Prevalensi Katarak Pada Anak Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

II.1. Defenisi
Katarak adalah kekeruhan pada lensa. Katarak pada anak dapat
terjadi sejak lahir atau terlihat segera setelah lahir yang disebut dengan
katarak kongenital, katarak yang terjadi pada tahun pertama disebut
katarak infantil, sedangkan yang berkembang selama 12 tahun pertama
disebut dengan katarak juvenil. (Yanoff M dan Jays D.2009)
Menurut UU no 23 tahun 2002, anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun,termasuk anak yang masih dalam
kandungan. (Undang-undang no 23 tahun 2002)
Katarak pada anak dapat terjadi :
-

Merupakan bagian dari kondisi sistemik

-

kongenital atau didapat


-

inheritas atau sporadik

-

unilateral atau bilateral

-

parsial atau komplit

-

stabil atau progresif.( Skuta et al.2011)

II.2 Anatomi
Lensa krystalin terdiri dari nukleus (embryionic dan fetal), dan
korteks


lensa.

Pada

masa

perkembangannya,

diawali

dengan

Universitas Sumatera Utara

perkembangan embryonic nucleus, yang akhirnya selesai berkembang
sekitar 6 minggu masa gestasi, dimana terbuat dari serat lensa primer,
yang berkembang dari epitel lensa posterior. Pada pemeriksaan klinis,
embryonic nucleus terdapat pada bagian sentral, sebagai inti yang tipis,
dan berwarna sedikit gelap, yang terdapat dibagian dalam dari Y suture.
Sedangkan dibagian perifernya, terdapat fetal nucleus. Fetal nukleus

berkembang dari serat- serat lensa sekunder dari sel-sel anterior epitel.
Serat-serat lensa sekunder ini mempunyai bagian anterior dan posterior,
yang mengelilingi embyonic nucleus dan bergabung pada bagian anterior
dan posterior Y suture. Y Suture ini merupakan bagian yang penting
sebagai petunjuk untuk mengetahui luasnya fetal nucleus. Material lensa
bagian perifer Y suture adalah korteks lensa, dimana material lensa
dengan dan termasuk kedalam Y suture adalah nuclear. (Kenneth W
W.1995)
Pada saat anak lahir, fetal nucleus dan embyonic nucleus dari
lensa menjadi volume lensa yang terbesar. Sedangkan Serat kortikal
lensa terus berproduksi menghasilkan perubahan anterior epitel lensa
menjadi serat kortikal lensa. (Kenneth W W.1995)

II.3 Etiologi Dan Morfologi
-

Etiologi katarak pada anak :

-


Katarak Bilateral


Idiopatik

Universitas Sumatera Utara



Herediter



Kelainan kromosom : Trisomy-21 (Down), -18(Edward), 13(Patau)



Craniofacial Syndrome




Musculoskletal



Renal



Metabolik : Galaktosemia, fabri, wilson, mannosidosis, diabetes
melitus



Infeksi maternal (TORCH) : Rubella, Cytomegalovirus, Varicella,
Syphilis, Toxoplasmosis.



Kelainan okular : Aniridia, Anterior segment dysgenesis

syndrome.


-

Iatrogenic : kortikosteroid, Radiasi.

Katarak unilateral


Idiopatik



Kelainan okular : Persistent fetal vasculature, Anterior segmen
dysgenesis.



Traumatik.( Skuta et al.2011)


Morfologi Katarak :
1) Katarak Polar Anterior, yaitu katarak yang diameternya pada
umumnya sering kurang dari 3mm. Dengan gambaran bulatan putih
ditengah kapsul anterior lensa. Biasanya kongenital, sporadik, dan
bisa bilateral atau unilateral.

Universitas Sumatera Utara

2) Katarak Nuklear, yaitu kekeruhan yang melibatkan tengah, atau
nukleus lensa. Kekeruhannya bervariasi, bisa terjadi unilateral, atau
bilateral,inheritas atau sporadik.
3) Katarak Lamellar atau Zonular, yaitu katarak dengan ciri-ciri
kekeruhan yang mengelilingi nukleus, dan mengakibatkan 1 atau
lebih lingkaran yang berkembang pada korteks lensa.
4) Katarak Lentikonus/Lentiglobus Posterior, yaitu yang disebabkan
oleh penipisan bagian sentral kapsul posterior. Hampir selalu
unilateral, walaupun kekeruhan dari kapsul posterior dapat terjadi
kongenital tetapi tampak seperti katarak yang didapat.
5) Katarak Subkapsular Posterior , biasanya lebih sedikit pada anakanak daripada dewasa. Sering terjadi didapat dan bilateral. Dan

juga dapat berkembang terus. Penyebab sekunder lainnya
termasuk steroid, uveitis, kelainan retina, dan terpapar radiasi.
6) Persistent Fetal Vasculature ( PFV), merupakan hasil dari
kegagalan hyaloid vaskular janin komplek yang tidak berkembang,
dan umumnya menyebabkan katarak pada bayi. Seperti katarak
nuklear, PFV terjadi kongenital, dan selalu unilateral.(Kenneth
WW.1995)(Skuta et al.2010)
Katarak yang terjadi pada anak dapat dibagi menjadi 2 kelompok :
1. Katarak kongenital
Dimana katarak terlihat setelah lahir, atau terlihat segera setelah
lahir.

Universitas Sumatera Utara

2. Katarak yang didapat
Terjadi kemudian, dan biasanya relatif karena sebab tertentu, dapat
terjadi unilateral, maupun bilateral.
Katarak yang didapat biasanya disebabkan oleh trauma, trauma
tumpul ataupun trauma tembus, radiasi atau sebab lain seperti
uveitis, diabetes, dan obat-obatan. (Shui HL.2007)(Vaughans dan

Ashburys.2007)
Katarak pada anak dapat juga dibagi menjadi 2 kelompok :
1. Nontraumatik
a. Herediter : bila memiliki riwayat keluarga.
b. Sekuder : bila disertai penyakit mata yang lain, penyakit metabolik
sistemik, dan katarak yang berhubungan dengan suatu sindroma.
c. Infeksi maternal, seperti TORCH.
d. Tidak ditemukan
2.Traumatik
Bila disebabkan akibat trauma. Dimana dapat terjadi perforans,
maupun nonperforans. (Lely RW.2013)(SR Kaid J.et al.2004)

II.4 Gambaran Klinis
Gejala klinis yang tampak pada katarak biasanya berwarna putih
yang disebut leukokoria ( pupil berwarna putih), yang dilihat oleh orangtua,
akan tetapi dapat juga tidak terlihat oleh orang tua.ketika katarak
melibatkan kedua mata anak dan komplit, sangat kelihatan dengan jelas

Universitas Sumatera Utara


nistagmus yang akan terjadi setelah 3 bulan. ( Shui H Lee et al.2007) ()
Vaughans & Ashburys.2007)

II.5 Penatalaksanaan
Evaluasi
Semua anak baru lahir seharusnya mendapat pemeriksaan mata,
termasuk evaluasi dengan ophthalmoscopy. Pemeriksaan dari refleks
fundus dapat menyatakan keadaan sedikit keruh. Evaluasi lengkap dari
refleks merah yang simetris secara normal mudah dikerjakan di dalam
ruangan gelap dengan cahaya yang terang dari ophthalmoscopy direct
kedalam kedua mata secara simultan. Pemeriksaan kini disebut tes
iluminasi, tes refleks fundus atau tes Bruckner, dengan mudah dapat
digunakan secara rutin untuk skrining bola mata oleh perawat, dokter
anak. Retinoskopi pada anak dengan pupil tidak dilatasi membantu untuk
penilaian penglihatan potensial pada mata katarak. Kekeruhan sentral
atau dikelilingi distorsi kortikal lebih dari 3 mm dapat dilihat secara
signifikan.( Timothy LJ.2008)


Anamnesa

Perlunya anamnesa dari keluarga seperti riwayat kelahiran dan

pertumbuhan anak, perkembangan anak, dan gangguan sistemik yang
ditimbulkan. .( Timothy LJ.2008)

Universitas Sumatera Utara



Fungsi penglihatan
Pada anak usia dibawah 2 bulan, fiksasi reflek normal tidak

ditemukan, pada umumnya kekeruhan pada kapsul anterior biasanya tidak
terlihat kecuali menutupi pupil sehingga menghalangi terlihatnya reflek
merah. (Skuta et al.2011)
Strabismus pada katarak unilateral dan nystagmus pada katarak
bilateral mengindikasikan adanya kekeruhan menjadi sangatlah berarti.
(Skuta et al.2011)
Pada anak usia diatas 2 bulan, standar pemeriksaan klinis dapat
dilihat dari fiksasi tingkah laku, fiksasi objek, sebagai tambahan untuk
dasar penglihatan katarak pada anak. Untuk katarak bilateral dapat dilihat
dari kebiasaan anak melihat, diikuti dengan observasi keluarga pada anak
dirumah, sangat membantu menentukan tingkat dari fungsi penglihatan
anak.( Skuta et al.2011)


Pemeriksaan mata
Pemeriksaan dengan slit-lamp dapat menjelaskan morfologi dari

katarak dan dapat membantu menentukan penyebab dan prognosis. Hal
yang berhubungan dengan kornea abnormal, iris dan pupil dapat dicatat.
Slit lamp yang mudah dibawa secara khusus membantu pemeriksaan
bayi dan anak.(Skuta et al.2011)(Tymothy LJ.2008)


Pemeriksaan segmen posterior
B scan ultrasonography dapat membantu mengevaluasi segmen

posterior, walaupun gambaran retina,atau kelainan optic nerve, tidak

Universitas Sumatera Utara

dapat sepenuhnya dikesampingkan sampai pemeriksaan optic nerve
head, retina dan fovea dilakukan secara langsung.(Skuta et al.2010)

Pembedahan
Pada umumnya katarak pada anak yang terpenting adalah
mengeluarkan katarak sedini mungkin karena beresiko ambliyopia. Untuk
perkembangan penglihatan pada bayi dan anak katarak kongenital
unilateral harus secepatnya dideteksi dan dikeluarkan sebelum umur 6
minggu, dan untuk katarak kongenital bilateral harus dikeluarkan sebelum
umur 10 minggu. (Skuta et al.2010)
Pilihan untuk mengoreksi aphakia terutama tergantung pada umur
pasien dan lateralitas pada katarak. Pada anak usia 1-2 tahun dan lebih
tua, penanaman intraocular lens (IOL) telah seluruhnya disetujui, dan
beberapa penelitian mengatakan bahwa prosedur ini aman dan akurat.
Sedangkan Pada bayi penanaman IOL masih kontroversi, karena
tingginya komplikasi dan cepatnya kesalahan refraksi selama 1-2 tahun
pertama.(Skuta et al.2011)

Pengangkatan lensa ( lensektomi ) tanpa pemasangan IOL
Pada anak-anak yang aphakia, Lensektomi dilakukan melalui insisi
kecil di limbus atau pars plana menggunakan alat pemotong vitreous atau
alat aspirasi manual. Irigasi dapat dilakukan dengan alat infus terintegrasi
atau kanul yang terpisah untuk pembedahan bimanual. Korteks dan lensa

Universitas Sumatera Utara

secara umum bersifat lunak sehingga fakoemulsifikasi tidak diperlukan.
Kapsulektomi anterior dilakukan sebelum atau setelah pengangkatan
seluruh korteks.(Skuta et al.2011)
Karena kekeruhan kapsul posterior cepat terjadi pada anak-anak,
penanganan kapsulotomi moderat dan vitrektomi anterior sebaiknya
dilaksanakan pada saat pembedahan, terutama pada bayi. Sisa kapsul
lensa posterior bagian perifer sebaiknya ditinggalkan untuk memfasilitasi
penanaman IOL sekunder di kemudian hari. (Skuta et al.2011)

Lensektomi dengan intraocular lens (IOL)
Direkomendasikan dan dipertimbangkan penanaman IOL pada
pasien katarak yang didapat atau katarak yang terjadi pada anak dengan
usia 2 tahun, dengan kapsul posterior yang mencukupi untuk fiksasi
ruangan posterior lensa.
Anak-anak

dengan

katarak

traumatika

dan

mempunyai

potensi

penglihatan yang baik sebagai kandidat penanaman IOL.(Kenneth
WW.1995)

Penanaman IOL pada anak
Karena mata anak terus memanjang sampai dekade pertama
kehidupannya, pemilihan kekuatan IOL yang tepat sangatlah sulit.
Penelitian telah memperhatikan bahwa kelainan refraksi pada anak yang
afakia mengalami pergeseran miopia ( Myopic shift ) 7-8 D dari usia 1

Universitas Sumatera Utara

hingga 10 tahun. Kemudian jika anak dibuat emetropia pada usia 1 tahun
nilai refraksinya pada usia 10 tahun menjadi sekitar -8D. Oleh karena itu
implantasi lensa intra okuler memerlukan perhitungan yang mencakup
usia anak dan target refraksi pada saat dilakukan pembedahan.
Kebanyakan ahli memasang implant lensa intra okuler dengan kekuatan
yang dibutuhkan sampai usia dewasa dan membiarkan anak tumbuh
dewasa dengan pilihan kekuatan lensa intra okuler tersebut. Kemudian
anak yang undercorrection dan memerlukan kacamata hipermetropia
dengan penurunan kekuatan refraksi bertahap hingga usia remaja. Ahli
lainnya

lebih menganjurkan emetropia pada saat

intraokuler,

khususnya

pada

yang

unilateral

implantasi lensa

untuk

menghindari

anisometropia dan memfasilitasi perkembangan fungsi binokuler. Pada
anak-anak seperti ini berkembang progesif menjadi lebih miopia seiring
waktu dan akhirnya memer lukan prosedur sekunder untuk mengatasi
peningkatan anisometropia.(Skuta et al.2011)

Perawatan post operatif
Untuk mengurangi reaksi inflamasi operasi, bayi dan anak
membutuhkan topikal kortikosteroid, topikan antibiotik. Sikloplegik dengan
siklopentolat 1% atau 2%, scopolamin 0,25%, atau atropin 1% obat tetes
untuk pemakaian 1 bulan setelah operasi.

Beberapa ahli memberikan

steroid oral terutama untuk anak yang memiliki pigmen iris.(Skuta et
al.2010)(Skuta et al.2011)

Universitas Sumatera Utara

II.6 Komplikasi
Pada anak-anak komplikasi setelah pengangkatan lensa berbeda
dengan dewasa. Retinal detachment, macula edema, dan abnormalitas
kornea jarang pada anak-anak. Insidensi infeksi setelah operasi dan
perdarahan, sama pada dewasa dan anak-anak. Glaukoma berhubungan
dengan anak yang afakia berkembang setiap tahun setelah pengangkatan
lensa dilaporkan terjadi sampai 25% dari pasien.(Skuta et al.2010)(Skuta
et al.2011)

Universitas Sumatera Utara