BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - TA BAB I V

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari – hari zaman sekarang ini, masyarakat

  memiliki kebutuhan – kebutuhan konsumtif yang harus dipenuhi. Ada kalanya masyarakat tidak memiliki cukup dana untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karenanya, dalam perkembangan perekonomian masyarakat yang semakin meningkat muncullah jasa pembiayaan yang ditawarkan oleh lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non

  1 bank .

  “Lembaga perbankan merupakan salah satu aspek yang diatur dalam syariah Islam, yakni bagian muamalah sebagai bagian yang mengatur hubungan sesama manusia. Pengaturan lembaga perbankan dalam syariah Islam dilandaskan pada kaidah dalam ushul fiqih yang menyatakan bahwa “ maa laa yatimm al – wajib illa bihi fa huwa wajib “, yakni sesuatu yang harus ada untuk menyempurnakan yang wajib, maka ia wajib diadakan. Mencari nafkah (yakni melakukan kegiatan ekonomi) adalah wajib diadakan. Oleh karena pada zaman modern ini kegiatan perekonomian tidak akan sempurna tanpa adanya lembaga perbankan,

  2 maka lembaga perbankan ini pun menjadi wajib untuk diadakan” . 1 http://www.scribd.com/doc/3144164/Praktek-Pembiayaan-Dalam-Perbankan-Syariah 13:39 22- 2 07-2009 Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, RajaGrafindo Persada, Jakarta,

  2006, hal. 14 - 15

  Salah satu fungsi utama Bank Syari’ah adalah menyalurkan dana kepada masyarakat. Pola pembiayaan dalam Bank Syari’ah mempunyai karakteristik yang spesifik dibanding dengan Bank Konvensional. Pada Bank Konvensional, penilaian kelayakan pembiayaan didasarkan semata- mata hanya pada business wise, sedangkan pada Bank Syari’ah selain didasarkan pada business wise, juga harus mempertimbangkan syari’ah

  

wise. Artinya, bisnis tersebut layak dibiayai dari segi usahanya, dan

acceptable dari segi syari’ahnya.

  Ada beberapa pola yang sampai saat ini dijalankan oleh Bank Muamalat Indonesia dalam pembiayaan, yakni; jual beli dan bagi hasil.

  Pada jual beli secara terminologis merupakan proses pemindahan hak milik atau barang atau juga harta kepada pihak lain dengan menggunakan uang sebagai alat tukar. Terdapat ada beberapa bentuk akad jual beli, dimana jenis jual beli yang dipergunukan oleh Bank Muamalat dalam melakukan pembiayaan kepada nasabah adalah murabahah.

  Di Bank Muamalat, sekarang ini istilah pembiayaan lebih dikenal dengan istilah penanaman dana didasarkan pada fungsi bank sebagai manajer investasi, sedangkan secara istilah mengandung asumsi bahwa bank seolah-olah membiayai nasabah atau semata hanya memberikan uang

  3

  kepada nasabah . Sehingga seakan-akan tidak ada keuntungan yang bisa didapat dari pembiayaan tersebut. Dengan menggunakan “penanaman 3

  

http://akudantugasku.wordpress.com/2009/06/26/analisis-kebijakan-bank-syariah-terhadap- pembiayaan-ukm/ 23:00 25-07-2009 dana”, mangandung maksud bahwa hubungan antara nasabah dengan bank bukan debitur dan kreditur, melainkan nasabah dianggap sebagai partner.

  Penanaman dana pada piutang murabahah ini memiliki persentase cukup besar dibanding penanaman dana yang lain yaitu mencapai 70 hingga 80 persen dari total porto folio penanaman dana.

  Dalam prinsip murabahah, bank memberikan pembiayaan dengan cara membelikan barang yang dibutuhkan nasabah. Bank dan nasabah kemudian menyepakati margin, dan barang itu kemudian dijual kepada nasabah. Selanjutnya nasabah tersebut tinggal mengangsurnya secara tetap dalam periode tertentu. Seandainya terjadi kemacetan, barang itu bisa ditarik kembali oleh bank. Dengan demikian resiko pada bank menjadi lebih kecil dibanding resiko pola bagi hasil, maka tak heran Lebih dari 4 setengah aset beberapa bank syariah diinvestasikan pada transaksi murabahah .

  Di kalangan masyarakat ada satu anggapan bahwa pengajuan pembiayaan di Bank Syari’ah cukup sulit atau tidak mudah bila dibandingkan dengan Bank Konvensional. Proses realisasi atau pencairan dananya tidak semudah seperti lembaga keuangan lain yang lebih mementingkan jaminanya. Asal jaminan atau jaminanya cukup untuk menutup pembiayaan tersebut, maka permohonan pembiayaan tersebut bisa terealisasi. Hal ini berbeda dengan Bank Syari’ah.

  Sesuai dengan prinsip Bank Syari’ah, yaitu prinsip kehati-hatian dalam pembiayaan atau penanaman dana sebenarnya sama saja dengan 4 Bank Konvensional karena semua mengacu pada aturan BI. Namun secara tekhnis tentu saja berbeda atara pembiayaan di Bank Syari’ah dengan Bank Konvensional. Perbedaan ini karena perbankan syari’ah harus mengikuti koridor syari’ah yang telah ditetapkan. Dalam konteks kehati- hatian pada Bank Syari’ah inilah seorang nasabah harus mengikuti prosedur yang berlaku; nasabah yang datang mengajukan penanaman dana harus membuat surat permohonan (SP) pembiayaan. Jenis surat permohonannya tergantung pada pembiayaan apa yang diajukan, dan dokumen-dokumen atau data yang menyangkut tentang usahanya, (sebagaimana ditulis dalam buku “Konsep, Produk Dan Implementasi Operasional Bank Syari’ah Oleh Tim Pengembangan Perbankan Syari’ah- IB”).

  Bagi nasabah yang paham akan aturan Bank Syari’ah, proses dari permohonan penanaman dana tersebut merupakan suatu hal yang biasa dan wajar atau tidaklah sulit, dan proses realisasi atau pencairan dananya mudah. Proses realisasi ini harus sesua prosedur yang telah ditetapkan, mengingat jumlah dana yang diajukan dalam permohonan penanaman dana tersebut umumnya dalam jumlah yang relative besar, dan resikonyapun juga besar (terjadi kredit macet). Sehingga Bank Syari’ah prinsip kehati-hatian ini sangat penting karena dana yang dikelola oleh bank adalah dana pihak ketiga yang merupakan amanah bagi bank. Oleh karena itu Bank Syari’ah harus bisa memegang amanah atas dana yang dipercayakan oleh pihak ketiga tersebut.

  Dalam penanaman dana di Bank Muamalat Indonesia, umumnya proses realisasi atau pencairan dana tidak bagitu membutuhkan waktu yang lama, asalkan permohonanya sesuai dengan prosedur atau aturan- aturan yang ada. Misalnya dalam murabahah juga harus ada kesepakatan antara bank dan nasabah, setelah itu dana akan segera dapat dicairkan. Di Bank Muamalat proses realisasi pembiayaan pada aplikasi murabahah ini cukup besar dibanding dengan pembiayaan (produk penyaluran dana) yang lain. Hal ini menjadi suatu hal yang menarik bagi penulis untuk melakukan penelitian tentang proses realisasi atau pencairan pembiayaan pada produk ini. Proses ralisasi ini menyangkut; ruang lingkup, persyaratan, prosedur, kewajiban pemeriksaan dokumen pendukung, kewajiban pemeriksaan kepatuhan ketentuan ekstern dan kebijakan bank, persiapan pencairan penanaman dana, tahap-tahap pencairan dana, dan prosedur pencairan atau droping serta penambahan pembiayaan (penanaman dana).

  Dari latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengangkat kedalam suatu tugas akhir (TA) dengan judul “realisasi pembiayaan

  murabahah ”.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan rumusan judul tersebut di atas, penulis membuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut:

  1. Bagaimana prosedur pelaksanaan pembiayaan murabahah di Bank Muamalat Indonesia Cabang Magelang? 2. Bagaimana proses realisasi pembiayaan murabahah di Bank Muamalat

  Indonesia Cabang Magelang? C.

   Tujuan Penulisan

  Tujuan dari penulisan ini antara lain: 1.

  Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan murabahah di Bank Muamalat Indonesia Cabang Magelang.

  2. Untuk mengetahui realisasi pembiayaan murabahah di Bank Muamalat Indonesia Cabang Magelang.

D. Manfaat Penelitian 1.

  Untuk menambah wawasan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya mengenai praktik atau akad murabahah di Bank Muamalat Indonesia.

  2. Penulis dan pembaca dapat memperoleh diskripsi mengenai proses realisasi pembiayaan murabahah di Bank Muamalat Cabang Magelang.

  3. Sebagai kontribusi Bank Muamalat Cabang Magelang khususnya para operasional pembiayaan yang berkaitan dengan persyaratan dan prosedur dalam proses pendroppingan.

4. Untuk memberikan gambaran mengenai proses realisasi pembiayaan murabahah pada peneliti selanjutnya.

E. Metode Penelitian 1.

  Tipe Penelitian Penulis menggunakan tipe penelitian deskripsi dimana penelitian itu bertujuan untuk menggambarkan suatu keadaan yeng berkaitan dengan masalah yang diteliti.

  2. Jenis Data yang Dibutuhkan Adapaun jenis data yang diperoleh dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam. Yaitu; a)

  Data Primer Adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya kemudian dicatat dan dicermati.

  b) Data Skunder

  Adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari semua kegiatan yang ada dalam perusahaan yaitu dengan cara membaca buku, serta sumber-sumber data lain yang berhubungan dengan penelitian.

  3. Metode Pengumpulan Data Data-data yang dikumpulkan penulis dalam penyusunan karya ilmiah ini; a)

  Wawancara

  Penulis membuat pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada praktisi seputar masalah realisasi pembiayaan murabahah.

  b) Observasi

  Penulis mengadakan pengamatan secara langsung terhadap pelaksanaan operasional murabahah dan realisasinya dibank yang bersangkutan.

  c) Dokumentasi

  Tekhnik pengumpulan data dengan membaca buku-buku referensi tentang murabahah yang berhubungan dengan masalah penanaman dana untuk melengkapi data yang dibutuhkan dalam penelitian.

4. Analisis Data

  Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis deskriptif yaitu menjelaskan dan menggambarkan keadaan yang sebenarnya tentang bagaimana proses realisasi pembiayaan murobahah di Bank Muamalat Indonesia Cabang Magelang. Adapun pendekatan yang digunakan penulis dalam penulisan ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik (perhitungan).

F. Telaah Pustaka

  Jannah, s. Managemant Pembiayaan, 2006 menjelaskan produk pembiayaan secara garis basar tentang pembiayaan, yaitu tentang ciri dan unsur pembiayaan di BMT Blater. Jannah juga berpendapat akan hal itu sangat perlu diperhatikan, mengingat masyarakatnya banyak yang beranggapan bahwa pembiayaan yang berprinsip syari’ah sama dengan kredit di lembaga keuangan konvensional.

  Astuti, n. Prosedur Pembiayaan Murabahah,2004. Membahas tentang prosedur-prosedur dalam mengajukan pembiayaan murabahah yang disitu menjelaskan perbedaan kredit dan pembiayan antara lembaga syari’ah dan konvensional.

  Kali ini penulis akan membahas seputar realisasi pembiayaan

  

murabahah di UPS Magelang, yang menerangkan sedikit tentang seluk

beluk tentang murabahah dari prosedur dan realisasinya.

G. Sistematika Penulisan

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Rumusan Masalah C. Tujuan D. Manfaat E. Metode Penelitian F. Telaah Pustaka G. Sistematika Penulisan BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teoritik B. Telaah Pustaka BAB III GAMBARAN UMUM

  A.

  Sejarah dan Perkembangan BMI B. Visi dan Misi BMI C. Tujuan Berdirinya BMI D.

  Produk-produk Bank Muamalat Indonesia

BAB IV ANALISIS A. Pelaksanaan Murabahah Di BMI B. Proses Realisasi Pembiayaan Murabahah. C. Analisis BAB V PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

BAB II LANDASAN TEORI A. Kerangka Teoritik Allah swt, telah menjadikan harta sebagai salah satu sebab tegaknya

  kemaslahatan manusia di dunia. Untuk mewujudkan kemaslahatan tersebut, Allah swt. Telah mensyari’atkan cara perdagangan tertentu.

  Sebab, apa saja yang dibutuhkan oleh setiap orang tidak bisa dengan mudah diwujudkan setiap saat, dan karena mendapatkannya dengan menggunakan kekerasan dan penindasan itu merupakan tindakan yang merusak, maka harus ada sistem yang memungkinkan tiap orang untuk mendapatkan apa saja yang dia butuhkan, tanpa harus menggunakan

  5 kekerasan dan penindasan. Itu adalah dasar perdagangan jual beli .

6 Allah swt berfirman :

  “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan

  harta sesama kalian dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perdagangan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kalian .” (Q.s.

  An-Nisa’:29).

  Allah swt. Telah menjelaskan tentang orang-orang kafir, meng-

  counter (membedakan) mereka, karena membandingkan antara ba’i dengan riba tersebut berdasarkan akal mereka. 5 Me mb a ng un Siste m Eko no m i Alte rna tif Ta q iyyud in An-Na b ha ni, 6 (Alih Ba ha sa Ma g hfur Wa c hid ), Risa la h G usti,1986, hlm. 149.

7 Allah swt berfirman :

  “Hal itu adalah karena mereka menganggap ba’I (jual beli) itu sama

  dengan riba .” (Q.s. Al-Baqarah: 275)

  Kemudian Allah swt memilah masing-masing dengan perbandingan halal dan haram.

8 Firman Allah swt :

  “Padahal Allah telah menghalalkan ba’I (jual beli) dan mengharamkan riba. ” (Q.s. Al-Baqarah: 275).

  Kita tau bahwa masing-masing , baik jual beli maupun riba, adalah jenis perdagangan. Dan perdagangan diantara keduanya menurut syara’, yaitu jual beli, hukumnya adalah mubah. Sedangkan untuk melakukan jual beli harus menggunakan dua lafadz, yang salah satunya menunjukkan ijab sementara yang lain menunjukkan qobul, yaitu saya menjual dan saya membeli, atau yang senada dengan kedua pernyataan ini, baik dari segi ungkapan maupun praktiknya.

  Seorang pemilik barang bisa melakukan penjualan sendiri, atau melalui wakil yang menggantikanya, atau delegasi yang ditugasi untuk melakukan penjualan tersebut. Diperbolehkan juga mengontrak seorang ajiir untuk melakukan penjualan, dengan syarat upahnya harus jelas.

  Apabila pemilik barang tadi mengontrak ajiir dengan upah yang diambil dari laba penjualan, maka ajiir tersebut statusnya adalah Syarik Mudharib 7 8

http :/ / www.a lq ura n-me la yu.c o m/ 2-a l-b a q a ra h/ 07:22 23-08-09

  (persero yang merupakan pengelola), dan terhadap orang yang bersangkutan harus diberlakukan hukum mudharib (persero) bukan hukum ajiir. Diperbolehkan pula pembelian harta sendiri, atau melalui wakil, utusanya, ataupun mengontrak orang untuk membelikanya.

  Walhasil, perdagangan itu hukumnya mubah. Dan perdagangan tersebut adalah salah satu bentuk pengembangan kepemilikan.

  Ketentuanya juga sangat jelas dalam hukum-hukum ba’I (jual beli) dan

  9

syirkah (perseroan) . Perdagangan tersebut juga telah dinyatakan didalam

Al-Qur’an dan Al-Hadist.

10 Allah swt berfirman :

  “Kecuali jika muamalah itu adalah perdagangan tunai yang kamu

  

jalankan diantara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak

menulisnya .” (Q.s. Al-Baqarah: 282)

  Rufa’ah meriwayatkan, bahwa dia telah keluar bersama Nabi saw. Ke mushalla. Kemudian beliau menyaksikan ada dua orang saling melakukan jual beli. Beliau bersabda: “hai para pedagang.” Mereka kemudian mengangkat kepala dan pandangan mereka tertuju kepada beliau, untuk memenuhi panggilanya. Beliau bersabda:

9 Me mb a ng un Siste m Eko no m i Alte rna tif

  Ta q iyyud in An-Na b ha ni, 10

(Alih Ba ha sa Ma g hfur Wa c hid ), Risa la h G usti,1986, hlm. 150.

  “Bahwa para pedagang nanti akan dibangkitkan pada hari kiamat

  sebagai orang yang durjana, kecuali pedagang yang bertaqwa kepada Allah, taat dan jujur .” (H.r. Imam At-Tirmidzi).

  Abi sa’id meriwayatkan dari Nabi saw. Bersabda:

  “Pedagang yang jujur lagi terpercaya, kelak akan bersama-sama para Nabi dan orang-orang yang jujur, serta para syuhada’ .” (H.r. Imam

  At-Tirmidzi).

  Pada lembaga keuangan atau perbankan islam, dengan operasi murabahah, para klien bank membeli suatu komoditi menurut rincian tertentu dan menghendaki agar bank mengirimkanya kepada mereka berdasarkan imbuhan harga tertentu menurut persetujuan mula antara

  11 kedua belah pihak .

  Adapun mengenai pembayaran harga oleh nasabah dapat dilakukan secara penuh setelah jatuh tempo, dan dapat pula diangsur setiap periode tertentu, misalnya sepekan atau sebulan sekali, selama jangka waktu yang

  12 disepakati .

B. Telaah pustaka

  Mannan, M.A; 1995, Menjelaskan tentang pertimbangan hukum syari’ah dan menyatakan tentang harga, yang tidak memperkenankan setiap jenis pengisapan baik dari pihak produsen maupun konsumen. 11 Te o ri Da n Pra kte k Eko no mi Isla m , M. Ab d ul Ma nna n, 1995, hlm. 12 168.

  Te o ri d a n Pra kte k Le mb a g a Mikro Ke ua ng a n Ma kha lul Ilmi SM, Dalam bukunya ia juga berpendapat bahwa persoalan besar yang menanti penyelesaian negara islam ialah adanya suatu pengaturan institusional yang jelas berdasarkan prinsip islam yang secara otomatik akan mengurus semua penyakit ekonomi masyarakat.

  An-Nabhani, T; 1996 (hlm.149). Berpendapat bahwa hukum- hukum syara’ telah menjamin tercapainya seluruh kebutuhan primer secara menyeluruh kepada masyarakat islam secara menyeluruh, cara yang ditulis adalah dengan mewajibkan bekerja kepada tiap laki-laki yang mampu bekerja, sehingga dia bisa memenuhi kebutuhan-kebutahan primernya sendiri, berikut orang-orang yang nafkahnya menjadi tanggunganya. Dalam bukunya juga menjelaskan tentang hukum dasar jual beli serta menjelaskan murabahah yang dalam melaksanakan pembayaranya diangsur atau dengan cicilan.

  Ilmi, M; 2002 (hlm.37). Menjelaskan produk lembaga keuangan yang sangat diminati masyarakat serta membahas tentang pembayaran harga oleh nasabah yang dilakukan secara penuh setelah jatuh tempo, dan dapat pula diangsur setiap periode tertentu yang telah disepakati lembaga dan nasabah. Dalam buku ini juga dipaparkan bahwa kurang lebih 80% dana dipetakan ke murabahah walau dalam praktiknya tidak semua memenuhi ketentuan yang mutlak adanya menurut syari’ah.

  Antonio, M.S; 2004. Menjelaskan tentang pengertian murabahah, landasan syari’ah, syarat bai’I almudharabah, dan ketentuan umum dalam murabahah (ketentuan tentang jaminan, hutang dalam murabahah, penundaan pembayaran oleh debitur mampu, bangkrut), dan aplikasi murabahah dalam perbankan dan dijelaskan juga mengenai manfaat murabahah.

  Arifin, Z; 2000. Menjelaskan tentang bagaimana pola pembiayaan koperasi, usaha kecil, dan menengah di bank muamalat indonesia. Pola pembiayaan ini meliputi; jual beli, dan pola bagi hasil. Dalam buku ini dijelaskan juga mengenai upaya-upaya dalam mengantisipasi hambatan pola pembiayaan syari’ah kepada koperasi, usaha kecil dan menengah.

  Muhammad; 2000. Menjelaskan tentang prosedur operasional produk penyaluran dana yang meliputi; pinjaman baru, perpanjangan pinjaman, atau pembiayaan, serta pelunasan pinjaman atau pembiayaan.

BAB III DESKRIPSI OBYEK A. Sejarah Dan Perkekmbangan Bank Muamalat Indonesia UPS Magelang. Bank Muamalat Indonesia, merupakan bank pertama di indonesia

  yang menggunakan konsep perbankan secara syari’ah. Bank Muamalat Indonesia (BMI) didirikan berdasarkan akta pendirian no.1 tanggal 1 November 1991 masehi. Akta pendirian tersebut telah memperoleh pengesahan menteri kehakiman republik indonesia dengan surat keputusan No.C2-2413.HT.01.01 tahun 1992 dan telah didaftarkan di kantor pengadilan tinggi jakarta pusat pada tanggal 30 Maret 1992 dibawah no.970/1992 serta diumumkan dalam berita negara RI No.34 tanggal 28 April 1992 tambah No.1919A.

  Berdasarkan surat keputusan menteri keuangan RI No.430/KMK.013/1992 tanggal 24 April 1992 bank muamalat telah memperoleh izin untuk beroperasi sebagai bank umum. Bank muamalat secara resmi mulai beroperasi sebagai bank devisa sejak tanggal 27 Oktober 1994 berdasarkan surat keputusan menteri keuangan surat keputusan direksi BI no.27/76/KED/DIR. Berdasarkan surat keputusan menteri keuangan No.131/KMK.017/1995 tanggal 30 maret 1995, bank muamalat dinyatakan sebagai bank yang beroperasi dengan sistem bagi hasil.

  Bank muamalat berdasarkan surat keputusan menteri keuangan No.S-106/MK.031/1995 tanggal 7 maret 1995 memperoleh setatus bank persepsi yang mengijinkan bank muamalat untuk menerima setoran- setoran pajak.

  Pandiri bank muamalat, diantaranya menteri kabinet pembangunan V misalnya Ir. Dr Ginanjar Kartasasmita, alamsyah ratu perwiranegara, Ir hartato, Dr. arifin M siregar, Ir. Azwar anas, begitu pula presiden RI soeharto berperan serta sebagai pemrakarsa terbentuknya bank syari’ah. Kantor pusat bank muamalah berada di gedung Artaloka, Jl. Jendral sudirman no.2 Jakarta (10220) sedangkan kantor UPS Magelang di dirikan pada tanggal 21 maret 2005 yang berada di Jl. Daha no. 5 capem magelang.

B. Visi dan Misi Bank Muamalat Indonesia

  1. Visi Menjadi Bank Syari’ah utama di Indonesia, dominan di pasar spiritual, dikagumi di pasar rasional.

  2. Misi Menjadi role model Lembaga Keuangan Syari’ah dunia dengan penekanan pada semangat kewirausahaan, keunggulan manajemen dan orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimumkan nilai kepada stakeholder.

  C.

   Tujuan Berdiri Bank Muamalat Indonesia

  1. Meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat Indonesia, sehingga semakin berkurang kesenjangan sosial ekonomi, dan dengan demikian akan melestarikan pembangunan nasional, antara lain melalui:

  a) Meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan usaha

  b) Meningkatkan kesempatan kerja

  c) Meningkatkan penghasilan masyarakt banyak 2. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan terutama dalam bidang ekonomi keuangan, yang selama ini masih cukup banyak masyarakat yang enggan berhubungan dengan bank karena masih menganggap bahwa bunga bank itu riba.

  3. Mengembangkan lembaga bank dan system Perbankan yang sehat berdasarkan efisiensi dan keadilan, mampu meningkatkan partisipasi masyarakat sehingga menggalakkan usaha-usaha ekonomi rakyat antara lain memperluas jaringan lembaga Perbankan ke daerah-daerah terpencil.

  4. Mendidik dan membimbing masyarakat untuk berpikir secara ekonomi, berperilaku bisnis dan meningkatkan kualitas hidup mereka.

  D.

  Produk-produk Bank Muamalat Indonesia

  1. Produk Penghimpuanan Dana (Funding Products)

  a) Shar-‘e

  Shar-‘e adalah tabungan instan investasi syari’ah yang memadukan kemudahan akses ATM, Debit dan Phone Banking dalam satu kartu dan dapat dibeli di kantor pos seluruh Indonesia. Hanya dengan Rp 125.000, langsung dapat diperoleh satu kartu Shar-‘e dengan saldo awal tabungan Rp 100.000, sebagai sarana menabung berinvestasi di Bank Muamalat. Shar-‘e dapat dibeli melalui kantor pos. diinvestasikan hanya untuk usaha halal dengan bagi hasil kompetitif. Tarik tunai bebas biaya di lebih dari 8.888 jaringan ATM BCA/PRIMA dan fasilitas SalaMuamalat. (phone banking 24 jam untuk layanan otomatis cek saldo, informasi history transaksi, transfer antara rekening sampai dengan 50 juta dan berbagai pembayaran).

  b. Tabungan Ummat Merupakan investasi tabungan dengan aqad Mudharabah di

  Counter Bank Muamalat di seluruh Indonesia maupun di Gerai Muamalat yang penarikannya dapat dilakukan di seluruh Counter Bank Muamalat, ATM Muamalat, jaringan ATM BCA/PRIMA dan jaringan ATM Bersama. Tabungan Ummat dengan Kartu Muamalat juga berfungsi sebagai akses debit di seluruh Merchant Debit BCA/PRIMA di seluruh Indonesia. Nasabah memperoleh bagi hasil yang berasal dari pendapatan Bank atas dana tersebut.

  c. Tabungan Haji Arafah

  Merupakan tabungan yang dimaksudkan untuk mewujudkan niat nasabah untuk menunaikan ibadah haji. Produk ini akan membantu nasabah untuk merencanakan ibadah haji sesuai dengan kemampuan keuangan dan waktu pelaksanaan yang diinginkan.

  Dengan fasilitas asuransi jiwa, Insya Allah pelaksanaan ibadah haji tetap terjamin. Dengan keistimewaan tersebut, nasabah Tabungan Arafah bisa memilih jadwal waktu keberangkatannya sendiri dengan setoran tetap tiap bulan, keberangkatan nasabah terjamin dengan asuransi jiwa, apabila penabung meninggal dunia, maka ahli waris otomatis dapat berangkat. Tabungan haji Arafah juga menjamin nasabah untuk memperoleh porsi keberangkatan (sesuai dengan ketentuan Departemen Agama) dengan jumlah dana Rp 32.670.000 (Tiga puluh dua juta enam ratus tujuh puluh ribu rupiah), karena Bank Muamalat telah on-line dengan Siskohat Departemen Agama Republik Indonesia. Tabungan haji Arafah memberikan keamanan lahir batin karena dana yang disimpan akan dikelola secara Syari’ah.

  d. Deposito Mudharabah Merupakan jenis investasi bagi nasabah perorangan dan Badan

  Hukum dengan bagi hasil yang menarik. Simpanan dana masyarakat akan dikelola melalui pembiayaan kepada sektor riil yang halal dan baik saja, sehingga memberikan bagi hasil yang halal. Tersedia dalam jangka waktu 1, 3, 6 dan 12 bulan. e. Deposito Fulinves Merupakan jenis investasi yang dikhususkan bagi nasabah perorangan, dengan jangka waktu enam dan 12 bulan dengan nilai nominal minimal Rp 2.000.000,- atau senilai USD 500 dengan fasilitas asuransi jiwa yang dapat dipergunakan sebagai jaminan pembiayaan atau untuk referensi Bank Muamalat. Nasabah memperoleh bagi hasil yang menarik tiap bulan.

  f. Giro Wadi‘ah Merupakan titipan dana pihak ketiga berupa simpanan giro yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet, giro, dan pemindahbukuan. Diperuntukkan bagi nasabah pribadi maupun perusahaan untuk mendukung aktivitas usaha.

  Dengan fasilitas kartu ATM dan Debit, tarik tunai bebas biaya di lebih dari 8.888 jaringan ATM BCA/PRIMA dan ATM Bersama, akses di lebih dari 18.000 Merchant Debit BCA/PRIMA dan fasilitas SalaMuamalat. (phone banking 24 jam untuk layanan otomatis cek saldo, informasi history transaksi, transfer antar rekening sampai dengan 50 juta dan berbagai pembayaran).

  g. Dana Pensiun Muamalat Dana Pensiun Muamalat dapat diikuti oleh mereka yang berusia minimal 18 tahun, atau sudah menikah, dan pilihan usia pensiun 45-65 tahun dengan iuran sangat terjangkau, yaitu minimal Rp 20.000 per bulan dan pembayarannya dapat didebet secara otomatis dari rekening Bank Muamalat atau dapat ditransfer dari Bank lain. Peserta juga dapat mengikuti program WASIAT UMMAT, dimana selama masa kepesertaan, peserta dilindungi asuransi jiwa sebesar nilai tertentu dengan premi tertentu. Dengan asuransi ini, keluarga peserta akan memperoleh dana pensiun sebesar yang diproyeksikan sejak awal jika peserta meninggal dunia sebelum memasuki masa pensiun.

  2. Produk Penanaman Dana (Invesment Product)

  a. Konsep Jual Beli 1) Murabahah

  Adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Harga jual tidak boleh berubah selama masa perjanjian. 2) Salam

  Adalah pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari dimana pembayaran dilakukan di muka/tunai.

  3) Istishna

  Adalah jual beli barang dimana Shani’ (produsen) ditugaskan untuk membuat suatu barang (pesanan) dari Mustashni’ (pemesan).

  Istishna’ sama dengan Salam yaitu dari segi obyek pesanannya yang harus dibuat atau dipesan terlebih dahulu dengan ciri-ciri khusus.

  Perbedaannya hanya pada sistem pembayarannya yaitu Istishna’ pembayaran dapat dilakukan di awal, di tengah atau di akhir pesanan.

  b. Konsep Bagi Hasil 1). Musyarakah

  Adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung sesuai kesepakatan.

  2). Mudharabah Adalah kerjasama antara bank dengan Mudharib (nasabah) yang mempunyai keahlian atau keterampilan untuk mengelola usaha.

  Dalam hal ini pemilik modal (Shahibul Maal) menyerahkan modalnya kepada pekerja/pedagang (Mudharib) untuk dikelola.

  c. Konsep Sewa 1). Ijarah

  Adalah perjanjian antara bank (muajjir) dengan nasabah

  (mustajir) sebagai penyewa suatu barang milik bank dan bank mendapatkan imbalan jasa atas barang yang disewakannya.

  2). Ijarah Muntahia Bittamlik Adalah perjanjian antara Bank (muajjir) dengan nasabah sebagai penyewa. Mustajir/penyewa setuju akan membayar uang sewa selama masa sewa yang diperjanjikan dan bila sewa selama masa sewa berakhir penyewa mempunyai hak opsi untuk memindahkan kepemilikan obyek sewa tersebut.

  3. Produk Jasa (Service Products)

  a. Wakalah Berarti penyerahan, pendelegasian atau pemberian mandat.

  Secara teknis Perbankan, Wakalah adalah akad pemberian wewenang/kuasa dari lembaga/seseorang ( sebagai pemberi mandat) kepada pihak lain (sebagai wakil) untuk melaksanakan urusan dengan batas kewenangan dan waktu tertentu. Segala hak dan kewajiban yang diemban wakil harus mengatasnamakan yang memberikan kuasa.

  b. Kafalah

  Merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.

  c. Hawalah

  Adalah pengalihan hutang dari orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam pengertian lain, merupakan pemindahan beban hutang dari muhil (orang yang berhutang) menjadi tanggungan muhal ‘alaih atau orang yang berkewajiban membayar hutang. Rahn d.

  Adalah menahan salah satu milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis, sehingga pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana rahn adalah jaminan hutang atau gadai.

  e. Qardh

  Adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali. Menurut teknis Perbankan, qardh adalah pemberian pinjaman dari Bank ke nasabah yang dipergunakan untuk kebutuhan mendesak, seperti dana talangan dengan kriteria tertentu dan bukan untuk pinjaman yang bersifat konsumtif. Pengembalian pinjaman ditentukan dalam jangka waktu tertentu (sesuai kesepakatan bersama) sebesar pinjaman tanpa ada tambahan keuntungan dan pembayarannya dilakukan secara angsuran atau sekaligus.

  4. Jasa Layanan (Services)

  a. ATM Layanan ATM 24 jam yang memudahkan nassabah melakukan penarikan dana tunai, pemindahbukuan antara rekening, pemeriksaan saldo, pembayaran Zakat, Infaq, Sedekah (hanya pada ATM Muamalat), dan tagihan telepon. Untuk penarikan tunai, kartu Muamalat dapat diakses di 8.888 ATM di seluruh Indonesia, terdiri atas mesin ATM Muamalat, ATM BCA/PRIMA dan ATM Bersama, yang bebas biaya penarikan tunai. Kartu Muamalat juga dapat dipakai untuk bertransaksi di 18.000 lebih Merchant Debit BCA/PRIMA. Untuk ATM Bersama dan BCA/PRIMA, saat ini sudah dapat dilakukan transfer antara Bank.

  b. SalaMuamalat Merupakan layanan Phone Banking 24 jam dan call center yang memberikan kemudahan bagi nasabah, setiap saat dan di manapun nasabah berada untuk memperoleh informasi mengenai produk, saldo dan informasi transaksi, transfer antara rekening, serta mengubah PIN.

  c. Pembayaran Zakat, Infaq dan Sedekah (ZIS)

  Jasa yang memudahkan nasabah dalam membayar ZIS, baik ke lembaga pengelola ZIS Bank Muamalat maupun ke lembaga-lembaga ZIS lainnya yang bekerjasama dengan Bank Muamalat, melalui Phone Banking dan ATM Muamalat di seluruh cabang Bank Muamalat.

  d. Jasa-jasa Lain Bank Muamalat juga menyediakan jasa-jasa Perbankan lainnya kepada masyarakat luas, seperti transfer, collection, standing

  instruction, dan lain sebagainya.

BAB IV ANALISIS A. Pelaksanaan Murabahah di Bank Muamalat Indonesia UPS Magelang 1. Murabahah di BMI UPS Magelang Murabahah dalam pelaksanaannya di perbankan adalah akad jual

  beli barang dengan menyatakan harga perolehan atau harga beli ditambah keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan

  13

  pembeli . Definisi lain tentang murabahah. Dalam pelaksanaanya diperbankan yaitu pembiayaan berdasarkan perjanjian jual beli atas hal barang tertentu, dimana pemilik barang (Bank) akan menyerahkan barang kepada pembeli (Nasabah) dengan kelebihan yang telah disepakati bersama. Apabila pembayaranya dilakukan secara angsuran, disebut Bai’ Bitsaman Ajil.

  Dengan demikian, yang dimaksud dengan pembiayaan

  murabahah di Bank Muamalat adalah akad perjanjian penyediaan

  barang berdasarkan jual beli, dimana Bank Muamalat membelikan kebutuhan barang atau investasi nasabah dan kemudian barang atau investasi tersebut dijual kembali kepada nasabah ditambah dengan keuntungan yang telah disepakati. Murabahah dengan sebagaimana yang disebutkan dalam definisi di atas, mengandung dua nusur utama

  13 yaitu harga membeli dan biaya yang terkait, dan kesepakatan

  

14

  berdasarkan keuntungan (mark-up) Akad murabahah merupakan salah satu produk pembiayaan yang besifat natura certainty contracts, hal ini karena dalam murabahah ditentukan berapa keuntungan yang akan diperoleh (redquired rate off

  

profit ). Oleh karena itu bank harus memberi tahu harga produk barang

  yang dibeli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahanya, karena adanya unsur kepastian keuntungan yang didapat inilah banyak bank syari’ah yang menggunakan produk pembiayaan

murabahah sebagai metode utama dalam penyaluran dana pembiayaan.

  Sehingga dimungkinkan sekali murabahah ini menduduki posisi teratas dengan jumlah yang paling tinggi dengan jumlah porto folio penanaman dana.

  14

  BANK Sup p lie r d a n 2.

  Skema Pelaksanaan Murabahah Perbankan Skema teknis murabahah

  15

  1.Negosiasi dan Persyaratan

2.Akad jual Beli (6) Bayar.

  (5) Terima Barang dan Dokumen (1) Beli Barang

  (4) Kirim Gambar 1: Skema Pelaksanaan Murabahah

  a.

  Teknis Pelaksanaanya sebagai berikut: 1)

  Nasabah datang ke Bank Muamalat untuk melakukan negosiasi dan persyaratan mengenai jenis barang yang akan dibeli, dalam hal ini bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli.

  2) Antara kedua belah pihak (bank dan nasabah) kemudian melakukan akad jual beli

  3) Setelah terjadi kesepakatan dari kedua belah pihak, selanjutnya

  Bank Muamalat akan melakukan pengadaan barang, dengan membeli secara tunai kepada suplier. Hal ini untuk 15 Diambil dari “Pedoman Penanaman Dana (Pembiayaan) Bank Muamalat Indonesia” Hlm.

  NASABA mengantisipasi terjadinya penyimpangan penggunaan dana (insid streaming), yang biasanya terjadi apabila pemberian pembiayaan langsung diberikan dalam bentuk uang tunai.

  4) Selanjutnya bank muamalat menjual barang kepada nasabahnya dengan harga yang telah disepakati bersama, yaitu harga pembelian ditambah margin (keuntungan). Kesepakatan harga ini tidak boleh berubah, hingga berakhirnya akad pembiayaan.

  5) Supplier akan mengirim barang yang telah dibeli oleh Bank

  Muamalat tersebut kepada nasabah beserta dokumen- dokumennya, selanjutnya nasabah membayar harga barang dengan cara angsuran selama jangka waktu yang telah ditentukan. Angsuran atau pengembalian dari nasabah ini dilakukan dengan arus kas usahanya atau sesuai jadwal angsuran. Dengan melakukan angsuran atau pengembalian seperti ini (sesuai dengan arus kas usahanya), maka pihak nasabah memungkinkan pola angsuran atau cicilan kepada Bank Muamalat secara: rata, semakin lama semakin naik (step-

  ), semakin lama semakin turun (step-down), atau

  up

  menggunakan semakin naik dan semakin turun (step-up step- down ).

  b.

  Konsekuensi logis yang timbul dengan pola jual-beli murabahah adalah

  1) Pembiayaan atau penanaman dana akan senantiasa terkait dengan sektor riil karena harus menyebut barang

  2) Harga jual sudah ditetapkan diawal dan tidak berubah hingga akad penanaman dana berakhir.

  3) Tidak ada peluang untuk melipat gandakan (coumpounding)

  4) Pembiayaan hanya ditujukan kepada pengadaan barang yang halal sesuai dengan rukun dan syarat jual beli.

  5) Tidak ada penalti atas keterlambatan (bagi nasabah yang benar- benar belum mapu membayar)

3. Aspek Pelaksanaan Murabahah di Bank Muamalat a.

  Implementasi 1)

  Barang yang Boleh Dibeli Pembiayaan murabahah ditujukan untuk pembelian asset atau objek jual beli seperti; pembelian rumah atau gedung atau sejenisnya, kendaraan atau alat-alat mesin industri, dan asset lain yang tidak bertentangan dengan Syari’ah dan disetujui bank. 2)

  Bank

  Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau

  tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan bank melakukan pembelian barang setelah ada pemesanan dari nasabah. Murabahah pesanan ini dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat nasabah untuk membeli barang yang dipesanya.

  Dalam murabahah pesanan mengikat pembeli serta tidak dapat membatalkan pesanannya.

  Dengan fasilitas murabahah ini dapat digunakan untuk membiayai nasabah seperti, untuk keperluan modal kerja misalnya, untuk membeli bahan mentah, bahan setengah jadi, barang jadi, stock persediaan, suku cadang, dan penggantian.

  Sedangkan untuk perdagangan atau penjualan barang atau jasa yang dilakukan oleh nasabah termasuk didalamnya biaya produksi barang baik untuk pasar domestik maupun untuk expor. Misalnya; untuk biaya membeli bahan mentah, tenaga

  16 kerja, overheads cost, dan margin keuntungan .

  Berdasarkn PSAK No.59, dapat ditarik suatu kesimpulan tentang bank sebagai berikut: a )

  Pada prinsipnya bank bertindak sebagai penyedia barang b ) Dalam kondisi tertentu bank dapat mewakilkan (wakalah) pembelian barang tersebut kepada nasabah. c )

  Bank berhak menentukan suplier dalam pembelian barang yang dibutuhkan oleh nasabah. d )

  Bank menerbitkan Purchases Order (PO) sesuai kesepakatan dengan nasabah kepada suplier bukan diberikan langsung kepada nasabah. Kecuali jika bank 16 mewakilkan kepada nasabah (melalui akad wakalah). e ) Dalam hal ini bank mewakalahkan kepada nasabah, maka akad wakalah dilakukan pada saat penyerahan uang dari bank kepada nasabah.

  f) Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga maka akad murabahah dilakukan seteleh kepemilikan barang secara prinsip dikuasai oleh bank.

  3) Nasabah

  Dalam akad murabahah, nasabah bertindak sebagai pembeli atas suatu barang. Berdasarkan fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah telah ditetapkan ketetapan kedua mengenai ketentuan

  murabahah kepada nasabah yaitu sebagai berikut:

  1) Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembiayaan suatu barang atau asset suatu bank.

  2) Jika bank menerima permohonan tersebut, bank harus membeli dahulu barang yang dipesannya secara sah dengan pedagang.

  3) Bank kemudian menawarkan barang kepada nasabah dan nasabah harus menerima (membeli) sesui dengan perjanjian yang mengikat tersebut, kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli.

  Nasabah yang telah mendapatkan kontrak, baik kontrak kerja maupun kontrak pemasukan barang, dapat pula meminta pembiayaan dari bank. Bank dapat membiayai keperluan ini dengan prinsip murabahah dan untuk itu bank dapat meminta Surat Perintah Kerja (SPK) dari nasabah yang bersangkutan. 4)

  Pemasok Barang atau Supplier Pemasok barang atau supplier adalah orang atau badan hukum yang membantu bank dalam penyediaan barang sesuai permintaan nasabah. Bank akan membeli barang sesuai permintaan nasabah ke supplier dan menjual kembali barang tersebut kepada nasabah. 5)

  Harga Harga dalam murabahah adalah harga beli ditambah dengan margin (keuntungan) yang telah disepakati. Ketentuan tentang harga ini meliputi: a )

  Ketentuan harga jual (pricing) ditetapkan diawal perjanjian dan tidak boleh berubah selama waktu perjanjian. b )

  Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau secara dicicil, selain itu juga diperkenankan adanya perbedaan dalam harga barang untuk cara pembayaran yang berbeda. c ) Harga yang disepakati adalah harga jual (harga beli ditambah margin atau keuntungan). Sedangkan harga beli harus diberitahukan. d )

  Jika bank mendapat potongan dari pemasok, maka potongan itu merupakan hak nasabah. Apabila potongan itu terjadi setelah akad maka pembagian potongan tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian yang dimuat dalam akad.

  Cara menjual secara kredit atau cicilan sebenarnya bukan merupakan bagian dari syarat sistem murabahah atau

  murabahah pesanan (KPP). Meskipun demikian transaksi murabahah dengan sistem cicilan atau angsuran ini

  mendominasi praktik pelaksanaan kedua jenis murabahah tersebut. Hal ini dikarenakan seseorang tidak akan datang ke bank kecuali untuk mendapatkan kredit dan membayar

  17 secara angsur .

  e ) Apabila nasabah memberikan uang muka (urbun), maka berdasarkan fatwa DPSN No.04/DSN-MUI/IV2000 tentang

  murabahah terutama ketetapan kedua mengenai ketentuan

murabahah khususnya telah ditetapkan bahwa :

17 Ba nk Sya ri’ a h Da ri Te o ri Ke p ra ktik

  

Muha ma d sya fi’ i a nto nio , “ ” , G e ma

  (1) Dalam jual beli ini bang diperbolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan

  (2) Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut.

  (3) Jika nilai uang muka kurang dari nilai kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugianya kepada nasabah.

  (4) Jika uang muka memakai kontrak (urbun) sebagai alternatif dari uang muka, maka:

  (a ) Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, nasabah tinggal membayar sisa harga.

  (b ) Jika nasabah gagal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut.

  Jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi kekuranganya.

  6) Uang Muka dalam Murabahah

  Berdasarkan fatwa DSN No.13/DSN-MUI/IX/2000 tentang uang muka dalam murabahah khususnya keputusan pertama mengenai ketentuan umum uang muka maka telah ditetapkan: a ) Dalam akad penanaman dana Murabahah, Lembaga

  Keuangan Syari’ah (LKS) dibolehkan untuk meminta uang muka apabila kedua belah pihak bersepakat. b )

  Besarnya jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan. c )

  Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan ganti rugi kepada Lembaga Keuangan Syari’ah dari uang muka tersebut. d )

  Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, Lembaga Keuangan Syari’ah dapat meminta tambahan kepada nasabah. e )

  Jika jumlah uang muka lebih besar dari kerugian Lembaga Keuagan Syari’ah harus mengembalikannya kepada nasabah.

  7) Jangka Waktu

  Jangka waktu dalam murabahah disesuaikan dengan kemampuan nasabah untuk mencicil angsuran harga jual.

  8) Penundaan Pembayaran

  Berdasarkan fatwa DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah khususnya ketetapan kelima mengenai penundaan pembayaran dalam murabahah, maka telah ditetapkan bahwa: a ) Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya. b )

  Jika nasabah menunda-nunda pembayaran dengan sengaja, atau jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibanya dilakukan melalui Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI) yang merupakan suatu lembaga yang didirikan bersama antara kejaksaan agung republik indonesia dan MUI. 9)

  Bangkrut dalam Murabahah Berdasarkan fatwa DSN No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah, khususnya ketetapan keenam mengenai bangkrut dalam murabahah maka telah ditetapkan “jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai nasabah menjadi sanggup kembali atau berdasarkan kesepakatan. 10)

  Sanksi atas Nasabah Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran.

  Berdasarkan fatwa DSN-MUI/IX/2000 sangsi atas nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran, maka telah ditetapkan bahwa: a )

  Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang dikenakan Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) kepada nasabah yang mampu membayar tetepi menunda-nunda pembayaran dengan sengaja. b )

  Nasabah yang tidak mampu membayar disebabkan for

  majeur tidak boleh dikenakan sanksi

  c ) Nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran dan tidak mempunyai kemauan dan iktikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi. d )

  Sanksi didasarkan pada prinsip ta’zir, yaitu bertujuan agar nasabah libih disiplin dalam melaksanakan kewajibanya. e )

  Sangsi dapat berupa denda sejumlah uang yang dipesanya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani.