KALKULUS I TEKNIK ELEKTRO SEMESTER I UNI

SEMESTER I UNIVERSITAS MURIA KUDUS MOH. DAHLAN,S.T.,M.T.

BAB I SISTEM BILANGAN

1.1 Pendahuluan

Bilangan pertama yang pernah kita jumpai ialah bilangan cacah yang disebut juga bilangan asli dan bilangan ini ditulis dengan menggunakan numeral (0,1,2…..9). Pada

bab ini memuat materi-materi dasar yang diperlukan dalam mempelajari kalkulus. Beberapa materi yang disampaikan hanyalah merupakan review, namun demikian ada pula beberapa yang relative masih baru.

1.1.1 Deskripsi

Pada bab ini akan membahas sistem bilangan dengan materi dasar sebagai berikut; sistem bilangan real, sifat-sifat bilangan real, sistem bilangan desimal, sistem bilangan biner, sistem bilangan oktal, sistem bilangan hexadesimal, relasi utama, garis bilangan, pertidaksamaan, nilai mutlak, selang/interval.

1.1.2 Manfaat dan Relevansi

Bilangan adalah dasar dari matematika, maka kalau kita belajar kalkulus/ilmu matematika tidak akan lepas dari sistem bilangan, karena semua bentuk operasi matematika menggunakan sistem bilangan, begitu pula untuk mempelajari matematika teknik lanjut.

1.1.3 Standart Kompetensi

Seorang sarjana teknik elektro diharapkan dapat menguasai materi sistem bilangan ini, karena untuk menguasai ilmu teknik elektro tidak lepas dari ilmu matematis sehingga sebagai dasar ilmu matematis ini, yaitu sistem bilangan harus dimengerti dan difahami, dan untuk mempelajari materi matematika lanjut diharuskan menguasai sistem bilangan.

1.1.4 Kompetensi Dasar

1. Mahasiswa dapat mengenali sistem bilangan real, bilangan desimal, bilangan 1. Mahasiswa dapat mengenali sistem bilangan real, bilangan desimal, bilangan

2. Mahasiswa dapat mengunakan operasi penjumlahan, pengurangan, dan perkalian dari macam-macam sistem bilangan.

3. Mahasiswa dapat memahami sistem relasi utama.

4. Mahasiswa dapat menyelesaikan pertidaksamaan.

5. Mahasiswa dapat menggunakan metoda nilai mutlak dan interval/selang.

1.2 Sistem Bilangan Real

Pada bagian ini, pembaca diingatkan kembali pada konsep tentang himpunan. Himpunan adalah sekumpulan obyek/unsur dengan kriteria/syarat tertentu. Unsur-unsur dalam himpunan S disebut anggota (elemen) S . Himpunan yang tidak memiliki anggota disebut himpunan kosong, ditulis dengan notasi  atau { }.

Jika a merupakan anggota himpunan S , maka dituliskan a  S dan dibaca “ a elemen S ”. Jika a bukan anggota himpunan S , maka dituliskan a  S dan dibaca “ a buka n elemen S ”. Pada umumnya, sembarang himpunan dapat dinyatakan dengan 2 cara. Pertama, dengan mendaftar seluruh anggotanya. Sebagai contoh, himpunan A yang terdiri atas unsur-unsur 1,2,3,4,5,6,7,8,9 dapat dinyatakan sebagai: A  { 1 , 2 , 3 , 4 , 5 , 6 , 7 , 8 , 9 } .

Cara yang kedua, yaitu dengan menuliskan syarat keanggotaan yang dimiliki oleh seluruh anggota suatu himpunan tetapi tidak dimiliki oleh unsur-unsur yang bukan

anggota himpunan tersebut. Apabila himpunan A di atas dinyatakan dengan cara ini,

maka dapat ditulis: A  {x x bilangan bulat positif kurang dari 10 } .

Himpunan A disebut himpunan bagian himpunan B , ditulis A  B , jika setiap anggota A merupakan anggota B . Kiranya tidaklah sulit untuk dipahami bahwa   A

untuk sebarang himpunan A .

Selanjutnya, akan disampaikan beberapa himpunan bilangan yang dipandang

cukup penting. Himpunan semua bilangan asli adalah N   1 , 2 , 3 , ...  . Himpunan ini

tertutup terhadap operasi penjumlahan dan operasi pergandaan, artinya x  y  N dan x . y  N untuk setiap x , y  N . Oleh karena itu, himpunan semua bilangan asli membentuk suatu sistem dan biasa disebut sistem bilangan asli . Sistem bilangan asli tertutup terhadap operasi penjumlahan dan operasi pergandaan, artinya x  y  N dan x . y  N untuk setiap x , y  N . Oleh karena itu, himpunan semua bilangan asli membentuk suatu sistem dan biasa disebut sistem bilangan asli . Sistem bilangan asli

Z   ...,  3 ,  2 ,  1 , 0 , 1 , 2 , 3 , ... 

Bilangan rasional adalah bilangan yang merupakan hasil bagi bilangan bulat dan bilangan asli. Himpunan semua bilangan rasional ditulis dengan notasi Q ,

Z dan

Dalam kehidupan nyata seringkali dijumpai bilangan-bilangan yang tidak rasional. Bilangan yang tidak rasional disebut bilangan irasional . Contoh-contoh

bilangan irasional antara lain adalah 2 dan . Bilangan 2 adalah panjang sisi miring segitiga siku-siku dengan panjang sisi-sisi tegaknya masing-masing adalah 1 (lihat Gambar 1.1).

Gambar 1.1

Sedangkan bilangan  merupakan hasil bagi keliling sebarang lingkaran terhadap diameternya (Gambar 1.2).

Gambar 1.2

Himpunan semua bilangan irasional bersama-sama dengan Q membentuk himpunan semua bilangan real R . Seperti telah diketahui, untuk menyatakan sembarang bilangan

3 5 7 real seringkali digunakan cara desimal . Sebagai contoh, bilangan-bilangan , , dan 4 3 66

masing-masing dapat dinyatakan dalam desimal sebagai  0 , 75 , 1 , 666 ...  , dan

0 , 1060606 .... Dapat ditunjukkan bahwa bentuk desimal bilangan-bilangan rasional adalah salah satu dari 2 tipe berikut:

(i) berhenti ( , , dst. ), atau

(ii) berulang beraturan ( , , dst. ).

Apabila bentuk desimal suatu bilangan tidak termasuk salah satu tipe di atas, maka bilangan tersebut adalah irasional. Sebagai contoh, bilangan-bilangan:

1.2.1 Sifat-sifat Bilangan Real

Pembaca diingatkan kembali kepada sifat-sifat yang berlaku di dalam R . Untuk sebarang bilangan real a , b , c , dan d berlaku sifat-sifat sebagai berikut:

1. Sifat komutatif

(i). a  b  b  a ( ii ). a . b  b . a

2. Sifat asosiatif

( i ). a   b  c  a  b   c  a  b  c

( ii ). a .  b . c  a . b . c  a . b . c

3. Sifat distributif

5. (i). a .(  b )  (  a ). b   ( a . b ) (ii). (  a ).(  b )  a . b (iii).  (  a )  a

6. (i). 0 0 , untuk setiap bilangan a  0 .

a (ii).

tak terdefinisikan.

(iii).  1 , untuk setiap bilangan a  0 .

7. Hukum kanselasi

(i). Jika a . c  b . c dan c  0 maka a  b .

(ii). Jika b , c  0 maka

8. Sifat pembagi nol

Jika a . b  0 maka a  0 atau b  0 .

1.3 Sistem Bilangan Desimal

Sistim bilangan desimal untuk membentuk suatu bilangan digunakan simbol yang dinamakan digit. digit tersebut adalah 0,1,2,3,4,5,6,7,8, dan 9. Banyaknya digit dalam suatu system disebut radix atau dasar. Sehingga dasar dari bilangan desimal adalah 10. Sistem bilangan decimal juga melibatkan tanda minus (-) untuk menandai bilangan negative dan tanda koma untuk menandai pecahan.

Tabel 1. Daftar sistem bilangan desimal dan nilai tempat

ke kanan dari koma Kedudukan

ke kiri dari koma

1 2 3 4 nilai tempat

pangkat dari 10 -4 10 10 10 10 10 10 10 10

Contoh. Tentukan nilai dari 5, 3, dan 1 dari bilangan 543,21. Penyelesaian :

5 adalah digit ketiga dari sebelah kiri tanda koma maka nilainya 2 = 5 x 10 = 5 x 10 = 500.

3-1

3 adalah digit pertama dari sebelah kiri tanda koma maka nilainya 0 = 3 x 10 = 3 x 10 = 3.

1-1

1 adalah digit kedua dari sebelah kanan tanda koma maka nilainya -2 = 1 x 10 = 1 x 10 = 0,01.

1.4 Sistem Bilangan Biner

Sistem bilangan biner hanya mempunyai dua digit, yaitu 0 dan 1. Sehingga dasar bilangan untuk sistem biner adalah 2. Untuk mengubah bilangan desimal bulat ke biner digunakan pembagian berulang oleh dasar sistem bilangan biner (2) hingga pembilangnya nol (0). Sisanya dari masing-masing pembagian merupakan hasilnya yang dibaca dari bawah ke atas. Latihan.

1. Ubahlah 54 10 ke bentuk biner.

2. Ubahlah 0,84375 10 ke biner.

3. Ubahlah 11001.010 2 ke bilangan desimal.

1.5 Sistem Bilangan oktal

Bilangan ini mempunyai delapan digit, yaitu ; 0,1,2,3,4,5,6, dan 7. Sehingga dasar bilangan oktal adalah 8. Sistem bilangan oktal sering digunakan untuk menunjukkan informasi biner dari komputer. Langkah untuk merubah bilangan desimal ke oktal :

1. Untuk mengubah bilangan bulat, digunakan pembagian berulang dengan 8 hingga pembilangnya nol.

2. Untuk mengubah bilangan pecahan ke bilangan oktal digunakan perkalian berulang dengan 8 dan kelebihan bilangan bulatnya merupakan hasilnya.

Latihan.

1. Ubahlah 432 10 ke oktal.

2. Ubahlah 0,4921875 10 ke oktal.

3. Ubahlah 701.23 8 ke desimal.

1.6 Sistem Bilangan Hexadesimal

Sistim bilangan hexadesimal mempunyai enambelas digit, yaitu; 0,1,2,3,4,5,6,7,8,9,A,B,C,D,E, dan F. sehingga dasar dari bilangan hexadecimal adalah

16. Alphabet yang digunakan pada system hexadecimal adalah „A‟ (alpha), „B‟ (bravo), „C‟ (charley), „D‟ (delta), „E‟ (echo), dan „F‟ (fox). Langkah untuk merubah bilangan desimal ke hexadesimal :

1. Untuk mengubah bilangan bulat, digunakan pembagian berulang dengan 16 hingga pembilangnya nol.

2. Untuk mengubah bilangan pecahan desimal ke bilangan hexadesimal digunakan perkalian berulang dengan 16 dan kelebihan bilangan bulatnya merupakan hasilnya.

Latihan.

1. Ubahlah 2420 10 ke bentuk hexadesimal.

2. Ubahlah 0,4921875 10 ke hexadesimal.

3. Ubahlah A3.F2 16 ke bilangan desimal.

Tabel 2. Daftar perbandingan antara bilangan desimal, biner, oktal dan hexadesimal.

Tabel 3. Daftar untuk mengubah bilangan biner ke oktal atau sebaliknya

1. Ubahlah bilangan 110.101 2 ke bilangan oktal.

Jawab. 110 . 101 = bilangan biner

6 . 5 = bilangan oktal

2. Ubahlah bilangan 23.46 8 ke bilangan biner.

Jawab.

2 3 . 4 6 = bilangan oktal

010 011 . 100 110 = bilangan biner

Tabel 4. Daftar untuk mengubah bilangan biner ke hexadesimal atau sebaliknya

8 9 A B C D E F 1000

1. Ubahlah 101100.1010 2 ke bilangan hexadesimal.

Jawab. 0010 10 . 1010 = bilangan biner

2 C . A = bilangan hexadesimal

2. Ubahlah F0.CC 16 ke bilangan biner.

Jawab.

F 0 . C C = bilangan hexadesimal

1111 0000 . 10 10 = bilangan biner

Latihan.

1. Tentukan nilai desimal dari :

a. 110 2 c. 110 8 e. 110 16

b. 10.11 2 d. 76.2 8 f. 76.2 16

2. Ubahlah bilangan desimal berikut ke bilangan biner, oktal, dan hexadesimal.

a. 132,43

b. 85,96

c. 500,43

d. 205,06

1.7 Operasi Sistem Bilangan Bilangan Biner

a. Penjumlahan : 0+0=0 0+1=1

b. Pengurangan :

0 –0=0 1-1=0 1-0=1 0-1=1

c. Perkalian : 0x0=0 0x1=0 1x1=1

b. Pembagian : 0:0=0 0:1=0 1:1=1

Contoh. 101101 2 101101101 2

1. a.  b.  1000010 2 1000001000 2

2. a.  b.  101110 2 101100010 2

3. a. x b. x 10101

Bilangan Oktal

a. Penjumlahan :

b. Pengurangan :

c. Perkalian :

d. Pembagian :

Bilangan Hexadesimal

A 3 B 59 16 C 03 DF 16

16 ED 1 16 DA 157 16

a. Penjumlahan :

B 9 A 2 A 16 19 A 526 16

36 BE 1 16 E 35 Bc 16

1 CE 5 A 16 A 4 CDF 16

b. Pengurangan :

c. Perkalian :

282 D 6 2227 A 635 C  880676

d. Pembagian :

15 BD 0

BD 0

1.8 Relasi Urutan

Himpunan semua bilangan real dapat dibagi menjadi 3 himpunan bagian tak kosong yang saling asing: (i). Himpunan semua bilangan real positif; (ii). Himpunan dengan bilangan 0 sebagai satu-satunya anggota; (iii). Himpunan semua bilangan real negative.

Untuk sebarang bilangan real a dan b , a dikatakan kurang dari b (ditulis a  b ) jika b  a positif. Bilangan a dikatakan lebih dari b (ditulis a  b ) jika b  a . Sebagai

contoh, 2  5 dan 3   1 . Mudah ditunjukkan bahwa:

a. Bilangan a positif jika dan hanya jika a  0 .

b. Bilangan a negatif jika dan hanya jika a  0 .

Jika a kurang dari atau sama dengan b , maka ditulis a  b . Jika a lebih dari atau sama dengan b , maka ditulis a  b . Sedangkan a  b  c dimaksudkan sebagai a  b dan

b  c . Artinya b antara a dan c . Berikut ini adalah beberapa sifat yang sangat penting

untuk diketahui. Untuk sebarang bilangan real a , b , dan c :

1. Jika a  b maka a  c  b  c untuk setiap bilangan real c .

2. Jika a  dan b b  c maka a  c .

3. a. Jika a  b dan c  0 maka a . c  b . c .

b. Jika a  b dan c  0 maka a . c  b . c .

4. a. Jika a  0 maka 1 0 . a

b. Jika 0  a  b maka 1.

5. Untuk sebarang bilangan real a dan b berlaku tepat satu:

a  b , a  b , atau a  b

2 6. Jika 2 a , b  0 maka: a  b  a  b  a  b .

1.9 Garis Bilangan

Secara geometris, sistem bilangan real R dapat digambarkan dengan garis lurus. Mula-mula diambil sebarang titik untuk dipasangkan dengan bilangan 0. Titik ini dinamakan titik asal (origin), ditulis dengan O . Pada kedua sisi dari O dibuat skala sama (segmen) dan disepakati arah positif disebelah kanan O sedangkan arah negatif disebelah kiri O . Selanjutnya, bilangan- bilangan bulat positif 1, 2, 3, … dapat dipasangkan dengan

masing-masing titik di kanan O dan bilangan-bilangan  1 ,  2 ,  3 , ... dengan titik-titik di sebelah kiri O . Dengan membagi setiap segmen, maka dapat ditentukan lokasi untuk

bilangan-bilangan 1 , , 2 , dst. (Perhatikan Gambar 1.3)

Dengan cara demikian, maka setiap bilangan real menentukan tepat satu titik pada garis lurus dan sebaliknya setiap titik pada garis lurus menentukan tepat satu bilangan real. Oleh sebab itu, garis lurus sering disebut pula Garis Bilangan Real .

1.10 Pertidaksamaan

Perubah variable ( ) adalah lambang (simbol) yang digunakan untuk menyatakan sebarang anggota suatu himpunan. Jika himpunannya R maka perubahnya disebut perubah real . Selanjutnya, yang dimaksudkan dengan perubah adalah perubah real.

Pertidaksamaan ( inequality ) adalah pernyataan matematis yang memuat satu perubah atau lebih dan salah satu tanda ketidaksamaan (<, >, , ).

Contoh. x

Menyelesaikan suatu pertidaksamaan memiliki arti mencari seluruh bilangan real yang dapat dicapai oleh perubah-perubah yang ada dalam pertidaksamaan tersebut sehingga pertidaksamaan tersebut menjadi benar. Himpunan semua bilangan yang demikian ini disebut penyelesaian . Sifat-sifat dan hukum dalam R sangat membantu dalam mencari penyelesaian suatu pertidaksamaan.

Contoh.

Tentukan penyelesaian pertidaksamaan 2 x  5  5 x  7 .

Penyelesaian: 2 x  5  5 x  7

 2 x  5  5 x  5  5 x  7  5 x  5   3 x  12   3 x .(  1 3 )  12 .(  1 3 )

Jadi, penyelesaian pertidaksamaan di atas adalah  x x R   4  .

Pertidaksamaan tipe lain mungkin lebih sulit diselesaikan dibandingkan pertidaksamaan-pertidaksamaan seperti pada contoh di atas. Beberapa contoh diberikan sebagai berikut.

Contoh.

Tentukan penyelesaian pertidaksamaan: x 2 x 5  6  0 .

Penyelesaian: Dengan memfaktorkan ruas kiri pertidaksamaan, maka diperoleh:

 x  2   x  3  0

Telah diketahui bahwa hasil kali 2 bilangan real positif apabila ke dua faktor positif atau ke dua faktor negatif. Oleh karena itu, (i). Jika ke dua faktor positif maka:

x  2 dan x  3

Sehingga diperoleh: x  3 .

(ii).Jika ke dua faktor negatif, maka:

x  2  0 dan x  3  0

x  2 dan x  3

Diperoleh: x  2 .

Jadi, penyelesaian adalah  x  R x  2 atau x  3  .

Penyelesaian pertidaksamaan di atas dapat pula diterangkan sebagai berikut: ruas kiri pertidaksamaan bernilai nol jika x  2 atau x  3 . Selanjutnya, ke dua bilangan ini

membagi garis bilangan menjadi 3 bagian: x  2 , 2  x  3 , dan x  3 (Gambar 1.4).

Pada bagian x  2 , nilai ( x  2 ) dan ( x  3 ) keduanya negatif, sehingga hasil kali keduanya positif. Pada segmen 2 x  3 , ( x  2 ) bernilai positif sedangkan ( x  3 ) bernilai negatif. Akibatnya, hasil kali keduanya bernilai negatif. Terakhir, pada bagian

x  3 , ( x  2 ) dan ( x  3 ) masing-masing bernilai positif sehingga hasil kali keduanya juga positif. Rangkuman uraian di atas dapat dilihat pada Tabel 1. di bawah ini.

Tabel 5.

Tanda nilai

x  2 x  3 ( x  2 )( x  3 ) Kesimpulan

Pertidaksamaan dipenuhi.

Pertidaksamaan tidak dipenuhi.

Pertidaksamaan dipenuhi.

Jadi, penyelesaian pertidaksamaan adalah  x  R x  2 atau x  3  .

Metode penyelesaian seperti pada Contoh di atas dapat pula diterapkan pada bentuk-bentuk pertidaksamaan yang memuat lebih dari 2 faktor maupun bentuk-bentuk pecahan. Contoh.

3 Tentukan penyelesaian 2 x  2 x  x  1   1 .

Penyelesaian: Apabila ke dua ruas pada pertidaksamaan di atas ditambah 1, maka diperoleh:

 ( x  1 )( x  1 )( x  2 )  0

Jika ( x  1 )( x  1 )( x  2 )  0 , maka diperoleh: x   1 , x  1 , atau x  2 . Selanjutnya, perhatikan table berikut:

Tabel 6

Tanda nilai/nilai

x  1 x  1 x 2 ( x  1 )( x  1 )( x  2 )  Kesimpulan x   1 

Pertidaksamaan dipenuhi.  1  x  1 +

Pertidaksamaan tidak dipenuhi. 1

 Pertidaksamaan dipenuhi. x  2 + +   x 2  +

Pertidaksamaan tidak dipenuhi. x  1  0

0 Pertidaksamaan dipenuhi. x 1  2

0 1 Pertidaksamaan dipenuhi. 0 2 3 1 Pertidaksamaan dipenuhi.

Jadi, penyelesaian adalah  x  R x   1 atau 1  x  2  .

Contoh

2 x  6 Selesaikan

x  2 Penyelesaian: Apabila pada ke dua ruas ditambahkan  ( x  1 ) maka diperoleh:

x  2 ( x  5 )( x  2 )

Nilai nol pembilang adalah  2 dan 5 , sedangkan nilai nol penyebut adalah 2. Sekarang,

( x  5 )( x  2 )

untuk mendapatkan nilai x sehingga  0 diperhatikan tabel berikut:

Tabel 7

Tanda nilai/nilai

( x  2 )( x  5 )

Kesimpulan

Pertidaksamaan tidak dipenuhi.  2  x  2 +

Pertidaksamaan dipenuhi. 2  x  5 +

Pertidaksamaan tidak dipenuhi. x  5 +

Pertidaksamaan dipenuhi. x

0 Pertidaksamaan dipenuhi. x 2  4

0 tak terdefinisikan 3 Pertidaksamaan tidak dipenuhi. 7

Pertidaksamaan dipenuhi.

Jadi, penyelesaian adalah  x  R  2  x  2 atau x  5  .

1.11 Nilai Mutlak (Absolute Value)

Nilai mutlak suatu bilangan adalah panjang/jarak bilangan tersebut dari bilangan

0. Jadi, nilai mutlak 5 adalah 5, nilai mutlak 7 adalah 7, nilai mutlak 0 adalah 0, dan seterusnya.

Definisi; Nilai mutlak x  R , ditulis dengan notasi x , didefinisikan sebagai: x

x 2  . Definisi di atas dapat pula dinyatakan sebagai:

Sebagai contoh,  8   (  8 )  8 ,

5, 3  3 , dst. Selanjutnya, sifat-sifat nilai

mutlak diterangkan sebagai berikut.

Sifat 1. Jika x , y  R maka:

a. x  0 x  0  x  0

b. x . y  x . y  , asal y  0

c. x  y  x  y  x  y (Ketaksamaan segitiga) x  y  x  y  x  y

Secara geometris, nilai mutlak x  a dapat diartikan sebagai jarak dari a ke x . Sebagai contoh, jika x  3  7 maka artinya x berjarak 7 unit di sebelah kanan atau di

sebelah kiri 3 (lihat Gambar 1.5).

Jadi, penyelesaian x  3  7 adalah   4 , 10  .

Dengan mengingat Sifat 1. (b), kiranya mudah dipahami sifat berikut:

Sifat 2. Jika a  0 , maka: x  a  x  a atau x   a .

Sebagai contoh,

x  4 berarti x  4 atau x   4 18

3 x  5  3 x  5 atau 3 x   5

 x  atau x  

3 3 Secara sama, 2 x  3  7 berarti 2 x  3  7 atau 2 x  3   7

 2 x  10 atau 2 x   4  x  5 atau

Sifat 3. Jika a  0 , maka:

(a). x  a   a  x  a . (b). x  a  x   a atau x  a .

Contoh.

Selesaikan 2 x  3  7 .

Penyelesaian: Menggunakan Sifat 1.1.9 (b), diperoleh:

2 x  3  7   2 x  3    7 atau  2 x  3   7

 2 x   4 atau 2 x  10  x   2 atau x  5

Jadi, penyelesaian adalah  x  R x   2 atau x  5  .

Contoh .

2 x Tentukan semua nilai x sehingga

Penyelesaian: Berdasarkan Sifat 1.1.9 (a), maka:

3 dan  3 x  2 x  2

Selanjutnya, karena:

( i ).

x  atau x  2

( ii ).

x  2  x  2 atau x  6

maka, diperoleh: x  atau x  6 .

Contoh .

Tentukan penyelesaian pertidaksamaan x  4  x  2 .

Penyelesaian: (i). Apabila x  2  0 , maka selalu berlaku x  4  x  2 untuk setiap x . Sehingga

diperoleh: x  2 . (ii). Jika x  2  0 , maka:

x  4  x  2    x  4    x  2  atau  x  4   x  2   , x  2

 2  x  3 Dari (i) dan (ii), diperoleh x  3 .

1.12 Selang (Interval)

Diberikan sebarang dua bilangan real a dan b , dengan a  b . Berturut-turut didefinisikan:

(  , a ]   x x  a 

(  , a )   x x  a 

Contoh .

Tentukan penyelesaian

Penyelesaian: Berdasarkan Sifat 1.6 maka diperoleh:

 5 x 2  36 x  36  0 , x  2

  5 x  6  x  6   0 , x  2

Jadi, penyelesaian adalah  6  , 2     2 , 6 .

1.13 Latihan Soal

Untuk soal 1 – 21 tentukan penyelesaiannya.

Untuk soal 22 – 24 tentukan x sehingga masing-masing pernyataan mempunyai arti.

22. 2 x  3 x  5 23. 24. x 2  3 2 x  8 2 x  3

25. Jika x a  1 2 dan y a  1 3 maka tunjukkan x y  5 6 .

26. Jika a  b maka tunjukkan bahwa a

. Bilangan

disebut rata-rata

aritmatika dari bilangan a dan b .

27. Jika 0  a  b maka tunjukkan bahwa a  ab  b . Bilangan ab disebut rata-rata geometri dari bilangan a dan b . Tunjukkan pula bahwa rata-rata geometri dari

bilangan a dan b kurang dari rata-rata aritmatikanya.

28. Tunjukkan bahwa x  y  x  y .

29. Jika a , b  0 dan a  b maka tunjukkan 1 .

30. Jika a  b dan c  0 , tunjukkan ac  bc .

1.14 Daftar Pustaka

K.A. Stroud, Erwin Sucipto, Matematika Untuk Teknik, Edisi ketiga, Erlangga, Jakarta. K.A. Stroud, D.J. Booth, Matematika Untuk Teknik, Edisi kelima, Erlangga, Jakarta.

BAB II SISTEM KOORDINAT

2.1 Pendahuluan

Sistem koordinat adalah suatu cara/metode untuk menentukan letak suatu titik. Ada beberapa macam sistem koordinat: sistem koordinat cartesius, sistem koordinat kutub, sistem koordinat tabung, dan sistem koordinat bola. Pada bagian ini hanya akan dibicarakan sistem koordinat cartesius dan sistem koordinat kutub saja.

2.1.1 Deskripsi

`Pada bab ini akan membahas sistem koordinat dengan materi-materi dasar antara lain; sistem koordinat cartesius, sistem koordinat kutub, hubungan antara sistem koordinat cartesius dan sistem koordinat kutub.

2.1.2 Manfaat dan Relevansi

Dengan materi sistem koordinat ini diharapkan seorang sarjana teknik elektro dapat merancang dan membuat sistem titik koordinat dengan benar. Sehingga dalam perancangan dapat mendekati kebenaran, atau dalam perancangan lebih optimal.

2.1.3 Standart Kompetensi

Setelah mempelajari bab ini seorang mahaisiswa diharapkan dapat menguasai sistem koordinat cartesius dan koordinat kutub sehingga dalam penerapannya pada teknik elektro lebih maximal.

2.1.4 Kompetensi Dasar

1. Mahasiswa dapat mengenali dan menguasai operasi sistem koordinat cartesius dan koordinat kutub

2. Mahasiswa dapat mengunakan hubungan antar koordinat cartesius dengan koordinat kutub.

2.2 Sistem Koordinat Cartesius

Diperhatikan 2 garis lurus, satu mendatar (horizontal) dan yang lain tegak (vertical). Selanjutnya, garis mendatar ini disebut sumbu-x sedangkan garis yang tegak disebut sumbu-y . Perpotongan kedua sumbu tersebut dinamakan titik asal ( origin ) dan diberi tanda O . Seperti biasanya, titik-titik disebelah kanan O dikaitkan dengan bilangan- bilangan real positif sedangkan titik-titik di sebelah kiri O dengan bilangan-bilangan real negatif. Demikian pula dengan titik-titik di sebelah atas O dan di sebelah bawah O masing-masing dikaitkan dengan bilangan-bilangan real positif dan negatif.

Oleh ke dua sumbu, bidang datar (bidang koordinat) terbagi menjadi 4 daerah (kwadran), yaitu kwadran I, kwadran II, kwadran III, dan kwadran IV (lihat Gambar 2.1).

Kwadran II

Kwadran I

x y 0 ,  0 x y 0 ,  0

Kwadran III

Kwadran IV

x y 0 ,  0 x y 0 ,  0

Gambar 2.1

Letak sebarang titik pada bidang dinyatakan dengan pasangan berurutan ( x , y ) . Titik P ( x , y ) mempunyai arti bahwa jarak titik P ke sumbu- x dan sumbu- y masing-

masing adalah y dan x . Apabila x  0 ( atau y  0 ) maka titik P berada di sebelah kiri (atau sebelah bawah) titik asal O dan apabila x  0 ( atau y  0 ) maka titik P terletak di

sebelah kanan (atau sebelah atas) titik asal O . Dalam hal ini, x disebut absis titik P sedangkan y disebut ordinat titik P .

Gambar 2.2

Sistem Koordinat Kutub (Polar)

Pada sistem koordinat Cartesius, letak titik pada bidang dinyatakan dengan pasangan ( x , y ) , dengan x dan y masing-masing menyatakan jarak berarah ke sumbu- y

dan ke sumbu- x . Pada sistem koordinat kutub, letak sebarang titik P pada bidang dinyatakan dengan pasangan bilangan real  r ,  , dengan r menyatakan jarak titik P ke

titik O (disebut kutub ) sedangkan  adalah sudut antara sinar yang memancar dari titik O melewati titik P dengan sumbu- x positif (disebut sumbu kutub ) (lihat Gambar 2.3).

O Gambar 2.3

Berbeda dengan sistem koordinat Cartesius, dalam koordinat kutub letak suatu titik dapat dinyatakan dalam tak hingga banyak koordinat. Sebagai contoh, letak titik P ( 3 ,  3 ) dapat digambarkan dengan cara terlebih dulu melukiskan sinar yang memancar

dari titik asal O dengan sudut sebesar radian terhadap sumbu mendatar arah positif.

Kemudian titik P terletak pada sinar tadi dan berjarak 3 satuan dari titik asal O (lihat

Gambar 2.4 (a)). Titik P dapat pula dinyatakan dalam koordinat  3 ,  3  2 k   , dengan k

  3 , 4  3  pun juga menggambarkan titik P (lihat Gambar 2.4 (c)). Pada koordinat yang terakhir, jarak bertanda negatif. Hal ini dikarenakan titik P terletak pada bayangan sinar O P  .

Gambar 2.4 Berbagai pernyataan koordinat kutub untuk suatu titik.

Secara umum, jika  r ,  menyatakan koordinat kutub suatu titik maka koordinat titik tersebut dapat pula dinyatakan sebagai berikut:

 r ,   2 k   atau   r ,   ( 2 k  1 )   dengan k bilangan bulat.

Kutub mempunyai koordinat ( 0 ,  dengan  sebarang bilangan. )

2.3 Hubungan Antara Sistem Koordinat Cartesius dan Sistem Koordinat Kutub

Suatu titik P berkoordinat ( x , y ) dalam sistem koordinat Cartesius dan ( r ,  ) dalam sistem koordinat kutub. Apabila kutub dan titik asal diimpitkan, demikian pula

Gambar 2.5

Dari rumus segitiga diperoleh hubungan sebagai berikut: (1.1) x  r cos 

y  r sin 

atau:

(1.2) r  x  y

  arcsin    arccos  

Contoh. Nyatakan ke dalam system koordinat Cartesius.

a. A  4 ,  b. B   5 ,  c. C   3 ,  

Penyelesaian: Dengan menggunakan persamaan (1.1): 2

a. x 4 cos 

2 y  4 sin   2 3 .

Jadi, A

b. x   5 cos   2 y   5 sin   2 .

Jadi, dalam system koordinat Cartesius B   

 3 Jadi, 3 C 2 ,  

Apabila x  0 maka persamaan (1.2) dapat dinyatakan sebagai:

(1.3) r  x  y

 arctan

y Hati-hati apabila menggunakan persamaan (1.3), karena   arctan akan memberikan x

2 nilai  yang berbeda, 0    2  . Untuk menentukan nilai  yang benar perlu diperhatikan letak titik P , apakah di kwadran I atau II, ataukah dikwadran II atau IV.

2 Apabila dipilih nilai 2  yang lain, maka   x  y .

Contoh. Nyatakan ke dalam sistem koordinat kutub:

a. P  4 ,  4 b. Q (  4 , 4 )

Penyelesaian: Dari persamaan (1.3), diperoleh:

Selanjutnya, karena letak titik P di kwadran IV, maka:

Jadi, P  4 2 ,  atau P   4 2 ,  .

2 b. 2   (  4 )  4   4 2

atau 

  arctan

Selanjutnya, karena letak titik Q di kwadran II, maka:

 4 2 dengan  

, atau

r   4 2 dengan

Jadi, Q  4 2 ,  atau Q 4 2 ,       . 

Contoh. Nyatakan persamaan r  2a sin  ke dalam sistem koordinat Cartesius.

Penyelesaian: Jika ke dua ruas persamaan di atas dikalikan dengan r maka diperoleh:

2 r  2 a ( r sin  )

2 2 Selanjutnya, karena 2 r  x  y dan r sin  

y maka:

2 x 2  y  2 ay

2  2 x  y  2 ay  0 , yaitu persamaan lingkaran dengan pusat ( 0 , a ) dan jari-jari a .

Contoh.

2 Nyatakan 2 x  4 y  16 ke dalam system koordinat kutub.

Penyelesaian: Dengan substitusi x  r cos  dan y  r sin  maka diperoleh:

2.5 Latihan Soal

Untuk soal 1 – 8, nyatakan masing-masing dengan dua koordinat yang lain, satu dengan

r  0 dan yang lain dengan r  0 .

Untuk soal 9 – 16, nyatakan dalam sistem koordinat Cartesius.

Untuk soal 17 – 23, ubahlah ke dalam sistem koordinat kutub.

Untuk soal 24 – 29, nyatakan masing-masing persamaan ke dalam sistem koordinat Cartesius.

Nyatakan persamaan pada soal 30 – 32 ke dalam sistem koordinat kutub.

30. 2 x  y  0 31. y  1  4 x 32. xy  1

33. Tunjukkan bahwa jarak titik P ( r ,  ) dan Q ( R ,  ) adalah:

d r 2 R 2    2 rR cos(   )

2.6 Daftar Pustaka

K.A. Stroud, Erwin Sucipto, Matematika Untuk Teknik, Edisi ketiga, Erlangga, Jakarta. K.A. Stroud, D.J. Booth, Matematika Untuk Teknik, Edisi kelima, Erlangga, Jakarta.

BAB III MATRIKS

3.1 Pendahuluan

Bahwa matrik merupakan induk materi dari determinan. Banyak penjelasan memasukan materi determinan didalam matrik. Karena cakupan materi terlalu luas dikaji, maka dipisahkan kajiannya dalam dua pokok bahasan.

Matrik adalah himpunan bilangan real atau bilangan komplek yang tersusun berdasarkan baris dan kolom. Baris adalah bagian yang horizontal, kolom meruapakan bagian yang vertikal. Matrik dinamakan juga dengan array atau larik. Matrik disusun berdasarkan jumlah kolom dan baris lebih sering disebut dengan ordo (mxn). m merupakan jumlah baris dan n adalah jumlah kolom.

3.1.1 Deskripsi

Pada bab ini akan mempelajari matriks dengan materi dasar antara lain; dasar matriks, macam-macam matriks, peningkatan matriks, aljabar matriks, transformasi elementer, invers matriks, metode invers matriks.

3.1.2 Manfaat dan Relevansi

Dalam mempelajari matriks sangat erat hubungannya dengan teknik elektro, khususnya untuk penyelesaian dalam rangkaian listrik. Untuk itu harus betul-betul materi ini difahami dan dimengerti agar dalam penyelesaiannya pada teknik elektro dapat menghasilkan sistem yang baik..

3.1.3 Standart Kompetensi

Mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menguasai materi matriks mulai dari dasar matriks sampai pengoperasiannya, sehingga dalam penerapannya pada teknik elektro dapat menghasilkan sistem yang baik, khususnya pada rangkaian listrik.

3.1.4 Kompetensi Dasar

1. Mahasiswa dapat mengenali dasar matriks.

2. Mahasiswa dapat mengunakan operasi penjumlahan, pengurangan, dan

3. Mahasiswa dapat merubah persamaan linier menjadi persamaan matriks.

4. Mahasiswa dapat menyelesaikan metoda invers.

5. Mahasiswa dapat menggunakan metoda eleminasi gauss.

3.2 Dasar Matriks

Matriks adalah sekumpulan bilangan riil (atau elemen) atau kompleks yang disusun menurut baris dan kolom sehingga membentuk jajaran (array), persegi panjang. Bentuk umumnya:

 6 1  adalah matr iks ber or de 3 x 2

Dengan kata lain suatu larikan bilangan-bilangan yang berbentuk empat persegi panjang.

 a 11 a 12 a 13  a 1 n 

a 21 a 22 a 23   a 2 n 

 a m 1 a m 2 a m 3   a mn  

A adalah notasi matriks sedang a mn adalah elemen matriks. Deretan horisontal elemen- elemen disebut baris dan deretan vertikal disebut kolom. Indeks m menunjukkan nomor baris elemen berada, indeks n menunjukkan nomor kolom elemen berada, misal a 23 artinya elemen a berada pada baris 2 dan kolom 3. Matriks diatas memiliki m baris dan n kolom, dan disebut juga dimensi m kali n ( m  n ).

Matriks dengan dimensi baris m = 1, seperti:

B =[ b 1 b 2  b n ],

disebut dengan vektor baris atau matriks baris . Sedang dengan dimensi kolom n = 1, seperti:

Matriks yang semua unsurnya bernilai 0, seperti:

A =  0 0 0  disebut dengan matriks nol.

3.3 Macam-Macam Matriks

a) Matriks bujur sangkar (MBS) adalah sebuah matriks dimana m = n , misal matriks 3 3, adalah:

 a 11 a 12 a 13 

A = a 21 a 22 a 23

 a  31 a 32 a 33  

Diagonal yang terdiri dari a 11 , a 22 , dan a 33 adalah diagonal utama matriks. MBS banyak digunakan pada penyelesaian sistem persamaan linier, dalam sistem ini jumlah persamaan (baris) dan jumlah bilangan tak diketahui (kolom) harus sama untuk mendapatkan penyelesaian tunggal.

b) Matriks diagonal adalah matrik bujur sangkar dimana semua elemen kecuali diagonal utama adalah 0, dan berbentuk:

 a 11 0 0 0 

  0 0 a 33 0   0 0 0   a 44 

c) Matriks saklar, adalah matriks diagonal yang unsur-unsurnya sama besar tetapi bukan nol atau satu.

berikut ini:

I= 

e) Matriks segitiga atas (MSA), adalah matriks yang semua elemen dibawah diagonal bernilai 0, bentuknya sebagai berikut:

 a 11 a 12 a 13 a 14   0 a a a 

33 a 34 

0 0 0  a 44 

f) Matriks segitiga bawah (MSB), adalah matriks yang semua elemen diatas diagonal bernilai 0, bentuknya sebagai berikut:

 a 11 0 0 0 

21 a 0 0

  a 31 a 32 a 33 0 

  a 41 a 42 a 43 a 44 

g) Matriks simetris, bila a ij = a ji , misalnya matriks simetris 3 3:

h) Matriks simetris diagonal nol, bila a ij =- a ji , misalnya matriks simetris 3 3

yang semua unsur diagonalnya a ji = 0.

berikut:

 a 11 a 12 0 0 

A =   , disebut juga dengan matriks tridiagonal .  0 a 32 a 33 a 34 

21 a 22 a 23 0

  0 0 a 43 a 44 

j) Matriks transpose, adalah matriks yang terbentuk dengan mengganti baris

menjadi kolom dan kolom menjadi baris (notasinya T A ).

 a 11 a 12 a 13  a 1 n 

  a 21 a 22 a 23  a 2 n 

Untuk matriks: = 

   a m 1 a m 2 a m 3  a mn  

 a 11 a 21 a 31  a m 1 

  a 12 a 22 a 32  a m 2 

 maka transposenya ( A ) adalah A = 

   a 1 n a 2 n a 3 n  a mn  

k) Matriks ortogonal adalah matrik bujur sangkar yang memenuhi aturan:

T [A] . [A] = [A] [A] = [I]

3.4 Peningkatan matriks

Matriks dapat ditingkatkan dengan menambahkan kolom (kolom-kolom) pada matriks asli, misalnya suatu matriks koefisien berdimensi 3 3,

 a 11 a 12 a 13 

A = a 21 a 22 a 23  

a  a  31 32 a 33  

 a 11 a 12 a 13 | 1 0 0 

a 21 a 22 a 23 | 0 1 0  

a 31 a a 33 | 0 0  1  32  

bentuk ini lebih menguntungkan bila dilakukan operasi pada dua matriks, dengan demikian operasi tidak dilakukan untuk dua matriks, tetapi hanya pada satu matriks yang ditingkatkan.

3.5 Aljabar Matriks

MBS dapat dikenakan suatu operator matematika seperti penjumlahan, pengalian, dan pengurangan.

a) Kesamaan dua matriks Dua matriks A dan B dikatakan sama bila elemen-elemen matriks A sama dengan elemen-elemen matriks B dan ukuran keduanya adalah sama, a ij = b ji untuk semua nilai i dan j . Notasi dan kesamaan matriks Untuk menyatakan matriks (m x n) akan kita gunakan huruf besar tebal, misalnya A. Untuk matriks baris atau kolom kita gunakan huruf kecil tebal, misalnya;

 a 11 a 12 

A  a   21 a 22

   a 31 a 32  

Menurut definisinya dua matriks dikatakan sama jika semua elemen yang bersesuaian letak sama, dan kedua matriks tersebut harus berorde sama.

 a 11 a 12 

Jika  a a 21  22   1 5  ma ka a 11  4 ; a 12  2 ; a 21  1 , dst . 

a 31  a  32  

untuk operasi penjumlahan atau pengurangan ( A  B ) dari kedua matriks tersebut, adalah sama dengan matriks C =[ c ij ] dengan dimensi m  n , dimana setiap elemen matriks C adalah jumlah (selisih) dari elemen-elemen yang

berkaitan dari A dan B .

Agar dua matriks dapat dijumlahkan atau dikurangkan, maka orde keduanya haruslah sama. Selanjutnya jumlah atau selisihnya diperoleh dengan menambahkan atau mengurangkan elemen-elemennya yang bersesuaian.

C = A  B =[ a ij  b ij ]=[ c ij ]

Contoh soal:

Jika A =

c) Perkalian matriks Perkalian matriks A dengan skalar g didapat dengan mengalikan semua

elemen dari A dengan skalar g , jika gA = C , maka c ij = ga ij . (1). Perkalian dengan skalar : mengalikan matriks dengan sebuah bilangan (yaitu skalar) berarti mengalikan masing-masing elemennya dengan bilangan tersebut.

(2). Perkalian dua buah matriks : dua buah matriks dapat dikalikan satu terhadap yang lain hanya jika banyaknya kolom dalam matriks yang pertama sama dengan banyaknya baris dalam matriks yang kedua.

Contoh soal:

 2  2   10  10  Jika A =

 4 3   20 15  Perkalian dua matriks A dan B dapat dilakukan bila cacah kolom A sama dengan cacah baris B , dan kedua matriks disebut dengan conformable .

dan g = 5, maka C = gA =5

Perkalian suatu matriks 1  m , yaitu A =[ a 11 a 12  a 1m ] dengan matriks m 1 yaitu:

 b 11   b   21 

B = b 31 adalah sebuah matriks C  berukuran 1  1, yang berbentuk:   

C =[ a 11 b 11 + a 12 b 21 +  + a 1m b m1 ] atau  b 11 

   b 21 

[ a 11 a 12  a 1m b ] 31   =[ a 11 b 11 + a 12 b 21 +  + a 1m b m1 ]

Operasi perkalian adalah baris dengan kolom, tiap elemen dari baris dikalikan dengan elemen dari kolom dan kemudian dijumlahkan.

Contoh soal:

Perkalian antara matriks m  p , yaitu A =[ a ij ] dan matriks p  n , yaitu B =[ b ij ] adalah matriks m  n , yaitu C =[ c ij ] dengan nilai c ij = a i1 b 1j + a i2 b 2j +…+ a ip b pj

=  a ik b kj .

Dimana untuk i = 1, 2, …, m dan j = 1, 2, …, n

Contoh soal:

A = , B =  1 3 dan X = 2 

 x 1  3 x 2  2  x 3

3.6 Transformasi Elementer

Transformasi elementer pada sebuah matrik tidak mengubah baik orde maupun bentuk matriks. Transformasi elementer ialah:

Contoh: [A] =  4 5 6 

H 32 → [A] =  7 8 9  K 31 → [A] =  6 5 4 

b) Perkalian setiap unsur baris ke-i dengan bilangan skalar k (k ≠ 0) diberi simbol Hi(k) perkalian setiap unsur kolom ke- i dengan bilangan skalar k (k ≠ 0) diberi simbol Ki(k)

 1 2 3  Contoh soal: [A] =  4 5 6 

H 2 (2) → [A] =  8 10 12  setiap baris ke-2 dikalikan dengan 2

K 3 (-2) → [A] =  4 5 12   setiap kolom ke-3 dikalikan dengan -2

c) Penambahan pada setiap unsur baris ke-i dengan k kali (k skalar) unsur yang sesuai dari baris ke-j diberi simbol Hij(k). Penambahan unsur yang sesuai dari kolom j pada setiap unsur kolom ke-i dengan k kali (k skalar) diberi simbol Kij(k).

 1 2 3  Contoh soal: [A] =  4 5 6 

H 32 (-1)

→ [A] =  baris ke-2 dikalikan (-1) lalu dijumlahkan baris ke 3. 

K 31 (1) →[A] =  4 5 10  kolom ke-1 dikalikan (1) lalu dijumlahkan kolom ke-3.

TUGAS: Selesaikan dengan menggunakan metode transformasi elementer berdasarkan baris

 1 2 1  a 11 0  0  (H) menjadi Matriks Segitiga Bawah (MSB) : [A] =  2 4 8  →  a 21 a 22 0 

  a 31 a 32 a 33  

3.7 Invers Matriks

Pada aljabar biasa bila terdapat hubungan antara dua besaran a dan x ialah kebalikan. Contoh soal:

1) Menggunakan determinan, hitung [A] bila [A] = 

Penyelesaian:

Nilai determinan A = |A| = –17.

Dengan algoritma [A] =

adj [A]

A 11 (baris 1 dan kolom 1 ditutup) = (+1)

A 12 = ( –1)

= 2, A 21 = ( –1)  =2

= 10, A 13 = (+1)

A 22 = (+1)

= –7, A 31 = (+1) =  –8

= –18, A 23 =( –1)

A 32 =( –1)

= 21, A 33 = (+1)

 A 11 A 12 A 13 

[A] =  A 21 A 22 A 23  → [A] =  2  18  7 

  A 31 A 32 A 33  

→ [A] T = 

2) Menggunakan transformasi elementer, hitung [A] bila [A] = 

 2 1 1 : 1 0 1 1 1 :  1   2 2  H  2 2 0 

 0 2 : 1 1 H ~ 21 (-1) 

H 12  1  2 =

Hitung [A] bila [A] = 

2   1 2 , dengan:

a) Menggunakan determinan, dengan algoritma [A] = adj [A]

b) Menggunakan transformasi elementer, dengan algoritma  A : I  ~  I : X 

3.8 Metode Invers Matriks

Persamaan umum:

dapat ditulis dalam bentuk matriks, menjadi sebagai berikut:

 a 11 a 12  a 1 n   x 1   b 1 

21 22  2 n

      atau AX = B  

 n 1 a n 2  a nn

dengan: A adalah matriks koefisien n  n .

X adalah kolom vektor n 1 dari bilangan tak diketahui.

B adalah kolom vektor n 1 dari konstanta. Nilai pada vektor kolom X dapat dicari dengan cara mengalikan kedua ruas persamaan dengan matriks inversi, yaitu A 1 AX = A 1 B , karena A 1 A = I, maka nilai-

nilai dari elemen X = A 1 B ,

Contoh soal: Diketahui suatu persamaan, yaitu: 2x + y = 4

2x + 3y = 8

B Maka persamaan diatas dapat ditulis =

→A+X=B→X= 

2 3   y   8 

1 1  3  1  3   1  Untuk nilai A =

Sehingga nilai

 y 

dapat dicari yaitu:  4 4 

Jadi nilai x = 1 dan y = 2.

Definisi:

Untuk membentuk invers dari matriks bujur sangkar, langkah-langkah yang harus dilakukan antara lain :

a. Hitung determinan dari suatu matrik bujur sangkar.

b. Bentuk matriks kofaktor C

d. Bagilah masing-masing elemen C T dengan hasil determinan.

e. Matriks terakhir yang diperoleh adalah matriks invers (A -1 ).

Contoh.

Tentukan invers matriks B  4 1  5 

a. Hitung determinan dari suatu matrik bujur sangkar.

B   4 1 5   1 ( 2  0 )  2 ( 8  30 )  3 ( 0  6 )  28 

b. Bentuk matriks kofaktor C

A 11 = +(2-0)=2;

A 12 = -(8-30)=22;

A 13 = +(0-6)=-6;

A 21 = -(4-0)=-4;

A 22 = +(2-18)=-16;

A 23 = -(0-12)=12;

A 31 = +(10-3)=7;

A 32 = -(5-12)=7;

A 33 = +(1-8)=-7;

C    4 16 12  

c. Tuliskan transpose matriks C, yaitu C T

adj T B C 

d. Bagilah masing-masing elemen C T dengan hasil determinan.

B      22  16 7 

3.9 Latihan soal

1. Jika A 

dan B 

Tentukanlah : (a). A + B (b). B –A

dan B  8 0 

Tentukanlah : (a). A x B (b). 3 . A

3. Jika A  6 2 5

Tentukanlah : (a). A (b). adj. A.

A   3 5 1 4. Tentukan invers matriks 

5. Nyatakanlah sistem persamaan berikut dalam bentuk matriks.

2 x 1  4 x 2  5 x 3   7 x 1  3 x 2  x 3  10

3.10 Daftar Pustaka

K.A. Stroud, Erwin Sucipto, Matematika Untuk Teknik, Edisi ketiga, Erlangga, Jakarta. K.A. Stroud, D.J. Booth, Matematika Untuk Teknik, Edisi kelima, Erlangga, Jakarta.

BAB IV LIMIT FUNGSI

4.1 Pendahuluan

Apabila nilai suatu fungsi digunakan pada variabel dan konstanta dalam suatu pernyataan ( expression ), maka pernyataan itu sendiri memiliki nilai numerik yang diperoleh dengan mengikuti aturan prioritas dengan nilai limit dari suatu fungsi itu sendiri.

4.1.1 Deskripsi

Pada bab ini akan membahas limit fungsi yang dapat digunakan pada teknik elektro dengan pembahasan sebagai berikut; limit fungsi aljabar dengan beberapa nilai variabel, limit fungsi trigonometri dengan beberapa nilai variabel.

4.1.2 Manfaat dan Relevansi

Dengan mempelajari limit fungsi ini harapannya kita dapat menentukan nilai pendekatan dari suatu sistem yang kita buat sehingga dalam suatu perancangan rangkaian teknik elektro apabila ada satu fungsi yang tidak ada nilainya maka kita dapat mencari nilai pendekatannya dari fungsi tersebut.

4.1.3 Standart Kompetensi

Mahasiswa diharapkan dapat memahami dan menguasai dari materi limit fungsi, sehingga dalam penerapannya pada teknik elektro khususnya dalam merancang dan membuat sistem dapat menghasilkan suatu rangkaian yang lebih baik.

4.1.4 Kompetensi Dasar

1. Mahasiswa dapat mengenali dan memahami dasar limit fungsi aljabar.

2. Mahasiswa dapat mengenali dan memahami dasar limit fungsi trigonometri.

3. Mahasiswa dapat mengunakan operasi limit fungsi aljabar dan trigonometri dengan beberapa nilai variabel.

4.2 Limit Fungsi Aljabar

Jika variabelnya mendekati bilangan riil maka;

a. Langsung disubtitusikan asalkan hasilnya tidak bilangan tak tentu ( , ~, -~

0 ,  ).

b. jika disubtitusikan menghasilkan bilangan tak tentu maka langkah-langkahnya : - difaktorkan - disederhanakan - disubtitusikan.

Contoh.

1. limit

x→2 Penyelesaian :

x→1 Penyelesaian :

Limit

Karena hasilnya maka harus disederhanakan atau difaktorkan.

48

Karena hasilnya maka harus disederhanakan atau difaktorkan.

Jika variabelnya mendekati ~

Untuk menyelesaikan limit fungsi aljabar yang variabelnya mendekati ~ maka caranya adalah pembilang dan penyebut dibagi dengan variable pangkat tertinggi.

Contoh.

1. limit

x→~

Penyelesaian :

Limit

4.3 Limit Fungsi Trigonometri

Jika variabelnya mendekati sudut tertentu maka ;

a. Langsung disubtitusikan asalkan hasilnya tidak bilangan tak tentu ( , ~, -~

b. jika disubtitusikan menghasilkan bilangan tak tentu maka langkah-langkahnya : - difaktorkan - disederhanakan - disubtitusikan.

3 cos( 4 x   )

x→90 0

Penyelesaian : sin 0 x sin 90

Limit

0 3 0 cos( 4 x   ) 3 cos( 4 . 90  180 )

Karena hasilnya maka harus disederhanakan atau difaktorkan.

sin x  cos x sin x cos x Limit

sin x  cos  x  (sin x  cos x )

cos x

cos  x

 . sin x  cos x

sin x  cos x

   cos x   cos 4

Jika variabelnya mendekati 0

Rumus-rumusnya adalah : sin x

a. limit  1 b. limit  1 x

sin x x→0 x→0

c. limit  1 d. limit  1 x

tgn x x

tgn x x→0 x→0 Beberapa dalil trigonometri yang mendukung penyelesaian limit adalah :

a. sin x  cos x  1

b. - 2 cos 2 x  2 cos x  1

- 2 cos 2 x  1  2 sin x

2 - 2 cos 2 x  cos x  sin x

1. limit x

x→0 Penyelesaian :

sin 5 x

sin 5 x 5

Limit

5 sin 5 x

2. limit

tgn 3 x

x→0

4.4 Latihan Soal

Kerjakan soal no 1 – 5 menggunakan fungsi trigonometri dan soal no. 6 – 10 dengan menggunakan fungsi aljabar.

sin 2 x

1. limit sin x x→0

2. limit  cos x

x sin x x→0

1 2  cos x

3. limit

x→~ sin x  sin a

4. limit

5. limit x

x→0 x 3  27

6. limit x  3 y→3

4.5 Daftar Pustaka

K.A. Stroud, Erwin Sucipto, Matematika Untuk Teknik, Edisi ketiga, Erlangga, Jakarta. K.A. Stroud, D.J. Booth, Matematika Untuk Teknik, Edisi kelima, Erlangga, Jakarta.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENELITI

Nama Lengkap dan Gelar

: Moh. Dahlan, ST.,MT.

Tempat dan Tanggal Lahir

: Rembang, 01-07-1969

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Fakultas/Jurusan

: Teknik/Teknik Elektro

Pangkat/Golongan/NIY : Penata Tk. I/III D/0610701000001141 Bidang Keahlian

: Teknik Elektro

Fakultas Teknik UMK PO.BOX. 53 Gondang Alamat Kantor/Telepon/Faks.

Manis BAE Kudus/443844/(0291)437198 Perum. Sumber Indah II, B/24, Kudus

Alamat Rumah/Telepon

Pengalaman penelitian : Tahun

Judul Penelitian

Jabatan

Sumber Dana

APBU UMK 2000

Pengembangan Mikrokomputer IBM PC

Ketua

XT/AT Sebagai Emulator IC EPROM 2764 2002

APBU UMK 2003

Alat Pendeteksi Urutan Fasa

Ketua

APBU UMK Pemanfaatan Digital Gerbang Dasar Untuk

Pembuatan Alat Trainner RAM 6116

Ketua

APBU UMK 2003

Ketua

Otomatisasi Pompa Air Pengisi Tandon Analisa Gangguan yang Terjadi di Dalam

APBU UMK 2004

Ketua

Transformator Daya dan Cara Pengamanannya Pembuatan CDI pada Kelistrikan Sepeda

APBU UMK 2005

Ketua

Motor Sebagai Pengganti Sistem Pengapian Mekanik (Platina) Pembuatan CDI pada Kelistrikan Sepeda

DIKTI 2006

Ketua

Motor Sebagai Pengganti Sistem Pengapian (Penelitian Dosen Mekanik (Platina)

Muda) Deteksi Gangguan Pada Saluran Distribusi 20

APBU UMK 2008 kV Menggunakan Artificial Immune System

Ketua

APBU UMK 2009 untuk Meminimais Ukuran Filter Aktif

Desain Konfigurasi Paralel Filter Hybrid

Ketua

APBU UMK 2009 Berbasis Mikrokontroler

Sistem Informasi Perlintasan Kereta Api

Ketua

APBU UMK 2010 Facebook untuk Media Pembelajaran

Pemanfaatan

Aplikasi Jejaring

Sosial

Ketua

Penerbit/Jurnal

Alat Trainner/Pelatihan RAM ( Random Acces Majalah Ilmiah MAWAS UMK, ISSN: 0853-0335, Edisi No.

2002 Memory ) Sebagai Memory Utama pada 17/Des/2002

Perangkat Komputer Analisis Letak Gangguan Pada Saluran Distribusi Prosiding Seminar Nasional ISBN

20 kV Menggunakan Artificial Immune System 979-498-333-0 Melalui Negative Selection ”

Dalam seminar nasional “Diversifikasi Sumber 2007

Energi Untuk Mendukung Kemajuan Industri dan Sistem Kelistrikan Nasional . Universitas Sebelas Maret- Surakarta, 24 Maret 2007 ”.

Deteksi Gangguan Saluran Distribusi 20 kV Majalah Ilmiah MAWAS UMK, ISSN: 0853-0335, Edisi No.

2008 Menggunakan Artificial Immune System melalui

2/Des/2008

Negative Selection Pengembangan Mikro Computer IBM PC XT/AT

Majalah Ilmiah JURNAL SAINS 2008

Sebagai Emulator DAN TEKNOLOGI UMK, ISSN: IC Eprom 2764

1979-6870, Edisi No. 1/Des/2008 Analisa Gangguan yang Terjadi di Dalam

Majalah Ilmiah JURNAL SAINS 2008

Transformator Daya dan cara Pengamanannya DAN TEKNOLOGI UMK, ISSN: 1979-6870, Edisi No. 1/Des/2008

D esain Konfigurasi Paralel Filter Hybrid Untuk Majalah Ilmiah JURNAL SAINS 2009

Meminimais Ukuran Filter Aktif DAN TEKNOLOGI UMK, ISSN: 1979-6870, Edisi No. 2/Juni/2009

Akibat Ketidakseimbangan Beban Terhadap Arus Majalah Ilmiah JURNAL SAINS 2009

Netral dan Losses pada Transformator Distribusi DAN TEKNOLOGI UMK, ISSN: 1979-6870, Edisi No. 2/JDes/2009

Sistem Informasi Perlintasan Kereta Api Berbasis Majalah Ilmiah JURNAL SAINS 2010

Mikrokontroler DAN TEKNOLOGI UMK, ISSN: 1979-6870, Edisi No. 1/Juni/2010

Demikian daftar riwayat hidup kami buat dengan sebenar-benarnya, dan dapat dipergunakan seperlunya.

Kudus, 12 Januari 2011

Moh. Dahlan, ST., MT.

56

57