Nilai-Nilai Tasawuf dalam Kitab Al-Minah Al-Sani<Yah Karya ‘Abd Al-Wahha<B Al-Sha’ra<Ni< dan Relevansinya dengan Pendidikan Akhlak - Electronic theses of IAIN Ponorogo

  

NILAI-NILAI TASAWUF DALAM KITAB AL-MINAH AL-SANI&lt;YA&lt;H KARYA ‘ABD

AL-WAHHA&lt;B AL- SHA’RA&lt;NI&lt; DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN

  

AKHLAK

SKRIPSI

OLEH

  ISMA’IL MARZUQI

NIM: 210314261

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

  

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

JULI 2018

  

ABSTRAK

Marzuqi, Isma’il. 2018. Nilai-Nilai Tasawuf Dalam Kitab Al-Minah Al-Sani&lt;yah

  Karya

  ‘Abd Al-Wahha&lt;b Al-Sha’ra&lt;ni&lt; Dan Relevansinya Dengan

  Pendidikan Akhlak. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN Ponorogo.Pembimbing (1) Dr. Sutoyo, M. Ag.

  Kata Kunci: Nilai-nilai Tasawuf, Kitab Al-Minah Al-Sani&lt;yah Karya ‘Abd Al- Wahha&lt;b Al-

  Sha’ra&lt;ni&lt; dan Pendidikan Akhlak.

  Era globalisasi sekarang ini ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat, meskipun demikian, nilai-nilai moral spiritual semakin menipis. Sehingga diperlukan usaha-usaha penyucian diri melalui penanaman nilai-nilai tasawuf. Kitab Al-Minah

  

Al-Sani&lt;yah merupakan kitab yang menjelaskan tentang pendidikan akhlak. Kitab ini

  dikarang oleh

  ‘Abd Al-Wahha&lt;b Al-Sha’ra&lt;ni&lt;, terdapat nilai-nilai tasawuf yang berupa maqamat-maqamat.

  Berpijak dari latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut: (1) Bagaimana nilai-nilai Tasawuf dalam kitab Al-Minah Al-Sani&lt;yah karya

  

‘Abd Al-Wahha&lt;b Al-Sha’rani&lt;? (2) Bagaimana relevansi nilai-nilai tasawuf dalam

  kitab Al-Minah Al-Sani&lt;yah karya

  ‘Abd Al-Wahha&lt;b Al-Sha’rani&gt; dengan

  Pendidikan Akhlak? Penelitian ini merupakan penelitian kajian pustaka (library research) yakni dilakukan dengan cara membaca menelaah atau memeriksa bahan-bahan kepustakaan (kitab Al-Minah Al-Sani&lt;yah karya

  ‘Abd Al-Wahha&lt;b Al-Sha’rani&gt;. Tehnik

  pengumpulan pengumpulan data menggunakan tehnik dokumentasi, sementara untuk tehnik analisis data menggunakan analisys content. Hasil kajian pustaka dalam kitab Al-Minah Al-Sani&lt;yah karya

  ‘Abd Al-Wahha&lt;b Al- Sha’rani&gt; dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat relevansi antara nilai-nilai

  tasawuf dalam kitab Al-Minah Al-Sani&lt;yah karya

  ‘Abd Al-Wahha&lt;b Al-Sha’rani&gt;

  yang berupa maqa&lt;mat-maqa&lt;mat seperti maqa&lt;m taubat (istiqomah bertaubat, istighfar), maqa&lt;m sabar (menjaga diri dari makanan haram, shalat malam, shalat jama’ah, menjauhi perbuatan dzalim) ma&lt;qam faqr (menghindari kecurangan kerja)

  maqa&lt;m zuhud

  (meninggalkan perkara mubah, menjaga diri dari riya’, memerangi nafsu, uzlah, diam) maqa&lt;m tawakkal (menghindari watak pemalu, menjaga adab)

  maqa&lt;m mahabbah (dzikir) dan maqa&lt; m ma’rifa&lt;t (malu yang baik) maqam

ridha&lt; (memelihara dari menyakiti orang lain) dengan pendidikan akhlak, meliputi

  akhlak kepada Allah (Taubat, dzikir, istighfar, shalat jama’ah, shalat malam) akhlak kepada Makhluk (tidak menyakiti hari orang lain, tidak dzalim, tidak riya’) akhlak kepada diri sendiri (menjauhi makanan haram, malu yang baik, menghindari malu mewatak, jujur dalam bekerja, uzlah, diam, meninggalkan perkara mubah, memerangi nafsu).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi sekarang ini dapat dipahami sebagai suatu keadaan

  yang ditandai oleh adanya penyatuan politik, ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi informasi, dan lain sebagainya yang terjadi antara satu negara dengan negara lainnya, tanpa menghilangkan identitas masing- masing. Penyatuan ini terjadi akibat kemajuan teknologi informasi (TI) yang dapat menghubungkan atau mengomunikasikan setiap isu yang ada pada suatu

  1 negara dengan negara lain.

  Dalam era millenial ini, nilai-nilai moral tengah dihadapkan pada permasalahan yang kompleks. Arus Informasi dan komunikasi semakin mengalami kemajuan yang signifikan terutama pada perkembangan IPTEK. Sehingga menuntut pendidikan anak-anak didik untuk meningkatkan dan menumbuhkan kreativitas, keterampilan, dan kepribadian anak didik, terutama menyangkut tiga komponen dasar dalam proses pendidikan di lembaga pendidikan. Ketiga komponen tersebut saling terintegrasi satu kesatuan dalam membentuk kecakapan diri, kemampuan profesional, dan nilai-nilai moral (moral value) sebagai way of life, agar anak didik mampu mengembangkan

  2 tugas dan tanggung jawabnya merealisasikan pendidikan berkualitas. 1 Abuddin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Depok : PT Raja Grafindo Persada, Dalam aspek spiritual, masyarakat modern senantiasa terbuai dalam situasi keglamoran, mendewakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadikan mereka meninggalkan pemahaman agama, hidup dalam sikap

  sekuler yang menghapus visi keilahian. Hilangnya visi keilahian tersebut

  mengakibatkan kehampaan spiritual dan menjadikan manusia jauh dengan Sang Pencipta, akibatnya dalam masyarakat modern sering dijumpai banyak

  3 orang yang gelisah, tidak percaya diri, stres tidak memiliki pegangan hidup.

  Taslimah dalam Ahmad Bangun Nasution dan Rayani mengatakan, “Dalam masyarakat modern, banyak ditemukan penderitaan batin yang memuncak, padahal kemajuan teknologi diiringi dengan kemajuan dalam perawatan jiwa. Akal manusia memang mengalami perkembangan pesat, namun hati manusia tetap dalam keadaan lemah.Untuk itu manusia

  4 membutuhkan penopang kekuatan jiwa”.

  Manusia sebagaimana yang disebut Ibnu Khaldun memiliki panca indra (anggota tubuh), akal pikiran dan hati sanubari, ketiganya harus bersih, optimal dan sehat sehingga dapat berfungsi secara harmonis, maka untuk mengoptimalkan ketiganya tersebut dibutuhkan beberapa ilmu yang sesuai dengan fungsinya masing-masing.

  Untuk mengoptimalkan dan membersihkan panca indera ilmu fikihlah yang sangat berperan dengan Thaharah (bersuci) karena ilmu fikih banyak berurusan dengan dimensi lahiriah. Untuk mengoptimalkan fungsi akal pikiran 3 Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, Akhlak Tasawuf (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), 355. 4 Ahmad Bangun Nasution dan Rayani Hanum Siregar, Akhlak Tasawuf Pengenalan,

  diperlukan ilmu filsafat. Filsafat lebih banyak menggerakkan, meluruskan dan menyehatkan akal pikiran dengan cara berfikir kritis, karena filsafat lebih banyak berurusan dengan metafisika. Ketiga untuk membersihkan dan mengoptimalkan hati sanubari maka tasawuflah yang lebih banyak berurusan

  

5

  dengan dimensi kebatinan manusia. Ulama yang begitu bersungguh-sungguh memperjuangkan akhlak tasawuf untuk mengatasi masalah tersebut adalah Husse&lt;in Nashr, menurutnya paham sufisme ini mulai mendapat tempat di

  6 kalangan masyarakat, karena mereka mulai merasakan kekeringan batin.

  Tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha-usaha membersihkan diri, berjuang memerangi hawa nafsu, menjalin jalan kesucian dengan

  ma’rif&lt;at menuju keabadian, saling mengingatkan antar manusia, serta

  berpegang teguh kepada pada janji Allah dan mengikuti syari’at Rasululah

  7 dalam mendekatkan diri dan mencapai keridhaan-Nya.

  Kebersihan jiwa akan membawa pada kondisi batiniah yang bebas dari nilai-nilai negatif tersebut dicernakan melalui setiap perbuatan yang disukai

  8 dan dicintai oleh masyarakat sekeliling serta diridhai Allah SWT.

  Dalam proses penyucian jiwa tersebut memerlukan langkah-langkah sebagai berikut, Al-Ghaza&lt;li&lt; yang dikutip dalam Robert Frager memberikan hierarki langkah-langkah itu sebagai berikut: pertama, dengan melakukan

  takha&lt;lli&lt; yaitu pengosongan jiwa dari sifat-sifat tercela. Kedua, taha&lt;lli&lt; 5 Ali Syari’at dan Fatimah, Karakteristik Wanita Muslimah (Yogyakarta: Salahhudin Press, 1990), 32. 6 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter Mulia (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2013), 253. 7 M. Solihin dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2014), 16. yaitu mengisi jiwa yang kosong dengan akhlak terpuji. Ketiga, taja&lt;lli&lt; yaitu tersingkapnya atau hasil yang tampak berupa karunia atau karomah yang

  9 diperoleh setelah mengosongkan jiwa terpuji.

  Tasawuf cukup relevan untuk masa sekarang ini. Sebab, tasawuf adalah jalan mistik yang canggih, yang di dalam praktiknya melibatkan pekerjaan, keluarga dan pengalaman kehidupan sehari-hari lainnya. Walaupun sebagian sufi mendapatkan penghasilan kehidupannya dari pemberian, akan tetapi sebagian besar lainnya melakukan pekerjaan yang umum. Karena ajaran tasawuf mengajarkan kita untuk menggunakan tugas dan pengalaman kita sebagai bagian dari perjalanan spiritual kita, bukannya menjadikan pekerjaan

  10 duniawi sebagai penghalang bagi kegiatan spiritual kita.

  Pendidikan merupakan persoalan penting bagi semua umat. Pendidikan selalu menjadi tumpuan harapan untuk mengembangkan individu dan masyarakat. Pendidikan merupakan alat untuk memajukan peradaban, mengembangkan masyarakat dan membuat generasi muda mampu berbuat

  11 bagi kepentingan mereka dan masyarakat.

  Sedangkan akhlak yang dikutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Heri Gunawan diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan. Sedangkan menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Hamzah Ya’kub dalam bukunya Heri Gunawan,

  “Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi “ mengatakan bahwa akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan 9 10 Robert Frager, Psikologi Sufi. Terj. Hasmiyah Rauf (Jakarta: Zaman, 2014), 46-47 Ibid.

  buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus

  12 diperbuat.

  Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam tertua di Indonesia. Pesantren dilahirkan atas dasar kewajiban dakwah Islamiyah, yakni menyebarkan dan mengembangkan ajaran Islam, sekaligus mencetak kader- kader ulama atau da'i. Pesantren sendiri menurut pengertiannya adalah "tempat belajar para santri", sedangkan pondok berarti rumah atau tempat tinggal sederhana yang terbuat dari bambu. Di samping itu, kata "pondok" juga berasal dari bahasa Arab "fundu&lt;q" yang berarti hotel atau asrama. Ciri khas pesantren dan sekaligus menunjukkan unsur-unsur pokoknya, yang membedakan dengan lembaga pendidikan lainnya, yaitu pondok, masjid,

  13 santri, kiai, dan kitab-kitab klasik.

  Kitab Al-Minah Al-Sani&lt;yah karya

  ‘Abd Al-Wahh&lt;ab Al-Sha'ra&lt;ni&lt;

  merupakan salah satu kitab yang di ajarkan di pesantren salaf. Dalam kitab ini menerangkan wasiat-wasiat kepada sa&lt;lik untuk membersihkan jiwanya, dengan jalan pendidikan akhlak,

  Berangkat dari permasalahan dan dasar pertimbangan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:

  “Nilai-Nilai Tasawuf Dalam Kitab Al-Minah Al-Sani&lt;yah Karya ‘Abd Al-Wahha&lt;b Al-

  Sha’ra&lt;ni&lt; Dan Relevansinya Dengan Pendidikan Akhlak 12 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi (Bandung: Alfabeta, 2017), 4-5.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana nilai-nilai tasawuf dalam kitab Al-Minah Al-Sani<yah karya

  ‘Abd Al-Wahha&lt;b Al-Sha’rani&lt;&lt;&lt;? 2.

  Bagaimana relevansi nilai-nilai tasawuf dalam kitab Al-Minah Al-

  Sani&lt;yah karya ‘Abd Al-Wahha&lt;b Al-Sha’ran&lt;i dengan Pendidikan

  Akhlak? C.

   Tujuan Penelitian

  Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dirumuskan, maka dapat ditentukan tujuan penelitian ini, sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui nilai-nilai Tasawuf dalam kitab Al-Minah Al-

  Sani&lt;yah karya ‘Abd Al-Wahha&lt;b Al-Sha’ra&lt;ni&lt;.

  2. Untuk mengetahui relevansi nilai-nilai tasawuf dalam kitab Al-Minah

  Al-Sani&lt;yah karya ‘Abd Al-Wahha&lt;b Al-Sha’ra&lt;ni&lt; dengan

  Pendidikan Akhlak.

D. Manfaat Penelitian 1.

  Secara Teoretis Untuk mengetahui nilai-nilai tasawuf dalam kitab Al-Minah Al-Sani&lt;yah karya

  ‘Abd Al-Wahha&lt;b Al-Sha’ra&lt;ni&lt; 2.

  Secara Praktis a.

  Sekolah

  Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk membina akhlak santri di lingkungan sekolah.

  b.

  Guru Dengan hasil penelitian ini diharapkan guru bisa menanamkan nilai- nilai tasawuf kepada siswa dalam upaya pendidikan akhlak.

  c.

  Siswa Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan siswa untuk selalu menjaga akhlak ketika mencari ilmu.

  d.

  Peneliti Hasil dari penelitian ini diharapkan menambah wawasan pengetahuan peneliti terkait dengan nilai-nilai tasawuf yang terdapat dalam kitab Al-

  Minah Al-Sani&lt;yah karya ‘Abd Al-Wahha&lt;b Al-Sha’ra&lt;ni&lt; dan

  relevansinya dengan pendidikan akhlak.

E. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu Dan Kajian Teori 1. Telaah Hasil Penelitian Terdahulu

  Di samping memanfaatkan berbagai teori yang relevan dengan bahasan ini, peneliti juga melakukan telaah hasil penelitian terdahulu yang jenis penelitiannya relevansi dengan penelitian ini.

  1. Skripsi Kurnia Desi, 2016. Kontribusi Kitab Al-Minah Al-Sani&lt;yah karya

  ‘Abd Al-Wahha&lt;b Al-Sha’ra&lt;ni&lt;Terhadap Pengembangan Materi Akidah Akhlak Kelas X Madrasah Aliyah Negeri.

  a.

  Rumusan masalah

  1) Bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam Kitab Al-Minah Al-Sani&lt;yah karya

  ‘Abd Al-Wahha&lt;b Al- Sha’ra&lt;ni&lt;/?

  2) Apa kontribusi Kitab Al-Minah Al-Sani&lt;yah karya ‘Abd Al-

  Wahha&lt;b Al- Sha’ra&lt;ni&lt;?

  b.

  Metodologi Penelitian Dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif.Jenis penelitiannya adalah kajian pustaka.Teknik pengumpulan data dilakukan dengan teknik pengumpulan data penggalian bahan-bahan pustaka yang relevan dengan objek penelitian.Sedangkan teknikanalisis datanya menggunakan analisis isi.

  c.

  Perbedaan Penelitian Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa kitab Al-Minah

  Al-Sani&lt;yah memberi kontribusi terhadap materi akidah akhlak

  14 kelas X Madrasah Aliyah Negeri.

  Perbedaan dengan penelitian terdahulu adalah penelitian tersebut fokus pada kontribusi kitab Al-Minah Al-Sani&lt;yah terhadap materi Akidah Akhlak kelas X. Sedangkan penelitian ini berfokus pada nilai-nilai tasawuf dalam Al-Minah Al-Sani&lt;yah dan relevansinya 14 dengan pendidikan akhlak.

  

Kurnia Desi, Skripsi: Kontribusi Kitab Al-Minah Al-Sani&lt;yah Karya

  2. Skripsi Hanifatul Masruruoh, 2012. Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab Al-Minah Al-Sani&lt;yah karya

  ‘Abd Al- Wahha&lt;b Al- Sha’ra&lt;ni&lt;dan Urgensinya di Era Pendidikan Global.

  a.

  Rumusan Masalah 1)

  Bagaimana kondisi pendidikan akhlak pada zaman sekarang? 2)

  Bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-Minah

  Al-Sani&lt;yah karya ‘AbdAlWahhab Al-Sha’rani?

  b.

  Metodologi Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan

  mataetika, yakni mempelajari logika (pesan-pesan khusus) dari

  ungkapan-ungkapan etis. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah kajian pustaka. Sumber data yang diperoleh berasal dari buku-buku kepustakaan.Teknik pengumpulan data menggunakan teknikmengumpulkan data literer yakni penggalian bahan-bahan pustaka yang relevan.Sedangkan analisis datanya menggunakan metode content analysis.

  c.

  Perbedaan Penelitian Adapun perbedaan antara penelitian tersebut dengan penelitian sekarang adalah penelitian ini menganalisis nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Al-Minah Al-Sani&lt;yah karya

  ‘Abd Al- Wahha&lt;b Al- Sha&lt;’rani&lt; dan kondisi pendidikan Akhlak pada

  zaman sekarang, sedangkan penelitian ini (sekarang) membahas tentang nilai-nilai tasawuf yang terkandung dalam kitab dan

  15 relevansinya dengan pendidikan akhlak di zaman sekarang.

  3. Skripsi Ulyana Indah, STAIN Ponorogo, 2012. Nilai-nilai akhlak dalam kitab Bida&lt;yat Al-Hida&lt;yah karya Al-Ghaza&lt;li dan relevansinya dengan pendidikan karakter.

  a.

  Rumusan Masaiah 1)

  Bagaimana nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab Bida&lt;yat

  Al-Hida&lt;yat ?

  2) Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab

  Bida&lt;yat Al-Hida&lt;yah dengan pendidikan karakter? b.

  Metodologi Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat deskriptif.Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah kajian pustaka (library research).Sumber data diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan.Teknik pengumpulan data melalui kajian pustaka dengan mengumpulkan buku-buku.Sedangkan teknikanalisis datanya dengan menggunakan metode content

  analysis.

  c.

  Perbedaan Penelitian Adapun hasil dari penelitian ini adalah dalam kitab ini terdapat nilai-nilai pendidikan akhlak antara lain niat baik mencari ilmu, mengingat Allah, menggunakan waktu dengan baik, menjauhi larangan-larangan Allah, etika seorang pendidik, akhlak peserta didik, menjaga kesopanan terhadap pendidik, menjaga etika terhadap orang tua, menjaga hubungan baik dengan orang awam, teman dekat/sahabat dan orang yang baru dikenal. Kesemuanya ini berorientasi pada pembinaan akhlak yang holistik yaitu akhlak kepada Allah SWT, diri sendiri dan orang lain.

  Nilai akhlak dalam kitab ini juga mempunyai relevansi terhadap pendidikan karakter, sebab di dalamnya mengandung nilai-nilai karakter religius, disiplin, tanggung jawab, bersahabat, komunikatif, cinta damai, toleransi, jujur, demokratis, menghargai

  

16

prestasi dan peduli sosial.

  Perbedaan dengan penelitian tersebut adalah, penelitian ini (sekarang) menganalisis nilai-nilai tasawuf, sedangkan penelitian terdahulu menganalisis nilai-nilai pendidikan akhlak.

F. Metode Penelitian 1.

  Pendekatan dan Jenis Penelitian Dalam hal ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif, kajian ini bersifat deskriptif yakni, untuk mendeskripsikan atau menggambarkan keadaan objek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang

  

17

  tampak atau sebagaimana adanya,

16 Ulyana Indah, Skripsi: Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Bida<yat Al-

  

Hida&lt;yah Al-Ghaza&lt;li dan Relevansinya dengan Pendidikan Karakter (Ponorogo: STAIN

Ponorogo, 2012),

  Adapun jenis penelitian ini adalah kajian kepustakaan library

  research yang berarti telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu

  masalah yang pada dasarnya bertumpu pada penelaahan kritis dan

  18 mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan.

2. Data Dan Sumber Data a.

  Data Penelitian Data merupakan fakta atau informasi atau keterangan yang dijadikan sebagai sumber atau bahan menemukan kesimpulan dan

  19 membuat keputusan.

  Dalam penelitian ini data bersifat deskriptif bukan angka, hitungan, atau kuantitas. Data berupa kata-kata, pendapat para tokoh yang dikutip dari sumber data.

  b.

  Sumber Data 1)

  Sumber Data Primer Sumber primer adalah sumber-sumber yang memberikan data secara langsung dan tangan pertama atau merupakan sumber asli.Sumber primer yaitu hasil-hasil penelitian atau tulisan-tulisan

  20

  karya peneliti atau teoritisi yang orisinil. Sumber primer dalam penelitian ini adalah kitab Al-Minah Al-Sani&lt;yah karya

  ‘Abd Al- Wahha&lt;b Al- Sha’ra&lt;ni&lt;.

  2) 18 Sumber sekunder

  Abdurrahman Fathoni, Metodologi Penelitian dan Tehnik Penyusunan Skripsi (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 95-96. 19 Mahmud, Metodologi Penelitian Pendidikan (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011), 146.

  Sumber sekunder adalah sumber yang diambil dari sumber lain yang tidak diperoleh dari sumber primer. Sumber sekunder adalah bahan pustaka yang ditulis dan dipublikasikan oleh seorang penulis yang secara tidak langsung melakukan pengamatan atau

  21 berpartisipasi langsung dalam kenyataan yang dideskripsikan.

  Adapun sumber sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a)

  ‘Abd Al-Wahhab&lt; Al-Sha’ra&lt;ni&lt;, Terjemah Al-Minah Al-

  Sani&lt;yah Catatan Sorang Sufi, terj. M. Adib Bisri, Jakarta, 1995.

  b) Abu&lt; Qa&lt;sim Abdul Kariz&lt;m Hawa&lt;zin Al-Qusyaairi&lt; An-

  Naisaburi&lt;, Risala&lt;h Qusyairiya&lt;h Sumber Kajian Ilmu

  Tasawuf, terj. Umar Faruq

  c) H. A. Mustofa, Akhlak Tasawuf. Bandung.

  d) Nasrul HS, Akhlak Tasawuf, Yogyakarta.

  e) Enung K Rukiati, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.

  Bandung.

  f) Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam . Yogyakarta.

  g) Abdul Qo&gt;dir I&lt;sa, Hakekat Tasawuf, terj. Khoiru Amru Harahap dan Afrizal Lubis, Jakarta. h) Muhammad Sayyi&lt;d Ahmad dan Abdul Fatta&lt;h, Tasawuf

  antara Al-Ghaza&gt;li&lt; dan Ibnu Taimiya&lt;h, terj. Muhammad Muchson Anasy, Jakarta.

i) M. Solihin dan Rohison Anwar, Akhlak Tasawuf.Bandung.

  j) Rosihon Anwar, Akhlak Tasawuf. Bandung k)

  Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel, Akhlak Tasawuf.

3. Teknik Pengumpulan Data

  Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian pustaka, karenanya teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi.Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data literer yang bersesuaian dengan objek pembahasan

  22 yang dimaksud, baik dari buku maupun sumber dokumen lainnya.

  Dalam penelitian ini menggali data dari sumber primer dan sekunder yang kemudian dikumpulkan data-datanya yang sesuai dengan nilai-nilai tasawuf dalam kitab Al-Minah Al-Saniya&lt;h karya Abd Al-

  Wahha&lt;b Al- Sha’ra&lt;ni dan relevansiya dengan pendidikan akhlak.

  Data-data kepustakaan yang diperoleh, dikumpulkan atau diolah dengan cara sebagai berikut: a.

  Editing, yaitu pemeriksaan kembali terhadap semua yang terkumpul terutama dari segi kelengkapan, kejelasan makna, kejelasan makna, keselarasan makna antara satu dengan yang lain.

  b.

  Organizing

  Yaitu menyatakan data-data yang diperoleh dengan kerangka yang sudah ada.

  c.

  Penemuan hasil data Yaitu melakukan analisis lanjutan terhadap hasil pengorganisasian data yang menggunakan kaidah-kaidah, teori dan metode yang telah ditentukan, sehingga diperoleh kesimpulan tertentu yang merupakan

  23 hasil jawaban dari rumusan masalah.

4. Teknik Analisis Data

  Analisis data dalam penelitian kajian pustaka (Library Research) adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari pustaka, baik sumber primer maupun sekunder, sehingga dapat mudah

  24 dipahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.

  Tehnik analisis data digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi (content analysis). Analisis isi dalam penelitian dilakukan untuk mengungkapkan isi sebuah buku yang menggambarkan situasi penulis dan masyarakat dan masyarakatnya pada waktu buku itu ditulis. Di samping itu dengan cara ini dapat dibandingkan antara satu buku dengan buku yang laindalam bidang yang sama, baik berdasarkan perbedaan waktu penulisannya maupun mengenai kemampuan buku-buku tersebut dalam

23 Hadari Nawawi, Metodologi Bidang Sosial (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 2007), 101.

  mencapai sasarannya sebagai bahan yang disajikan kepada masyarakat

  25 atau sekelompok masyarakat tertentu.

5. Sistematika Pembahasan

  Untuk mempermudah penulisan hasil penelitian dan agar dapat dicerna secara runtut, diperlukan sebuah sistematika pembahasan. Dalam laporan penelitian ini, akan dibagi menjadi tiga bab yang masing-masing bab terdiri dari sub-sub bab yang saling berkaitan satu sama lain. sistematika selengkapnya adalah sebagai berikut:

  BAB I, merupakan pendahuluan berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, telaah penelitian terdahulu, metode penelitian (pendekatan penelitian, data dan sumber data meliputi data penelitian, dan sumber data, serta teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data), dan sistematika pembahasan.

  BAB II, Merupakan kajian teori: pengertian nilai, pengertian tasawuf, tujuan tasawuf, sumber dan sejarah tasawuf, serta pendidikan Akhlak. `

  BAB III, merupakan hasil temuan data yang berupa biografi Syaikh

  ‘Abd Al-Wahha&lt;b Al-Sha’rani serta nilai-nilai tasawuf dalam kitab Al- Minah Al-Sani&lt;yah .

  BAB IV, analisis data

  BAB V, adalah bab penutup yang berisi tentang kesimpulan yang merupakan hasil akhir penelitian, kemudian saran-saran yang diberikan penulis yang berkaitan dengan judul penelitian.

BAB II NILAI-NILAI TASAWUF DAN PENDIDIKAN AKHLAK A. Nilai –nilai Tasawuf 1. Pengertian Nilai Nilai berasal dari bahasa Latin valere yang artinya berguna,

  mampu, berdaya, berlaku, sehingga nilai diartikan sebagai sesuatu yang dipandang baik, bermanfaat dan paling benar menurut keyakinan

  1 seseorang atau kelompok orang.

  Menurut Steeman dalam bukunya Sjarkawi “nilai adalah yang memberi makna pada hidup, yang memberi pada hidup ini titik tolak, isi, dan tujuan. Nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi, yang mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang. Nilai itu lebih dari sekadar keyakinan, nilai

  2 selalu menyangkut tindakan.

  Menurut Noor Syam dalam bukunya Abdul Aziz, nilai adalah suatu penetapan atau suatu kualitas objek yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat. Sehingga nilai merupakan suatu otoritas ukuran dari subyek yang menilai, dalam artian dalam koridor keumuman dan kelaziman dalam batas-batas tertentu yang pantas bagi pandangan individu dan

  3 1 sekelilingnya.

  Sutarjo Adi Susilo, Pembelajaran Nilai-Karakter; Kontruksivisme dan VCT sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif (Jakarta : Rajawali Pers, 2012), 56. 2 Sjarkawi, Pembentuk Kepribadian Anak:Peran Moral, intelektual, emosional, dan sosial sebagai wujud integritasmembangun jati diri (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 29.

  Secara global, nilai dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar: pertama, nilai yang berkenaan dengan kebenaran dengan kebenaran atau yang terkait dengan nilai benar-salah yang dibahas oleh logika.

  Kedua, nilai yang berkenaan dengan kebaikan atau yang terkait dengan

  nilai baik-buruk yang dibahas oleh etika atau filsafat moral. Ketiga, nilai yang berkaitan dengan keindahan atau berkenaan dengan nilai indah-tidak

  

4

indah yang dibahas oleh estetika.

2. Pengertian Tasawuf

  Secara etimologi pengertian tasawuf terdiri atas beberapa macam pengertian.

  Pertama , tasawuf berasal dari istilah yang dikonotasikan dengan ahlu suffah yang berarti sekelompok orang pada masa Rasululah yang

  hidupnya diisi dengan banyak berdiam di serambi-serambi masjid, dan mereka mengabdikan hidupnya untuk beribadah kepada Allah.

  Kedua,

  ada yang mengatakan tasawuf berasal dari kata “shafa” yang berarti nama bagi orang-orang yang bersih/suci. Maksudnya ialah orang-orang yang menyucikan dirinya di hadapan Tuhan-nya.

  Ketiga, ada yang mengatakan bahwa istilah tasawuf berasal dari

  kata ”shaf”, kata shaf ini dinisbatkan kepada orang yang ketika shalat

  

5

selalu berada di saf paling depan.

4 Abd. Haris, Etika Hamka Kontruksi Etik Berbasis Rasional Religius (Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 2010), 31.

  Keempat, berasal dari kata shaufanah yakni sebangsa buah-buahan

  kecil berbulu yang banyak tumbuh di padang pasir tanah Arab. Atau dari kata shuf yang berarti bulu domba atau kain yang terbuat dari bulu yaitu wol. Namun kain wol yang dipakai kaum sufi adalah wol kasar dan bukan wol halus seperti sekarang. Memakai wol kasar pada waktu itu adalah simbol kesederhanaan dan kemiskinan. Lawannya adalah memakai sutra, oleh orang-orang yang mewah hidupnya di kalangan pemerintahan. Kaum sufi sebagai golongan yang hidup sederhana dan dalam keadaan miskin, tetapi berhati suci dan mulia, menjauhi pemakaian sutra dan sebagai

  6 gantinya memakai wol kasar.

  Kalimat tasawuf masuk pada bab “Tafa&lt;ul” dengan wazan

  tasawwu&lt;fa, yatasawwu&lt;fu , tasawwu&lt;fan (Tasawwu&lt;f al-Raju&lt;lu)

  yakni seorang laki-laki telah halnya dari kehidupan biasa menuju

  7

  kehidupan Sufi Secara terminologi Zakaria&lt;, Al-Ansha&lt;ri&lt; dalam Abdul Qo&lt;dir

  I&lt;&gt;sa berkata, "tasawuf adalah ilmu yang dengannya diketahui tentang pembersihan jiwa, perbaikan budi pekerti, serta pembangunan lahir dan

  8 batin, untuk memperoleh kebahagiaan yang abadi.

  Menurut Ahmad Za&lt;ruq dalam bukunya Abdul Qodi&lt;r Isa “Hakekat Tasawuf” mengatakan, "Tasawuf adalah ilmu yang bertujuan 6 untuk memperbaiki hati dan memfokuskannya hanya kepada Allah

  

Zaprulkhan, Ilmu Tasawuf Sebuah Kajian Tematik (Jakarta: PT. Raja Graafindo

Persada, 2017), 3. 7 Mustafa Zahri, Kunci Memahami Ilmu Tasawuf (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1995), 45.

  semata. Imam Junai&lt;d berkata, "Tasawuf adalah berakhlak luhur dan

  

9

meninggalkan semua akhlak tercela”.

  Menurut Al-Junaid Al-Baghda&lt;di&lt; dalam K. Permadi berkata “Tasawuf adalah membersihkan hati dari sifat yang menyamai binatang dan melepaskan akhlak yang fitri, menekankan sifat basya&lt;riyah (kemanusiaan), menjauhi hawa nafsu, membersihkan tempat bagi sifat- sifat kerohania, berpegang pada ilmu kebenaran, mengamalkan sesuatu yang lebih utama atas dasar keabadiannya, memberi nasehat kepada umat, benar-benar me nepati janji terhadap Allah SWT, dan mengikuti syari’at

10 Rasulullah.

  Abu Qa&lt;sim Abdul Ka&lt;rim al-Qusairi&lt; dalam K. Permadi berkata, “Tasawuf ialah menjabarkan ajaran-ajaran Al-Qur’an dan sunnah, berjuang mengendalikan nafsu, menjauhi perbuatan bid’ah, mengendalikan syahwat, dan menghindari sikap meringan-ringankan

  11 ibdah.

  Sedangkan menurut Ibnu Khaldu&lt;n dalam Moh. Thoriqudin mengatakan , “Tasawuf adalah semacam ilmu syari’at yang timbul kemudian di dalam agama. Asalnya adalah bertekun ibadah dan memutuskan hubungan dengan segala sesuatu selain Allah, hanya menghadap Allah semata. Menolak hiasan-hiasan dunia, serta membenci

9 Ibid.

  perkara-perkara yang menipu orang banyak, kelezatan harta, kemegahan

  12

  dan menyendiri menuju jalan Tuhan dalam khalwat dan ibadah”.

3. Sumber-Sumber Tasawuf a.

  Al-Qur’an Abdul Wahha&lt;b Khalla&lt;f mendefinisikan al-

  Qur’an sebagai berikut: “Kalam Allah yang diturunkan melalui Malaikat Jibril kepada

  Rasulullah dengan lafadz menggunakan bahasa Arab dan makna hakiki untuk menjadi hujjah bagi Rasulullah atas kerasulannya dan menjadi pedoman bagi manusia dengan petunjuknya serta beribadah

  13 membacanya”.

  Al- Qur’an merupakan motivasi manusia untuk bersikap zuhud di dunia dan berpaling darinya.Al-

  Qur’an dalam ayat-ayatnya menjelaskan kita hakikat dunia, bahwa dunia adalah permainan, sedangkan akhirat adalah alam yang kekal, kehidupan akhiratlah yang hakiki.

  Allah Ta’ala berfirman,

                    Artinya:“Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui” QS. Al-

  14 12 An-kabut ayat:64) Moh. Thoriquddin, Sekularitas Tasawuf Membumikan Tasawuf Dalam Dunia Modern (Malang : UIN Malang Press, 2008), 16. 13 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), 122. Dalam Al- Qur’an surat Al-Jumu’ah ayat 2 Allah berfirman bahwa salah satu tugas Rasul-Nya adalah menyucikan jiwa manusia,

                       

  Artinya:

  “Dialah satu-satunya yang telah membangkitkan di tengah masyarakat Makkah, seorang Rasul dari antara mereka sendiri yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya dan menyucikan jiwa mereka, serta mengajari mereka Alkitab dan Hikmah meskipun mereka sebelumnya benar-

  15 benar berada dalam kesesatan yang nyata.

  ” b. Sunah (Hadits Qudsi dan Hadits Nabi)

  Sunah Nabi merupakan penerapan dalam hidup manusia mengenai ajaran-ajaran Islam sebagaimana yang diwahyukan dalam Al-

  Qur’an, dan penerapan itu telah dilaksanakan oleh makhluk Allah yang paling sempurna dan manusia yang paling mampu memahami perintah-perintah Allah serta mengamalkan dalam situasi konkret. Meniru sunah berarti hidup secara Islami dan sesuai dengan kehendak

16 Allah.

  Meskipun sunah mencakup berbagai aspek kehidupan, dalam hal ini yang menjadi sumber tasawuf antara lain adalah hadis Nabi.

  Hadits Qudsi Abu Hurairah R.A berkata,“Rasulullah Shallallahu Alaihi wa 15 Sallam bersabda,

  M. Quraish Shihab, Al-

  : َلاَق ، َص َمَّلَسَو يهْيَلَع للها ىَّل يللها َلْو سَر َّنَأ

  • – : (( : ْنيإَف ، ينَِرَكَذ اَذيإ هَعَم اَنَأَو ، يبِ ييدْبَع ِّنَظ َدْنيع اَنَأ َلاَعَ ت للها لْو قَ ي ٍْيَْخ ٍلََم يفِ ه تْرَكَذ ٍَلََم يفِ ينِرَكَذ ْنيإَو ، ييسْفَ ن يفِ ه تْرَكَذ ، يهيسْفَ ن يفِ ينَِرَكَذ )) يهْيَلَع ٌقَفَّ ت م

  َةَرْ يَر ه يبَِأ ْنَعَو ْنَع للها َييضَر

  ْم هْ نيم

  Artinya:

  ”Allah Azza wa Jalla berfirman,” Aku tergantung pada prasangka hamba-Ku dan dan Aku selalu bersamanya tatkala ia mengingat-Ku, jika hamba-Ku mengingat-Ku dalam hatinya, maka Aku akan mengingatnya dalam diri- Ku. Dan jika ia menyebut-Ku di hadapan orang banyak, maka Aku akan menyebut-Nya di hadapan orang banyak yang lebih dari mereka. Jika dia mendekat pada-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekat padanya

  ”.

  Hadis Nabi

  ) هجام نبا هاور ( َكْوُّ بي يُ يساَّنلا ْييدْيَا ْيفِ اَمْييف ْدَهْزاَو للها َكُّبي يُ اَيْ نُّدلا ْيفِ ْدَهْزيا

  Artinya:

  “Bersikap zuhudlah di dunia, niscaya Allah akan mencintaimu! Bersikap zuhudlah dari segala apa yang dimiliki manusia, niscaya manusia akan

  17 mencintaimu! (HR. Al-Bukhari)

  c.

  Kehidupan Nabi SAW Nabi SAW hidup dalam keadaan zuhud dan menjauhi kemewahan duniawi, baik sebelum dan sesudah pengangkatan beliau sebagai Nabi. Sebelum diangkat sebagai nabi, beliau hidup dalam keadaan bersih, zuhud, penuh ibadah, dan memfokuskan diri untuk beribadah kepada Allah SWT. Beliau beribadah di gua Hira, jauh dari kemewahan dunia, mengasingkan diri dari alam dan keluarganya, merenungkan segala ciptaan Allah, sembari melemparkan pandangan pada padang pasir dan gunung-gunung yang kokoh dan ciptaan Allah yang ajaib di antara padang pasir dan gunung itu. Semua itu beliau

  18 lakukan sampai merasa yakin kekuasaan Allah.

  d.

  Kehidupan Sahabat Para sufi mendapati dalam diri sahabat teladan yang paling baik

  .dalam hal hidup mereka zuhud dan meninggalkan dunia, serta mengkhusyukan diri hanya beribadah kepada Allah. Para sahabat melakukan semua itu karena meneladani kehidupan Rasulullah SAW, .

  Dalam riwayat para sahabat Nabi, kita mengetahui bahwa perilaku kehidupan zuhud sangat kental dengan diri mereka.

  Kehidupan para sahabat yang menjadi sufi tauladan umat manusia setelah kepergian beliau Nabi SAW banyak diwarnai dengan berbagai

  19 cobaan. Namun, cobaan ini mereka hadapi dengan penuh ketabahan.

4. Faktor Munculnya Tasawuf a.

  Faktor Politik Konflik

  • –konflik sosial politik yang bermula dari masa Usman bin Affan berkepanjangan sampai masa-masa sesudahnya. Konflik politik tersebut ternyata mempunyai dampak terhadap kehidupan beragama, yakni munculnya kelompok-kelompok Bani
  • 18 Umayyah, Syiah, Khawarij , dan Murjiah.

      Ibid., 26-18.

      Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, kehidupan politik berubah total. Dengan sistem pemerintahan monarki, khalifah- khalifah Bani Umayyah secara bebas berbuat kezaliman-kezaliman, terutama terhadap kelompok Syiah, yakni kelompok lawan politiknya yang paling gencar menentangnya. Puncak kekejaman mereka terlihat jelas pada peristiwa terbunuhnya Husein bin Ali bin Abi Thalib di Karbala. Kasus pembunuhan itu ternyata mempunyai pengaruh yang besar dalam masyarakat Islam ketika itu. Kekejaman Bani Umayyah yang tak henti-hentinya itu membuat sekelompok penduduk Kufah merasa menyesal karena mereka telah mengkhianati Husein dan memberikan dukungan kepada pihak yang melawan Husein. Mereka menyebut kelompoknya itu dengan Tawwa&lt;bun. Untuk membersihkan diri dari apa yang telah dilakukan, mereka mengisi kehidupan sepenuhnya dengan beribadah. Gerakan kaum Tawa&lt;bin itu dipimpin oleh Mukhta&lt;r bin Ubai&lt;d as-Saqa&lt;fi&lt; yang terbunuh di

    20 Kufah pada tahun 68 H.

      b.

      Formalitas Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunah Al-

      Qur’an mendorong umat Islam untuk bersikap zuhud dalam melihat dunia, membekali diri dengan takwa, ibadah, shalat malam dan wara

      ’. Sedangkan hadits yang memotivasi manusia untuk

      zuhud , Rasulullah menjadikan diri beliau sebaggai teladan nyata

      21 bagi praktek hidup zuhud dan menjauhi gemerlapnya dunia.

    5. Sejarah Perkembangan Tasawuf

      Menurut Ahmad Alwasy dalam bukunya Abdul Qo&lt;dir I&gt;sa mengatakan , “Banyak kalangan bertanya-tanya mengapa dakwah kepada tasawuf tidak berkembang di awal era Islam, dan baru muncul setelah era sahabat d an tabi’in. Jawabannya, pada awal Islam dakwah kepada tasawuf belum diperlukan, sebab pada era itu semua orang adalah ahli takwa, ahli wara’ dan ahli ibadah, berdasarkan panggilan fitrah mereka dan kedekatan mereka dengan Rasulullah SAW.Mereka semua berlomba untuk mengikuti

      22 dan meneladani Rasul dalam setiap aspek.

      Meskipun para sahabat dan tabi’in tidak menggunakan kata

      tasawuf , akan tetapi secara praktis mereka adalah para sufi yang

      sesungguhnya. Dimaksud dengan tasawuf tidak lain adalah bahwa seseorang hidup hanya untuk Tuhannya, bukan untuk dirinya. Mereka menghiasi dirinya dengan zuhud, tekun melaksanakan ibadah, berkomunikasi dengan Allah dengan roh dan jiwanya di setiap waktu dan berusaha mencapai berbagai kesempurnaan, sebagaimana telah dicapai oleh para sahabat dan tabi’in yang telah sampai ke tingkat spiritualitas yang paling tinggi. Para sahabat tidak sekadar mengikrarkan iman dan 21 menjalankan kewajiban-kewajiban. Akan tetapi, mereka menyertai iman 22 Abdul Fatta&lt;h Sayyi&lt;d Ahmad, Tasawuf antara Al-Ghazali dan Ibnu Taimiyah...., 37.