POLA PERESEPAN OBAT PENYAKIT ASMA BRONKIAL PADA PASIEN PEDIATRI DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA TAHUN 2006

  POLA PERESEPAN OBAT PENYAKIT ASMA BRONKIAL PADA PASIEN PEDIATRI DI INSTALASI RAWAT JALAN RUMAH SAKIT PANTI RAPIH YOGYAKARTA TAHUN 2006 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi ( S.Farm ) Program Studi Farmasi Oleh :

  I Gusti Bagus Sindu Martha Nugraha NIM : 028114118 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2006

  When the blue night is over my face on the dark side of the world in space When I'm all alone with the stars above you are the one I love, darling

  Karya ini kupersembahkan untuk: Keluargaku tersayang :Alm. Papa, Mama ,Kakek, Nenek, Kakakku Wulan, Adikku Galli.

  My self Nia tersayang yang selalu ada di hatiku Temen-temen farmasi angkatan 02 (kelas C) Almamaterku

KATA PENGANTAR

  Dengan penuh rasa syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan anugerah serta kehendaknya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini bukanlah sesuatu hal yang mudah, hanya dengan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Dekan Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian ini.

  2. dr. Luciana Kuswibawati, M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan petunjuk, saran dan masukan yang berharga dalam proses penyusunan skripsi.

  3. Drs. Mulyono, Apt selaku dosen penguji, atas kritik dan saran yang telah diberikan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

  4. Rita Suhadi, M.Si., Apt selaku dosen penguji, atas kritik dan saran yang telah diberikan sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

  5. Dewi Setyaningsih, S.Si., Apt selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan pengarahan.

  6. Rumah sakit panti rapih yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian

  7. Almarhum Papa yang selalu kusayang, kurindukan sosokmu selamanya

  8. Mamaku tercinta atas kasih sayang, doa serta dukungannya baik moril maupun materiil

  9. Kakakku Wulan dan adikku Galli yang selalu mendukung aku.

  10. Nia atas kasih sayang, cinta dan dukungannya, kehadiranmu merupakan hadiah yang terindah dari Tuhan

  11. Sahabat-sahabatku angkatan 02 kelas C: Cipoet, Made, Hen, Santi, dan semuanya atas persahabatan dan kebersamaannya selama ini.

  12. Teman-teman satu kos yang pada aneh-aneh : Kung, Van the Goeh, Gede Sudi, Arya, Cenay, Imam, Mbud bersaudara atas kebersamaannya.

  13. Pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

  Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna di dunia ini. Skripsi ini jauh dari sempurna karena mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini lebih mendekati sempurna. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan.

  Yogyakarta, 08 Januari 2007 Penulis

  

INTISARI

  Asma merupakan penyakit saluran pernapasan yang bersifat reversibel dan dapat timbul pada berbagai usia. Asma bronkial pada anak dan bayi merupakan angka kejadian lebih tinggi daripada orang dewasa dan merupakan penyebab kesakitan dan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola peresepan penyakit asma bronkial pada pasien anak rawat jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006.

  Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan penelitian deskriptif non analitik. Bahan yang digunakan adalah lembar catatan medik (medical record) pasien pediatri dengan diagnosis pola penyakit asma bronkial. Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu perencanaan, pengambilan data, dan pengolahan hasil secara deskriptif. Dalam penelitian ini diperoleh kasus asma bronkial sebanyak 81 kasus, terdiri dari 64,5% laki-laki dan 35,5% perempuan. Berdasarkan umur, 0-5tahun (61,7%), 6-11 tahun (34,6%),

  ≥12 tahun (3,7%). Obat yang diberikan pada pasien anak sebanyak 3-7 macam. Simpatomimetik (82,7%), xantin (40,7%), antiinfeksi (70,4%), kortikosteroid (46,9%), merupakan obat yang sering diresepkan.

  Kata kunci : pola peresepan, asma.

  

ABSTRACT

  Asthma is a reversible respiratory disease occurred in all age. Bronchial asthma at child and baby represent the higher occurence number than adult and represent the cause of painfulness and death. This research aim to know the pattern of chief of asthma disease of child patient in Panti Rapih Hospital Yogyakarta 2006.

  This non experimental research was designed as descriptive non analytical study. The patient bronchial asthma medical record werw used as source of data. This research was conducted in three step that is planning, data intake, and data analysis of descriptively. Eighty one cases observed in the study, consist 64,5% of male and 35,5% of female patient. Based on age, 61,7% was 0-5 year old, 34,6% was 6-11 year old, and 3,7% was more than 12 year old.

  The drugs given to the patient were 3-7 items. Simpatomimetik (82,7%), xantin (40,7%), anti infection (70,4%), corticosteroid(46,9%) were drugs frequently prescribed. Key words : prescribing pattern, asthma

  DAFTAR ISI

  halaman

  

HALAMAN JUDUL………………………………………………………... i

HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………… ii

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………….......... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………….......... v

KATA PENGANTAR………………………………………………………. vi

  INTISARI………………………………….................................................... vii ABSTRACT ………………………………………………………............... viii

DAFTAR ISI………………………………………………………………… x

DAFTAR TABEL…………………………………………………………… xiv DAFTAR GAMBAR………………………………………………………... xvi

  

BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………… 1

A. Latar Belakang Masalah…………………………………………...

  1

  1. Perumusan masalah ……………………………………………

  3 2. Keaslian penelitian …………………………………………….

  4 3. Manfaat penelitian ……………………………………………..

  4 B. Tujuan penelitian…………………………………………………..

  4

  1. Tujuan umum………………………………………………..... 4

  2. Tujuan khusus………………………………………………… 5

  BAB II PENELAAHAN PUSTAKA……………………………………….. 6 A. Anatomi Saluran Pernapasan pada Manusia………………………

  6

  1. Rongga hidung…………………………………………………

  6

  2. Faring………………………………………………………….. 6

  3. Laring ……………………………………………………….... 7

  4. Trakea ……………………………………………………….... 7

  5. Bronkus ………………………………………………………. 7

  6. Paru-paru ……………………………………………………... 8

  B. Asma Bronkial …………………………………………………… 9

  1. Pengertian ……………………………………………………. 9

  2. Epidemiologi Asma ………………………………………….. 9

  3. Etiologi dan Patogenesis Asma ……………………………… 11

  4. Remodeling Saluran Respirasi ………………………………. 15

  5. Gejala Klinis …………………………………………………. 16

  7. Penatalaksanaan Asma ……………………………………….... 25

  C. Peresepan pada anak-anak ……………………………………… 32

  1. Dosis …………………………………………………............. 33

  2. Berat badan …………………………………………………… 33

  3. Luas permukaan badan ………………………………………. 34

  D. Pola Peresepan Obat ……………………………………………… 34

  1. Prescribing practice …………………………………………. 35

  2. Patient care ………………………………………………….. 35

  1. Tahap perencanaan …………………………………………... 41

  B. Gambaran Umum Peresepan ………..…………………………… 46

  2. Umur ………………………………………………………… 45

  1. Jenis kelamin ………………………………………………… 44

  BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................44 A. Karakteristik Pasien ……………………………………………… 44

  E. Tata Cara Pengolahan Hasil Penelitian …………………………. 42

  2. Tahap pengambilan data ……………………………………... 41

  BAB III METODOLOGI PENELITIAN………………………………. 39 A. Jenis dan Rancangan Penelitian…………………………………... 39 B. Definisi Operasional ………………………………....................... 39 C. Bahan Penelitian dan Subjek Penelitian …………………………. 40 D. Jalannya Penelitian ……………………………………………… 41

  3. Fasilitas kesehatan (facility health) ………………………….. 36

  F. Keterangan Empiris yang Diharapkan …………………………... 38

  4. Perawatan intensif …………………………………………… 38

  3. Perawatan inap ………………………………………………. 37

  2. Penilaian ulang ………………………………………………. 37

  1. Di ruang gawat darurat ……………………………………… 37

  E. Penatalaksanaan Serangan Asma di Rumah Sakit ………………. 37

  1. Jumlah obat…………………………………………………... 46

  2. Golongan obat ………………..……………………………… 48

  3. Jenis obat yang digunakan ……..……………………………... 50

  1. Simpatomimetik …………………………………………… 50

  2. Xantin ……………………………………………………… 51

  3. Kortikosteroid ……………………………………………… 52

  4. Antibiotik ………………………………………………….. 53

  5. Obat batuk …………………………………………………. 55

  6. Antialergi …………………………………………………... 56

  7. Analgesik antipiretik ………………………………………. 56

  8. Vitamin ……………………………………………………. 57

  C. Cara Pemberian Obat yang Diberikan …………………………… 57

  D. Interaksi Obat ……………………………………………………... 58

  E. Kajian Umum Pola Pengobatan Asma Bronkial Pada Anak……… 59

  F. Rangkuman Hasi dan Pembahasan.................................................... 61

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………….. 63 B. Saran……………………………………………………………….. 64 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. . 65 LAMPIRAN…………………………………………………………………. 67 BIOGRAFI PENULIS………………………………………………………. 88

  DAFTAR TABEL

  Tabel I. Perbandingan angka mortalitas dengan prevalensi asma Akut pada 12 negara......................................................................................11 Tabel II. Prevalensi Asma Anak di Indonesia....................................................11 Tabel III. Klasifikasi derajat penyakit asma........................................................22 Tabel IV. Distribusi Pasien Asma Bronkial pada Anak berdasarkan Jenis Kelamin di Instalasi Rwat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 2006…………………………………………….....................46 Tabel V. Distribusi Pasien Asma Bronkial pada Anak berdasarkan

  Umur di Instalasi Rawat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 2006….....................................................................................47

  Tabel VI. Jumlah Obat yang Diberikan pada Pasien Asma Anak di Instalasi Rawat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 200............................................................................................48 di InstalasiRawat Jalan RSPR Yogyakarta Tahun 2006....................50

  Tabel VIII. Jenis Obat Simpatomimetik yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial yang Menjalani Rawat Jalan di Rumah Sakit Pant iRapih Yogyakarta Tahun 2006............................................... 52

  Tabel IX. Jenis Obat Xantin yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial yang Menjalani Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006.................................................................. 53

  Tabel X. Jenis Obat Kortikosteroid yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial yang Menjalani Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006……………………………………………. 54

  Tabel XI.Jenis Obat Antibiotik yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial yang Menjalani Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006.................................................................... 55

  Tabel XII. Jenis Obat Batuk yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial yang Menjalani Rawat Jalan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006...................................................... 56

  Tabel XIII. Jenis Obat Antialergi yang Digunakan Pasien Anak Asma Bronkial di Instalansi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2006..................................................... 57

  DAFTAR GAMBAR

  Gambar 1. Strukur Sistem Pernapasan ……………...................................8 Gambar 2. Perbedaan Saluran Nafas Normal Dengan Asma......................13 Gambar 3. Mekanisme Hipersensitivitas Tipe I..........................................14

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Standar Pelayanan Medik Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 1998 mengenai Penyakit Asma Bronkial.......................................................................................66 Lampiran 2. Data……………………………….............................................72

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asma merupakan suatu penyakit umum yang terdapat di seluruh

  dunia. Menurut definisi yang telah dipublikasikan oleh United States Nasional

  

Tuberculosis Association 1967, asma bronkial merupakan suatu penyakit yang

  ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronki terhadap berbagai macam rangsangan yang manifestasinya berupa kesukaran napas, karena penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas (Sundaru, 2001).

  Asma dapat timbul pada berbagai usia, terjadi pada laki-laki dan wanita. Prevalensi morbiditas dan mortalitas asma akhir-akhir ini dilaporkan meningkat di seluruh dunia, meskipun berbagai obat baru terus dikembangkan dan digunakan untuk mengobati penyakit ini. Saat ini lebih dari 100 juta orang di dunia menderita asma dan kebanyakan terjadi pada anak-anak. Di Amerika Serikat 1998. Penelitian lain menyebutkan prevalensi asma berat meningkat sampai 10% pada anak usia 13-14 tahun (1993-1995). Prevalensi asma di Australia juga naik dua kali lipat dalam 10 tahun, dari 10,4% (1982) menjadi 27,6% tahun 1992. Sedangkan di Indonesia penelitian anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergy in Children (ISAAC) tahun 1995 prevalensi asma 2,1% meningkat menjadi 5,2% di tahun 2003 (Sundaru, 2006).

  Di negara-negara yang telah maju penelitian kedokterannya, diperkirakan 5% sampai 20% bayi dan anak-anak menderita asma, sedangkan penderita asma usia dewasa dan orangtua anak-anak berkisar antara 2% sampai 10%. Walaupun belum ada angka yang resmi dari penelitian yang pernah dilakukan, di beberapa tempat diperkirakan 2% sampai 5% penduduk Indonesia menderita asma. Angka kejadian asma pada anak-anak lebih tinggi dari orang dewasa. Pada masa anak- anak penderita asma laki-laki lebih banyak daripada penderita perempuan, sedangkan pada usia dewasa terjadi sebaliknya. Tinggi rendahnya angka kejadian penderita asma dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain: faktor umur penderita, jenis kelamin, bakat alergi, bangsa, keturunan, linkungan, dan faktor fisiologik (Sundaru, 2001).

  Pengobatan asma pada anak-anak berbeda dengan orang dewasa, sehingga dalam penanganan asma anak perlu memperhatikan faktor-faktor pertumbuhan, pola iritan-iritan yang memicu kepekaan dan akibat medikasi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa anak bukanlah miniatur dewasa, mereka masih dalam masih berkembang. Melihat adanya fenomena tentang masih berkembangnya penyakit asma yang menimpa sebagian besar masyarakat terutama anak-anak, sehingga mengundang suatu pertanyaan untuk mengetahui seperti apakah pola peresepan obat asma pada anak di Rumah Sakit Panti Rapih di Yogyakarta (Anonim, 2000b).

  Rumah Sakit Panti Rapih (RSPR) adalah Rumah Sakit Swasta di Daerah Istimewa Yogyakarta yang didirikan pada tanggal 14 September 1929. Tujuan Rumah Sakit Panti Rapih adalah mengantar masyarakat mencapai status kesehatan yang optimal melalui pendekatan layanan holistik (menyeluruh yang meliputi aspek biologis, psikologis, sosial, spiritual dan intelektual), dan mengupayakan pelayanan kesehatan yang sesuai bagi perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran bagi seluruh lapisan masyarakat menciptakan budaya kerja guna mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh karyawan.

  Rumah Sakit Panti Rapih mempunyai visi sebagai Rumah Sakit rujukan yang memandang pasien sebagai sumber inspirasi dan motivasi kerja, dengan memberikan pelayanan kepada siapa saja secara profesional. Sedangkan misi Rumah Sakit Panti Rapih adalah menyelenggarakan pelayanan kesehatan menyeluruh secara ramah, adil, dan profesional (Anonim, 2000b).

1. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan beberapa permasalahan penelitian sebagai berikut ini.

  a. Seperti apa karakteristik pasien asma bronkial pada anak ? penyakit asma bronkial ? c. Golongan obat apa saja yang diberikan pada pasien anak dengan kasus penyakit asma bronkial ? d. Jenis obat apa saja yang diberikan pada pasien anak dengan kasus penyakit asma bronkial ? e. Bagaimana cara pemberian obat pada pasien anak dengan kasus penyakit asma bronkial ? f. Apakah terjadi potensial interaksi obat yang diresepkan ?

  2. Keaslian Penelitian

  Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh Haryo Kusumo, dengan judul “Kajian Pola Peresepan Obat Asma yang Diberikan pada Pasien Asma Anak di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Tahun 2002”. Pada penelitian oleh Haryo Kusumo, meneliti pola peresepan untuk pasien asma anak di Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rapih sedangkan penelitian kali ini meneliti pola persepan untuk penyakit asma bronkial pada anak di Instalasi Rawat jalan di Rumah Sakit Panti Rapih. Penelitian ini juga dilaksanakan pada tahun, bulan dan waktu pelaksanaan yang berbeda.

  3. Manfaat Penelitian

  Sebagai sumber informasi bagi Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta dan tenaga kesehatan dalam usaha meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan meningkatkan kerasionalan penggunaan obat bagi penderita asma anak pada khususnya.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

  Untuk mengetahui pola peresepan obat asma pada anak di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.

2. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

  a. Untuk mengetahui karakteristik pasien asma bronkial pada anak

  b. Untuk mengetahui jumlah obat yang diberikan pada pasien anak dengan kasus penyakit asma bronkial c. Untuk mengetahui golongan obat apa saja yang diberikan pada pasien anak dengan kasus penyakit asma bronkial.

  d. Untuk mengetahui jenis obat apa saja yang diberikan pada pasien anak dengan kasus penyakit asma bronkial e. Untuk mengetahui cara pemberian obat pada pasien anak dengan kasus penyakit asma f. Untuk mengetahui potensial interaksi antar obat yang diresepkan

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Anatomi Saluran Pernapasan pada Manusia Sistem pernapasan mempunyai dua bagian, yaitu bagian penghantar dan

  pernapasan. Bagian penghantar atau saluran udara terdiri atas hidung bagian luar, rongga-rongga hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Bagian pernapasan terdiri dari paru, bronkiolus respirasi, duktulus alveolar, sakus alveolar, dan alveolus (Sundaru, 2001).

  1. Rongga hidung

  Rongga hidung dilapisi oleh selaput lendir yang terdapat banyak pembuluh darah dan terhubung dengan lapisan faring pada semua sinus yang masuk ke dalam rongga hidung. Daerah pernapasan pada rongga hidung dilapisi dengan epitelium silinder dan sel epitel rambut yang mengandung sel lendir. Rongga hidung kanan dan kiri dipisahkan oleh septum nasi. Dinding rongga hidung menggantung di atas tiga saluran yang melintas anteroposterior, yaitu meatus.

  2. Faring

  Faring dimiliki bersama oleh sistem pencernaan dan pernapasan, merupakan rongga fibromuskular yang panjangnya hanya 15 cm dan menuju ke arah faring berhubungan dengan rongga hidung, rongga mulut, dan rongga faring.

  3. Laring Setelah melalui faring udara akan melalui laring yang terdapat kotak suara.

  Di daerah tersebut terdapat katup yang dapat mencegah agar makanan atau minuman tidak masuk ke paru-paru sewaktu kita makan dan minum.

  4. Trakea

  Trakea adalah pipa elastis yang mempunyai panjang sekitar 10 cm, dengan penampang sebesar pangkal jari telunjuk. Trakea dipertahankan terbuka dengan 20 buah cincin tulang rawan hialin yang berbentuk U terbuka ke arah posterior.

  5. Bronkus

  Bronkus dan cabang-cabangnya berfungsi untuk menghangatkan, melembabkan, dan membersihkan udara. Bronkus dan cabang-cabangnya memiliki komponen-komponen sebagai berikut.

  a. Lapisan dalam yang terdiri dari permukaan selaput lendir, kelenjar- kelenjar mukus yang memproduksi lendir dan sel-sel yang mempunyai rambut-rambut getar yang sangat halus yang disebut silia.

  c. Saluran napas yang diliputi oleh otot-otot, baik otot-otot sirkular yang melingkari saluran napas dan otot-otot longitudinal yang sejajar dengan saluran napas.

  d. Cincin tulang rawan pada trakea dan bronkus yang menyerupai tapak kuda. Tulang ini berfungsi sebagai lubang saluran napas agar tidak mudah menyempit.

6. Paru-paru

  Paru kanan dan kiri adalah jaringan elastis yang bekerja seperti bunga karang dan teraba seperti karet spons. Paru kanan terbagi menjadi tiga lobus yang terpisah oleh dua fisura lengkap, paru kiri terbagi menjadi dua lobus oleh satu fisura (Sundaru, 2001).

  Gambar I. Strukur Sistem Pernapasan (Sundaru, 2001).

B. Asma Bronkial (Asma)

  1. Pengertian

  Berdasarkan Global Initiative For Asthma (GINA), batasan asma menggambarkan konsep inflamasi sebagai dasar mekanismenya gangguan inflamasi kronik saluran respiratorik dengan banyak sel yang berperan khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episod wheezing berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan saluran respiratorik yang luas namun bervariasi, yang paling tidak sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan (Anonim, 2004).

  Asma adalah penyakit radang kronis pada saluran pernapasan yang ditandai oleh hiperresponsif pada cabang trakiobronkial terhadap berbagai rangsangan dimanifestasikan secara fungsiologis dengan penyempitan saluran nafas yang menyeluruh dan kebanyakan secara klinis ditandai dengan sesak nafas beberapa menit sampai beberapa jam dan pasien dapat pulih kembali setelah serangan (Anonim, 2003).

  2. Epidemiologi Asma

  Saat ini lebih dari 100 juta orang di dunia menderita asma dan kebanyakan terjadi pada anak-anak terutama di daerah perkotaan dan industri. Berbagai faktor menjadi sebab dari keadaan ini yaitu faktor polusi, kekurangan dalam berbagai hal yaitu pengetahuan tentang asma, penegakan diagnosa yang tidak lengkap, sistimatika dan pelaksanaan pengelolaan, upaya pencegahan dan penyuluhan, dan pembiayaan. Dilaporkan adanya peningkatan prevalensi asma di seluruh dunia secara umum dan khususnya peningkatan frekuensi kunjungan ke emergensi atau perawatan di Rumah Sakit. Penyebab terjadinya hal ini diduga disebabkan peningkatan kontak dan interaksi alergen di rumah/lingkungan pasien. Angka kejadian yang dilaporkan dipengaruhi oleh perbedaan dalam pengamatan yaitu oleh berbagai faktor yaitu faktor lokasi (negara, daerah, kota atau desa), populasi pasien (masyarakat atau sekolah/ rumah sakit, rawat nginap atau rawat jalan), usia (anak, dewasa), cuaca (kering atau lembab). Prevalensi asma di seluruh dunia adalah sebesar 8-10 persen pada anak dan 3-5 persen pada dewasa, yang dalam 10 tahun terakhir ini meningkat sebesar 50 persen dari angka semula. Dimana prevalensi asma pada anak lebih besar dibandingkan dengan orang dewasa. Pada saat masa anak-anak, laki-laki memiliki kemungkinan yang lebih besar terserang asma, karena pada anak laki-laki memiliki aktivitas yang lebih tinggi dibanding anak perempuan, sehingga sistem imunnya lebih rendah dan kemungkinan kontak sebaliknya (Anonim, 2003).

  Tabel I. Perbandingan angka mortalitas dengan prevalensi asma akut pada 12 negara (Anonim, 2003).

  Negara Angka mortalitas asma Prevalensi asma Rasio

  • * berat**

  Australia 0,86 8,3 0,10 Canada 0,25 8,0 0,03 Inggris 0,52 8,7 0,06 Finlandia 0,21 3,1 0,07 Perancis 0,40 2,8 0,14 Itali 0,23 2,0 0,12 Jepang 0,73 2,1 0,35 Selandia baru 0,50 8,0 0,06 Swedia 0,12 2,0 0,06 Amerika 0,47 10,0 0,05 serikat Jerman 0,44 5,0 0,08

  • Angka mortalitas asma (per 100.000) pada usia 5-34 tahun pada tahun 1993
    • Asma berat didefinisikan episode wheezing sampai keterbatasan bicara, dalam 12 bulan sebelumnya pada anak usia 13-14 tahun,1993-1995 Tabel II. Prevalensi Asma Anak di Indonesia (Rahajoe dkk, 2004).

  Penelitian (kota) Tahun Jumlah Umur Prevalens Sampel (Tahun) (%) Djajanto B(Jakarta) 1991 1200 6-12 16,4 Rosmayudi (Bandung) 1993 4865 6-12 6,6 Dahlan (Jakarta) 1996 1296 6-12 17,4 Arifin (Palembang) 1996 3118 13-15 5,7 Rosalina (Bandung) 1997 2234 13-15 2,6 Yunus F (Jakarta) 2001 2678 13-14 11,5 Kartasasmita CB 2002 2836 6-7 3,0 (Bandung) Rahajoe NN (Jakarta) 2002 1296 13-14 6,7

3. Etiologi dan Patogenesis Asma

  Penyebab asma masih belum jelas. Diduga yang memegang peranan utama ialah reaksi berlebihan dari trakea dan bronkus (hiperreaktifitas bronkus).

  Hiperreaktifitas bronkus itu belum diketahui dengan jelas penyebabnya. Diduga karena adanya hambatan sebagian sistem adrenergik, kurangnya enzim adenilsiklase dan meningginya tonus sistem parasimpatik. Keadaan demikian menyebabkan mudah terjadinya kelebihan tonus parasimpatik kalau ada rangsangan sehingga terjadi spasme bronkus (Rahajoe dkk, 2004).

  Inflamasi sel (sel mast, eosinofil, limfosit T, neutrofil), mediator kimia (histamin, leukotrin, platelet-activating factor, bradikinin), dan faktor kemotaktik (sitokin, eotaxin) yang mendasari munculnya inflamasi sekitar saluran respirasi pada penderita asma. Inflamasi terjadi apabila timbul hiperresponsif pada saluran respirasi penderita asma sehingga cenderung terjadi kontriksi saluran respirasi yang diakibatkan oleh respon alergi, iritan, infeksi virus dan beban fisik. Hal tersebut juga mengakibatkan edema, peningkatan produksi mukus pada paru, keluarnya sel inflamasi pada saluran respirasi dan sel epitelnya mengalami denaturasi. Pada inflamasi kronik dapat terjadi remodeling saluran respirasi yang mendasari timbulnya proliferasi pada ekstraseluler matrix protein, hiperplasi vaskuler dan mungkin terjadinya perubahan struktur yang irreversibel serta kehilangan progresifitas pada fungsi paru (Nelson, 2006). parunya. Sewaktu terekspos kepada penyebab tertentu, saluran udara semakin sempit, dan akibatnya sulit untuk bernafas. Ada dua faktor utama yang menyebabkan saluran udara menjadi sempit.

  a. Selaput dalam saluran udara menjadi merah dan bengkak (radang) dan banyak mukus (lendir) yang dihasilkan.

  b. Otot di sekeliling saluran udara menyempit (bronkokonstriksi). Gambar II. Perbedaan Saluran Nafas Normal Dengan Asma (Dennys, 2005) Berbagai faktor menyebabkan timbulnya rangsangan asma antara lain infeksi virus, terekspos alergi dan iritan (rokok, bau busuk yang kuat, asap), kegiatan, emosi dan perubahan cuaca/lingkungan. Rhinosinisitis, gastroesofageal refluk dan sensitivitas dari obat non steroid anti inflamasi (aspirin) dapat juga merangsang timbulnya asma.

  Gambar III. Mekanisme Hipersensitivitas Tipe 1 (Anonim, 2002) Antigen (allergen) yang berhubungan dengan lingkungan luar merusak permukaan mukosa dan ditangkap oleh antigen presenting cells (APCs) dimana proses ini dipresentasikan ke sel T-helper (Th). Sel Th2 mengeluarkan sitokin yang menyebabkan proliferasi sel B dan respon allergen-specific IgE.

  Imunoglobulin E terikat melalui Fc ε reseptors (FcεRI) sehingga sel mast menjadi peka. Bilamana setelah sel mast menjadi peka maka sel mast itu akan membentuk

  2++

cross-links surface-bound IgE yang menyebabkan peningkatan calsium (Ca )

  yang merangsang pengeluaran mediator pre-formed yaitu seperti histamin,

  

protease dan bentuk mediator yang baru, lipid mediator seperti leukotrin dan

prostaglandin. Produk yang dibentuk itu merupakan gejala klinik pada alergi.

  Sitokin yang dikeluarkan juga berasal dari degranulasi sel mast dan inflamasi serta respon IgE (Rahajoe dkk, 2004).

4. Remodeling Saluran Respirasi

  Remodeling saluran respirasi adalah serangkaian proses yang menyebabkan deposisi jaringan penyambung dan mengubah struktur saluran respirasi melalui proses diferensiasi, migrasi diferensiasi dan maturasi struktur sel. Kombinasi kerusakan sel epitel, perbaikan epitel yang berlanjut, produksi berlebih faktor pertumbuhan profibrotik/transforming growth factors (TGF-b) dan proliferasi serta diferensiasi fibroblast menjadi myofibroblas diyakini merupakan proses yang penting dalam remodeling. Myofibroblas yang teraktifasi akan memproduksi faktor-faktor pertumbuhan, kemokin dan sitokin yang menyebabkan proliferasi sel-sel otot polos saluran respirasi dan meningkatkan permeabilitas mikrovaskular, menambah vaskularisasi, dan neuvaskularisasi dan jaringan saraf. Peningkatan deposisi matriks molekul termasuk proteoglikan kompleks pada dinding saluran respirasi dapat diamati pada pasien yang meninggal karena asma (Baratawidjaja, 2001).

  Hipertrofi dan hiperplasia otot polos saluran respirasi, sel globet kelenjar submukosa timbul pada bronkus pasien asma terutama pada yang kronik dan berat. Secara keseluruhan, saluran respirasi yang bervariasi sering dapat menyebabkan penebalan dinding saluran respirasi yang bersifat reversibel. Pada sebagian besar pasien reversibilitas yang menyeluruh dapat diamati pada pengukuran dengan spirometri setelah diterapi dengan inhalasi kortikosteroid. Beberapa penderita asma mengalami obstruksi saluran respirasi residual yang dapat terjadi pada pasien yang tidak menunjukan gejala, hal ini mencerminkan adanya remodeling saluran napas (Baratawidjaja, 2001).

  Remodeling bertujuan untuk mengetahui patogenesis hiperreaktivitas saluran respirasi yang non spesifik terutama pada pasien yang sembuh dalam waktu yang lama (lebih dari 1-2 tahun) atau yang tidak sembuh sempurna setelah terapi steroid hirupan (Baratawidjaja, 2001).

5. Gejala Klinis

  Pada penderita asma akan dijumpai gangguan fungsi tubuh sehingga menimbulkan gambaran klinik yang berupa episode serangan batuk, wheezing, sesak napas, rasa dada tertekan dan inflamasi saluran napas kronik. Hiperreaksi saluran nafas terhadap berbagai perangsangan dan pencetus obstruksi jalan nafas dan pembatasan aliran udara akibat meningginya kepekaan saluran nafas oleh proses inflamasi (Rahajoe dkk, 2004).

  Pada inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar, disertai batuk-batuk memanjang, pada inspirasi terlihat retraksi daerah supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Selama episode akut, pemeriksaan fisik ditemukan takipnea, takikardi, batuk, wheezing dan napas fase ekspirasi yang memanjang (Nelson, 2006).

  Pada asma kronik terlihat bentuk toraks emfisematus, bongkok ke depan, sela iga melebar, diameter anteroposterior toraks bertambah. Pada perkusi terdengar hipersonor seluruh toraks, terutama bagian bawah posterior. Daerah pekak jantung dan hati mengecil (Rahajoe dkk, 2004).

  Dasar kelainan asma adalah keadaan bronkus (saluran nafas bagian dalam) yang hiperreaktif terhadap berbagai rangsangan. Jika ada rangsangan pada bronkus yang hiperreaktif maka akan menyebabkan otot bronkus akan mengerut atau menyempit, selaput lendir bronkus membengkak, produksi lendir menjadi banyak dan kental. Lendir yang kental ini sulit dikeluarkan atau dibatukkan sehingga penderita menjadi lebih sesak.

  Keadaan bronkus yang sangat peka dan hiperreaktif pada penderita asma menyebabkan saluran nafas menjadi sempit, akibatnya pernafasan menjadi terganggu. Hal ini menimbulkan gejala asma yang khas yaitu : batuk, sesak nafas dan wheezing atau mengi. Manifestasi serangan asma tidak sama pada setiap orang, bahkan pada satu penderita yang sama berat dan lamanya serangan asma dapat berbeda dari waktu ke waktu. Beratnya serangan dapat bervariasi mulai dari yang ringan sampai berat, demikian pula dengan lamanya serangan. Serangan bisa Ekarini, 2002).

  a. Gejala klinis penyakit asma berdasarkan derajat serangan 1) Serangan asma akut ringan, dengan gejala :

  a) rasa berat di dada,

  b) batuk kering ataupun berdahak,

  c) gangguan tidur malam karena batuk atau sesak napas,

  d) mengi tidak ada atau mengi ringan, e) arus puncak aspirasi (APE) kurang dari 80 %.

  2) Serangan asma akut sedang, dengan gejala :

  a) sesak dengan mengi agak nyaring

  b) batuk kering/berdahak

  c) aktivitas terganggu

  d) arus puncak aspirasi antara 50-80% 3) Serangan asma akut berat, dengan gejala :

  a) sesak sekali

  b) sukar berbicara dan kalimat terputus-putus

  c) tidak bisa berbaring, posisi mesti 1/2 duduk agar dapat bernapas

  d) arus puncak aspirasi kurang dari 50 %

  b. Gejala klinis penyakit asma berdasarkan derajat penyakit 1) Serangan Asma episodik yang jarang

  a) Gejala-gejala yang timbul lebih menonjol pada malam hari

  b) Mengi (wheezing) dapat berlangsung sekitar 3-4 hari

  c) Batuk-batuk dapat berlangsung 10-14 hari

  d) Manifestasi alergi lain seperti eksim jarang didapatkan

  e) Tumbuh kembang anak biasanya baik

  f) Diluar serangan tidak ditemukan kelainan

  g) Waktu remisi berminggu-minggu sampai berbulan-bulan

  2) Serangan Asma episodik sering

  a) Berhubungan dengan infeksi saluran nafas akut

  b) Biasanya dihubungkan dengan perubahan udara, adanya allergen, aktivitas fisik dan stress c) Umumnya gejala paling jelek terjadi pada malam hari dengan batuk dan mengi yang dapat mengganggu tidur d) Dapat ditemukan hay fever

  3) Serangan Asma kronik atau persisten

  a) Terdapat mengi yang lama

  b) Terjadi obstruksi saluran napas yang persisten dan hamper selalu terdapat mengi tiap hari c) Pada malam hari sering terganggu oleh batu dan mengi

  d) Aktivitas fisik yang sering menyebabkan mengi memerlukan perawatan rumah sakit f) Adanya gangguan pertumbuhan yaitu bertubuh kecil g) Kemampuan aktivitas fisik berkurang ( Salim dkk, 2001).

  Selain golongan yang di atas terdapat bentuk asma yang tidak dapat begitu saja dimasukan ke dalamnya.

  a. Asma episodik berat dan berulang

  Serangan biasanya berat dan sering memerlukan perawatan rumah sakit, berhubungan dengan infeksi virus saluran napas. Di luar serangan biasanya normal dan tanda-tanda alergi tidak menonjol. Tidak terdapat obstruksi saluran napas persisten.

  b. Asma persisten pada bayi Mengi yang persisten dengan takipnu untuk beberapa hari atau beberapa minggu. Mengi biasanya terdengar jelas kalau anak sedang aktif dan tidak terdengar kalau anak sedang tidur. Keadaan umum anak biasanya tetap baik dan tumbuh kembangnya juga baik bahkan gemuk. Gambaran rontgen paru biasanya normal.

  c. Asma hipersekresi Terdapat batuk, suara napas berderak (krek-krek,krok-krok) dan mengi.

  Pada pemeriksaan fisik didapatkan ronki basah dan ronki kering.

  d. Asma karena beban fisik (exercise induced asthma) Serangan asma yang muncul setelah melakukan kegiatan fisik.

  Serangan asma baru timbul setelah terkena allergen misalnya bulu binatang, minum aspirin, zat warna tartrasin atau makan makanan atau minuman yang mengandung zat pengawet bisulfit.

  f. Batuk malam Serangan batuk malam yang keras dan kering. Batuk biasanya terjadi pada jam 1-4 pagi, dan sering mengganggu tidur anak dan keluarganya. Sering didapatkan tanda adanya alergi pada anak dan keluarganya. g. Asma yang memburuk pada pagi hari (early morning dipping) Gejalanya paling buruk jam 1-4 pagi. Keadaan demikian dapat terjadi secara teratur dan intermiten diduga berhubungan dengan diurnal kaiber saluran napas (Rahajoe dkk, 2004).