TAFSIR TEMATIK ANALISIS ATAS AYAT AYAT K

TAFSIR TEMATIK;
ANALISIS ATAS AYAT-AYAT KEADILAN SOSIAL-POLITIK
MK Ridwan
Email: mkridwan13@gmail.com Hp: 0856-2764-926
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir IAIN Salatiga

Pendahuluan
Sejak perkembangannya pada masa klasik, pertengahan hingga modern, wacana
keadilan telah melahirkan banyak percabangan pemikiran. Sebuah keadilan politik
yang sesuai dengan kehendak penguasa dan seringkali dipandang sebagai tujuan
prinsipil dari suatu negara. Skala keadilannya adalah negara.
Dalam Islam, orang-orang beriman memiliki pemikiran terhadap doktrin

bahwa tatanan politik yang sesungguhnya berasal dari suatu sumber Illahi AlQur’an dan Sunnah. Dua sumber ini sering disebut sebagai sumber primer/tekstual
dari tatanan politik Islam. Problem ketidak adilan sangat mencolok mata.
Meskipun secara teoritik maupun praktik, sistem-sistem kontemporer yang sekarang
ini berlaku bertumpu pada cita-cita untuk menegakkan keadilan, namun pada
faktanya masih jauh panggang dari api.
Dewasa ini kerap dijumpai bahwa keadilan semakin jauh dari arahnya.
Seakan-akan keadilan telah hilang dari peradapan. Apa sebenarnya yang melatar
belakangi hal itu terjadi. Manusia seolah memburu dunianya. Sehingga sering

mengabaikan sistem keadilan yang menjadi kunci dari kehidupan ini. Keadilan
merupakan sentral dalam kehidupan bersosial politik. Manusia akan kehilangan jati
dirinya dan kepercayaan masyarakat ketika tidak mampu menegakkan sebuah
keadilan. Menimbulkan masyarakat yang hedonis dan pragmatis.
Dalam kehidupan bersosial tentu sebuah keadilan sangatlah diharapkan.
Begitupun dengan dunia politik. Keadilan menjadi prioritas utama yang
disejajarkan dengan kejujuran. Sehingga dalam kehidupan bersosial politik dapat
mencapai kemaslahatan. Sehingga terbentuk masyarakat adil makmur yang diridhoi
Allah SWT.
Ajaran keadilan yang diajarkan oleh Islam yang menuntun manusia untuk
memperoleh kebajikan. Banyak ayat-ayat di dalam Al-Qur’an yang mengajarkan
manusia untuk berbuat adil. Islam sangat detail dalam menuntun hidup manusia.

2

Al-Qur’an selalu menjadi pedoman dalam menjalani kehidupan di dunia ini untuk
menuntun manusia kembali ketempat asalnya. Yakni Surga Allah SWT.
Dalam berperilaku adil yang telah diterangkan dalam Al-Qur’an merupakan
suatu bimbingan yang sangat luar biasa. Di mana ketika manusia dapat
menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, maka akan membentuk manusia yang

Ulil Albab. Ajaran Islam yang sesuai dengan fitroh manusia, ataupun yang sering
disebut dengan naluri manusia, sejalan dengan konsep keadilan dalam Islam. jadi
manusia yang tidak mampu berbuat adil, sesungguhnya ia telah membodohi dirinya
sendiri dengan berlaku tidak adil. Dan hal ini sering diabaikan oleh banyak orang
dalam kehidupan bersosial politik.
Jadi, dalam menjalankan perannya sebagai khalifah Allah di bumi, manusia
harus benar-benar mengamalkan ajaran-ajaran dalam berperilaku adil. Sehingga
segala macam bentuk kekerasan dan kecurangan dapat terminimalisir. Maka dari
itu ditulislah sebuah makalah yang akan membahas tentang konsep keadilan
menurut Islam yang sesuai dengan Al-Qur’an.

Perintah Berlaku Adil (QS. Al-An’am [6]: 152)
Berperilaku adil merupakan perintah dari Allah SWT. Sesuai dengan firman-Nya;

             

              
           

“Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat,

hingga sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami
tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila
kamu berkata, Maka hendaklah kamu Berlaku adil, Kendatipun ia adalah kerabat(mu),
dan penuhilah janji Allah[520]. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar
kamu ingat.” (QS. Al-An’am [6]: 152).
Mufrodat

ْ‫ْتَ ْكلِف‬,ْ‫ف‬
ُ ‫ – نُ َكل‬Beban
ُ ‫ْيُ َكل‬,ْ‫ف‬
َ ِّ‫ّفْ=ْ ُكل‬

ْ‫ْقَ ِراب‬,ْ‫ْيَ ْق َرْبُو‬,ْ‫ب‬
َ ‫ –تَ ْق َربُ ْْواْ=ْقَ َر‬Dekat

ْ‫ْقَ ْول‬,ْ‫ول‬
ُ ‫ْيَ ُق‬,ْ‫ال‬
َ َ‫ – قُلْتُ ْمْ=ْق‬Perkataan

ْ‫ْبَلَغَة‬,ْ‫ْيَ ْب لُ ُغ‬,ْ‫ – يَ ْب لَ َغْ=ْبَلَ َغ‬Mencapai


ْ‫ْع ْدل‬,ْ
َ ‫ْيَ ْع ِد ُل‬,‫ْ=ْع َد َل‬
َ ‫ – فَ ْع ِدل ُْو‬Adil

ْ‫ْاَ ْوف‬,ْ‫ف‬
َ ‫ – َواَ ْوفُ ْوْ=ْاَ ْو‬Sempurna
ُ ‫ْيَ ْئ‬,ْ‫ف‬

3

Ayat di atas jelas bahwa sebuah keadilan sangat dijunjung tinggi oleh umat
Islam. Allah memerintahkan kepada umat Islam untuk berlaku adil. Konsep ini
berusaha mengikuti sistem naluri manusia yang sejatinya ialah makhluk individu.
Dan kepentingan-kepentingannyalah yang menjadikan manusia menjadi makhluk
sosial. Yang rakus akan kekuasaan dan kekayaan. Sehingga mematikan sistem naluri
yang dibawa sejak lahir. Karena sebuah keadilan tentu akan memberikan manfaat
yang lebih untuk kemaslahatan umat dan bangsa, serta demi terwujudnya
masyarakat adil makmur yang di ridhoi Allah SWT.


Keadilan Hukum (QS. An-Nisa [4]: 58)
Berbuat adil dalam memutuskan sebuah hukum merupakan wajib hukumnya
untuk setiap manusia. Bagi orang-orang yang mengamalkan pelajaran yang
dikandung di dalam Al-Qur’an tentu tahu akan hal itu. Namun sering kali kita
ketahui bahwa para penegak hukum di Indonesia masih jauh dari kata adil. Hal ini
yang kemudian menyebabkan berbagai macam perselisihan yang akhirnya
menimbulkan konflik. Allah SWT berfirman;

             
              

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaikbaiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat” (QS.
An-Nisa [4]: 58).
Mufrodat:

ْ‫ْأ َْم ٌر ََ ُْم ُر‬,‫َْ ُْم ُر‬,
َ ‫ = أ ََم َر‬memerintah


ٌ‫ْح ْكمْا‬,
َْ ‫ْ=ْح َك َم‬
َ ‫ = َح َك ْمتُ ْم‬mencegah
ُ ‫َْ ُك ُم‬,
,ْ‫يُ َؤ ِّدى‬,ْ‫ؤدواْْأَدى‬
ّ ُ‫ = أَ ْنْت‬Melaksanakan

Di dalam ayat ini disebutkan beberapa macam amanat, yakni; pertama,
amanat hamba dengan Tuhannya; yaitu apa yang telah dijanjikan Allah kepadanya
untuk dipelihara, berupa melaksanakan segala perintah-Nya, menjauhi segala
larangan-Nya dan menggunakan segala perasaan dan anggota badannya untuk halhal yang bermanfaat baginya dan mendekatkannya kepada Tuhan. Kedua, amanat
hamba dengan sesama manusia, diantaranya adalah mengembalikan titipan kepada
pemiliknya, tidak menipu, menjaga rahasia dan lain sebagainya yang wajib

4

dilakukan terhadap keluarga, kaum kerabat, manusia pada umumnya dan
pemerintah. Ketiga, amanat manusia terhadap dirinya sendiri, seperti halnya
memilih yang paling pantas dan bermanfaat baginya dalam masalah agama dan
dunianya.


Keadilan dalam Segala Hal
Adil Terhadap Diri Sendiri (QS. An-Nisa [4]: 135)

            

               

            

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan,
menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum
kerabatmu. jika ia kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika
kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah
adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa [4]: 135).
Mufrodat:

ْ‫ْْ َكون‬-‫ْيَ ُكو ُْن‬-‫ = كونوا=ْ َكا َْن‬Terjadi


ْ‫س‬
َ ‫ = أنفسْ=ْنَ َف‬Diri/Tubuh
‫ْإتِّبَاعْا‬-‫ْيَتبِ ُْع‬-‫ = تتّبعوا=ْإت بَ َْع‬Mengikuti
‫ْيَل ُْوْْو‬-‫ = تلووا=ْل ََوى‬Memutar Balik

= Percaya
ْ‫ْ ْإَْان‬-‫ْْيُ ْؤِم ُْن‬-‫آمنواْ=ْآم َْن‬
َ
ْ ْ‫ْ َش ِهد‬-‫ْيَ ْش َه ُْد‬-‫ = شهداءْ=ْ َش ِه َْد‬Saksi

ْ‫ْ َع َمل‬-‫ْيَ ْع َم ُْل‬-‫تعملون=ْع ِم َْل‬
= Bekerja
َ
ْْْ ْ‫ْ َع ْدل‬-ُْ‫ْيَ ْع ِدل‬-َْ‫=ْع َدل‬
َ ‫ = تعدلو‬Adil
ْ‫ْإِ ْع َراضا‬-‫ض‬
ُْ ‫ْيُ ْع ِر‬-‫ض‬
َْ ‫ = تعرضو=ْأَ ْع َر‬Menolak

Perintah berbuat adil, yang termaktub dalam ayat di atas, menunjukan bahwa

konsep keadilan itu sangat menyeluruh. Di mana berbuat adil tidak semata-mata
hanya terhadap orang lain. Namun juga adil kepada diri sendiri. Tidak adil
terhadap diri sendiri berarti zalim. Tidak adil kepada orang lain berarti aniyaya.
Tentu Islam melarang umatnya untuk berbuat zalim. Baik terhadap diri sediri atau
sampai terhadap orang lain. Karena hasil sebuah kecurangan hanya akan
mengundang sebuah konflik yang menimbulkan permusuhan hingga akhirnya
memicu peperpecahan sesama umat Islam. Jadi, sebuah keadilan tentu harus selalu
dijaga. Karena manusia merupakan ideolog, maka menciptakan suasana yang

5

harmonis merupakan salah satu kewajiban seorang muslim. Juga menjalankan tugas
manusia sebagai seorang khalifatul fil ard. Yang menjadi wakil Allah di bumi.

Adil Terhadap Istri dan Anak (QS. An-Nisa [4]: 3)

             
               

“Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang

yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil,
Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu
adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (QS. An-Nisa [4]: 3).
Mufrodat

‫ْنِ َكاحا‬-‫ح‬
ُْ ‫ْيَ ْن ِك‬-‫ح‬
َْ ‫ = فانكحوْ=ْنَ َك‬Nikahilah

‫ْ َخ ْوفا‬-‫اف‬
= Takut
ُْ َََ ْ-‫اف‬
َْ ‫خفتمْ=ْخ‬
َ
ُْ ِ‫َْْْل‬-‫ك‬
َْ َ‫=ْمل‬
‫ْ ِملْكا‬-‫ك‬
= Memiliki
ْ

َ ‫ملكت‬

‫ْإقِساطا‬-‫ط‬
ُْ ‫ْيَ ْق ِس‬-‫ط‬
َْ ‫س‬
َ َ‫ = تقسطواْ=أق‬Adil
ْ‫ْطَيِّب‬-‫ب‬
ُْ ‫ْيَ ِط‬-‫اب‬
َْ َ‫ = طابْ=ْط‬Baik
ْ‫ْ َع ْدل‬-ُْ‫ْيَ ْع ِدل‬-َْ‫تعدلْ=ْع ِدل‬
= Adil
َ

Sebuah keadilan terhadap istri dan anak, merupakan salah satu bentuk
manifestasi kecintaan terhadap diri sendiri. Memuliakan istri dan anak merupakan
salah satu bentuk jihad. Yakni dengan cara menafkahinya lahir dan batin. Sehingga
kepada istri harus senantiasa bersikap adil dalam meladeni istri seperti pakaian,
tempat, giliran dan lain-lain yang bersifat lahiriah. Berbuat adil kepada istri dan
anak seperti yang diajarkan oleh Allah dan Rasulnya memeberikan manfaat berupa
hikmah dalam kehidupan berumah tangga. Seperti, terciptanya harmonisasi di
dalam keluarga. Terbentuknya keluarga yang sakinah, mawadah wa rohmah. Tentu
hal ini akan membuat pintu rezeki semakin terbuka lebar. Karena Allah akan ridho
terhadap keluarga tersebut. Para malaikat akan sering berkunjung ke rumah itu,
yang menjadikan suasa rumah semakin nyaman dan tenteram.

Adil dalam Mendamaikan Perselisihan (QS. Al-Hujarat [49]: 9)

           
             

       

6

“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu
damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain,
hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah
Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan
hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku
adil. (QS. Al-Hujurat [49]: 9).
Mufrodat;

ِِ
ْ‫ْ ْإَْنا‬-‫ْيُ ْؤِم ُْن‬-‫=ْآم َْن‬
ُْ ‫ْيَطُْو‬-‫ف‬
‫ف‬
َْ ‫ = طَائَِفتَان=ْطََو‬Sekumpulan
َ ‫ = ال ُْم ْؤمن‬Mempercayai
َ ‫ن‬
‫ْصلَحا‬
ُْ ِ‫صل‬
َْ َ‫=ْأْصل‬
Mendamaikan ْ‫ْإْقتِتَل‬-‫ل‬
ُْ ِ‫ْيَ ْقتَت‬-‫ = اقْتَ تَ لُواْ=ْإْقْتَ تَ تَ َْل‬Perang
ْ ِ‫ْإ‬-‫ج‬
ْ ُ‫ْْي‬-‫ح‬
ْ
‫ْبُغَاءا‬-‫ْيُ ْب ِغى‬-‫ = تَ ْب ِغيْ=ْبَغَى‬Menuntut ‫ل‬
ْ ْ‫ْقَات‬-‫ْيُ َقاتِ ُْل‬-‫ = فَ َقاتِلُواْ=ْقَاتَ َْل‬Membunuh
ِ ُْ ‫ْي ْق ِس‬-‫ط‬
ِ
ِ
ِ
ًّْ ْ‫إْحبَا‬
ْ ْ-ْ‫ْ َُب‬-ْ‫=ْأْحب‬
َ ‫ = َُب‬Cinta ‫ْإقْسطا‬-‫ط‬
ُ َْ ‫ْس‬
َ ‫ = َوأَقْسطُوا=ْأَْق‬Lurus
Ayat di atas menjelaskan tentang bagaimana cara berbuat adil dalam
mendamaikan orang-orang yang berselisih. Yang mana ketika ada seorang Muslim
sedang bertikai maka sebagai saudara, wajib hukumnya untuk mendamaikannya.
Tentu harus dengan cara yang adil. Sehingga tidak akan memicu konflik yang
berkelanjutan. Konsep keadilan ini mengacu pada bentuk memanusiakan manusia.
Ketika di mana manusia harus mampu menjadi seorang hakim atau pemutus
perkara secara adil. Sehingga akan timbul sebuah konsep amar makruf nahi mungkar.
Di sinilah sebenarnya letak titik pembentukan karakter terhadap diri manusia.
Kepribadian yang selalu berorientasi pada keadilan yang hakiki.
Jadi, sebuah keadilan haruslah selalu ditegakkan dalam hidup bersosial
politik. Sebagai pelengkap akan kehidupan yang semakin semu ini. Untuk
menciptakan keteraturan sosial yang dinamis namun tegas. Sehingga tidak akan
timbul lagi para kaum pragmatis yang menilai kebenaran hanya pada unsur
kepentingan sesaat.

Adil Terhadap Musuh (QS. Al-Maidah [5]: 8)
Islam adalah agama yang sangat menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Islam hadir ke
dunia bertujuan untuk meneguhkan manusia atas komitmen nilai-nilai luhur yang
telah tertanam di dalam diri manusia. Islam selalu mengajarkan umat manusia
untuk berbuat adil dan menebar kasih sayang. Maka dalam hal ini Allah juga
memerintahkan manusia untuk berbuat adil terhadap para musuh. Tentu hal ini
cukup mengundang tanya. Mengapa Allah menyuruh kaum muslim berbuat adil
terhadap musuh? Maka Allah SWT berfirman;

7

          

               

   

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Maidah [5]: 8).
Mufrodat;

‫ْ َش ِهدا‬-‫ْيَ ْش ِه ُْد‬-‫آء=ْ َش َه َْد‬
َ ‫ = ُش َه َد‬Saksi
ْ‫ َع َمل‬-‫ْيَ ْع َم ُْل‬-‫=ْع ِم َْل‬
َ ‫ = تَ ْع َملُو َن‬Bekerja

‫ْ َإم ْنا‬-‫ْيُ ْؤِم ُْن‬-‫=ْأم َْن‬
َ ْ‫آمنُوا‬
َ = Percaya
‫ْ َج ْرما‬-‫ْ ََْ ِرُْم‬-‫=ْج َرَْم‬
َْ ‫ = ََْ ِرَمن ُك ْم‬Kebencian

Ayat di atas menerangkan bahwa permasalahan yang terjadi dewasa ini ialah
sikap adil yang semakin rendah kapasitasnya. Keadilan sering dijadikan sebuah alat
demi tercapainya sebuah kepentingan. Maka seringkali dunia politik di Indonesia
kerap diwarnai berbagai fenomena KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme) yang
kesemuanya dihasilakan oleh ketidak adilan itu sendiri. mereka yang melakukan
korupsi jelas tidak adil terhadap hak-hak rakyatnya. Mereka yang melakukan kolusi
dan nepotisme juga tidak adil terhadap sistematika yang ada di negara Indonesia.
Sesungguhnya orang-orang seperti itu telah zalim terhadap negaranya sendiri. dan
bahkan tidak pantas lagi disebut warga negara Indonesia. Karena telah merugikan
negara Indonesia.

Simpulan
Dalam sebuah konsep keadilan yang diajarkan oleh Islam, di mana di dalamnya
terdapat unsur pembangun karakter yang sangat baik untuk setiap manusia.
Pembentukan karakter sangat dibutuhkan oleh manusia. Sejatinya orang yang tidak
mempunyai karakter yang kuat di dalam dirinya, maka perlahan ia akan tersingkir
dari kehidupannya. Begitupun dalam sebuah konsep keadilan. Diperlukan sebuah
karakter yang memiliki transendensi keadilan. Sehingga manusia akan dapat
memiliki banyak kepercayaan yang dihasilkan dari karakternya yang adil. Jadi,
sebuah keadilan di kehidupan bersosial politik amatlah diperlukan. Walau
mungkin terkadang hanya dijadikan sebuah alat-alat politik praktis.

8

Dalam hidup bersosial politik, manusia selalu dituntut untuk bersikap adil,
baik adil terhadap orang lain, keluarga bahkan diri sendiri. adil tidak identik selalu
sama rata. Konsep keadilan yaitu, di mana masing-masing pihak tidak saling
keberatan menerima keputusan maupun pemberian. Jadi, afiliasi sebuah keadilan
ialah lebih menekankan kepada kemaslahatan bersama, dalam mencapai Islam yang
rahmatan lil ‘alamin.

Saran
Sebagai seorang muslim yang taqwa kepada Allah dan Rosulnya, harus benar-benar
mampu mengamalkan ayat-ayat keadilan di dalam kehidupan bersosial politik.
Sehingga akan menimbulkan suatu keteraturan di dalamnya. Maka hendaknya
masyarakat muslim bisa menjadi contoh kepada masyarakat non muslim dalam
berperilaku adil. Sebagai salah satu bentuk ketakwaan kepada Allah SWT. Jadi,
dalam hidup bersosial politik harus mengedepankan prinsip keadilan bukan
kepentingan. Walaupun dunia politik sarat dengan kepentingan-kepentingan yang
mampu mendorong manusia untuk berbuat curang dan aniaya.

Daftar Pustaka
Adz-Dzakiey, Hamdani Bakran. 2006. Psikologi Kenabian. Yogyakarta: Daristy.
Al-Maraghi, Ahmad Mushthaha. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi (5). Semarang:
PT. Karya Toha Putra.
Al-Maraghi, Ahmad Mushthaha. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maraghi (7). Semarang:
PT. Karya Toha Putra.
Baidhawy, Zakiyuddin. 2007. Rekonstruksi Keadilan. Surabaya: PT. Temprina Media
Grafika.
Kastolani. 2009. Dari Orientalisme ke Oksidentalisme. Salatiga: STAIN Salatiga Press.
Sofyan, Mochlasin. 2009. Evolusi Syariah. Surabaya: PT. Temprina Media Grafika.