BAB I PENDAHULUAN - SKRIPSI BAB I V

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama. Dalam ilmu

  sosial tak ada ukuran mutlak ataupun angka pasti untuk menentukan beberapa jumlah manusia yang harus ada. Sebagai manusia kita dilahirkan untuk hidup saling ketergantungan dengan orang lain, kita tidak bisa hidup sendiri didunia ini karena manusia pada hakekatnya adalah sebagai

  1

  makhluk sosial. Dalam menjalani kehidupan bermasyarakat misalnya, kita harus saling mengenal satu dengan yang lainya, saling membantu dan saling menolong. Setiap orang hidup pasti mempunyai kehendak dan keinginan dalam dirinya, karena sesungguhnya manusia adalah makhluk hidup yang bergerak dengan kehendaknya dan ia tidak bisa hidup tanpa saling berkumpul atau berhubungan. Tidak hanya itu dalam hal keagamaan juga dituntut untuk selalu berperan aktif, baik dalam shalat jama‟ah di

  2 musholla atau masjid, shalat Jum‟at, pengajian, dan lain-lain.

  Beribadah adalah salah satu jalan untuk bisa berinteraksi secara vertical kepada Yang Maha Kuasa, yakni pengabdian pada Tuhan. Telah dikemukakan arti ibadah secara bahasa, mula-mula pengertian lengkapnya dalam peristilahan Islam ialah menyatakan ketundukan atau kepatuhan 1 Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), hlm. 22. sepenuhnya disertai oleh kekhidmatan sedalam-dalamnya. Dalam pengertian sehari-hari pengertiannya mengambil sikap jasmani secara khidmat terhadap sesuatu, sedang rohani dipenuhi oleh pikiran mengajukan permohonan pada-Nya. Ibadah adalah manifestasi atau pengertian pengabdian muslim pada Tuhan. Mengabdi kepada Allah dengan jalan menaati perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya

  3

  seperti yang ditunjukkan Al- Hakikat ibadah Qur‟an dan hadits. mempunyai dua unsur, yaitu ketundukan dan kecintaan yang dalam kepada Allah, unsur tertinggi adalah ketundukan. Sedangkan kecintaan merupakan implementasi dari ibadah tersebut. Di samping itu ibadah juga mengandung unsur kehinaan, yaitu kehinaan paling rendah di hadapan

4 Allah SWT.

  Banyak sekali jenis-jenis ibadah dalam agama Islam. Ada yang hukumnya wajib ada pula yang hukumnya sunnah. Salah satu ibadah wajib adalah shalat lima waktu. Dan shalat lima waktu itu terdapat shalat Jum‟at. Shalat Jum‟at ialah shalat dua rakaat yang dilaksanakan secara berjamaah setelah dua khutbah waktu zhuhur pada hari Jum‟at. Hukum melaksanakan shalat Jum‟at adalah fardhu „ain. Fardhu „ain adalah status hukum dari sebuah aktivitas dalam Islam yang wajib dilakukan oleh seluruh individu yang telah memenuhi syarat bagi setiap muslim laki-laki dewasa.

3 Sidi Gazalba, Mesjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Pstaka Al- Husna, 1994), hlm.14-15.

  Shalat Jum‟at adalah shalat yang dikerjakan secara berjamaah tempatnya di Masjid atau yang difungsikan sebagai Masjid di mana salah seorang bertindak sebagai imam dan lainnya sebagi makmum. Shalat Jum‟at di dahului oleh khutbah Jum‟at dan merupakan pengganti shalat

  5 dhuhur.

  Shalat Jum‟at adalah Shalat dua rakaat sesudah khutbah pada waktu dhuhur pada hari jum‟at. Shalat Jum‟at itu fardhu „ain, Artinya wajib atas tiap-tiap laki-laki yang dewasa dan beragama Islam, merdeka, dan tetap di dalam negeri. Tidak wajib J um‟at atas perempuan, kanak-

  6 kanak, hamba sahaya, dan orang yang sedang dalam perjalanan.

  Diberi nama dengan J um‟at karena berkumpulnya orang-orang pada hari ini. Dikatakan karena berkumpulnya kebaikan pada hari ini. Atau, karena penciptaan nabi Adam a.s terhimpun di hari ini atau karena berkumpulnya Adam dan Hawa di bumi pada hari ini. Adapun nama lama untuk hari J um‟at pada zaman Jahiliyah dulu adalah hari „Arubah, yaitu

  7

  jelas besar, dikatakan hari ar- Rahmah‟.

  Shalat Jum‟at adalah ibadah wajib yang tersendiri dan bukan pengganti shalat zhuhur. Karena tidak bisa diganti dengan niat shalat zhuhur bagi mereka yang tidak berkewajiban melaksanakannya, seperti musafir dan perempuan. Shalat

  Jum‟at lebih di tetapkan waktunya dari pada shalat zhuhur, bahkan ia sebaik-baiknya shalat. Hari J 5 um‟at

  Mulkhan Abdul Munir, Masalah-masalahTeologi dan Fiqh dalam Tarjih Muhammadiyah , (Yogyakarta : Roykhan, 2005) hal.346. 6 Rasjid H.Sulaiman, dan kawan-kawan, Fiqh Islam , (Bandung: CV. Sinar Baru,

  merupakan hari paling baik dari sekian hari yang ada dan sebaik baik hari yang disinari matahari. Di hari J um‟at, Allah SWT. mengampuni enam ratus ribu penghuni neraka. Siapa yang meninggal di hari J um‟at, niscaya

  Allah akan mencatat baginya pahala syahid di jalan Allah dan di jaga dari siksa kubur. Sedangkan dalil keutamaan hari J um‟at di sebutkan dalam hadits yang diriwayatkan secara marfu‟

  “Hari jum‟at adalah „tuanya‟ semua hari,dan hari yang paling

  agung. Di mata Allah, hari Jum‟at lebih agung dari hari Idul Fitri 8 dan Idul Adha”.

  Shalat Jum‟at merupakan fardhu „ain bagi setiap muslim. Sebab shalat jum‟at adalah sama dengan shalat zhuhur, hanya saja di dalamnya terdapat khutbah yang menjadi rukun J um‟at, dan pelaksanaan shalatnya hanya dua rakaat. Seorang muslim dilarang meninggalkan shalat J um‟at

  9 kecuali kalau ada udzur syar‟i.

  Rasulullah memberikan peringatan kepada umatnya yang meninggalkan shalat J um‟at tiga kali berturut-turut tanpa adanya udzur syar‟i. Yang demikian dapat dimengerti, bahwa mendatangi shalat Jum‟at adalah fardhu. Bagi kaum lelaki mendatangi dan melaksanakan shalat J um‟at adalah wajib. Artinya, bagi kaum lelaki ada dua kewajiban: 8 Ibid. hlm.374-375.

  kewajiban mendatangi shalat J um‟at dengan mendengarkan khutbah, dan kewajiban melaksanakan shalat

  Jum‟at. Karena itu bila meninggalkan tanpa udzur syar‟i, dia dicap sebagai orang munafik. Sebab telah mengabaikan kewajiban terhadap Allah. Sedang bagi kaum wanita, mendatangi shalat J um‟at dengan mendengarkan khutbah, adalah sunat. Namun kalau sudah datang di tempat pelaksanaan shalat

  Jum‟at, maka wajib mengikuti pelaksanaan shalat J um‟at. Sebab pada hakikatnya shalat

  J um‟at adalah shalat zhuhur, yang tidak boleh ditinggalkan oleh setiap

  10 muslim maupun muslimah.

  Adanya jama ‟ah itu di syaratkan di dalam masjid, atau tempat yang jauh menurut pandangan umum. Dan tidak diperbolehkan menjamak dua shalat dalam waktu yang kedua, karena hal itu terkadang hujan sudah berhenti, maka menjadi pengeluaran shalat dari waktunya dengan tanpa

  11 ada udzur.

  Sebagaimana Allah Ta‟ala berfirman :

  

 

  

  

 

   

   

   



  “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum‟at, maka bersegeralah kamu 10 kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual-beli. Yang Ibid . hlm.324-325.

  demikian itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.

  ” (Surat Al-

12 Jumu‟ah ayat 9).

     “ Dan yang menyaksikan dan yang disaksikan

  .”

  Artha‟ bin Yasar meriwayatkan keterangan dari Rasulullah, bahwa beliau bersabda, “Yang menyaksikan adalah hari Jum‟at dan yang

  13 dipersaksikan adalah hari Arafah

  .” Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah bersabda,

  “Kita yang

  

terakhir dan kita yang terdahulu, hanya saja mereka diberi kitab terlebih

dahulu sebelum kita dan kita diberi (kitab) setelah mereka. Ini adalah hari

yang mereka perselisihkan. Allah memberi petunjuk kepada kita pada hari

itu, dan manusia mengikuti kita, orang-orang Yahudi besok dan orang-

  14 orang Nasrani lusa

  .” Mazhab Syafi‟i menetapkan bahwa seseorng yang akil baligh, merdeka, tidak ada halangan (udzur), dan ber-mukim disuatu negeri wajib melaksanakan shalat

  Jum‟at. Adapun halangan untuk melaksanakan shalat Jum‟at diantaranya adalah sakit, di mana apabila menghadiri shalat Jum‟at, skitnya akan semakin parah atau akan mendapat kesulitan yang tidak tertahankan. Halangan lainya adalah dipenjara oleh penguasa dan

  15 meninggalnya kaum kerabat atau para sahabat. 12 Shalat Jum‟at tidak wajib Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Pentafsir Al- Qur‟an, Al-Qur‟an dan terjemahannya , (Jakarta: 1971). hlm. 13 Tartib Imam Asy- 14 Syafi‟i, dari Atha‟ bin Yasar. 15 Riwayat Muslim dari Abu Hurairah. bagi seseorang yang belum baligh, perempuan, dan budak. Meskipun demikian, kami menyukai budak yang diizinkan mengerjakan shalat Jum‟at. Demikian juga bagi orng yang telah tua renta dan anak-anak apabila mereka diizinkan. Kami pun tidak mengetahui salah seorang dari mereka dianggap berdosa karena meninggalkan shalat Jum‟at.

  Asy- Syafi‟i berpendapat bahwa orang-orang yang boleh meninggalkan shalat Jum‟at baik karena ada udzur, kaum perempuan, orang-orang yang belum akil baligh, dan budak-budak jika mengerjakan shalat Zuhur, hendaknya menunggu selesainya shalat Jum‟at. Dengan kata lain, mengakhirkan pelaksanaan shalat Zuhur sampai benar-benar melihat

  16 imam menyelesaikan shalat Jum‟at.

  Para ulama sepakat bahwa Shalat J um‟at adalah fardu „ain atas setiap orang mukalaf. Mereka menyalahkan orang yang berpendapat bahwa shalat jum‟at adalah fardu kifayah. Shalat Jum‟at diwajibkan bagi orang yang mukim dan tidak wajib bagi orang yang berpergian. Demikian menurut kesepakatan empat imam mazhab. Di riwayatkan dari az-Zuhri dan an-

  Nakhi‟i bahwa mereka berpendapat bahwa shalat jum‟at wajib bagi

  17 musyafir jika ia mendengar azan.

  Fardh u shalat Jum‟at ada 2, yaitu: yang pertama adalah diharuskan ada dua khutbah, di dalam khutbah kedua ini Khatib harus berdiri dan

  16 17 Ibid , hlm. 129.

  Syaikh Al- „AllamahMuhammad Bin Abdurrahman Ad-Dimasyqi, Rahma Al- duduk diantara dua khutbah itu. Yang kedua adalah harus dikerjakan dua

  18 rakaat dengan berjama‟ah.

  Diwaktu Khatib khutbah disunahkan untuk mendengarkan. Siapa saja orang yang masuk masjid waktu Jum‟at, sedang imam sedang khutbah, kalau mau melaksanakan shalat tahiyatul masjid harus yang ringan-ringan saja, maksudnya adalah mengerjakan yang fardhu-fardhu

  19 saja dan diperintahkan untuk duduk untuk mendengarkan khutbah.

  Dalam masyarakat sekarang sering ditemui jama‟ah shalat Jum‟at yang dalam mendengarkan khutbah Jum‟at tidak memperhatikan khutbah yang sedang berlangsung. Seperti halnya ada yang sambil tidur, berbicara dengan orang yang ada disampingnya maupun dengan temanya sendiri dari sebagian anak kecil maupun orang dewasa. Seakan mereka tidak peduli dengan apa yang disampaikan khotib. Padahal itu adalah sebagian dari syarat wajibnya shalat J um‟at.

  Uraian di atas telah penulis lihat dan kaji dari beberapa buku dan karya ilmiah yang lain. Ternyata belum ada yang membahas tentang hal ini, serta penulis yakin permasalahan ini merupakan persoalan yang menarik untuk dikaji dan dibahas secara mendalam untuk masa sekarang, dan diharapkan menjadi pedoman hukum untuk masa-masa yang akan datang. Dari hal dan permasalahan yang terjadi seperti uraian di atas, maka penulis merasa sangat tertarik untuk meneliti dan memaparkan serta 18 Kyai Masru‟ bin Yahya Arrambaani, Al-Ghoya Wattaqrib (Bojonegoro), hlm.

  28. menelaah lebih lanjut untuk menciptakan sebuah karya ilmiyah yang berbentuk skripsi tentang Studi Analisis Larangan Berbicara Pada waktu

  Khutbah Jum‟at (Studi kasus jama‟ah Jum‟at di masjid Baitussalam desa Ngroto Mayong Jepara) . Dalam hal ini penulis ingin mengetahui secara

  jelas bagaimana pemahaman masyarakat, pendapat para ulama‟, dan apa alasan penyebab terjadinya ikhtilaf dikalangan para ulama‟. Dengan demikian kita bisa mengetahui secara jelas tentang hukum dan syarat khutbah serta sahnya shalat

  Jum‟at itu sendiri.

B. Penegasan Istilah Dalam Judul

  Untuk menghindari kekeliruan dan kesalahfahaman di dalam mengikuti pembahasan skripsi ini, maka penulis memperjelas kata-kata istilah yang terdapat pada judul skripsi ini, istilah yang memerlukan penjelasan adalah sebagai berikut:

  1. Studi Analisis

  20 pelajaran, penyelidikan, tempat belajar.

  Penyelidikan suatu peristiwa (karangan, perbuatan dsb) untuk

  21 mengetahui apa sebab-sebabnya, bagaimana duduk perkaranya.

  2. Hukum Berbicara

  22 Peraturan atau adat yang secara resmi dianggap mengikat.

  20 Wjs Purwodarminto, Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta : Bakai Pustaka, 2011, Cet-10, hlm.1146. 21 Ibid hlm.37. Berkata, bercakap, berbahasa (melahirkan pendapat dengan perkataan,

  23 tulisan dsb).

  3. Waktu Khutbah Jum‟at Seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada

  24 atau berlangsung.

  25 Berpidato tentang ajaran agama dsb. Tiap-tiap hari J um‟at di masjid.

  4. Masjid Baitussalam Karang Anyar Mayong Jepara Tempat penelitian di desa Ngroto Karang Anyar rt 04 rw 03 kecamatan Mayong kabupaten Jepara.

  Oleh karena itu yang ditulis diatas bertujuan untuk lebih memperjelas isi tentang skripsi yang penulis buat dengan judul larangan berbicara pada waktu khutbah Jum‟at dan implikasinya terhadap keabsahan shalat.

  C. Pembatasan Masalah

  Pembatasan masalah yang penulis lakukan adalah menetapkan fokus berdasarkan permasalahan yang terkait dengan teori-teori yang telah ada, yaitu ingin mengetahui hukum berbicara pada waktu khutbah J um‟at bagi jama‟ah yang melaksanakan shalat Jum‟at.

  D. Rumusan Masalah

  Supaya dalam melakukan analisis dapat dilakukan dengan baik dan mendalam, juga untuk mempermudah dalam penyusunan skripsi, rumusan masalah yang penulis paparkan adalah sebagai berikut : 23 Ibid hlm. 148.

  1. Bagaimana pemahaman masyarakat tentang hukum berbicara pada waktu khutbah J um‟at? 2.

  Bagaimanakah Hukum larangan berbicara pada waktu khutbah Jum‟at menurut pendapat para ulama‟? 3. Bagaimanakah istimbat hukum ulama‟ tentang larangan berbicara pada waktu khutbah Jum‟at sehingga terjadi perbedaan pendapat?

E. Tujuan Penelitian

  Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian adalah: 1. Untuk mengetahui pemahaman masyarakat tentang hukum berbicara pada waktu khutbah J um‟at.

  2. Untuk mengetahui Hukum larangan berbicara pada waktu khutbah J um‟at menurut pendapat para ulama‟.

  4. Untuk mengetahui istimbat hukum ulama‟ tentang larangan berbicara pada waktu khutbah Jum‟at sehingga terjadi perbedaan pendapat.

F. Telaah Pustaka

  Dalam penelitian skripsi sampai pada saat ini, yang penulis ketahui, banyak yang membahas tentang ibadah shalat saja, belum ada yang membahas tentang hukum berbicara pada waktu khutbah J um‟at. Di antaranya yaitu Dianatus Sa‟adah (tahun 2011) dengan judul skripsi “Aspek Psiko-Religius Ibadah Shalat (Kajian Terhadap Buku Pesikologi Shalat Karya Sentot Haryanto). dan Ahmad Nurisman (tahun 2013) dengan judul skripsi “Efektifitas Pesan Dakwah Melalui Khutbah Jum‟at di Masjid Jami‟ Baitul Muslimin Desa Srobyong kecamatan Mlonggo kabupaten Jepara”.

  Dalam penulisan skripsi ini penulis akan memakai telaah pustaka diantaranya : buku terjemahan kitab subulus salam 2 karya Muhammad bin Ismail Al-

  Kahlani yang terkenal dengan nama Ash Shon‟ani,kitab ini sebagai syarah dari kitab Bulughul Maram karya Ahmad bin „Ali bin

  Muhammad bin Hajar Al Kinani Al „As-qalani yang terkenal dengan nama Ibnu Hajar, yang di dalamnya membahas tentang berbagai macam shalat

  26

  sunat, shalat berjamaah, dan shalat J Buku um‟at serta shalat jenazah. berjudul Fiqih Lima Mazhab Edisi Lengkap dari terjemahan al-

  fiqh „ala

al-madzahib al-khamsah karya Muhammad Jawad Mughniyah yang

  menjelaskan tentang shalat J um‟at, kewajiban shalat Jum‟at, syarat shalat

27 J Buku Terjemahan Fathul Qarib karya um‟at,serta khutbah Jum‟at.

  Syekh Syamsuddin Abu Abdillah adalah sebuah kitab panduan fiqh madzhab Syafi‟i yang lengkap yang menjelaskan kitab hukum-hukum

  28

  shalat yang di dalamnya menerangkan pasal syarat-syarat wajib J um‟at. Jumhur ulama sependapat bahwa mendengarkan khutbah itu wajib, dan berbicara sementara khatib berkhutbah haram hukumnya, ini tercantum

  29

  dalam Fikih sunnah 2 karya Sayyid Sabiq. Fiqih Islam wa adillatuhu jilid 2, karya prof.DR. Wahbah az-zuhaili buku ini membahas tentang shalat 26 Abubakar muhammad, terjemahan subulus salam 2, surabaya: al ikhlas, 1991, cet.1, hlm.187-235. 27 Mughniyah, muhammad jawad. fiqih lima mazhab, jakarta: lentera, 2001, hlm.122-123. 28 Syekh Syamsuddin Abu Abdillah,Terjemah Fathul Qarib, Surabaya: tim grafis wajib, shalat sunnah, zikir setelah shalat, qunut dalam shalat, shalat jama‟ah, shalat jama‟ dan qashar. Dalam shalat Jum‟at pembahasan ini berbicara tentang kewajiban dan kedudukan shalat J um‟at, keutamaan, hikmah-hikmahnya, siapa saja yang di wajibkan atas shalat J um‟at. Selanjutnya, tata cara dan waktu pelaksanaanya, sunnah-sunnah dan hal yang dimakruhkan dalam khutbah. Berikutnya hal-hal yang dapat

  30

  membatalkan khutbah, dan shalat zuhur pada hari J um‟at.

  Dari berapa buku dan skripsi tersebut Penulis juga menelaah lagi buku-buku atau skripsi yang berkaitan dengan kajian Penulis. Penulis membatasi kajian hanya pada Analisis hukum berbicara pada waktu khutbah J um‟at menurut hukum Islam di Indonesia.

G. Metodologi Penelitian

  Metode mempunyai peranan yang sangat penting dalam mencapai suatu tujuan, dengan memakai teknik serta alat-alat untuk mendapatkan kebenaran yang objektif dan terarah dengan baik.

1. Metode Pendekatan

  Untuk menyusun skripsi ini penulis menggunakan metode deskriptif, yaitu melakukan taraf analisis hanya sampai taraf deskriptif, menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga dapat lebih mudah untuk difahami dan disimpulkan, kesimpulan yang disimpulkan selalu jelas dasar faktualnya sehingga semuanya selalu 31 dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh.

2. Jenis Penelitian

  Jenis penelitian ini adalah studi kasus dan lapangan (case study and

  field research) dengan metode penelitian deskriptif atau penelitian

  yang bermaksud membuat penyandraan secara sistematis, faktual, dan

  32 akurat mengenahi fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu.

  Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan penelitian kualitatif, yaitu jenis penelitian yang lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif, penulis menggunakan penyimpulan deduktif ketika penulis menggunakan buku-buku yang berkaitan dengan judul skripsi penulis, yaitu dari teori-teori yang berhubungan dengan penelitian penulis, kemudian penulis mengambil sebuah kesimpulan. Sedangkan penyimpulan induktif melalui fakta-fakta yang ada di tempat penelitian kemudian penulis menarik sebuah kesimpulan,serta analisis terhadap dinamika hubungan antara fenomena yang diamati dengan

  33

  menggunakan logika ilmiah. Penelitian ini juga menghasilkan data- data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan

31 Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, Cet- 10, hlm 6.

  32 Masyhuri, MP, dan M. Zainuddin, Metodologi Penelitian, (Bandung : PT Refika Aditama, 2008), Cet. 1, hlm. 34

  34

  perilaku yang dapat diamati. Atau dapat dikatakan pula bahwa penelitian deskriptif yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenahi populasi atau mengenai bidang tertentu. Penelitian ini berusaha menggambarkan situasi atau kejadian. Data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif sehingga tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hepotesis, membuat prediksi maupun

  35

  mempelajari implikasi. Jadi deskriptif analisis disini mempunyai tujuan untuk menggambarkan aspek-aspek yuridis atau hukum shalat jum‟at khususnya tentang khutbahnya dalam undang-undang hukum Islam dan hukum fiqh serta pendapat 4 Madzhab dan jumhur ulama.

  3. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini meliputi sumber data primer yaitu sumber data yang diperoleh langsung melalui sumber dari pihak pertama atau data yang diperoleh langsung dari penelitian lapangan yakni dari tempat yang akan menjadi obyek penelitian yaitu di masjid.

  Disamping itu juga dari sumber data sekunder yaitu sumber data yang berupa peraturan perundang-undangan yang relevan, buku-buku, tulisan-tulisan, dan sumber data tertulis lainnya dari hasil studi pustaka dan arsip.

  4. Pengumpulan Data 34 Lexi J. Moelong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remaja

  Rosdakarya, 2001), hlm. 2

  Dalam mengumpulkan data yang diperlukan untuk penelitian, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut: a.

  Data Primer Pengumpulan data menggunakan cara dengan mengadakan penelitian langsung ke objek penelitian atau riset lapangan (field

  reseach ) untuk memperoleh data dengan jalan:

  1) Observasi

  Cara pengumpulan data observasi yaitu perhatian terfokus terhadap gejala, kejadian atau sesuatu dengan maksud menafsirkannya, mengungkapkan faktor-faktor penyebab dan

  36

  menemukan kaidah-kaidah yang mengaturnya. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara langsung mengenai bagaimana gambaran tentang khutbah J um‟at dalam undang- undang hukum Islam dan hukum fiqh. 2)

  Wawancara Pengumpulan data dengan wawancara, dalam penelitian ini pada dasarnya merupakan metode tambahan atau pendukung dari keseluruhan bahan hukum yang dihimpun melalui studi kepustakaan. Adapun wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melakukan wawancara dengan cara meminta informasi atau ungkapan kepada orang yang diteliti

  37

  yang berputar disekitar pendapat dan keyakinannya. Hal ini dilakukan adanya keterbatasan waktu, biaya dalam penelitian.

  Sample yang diambil dari penelitian ini adalah dari masyarakat dan pengurus masjid.

  b.

  Data Sekunder Dalam pengumpulan data sekunder ini dipergunakan car-cara:

  1) Riset kepustakaan / Library Reseach

  Riset kepustakaan yaitu metode pengumpulan data dengan cara mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku,

  38

  literatur-literatur, catatan-catatan, laporan-laporan serta obyek penelitian yang berkaitan dengan khutbah J um‟at.

  2) Jenis data dari sudut sumber dan kekuatan mengikat

  Oleh karena yang hendak diteliti adalah perilaku hukum, dalam penelitian ini data sekunder yang dari sudut mengikatnya digolongkan dalam:

  a) Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengkikat, terdiri dari Al- qur‟an, Hadits, Fiqih Islam, Fiqih Empat Mazhab, Fiqih Sunnah.

  b) Bahan hukum sekunder yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku, makalah, hasil penelitian dan lain-lain. c) Bahan hukum tertier yaitu bahan hukum yang dapat memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder yaitu berupa kamus-kamus hukum dan ensiklopedi dibidang

  39 hukum.

5. Analisis Data

  a) Metode deduktif : yaitu menganalisis terhadap data-data yang ada dengan bertitik dengan kaidah atau pengetahuan yang bersifat umum untuk mengetahui kejadian-kejadian yang bersifat khusus.

  b) Metode induktif : yaitu cara berfikir yang bertolak dari hal-hal yang bersifat khusus kemudian digeneralisasikan kedalam kesimpulan yang umum. Dalam hal ini yang dapat di teliti adalah pemahaman masyarakat tentang hukum berbicara pada waktu khutbah J um‟at, yang berkaitan tentang pokok kajian dan kemudian ditarik kesimpulan umum tentang keadaan suatu

  40 peristiwa yang terjadi.

  Untuk menganalisis data dipergunakan analisis kualitatif yaitu upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasi dengan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, menemukan apa yang penting dan apa yang 39 Soerjono Soekanto, op. cit., hlm.13. dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan secara induktif, setelah data terkumpul maka langkah berikutnya adalah menganalisis data yang merupakan cara untuk mencari dan menata secara sistematis catatan hasil wawancara, observasi dan

  41 lainnya.

H. Sistematika Penulisan Skripsi

  Untuk mengetahui isi atau materi skripsi secara menyeluruh, maka penulis menyusun sistematika penulisan sebagai berikut:

1. Bagian Muka, terdiri dari:

  a. Halaman judul

  b. Halaman nota persetujuan pembimbing

  c. Halaman pengesahan

  d. Pernyataan

  e. Motto

  f. Persembahan

  g. Kata pengantar

  h. Abstrak i. Daftar isi dan daftar tabel 2.

Bagian isi, terdiri dari beberapa bab: BAB I : Pendahuluan Bab ini meliputi:

  a. latar belakang masalah

  b. Penegasan istilah judul

  c. Pembatasan masalah

  d. Rumusan masalah

  e. Tujuan penelitian

  f. Telaah pustaka

  g. Metodologi penelitian

  h. Sistematika penulisan skripsi

BAB II : Landasan Teori Bab ini membahas tentang: A. Definisi khutbah B. Isi Khutbah C. Hukum khutbah D. Syarat khutbah dan Rukun khutbah 1. Syarat khubah Jum‟at

  2. Rukun khutbah E. Macam- macam khutbah

  BAB III : Objek Kajian Bab ini membahas tentang: A. Sedikit Gambaran Tentang Desa Ngroto Mayong Jepara

  1. Letak Geografis

  2. Struktur Organisasi Balai Desa

  3. Angket Desa B. Sekilas Tentang Masjid Baitussalam Desa Ngroto Karang Anyar Mayong Jepara

  1. Sejarah berdirinya Masjid Baitussalam desa Ngroto Mayong Jepara

  2. Lokasi dan Wilayah Masjid Baitussalam Mayong Jepara

  3. Struktur Organisasi

  4. Jadwal Waktu Adzan

  5. Jadwal Nadhir (Imam) masjid 6.

  Jadwal Bilal Jum‟at

7. Jadwal Khotib Khutbah Jum‟at

  8. Sarana dan Prasarana BAB IV : Hasil Penelitian Dan Pembahasan.

  Bab ini membahas tentang:

  1. Analisis Pemahaman masyarakat tentang hukum berbicara pada waktu khutbah J um‟at.

  2. Analisis Hukum berbicara pada waktu khutbah J um‟at menurut pendapat para ulama‟.

  3. Analisis istimbat hukum ulama‟ tentang larangan berbicara pada waktu khutbah Jum‟at sehingga terjadi perbedaan pendapat.

  BAB V : Penutup Bab ini berisi tentang:

  1. Kesimpulan

  2. Saran

  3. Penutup 3. Bagian Akhir, terdiri dari:

  a. Daftar Pustaka

  b. Daftar Riwayat Hidup c.Lampiran-lampiran.

BAB II LANDASAN TEORI A. Definisi Khutbah

  42 Khutbah adalah pidato, terutama yang menguraikan tentang ajaran agama. Atau

  penyampaian pesan-pesan keagamaan berdasarkan ajaran islam di depan

43 Khutbah sama halnya dengan berpidato akan tetapi yang membedakan jama‟ah.

  adalah isi pesan yang disampaikan. Khutbah lebih cenderung berisi pesan-pesan bertemakan dengan keagamaan, sedangkan pidato lebih cenderung berisi pesan- pesan yang sifatnya umum. Khutbah Jum‟at merupakan salah satu metode dakwah

  

bi al-lisan yaitu dakwah yang dilaksanakan melalui lisan, yang dilakukan antara

  lain dengan ceramah-ceramah, khutbah, diskusi dan lain-lain. Metode ini sudah

  44 cukup banyak dilakukan oleh para juru dakwah di tengah-tengah masyarakat.

  Khutbah Jum‟at ialah perkataan yang mengandung mau‟izhah dan tuntunan ibadah yang diucapkan oleh Khatib dengan syarat yang telah di tentukan syara‟ dan menjadi rukun untuk memberikan pengertian para hadlirin, menurut rukun

  45

  dari shalat Jum‟at. Dalam khutbah Jum‟at ini Khatib menjelaskan secara jelas tentang apa yang mau dibacakan dalam isi khutbahnya, untuk itu seorang Khatib harus pandai dan mampu menguasai materi yang akan disampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh Jama‟ah (Pendengar).

42 Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, cet. 4

  43 (Jakarta: Balai Pustaka, 1993. xix) hlm. 437.

  

Bambang S. Ma‟arif, komunikasi Dakwah Paradigma Untuk Aksi, (Bandung: simbiosa Rekatama Media, 2010), hlm. 150. Khutbah Jum‟at terbagi menjadi dua yang antara keduanya diadakan waktu

  46

  istirahat yang pendek dan khutbah ini di lakukan sebelum shalat. Khutbah berfungsi untuk memberikan pelajaran dan nasihat kepada kaum muslimin, dan yang mendengar diperintahkan supaya tenang (mendengarkan dan memperhatikan

  47 isi khutbah itu).

  Dalam riwayat dari Salmah bin Al- Akwa‟ dikatakan bahwa Rasulullah berkhutbah dengan dua khutbah dan duduk sebanyak dua kali. Seseorang bercerita kepada kami, “Rasulullah berdiri tegak pada tingkat kedua setelah tingkat yang digunakan untuk istirahat (duduk), kemudian beliau memberi salam dan duduk. Apabila muadzin telah selesai mengumandangkan azan, beliau kembali berdiri dan membaca khutbah kedua,” perkataan ini sejalan dengan makna hadis.

  Bila kita lihat selama ini yang terjadi dalam proses penyampaian pesan atau penyerapan materi khutbah Jum‟at oleh jama‟ah, ini berbeda-beda karena karakteristik jama‟ah yang heterogen dan berbeda tingkat pendidikanya. Sejauh mana masyarakat bisa memahami dan mengerti tentang hukumnya mendengarkann khutbah Jum‟at. Adapun yang dibaca dalam khutbah ialah tahmid, tasyahud, dan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. serta wasiat

  48

  taqwa . Setelah itu kemudian diakhiri dengan do‟a. Khutbah mempunyai arti yaitu memberi nasehat, Dan ada sebagian fuqaha berpendapat bahwa khutbah Jum‟at adalah dalam rangka memberikan nasehat sebagaimana nasehat- nasehat yang diberikan kepada para jama‟ah Jum‟at. 46 Khutbah Jum‟at merupakan salah satu media yang strategis untuk dakwah Islam,

  Ibid . Hlm. 185 karena bersifat rutin dan wajib dihadiri oleh kaum muslimin secara berjama‟ah. Sayangnya, media ini terkadang kurang dimanfaatkan secara optimal. Para Khatib seringkali menyampaikan khutbah yang membosankan yang berputar-putar dan itu-itu saja. Akibatnya, banyak para hadirin yang terkantuk-kantuk dan bahkan tertidur. Bahkan, ada satu anekdot yang menyebutkan, khutbah Jum‟at adalah obat yang cukup mujarab untuk insomnia, penyakit sulit tidur. Maksudnya, kalau Anda terkena penyakit itu, hadirilah khutbah Jum‟at, niscaya Anda akan dapat tertidur nyenyak!. Selain itu yang juga perlu diperhatikan adalah bahwa khutbah Jumat itu dilakukan sebelum shalat Jumat. Berbeda dengan khutbah Idul fitri atau Idul Adha

  49 yang justru dilakukan setelah selesai shalat Id.

  Didalam pesan khutbah yang disampaikan pasti terdapat suatu pembelajaran yang bisa dipetik. Hal inilah yang dapat mempengaruhi keadaan sikap seseorang.

  Charles Bird mengartikan sikap adalah sebagai suatu yang berhubungan dengan penyesuain diri seseorang kepada aspek-aspek lingkungan sekitar yang di pilih atau kepada tindakannya sendiri. Bahkan lebih luas lagi, sikap dapat diartikan sebagai predisposisi (kecenderungan jiwa) atau orientasi kepada suatu masalah,

  50

  institusi dan orang-orang lain. Dengan demikian bisa kita simpulkan bahwa khutbah itu sangat penting untuk mendidik sikap dan perilaku kita serta untuk menyampaikan dakwah tentang ajaran agama islam.

B. Isi Khutbah

  Bahan khutbah hendaknya dipilih yang berguna bagi pembangunan iman para pendengarnya, sehingga mereka terasa dibimbing kepada agama Allah 49 Hasan, Syamsi dan Ahmad Ma‟ruf Asrori, Khutbah Jum‟at Sepanjang Masa Membangun Kehidupan Dunia Akhirat , (Surabaya: Karya agung 2002), hlm.3.

  51 Tarjih

  SWT. Bukan menimbulkan sakit hati terhadap yang lain. Wallahu a‟lam! dalam HPT menyatakan, sebelum shalat hendaklah Imam berkhutbah dua kali dengan berdiri dan duduk diantara kedua khutbah itu. Di dalam khutbah imam supaya membaca ayat Qur‟an dan memberikan peringatan-peringatan kepada orang banyak. tuntunan demikian didasarkan hadits Sumarah r.a. Ibnu „Umar, dan

  52 hadits Abu Hurairah.

  Disunatkan khutbah itu mengandung pujian kepada Allah swt. dan sanjungan terhadap Nabi saw. nasihat dan bacaan Al- Qur‟an.

  Dari Ibnu Mas‟ud, bahwa Nabi saw. bila memulai khutbahnya beliau mengucapkan:

  

“Segenap puji bagi Allah, kami memohonkan pertolongan serta keampunan

kepada-Nya, dan kami berlindung kepada-Nya dari kejahatan-kejahatan dari

kami sendiri. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorang

pun yang dapat menyesatkanya, sebaliknya barang siapa yang disesatkan-Nya,

maka tiada seorang pun yang dapat memberinya petunjuk.

Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan Saya bersaksi bahwa

Muhammad itu adalah hamba dan utusan-Nya yang diutus-Nya dengan

kebenaran, sebagai pembawa berita gembira menjelang datangnya hari kiamat. 51 Kahar Masyhur, Bulughul Maram Terjemahan, jilid, 1. Cet, 1 (jakarta: PT. Rineka Cipta, 1991) hlm. 201.

  

Barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul, berarti mereka telah menemukan

jalan yang benar, dan barang siapa yang durhaka kepada Allah dan Rasul, maka

tiada akan merugikan kecuali kepada dirinya sendiri, dan sekali-kali tidaklah

akan merugikan sedikitpun kepada Allah.”

Dan dari Ibnu Syihab r.a. bahwa ia ditanya mengenai pembukaan khutbah Nabi

saw. maka disebutkanlah seperti diatas, kecuali penghabisanya yang berbunyi

sebagai berikut: “Waman ya‟shihima faqad ghawa.” Artinya:

  53 “Dan barang siapa yang durhaka kepada keduanya, maka ia telah jatuh sesat."

  Dan dari Ummu Hisyam binti Haritsah bin Nu‟man, katanya:

  

“Saya tak dapat menghafalkan „Qaaf, WalQur-„anil Majid‟ itu hanyalah dari

mendengar bacaan Rasulullah saw. di atas mimbar setiap Jum‟at, yakni di kala

  54 beliau memberikan khutbah kepada manusia.”

  Ketahuilah bahwa khutbah yang disyari‟atkan itu ialah biasa dilakukan oleh Rasulullah saw. yakni berisi kabar gembira atau mempertakut umat manusia.

  Inilah sebenarnya yang menjadi jiwa khutbah. Adapun syarat-syarat seperti Alhamdulillah, Shalawat atas Rasul, bacaan Al-

  Qur‟an, semua itu adalah di luar tujuan utama dari disyari‟atkannya khutbah, dan hal itu kebetulan dikerjakan oleh Nabi saw. Maka hal itu tidak bisa dipandang sebagai suatu syarat yang wajib dilakukan. Setiap orang yang sadar tentu mengakui bahwa tujuan utama dari khutbah ialah memberi nasehat dan bukan bacaan Alhamdulullah atau Shalawat Nabi itu. Memang, adalah suatu hal yang lazim bagi bangsa Arab, bila hendak mengucapkan pidato, selalu dimulai dengan pujian kepada Allah dan Rasul-Nya, 53 Sayyid sabiq, Fikih Sunnah 2 54 , (bandung: PT. Alma‟arif, 1976) hlm. 326-327.

  Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bulughul Maram, (Semarang: Toha Putra, 773-852 H), hlm. dan hal ini memang baik dan terpuji. Tapi ini bukanlah yang dituju, karena yang sebenarnya dituju ialah uraian sesudah itu. Seandainya ada yang berkata bahwa maksud seseorang tampil memberikan wejangan ditempat umum, ialah untuk mengucap puji-pujian kepada Allah dan Shalawat semata; sudah terang hal itu tak dapat diterima, dan setiap pikiran yang sehattentu akan menyangkalnya. Nah, apabila ini telah anda pahami, ternyatalah bahwa uraian dalam khutbah Jum‟atsebenarnya telah cukup dan terpenuhi dengan adanya nasehat yang dikemukakan oleh khatib, dan memang itulah yang diperintahkan. Hanya saja kalau ia memulai uraiannya itu dengan pujian kepada Allah serta Rasul-Nya kemudian dalam kupasannya itu dibacakanya pula ayat-ayat Al-

  Qur‟an yang ada sangkut-pautnya dengan acara, maka demikian itu adalah lebih bagus dan lebih

  55 sempurna.

C. Hukum Khutbah

  Jumhur atau golongan terbesar dari para ulama‟ berpendapat bahwa khutbah Jum‟at itu adalah wajib. Mereka berpegang kepada hadits-hadits shahih yang menyatakan bahwa Nabi saw. Setiap mengerjakan shalat Jum‟at, selalu disertai khutbah.

  Firman Allah swt.:

                   

      

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at,

Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.

  56 yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui.”

  Maksudnya: Apabila imam Telah naik mimbar dan muadzin Telah adzan di hari Jum'at, Maka kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muadzin itu dan meninggalkan semua pekerjaannya.

  Dalam ayat ini ada perintah pergi dzikir, hingga dengan demikian dzikir itu hukumnya wajib. Karena tidaklah wajib pergi, kalau bukan kepada yang wajib.

  Dzikir disini mereka tafsirkan sebagai khutbah, karena di dalamnya terdapat dzikir tersebut. Alasan-alasan yang dikemukakan oleh jumhur- jumhur itu, disanggah oleh Syaukani. Mengenai alasan pertama, dijawabnya hanya semata- mata mengerjakan saja, belum berarti wajib. Alasan kedua bahwa Nabi menyuruh umat supaya melakukan shalat sebagaimana telah dilakukannya, maka yang diperintah mencontoh itu hanyalah shalatnya, bukan khutbahnya, sebab khutbah bukan termasuk shalat. Mengenai alasan ketiga, dijawbnya bahwa dzikir yang diperintah Allah mengunjunginya itu, tiada lain dari shalat, atau paling-paling masih diragukan di antara shalat dengan khutbah. Padahal shalat telah disepakati hukum wajibnya, sedang khutbah masih diperdebatkan, hingga dengan demikian ayat

  57 tersebut tidak mungkin menjadi dalil atas wajibnya khutbah.

56 Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Pentafsir Al-

  Qur‟an, Al-Qur‟an dan terjemahannya , (Jakarta: 1971). hlm.133. Sebagian ulama‟ berpendapat bahwa khutbah itu hendaklah mempergunakan bahasa Arab, karena di masa Rasulullah SAW. dan sahabat-sahabat beliau khutbah itu selalu berbahasa Arab. Tetapi mereka lupa bahwa keadaan di waktu itu hanya memerlukan bahasa Arab karena bahasa itulah yang umum dipergunakan oleh para pendengar. Mereka lupa bahwa maksud mengadakan khutbah ialah memberikan pelajaran dan nasihat kepada kaum muslimin, dan yang mendengar diperintahkan supaya tenang mendengarkan dan memperhatikan isi khutbah itu.

  Firman Allah Swt.:

  

  

 

 

 

  

“Dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan

  58 perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.”

  Maksudnya, jika dibacakan Al-Quran kita diwajibkan mendengar dan memperhatikan sambil berdiam diri, baik dalam sembahyang maupun di luar sembahyang, terkecuali dalam shalat berjamaah ma'mum boleh membaca Al- Faatihah sendiri waktu imam membaca ayat-ayat Al-Quran. Beberapa orang ahli tafsir mengatakan bahwa ayat ini diturunkan karena berkaitan dengan urusan

  59 khutbah.

  Jumhur ulama‟ berpendapat bahwa khutbah merupakan syarat sah dari shalat Jum‟at dan wajib untuk dilaksanakan. Para ulama‟ tersebut mengambil alasan dengan adanya sabda Nabi diatas. Akan tetapi alasan para ulama‟ di sanggah oleh Syaukani. Mengenai sabda Nabi diartikan Syaukani bahwa hal tersebut semata- mata mengerjakan saja belum berarti wajib. Kemudian memberikan alasan bahwa Nabi menyuruh umatnya supaya melakukan shalat sebagaimana yang dilakukanya, maka menurut pandangan Syaukani yang diperintah mencontoh itu hanyalah shalatnya, bukan khutbahnya. Karena khutbah bukan termasuk shalat. Oleh sebab itu hukum khutbah dibagi menjadi 2: 1. wajib

  60 Dikatakan wajib karena termasuk Fardhu Jum‟at

  2. sunah Dikatakan sunnah sebab berkhutbah masih disanggah oleh syaukani dengan perkataanyan da n mengambil pendapat dari sebagian ulama‟ yaitu Hasan basri, Daud zhahiri, dan Juwaini yang berpendapat sama dengan Syaukani yaitu

  61 sunah. Tetapi masalah hukum khutbah ini masih diperdebatkan sampai sekarang.

  Karena memang tidak ada penjelasan secara khusus didalam Al- Qur‟an.

  D. 59 Syarat dan Rukun Khutbah

H. Sulaiman Rasjid, Fiqih islam (hukum fiqih islam lengkap), (Bandung: PT. Sinar baru Algensindo, 1994), cet. 27, hlm. 126-127.

60 Syekh Ibrahim Al-Bajuri, Al- Bajuri, Juz 1, (Surabaya: Al-haromain tt), hlm. 216-217.

  Dalam pembahasan khutbah pastinya tidak akan lepas dari syarat dan rukunnya, Sebelum mengerjakan shalat Jum‟at, terlebih dahulu dimulai dengan khutbah, karena mengikuti perbuatan Nabi SAW. Adapun syarat dan rukun dua khutbah itu adalah:

1. Syarat Khutbah Jum’at

  Bahwa Sebelum mengerjakan shalat jum‟ah, terlebih dahulu dimulai dengan khutbah, adapun syarat dua khutbah itu ialah: a. Hendaknya kedua khutbah itu dimulai sesudah tergelincir matahari, setelah masuknya waktu dhuhur.

  b. Sewaktu berkhutbah hendaklah berdiri jika kuasa.

  c. Khatib hendaklah duduk diantara dua khutbah.