Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Ayyuha al- Walad karya Imam Al-Ghazali - Test Repository

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB

  

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)

  

Oleh:

PUTIK NUR ROHMAWATI

111-12-223

  

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB

  

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd)

  

Oleh:

PUTIK NUR ROHMAWATI

111-12-223

  

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

  

MOTTO

:ٍن اَيَبِب اَهِلْيِصْفَت ْنَع َكْيِبْن ُأَس َتَتِسِب َلَِا َمْلِعْلا َلاَنَت ْنَل ْىِخَأاَي

ُلىُطَو ٍذ اَتْسًأ ُةاَبْحُصَو ٌمَهْرِدَو ٌداِهَتْجاَو ٌص ْرِحَو ٌءاَكَذ

  

ٍناَمَز

Wahai saudaraku engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan enam

perkara,akan aku berikan kepadamu rinciannya berikut ini: Kecerdasan, Tamak

(terhadap ilmu), Kesungguhan, Modal, Berkawan dengan guru, dan waktu yang

panjang .”

  (Al-Mahfudzot)

  

PERSEMBAHAN

Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu

Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah Bacalah, dan Tuhanmulah yang

maha mulia, Yang mengajar manusia dengan pena,

Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya (QS: Al-

  ’Alaq 1-5)

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan ? (QS: Ar-Rahman 13)

Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan

orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat

  

(QS : Al-Mujadilah 11)

  Kupersembahkan sebuah karya kecil ini untuk: 1. Kedua orang tuaku tercinta Bapak (Wagiyo) dan Ibu (Ngatiyem) yang tiada pernah hentinya selama ini memberiku semangat, doa, dorongan, nasehat dan kasih sayang serta pengorbanan yang tak tergantikan hingga aku selalu kuat menjalani setiap rintangan yang ada di depanku.

  2. Orang tua keduaku Bapak (Drs. M. Rofi’i. M. Pd. I) dan Ibu (Dra.

  Supainem) yang selalu memberikan motivasi.

  3. Kakakku tersayang Annis Muhammad S. Pd. I yang selalu membimbingku dan mendukungku dalam setiap hal.

  4. Keluarga besarku yang selalu mendoakan keberhasilanku.

  5. Teman sejawat saudara seperjuangan PAI angkatan 2012. "Tak ada tempat

  

terbaik untuk berkeluh kesah selain bersama sahabat-sahabat terbai

k”.

  6. Mas Ashnan Habib yang selalu memberi motivasi dan dukungan sampai terselesainya skripsi ini.

  Untuk ribuan tujuan yang harus dicapai, untuk jutaan impian yang akan dikejar, untuk sebuah pengharapan, agar hidup jauh lebih bermakna, hidup tanpa mimpi ibarat arus sungai. Mengalir tanpa tujuan. Teruslah belajar, berusaha, dan berdoa untuk menggapainya. Jatuh berdiri lagi. Kalah mencoba lagi. Gagal Bangkit lagi. Never give up!

KATA PENGANTAR

  Assala mu’alaikum Wr.Wb.

  Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini. Sholawat serta salam semoga tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikut setianya.

  Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

  1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

  2. Bapak Suwardi, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

  3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

  4. Bapak Drs. A. Bahrudin, M. Ag., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah dengan ikhlas mencurahkan pikiran, tenaga serta pengorbanan waktunya

  5. Para dosen pengajar di lingkungan IAIN Salatiga, yang telah membekali pengetahuan sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.

  6. Keluarga besar penulis, atas segala motivasi, dukungan dan doa restu kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

  7. Berbagai pihak yang secara langsung dan tidak langsung yang telah membantu baik moral maupu materil dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.

  Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT.

  Akhirnya dengan tulisan ini semoga bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya.

  Wassa lamu’alaikum Wr. Wb.

  Salatiga, 9 Maret 2017 Penulis

  Putik Nur Rohmawati NIM. 111-12-223

  

ABSTRAK

  Rohmawati, Putik Nur. 2017. Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Ayyuha al-

  Walad karya Imam Al-Ghazali. Jurusan Pendidikan Agama Islam

  (PAI), Fakultas Tarbiyah dan ilmu keguruan (FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: Drs. A. Bahrudin, M. Ag.

  Kata Kunci: Konsep dan Pendidikan Akhlak

  Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui konsep pendidikan akhlak dalam kitab Ayyuha al-Walad karya Imam Al-Ghazali. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana konsep pendidikan akhlak menurut Al-Ghazali dalam kitab Ayyuha al-Walad?, (2) Bagaimana relevansi konsep pendidikan akhlak menurut Al-Ghazali dalam dunia pendidikan?

  Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur. Adapun referensi yang menjadi sumber data primer yaitu dari kitab Ayyuha al-Walad karya Imam Al-Ghazali.

  Konsep pendidikan anak menurut Imam Al-Ghazali dalam kitabnya

  

Ayyuha al-Walad berpangkal pada empat hal, yaitu: (1) Tujuan pendidikan

menurut Al-Ghazali adalah menghilangkan sifat-sifat atau akhlak buruk.

  Sehingga, tujuan pendidikan menurut Al-Ghazali adalah menanamkan akhlak yang baik pada anak didik. (2) Syarat agar seorang syaikh dapat menjadi wakil Rasulullah SAW ia haruslah seorang yang alim, meski tidak semua orang yang alim dapat menjadi khalifahnya. Aku akan menjelaskan kepadamu sebagaimana persyaratan syaikh agar tidak semua orang dapat mendakwakan dirinya seorang mursyid. (3) Inti ilmu adalah pengetahuan yang membuat seseorang faham akan makna ketaatan dan ibadah. Sebab ketaatan dan ibadah dalam rangka melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya harus mengikuti syari’ah. (4) Metode yang digunakan Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuha al-Walad adalah dengan metode keteladanan, metode cerita atau kisah, metode pembiasaan. Pemikiran Al-Ghazali tentang konsep pendidikan akhlak sampai saat ini tetap relevan terbukti dengan banyaknya pendidik yang masih menggunakan konsep beliau. Hanya saja berbeda dalam penyajian pemikiran dan kasus yang dihadapi. Seperti halnya Imam Al-Ghazali dalam mendidik sesuai dengan zaman anak tersebut dan tidak bersifat yang mutlak. Dari ini pendidikan akhlak bersifat dinamis dan dapat diimplikasikan nilai-nilai dari konsep pendidikan akhlak tersebut pada zaman kekinian dan masih relevan.

  

DAFTAR ISI

  SAMPUL ................................................................................................................. i LEMBAR BERLOGO ............................................................................................ ii JUDUL ................................................................................................................... iii PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................... iv PENGESAHAN KELULUSAN .............................................................................. v PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................................................. vi MOTTO ................................................................................................................ vii PERSEMBAHAN ................................................................................................ viii KATA PENGANTAR ........................................................................................... ix ABSTRAK ............................................................................................................. xi DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvii

  BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ..................................................................................... 1 B. Rumusan masalah ............................................................................................. 7 C. Tujuan penelitian .............................................................................................. 8 D. Kegunaan penelitian .......................................................................................... 8 E. Metode penelitian .............................................................................................. 9 F. Penegasan istilah ............................................................................................. 12 G. Sistematika penelitian ..................................................................................... 15

  BAB II KEHIDUPAN ABU HAMID MUHAMMAD BIN MUHAMMAD BIN AHMAD AL-GHAZALI A. Biografi Al-Ghazali ........................................................................................ 16 B. Peran Al-Ghazali dalam masyarakat ............................................................... 20 C. Karya-karya Al-Ghazali .................................................................................. 24 1. Kelompok filsafat dan ilmu kalam ........................................................... 25 2. Kelompok ilmu fiqih dan ushul fiqih ....................................................... 26 3. Kelompok ilmu tasawwuf ........................................................................ 26 4. Kelompok ilmu tafsir ............................................................................... 27 BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN IMAM AL-GHAZALI TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK A. Pengertian pendidikan menurut Al-Ghazali .................................................... 28 1. Tujuan pendidikan ................................................................................... 29 a. Tujuan mempelajari ilmu pengetahuan semata-mata untuk ilmu pengetahuan itu saja .......................................................................... 29 b.

  Tujuan utama pendidikan adalah pembentukan akhlak .................... 30 c. Tujuan pendidikan adalah untuk mencapai kebahagiaan dunia akhirat30 2. Pendidik ................................................................................................... 32 a.

  Profesi pendidik menurut Al-Ghazali ............................................... 32 1)

  Alasan yang berhubungan dengan sifat naluriah ....................... 32 2)

  Alasan yang berhubungan dengan kemanfaatan umum ............ 33 3)

  Alasan yang berhubungan dengan yang dikerjakan .................. 34

  c.

  Persyaratan kepribadian pendidik menurut Al-Ghazali .................... 35 d. Tugas dan kewajiban pendidik menurut Al-Ghazali ........................ 36

  1) Mengikuti jejak Rasulullah ........................................................ 37

  2) Memberikan kasih sayang terhadap anak didik ......................... 37

  3) Menjadi teladan bagi anak didik ................................................ 37

  4) Menghormati kode etik guru ..................................................... 37 3.

  Anak didik ................................................................................................ 38 a.

  Fitrah menurut Al-Ghazali ................................................................ 38 b. Perkembangan anak didik menurut Al-Ghazali ................................ 39 c. Etika anak didik terhadap pendidik menurut Al-Ghazali ................. 40 d. Tugas dan kewajiban para pelajar ..................................................... 41

  1) Mendahului kesucian jiwa ......................................................... 42

  2) Bersedia merantau untuk mencari ilmu pengetahuan ................ 42

  3) Jangan menyombongkan ilmunya dan menentang gurunya ...... 42

  4) Mengetahui kedudukan ilmu pengetahuan ................................ 43 B.

  Pengetian akhlak menurut Imam Al-Ghazali .................................................. 43 1.

  Akhlak yang baik ..................................................................................... 45 2. Akhlak yang buruk ................................................................................... 47 C. Pemikiran Imam Al Ghazali tentang pendidikan akhlak ................................ 48

  BAB IV PEMBAHASAN A. Konsep pendidikan akhlak dalam kitab Ayyuha al-Walad karya Imam Al- Ghazali ............................................................................................................ 55

  2. Pemikiran Al-Ghazali dalam kitab Ayyuha al-Walad .............................. 58 a.

  Tujuan pendidikan ............................................................................ 58 b. Subjek pendidikan ............................................................................. 61

  1) Guru: tugas dan persyaratan ...................................................... 61

  2) Sikap murid terhadap syaikhnya ................................................ 63 c.

  Materi pendidikan ............................................................................. 64 1)

  Ilmu ............................................................................................ 65 2)

  Tasawwuf ................................................................................... 68 3)

  Ubudiyah dan tawakal, ikhlas dan riya’ .................................... 69 4)

  Delapan nasehat Al-Ghazali ...................................................... 71 d. Metode pendidikan ........................................................................... 77

  1) Metode keteladanan ................................................................... 78

  2) Metode cerita atau kisah ............................................................ 79

  3) Metode pembiasaan ................................................................... 80 B.

  Relevansi Konsep Pendidikan Akhlak dalam Kitab Ayyuha al-Walad dengan Pendidikan di Indonesia .................................................................................. 81 1.

  Aspek tujuan pendidikan akhlak .............................................................. 82 2. Aspek subjek pendidikan akhlak ............................................................. 86 3. Aspek materi pendidikan akhlak .............................................................. 88 4. Aspek metode pendidikan akhlak ............................................................ 89

  BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ..................................................................................................... 94

  DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN

  Lamp. 1 : Lembar Konsultasi Skripsi Lamp. 2 : Surat Penunjukan Pembimbing Lamp. 3 : Daftar Nilai SKK Lamp. 4 : Riwayat Hidup Penulis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Islam sebagai agama rahmah lil al-

  ‘alaamin sangat mewajibkan

  manusia untuk selalu belajar. Bahkan, Allah SWT mengawali menurunkan Al-

  Qur’an sebagai pedoman hidup manusia dengan ayat yang memerintahkan rasul-Nya, Muhammad SAW untuk membaca dan membaca (

  iqra’). Iqra’

  merupakan salah satu perwujudan dari aktivitas belajar. Dan dalam arti yang luas, dengan

  iqra’ pula manusia dapat mengembangkan pengetahuan dan

  memperbaiki kehidupan. Betapa pentingnya belajar, karena itu Allah SWT berfirman dalam Q.S. Al-Mujadalah/58: 11

                                  

  Artinya: “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu:

  Berlapang-lapanglah dalam majlis, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: Berdirilah kamu, Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan

beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan

  (Depag, 2004: 544).

  Menurut Poerwadarminta (1991: 916), pendidikan dalam arti bahasa dapat diartikan sebagai perbuatan (hal, cara, dan sebagainya) mendidik; dan berarti pula pengetahuan tentang mendidik, atau pemeliharaan (latihan-latihan dan sebagainya) badan, batin, dan sebagainya. Pada hakikatnya pendidikan yang melibatkan guru, murid, dan kurikulum. Sedangkan yang kedua yaitu pendidikan nonformal yang melibatkan pendidikan di luar kelas yang mana pendidikan dapat didapatkan dari banyak hal, bisa melalui lingkungan, tempat berbeda dan hal-hal benda mati seperti buku, koran dan sebagainya.

  Sedangkan pendidikan menurut UU No. 20 tahun 2003 pendidikan adalah usaha sadar terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan secara sederhana diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai- nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan (Hasbullah, 2009: 1).

  Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha memanusiakan manusia. Artinya, dengan pendidikan manusia diharapkan mampu menemukan dirinya dari mana berasal, hadir di dunia ini untuk apa dan setelah kehidupan ini akan ke mana, sehingga ia menjadi lebih manusiawi, baik dalam berfikir, bersikap maupun bertindak.

  Pendidikan Islam pada intinya adalah wahana pembentukan manusia yang bermoralitas tinggi. Di dalam ajaran Islam, moral atau akhlak tidak dapat dipisahkan dari keimanan. Keimanan merupakan pengakuan hati. Akhlak adalah pantulan iman yang berupa perilaku, ucapan, dan sikap atau dengan kata lain akhlak adalah amal saleh. Iman adalah maknawi (abstrak) dilakukan dengan kesadaran dan karena Allah semata (Muhammad, 2003: 24).

  Hakikat pendidikan akhlak adalah menumbuhkembangkan sikap manusia agar menjadi lebih sempurna secara moral sehingga hidupnya selalu terbuka bagi kebaikan dan tertutup dari segala macam keburukan dan menjadikan manusia yang berakhlak. Hal ini dikarenakan manusia dibekali akal pikiran untuk bisa membedakan antara yang hak dan yang bathil (Al- Mansur, 2000: 165).

  Pendidikan akhlak menduduki posisi yang sangat penting dalam percaturan pendidikan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat daripada tujuan pendidikan dalam perundang-undangan tentang pendidikan yaitu mewujudkan manusia yang berkarakter dan berakhlak mulia. Apabila pendidikan akhlak tidak dianggap penting atau hanya sekedar sebagai pengetahuan saja makan akan luar biasa sekali dampaknya.

  Fenomena-fenomena kemerosotan moral di negara yang mayoritas penduduknya muslim sangat nampak jelas, indikator-indikator itu dapat kita amati dalam kehidupan sehari-hari seperti pergaulan bebas yang bahkan berujung pada free sex, tindak kriminal dan kejahatan yang meningkat, kekerasan, penganiayaan, pembunuhan, korupsi, manipulasi, penipuan, serta perilaku-perilaku tidak terpuji lainnya, sehingga sifat-sifat terpuji seperti rendah hati, toleransi, kejujuran, kesetiaan, kepedulian, saling bantu, kepekaan sosial, tenggang rasa yang merupakan jati diri bangsa sejak

  Penyimpangan akhlak yang terjadi pada kebanyakan manusia itu disebabkan karena lemahnya iman seseorang, lingkungan yang buruk, serta gencarnya media sehingga akses apapun dapat lebih mudah diterima oleh masyarakat dan bahkan tanpa ada penyaringan mana yang baik dan mana yang buruk. Selain itu juga, mereka tumbuh dan berkembang dalam atmosfir tarbiyah dan pendidikan yang buruk. Maka dari sini betapa butuhnya kita kepada sebuah pendidikan yang mampu membawa kita dan anak cucu kita ke puncak ketinggian akhlak yang menebarkan kebahagiaan dan ketentraman.

  Ironisnya perhatian dari dunia pendidikan nasional terhadap akhlak atau budi pekerti dapat dikatankan masih sangat kurang, lantaran orientasi pendidikan kita masih cenderung mengutamakan dimensi pengetahuan. Mayoritas praktisi pendidikan masih berasumsi bahwa jika aspek kognitif telah dikembangkan secara benar maka aspek afektif dengan sendirinya akan ikut berkembang secara positif, padahal asumsi itu merupakan kekeliruan besar (Juwariyah, 2010: 14). Hal itu dikarenakan pengembangan efektif pada sistem pendidikan sangat memerlukan kondisi yang kondusif. Itu berarti akhlak dan budi pekerti perlu dibuat secara sungguh-sungguh, karena pendidikan yang tidak dirancang secara baik hanya akan membawa hasil yang mengecewakan sehingga harus ada porsi seimbang dalam pengembangan kognitif, afektif, dan psikomotoriknya.

  Keberhasilan dan kegagalan suatu proses pendidikan secara umum dapat dilihat dari output-nya, yakni orang-orang sebagai produk pendidikan. atas tugas-tugas kemanusiaan dan tugas-tugas ketuhanan, bertindak lebih bermanfaat baik bagi dirinya sendiri maupun orang lain, pendidikan tersebut dapat dikatakan berhasil. Sebaliknya, bila output-nya adalah orang-orang yang tidak mampu melaksanakan tugas hidupnya, pendidikan tersebut mengalami kegagalan (Ibnu, 2009: 123).

  Manusia dibekali akal pikiran yang berguna untuk membedakan antara yang haq dan yang batil, baik-buruk dan hitam-putihnya dunia (Al-Mansur, 2000: 165). Selamat dan tidaknya manusia, tenang dan resahnya manusia tergantung pada akhlaknya. Dengan akhlak pulalah, manusia secara pribadi maupun kelompok dapat mengantarkan fungsinya sebagai hamba Allah dan

  

khalifah di muka bumi untuk membangun dunia ini dengan konsep yang

ditetapkan Allah SWT (Shihab, 1994: 152).

  Akhlak merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengoptimalkan sumber data potensi untuk mencapai kesejahteraan manusia baik di dunia maupun di akhirat. Oleh karena itu, bagaimana manusia dalam menggunakan sumber daya potensi yang tersedia untuk meningkatkan kehidupan lebih baik.

  Karenanya diperlukan alat yang digunakan untuk menganalisis sekaligus membuktikan konsep Al- Qur’an dan Hadits yang secara langsung maupun tidak langsung bersentuhan dengan masalah akhlak.

  Akhlak sangat berkaitan dengan kebiasaan, maka pihak orang tua harus ber-akhlakul karimah sebagai teladan bagi anak-anak. Menurut Al- Ghazali, apabila anak-anak dididik dan dibiasakan pada kebaikan, maka anak keburukan, maka ia pun akan tumbuh sebagaimana yang diberikan dan dibiasakan kepadanya. Memelihara anak yang baik adalah dengan mendidik dan mengajarkan akhlak yang mulia kepadanya.

  Mengingat pentingnya akhlak manusia tersebut, tentu saja tidak meninggalkan jasa para pemikir pendidikan Islam yang tidak diragukan lagi pengaruhnya dalam kemajuan Islam. Dalam pendidikan Islam terdapat seorang tokoh yang tidak asing lagi yaitu Hujjatul Islam Abu Hamid bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali yang sering disebut dengan Al- Ghazali, sebuah nama yang tidak asing lagi baik di kalangan ulama maupun orang awam. Buah fikiranya banyak mempengaruhi para ahli, baik di timur maupun di barat. Beliau adalah salah satu ulama yang cerdas dan banyak menarik perhatian para pengkaji ilmiah di zaman dahulu maupun sekarang, baik dari umat Islam sendiri maupun para orientalis. Imam Al-Ghazali memang sangat luas pengetahuannya dan banyak berjasa bagi kemajuan agama Islam, beliau sangat berperan penting untuk mensikapi dan menindaklanjuti berbagai macam persoalan, baik mengenai pendidikan, syari’at, akhlak dan lain sebagainya.

  Misalnya saja ketika memberikan jawaban kepada seorang siswa yang sudah mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan, tetapi masih mengalami kebingungan untuk memenuhi sesuatu yang menjadi bekal di akhirat kelak, kemudian Imam Al-Ghazali menulis sebuah kitab yang diberi nama Ayyuha al-Walad yang berisi tentang nasehat kepada para pelajar untuk mengetahui dan membedakan antara ilmu yang bermanfaat dan yang tidak bermanfaat.

  Terhadap bidang pengajaran dan pendidikan, Al-Ghazali telah banyak mencurahkan perhatiannya. Yang mendasari pemikirannya tentang kedua bidang ini ialah analisinya terhadap manusia. Menurut Al-Ghazali, manusia dapat memperoleh derajat atau kedudukan yang paling terhormat di antara sekian banyak makhluk di permukaan bumi dan langit karena pengajaran dan pendidikan, karena ilmu dan amalnya.

  Dari uraian di atas, penulis ingin lebih jauh mengkaji tentang nilai pendidikan akhlak pada pemikiran Imam Al-Ghazali melalui sebagian karya- karyanya yang cukup fundamental yaitu kitab Ayyuha al-Walad yang di dalamnya terdapat beberapa uraian tentang pendidikan. Untuk itu, maka penulis mencoba untuk menyusun sebuah skripsi yang berjudul: KONSEP PENDIDIKAN AKHLAK DALAM KITAB AYYUHA AL-WALAD KARYA

  IMAM AL-GHAZALI, dengan harapan semoga dapat memberikan kontribusi dan manfaat terutama bagi penulis dan umumnya bagi pembaca.

B. Rumusan Masalah Dalam penelitian ini, penulis pada beberapa pokok bahasan.

  Diantaranya: 1.

  Bagaimana konsep pendidikan akhlak menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuha al-Walad?

2. Bagaimana relevansi konsep pendidikan akhlak menurut Imam Al-

C. Tujuan Penelitian

  Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui konsep pendidikan akhlak menurut Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuha al-Walad.

2. Untuk mengetahui relevansi konsep pendidikan akhlak menurut Imam Al-Ghazali dalam dunia pendidikan.

D. Kegunaan Penelitian

  Kegunaan dari penelitian ini dapat dikemukakan menjadi dua bagian, yaitu:

  1. Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis, berupa pengetahuan tentang nilai pendidikan yang terkandung dalam karya Imam Al-Ghazali serta bermanfaat sebagai kontribusi pemikiran bagi dunia pendidikan khususnya dunia pendidikan Islam.

  2. Kegunaan Praktis a.

  Bagi Penulis Menambah wawasan dan pemahaman penulis mengenai konsep pendidikan untuk selanjutnya dijadikan sebagai pedoman dalam aktifitas sehari-hari.

  b.

  Bagi Lembaga Pendidikan 1)

  Dapat menjadi masukan yang membangun guna meningkatkan kualitas lembaga pendidikan terutama pendidikan Islam, kebijakan dalam lembaga pendidikan serta pemerintah secara umum.

  2) Sebagai bahan pertimbangan untuk diterapkan dalam dunia pendidikan pada lembaga-lembaga pendidikan yang ada di

  Indonesia terutama pendidikan Islam (seperti Madrasah Diniyah, Pondok Pesantren), sebagai solusi terhadap permasalahan pendidikan yang ada.

  3) Bagi Ilmu Pengetahuan

  a) Menambah khazanah mengenai konsep pendidikan yang terdapat dalam kitab Ayyuha al-Walad sehingga mengetahui betapa pentingnya pendidikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian seorang mukallaf akan berusaha memperbaiki diri agar semakin meningkatkan mutu kualitas diri menjadi yang lebih baik di hadapan Allah dan di hadapan manusia.

  b) Sebagai bahan referensi dalam ilmu pendidikan terutama ilmu pendidikan Islam, sehingga dapat memperkaya dan menambah wawasan di bidang tersebut khusunya dan bidang ilmu pengetahuan yang lain pada umumnya.

E. Metode Penelitian 1.

  Jenis Penelitian Adapun jenis penelitian yang penulis lakukan adalah penelitian dari pustaka. Dan yang dijadikan obyek kajian adalah hasil karya tulis yang merupakan hasil dari pemikiran (Hadi, 1990: 3).

2. Sumber Data

  Sumber data yang dijadikan bahan-bahan dalam kajian ini merupakan sumber data yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan yang dikatagorikan sebagai berikut: a.

  Sumber Data Primer Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library ), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur.

  research

  Adapun referensi yang menjadi sumber data primer yaitu data yang diambil dari sumber utamanya. Data ini diambil dari Kitab Ayyuha

  al-Walad karya Imam Al-Ghazali.

  b.

  Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder adalah dengan menggunakan metode dokumentasi yaitu dengan mencari data yang berupa transkip, buku, majalah, dokumentasi dan sebagainya (Arikunto, 1987: 34). Adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku atau karya ilmiah lain yang isinya dapat melengkapi data penelitian yang penulis teliti, misalnya: Pemikiran Al-Ghazali tentang Pendidikan (Pustaka Pelajar, Yogyakarta), Seluk Beluk Pendidikan dari Al- Ghazali (Bumi Aksara, Jakarta), Sistem Pendidikan Versi Al-Ghazali (PT Al- Ma’rif, Bandung) dan lain sebagainya.

  3. Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan jenis penelitian

  library research , sebagai sumber primer. Dengan demikian pengumpulan

  data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi data terkait variabel-variabel yang berupa catatan seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen harian, catatan rapat, dan sebagainya (Arikunto, 2010: 202).

  4. Analisa Data Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah: a.

  Deduktif Metode yang digunakan untuk menjelaskan konsep pendidikan akhlak adalah metode deduktif sesuai dengan yang telah dicanangkan pemerintah yaitu tentang pendidikan karakter. Yang dimaksud metode deduktif adalah metode berfikir yang berdasarkan pada pengetahuan umum dimana kita hendak menilai suatu kejadian yang khusus (Hadi, 1987: 42).

  b.

  Induktif Metode induktif adalah metode berfikir yang berangkat dari fakta-fakta peristiwa khusus dan konkret, kemudian ditarik generalisasi-generalisasi yang bersifat umum (Hadi, 1987: 42).

  Kemudian metode yang digunakan adalah metode induktif konsep pendidikan akhlak yang dipaparkan oleh Imam Al-Ghazali dalam kitab Ayyuha al-Walad dan dikaitkan dengan relevansi kekinian.

F. Penegasan Istilah

  Agar di dalam penelitian ini tidak terjadi penafsiran yang berbeda- beda dengan maksud penulis, maka penulis akan menjelaskan istilah-istilah di dalam judul ini. Istilah yang perlu penulis jelaskan adalah sebagai berikut: 1.

  Konsep Konsep adalah ide abstrak dari peristiwa konkret yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau pengolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata (KBBI, 2007: 588).

2. Pendidikan

  Pendidikan berasal dari bahasa Yunani yaitu: “Paedagogike”. Ini adalah kata majemuk yang terdiri dari kata “paes” yang berarti “anak” dan kata

  “ago” yang mempunyai arti “aku membimbing” oleh sebab itu

  paedagogike berarti aku membimbing anak. Sedangkan orang yang

  memiliki pekerjaan membimbing anak dengan tujuan membawanya ke tempat belajar disebut dengan paedagogis. Apabila kata ini diartikan secara simbiolis, maka suatu perbuatan membimbing merupakan inti dalam mendidik (Ahmadi, 1991: 79).

3. Akhlak

  Akhlak secara etimologi adalah tabi’at/sistem perilaku yang dibuat. Sedangkan di Indonesia kata akhlak mengandung konotasi yang baik. Jadi dapat dikatakan orang yang berakhlak adalah orang baik. Pengertian akhlak secara istilah adalah kelakuan yang timbul dari hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan, dan kebiasaan yang menyatu membentuk kesatuan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian. Dari kelakuan itu lahirlah perasaan moral yang terdapat pada diri manusia sebagai fitrah sehingga ia mampu membedakan mana yang baik dan mana tidak, karena yang cantik dan mana yang buruk (Darajat, 1996: 10).

  Sedangkan Al-Ghazali mendefinisikan akhlak sebagai berikut: “Akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan. Jika sikap itu darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal maupun syara’, maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika yang lahir darinya perbuatan yang tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak buruk” (Ibnu, 2009: 99).

  Jadi pendidikan akhlak adalah bimbingan secara sadar oleh seseorang pendidikan terhadap perkembangan jiwa anak didik baik jasmani maupun rohani sehingga memiliki perilaku yang baik dan terpuji menurut akal maupun tutunan agama Islam serta bisa menjauhi dan meninggalkan perilaku yang buruk menurut akal maupun tuntunan agama Islam.

  4. Al-Ghazali Al-Ghazali yang dimaksud di sini adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad at Tusi Al-Ghazali, beliau termasuk seorang pemikir

  Islam, teolog, filsuf dan sufi termasyur. Ia dilahirkan di kota Gazalah, sebuah kota kecil dekat Tus di Khurasan, yang pada waktu itu sebagai salah satu pusat ilmu pengetahuan di dunia Islam. Beliau meninggal juga di kota Tus setelah perjalanan mencari ilmu dan ketenangan batin, kemudian nama Al-Ghazali dan At Tusi itu dinisbatkan kepada tempat kelahirannya (Ensiklopedi Islam, 1994: 25).

  5. Kitab Ayyuha al-Walad Kitab Ayyuha al-Walad adalah kitab kecil berbahasa Arab dan termasuk salah satu karya Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali. Di dalam kitab ini dari segi isinya menggunakan metode mauziah atau pemberian nasehat dengan memberikan arahan-arahan kepada anak meliputi teori- teori yang didasarkan pada al-

  Qur’an maupun Hadits juga dengan menggunakan pemikiran-pemikiran Al-Ghazali itu sendiri dengan pengalamannya sebagai seorang pendidik yang profesional.

  Kitab ini muncul karena permintaan dari salah seorang siswa zaman dahulu, yang meminta kepada Imam Al-Ghazali untuk menulis kitab yang di dalamnya memuat ilmu yang membedakan antara ilmu yang bermanfaat yang tidak bermanfaat bagi dirinya di dunia maupun di akhirat.

G. Sistematika Penulisan

  Guna memperoleh gambaran yang jelas, mmenyeluruh dan mempermudah dalam memahami masalah-masalah yang akan dibahas, maka penulis menyusun sistematika sebagai berikut:

  Bab I Pendahuluan, menguraikan tentang: Latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode penelitian, penegasan istilah, sistematika penelitian.

  Bab II Kehidupan Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali, menguraikan tentang: Biografi Al-Ghazali, peran Al- Ghazali dalam masyarakat, karya-karya Al-Ghazali. Bab III Deskripsi pemikiran Imam Al-Ghazali tentang pendidikan akhlak, menguraikan tentang: Pendidikan menurut Imam Al-Ghazali, Akhlak menurut Imam Al-Ghazali, Pandangan Imam Al-Ghazali tentang pendidikan akhlak.

  Bab IV Pembahasan konsep pendidikan akhlak dalam kitab Ayyuha

  al-Walad serta relevansinya dalam pendidikan di Indonesia Bab V Penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran-saran.

BAB II KEHIDUPAN ABU HAMID MUHAMMAD BIN MUHAMMAD BIN AHMAD AL-GHAZALI A. Biografi Al-Ghazali Nama lengkap Al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali. Ia lahir di Ghazaleh, sebuah kota kecil di Tus, wilayah Khurasan, pada 450 H (1059 M), dan wafat di Tabristan, sebuah

  wilayah di Provinsi Tus pada 4 Jumadil Akhir tahun 505 H / 1 Desember 1111 M (Nata, 1997). Al-Ghazali memulai pendidikannya di tempat kelahirannya Tus, dengan mempelajari dasar-dasar pengetahuan. Selanjutnya ia pergi ke Nishafur dan Khurasan, dua kota yang dikenal sebagai pusat ilmu pengetahuan terpenting di dunia Islam saat itu. Di kota Nishafur inilah Al Ghazali berguru kepada Imam Al-Haramain Abi Al-

  Ma‟ali Al-Juwainy, seorang ulama yang bermazhab Syafi‟i yang menjadi guru besar di Nishafur (Nasution, 1978: 42).

  Al-Ghazali adalah pemikir ulung Islam yang menyandang gelar “Pembela Islam” (Hujjatul Islam), “Hiasan Agama” (Zainuddin), “Samudra yang men ghanyutkan” (Bahrun Mughriq), dan lain-lain. Masa mudanya bertepatan dengan bermunculnya para cendekiawan, baik dari kalangan bawah, menengah, sampai elit. Kehidupan saat itu menunjukkan kemakmuran tanah airnya, keadilan para pemimpinnya, dan kebenaran para ulamanya.

  Dunia tampak tegak di sana. Sarana kehidupan mudah didapatkan, masalah pendidikan sangat diperhatikan, pendidikan dan biaya hidup para penuntut

  Al-Ghazali seorang buta huruf dan miskin, beliau memperhatikan masalah pendidikan anaknya. Sesaat sebelum meninggal, ia berwasiat kepada seorang sahabatnya yang sufi agar memberikan pendidikan kepada kedua anaknya, Ahmad dan Al-Ghazali. Kesempatan emas ini dimanfaatkan oleh Al-Ghazali untuk memperoleh pendidikan setinggi-tingginya. Mula-mula ia belajar agama sebagai pendidikan dasar kepada ustadz setempat yaitu Ahmad bin Muhammad Razkafi. Kemudian Al-Ghazali pergi ke Jurjan dan menjadi santri Abu Nasr Ismaili (Ibnu, 2009: 10).

  Di antara mata pelajaran yang dipelajari Al-Ghazali di kota tersebut adalah teologi, hukum Islam, filsafat, logika, sufisme, dan ilmu-ilmu alam.

  Ilmu-ilmu yang dipelajarinya inilah yang kemudian mempengaruhi sikap dan pandangan ilmiahnya di kemudian hari. Hal ini antara lain terlihat dari karya tulisnya yang dibuat dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.

  Di madrasah Al-Ghazali belajar ilmu fiqih kepada Ahmad bin Muhammad Ar-Razikani dan belajar ilmu tasawuf kepada Yusuf Al-Nasaaj di umur 20 tahun. Pada tahun 471 H, Al-Ghazali berangkat menuju Kota Nishapur (Neisabur) karena tertarik dengan sekolah tinggi Nizhamiyyah (Zainuddin, 1991: 7). Di sinilah beliau bertemu dengan dekannya yang terkenal Abu Al-

  Ma‟ali Dhiyauddin Al-Juwaini, yang bergelar kehormatan “Imam Al-Haramain” (Imam dari dua kota suci, Makkah dan Madinah).

  Sebagian ahli sejarah mengatakan bahwa Al-Juwaini, guru Al-Ghazali merasa cemburu atas kepintarannya.

  Pada tahun 475 H dalam usia 25 tahun , Al-Ghazali mulai menjadi dosen, dibawah pimpinan gurunya Imam Haramain. Jabatan dosen di Universitas Nihamiyyah Nishapun mengangkat namanya begitu tinggi, apalagi setelah beliau dipercaya oleh gurunya untuk menggantikan kedudukannya, baik sebagai maha guru maupun sebagai pimpinan Universitas.

  Pada tahun 479 H/ 1085 M, Imam Al-Haramain meninggal dunia. Untuk mengisi kekosongan itu maka tidak ada pilihan lain bagi perdana menteri Nizham Al-Mulk untuk menggantikannya kecuali dengan Al- Ghazali. Dalam usia 28 tahun, Al-Ghazali telah dapat menggemparkan kaum sarjana dan ulama pada masanya, sehingga perdana menteri Nizham Al-Mulk sangat kagum padanya. Di Naisabur beliau mnghidupkan paham skeptisme yang dianut oleh para sarjana Eropa pada masa berikutnya (Zainuddin, 1997: 8).

  Sejak kecil Al-Ghazali dikenal sebagai pecinta ilmu pengetahuan dan tak pernah berhenti mencari kebenaran hakiki. Dalam sebuah karyanya Al- Ghazali mengatakan:

  

Kehausan untuk mencari kebenaran adalah favoritku sejak kecil masa

mudaku yang menjadi naluri dan bakat yang dicampakan oleh Allah SWT.

  Pada temperamenku, bukan merupakan usaha dan rekaan belaka” (Al-

  Ghazali, 2001: 107).

  Pada tahun 484 H, Al-Ghazali diangkat menjadi guru besar di Universitas Nizamiyyah di Baghdad, Al-Ghazali sebagai benteng pertahanan berdatangan untuk berguru kepadanya dari berbagai daerah. Hal inilah yang semakin membuat nama besar Al-Ghazali bertambah tenar di zamannya, hingga beliau mendapatkan gelar “Imam Irak” dari kholifah Al-Mustadzir Billah. Kepercayaan yang diberikan kepadanya untuk menangkis ajaran kaum Batiniyyah dan kaum Ismailiyyah yang sangat meresahkan. Akhirnya beliau menyusun karya-karya tulis yang mengcounter aliran tersebut, diantaranya:

  

Al-Mustadzhir Wa Hujjah Al-Haq dan Al-Qisthas Al-Mustaqim (Jawaad,

  2002: 116). Antusiasme itu juga ditunjukkan oleh besarnya animo masyarakat dan para ulama dalam mengikuti perkembangan pemikiran dan pandangannya.

  Demikianlah Al-Ghazali menjadi publik figur otoritatif dalam menolak pendapat keyakinan para penentangnya. Beliau juga telah banyak menelan seluruh paham dan ajaran firqoh, taifah dan filsafat. Semua itu kemudian meninggalkan pergolakan dalam batinnya sendiri, karena tidak ada yang dapat memuaskan batinnya, ia ragu akan kesanggupan akal untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, terlebih untuk mengetahui hakikat- Nya. Lebih lanjut A. Hanafi mengisahkan:

  

“Dan selama itu beliau tertimpa keragu-raguan tentang kegunaan

pekerjaannya, sehingga akhirnya menderita penyakit yang tidak bisa

disembuhkan dengan obat lahiriyah. Pekerjaan itu kemudian ditinggalkannya

pada tahun 488 H, untuk menuju Damsyik dan di kota ini beliau merenung,

membaca dan menulis selama kurang lebih dua tahun, dengan tasawuf

sebagai jalan hidupnya (Hanafi, 1976: 198).

  Setelah berpuluh-puluh tahun mengabdikan diri pada ilmu beliau wafat di Thusia pada tanggal 14 Jumadil Akhir 505 H/ 19 Desember 1111 M dihadapan adiknya, Abu Ahmad Mujiduddin. Al-Ghazali meninggalkan 3 orang anak perempuan, sedangkan Hamid anak laki-lakinya meninggal sewaktu kecil mendahului Al-Ghazali. Karena itulah beliau diberi gelar “Abu Hamid” /Bapak si Hamid (Zainuddin, 1991: 10).

  B.

   Peran Al-Ghazali dalam masyarakat.

  Abu Hamid Al-Ghazali hidup pada masa Nizamul Mulk, seorang wazir besar dari kalangan Bani Saljuk, pada waktu itu Wazir telah berhasil mendirikan sekolah-sekolah tinggi yang disediakan untuk memperdalam penyelidikan tentang agama dan perkembangannya. Ini membuktikan bahwa kondisi pendidikan pada masanya mengalami kemajuan (Hamka, 1993: 120).