BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran - PERAN GURU PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DALAM MENUMBUHKAN KEDISIPLINAN PESERTA DIDIK UNTUK MEMATUHI TATA TERTIB SEKOLAH DI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI SUMBANG SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - repository

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan karena adanya

  sebuah keharusan maupun tuntutan dalam sebuah profesi atau berkaitan dengan keadaan dan kenyataan. Jadi peran merupakan perilaku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang yang sesuai dengan kedudukannya dalam suatu sistem. Jadi peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil (Fadil dkk, 2013: 3).Perilaku individu dalam kesehariannya hidup bermasyarakat berhubungan erat dengan peran. Karena peran mengandung hal dan kewajiban yang harus dijalani seorang individu dalam bermasyarakat. Sebuah peran harus dijalankan sesuai dengan norma-norma yang berlaku juga di masyarakat. Seorang individu akan terlihat status sosialnya hanya dari peran yang dijalankan dalam kesehariannya.

  Menurut Soekanto, 2009: 212 peran (role ) merupakan “aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran”. Peran yang melekat pada diri seseorang harus dibedakan dengan posisi dalam pergaulan kemasyarakatan. Posisi seseorang dalam masyarakat (yaitu social-position) merupakan unsur statis yang menunjukkan tempat individu pada organisasi masyarakat. Peran lebih banyak menunjukkan pada fungsi, penyesuaian diri dan sebagai suatu

  10 proses. Jadi, seseorang menduduki suatu posisi dalam masyarakat serta menjalankan suatu peran. Peran mencakup tiga hal, yaitu sebagai berikut:

  1. Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan rangkaian perturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.

  2. Peran merupakan suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

  3. Peran juga dapat diartikan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.

  Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa peran adalah suatu perilaku seseorang untuk menjalankan kewajibannya baik untuk dirinya sendiri, orang lain, maupun bagi bangsa dan negaranya sendiri.

B. Pendidikan Kewarganegaraan 1. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)

  PPKn sering juga disebut PKn atau pendidikan civic, yang membahas tentang kewarganegara, moral, norma, hukum, budi pekerti dan lain-lain. Sejarah pendidikan kewarganegaraan berawal dari menanggapi usulan UNESCO agar setip negara Asia Pasifik memberikan bahan ajar yang mengarah kepada pembangunan karakter bangsa maka salah satu bahan ajar adalah pendidikan kewarganegaraan, civic education, civic (Fadil dkk, 2013: 3-4). Pendidikan Kewarganegaraan menurut Zamroni dalam (Taniredja, 2013: 2) Pendidikan Kewarganegaraan ad alah “Pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berfikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktifitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak- hak warga masyarakat”. Istilah

  

civics dan Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia sudah mulai

  dikenal dalam kurikulum sekolah sejak tahun 1968 sebagai upaya untuk menyiapkan warga Negara yang baik, yaitu warga Negara yang mengetahui hak-hak dan kewajiban-kewajibannya. Melalui kurikulum tersebut khusus untuk sekolah dasar memuat tentang Pendidikan Kewaganegaraan yang di dalamnya mencakup ilmu bumi, sejarah dan

  

civics. Secara teoritik Pendidikan Kewarganegaraan merupakan

  perluasan dari mata pelajaran civics dan lebih menekankan pada pendidikan orang dewasa dan lebih berorientasi pada praktik kewaganegaraan (Wahab, 2011: 14).

  Sebagai mata pelajaran di sekolah, Pendidikan Kewarganegaraan telah mengalami perkembangan, baik dalam kemasan maupun substansinya. Hal tersebut dapat dilihat dalam substansi kurikulum, PKn yang sering berubah dan tentu saja disesuaikan dengan kepentingan negara. Pendidikan Kewarganegaraan membicarakan tentang warga negara dan segala sesuatu yang ada hubungannya dengan warga negara, seperti hak dan kewajibannya, peran dan tanggung jawab sebagai warga negara, dan peraturan-peraturan hukum yang berlaku di negaranya. Inti Pendidikan Kewarganegaraan adalah nilai-nilai kemanusiaan: kesamaan, kebebasan, keadilan, solidaritas, dan prinsip-prinsip pegelolaan hidup bernegara: partisipasi, transparansi atau keterbukaan, tanggung jawab, pemberdayaan, dan lain-lain.Pendidikan Kewarganegaraan membantu peserta didik untuk membentuk pola pikir dan pola sikap sebagai seorang warga negara yang mencerminkan atau selaras dengan nilai- nilai kemanusiaan. Termasuk dalam pembentukan watak atau karakter, karena Pendidikan Kewarganegaraan mencakup nilai-nilai hidup yang khas dari masyarakat sekitarnya (Fadil dkk,2013: 4).

2. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

  Hampir semua orang sepakat karena telah menjadi pengetahuan umum khususnya di kalangan komunitas akademik pendidikan kewarganegaraan (civic/ citizenship education) di Indonesia bahkan di Negara lain bahwa tujuan pendidikan kewarganegaraan adalah untuk membentuk warga Negara yang baik (to be good citizens). Cakupan materi PKn yang begitu luas inilah yang sering membingungkan masyarakat umum bahkan kalangan komunitas PKn sendiri. Untuk membentu pemahaman para praktisi khususnya guru, Numan Somantri, 2001 dalam (Wahab, 2011: 312) pernah mengemukakan bahwa tujuan PKn hendaknya dirinci dalam tujuh kurikuler yang meliputi : (1) Ilmu Pengetahuan, yang mencakup fakta, konsep dan generalisasi; (2) Keterampilan Intelektual, dari keterampilan sederhana sampai keterampilan kompleks, dari penyelidikan sampai kesimpulan yang sahih, dari berfikir kritis sampai berfikir kreatif; (3)

  

Sikap, meliputi nilai, kepekaan dan perasaan; dan (4) Keterampilan

Sosial.

  Dikaji secara konseptual dan operasional pelaksanaan penyelenggaraan PKn di Indonesia akan tampak bahwa rincian tujuan kurikuler PKn ini umumnya telah terakomodasi secara persial. Apabila dikaji secara seksama, maka rumusan tujuan yang cukup rinci ini pada hakikatnya mengarahkan warga Negara pada tantangan kehidupan yang dinamis yakni tantangan pada era globalisasi. Oleh karena itu, dalam menghadapi kehidupan pada era globalisasi perlu ada penyesuaian rumusan tujuan PKn yang lebih fungsional dan dapat membantu siswa dalam memecahkan masalah dan mampu mengambil keputusan bagi kehidupan diri, masyarakat, bangsa dan Negara.

  Dengan kata lain, tujuan PKn hendaknya disesuaikan dengan tuntutan dan perkembangan zaman, artinya bukan hanya membangun warga Negara yang baik semata melainkan warga Negara yang cerdas (smart

  

citizen ) dalam menghadapi lingkungan kehidupannya. Seorang warga

  Negara juga harus memiliki sejumlah keterampilan/ kecakapan (skills) meliputi keterampilan berfikir, berkomunikasi, berpartisipasi, bahkan keterampilan meneliti untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.

  Sistem pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan saat ini, tujuan PKn mangacu pada standar isi mata pelajaran PKn sebagaimana yang tercantum dalam lampiran Permendiknas nomor 20/ 2006. Tujuan PKn untuk jenjang SD, SMP, dan SMA tidak berbeda.

  Semuanya berorientasi pada pengembangan kemampuan/ kompetensi peserta didik yang disesuaikan dengan tingkat perkembangan kejiwaan dan intelektual, emosional, dan sosialnya. Secara rinci, mata pelajaran PKn bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: a. Berfikir secara kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.

  b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta anti korupsi.

  c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.

  d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

  Dipandang dari misi yang termuat dalam rumusan tersebut, maka kemampua yang harus dikuasai oleh peserta didik secara umum telah terakomodasi sesuai dengan semangat kurikulum berbasis kompetensi dan berorientasi kekinian dan masa depan (Wahab, 2011: 314-315).

C. Guru 1. Pengertian Guru

  Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1 menyebutkan bahwa “Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lainyang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakanpendidikan”.Definisi yang kita kenal sehari-hari adalah bahwa guru merupakan orang yang harus digugu dan ditiru, dalam arti orang yang memiliki kharisma atau wibawa hingga perlu untuk ditiru dan diteladani. Mengutip pendapat Laurence D. Hazkew dan Jhonathan C. Mc Lendon dalam bukunya This is Teaching (hal. 10): “Teacher is professional person who conducts classes.” (Guru adalah seseorang yang mempunyai kemampuan dalam menata dan mengelola kelas). Sedangkan menurut Jean D. Grambs dan C. Morris Mc Clare dalam Foundation of Teaching, An Introduction to Modern Education, hal. 141:

  “Teacher are those person who consciously direct the experiences and behavior of an individual so that educatoin takes

  

plances.” (Guru adalah mereka yang secara sadar mengarahkan

  pengalaman dan tingkah laku dari seseorang individu hingga dapat terjadi pendidikan). Jadi guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik. Orang yang disebut guru adalah orang yang memiliki kemampuan merancang program pembelajran serta mampu menata dan mengelola kelas agar peserta didik dapat belajar dan pada akhirnya dapat mencapai tingkat kedewasaan sebagai tujuan akhir dari proses pendidikan (Uno, 2011: 15).

  Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia guru diartikan sebagai orang yang pekerjaannya mengajar dan dimaknai sebagai tugas profesi. Untuk menjadi guru seseorang harus memenuhi persyaratan profesi (Sukadi, 2006: 8). Menurut Husnul Chotimah dalam (Asmani, 2014: 20) guru dalam pengertian sederhana adalah orang yang memfasilitasi alih ilmu pengetahuan dari sumber belajar kepada peserta didik.

  Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa guru adalah seseorang yang mempunyai kemampuan dan ilmu pengetahuan yang lebih dari kita untuk mencerdaskan anak-anak bangsa.

2. Peran dan Tugas Guru

  Peran guru yang dimaksud disini adalah berkaitan dengan peran guru dalam proses pembelajaran. Guru merupakan faktor penentu yang sangat dominan dalam pendidikan pada umumnya, karena guru memegang peranan dalam proses pembelajaran, dimana proses pembelajaran merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan. Proses pembelajran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu dimana dalam proses tersebut multiperan dari guru (Rusman, 2014: 58).

  Tugas guru sesungguhnya sangatlah berat dan rumit karena menyangkut nasib dan masa depan generasi manusia, sehingga kita sering mendengar tuntutan dan harapan masyarakat agar guru harus mampu mencerminkan tuntutan situasi dan kondisi masyarakat ideal di masa mendatang (Rusman, 2014: 73). Tugas guru pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori:

  

Pertama, tugas profesi. Tugas seorang guru harus melakukan proses

  pendidikan, pengajaran, dan pelatihan. Tugas guru adalah memberikan pendidikan kepada peserta didik dalam hal ini guru harus berupaya agar para siswa dapat meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Pada tataran ini guru dituntut untuk mampu mentransfer nilai, yang pada gilirannya diharapkan para siswa dapat menjalankan dan menjadikan pedoman dari nilai-nilai tersebut (Rusman, 2014: 73-74).

  

Kedua, tugas guru dalam bidang kemanusiaan di sekolah dalah

  merupakan perwujudan dari tuntutan bahwa seorang guru harus mampu menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Guru harus tetap menunjukan wibawa, tapi tidak membuat siswa menjadi takut karena wibawa yang diterapkannya (Rusman, 2014: 74).

  

Ketiga, tugas guru dalam bidang kemasyarakatan, tugas ini merupakan

  konsekuensi guru sebagai warga Negara yang baik (tobe good citizenship), turut mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah digariskan oleh bangsa dan Negara lewat UUD 1945 dan GBHN (Rusman, 2014: 74).

  Ketiga tugas ini jika dipandang dari segi siswa, maka guru harus memberikan nilai-nilai yang berisi pengetahuan masa lalu, sekarang dan yang akan datang, pilihan nilai hidup dan praktik-praktik komunikasi. Pengetahuan yang guru berikan kepada siswa harus mampu membuat siswa memilih nilai-nilai hidup yang semakin kompleks dan harus mampu membuat siswa berkomunikasi dengan sesamanya didalam masyarakat (Rusman, 2014: 75).

3. Kompetensi Guru

  Kompetensi merupakan perilaku rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan. Kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. Guru sebagai orang yang perilakunya menjadi panutan siswa dan masyarakat pada umumnya harus dapat mengimplementasikan tujuan-tujuan pendidikan yang akan dicapai baik dari tataran tujuan nasional maupun sekolah dan untuk mengantarkan tujuan tersebut, guru harus memiliki kecapakapan dan kemampuan yang menyangkut landasan pendidikan dan juga psikologi perkembangan siswa, sehingga strategi pembelajaran akan diterapkan berdasarkan situasi dan kondisi yang ada dilingkungannya (Rusman, 2014: 70).

  Untuk menopang ketercapaian kompetensi tersebut guru harus mempunyai kompetensi yang dipersyaratkan guna melaksanakan profesinya agar mencapai hasil yang memuaskan. Kompetensi tersebut diantaranya:

  

Pertama , dalam Standar Nasioanal Pendidikan penjelasan Pasal 28

  ayat 3 butir a bahwa kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pemeblajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengakutualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya (Mulyasa, 2009: 73).

  

Kedua, dalam Standar Nasioanal Pendidikan penjelasan Pasal 28 ayat

  3 butir b bahwa kompetensi kepribadian kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia (Mulyasa, 2009: 117).

  

Ketiga, dalam Standar Nasioanal Pendidikan penjelasan Pasal 28 ayat

  3 butir c bahwa kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik mematuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasioanal Pendidikan (Mulyasa, 2009: 135).

  

Keempat, dalam Standar Nasioanal Pendidikan penjelasan Pasal 28

  ayat 3 butir d bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat sekitar (Mulyasa, 2009: 173).

  Menurut Rusman, 2013: 23- 24 “apabila guru telah memiliki keempat kompetensi tersebut di atas, maka guru tersebut telah memiliki hak profesional karena ia telah jelas memenuhi syarat-syarat sebagai berikut” :

  a. Mendapat pengakuan dan perlakuan hukum terhadap terhadap batas wewenang keguruan yang menjadi tanggung jawabnya.

  b. Memiliki kebebasan untuk mengambil langkah-langkah interaksi edikatif dalam batas tanggung jawabnya dan ikut serta dalam proses pengembangan pendidikan setempat.

  c. Menikmati teknis kepemimpinan dan dikungan pengelolaan yang efektif dan efisien dalam rangka menjalankan tugas sehari-hari.

  d. Menerima perlindungan dan penghargaan yang wajar terhadap usaha-usaha dan prestasi yang inovatif dalam bidang pengabdiannya. e. Menghayati kebebasan mengembangkan kompetensi profesionalnya secara individual maupun secara institusional.

D. Kedisiplinan 1. Pengertian Kedisiplinan

  Menurut Stevenson, 2006 dalam (Yaumi, 2014: 92) secara sederhana, disiplin adalah tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan yang berlaku. Disiplin adalah pengontrol diri untuk mendorong dan mengarahkan seluruh daya dan upaya dalam menghasilkan sesuatu tanpa ada yang menyuruh untuk melakukan. Dengan demikian, disiplin merupakan bagian dari tata tertib dan saling berkaitan. Tata tertib merupakan kepatuhan seseorang dalam mengikuti atau tata tertib karena didorong atau disebabkan oleh sesuatu yang datang dari luar, sedangkan disiplin merupakan kesadaran yang datang dari dalam diri sebagai dorongan mematuhi tata tertib.

  Menurut Mustari, 2014: 35 bahwa “disiplin merujuk pada instruksi sistematis yang diberikan kepada murid (disciple). Untuk mendisiplinkan berarti menginstruksikan orang untuk mengikuti tatanan tertentu melalui aturan-aturan terten tu”. Dalam arti lain, disiplin berarti suatu ilmu tertentu yang diberikan kepada murid. Dengan kata lain disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

  Berdasarkan pendapat para ahli di atas, peneliti menyimpulkan bahwa disiplin adalah suatu perilaku seseorang yang timbul dari dalam dirinya sendiri untuk mematuhi suatu aturan atau tata tertib yang ada disekitarnya.

2. Tujuan Disiplin

  Tujuan disiplin menurut Depdikbud menyatakan bahwa tujuan disiplin dibagi menjadi dua bagian yaitu: a. Tujuan umum adalah agar terlaksananya kurikulum secara baik yang menunjang peningkatan mutu pendidikan.

  b. Tujuan khusus yaitu (1) agar kepala sekolah dapat menciptakan suasana kerja yang menggairahkan bagi seluruh peserta warga sekolah, (2) agar guru dapat melaksanakan proses belajar mengajar seoptimal mungkin dengan semua sumber yang ada disekolah maupun diluar sekolah, (3) agar tercipta kerja sama yang erat antar sekolah dan orang tua dan sekolah dengan masyarakat untuk mengemban tugas pendidikan. Kedisiplinan sangatlah perlu dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai pengajar, pendidik dan pembimbing siswa.

  Disiplin yang tinggi akan mampu membangun kinerja yang profesional sebab pemahaman disiplin yang baik mampu mencermati aturan- aturan dan langkah strategis dalam melaksanakan proses kegiatan belajar mengajar. Kemampuan guru dalam memahami aturan dan melaksanakan aturan yang tepat, baik dalam hubungan personalia lain disekolah maupun dalam proses belajar mengajar di kelas sangat membantu upaya membelajarkan peserta didik kearah yang lebih baik.

  Kedisiplinan bagi para guru merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya. Dengan demikian kedisiplinan seorang guru menjadi tuntutan yang sangat penting untuk dimiliki dalam upaya menunjang dan meningkatkan kinerja dan disisi lain yang sangat penting adalah akan memberikan tauladan bagi siswa bahwa disiplin sangat penting bagi siapapun apabila ingin sukses.

  Menurut Tutik dkk, 2013: 39 dalam (Inggar Aribudi H, 2015: 27) bahwa tujuan disiplin dapat dikembangkan melalui tiga model yaitu yang pertama disiplin yang dibangun berdasarkan konsep otoritarium. Bahwa guru dikatakan mempunyai disiplin tinggi manakala mau menurut saja terhadap perintah atau ajaran pejabat atau pembina tanpa banyak menyumbangkan pemikiran-pemikiarannya, kedua disiplin yang dikembangkan melalui konsep konsep permissive. Bahwa guru haruslah diberikan kebebasan seluas-luasnya didalam kelas dan sekolah aturan-aturan sekolah dilonggarkan dan tidak perlu mengikat pada guru, ketiga disiplin yang dibangun berdasarkan konsep kebebasan seluas-luasnya kepada guru untuk berbuat tetapi konsekuensi dari perbuatan itu haruslah dapat dipertanggung jawabkan.

3. Macam-macam Disiplin

  a. Disiplin pribadi Disiplin pribadiadalah pengarahan diri ke setiap tujuan yang diinginkan melalui latihan dan peningkatan kemampuan.

  Disiplin pribadi merupakan perintah kerelaan untuk melakukan disiplin.

  b. Disiplin sosial Disiplin sosial adalah perwujudan dari adanya disiplin pribadi yang berkembang melalui kewajiban pribadi dalam individu. Hidup bermasyarakat adalah fitrah manusia. Dilihat dari latar belakang budaya manusia memiliki latar belakang yang berbeda. Oleh karena itu setiap menuasia memiliki watak dan tingkahlaku yang berbeda. Maka dari itu, menusia agar dapat menghargai manusia yang lainnya dengan cara disiplin mengikuti aturan masyarakat. Disiplin sosial berawal dari tingkat kemampuan dan kemauan mengendalikan diri dalam mengamalkan nilai, ketentuan, peraturan dan tata tertib yang berlaku di sekolah, masyarakat dan negara.

  Disiplin sosial juga terjadi di lingkungan sekolah yang sebagai bentuk disiplin sosial masyarakat dilingkup bidang pendidikan formal. Dimana didalam lingkungan sekolah seorang peserta didik harus mematuhi peraturan yang telah dibuat oleh pihak sekolah, sehingga peserta didik dapat mengendalikan dirinya di lingkungan sekolah agar berperilaku tertib.

  c. Disiplin nasional Disiplin nasional adalah kemampuan dan kemauan mengendalikan diriuntuk mematuhi sekua ketentuan yang telah ditentukan oleh negara. Negara adalah alat untuk memperjuangkan keinginan bersama. Oleh karena itu adanyamasyarakat yang disiplin akan bisa mewujudkan keinginan negara.

  d. Disiplin ilmu Disiplin ilmu yaitu mematuhi semua ketentuan yang telah ditentukansebagai ilmuwan. Jika seorang ilmuwan memiliki disiplin ilmu maka ilmuwantersebut memiliki kode etik (aturan) dan perilaku yang baik.

  e. Disiplin tugas Disiplin tugas yaitu mematuhi semua ketentuan yang telah ditentukan oleh atasan atau kepala sekolah. Bentuk-bentuk ketaatan kepada atasan adalah sebagai berikut:

  1) Menengarkan dan memahami perintah dengan sebaik- baiknya. Memohon penjelasan sampai jelas kemudian melaksanakannya dengan baik. 2) Melipatgandakan kesabaran saat melaksanakan perintah tersebut, ikhlas dan tidak mengurangi atau menambah sedikitpun. 3) Melaksanakan dengan segera perintah tersebut, walaupun tidak sesuai dengan pendapat atau keinginannya. Saling memberi dan menerima nasihat. 4) Meminta izin dalam setiap urusan dan memberikan masukan sebelum pemimpin mengambil keputusan.

  Disiplin tugas juga dapat berkaitan dengan peserta didik di lingkungan sekolah yang harus melaksanakan peraturan yang ada telah dibuat pihak sekolah agar berperilaku tertib dan disiplin. Selain menaati peraturan peserta didik juga harus disiplin dalam tugas-tugas yang telah diberikan kepadanya oleh bapak/ibu guru.

  (Dwi,Nuryani akses pada tanggal 14 Desember 2015.

4. Bentuk-bentuk Kedisiplinan di Sekolah

  Menurut Afa (2012) dalam tata tertib sekolah antara lain disebutkan oleh Soemarmo (1998:67), bahwa sekolah adalah sumber disiplin dan tempat berdisiplin untuk mencapai ilmu pengetahuan yang dicita-citakan. Di dalam tata tertib tersebut diatur mengenai hak dan kewajiban siswa, larangan, dan sanksi-sanksi. Dalam tata tertib sekolah disebutkan bahwa siswa mempunyai kewajiban: (1) harus bersikap sopan dan santun, menghormati Ibu dan Bapak Guru, pegawai dan petugas sekolah baik di sekolah maupun di luar sekolah; (2) harus bersikap sopan dan santun, menghormati sesama pelajar, baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah; (3) Menggunakan atribut sekolah sekolah; (4) Hadir tepat waktu; (5) patuh kepada nasihat dan petunjuk orang tua dan guru; (6) tidak dibenarkan untuk meninggalkan kelas sekolah kecuali mendapat ijin khusus dari guru kelas dan Kepala Sekolah dan sebagainya.

  Kedisiplinan di lingkungan masyarakat, bisa berupa ketaatan terhadap rambu-rambu lalu lintas, kehati-hatian dalam menggunakan milik orang lain, dan kesopanan dalam bertamu. Berdasarkan bentuk- bentuk kedisiplinan di sekolah di atas dapat ditarik tiga garis besar bentuk-bentuk kedisiplinan di sekolah yaitu: (1) disiplin dalam hal kehadiran (terlambat ke sekolah, tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler, tidak masuk tanpa alasan atau meninggalkan sekolah tanpa izin); (2) disiplin dalam hal pakaian (berpakaian seragam tidak lengkap, tidak mengenakan atribut, berpakaian tidak semestinya); (3) disiplin dalam hal penampilan (putra dengan rambut panjang, potongan tidak sesuai, memakai aksesoris berlebihan).

  Uraian tersebut adalah suatu kejelasan bahwa kedisiplinan itu sebagai bekal bagi anak untuk mengarungi kehidupannya demi masa depan anak. Karena itu kedisiplinan pada siswa penting untuk dipersiapkan dan dibina semenjak dini. Untuk itu diperlukan kerjasama antar orang tua dengan sekolah karena adanya faktor-faktor dalam kedisiplinan yang perlu mendapat perhatian bersama. Jenis perilaku disiplin yang menyatu dalam segala aspek kepribadian adalah taqwa, patuh, sadar, rasional, mental, teladan, berani, dan kejujuran (Lemhanas, 1997: 14). Untuk mewujudkan kedisiplinan ini, kriteria atau kualitas tersebut harus secara terus menerus didukung oleh aspirasi dari kehendak berbuat dari para pelakunya. Karena kedisiplinan tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan harus ditumbuhkan dari perbuatan dari para pelaku, untuk itu diperlukan suatu latihan atau pelajaran tertentu agar diperoleh seseorang yang mempunyai kedisiplinan yang baik dan sehingga dapat mengatur dan mengendalikan dirinya agar melakukan perbuatan yang secara sosial dapat diterima lingkungannya, dan menghindari apa yang dilarangnya.

  (Afa di akses pada tanggal 14

   Desember 2015.

E. Tata Tertib 1. Pengertian Tata Tertib

  Menurut intruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 1 Mei 1974, No. 14/U/1974 (Suryosubroto, 2010: 81) “tata tertib ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur kehidupan sekolah sehari-hari dan mengandung sanksi terhadap pelanggar annya”. Tata tertib sekolah berperan sebagai pedoman perlaku siswa, sebagaimana yang dikemukakan oleh Harlock (Arifatul dkk, 2013:3) bahwa “peraturan berfungsi sebagai sumber motivasi untuk bertindak sebagai harapan sosial”. Peraturan juga merupakan salah satu hal disiplin untuk berperilaku. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dekemukakan oleh Harlock (Arifatul dkk, 2013: 3) yaitu:

  “Bila disiplin diharapkan mampu mendidik anak-anak untuk berperilaku sesuai dengan standar yang ditetapkan kelompok sosial mereka, ia harus mempunyai empat unsur pokok, apapun cara mendisiplinkan yang digunakan, yaitu: peraturan sebagai pedoman perilaku, konsistensi dalam peraturan tersebut dan dalam cara yang digunakan untuk mengajak dan memaksakannya, hukuman untuk pelanggaran peraturan dan penghargaan untuk perilaku yang sejalan dengan perilaku yang berlaku”.

  Tata tertib murid adalah bagian dari tata tertib sekolah, disamping itu masih ada tata tertib guru dan tata tertib tenaga administratif.

  Kewajiban menaati tata tertib sekolah adalah hal yang penting sebab merupakan bagian dari sistem persekolahan dan bukan sekedar kelengkapan sekolah (Suryosubroto, 2010: 82). Pada dasarnya tata tertib murid adalah sebagai berikut:

  a. Tugas dan kewajiban dalam kegiatan intra sekolah:

  1) Murid harus datang ke sekolah sebelum pelajaran dimulai 2) Murid harus sudah siap menerima pelajaran sesuai dengan jadwal sebelum pelajaran dimulai 3) Murid tidak dibenarkan tinggal didalam kelas pada saat istirahat, kecuali jika keadaan tidak memungkinkan misalnya hujan

  4) Murid boleh pulang ketika pelajaran telah selesai 5) Murid wajib menjaga kebersihan dan keindahan sekolah 6) Murid wajib berpakaian sesuai dengan yang ditetapkan oleh sekolah 7) Murid harus juga memperhatikan kegiatan akstrakurikuler

  b. Larangan-larangan yang harus diperhatikan: 1) Meningglkan sekolah ata jam pelajaran tanpa izin dari kepala sekolah atau guru yang bersangkutan 2) Merokok di sekolah 3) Berpakaian tidak senonoh atau besolek yang berlebihan 4) Kegiatan yang mengganggu jalannya pelajaran

  c. Sanksi bagi murid dapat berupa: 1) Peringatan lisan secara langsung 2) Peringatan tertulis dengan tembusan orang tua 3) Dikeluarkan sementara 4) Dikeluarkan dari sekolah

  Dalam praktiknya, aturan tata tertib yang bersumber dari intruksi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tersebut perlu dijabarkan atau diperinci sejelas-jelasnya dan disesuaikan dengan kondisi sekolah agar mudah dipahami oleh murid.

2. Tujuan Tata Tertib

  Menurut Siti Nurfaozah, 2014: 56 “tujuan penyusunan tata tertib sekolah memberikan rambu-rambu kepada sekolah dalam: a. Memahami dasar pemikiran pentingnya pendidikan budi pekerti in action dalam praktek kehidupan sekolah untuk membentuk akhlak dan kepribadian siswa melalui penciptaan iklim dan kultur yang kondusif dalam menujang proses pembelajaran.

  b. Memahami acuan nilai serta aspek-aspek yang perlu dikembangkan dalam menyusun tata krama dan tata tertib sekolah bagi siswa, tata kehidupan sosial sekolah bagi kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya, serta tata hubungan sekolah dengan orangtua dan masyarakat pada umumnya.

  c. Menyusun tata krama dan tata tertib kehidupan sosial sekolah yang sesuai dengan nilai-nilai yang sesuai dengan nilai-nilai dan norma agama, nilai cultural, dan sosial kemasyarakatan setempat, serta nilai-nilai yang efektif di sekolah.

  d. Melaksanakan tata krama dan tata tertib kehidupan sosial sekolah dengan tepat dengan mengirganisasikan semua potensi sumber daya yang tersedia untuk membudidayakan akhlak mulia dan budi pekerti luhur, memonitor dan mengavaluasi secara kesinambungan dan memanfaatkan hasilnya untuk kenaikan kelas dan ketamatan belajar siswa. Dari keempat tujuan di atas dapat disimpulkan bahwa penyusunan tata tertib dan tata krama kehidupan sosial sekolah sangatlah penting karena tata tertib sekolah merupakan pedoman bagi sekolah untuk dapat menciptakan siswa yang disiplin dan tertib sehingga terwujud sikap yang positif baik di sekolah maupun masyarakat.

F. Peran Guru dalam Mendisiplinkan Peserta Didik

  Tugas guru dalam pembelajaran tidak terbatas pada penyampaian materi pembelajaran, tetapi lebih dari itu guru harus membentuk kompetensi dan pribadi peserta didik. Oleh karena itu, guru harus senantiasa mengawasi perilaku peserta didik terutama pada jam sekolah, agar tidak terjadi penyimpangan perilaku atau tindakan yang indisiplin. Untuk kepentingan tersebut dalam rangka mendisiplinkan peserta didik guru harus mampu menjadi pembimbing, contoh atau tauladan, pengawas, dan pengendali seluruh perilaku peserta didik (Mulyasa, 2011: 173).

  Sebagai pembimbing, guru harus berupaya untuk membimbing dan mengerahkan perilaku peserta didik kearah yang positif, dan menunjang pembelajaran. Sebagai contoh atau tauladan, guru harus memperhatikan perilaku disiplin yang baik kepada peserta didik, karena bagaimana peserta didik akan berdisiplin kalau gurunya tidak menunjukkan sikap disiplin. Sebagai pengawas guru harus senantiasa mengawasi seluruh perilaku peserta didik terutama pada jam-jam efektif sekolah, sehingga kalau terjadi pelanggran terhadap disiplin dapat segera diatasi. Sebagai pengendali, guru harus mampu mengendalikan seluruh perilaku peserta didik di sekolah. Dalam hal ini guru harus mampu secara tepat waktu dan tepat sasaran baik dalam memberikan hadiah maupun hukuman terhadap peserta didik. Dalam menanamkan disiplin, guru bertangung jawab mengarahkan dan berbuat baik, menjadi contoh, sadar dan penuh perhatian. Guru harus mampu mendisiplinkan peserta didik dengan kasih sayang, terutama disiplin diri (self-discipline). Untuk kepentingan tersebut, guru harus mampu melakukan hal-hal sebagai berikut: 1. Membantu pesert didik mengembangkan pola perilaku untuk dirinya, 2. Membantu peserta didik meningkatkan standar perilakunya, 3. Menggunakan pelaksanaan aturan sebagai alat untuk menegakkan disiplin. Menurut Mulyasa, 2011: 172-173 “untuk mendisiplinkan peserta didik dengan berbagai strategi tersebut, guru harus mempertimbangkan berbagai situasi dan perlu memahami faktor- faktor yang mempengaruhinya”.

  Dalam Standar Nasional Pendidikan Pasal 28, dikemukakan bahwa: “Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.” Selanjutnya dalam penjelasannya dikemukakan bahwa: “yang dimaksud dengan pendidik sebagai agen pembelajaran (learning agent) adalah peran pendidik sebagai fasilitator, motivator, pemacu dan pemberi inspirasi belajar bagi peserta didik”. Peran guru sebagai agen perubahan membentuk kompetensi dan pribadi peserta didik dalam proses pelaksanaan pembelajaran (Mulyasa, 2009: 53).

  1. Guru sebagai Fasilitator

  Tugas guru tidak hanya menyampaikan informasi kepada peserta didik tetapi harus menjadi fasilitator yang bertugas memberikan kemudahan belajar (facilitate of learning) kepada seluruh peserta didik agar mereka dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan, gembira, penuh semangat, tidak cemas, dan berani mengemukakan pendapat secara terbuka. Sebagai fasilitator, tugas guru yang paling utama adalah “to facilitate of learning” (memberi kemudahan belajar) bukan hanya menceramahi, atau mengajar, apalagi menghajar peserta didik, kita perlu guru yang demokratis, jujur da terbuka, serta siap dikritik terpadu, accelerated learning, moving class, konstruktivisme,

  

contextual learning, quantum learning digunakan sebagai model

pembelajaran yang dapat membangkitkan motivasi peserta didik.

  Untuk kepentingan tersebut guru merupak faktor yang besar pengeruhnya terhadap keberhasilan pembelajaran, bahkan sangat menentukan berhasil tidaknya peserta didik belajar (Mulyasa, 2009:53- 54).

  2. Guru sebagai Motivator

  Motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, karena peserta didik akan belajar dengan sungguh-sungguh apabila memiliki motivasi yang tinggi. Oleh karena itu untuk meningkatkan kualitas pembelajaran guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran (Mulyasa, 2009: 58).

  Menurut Mulyasa, 2009: 59 “sebagai motivator guru harus mampu membangkitkan motivasi belajar dengan memperhatikan prinsip- prinsip sebagai berikut” :

  a. Peserta didik akan bekerja keras kalau memiliki minat dan perhatian terhadap pekerjaannya; b. Memberikan tugas yang jelas dan dapat dimengerti;

  c. Memberikan pengehargaan terhadap hasil kerja dan prestasi peserta didik; d. Menggunakan hadiah dan hukuman secara efektif dan tepat guna; serta e. Memberikan penilaian dengan adil dan transparan.

3. Guru sebagai Pemacu

  Sebagai pemacu belajar guru harus mampu melipat gandakan potensi peserta didik dan mengembangkannya sesuai dengan aspirasi dan cita-cita mereka di masa yang akan datang. Hal ini penting, karena guru memiliki andil yang sangat besar terhadap keberhasilan pembelajaran di sekolah, guru sangat berperan dalam membentu perkembangan peserta didik untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal (Mulyasa, 2009: 63).

  Menurut Mulyasa, 2009: 64 “guru juga harus berpacu dalam pembelajaran, dengan memberikan kemudahan belajar bagi seluruh peserta didik ag ar dapat mengembangkan potensinya secara optimal”. Dalam hal ini, guru harus kreatif, profesional, dan menyenangkan, dengan memposisikan dirinya sebagai berikut: a. Orang tua yang penuh kasih sayang pada peserta didiknya.

  b. Teman, tempat mengadu, dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik.

  c. Fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan, dan melayani peserta didik sesuai minat, kemampuan, dan bakatnya.

  d. Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan saran pemecahannya.

  e. Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab.

  f. Membiasakan peserta didik untuk saling berhubungan (bersilahturahmi) dengan orang lain secara wajar.

  g. Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar anatar peserta didik, orang lain, dan lingkungannya.

  h. Mengembangkan kreatifitas. i. Menjadi pembantu ketika di perlukan.

4. Guru sebagai Pemberi Inspirasi

  Sebagai pemberi inspirasi belajar, guru harus mampu memerankan diri dan memberikan inspirasi bagi peserta didik sehingga kegiatan belajar dan pembelajaran dapat membangkitkan berbagai pemikiran, gagasan dan ide-ide baru. Untuk kepentingan tersebut guru harus mampu menciptakan lingkungan sekolah yang aman, nyaman dan tertib, optimisme dan harapan yang tinggi dari seluruh warga sekolah, kesehatan sekolah, serta kegiatan-kegiatan yang terpusat pada peserta didik (student centered activities), agar dapat memberikan inspirasi, mambangkitkan nafsu, gairah dan semangat belajar. Iklim belajar yang kondusif merupakan tulang punggung dan faktor pendorong yang dapat memberikan daya tarik tersendiri bagi proses belajar, sebaliknya iklim belajar yang kurang menyenangkan akan menimbulkan kejenuhan dan rasa bosan (Mulyasa, 2009: 67).

  Menurut Mulyasa, 2009: 70 “sebagai pemberi inspirasi guru juga dapat memerankan dirinya sebagai pembawa cerita. Dengan cerita- cerita yang menarik diharapkan dapat membangkitkan berbagai inspirasi peserta didik”.

G. Penelitian yang Relevan

  Penelitian yang relevan dengan penelitian peneliti adalah “Peran Guru Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Membina Kedisiplinan Siswa” (Yeni Purwaningsih, 2012). Jika dihubungkan dengan penelitian peneliti, maka kesimpulannya: “Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa guru PKn di SMP Negeri 8 Purwokerto telah menjalankan peran sebagai motivator, fasilitator, partisipan, dan umpan balik dengan baik dan berjalan secara demokratis. Hambatan-hambatan dalam menanamkan nilai moral disiplin ada dua yaitu kendala internal dan eksternal. Kendala internal adalah kendala yang datang dari dalam guru berupa inkonsistensi dalam melakukan atau menerapkan aturan. Kendala eksternal adalah kendala yang datang dari lingkungan yang berupa ketidaksepaaman antara apa yang dilakukan guru PKn dengan guru lain”.

  Peneliti mengambil salah satu penelitian relevan yang lain dengan judul “Peran Guru PKn dalam Menumbuhkan Kedisiplinan Peserta Didik (Studi Kasus di SMP Negeri 2 Somagede)” (Inggar Aribudi Hartono, 2015). Jika dihubungkan dengan penelitian peneliti, maka kesimpulannya: “Guru PPKn SMP Negeri 2 Somagede telah menjalankan peran sebagi pribadi yang baik dengan membiasakan diri sendiri terlebih dahulu serta memahami dan melaksanakan aturan tata tertib kedisiplinan sekolah. Guru PPKn juga melaksanakan fungsi sebagai orang tua di sekolah dengan memberikan bimbingan dan pembinaan baik dalam pembelajaran maupun diluar pembelajaran. Selain itu, guru PPKn juga melaksanakan peran sebagai model dan teladan dengan memberikan contoh langsung kepada peserta didik dan telah memiliki pribadi yang baik agar dapat diteladani oleh peserta didik, juga dalam pembelajaran guru mengaitkan materi pembelajaran PPKn dengan kehidupan sehari-hari baik di lingkungan sekolah maupun masyarakat. Dan yang terakhir guru PPKn melaksanakan perannya sebagai penasehat, terlihat dari adanya bimbingan dan pembinaan kepada peserta didik baik dalam bentuk sosialisasi langsung maupun kerjasama dengan guru lain yang besangkutan seperti guru BK”.

H. Kerangka Berfikir

  Banyak pelanggaran kedisiplinan yang dilakukan oleh peserta didik MTs Negeri Sumbang

  Peran Guru PPKn dalam menumbuhkan kedisiplinan peserta didik MTs Negeri Sumbang

  PemberiInspira

  Fasilitator Motivator Pemacu

  si

  Hasil yang diharapkan adalah peserta didik MTs Negeri Sumbang lebih berdisiplin dalam menaati tata tertib sehingga tindakan indisipliner dapat diminimalisir

Dokumen yang terkait

PERAN GURU DALAM PEMBENTUKAN PERILAKU BERTANGGUNG JAWAB PESERTA DIDIK DI SMA NEGERI 15 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2015/2016

0 6 52

PERAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENUMBUHKAN KARAKTER ANTI KORUPSI PESERTA DIDIK SMK NEGERI 1 SALATIGA TAHUN PELAJARAN 2014/2015 - Test Repository

0 2 145

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - POLA INTERAKSI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN PESERTA DIDIK SEBAGAI PROSES PENINGKATAN KEDISIPLINAN SISWA DI SEKOLAH DASAR NEGERI 2 MARGOMULYO KECAMATAN GLENMORE KABUPATEN BANYUWANGI TAHUN PELAJARAN 2015/2016

0 2 13

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. - PERAN TENAGA PENDIDIK DALAM MENANAMKAN KEDISIPLINAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN MANSYA’UL HUDA TEGALDLIMO BANYUWANGI TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - Digilib IAIN Jember

0 0 11

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Penelitian Terdahulu. - PERAN TENAGA PENDIDIK DALAM MENANAMKAN KEDISIPLINAN PESERTA DIDIK DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN MANSYA’UL HUDA TEGALDLIMO BANYUWANGI TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - Digilib IAIN Jember

0 0 26

KOMPETENSI SOSIAL GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENGATASI KESULITAN BELAJAR PESERTA DIDIK DI MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI MODEL MAKASSAR

0 2 190

PENGARUH KEDISIPLINAN KELUARGA DAN TATA TERTIB SEKOLAH TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAK DI MI NU ISLAMIYYAH JETISKAPUAN JATI KUDUS TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - STAIN Kudus Repository

0 0 7

PENGARUH KEDISIPLINAN KELUARGA DAN TATA TERTIB SEKOLAH TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAK DI MI NU ISLAMIYYAH JETISKAPUAN JATI KUDUS TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - STAIN Kudus Repository

0 0 23

PENGARUH KEDISIPLINAN KELUARGA DAN TATA TERTIB SEKOLAH TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAK DI MI NU ISLAMIYYAH JETISKAPUAN JATI KUDUS TAHUN PELAJARAN 2015/2016 - STAIN Kudus Repository

0 0 18

PENGARUH MOTIVASI TERHADAP KEDISIPLINAN SISWA DALAM MEMATUHI TATA TERTIB SEKOLAH DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA) AL ISLAM 1 SURAKARTA - UNS Institutional Repository

0 0 21