BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian - KARAKTER PENDIDIK DALAM NOVEL AKU MASENJA KARYA RUMASI PASARIBU - repository perpustakaan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Bagian ini akan membahas hasil penelitian mengenai karakter pendidik yang

  terdapat dalam novel Aku Masenja karya Rumasi Pasaribu. Hasil pada penelitian ini berpedoman pada rumusan masalah dan tujuan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya yaitu menganalisis karakter pendidik yang terdapat dalam novel Aku

  Masenja karya Rumasi Pasaribu. Seperti yang telah dijelaskan bahwa karakter

  pendidik tercermin dalam diri tokoh utama di dalam novel yang meliputi sikap: adil, percaya dan menyayangi siswanya, sabar dan rela berkorban, berwibawa, bersikap baik terhadap teman sejawat, dan berpengetahuan luas. Karakter pendidik dalam novel Aku Masenja akan diuraikan sebagai berikut:

1. Adil

  Adil berarti sikap menyamaratakan, tidak membeda-bedakan, atau bersikap netral terhadap seseorang atau suatu hal. Seorang guru harus memiliki sikap adil dalam mendidik siswanya. Bersikap adil bagi setiap guru bukan persoalan yang mudah, tetapi membutuhkan pembiasaan perilaku maupun pembiasaan berpikir positif yang mengarah kepada sikap netral. Seorang guru wajib memiliki sifat ini agar dalam hidup pribadi dan dalam mendidik siswa pada suatu proses pembelajaran senantiasa berpegang pada keyakinan semua manusia sebagai mahluk Tuhan adalah sama martabat dan haknya, sehingga tidak membedakan status antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya. Seorang guru harus berpikir semua siswa berhak untuk memperoleh pendidikan dan kasih sayang (Lanani, 2013:68).

  30 Tokoh utama dalam novel Aku Masenja karya Rumasi Pasaribu adalah tokoh yang memiliki sikap adil. Sikap adil yang dimiliki tokoh utama sebagai seorang pendidik dapat dibuktikan saat tokoh utama sebagai seorang wali kelas berusaha mencari kebenaran pada siswanya yang diduga mencuri. Bunga Malasari, salah satu anak didiknya di kelas VIII dituduh mencuri seragam dan uang sebesar lima belas ribu rupiah milik Farid, siswa kelas IX. Sebagai seorang guru, tokoh utama harus bersikap adil dan tetap membuktikan kebenaran tentang kasus pencurian tersebut. Tokoh utama tetap ingin mengetahui kebenaran tentang peristiwa itu, meskipun yang diduga melakukan tindakan pencurian adalah anak didik di kelasnya sendiri. Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan berikut:

  Saat ini, aku sedang mencari sebuah kebenaran pada murid yang didugamencuri oleh kakak kelasnya (AM: 22). Sementara itu, sikap adil juga dapat ditunjukkan saat tokoh utama menjadi wali kelas. Sebagai seorang wali kelas, ia begitu menyayangi dan ingin membela seluruh siswanya tanpa terkecuali. Ia tidak pernah membeda-bedakan antara siswa satu dengan yang lain. Baginya, seluruh siswa adalah sama-sama mempunyai hak untuk diberi kasih sayang. Tokoh utama bahkan menganggap bahwa seluruh siswanya sudah seperti anak kandungnya sendiri. Ia ingin selalu ada untuk seluruh siswanya. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan berikut:

  Ingin kubelai kepala mereka sebagai anakku sendiri, sehingga aku mendapat energi luar biasa untuk bertahan pada keputusanku, membela mereka

  • –tanpa terkecuali (AM: 35). Sikap adil membutuhkan pembiasaan perilaku maupun pembiasaan berpikir positif yang mengarah kepada sikap netral. Berikut adalah sikap netral yang ditunjukkan oleh tokoh utama saat menyelesaikan permasalahan yang menimpa siswanya di sekolah. Sikap adil yang dilakukan oleh tokoh utama yaitu dengan
menanyakan kejujuran kepada kedua siswanya yang bernama Bunga Malasari dan Farid tanpa memihak salah satu di antara mereka. Meskipun tokoh utama adalah wali kelas dari Bunga Malasari, tokoh utama tidak memihak pada Bunga. Ia tetap ingin menanyakan kejujuran dari Bunga dan Farid mengenai kasus pencurian yang terjadi di sekolah. Hal ini seperti dapat dilihat pada kutipan novel berikut:

  Aku memintanya menunggu sebentar dan seorang siswa kuperintahkan memanggil Bunga Malasari di kelasnya. Aku akan mempertemukan mereka menanyakan kejujuran keduanya (AM: 64). Pada kutipan di bawah ini menunjukkan sikap adil yang dimiliki tokoh utama sebagai seorang pendidik. Sikap adil yang ditunjukkan oleh tokoh utama yaitu sikap memahami bahwa seluruh siswa adalah saudara. Menyadari bahwa semua guru adalah orang tua. Memahami bahwa semua murid adalah anak-anak yang harus dididik, mereka semua merupakan satu keluarga. Oleh karena itu, tidak ada yang membeda-bedakan satu keluarga di lingkungan sekolah, kecuali tugas dan tanggung jawab masing-masing. Tugas guru adalah mendidik seluruh siswa tanpa membeda- bedakannya dan tugas siswa adalah menghormati semua guru juga tidak membeda- bedakan antara guru yang satu dengan yang lainnya:

  Ah, aku mematut-matut diri. Ini adalah tugas untuk memberitahukan bahwa seluruh siswa satu sekolah adalah saudara. Semua guru adalah orang tua, dan semua siswa adalah anak. Orang-orang yang berkumpul di sekolah adalah bapak ibu serta anak-anaknya. Satu sekolah artinya satu keluarga. Satu keluarga yang maha besar (AM:175). Sementara itu, sikap adil juga dilakukan oleh tokoh utama ketika peristiwa pencurian uang kembali terjadi di sekolah. Keadilan sebagai seorang pendidik dilakukan oleh tokoh utama saat Bunga Malasari juga turut menjadi korban kehilangan uang. Tokoh utama mencoba memeriksa tas, laci, meja, dan pakaian seluruh siswa. Seluruh perlengkapan siswa di kelas tersebut diperiksa. Baginya keadilan tetap harus ditegakkan. Semua anak perlu diperiksa tanpa membedakan siswa satu dengan yang lain. Hal tersebut tercermin dalam dua kutipan berikut ini: Aku meminta seluruh anak berdiri dan maju ke depan kelas. Lima menit kemudian, aku menggeledah tas, laci meja, dan pakaian anak-anak.Mataku awas, mengamati tingkah anak bila ada yang mencurigakan (AM: 204). Semua tas ludes kusisir. Pakaian anak habis kuraba, sebab siapa tahu ia masih menyimpan uang beserta amplopnya. Laci-laci meja telah kuperiksa, dan yang kutemukan hanya sampah-sampah (AM:204). Sikap adil sebagai seorang pendidik yang dimiliki oleh tokoh utama juga dapat dilihat seperti dalam kutipan berikut: Aku mesti membenahinya, membenahi seluruh siswa di kelasku, sekaligus membenahi diriku (AM: 226). Kutipan di atas menunjukkan sikap adilsebagai seorang pendidik yang tercermin saat tokoh utama menunjukkan sikap kasih sayang yang tulus kepada siswanya. Ia berusaha untuk mendidik dan membenahi seluruh siswanya tanpa terkecuali. Ia begitu menyayangi seluruh siswa-siswinya. Ia ingin membina sikap dan moral anak didiknya agar menjadi manusia yang lebih baik. Baginya, semua siswa berhak memperoleh kasih sayang yang sama.

2. Percaya dan Menyayangi Siswanya

  Seorang guru harus percaya dan menyayangi siswanya. Guru harus mengakui bahwa siswa adalah makhluk yang mempunyai kemauan, mempunyai kata hati sebagai daya jiwa untuk menyesali perbuatannya yang buruk, dan menimbulkan kemauan untuk mencegah perbuatan yang buruk. Tugas guru adalah membentuk kemauan dan kata hati siswa ke arah yang baik dengan syarat guru harus percaya kepada siswanya (Purwanto, 2007: 143-144).

  Berikut ini adalah kutipan yang menunjukkan sikap tokoh utama sebagai seorang pendidik yang percaya dan menyayangi siswanya: Namun aku mesti membela Bunga, anak perempuan di depanku.Selain karena aku wali kelasnya

  • –kau tahu, seringkali menganggap muridnya seperti anak kandung sendiri
  • –terlalu kejam rasanya menuduh seorang perempuan yang kukenal polos dan pendiam ini sebagai dalang kehilangan (AM: 18-19).

  Kutipan di atas menunjukkan bahwa tokoh utama percaya dan suka kepada siswanya yang bernama Bunga Malasari. Saat Bunga dituduh menjadi pelaku pencurian, tokoh utama membela Bunga dan tidak semudah itu percaya bahwa gadis polos itu adalah pelaku peristiwa pencurian. Ia telah menganggap Bunga Malasari dan siswa-siswi lain di kelasnya seperti anak kandung sendiri. Tokoh utama ingin mengetahui kebenaran tentang peristiwa pencurian tersebut. Sebab, ia terlampau kejam rasanya jika menuduh Bunga sebagai dalang kehilangan.

  Sikap tokoh utama yang percaya dan menyayangi siswa juga dapat dilihat melalui kutipan novel berikut ini: “Ibu adalah ibumu di sekolah. Sebagai ibu, tentu ibu akan menjaga dan membela anaknya. Jadi, kau tak usah takut,” kupegang bahunya. Ia menunduk(AM: 23). Kutipan tersebut menunjukkan kasih sayang tokoh utama sebagai seorang guru yang ingin senantiasa menjadi ibu bagi siswanya di sekolah. Sikap percaya ditunjukkan dengan usaha untuk selalu menjaga dan membela siswanya dari berbagai ancaman. Kasih sayang yang diberikan oleh tokoh utama bahkan ditunjukkan kepada Bunga Malasari. Siswi kelas VIII yang diduga mencuri seragam dan uang milik kakak kelasnya. Tokoh utama ingin membina Bunga dan tidak pernah mengucilkan Bunga meskipun ia telah terbukti melakukan tindakan pencurian di sekolah.

  Sikap percaya dan kasih sayang tokoh utama kepada siswanya ditunjukkan dengan keinginannya yang disampaikan kepada Bapak Sanusi yaitu akan mendidik Bunga Malasari dengan caranya sendiri. Ia yakin alasan Bunga mencuri adalah karena tekanan kemiskinan. Apabila Bunga dididik dengan cara yang baik, Bunga akan meninggalkan sifat buruknya. Ia sangat menyayangi siswa dan siswinya. Ia juga memiliki keyakinan bahwa mereka adalah anak-anak yang baik dan bersedia untuk dididik menjadi manusia yang lebih baik. Berikut adalah kutipan novelnya:

  “Ah, izinkan saya mendidiknya, Pak sekali saja. Jika ia tetap mencuri, saya serahkan pada BK atau kepolisian ” (AM: 33).

  Kutipan berikut juga menunjukkan sikap percaya dan kasih sayang seorang guru kepada siswanya. Tokoh utama menyayangi siswanya seperti anaknya sendiri.

  Ia percaya dan ingin selalu membela seluruh siswanya tanpa membedakan satu dengan yang lain. Tokoh utama menyayangi siswa-siswinya sepenuh hati. Baginya siswa adalah generasi yang harus dididik dengan cinta dan kasih sayang:

  Ingin kubelai kepala mereka sebagai anakku sendiri, sehingga aku mendapat energi luar biasa untuk bertahan pada keputusanku, membela mereka

  • –tanpa terkecuali (AM:35). Sikap percaya dan kasih sayang tokoh utama sebagai seorang guru juga ditunjukkan dengan sikap tokoh utama yang ingin mengenal siswanya lebih dekat. Ia mencintai dan menyayangi siswanya dengan tulus. Ia menyadari bahwa sebelumnya ia masih menjaga jarak dengan siswanya. Namun, kali ini ia akan berusaha menjadi guru yang baik. Guru yang mengenal dan memahami bagaiamana siswanya. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

  Tapi, hari ini, aku ingin lebih mengenal mereka, mendekap mereka ke dalam hatiku. Ingin kucoba menghafal nama-nama mereka, sebab secara emosi anak-anak akan merasa dekat dan diingat jika guru mengingat nama mereka (AM:36) .

  Tokoh utama adalah seorang guru yang percaya dan menyayangi siswanya. Hal ini dapat dilihat saat tokoh utama ingin membela siswanya di hadapan para guru. Tokoh utama yakin bahwa Bunga Malasari mencuri seragam dan uang kakak kelasnya hanya karena satu alasan, yaitu kemiskinan. Tokoh utama tidak bermaksud membela orang yang bersalah. Namun, hatinya terketuk setelah mengetahui alasan Bunga Malasari mencuri,yaitu karena rasa malu akibat baju seragam yang robek dan uang sebesar lima belas ribu rupiah yang digunakan untuk membeli beras. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

  “Tapi, untuk kasus Bunga Malasari, izinkan saya membinanya. Perempuan yang mencuri karena miskin, ini hal luar biasa dalam hidup saya, Bu. Ini melanggar tradisi, kebiasaan. Apa yang dilakukan dengan pakaian yang dicurinya? Ia kenakan tanpa rasa jengah, malu, atau merasa aneh meski sesungguhnya itu pakaian bekas milik temannya. Dan pakaian lelaki pula! Ia bagai mendapat baju baru, sebab meminta ibunya mengganti baju lamanya tak punya uang. Apa yang dilakukan dengan uang lima belas ribu yang ia curi? Ia membeli beras. Apakah hati kita tidak terketuk mendengarnya?

  ” (AM: 44-45). Tokoh utama dalam novel Aku Masenja karya Rumasi Pasaribu adalah seorang pendidik yang percaya dan menyayangi siswanya. Terbukti, selaku wali kelas ia rela membela dan menyelamatkan Bunga Malasari saat rapat di hadapan dewan guru. Ia telah percaya ketika mendengar Bunga bercerita tentang alasannya mencuri seragam dan uang milik kakak kelasnya. Tokoh utama menyayangi Bunga Malasari. Sebagai seorang wali kelas, ia ingin membina Bunga Malasari dengan caranya sendiri. Hal ini dapat dibuktikan melalui dua kutipan berikut:

  Aku istirahat beberapa jenak untuk mengembalikan diriku pada kesadaran yang sesungguhnya. Sebab tadi di dalam rapat aku telah menghabiskan energiku untuk menyelamatkan Bunga Malasari, meski ada keraguan pada keputusanku. Aku telah terenyuh pada ceritanya waktu itu, dan aku percaya. Maka adakah yang lebih bijak dari keputusanku sebagai wali kelas selain membinanya? (AM: 47).

  Gadis tanggung itu mengangguk. Wajahnya yang bulat tampak penuh begitu ia melebarkan bibirnya. Kutepuk bahunya, menunjukkan bahwa aku percaya padanya. Nanti akan kulihat perkembangannya, batinku. Setelah itu, kubiarkan gadis tanggung itu pamit dan berlalu meninggalkanku (AM: 70).

  Tokoh utama adalah seorang guru yang penyayang. Ia ingin mengubah siswanya menjadi manusia yang lebih baik dan bermoral. Bentuk kasih sayang yang diberikan tokoh utama sebagai seorang guru kepada siswanya adalah berupa perhatian. Ia tidak ingin siswanya kelak menjadi orang yang tidak bermoral. Sebagai seorang guru, ia yakin bahwa siswanya memiliki sikap baik dan harus selalu dibimbing. Hal ini seperti terlihat saat tokoh utama sedang berbicara kepada Bunga Malasari mengenai kasus pencurian yang melibatkannya dalam kutipan berikut:

  “Kamu berjanji tidak akan mengulangi kejadian ini, Bunga?” tanyaku tiba- tiba, begitu aku teringat tabiatnya yang buruk. Sudah beberapa orang guru yang menyampaikan kebiasaan mencuri Bunga Malasari sejak SD. Dan aku mesti mengubahnya sesuai janjiku. Untuk itu aku harus memantaunya selalu

  (AM: 70)

  Tugas guru adalah membentuk kemauan dan kata hati siswa ke arah yang lebih baik dengan syarat guru harus percaya dan sayang kepada siswanya. Ketika ketua kelas yang bernama Alfi Rozaz beserta siswa lain di kelasnya ingin melakukan demonstrasi karena ada salah satu guru yang jarang mengajar, sebagai seorang pendidik tokoh utama ingin meletupkan semangat pergerakan siswa-siswinya dalam menuntut hak untuk memperoleh pendidikan. Selaku wali kelas tokoh utama juga mencoba membela siswa-siswinya di hadapan para guru. Ia ingin membela siswanya untuk memperjuangkan hak pendidikan. Tokoh utama percaya bahwa anak-anaknya adalah pelajar yang baik dan penuh dengan semangat belajar. Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan-kutipan berikut:

  Tapi permohonan izin yang Alfi Rozaz sampaikan pada wali kelasnya, adalah segenggam kepercayaan yang mereka serahkan ke tanganku. Dan entah tiba- tiba semangatku bangkit. Rindu pada pergerakan di organisasi

  • –meski dulu tak
  • – sepenuhnya kugeluti sebab sebagian aktivis abai pada perkuliahan membuatku ingin meletupkan semangat pergerakan pada anak-anak (AM: 153). “Dan melihat keberanian mereka demonstrasi hari ini, saya justru salut, Bapak dan Ibu Guru. Mereka calon pemimpin luar biasa. Yang hebat dan pemberani. Jarang siswa SMP yang begini. Maka tidak semestinya kita mematikan semangat mereka untuk menyatakan kebenaran. Bila disalahkan sekarang, barangkali akan membuat mereka jadi penakut setelah dewasa nanti. Efeknya fatal ” (AM: 160).

  Sebagai seorang guru, tokoh utama adalah panutan bagi siswanya. Tokoh utama adalah tonggak bagi seluruh siswanya. Ia begitu menyayangi siswanya degan sepenuh hati. Ia ingin selalu mendampingi dan berada di depan, tengah, dan di belakang siswanya. Ia ingin selalu mendukung dan membela siswa semampunya. Hal ini seperti yang terdapat dalam kutipan novel berikut:

  Aku tonggak bagi anak-anakku. Dan aku telah berjanji dalam hati sejak demonstrasi itu, aku akan berada di depan, di tengah, sekaligus di belakang mereka (AM:160). Kutipan berikut ini terjadi saat siswa kelas VIII ingin melakukan demonstrasi memperjuangkan hak belajar. Para siswa ingin menyampaikan aspirasi di depan kepala sekolah karena guru IPA mereka yang bernama Ibu Trisna tidak pernah memberikan pelajaran di kelas. Sebagai seorang wali kelas yang menyayangi siswanya tokoh utama memberikan semangat dan dukungan. Ia mendukung hak belajar siswa yang harus ditegakkan. Guru yang melanggar aturan perlu diberi ketegasan. Hal ini terlihat dalam kutipan novel berikut:

  “Tidak ada kesalahan dalam memperjuangkan hak. Ibu akan membela kalian” (AM:163).

  Selain itu, semangat dan dukungan tokoh utama kepada siswanya ditunjukkan dalam kutipan novel berikut ini: “Ibu bersama kalian. Ada juga guru yang lain, Bapak Sanusi misalnya. Kalian tidak sendiri” (AM: 163). Kutipan di atas adalah bentuk kasih sayang seorang guru kepada siswanya. Sebagai seorang wali kelas tokoh utama selalu mendukung dan memberikan motivasi kepada siswanya. Ia meyakinkan siswanya bahwa mereka tidak sendirian. Siswa memiliki guru-guru yang akan siap membantu mereka. Siswa tidak boleh khawatir karena guru-guru di sekolah ini sangat menyayangi dan percaya kepada mereka.

  Kutipan di bawah ini juga menunjukkan bahwa tokoh utama adalah sosok pendidik yang percaya dan sayang kepada siswanya. Tokoh utama mencoba bersabar dalam menghadapi tugasnya sebagai seorang guru. Salah satu yang menjadi sumber kekuatan baginya adalah rasa percaya dan perasaan cinta kepada siwa. Ia yakin bahwa siswa dapat menjadi semangat baginya dalam menyelesaikan segala permasalahan yang menimpanya di sekolah. Ia dapat maju dan bergerak bersama siswanya, seperti yang terlihat dalam kutipan novel berikut:

  Dan entah, esok aku akan mencoba kata-katanya. Mengabaikan segala yang membuatku lelah. Mengabaikan jiwa-jiwa yang tetap berpikir buruk tentangku. Mengabaikan derita dan tentu melupakan kesedihan-kesedihan, juga ketegangan agar aku dapat menghimpun anak-anakku. Ya, aku masih memiliki anak-anak. Aku bisa fokus. Dan aku bisa bergerak bersama mereka (AM: 167).

  Kasih sayang yang diberikan tokoh utama bukan hanya tertuju kepada siswa kelas VIII saja. Kasih sayang ia berikan kepada seluruh siswa di sekolah daerah perkebunan tersebut. Seluruh siswa adalah murid yang harus dicintai dan disayangi dengan sepenuh hati. Ketika di daerah perkebunan terjadi kebakaran, tokoh utama merasa khawatir dengan keadaan siswanya yang rata-rata adalah anak dari karyawan perkebunan kelapa sawit. Ia takut apabila ada siswanya yang turut menjadi korban kebakaran. Kasih sayang dan kepedulian tokoh utama dapat terlihat melalui kutipan novel di bawah ini:

  Tiba-tiba pikiranku beralih pada muridku. Di sekolahku banyak anak-anak karyawan perkebunan itu. Adakah salah satu atau lebih yang menjadi korban kebakaran? (AM: 172). Setelah berjuang membina Bunga Malasari dalam kasus pencurian, tokoh utama semakin percaya kepada salah satu anak didiknya itu. Tokoh utama percaya bahwa siswanya dapat dididik agar menjadi lebih baik. Bunga telah berhasil membuatnya yakin bahwa ia tidak salah telah membela Bunga di hadapan para guru.

  Ia suka dengan Bunga Malasari yang selalu datang lebih awal ke sekolah dibandingkan dengan teman-temannya, meskipun prestasinya tidak begitu menonjol.

  Ia menyayangi Bunga dan percaya bahwa Bunga dapat berubah menjadi lebih baik. Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan berikut:

  Aku ke ruang kelas dan bertanya pada Bunga Malasari

  • –yang tengah duduk di kursinya dengan wajah tenang. Ia membiarkan rambutnya yang basah terurai. Ini yang kusukai dari anakku ini. Ia selalu hadir pagi di sekolah, meski prestasinya tak terlampau menonjol. Sejak kejadian pencurian yang membuat keputusanku untuk membelanya menjadi kontroversi dan kecaman beberapa senior ia lebih terkendali. Ia hilangkan keraguan, kecemasan, dan gelisahku padanya setelah aku membulatkan tekad memaafkannya (AM: 174). Selain kutipan di atas, kutipan berikut juga menunjukkan kasih sayang dan kepercayaan tokoh utama sebagai seorang guru terhadap seluruh siswa di sekolahnya. Baginya seluruh siswa adalah anaknya. Siswa di kelasnya maupun di kelas lain adalah sama. Semuanya adalah anak-anaknya juga. Semua siswa berhak memperoleh perlindungan dan kasih sayang dari guru-gurunya. Hal ini terdapat dalam kutipan:
Aku menghela. Kelas ini atau kelas yang lain sama saja. Tetap kelas di sekolahku juga. Artinya, seluruhnya adalah anak-anakku juga. Siswa-siswaku semua. Maka duka ini, adalah duka seluruhnya. Meski ada wali kelasnya yang harus lebih peduli dibanding guru lain sepertiku (AM: 174-175).

  Bentuk kepercayaan dan kasih sayang yang ditunjukkan oleh tokoh utama kepada siswanya juga terlihat melalui kutipan berikut: Lelaki tanggung itu tampak gugup dan bingung. Matanya memerah. Beberapa butir air mata keluar dari sudut matanya yang kecil. Aku meraihnya. Memegang bahunya, untuk memberikan kekuatan pada ketua kelasku itu.Ia masih gemetar. Lelah. Dan wajahnya kusut (AM: 178). Kutipan di atas terjadi saat tokoh utama ingin memberikan semangat kepada ketua kelas yang bernama Alfi Rozaz. Remaja itu merasa malu karena ternyata ayahnya terlibat dalam peristiwa pembakaran lahan perkebunan kelapa sawit. Sebagai seorang guru yang menyayangi siswanya, tokoh utama mencoba memberikan semangat dan nasehat kepada Alfi Rozaz agar siswanya tetap kuat menghadapi ujian hidup. Sebagai seorang wali kelas, ia menyayangi Alfi Rozaz seperti anak sendiri. Ia tidak ingin Alfi Rozaz terpuruk dengan masalah yang menimpanya.

  Tokoh utama adalah seorang guru yang memiliki kepercayaan dan juga kasih sayang kepada seluruh siswanya di sekolah. Ia merasa haru sekaligus bangga kepada siswa sekolah perkebunan kelapa sawit itu. Kasih sayangnya kepada siswa begitu membekas di hatinya. Ia menjadi tempat bagi siswanya bercerita dan mengadu. Ia menjadi tempat bagi siswanya untuk melabuhkan harapan. Selain itu, ia juga menjadi ibu bagi siswanya di sekolah. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut:

  Sebersit rasa haru hadir dalam hatiku, sebab telah menjadi tempat anakku mengadu. Ini adalah salah satu kebanggaan seorang guru. Menjadi ibu kedua setelah ibu kandungnya. Tempat berbagi cerita dan melabuhkan harap murid- muridnya (AM:178).

  Kasih sayang tokoh utama juga terlihat saat tokoh utama tidak rela melihat siswanya yang bernama Alfi Rozaz terpuruk karena masalah yang menimpanya. Alfi adalah ketua kelas di kelas VIII. Ia memiliki semangat dan keberanian yang tinggi. Ia berani menjadi ketua dalam peristiwa demonstrasi saat menuntut hak belajar.

  Namun, ia kehilangan semangat dan keberaniannya sejak ayahnya dipenjara karena terlibat dalam peristiwa pembakaran lahan. Sebagai seorang wali kelas yang telah lama mengenal Alfi, tokoh utama merasa khawatir dengan masa depan Alfi Rozaz. Hal ini seperti yang terdapat dalam kutipan :

  Tapi sungguh, aku tetap merasakan cemas dan takut anak itu. Aku juga rasakan gelisahnya. Aku ngeri membayangkan keberanian mendemonstrasi guru itu dibabat habis melalui sikap-sikap, kata-kata, dan peristiwa yang meruntuhkan kepercayaan dirinya. Bisa jadi setelah itu tak tersisa sedikit saja akar keberanian agar ia dapat tumbuh suatu hari nanti, meski dalam waktu yang lama. Alangkah naas bila anak itu harus hidup dalam kepengecutan dan persembunyian selamanya. Aku tak rela, aku tak akan tega melihatnya (AM: 185).

  Untuk memberikan dukungan kepada Alfi Rozaz, tokoh utama ingin mengunjungi anak itu secara pribadi. Sebagai seorang guru ia adalah sosok yang peduli dan menyayangi siswanya. ia ingin menjadi ibu dan sekaligus menjadi teman bagi siswanya. ia tidak ingin melihat Alfi Rozaz terpuruk karena masalah yang menimpanya. Ia menyayangi siswanya dan ingin mengembalikan semangat dan keberanian Alfi Rozaz. Hal ini tercermin dalam kutipan novel berikut:

  Aku telah memutuskan untuk mengunjungi anak itu. Secara pribadi. Sebagai seorang ibu yang peduli. Sebagai seorang teman yang pernah ia jadikan tempat mengadu waktu itu (AM:186). Selain Bunga Malasari, tokoh utama juga suka dan sayang kepada siswanya yang bernama Alfi Rozaz. Ia adalah ketua kelas VIII yang tegas dan pemberani. Alfi

  Rozaz telah berani melakukan demonstrasi di sekolah untuk meminta hak belajar siswa, sebab ada salah satu guru yang jarang mengajar di kelasnya. Namun, keberanian Alfi Rozaz terbentur ketika ayahnya terlibat dalam kasus pembakaran lahan perkebunan kelapa sawit. Alfi harus pindah sekolah karena malu ayahnya dipenjara. Sebagai seorang guru, tokoh utama ingin membimbing dan memberi semangat pada Alfi. Berikut adalah kutipannya:

  Anak itu harus mengembalikan keberaniannya yang berserakan. Aku telah berjanji dalam hati untuk membimbingnya, sama seperti memimbing Bunga Malasari pada masa yang memalukan dulu (AM: 186). Tokoh utama adalah seorang guru dan wali kelas yang begitu peduli dan juga menyayangi siswanya. Kutipan novel di bawah ini menunjukkan bentuk kasih sayang yang diberikan tokoh utama kepada siswanya yang bernama Alfi Rozaz. Bentuk kasih sayang yang diberikan tokoh utama berupa perasaan khawatir dengan keadaan Alfi setelah peristiwa kebakaran lahan yang melibatkan ayahnya. Ia takut apabila siswanya yang pemberani itu menjadi seorang yang penakut karena ayahnya kini telah terbukti menjadi salah satu pelaku pembakaran lahan dan akhirnya dipenjara. Sebagai guru yang penyayang, tokoh utama juga ingin turut bertanggung jawab atas masa depan siswanya. Ia tidak ingin siswanya mengalami trauma yang dalam sehingga kehilangan semangat dan keberanian. Padahal Alfi Rozaz adalah seorang ketua kelas yang pemberani. Ia berani mengajukan aspirasinya demi kebaikan. Hal ini terlihat dalam kutipan: Tapi sunguh aku resah, sebab aku belum sempat meredakan gelisah anak itu.

  Dan kini ia telah meninggalkanku. Aku khawatir ia menjadi anak yang akan membawa mimpi buruk ini sampai dewasa nanti. Membuatnya menjadi pengecut, menjadi pecundang. Bagaimanapun, aku turut bertanggung jawab atas anak itu (AM: 189).

  Alfi Rozaz adalah ketua kelas kepercayaan tokoh utama. Ia dapat dijadikan perantara saat tokoh utama membutuhkan informasi mengenai semua hal yang terjadi di kelas. Namun, dikarenakan ayahnya terlibat dalam kasus sengketa tanah Alfi Rozaz akhirnya harus pindah sekolah. Dan hal ini begitu disayangkan oleh tokoh utama. Sebagai seorang wali kelas, ia telah merasa memilki orang kepercayaan dan begitu menyayangi Alfi Rozaz. Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan berikut: Ah, ketua kelas kepercayaanku dulu, yang selalu menjadi tempat untuk meminta keterangan tentang kawan-kawannya sudah tak ada. Ia telah pindah sekolah ke Kabupaten, sementara wakilnya kini naik jabatan menjadi ketua kelas. Aku berdoa semoga mantan ketua kelas itu dibebaskan dari rasa takut akibat kejadian-kejadian yang telah menimpanya sejak demonstrasi waktu itu (AM: 213). Tugas seorang guru adalah megajar dan mendidik siswanya dengan penuh kasih sayang. Tokoh utama adalah seorang guru yang menyayangi siswanya dengan tulus. Ia ingin selalu menjaga dan menyayangi seluruh siswanya. Baginya siswa adalah penyemangat. Semua siswa harus diberi perlindungan dan kasih sayang. Hal ini terlihat seperti dalam kutipan novel berikut:

  Aku bagai ayam pesakitan di sekolah. Lagi-lagi mataku berkabut. Namun kata-kata Kak Gadis, bahwa ketika satu gundukan tanah di tamanmu terserang penyakit, maka kau harus memelihara tanaman di gundukan tanah yang lain. Dan tanaman yang lain itu adalah anak-anak, siswa-siswaku (AM:

  214).

  Sebagai seorang guru, tokoh utama sudah menyadari akan tugasnya. Ia begitu menyayangi siswanya. Ia ingin menjaga hati para siswanya dari perbuatan yang tidak bermoral. Siswanya yang masih remaja harus memperoleh didikan yang baik sebab hati mereka masih murni. Hati mereka tidak boleh ternoda dengan perbuatan kotor.

  Hal ini seperti yang terdapat dalam kutipan berikut: Aku diajarkan-

  Nya tentang menjaga „hati-hati‟ manusia yang masih remaja, masih murni, dan belum terlampau penuh dengan kotoran. Hati yang masih diisi sedikit tulisan, dan siap menerima tulisan dari tangan orang-orang di sekitarnya (AM: 224).

  Kasih sayang tokoh utama juga terlihat melalui keinginan dan ambisinya yang ingin selalu membenahi dan mendidik siswa. Ia ingin siswanya menjadi manusia yang lebih baik. Menjadi manusia yang bermoral. Ia tidak akan lalai pada tugasnya mendidik moral siswa. Bentuk kepedulian dan perhatian yang diberikan oleh tokoh utama kepada siswanya menunjukkan bahwa ia sangat menyayangi siswanya. Hal ini dapat dilihat melalui kutipan novel berikut:

  Aku mesti membenahinya, membenahi seluruh siswa di kelasku, sekaligus membenahi diriku (AM: 226) Kasih sayang tokoh utama kepada siswa dan sekolah juga terlihat saat tokoh utama harus pindah tugas mengajar ke sekolah lain, seperti yang terlihat dalam kutipan novel berikut ini:

  Ya, aku kembali mendapat pelajaran bahwa sesuatu

  • –seseorang ataukah kenangan –akan bertambah-tambah dicintai ketika kita merasa kehilangan.

  Setiap kepergian selalu meninggalkan kesedihan dan duka (AM: 229). Kutipan novel di atas menunjukkan bentuk kasih sayang tokoh utama saat ia merasakan kesedihan dan duka yang teramat mendalam dihatinya. Ia harus meninggalkan sekolah di daerah perkebunan yang telah meninggalkan begitu banyak kenangan dalam hidupnya. Ia sudah menyayangi dan merasa nyaman dengan sekolah dan siswa di tempat tugasnya itu. Tokoh utama kembali mendapatkan pelajaran bahwa sesuatu akan lebih dicintai ketika telah pergi. Tokoh utama sangat menyayangi dan mencintai siswa, guru, dan sekolah itu.

3. Sabar dan Rela Berkorban

  Seorang pendidik harus mempunyai sikap sabar dan rela berkorban dalam menjalankan tugas dan perannya. Sifat ini dimiliki oleh tokoh utama dalam novel karya Rumasi Pasaribu. Berikut adalah kutipan yang menunjukkan

  Aku Masenja

  bahwa tokoh utama memiliki sikap sabar dan rela berkorban: Aku mengontrak sebuah rumah kos di pasar Unit 6, Kecamatan Padang Jaya.

  Bersebelahan dengan pemilik rumah yang bekerja sebagai petani sawit, yang kebunnya searah dengan sekolahku. Agak jauh dari sekolah memang, tapi tak mengapa. Aku membawa sepeda motor semasa kuliah dulu untuk menuju simpang jalan sekolah, lalu menitipkannya pada sebuah rumah kepala desa di sana. Lalu aku akan menunggu angkutan desa berbentuk mobil kompong menuju sekolah yang jaraknya sekitar lima kilo (AM:28).

  Kutipan di atas menunjukkan sikap sabar dan rela berkorban yang dilakukan oleh tokoh utama. Bentuk pengorbanan yang dilakukan oleh tokoh utama sebagai seorang guru adalah rela tinggal jauh dari sekolah dengan perjalanan berkilo-kilo meter menuju sekolah. ia harus mengontrak di rumah warga. Ia juga harus bersabar dan rela hidup jauh dari keluarga dan orang tuanya demi menjalankan tugasnya. Meskipun penuh dengan perjuangan, namun tokoh utama tetap ikhlas dalam menjalankan tugasnya untuk mengajar dan mendidik siswanya di sekolah.

  Ketegasan dan keberanian tokoh utama sebagai guru muda juga menunjukkan kerelaan berkorban sebagai seorang guru. Ia sabar dan rela ketika dihujat dan dijauhi oleh rekan kerjanya sesama guru hanya karena ingin membela anak didiknya yang bernama Bunga Malasari. Bunga memang terbukti bersalah telah melakukan tindakan pencurian di sekolah. Namun setelah mendengar pengakuan Bunga Malasaei dan cerita yang disampaikan oleh Bapak Sanusi, sebagai seorang wali kelas tokoh utama mempunyai keyakinan bahwa siswanya mencuri karena terdesak oleh kemiskinan. Tokoh utama rela mengorbankan perasaannya demi membela siswanya di hadapan guru-guru yang tidak sependapat dengannya. Tokoh utama tidak pernah bermaksud untuk membela siswa yang terbukti bersalah, namun ia yakin bahwa ia dapat mengubah sikap Bunga Malasari melalui cara dan didikannya. Hal ini seperti yang terlihat dalam kutipan berikut:

  “Bapak tahu saya dihujat oleh bapak dan ibu guru, serta siswa kelas 9, serta beberapa orang tua siswa yang tahu kejadian itu, sebab keputusan saya kemarin?” tanyaku perlahan, nyaris tanpa suara. Bimbang sesungguhnya mendera-deraku. Bimbang yang kerap hadir dalam diri seorang perempuan yang mengedepankan perasaan. Namun keputusanku untuk tetap mempertahankan Bunga Malasari dan membinanya, adalah logika yang kudapatkan dari bergelut dengan ilmu dan matematika (AM:33).

  Kali ini darahku mendidih hingga hampir-hampir aku menghardiknya dengan kasar. Tapi mengingat janji pada diriku sendiri, janji pada seluruh dewan guru, juga rasa malu yang mesti kutanggung bila ternyata aku gagal

  Tokoh utama menganggap bahwa tugas seorang guru selain mengajar adalah berdakwah. Dan dalam berdakwah ia harus tetap sabar dalam berjuang. Ia rela meskipun dirinya harus mengorbankan perasaannya sendiri. Tokoh utama berani untuk membela Bunga Malasari. Ia rela menanggung malu di hadapan dewan guru apabila ia gagal mendidik siswanya yang terbukti melakukan tindakan pencurian di sekolah. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut:

  • –setelah aku mati-matian membelanya
  • –aku melunakkan suaraku. Sekali ini! Tak ada salahnya kucoba lagi! Dan bukankah berdakwah memang harus ada yang dikorbankan? Kali ini, aku berkorban perasaan, barangkali! (AM:55-56).

  Sikap sabar dan rela berkorban yang ditunjukkan oleh tokoh utama dalam novel Aku Masenja karya Rumasi Pasaribu juga dapat dilihat melalui kutipan berikut: Aku harus kuat. Segalanya akan kuhadapi meski seorang diri. Aku akan menemukan jalan untuk keluar dari situasi ini. Ketegangan-ketegangan ini, pasti akan berakhir. Aku menguatkan hatiku yang sudah tak berbentuk lagi (AM: 114). Kutipan tersebut menunjukkan bahwa tokoh utama memiliki sikap sabar dan rela berkorban. Tokoh utama rela dan senantiasa mencoba sabar dan kuat dalam menghadapi permasalahan yang menimpa dirinya di sekolah. Kesabaran dan pengorbanan tokoh utama sebagai seorang pendidik dapat dibuktikan dengan perjuangannya meskipun seorang diri, ia tetap berjuang untuk menguatkan hati.

  Tokoh utama adalah seorang pendidik yang sabar dan rela berkorban. Kesabaran tokoh utama diuji dengan berbagai macam cobaan yang menimpanya di sekolah. Berbagai masalah menimpa dirinya, seperti dijauhi oleh guru lain karena

  Aku tetap tenang. Aku tonggak bagi anak-anakku. Dan aku telah berjanji dalam hati sejak demonstrasi itu, aku akan berada di depan, di tengah, sekaligus di belakang mereka. Terkadang kegelisahan dan benturan-benturan berulang membuat seseorang menjadi terbiasa dan tak gubris. Aku telah kenyang dengan ketegangan (AM: 160).

  dianggap sebagai guru muda yang terlalu berani menangani kasus siswa dengan caranya sendiri. Ia dianggap sebagai guru yang egois. Namun, tokoh utama tetap merasa tenang meskipun sebenarnya ada banyak hal yang membuat hatinya merasakan ketegangan. Tokoh utama tetap berpikir positif, sabar, dan rela berkorban demi siswanya. Hal tersebut tercermin dalam kutipan berikut:

  Berbagai permasalahan yang terjadi terkait dengan tugasnya sebagai seorang pendidik telah membuat tokoh utama belajar menerima segalanya. Ia yakin bahwa semua hal dapatdilalui. Tokoh utama memiliki kesabaran dan kerelaan dalam berjuang untuk menjalankan perannya. Tokoh utama adalah sosok guru teladan yang sabar dan rela berkorban dan terus berusaha untuk menjadi seorang guru yang berkarakter. Kesabaran dan kerelaan tokoh utama terlihat meskipun ia adalah guru muda. Hal tersebut tercermin dalam kutipan berikut:

  Dan akhir-akhir ini, pemahamanku tentang kehidupan serta kehampaan yang kurasakan membuatku mulai menyederhanakan jiwaku. Aku telah belajar menerima segalanya sebagai siklus yang harus kulewati, sebagaimana ketegangan-ketegangan yang bermula di tahun ini

  • –setelah aku menjadi guru, seorang yang mestinya memiliki sikap dan keteladanan lebih dibandingkan profesi lain
  • –yang satu persatu kulalui. Semakin lama, aku yakin bahwa aku akan semakin terbiasa dengan kondisi apa pun (AM: 183). Sebagai seorang guru yang belum lama bergelut di dalam dunia pendidikan, tokoh utama sudah harus melewati berbagai ujian. Sebagai seorang guru yang baik, tokoh utama terus berusaha sabar dan terus rela mengorbankan diri demi menjalankan profesinya. Tokoh utama berusaha untuk terus bersabar. Ia sudah mulai
merasa terbiasa dengan ketegangan dan kegelisahan. Ia yakin bahwa semua permasalahan yang terjadi kepada dirinya merupakan cara Tuhan untuk membuatnya lebih bijak dan dewasa. Kesabaran dan kerelaan hati tokoh utama tergambar seperti yang terdapat dalam kutipan berikut:

  Tapi sudahlah! Seperti yang telah kukatakan, aku telah terbiasa dengan ketegangan dan gelisah. Tak akan lagi kubiarkan ia merobek-robek kesadaranku, jiwaku, dan hidupku. Sebab segalanya adalah cara-Nya untuk membuatku semakin bijak dan dewasa (AM: 185).

  Sikap sabar dan rela berkorban dimiliki oleh tokoh utama sebagai seorang pendidik. Menurut pemikiran tokoh utama, kesabaran dan kegigihan harus dimiliki oleh siapa pun, baik itu laki-laki maupun perempuan. Tidak ada pembeda bagi keduanya, sebab semua orang harus memiliki sifat sabar dan gigih. Laki-laki dan perempuan tidak boleh gentar dalam mengarungi kehidupan. Keduanya harus memiliki jiwa pengorbanan yang sama untuk memperjuangkan kebaikan. Hal ini seperti yang terlihat dalam kutipan novel di bawah ini:

  Lelaki tak boleh gentar, meski perempuan juga mestinya tak boleh gentar dalam mengarungi hidup. Sebab kesabaran dan kegigihan dalam menjalani hidup tak pernah dibedakan antara lelaki dan perempuan (AM: 186). Sifat sabar dan rela berkorban yang dimiliki oleh tokoh utama juga dapat dilihat ketika tokoh utama tetap berusaha bersikap baik kepada semua orang.

  Meskipun orang tersebut telah melukai dan menyakitinya. Ia tidak pernah memusuhi siapapun dalam hidupnya. Sebagai seorang guru, tokoh utama harus merasa nyaman berada di sekolah, dimana sekolah adalah rumah kedua baginya. Tokoh utama tetap sabar dan rela berkorban untuk terus belajar di tempat ini. Hal ini dapat seperti yang terlihat dalam kutipan novel berikut:

  Tapi sungguh, aku tak memusuhi mereka. Kau mestinya lebih paham, bahwa pertemuan dengan berbagai manusia adalah proses mendewasakan hidup. Tetap bersuka cita dengan apa yang ditampakkan orang lain adalah tanda kearifan.Ditambah lagi, sekolah adalah rumah kedua setelah rumahku sendiri. Jadi aku mesti merasa nyaman dengan situasi apa pun. Dan aku akan terus belajar, meski satu waktu nanti, diam-diam beberapa di antaranya bergerilya menghantamku (AM: 195) . Sikap sabar dan rela berkorban yang dimiliki oleh tokoh utama sebagai seorang guru juga dapat dilihat melalui kutipan berikut: Aku mesti mengambil sikap, secepatnya. Dan kecemasan-kecemasan yang mudah datang menghampiriku sejak aku merasakan ketegangan di sekolah beberapa waktu ini harus kuminimalisir, sebab aku harus terbiasa dengan berbagai keadaan. Aku telah memilih, dan aku harus bertanggung jawab atas keputusanku (AM: 203). Kutipan di atas menunjukkan sikap sabar dan rela berkorban sebagai seorang guru yang tercermin dalam diri tokoh utama. Sebagai seorang yang sabar, ia memiliki kesabaran dalam mengurangi kecemasan-kecemasan yang menimpa dirinya. Ia berani mengambil sikap dan bertanggung jawab terhadap keputusan yang telah ia pilih meskipun hal itu membuat hatinya gelisah. Banyak pengorbanan yang dilakukan oleh tokoh utama, salah satunya adalah berkorban perasaan menahan ketegangan, kecemasan, dan kegelisahan. Demi melaksanakan tugas sebagai seorang guru, ia rela mengorbankan apa pun termasuk mengorbankan perasaan dan kebahagiaannya sendiri. Misalnya, ia rela dijauhi oleh temannya sesama guru yang tidak memiliki pendapat yang sama dengan dirinya.

4. Berwibawa

  Seorang guru harus memiliki sikap berwibawa. Orang yang berwibawa selalu dihormati dan disegani oleh orang lain. Seorang guru harus memiliki kewibawaan di dalam dirinya. Kewibawaan guru diperlukan agar proses belajar mengajar dapat terlaksana dengan baik. Dengan adanya kewibawaan dalam diri seorang pendidik akan menjadikan siswanya menjadi terbiasa untuk bersikap disiplin dan tertib.

  Berikut kutipan yang menunjukkan kewibawaan seorang pendidik pada tokoh utama dalam novel Aku Masenja karya Rumasi Pasaribu: Kutanyakan lebih lanjut alasan ia mencuri pakaian Farid. Kudapatkan jawabannya. Dengan susah payah ia menceritakan segalanya. Mataku berkaca tanpa mampu kucegah. Hanya saja, aku berkeras untuk tak terbawa emosi dan tetap terlihat anggun di hadapannya. Namun tetap saja, mendengar ceritanya aku meraung dalam hati (AM: 24). Mataku berembun. Namun rasa malu bila tampak lemah dengan menangis membuatku menahan-nahan perasaan sedihku. Aku harus kuat (AM: 84). Kedua kutipan di atas menunjukkan kewibawaan tokoh utama sebagai seorang pendidik.Kewibawaan tokoh utama ditunjukkan dengan bersikap tenang dan tidak terlihat lemah di hadapan siswanya yang bernama Bunga Malasari. Meskipun sebenarnya hatinya merasakan kesedihan setelah mendengar alasan Bunga mencuri pakaian Farid, yaitu karena gadis itu malu kepada teman-temannya sebab pakaiannya telah sobek dan Ibunya tak mampu membelikan seragam baru untuknya. Tokoh utama tetap menjaga kewibawaan di hadapan siswanya itu dengan berusaha untuk tidak meneteskan air mata di hadapan Bunga Malasari. Ia tetap berusaha untuk kuat agar tidak terlihat lemah di hadapan siswa.

  Seorang guru harus memiliki sikap berwibawa. Kewibawaan juga dimiliki oleh tokoh utama ketika ia terus mencoba untuk memperbaiki dirinya sebagai seorang pendidik. Ia ingin membiasakan diri agar menjadi sosok guru yang tegas di hadapan siswanya. Ketegasan menjadi salah satu petunjuk adanya sikap berwibawa.

  Sikap tegas memang telah dimiliki oleh tokoh utama sebagai seorang pendidik. Berikut adalah kutipan yang menggambarkan hal tersebut:

  Hari ini aku harus menjadi Rona Masenja yang keras dan tegas.Sengaja kuhitamkan garis di bawah mataku

  • –yang kata ibu kecil dan sayu–dengan eye liner untuk menunjukkan kesan tegas dan sedikit sangar! (AM: 66). Bukti bahwa seseorang memiliki kewibawaan adalah sikap segan dan patuh orang lain terhadap dirinya. Tokoh utama adalah seorang guru yang berwibawa. Kewibawaan tokoh utama sebagai seorang pendidik juga dapat dilihat melalui sikap dan kesantunan siswa terhadap dirinya. Dengan siswa yang bersikap sopan serta menghargai dirinya sebagai seorang guru dapat menjadi petunjuk bahwa tokoh utama adalah sosok guru yang disegani dan juga memiliki kewibawaan di hadapan siswanya. Hal tersebut tergambar saat para siswa menyalami tokoh utama dengan takzim sebagai rasa hormat yang mereka tunjukkan kepada tokoh utama. Hal ini terdapat dalam kutipan-kutipan berikut:

  Begitu tiba di depanku, ia mengulurkan tangan kanannya dan mencium tanganku dengan takzim (AM: 69). Memasuki pekarangan sekolah, beberapa anak yang berpapasan denganku menyambut tanganku dan menciumnya dengan takzim. Kuhadiahi mereka satu senyum, sehingga segalanya menjadi lebih indah, hangat, dan bersahabat (AM: 146). “Bunga, adakah rumah temanmu yang menjadi korban kebakaran di perumahan perkebunan?” tanyaku begitu ia bergegas mencium tanganku dengan takzim(AM: 174). “Ibu,” panggilnya cepat dan khawatir. Ia mengambil tanganku dan menciumnya (AM: 177).

  Perlahan-lahan kulangkahkan kaki menuju kelasku. Begitu melihatku, sontak anak-anak menghampiri dan menyalami dengan takzim, lalu kembali pada aktivitas mereka (AM: 212). Kewibawaan seorang pendidik dilihat bukan hanya dari sikap siswa yang patuh, hormat, dan segan kepada guru tersebut. Melainkan juga dari sikap masyarakat terhadap dirinya. Tokoh utama dalam novel Aku Masenja karya Rumasi Pasaribu adalah seorang pendidik yang berwibawa bukan hanya bagi siswanya. Kewibawaan tokoh utama juga dapat dilihat dari sikap masyarakat yang menghormati dirinya sebagai seorang guru. Hal ini terjadi saat tokoh utama berkunjung ke rumah Alfi Rozaz dan bertemu dengan Ibu Alfi. Awalnya, sikap Ibu Alfi kepada begitu dingin, ketus, dan kasar kepadanya. Namun, setelah mengetahui bahwa tokoh utama adalah guru dari siswanya, Ibu Alfi Rozaz berubah menjadi bersikap lebih hormat kepada tokoh utama. Hal ini menunjukkan bahwa tokoh utama adalah seorang guru yang memiliki sikap berwibawa. Kewibawaan yang dimiliki tokoh utama tidak hanya terlihat dengan sikap siswa yang patuh dan menghormati gurunya, namun juga sikap masyarakat terhadap dirinya. Seperti yang terlihat dalam kutipan novel berikut ini: