IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI ENDOPARASIT PADA SALURAN PENCERNAAN IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG, LAMONGAN - JAWA TIMUR

  SKRIPSI

  IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI ENDOPARASIT PADA SALURAN PENCERNAAN IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG, LAMONGAN - JAWA TIMUR Oleh : SSUCI KURNIAWATI 140911118 FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2014

  SKRIPSI

  IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI ENDOPARASIT PADA SALURAN PENCERNAAN IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG, LAMONGAN - JAWA TIMUR Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Oleh : SUCI KURNIAWATI NIM. 140911118

  Mengetahui, Komisi Pembimbing

  Pembimbing Utama Pembimbing Serta Dr. Kismiyati, Ir., M.Si Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si NIP. 19590808 198603 2 002 NIP. 19600912 198603 2 001

  SKRIPSI

  IDENTIFIKASI DAN PREVALENSI ENDOPARASIT PADA SALURAN PENCERNAAN IKAN TONGKOL (Euthynnus affinis) DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG, LAMONGAN - JAWA TIMUR Oleh : SUCI KURNIAWATI NIM. 140911118

  Telah diujikan pada Tanggal : Kamis, 28 Agustus 2014 KOMISI PENGUJI SKRIPSI Ketua : Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA.

  Anggota : Prof. Dr. Hari Suprapto, Ir., M. Agr.

  Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Si. Dr. Kismiyati, Ir., M.Si. Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si

  Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan

  Universitas Airlangga Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA

  NIP. 19520517 197803 2 001

  RINGKASAN SUCI KURNIAWATI. Identifikasi Dan Prevalensi Endoparasit Pada Saluran Cerna Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Lamongan - Jawa Timur. Dosen Pembimbing Dr. Kismiyati, Ir., M.Si. dan Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si.

  Ikan tongkol merupakan salah satu ikan konsumsi yang memiliki harga ekonomis tinggi. Nilai produksi tangkapan ikan tongkol dari tahun ke tahun selalu mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada data statistik dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang menyebutkan bahwa hasil tangkapan ikan tongkol pada tahun 2009 sebanyak 1.420.039.707 ekor dan meningkat pada tahun 2010 sebesar 1.454.305.423 ekor.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan prevalensi endoparasit yang terdapat pada saluran pencernaan ikan tongkol di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Lamongan-Jawa Timur. Penelitian ini menggunakan metode survey melalui pengambilan sampel pada lokasi secara langsung. Sampel yang digunakan sebanyak 150 ekor ikan dengan pengambilan sampel sebanyak empat kali. Ukuran sampel yang digunakan rata-rata panjangnya 50 cm dan berat 1 kg. Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah jenis dan tingkat prevalensi endoparasit yang terdapat pada saluran pencernaan ikan tongkol di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Lamongan-Jawa Timur.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ikan tongkol di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong terinfeksi endoparasit dari jenis Anisakis simplex. Prevalensi ikan tongkol di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Lamongan yang terinfeksi Anisakis simplex sebanyak 10% (15 dari 150 sampel) yang termasuk dalam kategori often.

  SUMMARY SUCI KURNIAWATI. Identification and Prevalence of Endoparasites on Sword Fish (Euthynnus affinis) Gastrointestinal in Nusantara Fisheries Port Brondong, Lamongan - East Java. Academic Advisor Dr. Kismiyati, Ir., M.Si. and Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si.

  Sword fish is one of the consumption fish which has high economic value. Production value of sword fish’s catching annually always increases. It can be showed by statistic of Ministry of Marine and Fisheries that remarked the result of sword fish’s catching in 2009 was 1.420.039.707 fishes and increased in 2010 was 1.454.305.423 fishes.

  The study aimed was to know both the kind and the prevalence of sword fish gastrointestinal endoparasites at Nusantara Fisheries Port Brondong, Lamongan-East Java. Research used survey methods using 150 fishes through sampling at the site directly. Size sample was used rate longht 50 cm and weight 1 kg. The parameters of the study was the kind and prevalence degree of endoparasite were found in the gastrointestinal of sword fish in Nusantara Fisheries Port Brondong, Lamongan-East Java.

  The result showed that there was only Anisakis simplex infected sword fish at Nusantara Fisheries Port Brondong, Lamongan-East Java. The prevalence of Anisakis simplex of sword fish at Fisheries Port Brondong, Lamongan was 10 % (15 of 150 samples), that is mean often.

KATA PENGANTAR

  Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rakhmat dan hidayah Nya, sehingga Skripsi tentang Identifikasi dan Prevalensi Endoparasit pada Saluran Pencernaan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) dapat terselesaikan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi S-1 Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Kelautan, Universitas Airlangga, Surabaya.

  Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih belum sempurna, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan dan kesempurnaan Laporan Skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga Laporan Skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan informasi bagi semua pihak, khususnya bagi mahasiswa Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga Surabaya guna kemajuan serta perkembangan ilmu dan teknologi dalam bidang perikanan, terutama dalam hal ilmu parasit dan penyakit ikan.

  Surabaya,September 2014 Penulis

UCAPAN TERIMA KASIH

  Pada kesempatan ini, tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

  1. Ibu Prof. Dr. Hj. Sri Subekti, drh., DEA., Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universiras Airlangga dan Ketua Penguji yang telah memberikan masukan, kritik serta saran demi kesempurnaan Skripsi ini.

  2. Ibu Dr. Kismiyati, Ir., M.Si. Dosen Pembimbing pertama yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan dan saran yang membangun dengan penuh kesabaran mulai dari penyusunan proposal sampai terselesainya Laporan Skripsi ini.

  3. Ibu Dr. Gunanti Mahasri, Ir., M.Si. Dosen Pembimbing kedua yang telah memberikan arahan, petunjuk dan bimbingan sejak penyusunan usulan hingga selesainya penyusunan Skripsi ini.

  4. Bapak Prof. Dr. Hari Suprapto, Ir., M. Agr. dan Ibu Rahayu Kusdarwati, Ir., M.Kes. Dosen Penguji yang telah memberikan masukan, kritik serta saran demi kesempurnaan Skripsi ini.

  5. Ibu Dr. Endang Dewi Masithah, Ir., MP. Dosen Wali yang telah memberikan arahan, petunjuk dan bimbingan selama masa perkuliahan.

  6. Bapak Agustono, Ir. M.Kes., Koordinator Pelaksana Skripsi.

  7. Ibu Ayunda, Koordinator Laboratorium Parasit Balai Karantina Ikan Juanda yang telah banyak memberikan informasi dan bimbingan selama penelitian.

  8. Bapak Harnoto, Kepala Unit Syah Bandar Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong yang juga membantu memberikan informasi, pengarahan, dan mempermudah perizinan pada waktu pengambilan sampel.

  9. Bapak Budiman, Koordinator Laboratorium Parasit Balai Karantina Ikan Perak yang telah banyak memberikan informasi dan bimbingan selama penelitian.

  10. Keluargaku tercinta, Ibu, Ramah, dan adek Icha yang telah memberikan dukungan moril dan materi serta semangat sehingga Laporan Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

  11. Mas Faiz terima kasih atas segala doa dan motivasi dalam memberikan semangat sehingga laporan Skripsi ini dapat terselesaikan.

  12. Teman-temanku Titii, Lieeya, Imas Riena, Mariha, Anabel, Ochie, Mbk Siska Reny, Annie, Tutiek, Titii dan Reshi dan teman-teman angkatan Gold Fish yang telah memberikan masukan dan semangat sehingga Laporan Skripsi ini dapat terselesaikan.

  DAFTAR ISI Halaman

  RINGKASAN ..................................................................................... iv SUMMARY ........................................................................................ v KATA PENGANTAR ........................................................................ vi UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................... vii DAFTAR ISI ........................................................................................ ix DAFTAR TABEL ............................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .......................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................... xiv I PENDAHULUAN .......................................................................

  1 1.1 Latar Balakang .......................................................................

  1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................

  4 1.3 Tujuan ....................................................................................

  4 1.3 Manfaat ..................................................................................

  4 II TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................

  6 2.1 Ikan Tongkol ..........................................................................

  6 2.1.1 Klasifikasi Ikan Tongkol...............................................

  6 2.1.2 Morfologi Ikan Tongkol ...............................................

  6 2.1.3 Habitat dan Kebiasaan Hidup .......................................

  7 2.2 Parasit pada Ikan Laut ............................................................

  8 2.2.1 Anisakis ........................................................................

  10 A. Klasifikasi ................................................................

  10 B. Morfologi .................................................................

  10 C. Daur Hidup ..............................................................

  11 D. Predileksi .................................................................

  12 E. Inang.........................................................................

  12 2.2.2 Camallanus caringis ....................................................

  13 A. Klasifikasi ................................................................

  13 B. Morfologi .................................................................

  13

  C. Daur Hidup ..............................................................

  14 D. Predileksi .................................................................

  15 E. Inang.........................................................................

  15 2.2.3 Echinostoma .................................................................

  16 A. Klasifikasi ................................................................

  16 B. Morfologi .................................................................

  16 C. Daur Hidup ..............................................................

  17 D. Predileksi .................................................................

  18 E. Inang.........................................................................

  18 2.2.4 Pseudosteringophorus ..................................................

  19 A. Klasifikasi ................................................................

  19 B. Morfologi .................................................................

  19 C. Daur Hidup ..............................................................

  20 D. Predileksi .................................................................

  21 E. Inang.........................................................................

  22 2.2.5 Lecithocladium .............................................................

  22 A. Klasifikasi ................................................................

  22 B. Morfologi .................................................................

  22 C. Daur Hidup ..............................................................

  23 D. Predileksi .................................................................

  24 E. Inang.........................................................................

  24 III KERANGKA KONSEPTUAL ....................................................

  25 IV METODOLOGI PENELITIAN ..................................................

  28 4.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan ............................................

  28 4.2 Materi Penelitian .....................................................................

  28 4.2.1 Alat Penelitian ...............................................................

  28 4.2.2 Bahan Penelitian ...........................................................

  28 4.3 Metode Penelitian ..................................................................

  28 4.4 Prosedur Kerja ........................................................................

  29 4.4.1 Pengambilan Sampel .....................................................

  29 4.4.2 Pengambilan Saluran Pencernaan .................................

  30 4.4.3 Pemeriksaan Isi Saluran Pencernaan ............................

  30 4.4.4 Pewarnaan Cacing .........................................................

  32 4.4.5 Identifikasi Cacing ........................................................

  33 4.5 Parameter Penelitian ...............................................................

  33 4.5.1 Parameter Utama ...........................................................

  33

  4.5.2 Parameter Penunjang ....................................................

  33 4.6 Diagram Alir Penelitian .........................................................

  34 4.7 Analisis Data ...........................................................................

  34 V HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................

  35 5.1 Hasil Penelitian .......................................................................

  35 5.1.1 Identifikasi Cacing ........................................................

  35 5.1.2 Prevalensi Endoparasit ..................................................

  38 5.2 Pembahasan .............................................................................

  32 VI SIMPULAN DAN SARAN .........................................................

  45 6.1 Simpulan ................................................................................

  45 6.2 Saran ......................................................................................

  45 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................

  46 LAMPIRAN ........................................................................................

  52

  DAFTAR TABEL Tabel Halaman

  1. Hasil Penghitungan Prevalensi Endoparasit pada Saluran Pencernaan Ikan Tongkol di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Lamongan

  • Jawa Timur .................................................................................................... 50

  DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

  1. Morfologi Ikan Tongkol ............................................................................... 7

  2. Morfologi Anisakis ....................................................................................... 11

  3. Daur Hidup Anisakis .................................................................................... 12

  4. Morfologi Camallanus ................................................................................. 14

  5. Daur Hidup Camallanus .............................................................................. 15

  6. Morfologi Echinostoma ............................................................................... 17

  7. Daur Hidup Echinostoma ............................................................................. 18

  8. Morfologi Pseudosteringophorus ................................................................ 20

  9. Daur Hidup Pseudosteringophorus .............................................................. 21

  10. Morfologi Lecithocladium ......................................................................... 23

  11. Daur Hidup Lecithocladium ....................................................................... 24

  12. Bagan Kerangka Konseptual Penelitian ..................................................... 27

  13. Diagram Alir Penelitian ............................................................................. 34

  14. Bagian Anterior Larva Anisakis simplex Stadium Tiga dengan Menggunakan Mikroskop Binokuler ........................................................ 36

  15. Bagian Posterior Larva Anisakis simplex Stadium Tiga dengan Menggunakan Mikroskop Binokuler ........................................................ 36

  16. Bagian Anterior Larva Anisakis simplex Stadium Tiga dengan Menggunakan Mikroskop Lucida ............................................................. 37

  17. Bagian Posterior Larva Anisakis simplex Stadium Tiga dengan Menggunakan Mikroskop Lucida ............................................................. 37

DAFTAR LAMPIRAN

  

Lampiran Halaman

  1. Data Pengambilan Sampel Ikan Tongkol di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Lamongan-Jawa Timur ............................................ 67

  I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Indonesia merupakan negara kepulauan (archipelagic state) dengan

  2

  17.499 pulau dan memiliki garis pantai sepanjang 104.000 km (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2014). Indonesia memiliki potensi sumberdaya ikan yang sangat besar dan keanekaragaman hayati yang tinggi. Sumberdaya tersebut mencakup 37% dari spesies ikan di dunia. Kondisi ini merupakan potensi yang sangat besar bagi pengembangan perikanan tangkap di Indonesia (Zamani, 2011).

  Di wilayah perairan laut Indonesia terdapat beberapa jenis ikan bernilai ekonomis tinggi antara lain: tuna, cakalang, udang, tongkol, tenggiri, kakap, cumi- cumi, ikan-ikan karang, ikan hias, kerang, dan rumput laut (Adisanjaya, 2010). Ikan tongkol merupakan ikan yang memiliki harga ekonomis tinggi. Ikan tongkol termasuk dalam familia Scrombidae yang merupakan salah satu jenis ikan konsumsi (Oktaviani, 2008). Nilai produksi tangkapan ikan tongkol dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada data statistik dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang menyebutkan bahwa hasil tangkapan ikan tongkol di wilayah Indonesia pada tahun 2009 sebanyak 1.420.039.707 ekor dan meningkat pada tahun 2010 yaitu 1.454.305.423 ekor (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2010).

  Ikan tongkol merupakan salah satu ikan konsumsi yang sangat digemari masyarakat. Daging ikan tongkol memiliki cita rasa yang enak dan memiliki kandungan gizi yang sangat dibutuhkan dan bermanfaat bagi tubuh. Kandungan gizi daging ikan tongkol per 100 gram yaitu terdiri dari air 69,40%, lemak 1,50%, protein 25,00%, mineral 2,25%, dan karbohidrat 0,03%. Protein pada ikan tongkol memiliki komposisi asam amino yang lengkap yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia (Andini, 2006). Mineral yang terkandung dalam daging ikan tongkol terdiri dari magnesium, fosfor, yodium, fluor, zat besi, copper, zinc, kalsium dan selenium. Omega 3 dan omega 6 yang terkandung dalam asam lemak berguna untuk memperkuat daya tahan otot jantung, meningkatkan kecerdasan otak, melenturkan pembuluh darah, menurunkan kadar trigliserida dan mencegah penggumpalan darah (Susanto dan Fahmi, 2012).

  Ikan tongkol yang hidup di perairan Indonesia sangat rentan terinfeksi penyakit. Penyakit pada ikan dapat dibedakan menjadi dua yaitu penyakit infeksius dan penyakit non infeksius. Penyakit infeksius adalah penyakit yang disebabkan organisme patogen (jamur, bakteri, virus dan parasit), sedangkan penyakit non infeksius adalah penyakit yang disebabkan oleh lingkungan, pakan, genetik. Penyakit infeksius tidak hanya menginfeksi ikan budidaya tetapi juga dapat menginfeksi ikan yang hidup di perairan laut (ikan hasil perikanan tangkap) (Balai Karantina Ikan Batam, 2007).

  Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa parasit dari genus Anisakis lebih banyak menyerang ikan laut. Ikan tongkol di perairan Sulawesi Selatan positif terinfeksi cacing Anisakis dengan prevalensi sebesar 70% (Saputra, 2011), hal ini juga terjadi pada ikan tongkol di perairan Jakarta dengan nilai prevalensi 25% (Gunawan, 2008). Ikan kembung di perairan Jakarta Utara pada penelitian Susanti (2008) terinfeksi cacing Anisakis dengan jumlah prevalensi sebesar 61%, sedangkan pada penelitian Emelina (2008) ikan kembung dari perairan Jakarta terinfeksi parasit dari genus Anisakis sebesar 5%, genus

  Pseudosteringophorus 55%, dan genus Lecithocladium 16%. Cacing Anisakis

  juga menginfeksi ikan kerapu hasil tangkapan di TPI Brondong, Lamongan dengan prevalensi sebesar 100% (Arifudin dan Abdulgani, 2013). Penelitian Tamba dan Damriyasa (2012) melaporkan bahwa ikan selar bentong yang diambil dari Pasar Ikan Kedonganan, Badung positif terinfeksi Anisakis (83,8%),

  Camallanus sp. (0,95%), Filum Acanthocephala (0,95%), dan Kelas Digenea

  (14,3%), sedangkan ikan kakap merah di perairan Jakarta terinfeksi cacing dari genus Anisakis dengan prevalensi 10% (Batara, 2008).

  Cacing Anisakis merupakan endoparasit yang bersifat zoonosis atau dapat menginfeksi manusia yang mengkonsumsi ikan tongkol yang terinfeksi larva

  Anisakis (Pardede, 2000). Penyakit yang disebabkan oleh cacing Anisakis ini

  disebut anisakiasis (Mulyanti, 2001). Endoparasit ini menyerang saluran pencernaan manusia dan dapat menimbulkan muntah-muntah, diare, dan reaksi alergi yang meliputi urtikaria, anafilaksis, dermatitis, gastroenteritis, sampai gejala asma (Saputra, 2011).

  Di Indonesia penelitian terhadap parasit yang bersifat zoonosis pada ikan tongkol belum banyak dilakukan padahal ikan tongkol merupakan ikan yang memiliki harga ekonomis tinggi dengan jumlah permintaan yang terus meningkat sehingga perlu dilakukan penelitian tentang identifikasi dan prevalensi endoparasit pada ikan tongkol di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Lamongan-Jawa Timur.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan tersebut, maka perumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Jenis endoparasit apa saja yang menginfeksi saluran pencernaan ikan tongkol (Euthynnus affinis) di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Lamongan- Jawa Timur?

  2. Berapakah tingkat prevalensi endoparasit yang menginfeksi saluran pencernaan ikan tongkol (Euthynnus affinis) di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Lamongan-Jawa Timur?

  1.3 Tujuan

  Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

  1. Mengetahui jenis endoparasit yang menginfeksi saluran pencernaan ikan tongkol (Euthynnus affinis) di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Lamongan-Jawa Timur.

  2. Mengetahui tingkat prevalensi endoparasit yang menginfeksi saluran pencernaan ikan tongkol (Euthynnus affinis) di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Lamongan-Jawa Timur.

  1.4 Manfaat

  Manfaat penelitian ini adalah untuk memberi informasi tentang berbagai jenis endoparasit yang menyerang saluran cerna ikan tongkol (Euthynnus affinis) serta tingkat prevalensi dari endoparasit yang menyerang saluran cerna ikan tongkol (Euthynnus affinis) di Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Lamongan-Jawa Timur. Hasil penelitian ini juga dapat digunakan oleh masyarakat sebagai tambahan pengetahuan penyakit cacing dan protozoa pada ikan yang memiliki potensi dapat menular pada manusia (zoonosis).

  II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Tongkol

  2.1.1 Klasifikasi Ikan tongkol

  Klasifikasi ikan tongkol menurut Saanin (1984) adalah : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata Class : Teleostei Ordo : Perciformes Family : Scrombidae Genus : Euthynnus Spesies : Euthynnus affinis

  2.1.2 Morfologi Ikan tongkol

  Menurut Oktaviani (2008), ikan tongkol mempunyai ciri-ciri yakni tubuh berukuran sedang, memanjang seperti torpedo, mempunyai dua sirip punggung yang dipisahkan oleh celah sempit. Sirip punggung pertama diikuti oleh celah sempit, sirip punggung kedua diikuti oleh 8-10 sirip tambahan. Ikan tongkol tidak memiliki gelembung renang. Warna tubuh pada bagian punggung ikan ini adalah gelap kebiruan dan pada sisi badan dan perut berwarna putih keperakan.

  Ikan tongkol memiliki sirip punggung pertama berjari-jari keras sebanyak 10 ruas, sedangkan yang kedua berjari-jari lemah sebanyak 12 ruas, dan terdapat enam sampai sembilan jari-jari sirip tambahan. Terdapat dua tonjolan antara kedua sirip perut. Sirip dada pendek dengan ujung yang tidak mencapai celah diantara kedua sirip punggung. Sirip dubur berjari-jari lemah sebanyak 14 dan memiliki 6-9 jari-jari sirip tambahan. Sirip-sirip kecil berjumlah 8-10 buah terletak di belakang sirip punggung kedua (Agustini, 2000). Pada umumnya ikan tongkol memiliki panjang tubuh 50-60 cm. Gambar morfologi ikan tongkol (Euthynnus affinis) disajikan pada gambar 1 dibawah ini : Gambar 1. Morfologi ikan tongkol (Sumber : Adji, 2008)

2.1.3 Habitat dan Kebiasaan Hidup

  Habitat adalah suatu lingkungan dengan kondisi tertentu dimana suatu spesies atau komunitas hidup. Habitat yang baik akan mendukung perkembangbiakan organisme yang hidup didalamnya secara normal (Nggajo, 2009). Habitat ikan tongkol yaitu pada perairan lepas dengan suhu 18-29

  C. Ikan ini merupakan ikan perenang cepat dan hidup bergerombol (schooling) (Saputra, 2011). Menurut Djamal (1994), ikan tongkol lebih aktif mencari makan pada waktu siang hari daripada malam hari dan merupakan ikan karnivora. Ikan tongkol biasanya memakan udang, cumi, dan ikan teri.

  Ikan tongkol mempunyai daerah penyebaran yang sangat luas yaitu pada perairan pantai dan oseanik. Kondisi oseanografi yang mempengaruhi migrasi ikan tongkol yaitu suhu, salinitas, kecepatan arus, oksigen terlarut dan ketersediaan makanan. Ikan tongkol pada umumnya menyenangi perairan panas dan hidup di lapisan permukaan sampai pada kedalaman 40 meter dengan kisaran optimum antara 20-28°C. Penyebaran ikan tongkol di perairan Samudra Hindia meliputi daerah tropis dan sub tropis dan penyebaran ini berlansung secara teratur (Oktaviani, 2008).

2.2 Parasit pada Ikan Laut

  Parasit merupakan organisme yang hidup pada atau di dalam organisme lain dan mengambil makanan dari organisme yang ditumpanginya untuk berkembang biak dan untuk kebutuhan metabolisme tubuh parasit tersebut (Subekti dan Mahasri, 2010). Berdasarkan predileksi, parasit dapat dibedakan menjadi ektoparasit, endoparasit dan mesoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang hidup pada bagian luar tubuh inang yaitu pada insang, sirip dan kulit. Endoparasit adalah parasit yang hidup di dalam tubuh inang yaitu pada usus, ginjal dan hati.

  Mesoparasit adalah parasit yang sebagian tubuh bersifat endoparasit dan sebagian yang lain ektoparasit (Balai Karantina Ikan Batam, 2007).

  Keberhasilan parasit dalam menginfeksi inang ditentukan oleh keberhasilan parasit dalam menyerang, hidup dan berkembang biak di dalam maupun di luar tubuh inang sedangkan keberhasilan parasit menyerang dan hidup pada tubuh inang bergantung pada kemampuan parasit menembus tubuh inang, ketersediaan kebutuhan parasit dalam tubuh inang dan kerentanan parasit (Suhendi, 2009).

  Setiap parasit yang hidup dalam tubuh inang bisa menimbulkan pengaruh yang berbahaya bagi inang. Metabolisme dan sekresi kelenjar parasit dapat menjadi racun bagi inang. Racun yang dihasilkan oleh sekresi kelenjar tersebut dapat mengganggu kulit dan menyebabkan radang (Grabda, 1991). Kerusakan tubuh dan organ internal yang berupa luka dapat menjadi tempat berkembang yang baik bagi jamur dan bakteri patogen. Dalam tubuh inang terjadi persaingan yang kuat antar parasit untuk mendapatkan ruang dan makanan. Parasit berusaha mencapai seluruh jaringan dalam tubuh inang untuk mencari lokasi yang paling baik. Parasit akan menempati organ target bila telah menemukan lokasi yang tepat untuk mendapatkan makanan dan bereproduksi secara maksimal (Mulyanti, 2001).

  Menurut hasil penelitian Batara (2008), Gunawan (2008), Emelina (2008), Susanti (2008), Saputra (2011) dan Ulkhaq (2012) menyebutkan bahwa jenis endoparasit yang banyak menyerang ikan laut di perairan Indonesia adalah

  Anisakis , Camallanus, Echinostoma, Pseudosteringophorus, dan Lecithocladium.

  Hal ini berdasarkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan. Saputra (2011) melaporkan bahwa Anisakis menyerang ikan tongkol di perairan Sulawesi Selatan, hal serupa juga terjadi pada hasil penelitian Gunawan (2008) di perairan Jakarta.

  Anisakis juga ditemukan menyerang ikan kembung (Susanti, 2008), sedangkan

  pada penelitian Emelina (2008) selain terserang Anisakis ikan kembung juga terserang endoparasit dari genus Pseudosteringophorus dan genus

  Lecithocladium . Ikan kakap merah di perairan Jakarta juga ditemukan terserang Anisakis (Batara, 2008). Pada penelitian Ulkhaq (2012) dilaporkan bahwa

  endoparasit yang menyerang ikan kerapu tikus adalah Camallanus carangis dengan prevalensi 13.33% dan Echinostoma dengan prevalensi 26,67%.

2.2.1 Anisakis

  A. Klasifikasi Klasifikasi parasit Anisakis menurut Noga (2010) yaitu :

  Phylum : Nemathelminthes Class : Nematoda Ordo : Ascaridida Family : Anisakidae Genus : Anisakis Spesies : Anisakis simplex

  B. Morfologi Cacing Anisakis memiliki warna putih dengan panjang antara 10-29 mm.

  Cacing Anisakis dewasa memiliki morfologi yaitu memiliki tiga buah bibir yang mengelilingi mulut, satu bibir terletak di dorsal dan dua bibir lainnya terletak di sisi ventro-lateral yang berfungsi untuk menyerap bahan organik dari dinding usus. Pada bagian anterior terdapat boring tooth yang berfungsi untuk melubangi dinding usus halus dan untuk melekat pada mukosa usus halus agar tidak lepas pada waktu intestinum berkontraksi mencerna makanan. Bagian ekor panjang dan runcing serta pada bagian posterior terdapat mucron. Cacing ini memiliki lapisan kutikula yang terlihat jelas di sepanjang tubuh. Cacing ini juga memiliki esofagus yang berbentuk silindris atau sedikit mengalami pelebaran di bagian posterior (Sarjito dan Desrina, 2005). Anisakis memiliki rektum yang membuka keluar melalui anus dengan tiga kelenjar anal besar yang berasosiasi dengan rektum.

  Anisakis memiliki ujung lobus yang tumpul pada pertemuan ventrikulus dan

  sekum. Bagian anterior berhubungan langsung dengan appendiks dan bagian posterior berhubungan langsung dengan sekum (Saputra, 2011).

  Morfologi cacing Anisakis dapat dilihat pada gambar 2 dibawah ini : Gambar 2 Morfologi Cacing Anisakis (Sumber : Grabda, 1991) Keterangan: A: anterior, C: Posterior, I: intestine, EP: excretory pore, ED:

  excretory duct , OE: esofagus, LT: larva tooth, V: ventriculus

  C. Daur Hidup Daur hidup cacing Anisakis adalah dimulai dari telur yang dikeluarkan oleh cacing dewasa melalui feses mamalia laut yang berperan sebagai inang definitif. Telur tersebut tenggelam ke dasar perairan dan kemudian menetas menjadi larva stadium pertama. Larva ini kemudian dimakan oleh krustasea laut yang berperan sebagai inang antara pertama dan dalam tubuh krustasea ini larva berkembang menjadi larva stadium dua yang bersifat infektif. Jika krustasea dimakan oleh ikan (inang antara kedua), maka larva akan berkembang menjadi stadium tiga dan menetap di organ dalam inang antara kedua. Ikan yang terinfeksi larva Anisakis apabila dimakan oleh inang definitif (mamalia laut) maka larva akan berkembang menjadi cacing dewasa dalam saluran cerna inang definitif. Cacing dewasa akan hidup dan berkembang biak dalam tubuh inang definitif (Shih et al., 2010). Daur hidup cacing Anisakis akan disajikan pada gambar 3 dibawah ini:

  Cacing dewasa dalam saluran cerna inang definitif L3

  Telur dalam feses Inang antara II inang definitif

  L2 L1 Inang antara I hidup bebas di air

  Gambar 3. Daur Hidup Anisakis (Sumber : Teresa dan Ignacio, 2002)

  D. Predileksi Predileksi cacing Anisakis yaitu saluran pencernaan terutama pada bagian usus, membran hati, otot, limpa, rongga badan dan gonad (Batara, 2008).

  E. Inang Cacing Anisakis memiliki inang definitif yaitu singa laut, anjing laut, lumba-lumba dan paus (Saputra, 2011).

2.2.2 Camallanus carangis

  A. Klasifikasi Klasifikasi Camallanus carangis menurut Soulsby (1986) adalah :

  Phylum : Nemathelminthes Class : Nematoda Ordo : Camallanoidea Family : Camallanidae Genus : Camallanus Spesies : Camallanus carangis

   Camallanus maculatus Camallanus acaudatus Camallanus corderoi

  B. Morfologi Cacing Camallanus betina memiliki ukuran 10 mm sedangkan cacing

  Camallanus jantan berukuran 3 mm. Bagian ujung kepala cacing membulat

  sedangkan pada bagian akhir ekor cacing meruncing. Ujung anterior cacing terdiri dari rasping organ yang berfungsi untuk menembus kedalam dinding usus dan untuk menempatkan jangkar. Cacing parasitik ini memiliki bucal capsule yang dilapisi kutikula yang tebal dan sepasang lekukan pada bucal capsule. Bentuk seperti ini akan membuat cacing dapat memegang dinding usus dengan kuat dan tidak dapat lepas. Mulut cacing Camallanus berbingkai yang dikelilingi oleh buku-buku seperti tanduk dan pada bagian mulut ini terdapat celah sempit yang terbuka dengan sudut yang membulat (Mahasri dkk., 2008).

  Menurut Buchmann dan Bresciani (2001), cacing ini berbentuk panjang, ramping, silindris, tidak bersegmen dengan kedua ujung meruncing, mempunyai mulut serta anus serta memiliki rongga tubuh semu yang disebut pseudoselom. Cacing ini memiliki sistem pencernaan yang lengkap yang dimulai dari mulut, esofagus dengan dinding otot tebal, usus, rektum, dan anus (Grabda, 1991). Pada ujung anterior tubuh terdapat modifikasi kutikuler yang disebut amphid. Amphid merupakan alat indera yang berjumlah sepasang (Radiopoetro, 1988). Morfologi cacing Camallanus akan disajikan pada gambar 4 Gambar 4. Morfologi Cacing Camallanus (Sumber : Moravec et al., 2008) Keterangan: A. anterior terlihat lateral, B. anterior terlihat dorsoventral, C. posterior, D. Vulva. Skala bar: A-C.100µm, D.200µm

  C. Daur Hidup Daur hidup Camallanus dimulai dengan telur yang dikeluarkan bersama feses inang definitif. Telur tenggelam ke dasar perairan dan kemudian menetas menjadi larva stadium pertama yang hidup bebas di perairan. Larva yang berenang bebas di makan oleh inang antara I yaitu invertebrata (copepoda dan krustasea). Larva akan berkembang menjadi larva stadium dua dalam tubuh inang antara I. Apabila inang antara I dimakan oleh ikan (inang antara II) maka larva stadium dua akan berkembang menjadi larva stadium tiga dalam tubuh inang antara II. Apabila inang antara II dimakan oleh inang definitif yaitu burung pemakan ikan, larva ini akan berkembang menjadi cacing dewasa pada tubuh inang definitif dan melakukan perkembangbiakan (Monks, 2007). Daur hidup cacing Camallanus ditunjukkan oleh gambar 5 dibawah ini :

  Cacing dewasa dalam saluran cerna inang definitif L3

  Telur dalam feses Inang antara II inang definitif

  L2 L1 Inang antara I hidup bebas di air

  Gambar 5. Daur Hidup Cacing Camallanus (Sumber : Martins et al., 2007).

  D. Predileksi

  Camallanus memiliki daerah predileksi yaitu pada dinding saluran pencernaan ikan, rektum, dan anus (Aryani, 2012).

  E. Inang

  Inang definitif cacing Camallanus yaitu burung pemakan ikan dan memiliki inang antara dua yaitu ikan kakap dan selar (Batara, 2008).

2.2.3 Echinostoma

  A. Klasifikasi Klasifikasi Echinostoma menurut Noga (2010) adalah :

  Phylum : Platyhelminthes Class : Trematoda Ordo : Prosostomata Family : Echinostomatidae Genus : Echinostoma Spesies : Echinostoma revolutum

  Echinostoma echinatum

   Echinostoma caproni

  B. Morfologi Cacing ini tidak mempunyai rongga tubuh dan seluruh organ berada di dalam rongga parenkim. Tubuh cacing berbentuk seperti daun, simetris bilateral, pipih dorsoventral dan tidak bersegmen. Echinostoma memiliki dua alat penghisap, satu mengelilingi mulut atau yang sering disebut sebagai batil isap oral dan yang lain berada di dekat pertengahan tubuh atau ujung posterior yang disebut batil isap ventral atau acetabulum. Dinding luar tubuh cacing memiliki duri atau sisik (Levine, 1990).

  Sistem ekskretoris cacing ini terdiri atas flame cells yang dihubungkan oleh tubulus yang kemudian bersatu menjadi duktus yang lebih besar. Duktus ini bermuara pada saluran kencing dekat ujung posterior tubuh cacing. Cacing ini memiliki mulut dan saluran pencernaan, namun tidak memliki anus (Noble, 1989).

  Morfologi cacing Echinostoma dapat dilihat pada gambar 6 dibawah ini : Gambar 6. Morfologi cacing Echinostoma revolutum(Sumber : Ulkhaq, 2012) Keterangan: AC: acetabulum (ventral sucker), OS: oral sucker, CL: collar, OV:

  ovarium ,CS: cirrus sac, TE: testis, UT: uterus, VT: vitellaria

  C. Daur Hidup Daur hidup cacing Echinostoma adalah cacing dewasa menghasilkan telur yang dikeluarkan bersama feses inang definitif. Telur akan menetas menjadi

  miracidium di dalam air. Miracidium secara aktif akan berenang mencari inang

  antara I yaitu siput air (Lymnaea snail) dan dalam tubuh siput tersebut miracidium akan berkembang menjadi sporokista yang selanjutnya akan berkembang menjadi

  redia induk, kemudian berkembang menjadi redia anak dan berkembang lagi

  menjadi cercaria. Cercaria keluar dari tubuh siput dan berenang mencari inang antara II yaitu ikan. Cercaria berkembang menjadi metacercaria dalam tubuh ikan. Apabila inang antara II yang mengandung metacercaria dimakan oleh inang definitif (burung pamakan ikan) maka metacercaria akan berkembang menjadi cacing dewasa dan melakukan reproduksi di dalam tubuh inang definitif (Subekti dan Mahasri, 2010). Daur hidup cacing ini dapat dilihat pada gambar 7 dibawah ini : Cacing dewasa dalam saluran cerna inang definitif

  metacercaria Telur dalam

  inang antara II feses inang

  cercaria miracidium

  inang antara hidup bebas di air

  redia sporokista

  inang antara inang antara Gambar 7. Daur Hidup cacing Echinostoma (Sumber : Lee et al.,1988)

  D. Predileksi Predileksi cacing Echinostoma yaitu pada daerah usus, rektum dan caecum (Indaryanto, 2012).

  E. Inang Cacing Echinostoma memiliki inang definitif yaitu burung pemakan ikan, bebek dan unggas. Cacing Echinostoma memiliki inang antara dua yaitu ikan sedangkan inang antara pertama cacing Echinostoma adalah siput Lymnea, Heliosoma , dan Paludina (Susanti, 2008).

2.2.4 Pseudosteringophorus

  A. Klasifikasi Klasifikasi Pseudosteringophorus menurut Noble (1989) adalah :

  Phylum : Platyhelminthes Class : Trematoda Ordo : Prosostomata Family : Fellodistomatidae Genus : Pseudosteringophorus Spesies : Pseudosteringophorus hoplognathi

  B. Morfologi Cacing Pseudosteringophorus memiliki bentuk tubuh pipih dan oval memanjang, tegumen tipis, dan memiliki faring yang kecil. Tegumen pada cacing ini memiliki tiga lapisan otot yaitu sirkular, diagonal, dan longitudinal. Kontraksi dari ketiga otot ini dapat menyebabkan pergerakan pada tubuh cacing

  Pseudosteringophorus . Cacing ini tidak memiliki kait atau organ tambahan lain

  untuk menempel pada inang. Pseudosteringophorus juga memiliki dua buah testes yang membulat dan simetris dimana testes yang satu berada di sebelah testes yang lain dan ovarium yang terletak di anterior testes. Uterus terletak di bagian posterior tubuh dan berisi telur dalam jumlah banyak (Olson et al., 2003).

  Cacing Pseudosteringophorus dewasa memiliki predileksi pada saluran pencernaan ikan, namun cacing ini juga dapat ditemukan di rongga mulut, paru- paru atau organ dalam lain (Emelina, 2008). Pseudosteringophorus merupakan endoparasit pada ikan air laut dengan predileksi pada saluran pencernaan yaitu lambung dan usus.

  Lapisan epidermis cacing Pseudosteringophorus tidak memiliki silia dan pada bentuk dewasa mengalami modifikasi menjadi kutikula. Cacing ini tidak memiliki pigmen. Mulut terletak pada bagian anterior tubuh yang dilengkapi dengan gigi-gigi kitin, memiliki alat penghisap yang terletak di sekitar lubang mulut atau pada permukaan ventral yang digunakan sebagai alat pelekat (Radiopoetro, 1988). Morfologi cacing Pseudosteringophorus dapat dilihat pada gambar 8 Gambar 8. Morfologi cacing Pseudosteringophorus (Sumber : Yamaguti, 1958

  dalam Emelina, 2008)

  C. Daur Hidup Daur hidup cacing Pseudosteringophorus yaitu cacing dewasa memproduksi telur yang berbentuk oval dalam jumlah banyak dalam tubuh inang definitif. Telur tersebut akan keluar bersama feses inang dan tenggelam pada dasar perairan. Telur kemudian menetas menjadi miracidium bersilia yang akan berenang bebas di air dan kemudian menginfeksi siput air (Planorbis) sebagai inang antara pertama. Dalam tubuh siput, miracidium berkembang menjadi

  sporokista . Sporokista berkembang menjadi redia yang akan berkembang lagi

  menjadi cercaria. Cercaria akan keluar dari tubuh siput dan akan masuk ke dalam tubuh ikan sebagai inang antara kedua. Dalam tubuh ikan cercaria berkembang menjadi metacercaria. Apabila ikan yang mengandung metacercaria dimakan oleh inang definitif (burung pemakan ikan) maka metacercaria akan berkembang menjadi cacing dewasa (Susanti, 2008). Daur hidup cacing Pseudosteringophorus dapat dilihat pada gambar 9 dibawah ini :

  Cacing dewasa dalam saluran cerna inang definitif

  metacercaria Telur dalam

  inang antara II feses inang

  cercaria miracidium

  inang antara hidup bebas di air

  redia sporokista

  inang antara inang antara Gambar 9. Daur Hidup cacing Pseudosteringophorus (Sumber : Chaari et al.,

  2011)

  D. Predileksi Predileksi cacing Pseudosteringophorus yaitu saluran pencernaan ikan terutama pada usus dan lambung, rongga mulut dan anus (Emelina, 2008).

  E. Inang Cacing Pseudosteringophorus lebih banyak menyerang ikan laut yaitu ikan kembung, ikan kakap dan ikan kerapu (Susanti, 2008).