Profesor dan orang pintar saja tidak mampu menjawab
pertanyaan saya.
Kiai

: Saya akan mencoba sejauh kemampuan saya.

Pemuda : Saya punya tiga pertanyaan :
1.

Kalau memang Tuhan itu ada, tunjukan wajud Tuhan kepada saya.

2.

Apakah yang dinamaka TAQDIR?

3.

Kalau setan diciptkan dari api kenapa dimasukkan ke neraka yang dibuat dari api, tentu tidak
menyakitkan buat setan, sebab mereka memiliki unsur yang sama. Apakah Tuhan tidak
pernah berpikir sajauh itu.
Tiba-tiba kiai tersebut menampar pipi si pemuda dengan keras
Pemuda : Kenapa Anda kepada saya? (sambil menahan sakit)



Kiai : Saya tidak marah...Tamparan itu adalah jawaban saya atas tiga pertanyaan yang anda
ajukan kepada saya.



Pemuda



Kiai : Bagaiman rasanya tamparan saya?



Pemuda



Kiai : Anda percaya bahwa sakit itu ada?



Pemuda

: Saya sungguh-sungguh tidak mengerti

: Tentu saja saya merasakan sakit

: YA



Kiai : Itulah jawaban pertanyaan pertama : kita semua merasakan keberadaan Tuhan tanpa
mampu melihat wajudnya.



Kiai : apakah anda tadi malam bermimpi bahwa akan ditampar oleh saya?



Pemuda



: Tidak

Kiai : Apakah pernah terpikir oleh Anda akan menerima sebuah tamparan dari saya hari
ini?



Pemuda



Kiai : Itulah yang dinamakan Takdir



Kiai : Terbuat dari apa tangan saya yang saya gunakan untuk menampar pipi anda?



Pemuda



Kiai : terbuat dari apa pipi anda



Pemuda



Kiai : Bagaimana rasanya tamparan saya?



Pemuda



: Tidak

: Kulit

: kulit

: Sakit

Kiai : Walaupun setan terbuat dari api, dan neraka terbuat dari api, Jika Tuhan berkhendak
maka neraka akan menjadi tempat menyakitkan untuk setan.

H. Keunggulan dan Kelamahan Model Inquiry
Model Inquiry ini memiliki keunggulan yaitu :
a)

Dapat membentuk dan mengembangkan konsep dasar kepada siswa, sehingga siswa dapat
mengerti tentang konsep dasar ide-ide dengan lebih baik.

b) Membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru.
c) Mendorong siswa untuk berfikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersifat jujur, obyektif,
dan terbuka.
d) Mendorong siswa untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesanya sendiri.
e) Memberi kepuasan yang bersifat intrinsik.
f)

Situasi pembelajaran lebih menggairahkan.

g) Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.
h) Memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri.
i)

Menghindarkan diri dari cara belajar tradisional.

Kelemahan model Inquiry :
a) Memerlukan waktu yang cukup lama.
b) Tidak semua materi pelajaran mengandung masalah
c) Memerlukan perencanaan yang teratur dan matang
d) Tidak efektif jika terdapat beberapa siswa yang pasif.
e) Siswa harus memiliki kesiapan dan kematangan mental, siswa harus berani dan berkeinginan
untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.
f)

Keadaan kelas di Indonesia yang pada kenyataannya memiliki jumlah yang tidak ideal per
kelasnya membuat pembelajaran inquiry ini kemungkinan besar tidak mencapai hasil yang
memuaskan.

g) Ada kritik, bahwa dalam model inquiry ini terlalu mementingkan proses pengertian saja atau
lebih banyak menguras aspek kognitif namun kurang memperhatikan perkembangan sikap
bagi siswa.

I.

Penutup
Dari pemaparan-pemaparan di atas, dapat penulis memberikan kesimpulan bahwa
untuk memahami pendidikan secara komprehensif menyeluruh maka kita menggunakan
berbagai macam metode, diantarannya adalah Inquiry berasal dari bahasa inggris “inquiry”,
yang secara harfiah berarti penyelidikan. Pembelajaran dengan metode inquiry merupakan
satu komponen penting dalam pembaruan pendidikan. Karena dalam pembelajaran dengan
metode ini siswa di dorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka
sendiri. dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk
memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan
prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.
Diantara metodenya adalah: Observasi (observation), Bertanya (questioning),
Mengajukan dugaan (Hypothesis), Pengumpulan data (Data Gathering), Penyimpulan
(Conclusion).
Tujuan utama dari pada penggunaan metode inquiry adalah untuk mengembangkan
kemampuan berfikir, terutama di dalam mencari sebab akibat dan tujuan suatu masalah.
Metode ini melatih murid-murid dalam cara-cara mendekati dan cara-cara mengambil
langkah-langkah bila akan memecahkan suatu masalah yaitu dengan memberikan kepada
murid pengetahuan kecakapan praktis yang bernilai bagi keperluan hidup sehari-hari.
Waallahu a’lam bisshowab.

Saran-saran :
“Berdasarkan kesimpulan diatas maka penulis memberikan saran dan harapan
bahwa metode pembelajaran PAI berbasis inquiry, sudah seharusnya guru guru
mempelajari, mendalami dan mempraktikkan dalam proses belajar mengajarnya terutama
Guru PAI. Sehingga terwujud pembelajaran yang menyenangkan”.

Daftar Pustaka
Sutiah, Dkk. 2009.. Manajemen Pendidikan Aplikasinya dalam Penyusunan Rencana Pengembangan
Sekolah/Madrasah. Jakarta : Pernada Media Group,
Silberman & Fatah Yasin, 2008, Dimensi – Dimensi Pendidikan Islam (Malang: UIN – Malang Pres).
Mulyasa, 2008.. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan.
Bandung : PT Remaja Rosda Karya.
Darmansyah. 2010. Strategi Pembelajaran Menyenangkan dengan Humor. Jakarta Bumi Aksara.
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu Dalam Teori Dan Praktek. Jakarta : Prestasi Pustaka,
Slameto. 1993. Proses Belajar Mengajar Dalam Proses Kredit Semester SKS. (Jakarta: Bumi
Aksara,
Nurhadi & A. G Senduk. 2004. Pembelajaran kontekstual (CTL) Dan Penerapannya dalam KBK.
(Malang: Universitas Negeri Malang,)
Rostiyah, 1991. Strategi Belajar Mengajar. (Jakarta : PT. Rineka Cipta,)
________, 1989. Strategi Belajar Mengajar (Jakarta: Bima Aksara,)
Sunaryo. 1989. Strategi Belajar Mengajar Ilmu Pengetahuan Sosial (Malang: IKIP Malang,)
Muhaimin, 1996. Strategi Belajar Mengajar (Surabaya: CV Citra media,)
___________. 2009. Rekonstruksi Pendidikan Islam. Jakarta : Raja Grafindo
Tim Dosen IAIN Sunan Ampel Malang. Dasar-Dasar Kependidikan Islam (Surabaya: P.T
Karya Aditama)