1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - RESPON BEBERAPA VARIETAS DAN DOSIS BAHANORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL MENTIMUN (CucumissativusL.) PADA TANAH ULTISOL - Repository utu

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Ultisol merupakan tanah yang mempunyai kandungan bahan organik yang rendah , tanahnya berwarna merah kekuningan, reaksi tanah yang masam,

  

kejenuhan basa yang rendah, dengan kadar Al yang tinggi. Di samping itu

Ultisol memiliki tekstur tanah liat hingga liat berpasir, dengan bulk densty yang

  3

tinggi antara 1,3-1,5 g/cm ( Prassetyo dan Suriadikarta, 2006 ), sehingga

mempengaruhi tingkat produktivitas tanaman yang akan dibudidayakan di tanah

Ultisol.

  Kandungan bahan organik Ultisol umumnya rendah pada horizon A

  (lapisan atas). Selain itu Ultisol memiliki horizon penciri bagian permukaan bawah liat yang bersifat masam dengan tingkat kejenuhan basa (KB) yang rendah, pada kedalaman 1,8 meter dari permukaan tanah, memiliki nilai KB < 35% dan KTK 4 me /100 gram liat dengan kriteria sangat rendah ( Suhardjo, 1994;

  . Di samping itu Prassetyo dan Suriadikarta

  dalam Paiman dan Armadon, 2010)

  (2006) dalam Bintang, Guchi dan Simanjuntak (2012) menambahkan bahwa reaksi tanah (pH) Ultisol adalah < 5,5 (dengan kriteria agak masam).

  Prassetyo dan Suriadikarta (2006) menyebutkan bahwa Pemanfaatan tanah Ultisol untuk pengembangan tanaman perkebunan relatif tidak terdapat kendala, tetapi untuk tanaman pangan dan holtikultura umumnya bermasalah terhadap sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Permasalahan tersebut meliputi ketersedian hara serta susahnya perakaran tanaman untuk menembus ke dalam tanah di dalam menjangkau makanan.

  Di Indonesia sebaran Ultisol mencapai 45.8 juta atau sekitar 25% dari

total luas daratan. Tanah ini tersebar di Kalimatan (21.9 juta ha), di Sumatera

(9.5 juta ha), Maluku dan Papua (8,9 juta ha), Sulawei (4.3 juta ha), Jawa (1.2

juta ha), dan di Nusa Tenggara (53 ribu ha). Tanah Ultisol dapat dijumpai pada

berbagai relief, mulai dari datar hinggga berlereng (Subagyo et al., 2004; dalam

Paiman dan Armadon 2010).

  Oleh karena itu untuk meningkatkan produktivitas tanah Ultisol maka perlu dilakukan penambahan bahan organik. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan unsur hara dan menurunkan bulk density tanah karena sehingga aerasi, permeabilitas, dan infiltrasi menjadi lebih baik serta pasokan makan untuk tanaman dapat tersedia. Hal ini sesuai dengan pendapat Stevenson (1994) dalam Atmojo (2003) yang menyebutkan bahwa penambahan bahan organik mampu untuk meningkatkan agregasi tanah, memperbaiki aerasi dan perkolasi, serta membuat struktur tanah menjadi lebih remah dan mudah diolah. Di samping itu Karama et al., (1990) dalam Muhtiar, Bahrun, Safuan (2012) menambahkan bahwa pupuk organik mengandung unsur makro esensial seperti nitrogen 0,60% (N), phosfor 0,30% (P), kalium 0,34% (K), kalsium 0,12% (Ca), magnesium 0,10% (Mg), dan sulfur 0,09% (S).

  Disamping itu optimalisasi lahan marginal ini dapat dilakukan beberapa varietas. Hal ini berkaitan dengan Peningkatan produktivitas tanaman sayuran, seperti mentimun dapat dilakukan dengan penggunaan varietas-varietas unggul, seperti varietas Hercules, Mercy, dan Wuku. Varietas-varitas tersebut memiliki keunggulan yang berbeda, dari segi produksinya (ukuran buah dan banyak buah keadaan lingkungan (Cahyono, 2003). Di samping itu varietas-varietas tersebut mempunyai ketahanan terhadap penyakit Downy Mildew (Mardalena, 2007).

  Bedasarkan permasalahan di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang respon beberapa varietas dan dosis bahan organik terhadap pertumbuhan tanaman mentimun untuk memperoleh hasil yang maksimal pada tanah Ultisol.

  1.2. Tujuan penelitian

  Adapun tujuan penelitian ini adalah :

  1. Untuk mengetahui respon varietas yang terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil mentimun pada Ultisol.

  2. Untuk mengetahui dosis bahan organik yang terbaik terhadap pertumbuhan dan hasil mentimun pada tanah Ultisol.

  3. Untuk mengetahui interaksi antara varietas dan dosis bahan organik terhadap pertumbuhan dan hasil mentimun pada tanah Ultisol.

  1.3. Hipotesis

  1. Varietas berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil mentimun pada Ultisol.

  2. Dosis bahan organik berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil mentimun pada Ultisol.

  3. Adanya interaksi antara varietas dan dosis bahan organik terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman mentimun pada Ultisol.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Tanaman Mentimun

  2.1.3. Sistematik Tanaman

  Menurut Cahyono (2003), tanaman mentimun secara taksonomi, dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Cucurbitales Famili : Cucurbitaceae Genus : Cucumis Spesies : Cucumis sativus L.

  2.1.2. Morfologi Tanaman Mentimun

a. Batang Mentimun

  Mentimun termasuk tanaman semusim (annual) yang bersifat menjalar atau memanjat dengan perantaraan pemegang yang berbentuk pilin (spiral).

  Batang mentimun berupa batang lunak dan berair, berbentuk pipih, berambut halus, berbuku-buku, dan berwarna hijau segar. Panjang atau tinggi tanaman dapat mencapai 50 - 250 cm, bercabang dan bersulur yang tumbuh di sisi tangkai daun. Batang utama dapat menumbuhkan cabang anakan, ruas batang atau buku- buku batang berukuran 7 - 10 cm dan berdiameter 10 - 15 mm. Diameter cabang anakan lebih kecil dari batang utama, pucuk batang aktif memanjang (Imdad dan Nawangsih, 1995).

  b. Daun Mentimun

  Daun mentimun berbentuk bulat dengan ujung daun runcing berganda, selain itu daun bergerigi, berbulu sangat halus memiliki tulang daun menyirip dan bercabang-cabang. Kedudukan daun tegak, daun berdiri dari tangkai daun, helaian daun, dan tulang daun. Daun bewarna hijau muda hingga hijau gelap dan permukaan daun berkerut (Rukmana, 1994).

  c. Akar Mentimun

  Perakaran mentimun yaitu akar tunggang dan memiliki rambut-rambut akar, tetapi daya tembus relatif dangkal, pada kedalaman sekitar 30 - 60 cm. Oleh karena itu, tanaman mentimun termasuk peka terhadap kekurangan dan kelebihan air. Tanaman mentimun membutuhkan banyak air, terutama waktu berbunga, tetapi tidak sampai tergenang (Sunarjono, 2005).

  d. Bunga Mentimun

  Bunga mentimun berbentuk terompet dan berukuran kecil. Bunga memiliki ukuran panjang 2 - 3 cm. Bunga juga terdiri dari tangkai bunga, kelopak bunga, mahkota bunga dan benang sari (bunga jantan) kepala putik (bunga betina). Bunga tanaman mentimun muncul pada setiap ruas batang utama dan setiap pucuk cabang anakan. Bunga betina mempunyai bakal buah yang menonjol berbentuk buah yang terletak dibawah kelopak bunga. Sedangkan bunga jantan tidak mempunyai bagian yang menonjol (bakal buah) (Cahyono, 2003).

  e. Buah Mentimun

  Buah mentimun mempunyai bentuk yang beragam, yaitu panjang silindris, bulat panjang, bulat pendek dan bulat sedang, tergantung varietas. Kulit buah ada yang bewarna hijau gelap (hijau kehitaman), hijau tua, putih, putih kehijauan, hijau terang dan hijau muda tergantung dari varietasnya (Sumpena, 2001).

  f. Biji Mentimun

  Biji berbentuk pipih, warna kulit putih atau putih kekuning - kuningan atau putih kecoklatan, panjang 1 cm dan lebar bagian tengah 4 mm. Biji diseliputi lendir dan merekat pada ruang-ruang tempat biji tersusun, dan digunakan sebagai alat perbanyakan tanaman (Rukmana, 1994).

2.2. Syarat Tumbuh

  2.2.1. Iklim

  Adaptasi mentimun pada berbagai iklim cukup tinggi namum pertumbuhan optimumnya pada iklim kering dan cukup mendapat sinar matahari, temperaturnya berkisar antara 21 - 26 C dan tidak banyak hujan (Cahyono, 2003).

  2.2.2. Tanah

  Dalam mendukung kehidupan tanaman, tanah mempunyai peran penting karena sebagai media tempat tumbuhnya tanaman. Tanah mempunyai 3 fungsi pokok yaitu :

  1. Memberikan air dan melayaninya sebagai reservoir. Reservoir adalah penyerapan yang berupa air dan unsur hara.

  2. Memberikan unsur hara atau mineral baik sebagai perantara permukaan atau sebagai tempat persediaan.

  3. Sebagai tempat bertumpu serta berpegang tegak tanaman. Tanaman mentimun membutuhkan tanah yang subur, gembur, banyak mengandung humus, tidak tergenang dan pH tanah berkisar antara 6 - 7, bila dibawah pHnya kurang dari 6 akan terjadi gangguan penyerapan unsur hara oleh akar sehingga pertumbuhan tanaman terganggu sedangkan pada tanah yang terlalu masam tanaman mentimun akan mengalami klorosis (Rukmana, 1994; dalam Muhtiar, Bahrun, dan Safuan, 2012).

2.3. Tanah Ultisol

  Prasetyo dan Suriadikarta (2006) menyebutkan bahwa Tanah Ultisol adalah tanah yang mengalami proses Podsolisasi yaitu proses translokasi horizon humus atas Al dan Fe. Tanah Podsolik mempunyai lapisan permukaan yang sangat terlindi dengan tekstur yang relatif besar. Kandungan bahan organik, kejenuhan basa dan pH yang rendah. Ultisol merupakan tanah tua yang masam, dan umumnya berada di bawah vegetasi hutan. Selama proses pembentukan tanah bahan induknya mengalami pelindian sehingga lapisan atas menjadi begitu masam.

  Ultisol memiliki kemasaman tanah kurang dari 5,5, bahan organik rendah, kejenuhan basa kurang dari 35%, sedangkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) kurang dari 4 me/100 gram liat, sehingga Ultisol merupakan tanah yang miskin akan hara dan dengan adanya horizon argilik dapat membatasi pertumbuhan dan penetrasi akar tanaman. Sedangkan secara fisik tanah ini sampai baik sedangkan konsistensi tanahnya teguh (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).

  Ditinjau dari luasnya, Ultisol sebagai salah satu lahan kering marginal berpotensi besar untuk dikembangkan sebagai daerah pertanian dengan kendala berupa rendahnya kesuburan tanah seperti kemasaman tanah yang tinggi, pH rata-rata < 5,5, Kejenuhan Al tinggi, kandungan hara makro terutama P, K, Ca dan Mg rendah, kandungan bahan organik yang rendah, kelarutan Fe dan Mn yang cukup tinggi yang akan bersifat racun, dapat menyebabkan unsur Fosfor (P) kurang tersedia bagi tanaman karena terfiksasi oleh ion Al dan Fe, akibatnya tanaman sering menunjukkan kekurangan unsur P (Suhardjo, 1994; dalam Paiman dan Armadon, 2010), sertasifat fisika tanah dan biologi tanah yang kurang mendukung pertumbuhan tanaman. Hal ini tentunya akan berpengaruh terhadap produktivitas tanah.

  Lahan marginal yang banyak dijumpai di Gampong Meunasah Rayeuk Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat tersebut sebagian besar tergolong lahan kering dan tanah masam, dan mudah tererosi. Lahan-lahan tersebut dengan bentuk wilayah datar, berombak hingga bergelombang. Rendahnya produksi di gampong Meunasah Rayeuk Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat disebabkan oleh beberapa faktor pembatas, salah satunya tingkat kesuburan tanah yang rendah.

2.4. Bahan Organik

  Bahan organik adalah semua jenis senyawa organik yang terdapat di dalam tanah, termasuk serasah, fraksi bahan organik ringan, biomassa mikroorganisme, bahan organik terlarut di dalam air, dan bahan organik yang stabil atau humus (Stevenson, 1994).

  Bahan organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun. Menurunnya kadar bahan organik merupakan salah satu bentuk kerusakan tanah yang umum terjadi. Bahan organik tanah berpengaruh terhadap sifat-sifat kimia, fisik, maupun biologi tanah. Stevenson (1994), menyatakan bahwa fungsi bahan organik di dalam tanah antara lain sebagai berikut: 1. Berpengaruh langsung terhadap ketersedian unsur hara makro dan mikro esensial. Secara tidak langsung bahan organik membantu menyediakan unsur hara N melalui fiksasi N dengan cara menyediakan energi bagi bakteri penambat membebaskan fosfat yang difiksasi secara kimiawi maupun biologi dan menyebabkan pengikatan unsur mikro sehingga tidak mudah hilang dari zona perakaran, 2. Membentuk agregat tanah yang lebih baik dan memantapkan agregat yang telah terbentuk sehingga aerasi, permeabilitas dan infiltrasi menjadi lebih baik. Akibatnya adalah daya tahan tanah terhadap erosi akan meningkat, 3. Meningkatkan retensi air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman, 4. Meningkatkan retensi unsur hara melalui peningkatan muatan di dalam tanah, 5. Mengimmobilisasi senyawa antropogenik maupun logam berat yang masuk ke tanah, 8. Mensuplai energi bagi organisme tanah, 9. Meningkatkan organisme saprofit dan menekan organisme parasit bagi tanaman.

  Dari berbagai aspek tersebut, jika kandungan bahan organik tanah cukup, maka kerusakan tanah Ultisol dapat diminimalkan, bahkan dapat dihindari.

  Jumlah bahan organik di dalam tanah dapat berkurang hingga 35% untuk tanah yang ditanami secara terus menerus dibandingkan dengan tanah yang belum ditanami atau belum dijamah (Brady, 1990). Young (1989) menyatakan bahwa untuk mempertahankan kandungan bahan organik tanah agar tidak menurun, diperlukan minimal 20 ton/ha bahan organik tiap tahunnya.

2.5.1. Pupuk Kandang

  Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari campuran kotoran ternak atau hewan, urine, serta sisa-sisa makanan yang tidak dapat dihabiskan.

  Kebanyakan pupuk kandang berasal dari kuda, sapi, kerbau, babi, kambing atau domba (Sarief, 1985).

  Pupuk kandang dibagi dalam dua bentuk, bentuk yang pertama adalah feces (tahi) atau kotoran dalam bentuk padat dan bentuk kedua adalah urine (kencing) atau kotoran dalam bentuk cairan Menurut Sarief (1986), pupuk kandang mempunyai beberapa sifat yang menguntungkan, antara lain: sebagai sumber hara nitrogen, fosfor, kalium, dan hara mikro yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman, meningkatkan daya menahan air, dan banyak mengandung organisme yang berfungsi untuk menghancurkan bahan organik tanah hingga berubah menjadi humus.

  Jumlah dan kadar hara dalam pupuk kandang banyak dipengaruhi oleh sifat dan jumlah hamparan; dan (4) cara mengurus dan menyimpan pupuk sebelum dipakai (Soepardi, 1984).

  Penambahan bahan organik seperti pupuk kandang kedalam tanah merupakan alternatif yang lebih menguntungkan baik dari segi teknis, ekonomis, sosial, maupun dari segi lingkungan karena tidak menimbulkan pencemaran dan dapat memperbaiki sifat fisik tanah, kimia dan biologi tanah. Pupuk kandang mengandung unsur hara lengkap yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan (Karama et al., 1996).

2.5.2. Pengaruh Bahan Organik terhadap Tanaman

  Pemberian bahan organik ke dalam tanah memberikan dampak yang baik terhadap tanah Ultisol, tempat tumbuh tanaman. Tanaman akan memberikan respon yang positif apabila tempat tanaman tersebut tumbuh memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah menyediakan zat pengatur tumbuh tanaman yang memberikan keuntungan bagi pertumbuhan tanaman seperti vitamin, asam amino, auksin dan giberelin yang terbentuk melalui dekomposisi bahan organik. Bahan organik yang ditambahkan ke dalam tanah mengandung karbon yang tinggi. Pengaturan jumlah karbon di dalam tanah meningkatkan produktivitas tanaman dan keberlanjutan umur tanaman karena dapat meningkatkan kesuburan tanah dan penggunaan hara secara efisiensi. Selain itu juga perlu diperhatikan bahwa ketersediaan hara bagi tanaman tergantung pada tipe bahan yang termineralisasi dan hubungan antara karbon dan nutrisi lain (misalnya rasio antara C/N, C/P, dan C/S) (Delgado dan Follet, 2002).

  Penambahan bahan organik seperti pupuk kandang ke dalam tanah merupakan alternatif yang lebih menguntungkan baik dari segi teknis, ekonomis, sosial, maupun dari segi lingkungan karena tidak menimbulkan pencemaran dan dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Pupuk kandang mengandung unsur hara lengkap yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhannya (Karama et al., 1996). Di samping mengandung unsur makro seperti Nitrogen (N), Phosfor (P), dan Kalium (K), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), dan Sulfur (S). Unsur Phosfor dalam pupuk kandang sebagian besar berasal dari kotoran padat. Menurut Budimantoro (2002) menyatakan bahwa pemakaian pupuk anorganik cenderung berlebihan dan terus menerus bisa menyebabkan dampak yang merugikan, seperti tanah akan kekurangan unsur mikro, karena dalam pupuk anorganik tidak mengandung unsur mikro yang dibutuhkan oleh tanaman.

  Soepardi (1984), mengemukakan bahwa pemberian bahan organik pada tanah Ultisol selain meningkatkan kadar C-organik, N- total dan basa-basa, juga dapat menekan anasir-anasir pengikat P, sehingga P tersedia meningkat dan menurunkan kandungan dan kejenuhan Al tanah. Dijelaskan lebih lanjut oleh Soepardi (1984) bahwa, dengan penambahan bahan organik ke dalam tanah akan memberi keuntungan dalam peningkatan aktivitas mikro organisme tanah.

  Dengan demikian meningkatnya C-organik adalah membaiknya kondisisi tanah bagi aktivitas organisme tanah sehingga proses dekomposisi akan berjalan lebih sempurna.

  Peningkatan pemberian pupuk kandang sebagai bahan organik jelas akan dapat meingkatkan C organik tanah (Sevindrajuta, 1996 ). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Syukur dan Indah (2006), bahwa aplikasi kompos dan pupuk kandang dapat meningkatkan kandungan C-Organik tanah. Semakin banyak pupuk organik yang ditambahkan ke dalam tanah, semakin besar peningkatan kandungan C-Organik dalam tanah. Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu untuk menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap struktur tanah sangat berkaitan dengan stektur tanah yang diperlukan. Pada tanah lempung yang berat, terjadi perubahan struktur gumpal kasar dan kuat menjadi struktur yang halus dan tidak kasar, dengan derajat struktur sedang hingga kuat, sehingga lebih mudah untuk di olah. Komponen organik seperti asam humat dan asam fulfat dalam hal ini berperan sebagai sementasi partikel lempung dengan pembentukan komplek lempung logam humus (Stevenson, 1982).

2.5. Varietas Tanaman Mentimun

2.5.1. Varietas Hercules

  Varietas mentimun hibrida F1 hercules diproduksi oleh PT. Bisi Internasional Tbk Surabaya Jawa Timur, dengan kemasan berat bersih 25 gram.

  Tanaman ini pertumbuhannya kuat dan bercabang banyak, tahan terhadap penyakit embun bulu (Downy Midew). Buah seragam tidak berongga, cukup tebal dan rasanya tidak pahit, buah berbentuk panjang selindris dan kulitnya bewarna hijau tua, panjang buah + 18 – 20 cm dan diameter 4 cm, serta beratnya 350 –

  10 - 16 buah. Umur panen tanaman 32 hari setelah tanam, dengan masa panen 32 - 60 hari setelah tanam (Cahyono, 2003).

  2.5.2. Varietas Mercy

  Varietas Mercy diproduksi oleh PT. East West Seed Indonesia. Mentimun varietas Mercy tahan terhadap penyakit Downy Mildew, Antharacnose, dan ZYNV. Potensi hasil 45 – 55 ton/ha dengan bobot per buah 350 – 400 gram, umur panen tanaman 34 – 36 HST. Mentimun varietas Mercy direkomendasikan untuk ditanam di dataran rendah (Glenn, 2000).

  2.5.3. Varietas Wuku

  Varietas Wuku diproduksi PT. Benih Citra Asia Jember, dengan kemasan berat bersih 20 gram. Mentimun varietas wuku memiliki buah berwarna hijau dengan panjang + 12 cm dan berdiameter + 4 cm. Rasanya manis dan renyah sehingga cocok dijadikan sebagai rujak dan lalapan. Tanaman vigor dan percabangan banyak dengan umur panen 30 – 35 HST. Dapat berproduksi hingga mencapai 50 ton/ha. Cocok tumbuh di dataran rendah menengah. Jumlah benih per gram mencapai 35 – 40 biji (Glenn, 2000).

  Peningkatan produksi mentimun sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan pasar dalam negeri maupun luar negeri (ekspor). Dengan bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan pasar akan terus meningkat persediaan sayuran terutama mentimun. Meskipun kebanyakan masyarakat Indonesia menganggap usaha mentimun sampingan sehingga rata-rata produksi mentimun di Indonesia masih sangat rendah yaitu 3,5 ton/ha sampai 4,8 ton/ha

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

  3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

  Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Teuku Umar Meulaboh Aceh Barat, mulai dari bulan 3 Juli sampai dengan 7 September 2015.

  3.2. Bahan dan Alat Penelitian

  3.2.1. Bahan

  Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : Tanah; Tanah yang digunakan dalam penelitian ini merupakan tanah Ultisol yang di ambil di Gampong Meunasah Rayeuk Kecamatan Kaway XVI Kabupaten Aceh Barat. Benih mentimun; Benih mentimun varietas Hercules, varietas Mercy, dan varietas Wuku yang diproduksi oleh PT. East West Seed indonesia. Pupuk; pupuk yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk organik (pupuk kandang kerbau) yang diambil di gampong Ujong Tanjong Kecamatan Mereubo Kabupaten Aceh Barat. Polybag; Polibag yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag ukuran 12 kg (40 x 50 cm) yang diproleh dari Toko Tani Meulaboh. Pestisida ; Pestisida yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Dithane yang diperoleh dari Toko Pertanian Meulaboh.

  3.2.2. Alat

  Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : cangkul, parang, pisau, gunting, hand prayer, tali rafia, bambu, gembor, alat

3.3. Rancangan Percobaan

  Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 3 x 4 dengan 3 ulangan.

  Faktor-faktor yang diteliti meliputi :

  1. Varietas (V) terdiri dari 3 taraf yaitu : V = Varietas Hercules

  1 V = Varietas Mercy

  2 V 3 = Varietas Wuku

  2. Bahan organik (B) terdiri dari 4 taraf yaitu : B = Tanpa pemberian bahan organik B

  1 = 10 ton/ha (60 gram/polybag)

  B = 20 ton/ha (120 gram/polybag)

  2 B = 30 ton/ha (180 gram/polybag)

  3 Dengan demikian terdapat 12 kombinasi perlakuan dengan 3 ulangan,

  maka secara keseluruhan terdapat 36 satuan unit percobaan. Susunan kombinasi perlakuan antara beberapa varietas dan pemberian bahan organik dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1.Susunan Kombinasi Perlakuan antara Varietas dan Dosis Bahan Organik

  Susunan Jenis Dosis Bahan Organik No. Kombinasi Varietas gram/polybag ton/ha

  1 V

  1 B Hercules Kontrol

  10

  60

  2 V B Hercules

  1

  1

  20 120

  3 V B Hercules

  1

  2

  4 V B Hercules

  30 180

  1

  3

  5 V

  2 B Mercy Kontrol

  6 V

  2 B

  1 Mercy

  10

  60

  20 120

  7 V B Mercy

  2

  2

  30 180

  8 V B Mercy

  2

  3

  9 V B Wuku Kontrol

  3

  10 V

  3 B

  1 Wuku

  10

  60

  11 V

  3 B

  2 Wuku

  20 120 Model Matematis yang digunakan adalah : Yijk = µ + βi + Vj + Bk + (VB)jk + ɛijk Yijk = Nilai pengamatan untuk faktor varietas ke-i, faktor dosis bahan organik plus ke-j dan ulangan ke – k µ = Nilai tengah umum βi = Pengaruh ulangan ke-i (i= 1,2, dan 3) Vj = Pengaruh varietas ke- j (j= 1,2,dan 3) Bk = Pengaruh dosis bahan organik ke- k (k= 1, 2, 3 dan 4) (VB)jk = Interaksi varietas dan dosis bahan organik pada taraf ke- j, dan taraf dosis bahan organik ke – k.

  ɛijk = Galat percobaan untuk varietas ke-j, dosis bahan organik plus ke- k, dan ulangan ke- i Apabila hasil uji F menunjukkan pengaruh yang nyata maka dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%, dengan rumus sebagai berikut:

  BNJ

  0,05

  = q

  0,05

  (P ; dbg) Dimana : BNJ

  0,05

  = Beda nyata jujur pada taraf 5% q

  0,05

  (P;dbg) = Nilai baku q pada taraf 5% (jumlah perlakuan P dan derajat bebas galat) KTg = Kuadrat tengah galat r = Jumlah ulangan

3.4. Pelaksanaan Penelitian

3.4.1. Pengambilan Sampel Tanah untuk Media Tanam

  Tanah diambil di Gampong Meunasah Rayeuk Kecamatan Kaway

  XVI Kabupaten Aceh Barat, jenis tanah yang digunakan dalam penelitian ini

  3.4.2. Persiapan Media Tanam

  Media tanam yang telah disiapkan kemudian dikering udarakan, dan diayak dengan ayakan yang berdiameter 5 mesh. Tanah yang sudah dibersihkan dimasukkan ke polybag dengan berat 12 kg/polybag dan tanah tersebut disusun sesuai dengan perlakuan pada lahan yang sudah disiapkan.

  3.4.3. Penyiapan Pupuk Organik

  Pupuk organik yang digunakan adalah pupuk kandang kerbau yang sudah terdekomposisi sempurna yang telah dikering udarakan dan diayak dengan ukuran ayakan 5 mesh.

  3.4.4. Pemberian Pupuk

  Pemberian pupuk dilakukan dengan menggunakan bahan organik yang berupa pupuk kandang kerbau sudah diayak. Pupuk tersebut diberikan langsung kedalam polybag dengan cara ditebar pada bagian atas serta di aduk sampai merata dengan tanah pada bagian atas polybag. Pupuk tersebut diberikan satu minggu sebelum penanaman. untuk lebih detail perlakuan dosis bahan organik dapat dilihat pada Tabel 1.

  3.4.5. Pelakuan Benih

  Benih yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih varietas Hercules, Mercy, dan Wuku. Benih tesebut direndam dengan air hangat selama 30 menit.

  3.4.6. Penanaman

  Penaman dilakukan pada sore hari, benih ditanam 2 biji per polybag, dengan kedalaman 1 – 2 cm, dan jarak antar unit perlakuan 100 x 30 cm, dalam satu unit terdapat 3 tanaman sampel dengan jarak tanaman sampel 30 x 30 cm.

3.4.7. Pemeliharaan

  a. Penyulaman Penyulaman dilakukan satu minggu setelah tanam, bibit yang tidak tumbuh diganti dengan bibit yang berumur sama dan dengan varietas yang sama.

  b. Penyiraman Penyiraman dilakukan setiap hari, disiram pada sore hari dan disesuai dengan kondisi cuaca setempat.

  c. Penyiangan Penyiangan dilakukan secara manual apabila ada gulma yang tumbuh disekitar tanaman, bertujuan untuk memperkecil kemungkinan tanaman bersaing dalam hal memperoleh unsur hara dengan gulma.

  d. Pemberian Ajir (penopang) Pemasangan ajir digunakan untuk merambatkan tanaman dengan menggunakan belahan bambu setelah tanaman berumur 2 minggu atau mencapai tinggi kira-kira 25 cm dengan cara di tancapkan pada jarak 10 cm dari batang tanaman.

  e. Pemangkasan Pemangkasan daun dilakukan terutama pada daun–daun yang terletak permukaan polybag (daun pertama hingga daun ke empat).

  Pemangkasan dilakukan untuk meningkatkan hasil panen. Pemangkasan f. Pengendalian hama dan penyakit Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan apabila tanaman menimbulkan gejala terserangnya oleh hama dan penyakit tanaman dengan menggunakan Dithane dan Dursban.

3.4.5. Pemanenan

  Pemanenan dilakukan ketika tanaman berumur 42 HST. Buah yang cukup layak dipanen yaitu bewarna sama mulai dari pangkal sampai ujung. Panen dilakukan dengan cara memetik (memotong) tangkai buah dengan gunting agar tidak merusak tanaman.

3.5. Parameter Pengamatan

  Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah :

  3.5.1. Tinggi Tanaman (cm)

  Tinggi tanaman diukur pada umur 15, 20, dan 25 HST. Tinggi tanaman di ukur dari pangkal batang yang telah diberi tanda sampai titik tumbuh tertinggi dengan menggunakan meteran dalam satuan centimeter (cm).

  3.5.2. Berat Buah (gram)

  Berat buah dihitung pada umur panen I, II, dan III dengan cara di timbang per tanaman sampel dengan memakai timbangan analitik dalam satuan gram.

  3.5.2. Jumlah Buah Per Tanaman (buah)

  Pegamatan jumlah buah dihitung pada saat buah yang sudah dipanen per tanaman pada panen I, II, dan III.

  3.5.3. Panjang Buah (cm)

  Pengamatan panjang buah dihitung pada umur panen I, II, dan III HST. Panjang buah diukur pada bagian ujung sampai pangkal buah dengan memakai meteran dalam satuan centimeter (cm).

  3.5.4. Diameter Buah (mm)

  Pengamatan diameter buah (mm) pada umur panen I, II, dan III, dengan menggunakan jangka sorong dengan mengukur lingkar buah persis pada bagian tengah buah.

  3.5.5. Produksi (ton/ha)

  Produksi (ton/ha) tanaman mentimun dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: 10.000 m 10.000 m

  Populasi tanaman 1 hektar = = = 111111,11 30 x 30 cm 0,09 m Berat buah per tanaman x populasi 1 Ha (111111,11 Tanaman)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

  

4.1. Respon Beberapa Varietas terhadap Pertumbuhan dan Hasil

Mentimun pada Ultisol

  Hasil uji F pada analisis ragam bernomor genap (Lampiran 2 sampai 16) menunjukkan bahwa respon varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur

  25 HST, panjang buah dan diameter buah, berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 15 HST, 20 HST, berat buah, jumlah buah, dan produksi per hektar. Rata-rata tinggi tanaman mentimun pada berbagai varietas umur 15, 20 dan 25 HST, berat buah, jumlah buah, panjang buah, diameter buah, dan produksi per hektar dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata Respon Beberapa Varietas terhadap Tinggi Tanaman pada 15, 20 dan 25 HST, Berat Buah, Jumlah Buah, Panjang Buah, Diameter

  Buah, dan Produksi Per Hektar.

  Varietas Parameter Pengamatan

  BNJ

  0,05

  Hercules (V ) Mercy (V ) Wuku (V )

  1

  2

  3 Tinggi Tanaman (cm) 15 HST 4,65 4,43 4,06 -

  20 HST 9,97 10,35 10,04 -

  25 HST 17,40 a 19,07 ab 20,47 b 2,10

  • Berat Buah (gram) 132,05 143,85 128,93 Jumlah Buah (buah) 1,38 1,37 1,50 - Panjang Buah (cm) 12,29 a 14,29 b 13,21 ab 1,16 Diameter Buah (mm) 36,91 a 43,28 b 38,52 ab 4,45
  • Produksi Per Hektar (ton) 14,67 15,98 14,33

  

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama berbeda tidak

nyata pada taraf 5% ( Uji BNJ ). 0,05

  Tabel 2 menunjukkan bahwa respon beberapa varietas mentimun tertinggi di 25 HST dijumpai pada varietas Wuku yaitu (20,47 cm), yang berbeda nyata dengan varietas Hercules yaitu (17,40 cm), tetapi tidak berbeda nyata dengan varietas Mercy yaitu (19,07 cm).

  Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa respon beberapa varietas terhadap panjang buah tanaman mentimun dijumpai pada varietas Mercy yaitu (14,29), cm tidak berbeda nyata pada varietas Wuku yaitu (13,21 cm), tetapi berbeda nyata dengan varietas Hercules yaitu (12,29 cm). Tabel 2 juga menunjukkan bahwa respon beberapa varietas terhadap diameter buah mentimun yang terbaik dijumpai pada varietas Mercy yaitu (43,28 mm), yang berbeda nyata dengan Hercules yaitu (36,91 mm), namun tidak berbeda nyata dengan varietas Wuku yaitu (38,52 mm).

  Secara umum menunjukkan bahwa respon beberapa varietas tanaman mentimun berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil terutama pada parameter tinggi tanaman 25 HST, dimeter buah, dan panjang buah. Tanaman yang terbaik dijumpai pada varietas Wuku dengan Mercy, tetapi berbeda nyata dengan varietas Hercules. Untuk produksi tanaman tertinggi dijumpai pada mercy dan wuku, meskipun secara statistik tidak berpengaruh nyata. Hal ini diduga perbedaan pertumbuhan dan hasil tanaman mentimun dikarenakan dari ketiga varietas tersebut memiliki keunggulan yang berbeda sesuai dengan genetik yang dimiliki suatu varietas. Sesuai dengan pendapat Sitompul dan Guritno (1995), yang menyatakan bahwa penampilan tanaman dikendalikan oleh faktor genetik yang akan diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan dan produksi tanaman.

  Setiap varietas akan memiliki ciri yang berbeda baik dari bentuk, ukuran, dan warna buah tergantung pada varietas. Disamping itu Shvoong (2011), juga menyatakan varietas adalah sekelompok tanaman dari suatu jenis atau spesies buah, biji, dan ekspresi karakter atau kombinasi genotip yang dapat membedakan dengan jenis atau spesies yang sama oleh sekurang-kurangnya satu sifat yang menentukan sehingga mengalami pertumbuhan dan hasil. Sejalan dengan pendapat Welsh (2005) yang menyatakan bahwa pada umumnya suatu varietas memiliki keunggulan yang berbeda-beda terhadap genotip. Respon genotip terhadap perumbuhan dan hasil biasanya terlihat dalam penampilan fenotip dari tanaman bersangkutan. Menurut Crowder (1997) Pengaruh genetik dari penampakan fenotip yang dapat diwariskan dari tetua kepada turunannya.

  Tabel 2 menunjukkan bahwa respon beberapa varietas mentimun terhadap tinggi di 15 HST tidak berbeda nyata, namun nilai yang tertinggi dijumpai pada varietas Hercules yaitu (4,65 cm), selanjutnya varietas Mercy yaitu (4,43 cm), dan Wuku (4,06 cm). Sedangkan pada 20 HST nilai yang tertinggi dijumpai pada varietas Mercy yaitu (10,35 cm), selanjutnya varietas Mercy (10,35 cm), dan varietas Hercules (9,97 cm).

  Tabel 2 menunjukkan bahwa respon beberapa varietas mentimun terhadap berat buah tidak berbeda nyata, namun nilai yang tertinggi dijumpai pada varietas Mercy yaitu (143,85 gram), selanjutnya Hercules yaitu (132,05 gram), dan varietas Wuku yaitu (128,93 gram), sedangkan untuk jumlah buah terbanyak dijumpai pada varietas Wuku yaitu (1,50 buah), Hercules dan Mercy masing- masing dengan jumlah (1,38 buah dan 1,37 buah). Sehingga produksi mentimun tertinggi dijumpai pada varietas pada varietas Mercy yaitu dengan produksi (15,98 ton), selanjutnya varietas Wuku (14,33 ton), dan varietas Hercules (14,67 ton).

  Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa respon beberapa varietas mentimun terhadap parameter tinggi tanaman 15 dan 20 HST, jumlah buah, berat buah, dan produksi per hektar tidak menunjukkan pengaruh yang nyata. Hal ini disebabkan oleh kemampuan suatu varietas beradaptasi dengan lingkungan dan pengelolaan tanaman tidak optimal. Sejalan dengan pendapat Simatupang et. al. (2004), yang menyatakan bahwa kondisi iklim yang tidak sesuai bagi tanaman dapat menyebabkan tanaman mengalami stres (cekaman) dalam proses-proses metabolismenya sehingga hasil tanaman menjadi rendah. Disamping itu Gani (2000), juga menyatakan bahwa tingkat hasil suatu tanaman ditentukan oleh faktor lingkungan tumbuhnya seperti kesuburan tanah, ketersediaan air, dan pengelolaan tanaman. Potensi hasil varietas unggul dapat saja lebih tinggi atau lebih rendah pada lokasi tertentu dengan penggunaan masukan dan pengelolaan tertentu pula.

  

4.2. Respon Dosis Bahan Organik terhadap Pertumbuhan dan Hasil

Mentimun pada Ultisol

  Hasil uji F pada analisis ragam (Lampiran 2 sampai 16) menunjukkan bahwa respon dosis bahan organik berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman mentimun umur 15, 20 dan, 25 HST, berat buah, jumlah buah, panjang buah, diameter buah, dan produksi per hektar. Rata-rata tinggi tanaman mentimun berbagai dosis bahan organik umur 15, 20 dan 25 HST, buah, jumlah buah, panjang buah, diameter buah, dan produksi per hektar setelah di uji BNJ dapat dilihat pada Tabel 3.

  0,05

  Tabel 3. Rata-rata Respon Dosis Bahan Organik terhadap Tinggi pada 15, 20 dan

  25 HST, Berat Buah, Jumlah Buah, Panjang Buah, Diameter Buah, dan Produksi Per Hektar

  Dosis Bahan Organik (ton/ha) Parameter Pengamatan

  BNJ

  0,05

  0 (B ) 10 (B

  1 ) 20 (B 2 ) 30 (B 3 )

  Tinggi Tanaman (cm) 15 HST 3,06 a 4,10 b 4,93 bc 5,43 c 0,91

  20 HST 6,83 a 9,44 b 11,54 bc 12,66 c 2,25

  25 HST 11,06 a 15,24 b 22,43 c 27,19 d 3,74 Berat Buah (gram) 36,38 a 128,16 b 162,08 c 213,16 d 29,39 Jumlah Buah (buah) 1,19 a 1,30 ab 1,56 b 1,60 b 0,35 Panjang Buah (cm) 8,23 a 13,69 b 15,35 bc 15,79 c 2,06 Diameter Buah (mm) 20,79 a 37,56 b 45,37 bc 54,56 c 7,92 Produksi Per Hektar (ton) 4,04 a 14,24 b 18,01 c 23,68 d 3,27

  

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada baris yang sama berbeda tidak

nyata pada taraf 5% (Uji BNJ ).

0,05

  Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa respon bahan organik terhadap tinggi tanaman mentimun yang terbaik di 15 HST dijumpai pada dosis bahan organik 30 ton/ha yaitu (5,43 cm), yang berbeda nyata dengan kontrol yaitu (3,06 cm), dan 10 ton/ha yaitu (4,10 cm), namun tidak berbeda nyata dosis 20 ton/ha (4,93 cm). Pada 20 HST pengaruh dosis bahan organik terhadap tinggi tanaman yang terbaik dijumpai pada dosis 30 ton/ha yaitu (12,66 cm), yang berbeda nyata dengan dosis kontrol atau tanpa bahan organik yaitu (6,83 cm), dan 10 ton/ha yaitu (9,44 cm), namun tidak berbeda nyata dengan dosis 20 ton/ha yaitu (11,54 cm). Pada 25 HST tanaman tertinggi dijumpai pada dosis bahan organik 30 ton/ha yaitu (27,19 cm), yang berbeda nyata dengan dosis bahan organik 20 ton/ha yaitu (22,43 cm), 10 ton/ha yaitu (15,24 cm), dan tanaman kontrol atau tanpa bahan organik yaitu (11,06 cm).

  Tabel 3 juga menunjukkan bahwa respon bahan organik terhadap berat buah tanaman mentimun dijumpai pada dosis bahan organik 30 ton/ha yaitu (213,16 gram), yang berbeda nyata dengan kontrol atau tanpa bahan organik yaitu (36,38 gram), 10 ton/ha yaitu (128,16 gram), dan 20 ton/ha yaitu (162,08 gram).

  Jumlah buah mentimun terbanyak dijumpai pada dosis bahan organik 30 ton/ha yaitu (1,60 buah), yang berbeda nyata dengan kontrol yaitu tanpa bahan organik yaitu (1,19 buah), namun tidak berbeda nyata 10 ton/ha yaitu (1,30 buah), dan 20 ton/ha yaitu (1,56 buah). Respon bahan organik terhadap panjang buah mentimun dijumpai pada dosis 30 ton/ha yaitu (15,79 cm), yang berbeda nyata dengan tanaman kontrol atau tanpa bahan organik yaitu (8,23 cm), dan 10 ton/ha yaitu (13,64 cm), namun tidak berbeda nyata dengan dosis 20 ton/ha yaitu (15,35 cm). Untuk parameter pengamatan diameter buah mentimun terbesar dijumpai pada dosis bahan organik 30 ton/ha yaitu (54,56 mm), yang berbeda nyata dengan kontrol atau tanpa bahan organik yaitu ( 20,29 mm), dan dosis 10 ton/ha yaitu (37,56 mm), tidak berbeda nyata dengan dosis 20 ton/ha yaitu (44,22 mm). Respon bahan organik terhadap produksi buah mentimun per hektar tertinggi nyata dengan kontrol yaitu (4,04 ton), 10 ton/ha yaitu (14,24 ton) , dan dosis 20 ton/ha yaitu (18,86 ton).

  Berdasarkan Tabel 3 di atas secara umum menunjukkan bahwa respon bahan organik pada pertumbuhan dan hasil tanaman mentimun yang terbaik pada dosis bahan organik 30 ton/ha (D

  3 ) dan 20 ton/ha (D 3 ). Hal ini diduga karena

  dengan pemberian bahan organik maka nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman tercukupi sehingga dapat mendukung pertumbuhan dan hasil mentimun. Sesuai dengan pendapat Muhtiar et. al. (2012) yang menyatakan bahwa pemberian bahan organik mampu menyediakan unsur hara esensial seperti N, P, K dan Surfur, KTK, dan meningkatkan kelarutan P tanah sehingga tanaman menyerap unsur hara yang tersedia tercukupi bagi tanaman dan dapat memperoleh pertumbuhan dan hasil yang maksimal. Disamping itu Sevindrajuta (2012) juga mengemukakan bahwa pemberian bahan organik ke dalam tanah pada Ultisol dapat meningkatkan kadar C-organik, N- total dan basa-basa, unsur hara P tersedia meningkat dan menurunkan kandungan dan kejenuhan Al tanah.

  Pemberian bahan organik jumlah yang banyak maka stabilitas agregat tanah dapat meningkat, sesuai dengan pendapat Djojoprawiro (1984) yang menyatakan bahwa semakin banyak bahan organik yang diberikan akan terjadi flokulasi maka proses-proses pemantapan agregat tanah untuk mengikat agregat- agregat tanah. Oleh karena itu bahan organik yang diberikan ke tanah Ultisol secara optimal maka kapasitas tukar kation (KTK) akan meningkat, dapat menetralkan pH, Al dan Fe menjadi rendah dan meningkatkan porositas tanah. Hal ini juga sesuai dengan pendapat Hanafiah, (2005) mengemukakan bahwa berperan sebagai penyumbang unsur hara serta meningkatkan efisiensi pemupukan dan serapan hara bagi tanaman.

  

4.3. Respon Interaksi antara Varietas dan Dosis Bahan Organik terhadap

Pertumbuhan dan Hasil Mentimun pada Ultisol

  Berdasarkan hasil uji F pada analisis ragam (Lampiran 2 sampai 16) menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi yang nyata antara varietas dan dosis bahan organik pada Ultisol terhadap semua peubah pertumbuhan dan hasil tanaman mentimun yang diamati. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan respon varietas tidak tergantung pada dosis bahan organik pada Ultisol maupun sebaliknya.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

  5.1. Kesimpulan

  1. Respon varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 25 HST, Sedangkan varietas berpengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman umur 15 dan 20 HST, berat buah, jumlah buah, panjang buah panjang buah, diameter pangkal batang serta produksi per haktar buah tanaman mentimun pada Ultisol. Varietas yang terbaik adalah varietas Mercy (V

  2 ).

  dan Wuku (V ).

  3

  2. Respon Dosis Bahan organik berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada umur 15, 20, dan 25 HST, berat buah, panjang buah, jumlah buah, diameter buah serta produksi per hektar tanaman mentimun pada tanah Ultisol. Dosis bahan organik yang terbaik dijumpai pada dosis 30 ton/hektar (B ).

  3

  3. Tidak terdapat interaksi yang nyata antara varietas dan dosis bahan organik terhadap semua peubah pertumbuhan dan produksi tanaman mentimun yang diamati pada Ultisol.

  5.2. Saran

  Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka penulis menyarankan kepada peneliti selanjutnya, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap penggunaan beberapa varietas dan dosis bahan organik lainya untuk memperoleh pertumbuhan dan hasil yang maksimal pada tanah podsolik merah kuning (Ultisol).

DAFTAR PUSTAKA

  Asrizal, Paiman, dan Yuntu Armando. 2010. Potensi Fisik dan Kimia Lahan Marjinal. Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Jambi. Bintang, Guchi, H., dan G, Simanjuntak. 2012. Perubahan Sifat Tanah Ultisol untuk Mendukung Pertumbuhan Tanaman Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) oleh Perlakuan Kompos dan Jenis Air Penyiram. Departemen Agroteknologi, Fakultas Pertanian, USU Medan. Brady, N. C. 1990. The Nature and Properties of Soil. Mac Millan Publishing Co, New york. Budimantoro. 2002. Peranan Pupuk Kandang dalam Perbaikan Struktur Fisik Tanah Pertanian Jurnal Penelitian Terpublikasi Unpad. Bandung. Cahyono, B. 2003. Timun. Aneka Ilmu, Semarang. Crowder LV. 1997. Genetika Tumbuhan, terjemahan Lilik Kusdiarti, UGM Press. Yogyakarta. Delgado dan Follet. 2002. Chemical Analysis of Plant and Soil. Lab of Analitycal & Agrochemistry. State Unyversity of Ghent. Belgium. Djajakirana, G. 2001. Kerusakan Tanah Sebagai Dampak Pembagunan Pertanian.

  Makalah disampaikan pada Seminar Petani “Tanah Sehat Titik Tumbuh Pertanian Ekologis” di Sleman. 30 Oktober 2001. Djojoprawiro. 1984. Fisika Tanah Dasar, Jurusan Tanah Fakultas Pertanian. IPB.

  Bogor. Gani, J. A. 2000. Kedelai Varietas Unggul. Lembar Informasi Pertanian (Liptan), Instalasi Penelitian dan Pengkajia Teknologi Pertanian, Mataram.

  Glenn, P. 2000. Benih Sayuran Unggul. East West Seed Indonesia , Jawa Barat. Hanafiah. 2005. Dasar- dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada; Jakarta. Harjadi. 1989. Dasar-Dasar Hortikultura. Jurusan Budidaya Pertanian. IPB.

  Bogor. Hartatik. 2005. Teknologi Pengelolaan Bahan Organik Tanah. Hlm 169-222. dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering` Puslitbang Tanah. Badan Litbang Pertanian. Imdad, H.P., dan Nawangningsih A. A. 1995. Sayuran Jepang. Penebar Swadaya, Jakarta. Karama A. S., Adiningsih, J. S., dan Nursyanti, D. 1996. Penggunaan Pupuk dalam Produksi Pertanian. Makalah disampaikan pada Seminar Puslitbang