BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Kewarganegaraan 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan - Sri Hartini BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Kewarganegaraan 1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Kewargaan (citizenship education) menurut Azra adalah

  pendidikan yang cakupannya lebih luas daripada Pendidikan Demokrasi dan Pendidikan HAM, karena Pendidikan Kewargaan mencakup kajian dan pembahasan tentang pemerintahan, konstitusi dan lembaga-lembaga demokrasi, rule of low, hak dan kewajiban warga negara, proses demokrasi, partisipasi aktif, dan keterlibatan warga negara dalam masyarakat madani, pengetahuan tentang lembaga-lembaga dan sistem yang terdapat dalam pemerintahan, warisan politik, administrasi publik dan sistem hukum, pengetahuan tentang proses seperti kewarganegaraan aktif, refleksi kritis, penyelidikan dan kerjasama, keadilan sosial, pengertian antar budaya dan kelestarian lingkungan hidup dan hak asasi manusia (HAM) (Taniredja dkk, 2009: 2).

  Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang wajib diberikan di Indonesia, mulai dari jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, maupun pendidikan tinggi. Penjelasan Pasal 37 ayat (1) Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa “ Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air”. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) pada

  10 hakekatnya merupakan pendidikan yang mengarah pada terbentuknya warga negara yang baik dan bertanggung jawab berdasarkan nilai-nilai dan dasar negara Pancasila. Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi dijelaskan bahwa:

  “Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang menfokuskan pada pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945”.

  Berdasarkan urian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ini pada intinya membentuk warga negara yang baik yaitu warga negara yang sadar akan hak dan kewajibannya, serta menjadi warga negara yang cerdas, terampil, dan berkarakter sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

  Menurut Somantri, 2001 (Djahiri, 2006: 172), Pendidikan kewarganegaraan juga menjadi pilar bagi pendidikan politik bangsa, pendidikan nilai dan moral, sebagai pendidikan budi pekerti, pendidikan kesadaran hukum, pendidikan demokrasi, pendidikan sejarah perjuangan bangsa, dan sebagai pendidikan sosial yang secara keseluruhan berbasis pada ideologi nasional indonesia dengan tetap menggunakan pendekatan- pendekatan keilmuan yang bersifat sintesis. Pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan nilai dan moral dan budi pekerti, pada dasarnya membangun nilai-nilai moral para siswa untuk dapat berkembang menjadi kepribadian indonesia yang bebas dan mandiri dengan tetap berbasis pada nilai-nilai Pancasila. Pendidikan nilai juga diharapkan dapat memberdayakan peserta didik menjadi warga negara yang baik yang sadar akan tanggung jawabnya dan berpartisipasi aktif kepada kelangsungan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedangkan sebagai pendidikan kesadaran hukum, Pendidikan Kewarganegaraan memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan kesadaran hukum masyarakat melalui pendidikan yang memberikan pengetahuan tentang hukum, isi hukum, sikap yang positif terhadap hukum, dan kepatuhan hukum. Jadi pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan hukum bukan semata-mata pendidikan pengetahuan hukum, namun lebih mengacu pada upaya pembinaan kesadaran hukum nasional yang bersumber pada nilai-nilai-moral bangsa indonesia.

2. Peran Pendidikan Kewarganegaraan

  Peraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 6 ayat (1) antara lain ada ketentuan bahwa:

  ”Kelompok mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan kepribadian dimaksudkan untuk peningkatan kesadaran dan wawasan pendidikan akan status, hak dan kewajibannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta peningkatan kualitas dirinya sebagai manusia”.

  Kesadaran dan wawasan yang dimaksud di atas adalah wawasan kebangsaan, jiwa dan patriotisme bela negara, penghargaan terhadap hak asasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, kesetaraan gender, demokrasi, tanggung jawab sosial, ketaatan hukum, ketaatan membayar pajak, dan sikap serta perilaku anti korupsi, kolusi dan nepotisme.

  Berdasarkan penjelasan di atas salah satu peningkatan kesadaraan dan wawasan adalah ketaatan terhadap hukum maka melalui pendidikan kewarganegaraan diharapkan dapat membina siswa menjadi warga negara yang baik yang taat pada hukum dan peraturan yang berlaku, seperti halnya yang terdapat pada Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 bahwa negara Indonesia adalah negara hukum maka setiap warga negara Indonesia wajib menjunjung tinggi hukum dan mentaati hukum atau aturan yang berlaku.

  Pendidikan Kewarganegaraan juga mempunyai peran dalam mengemban misi sebagai pendidikan hukum, yaitu pendidikan kewarganegaraan memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan kesadaran hukum masyarakat. Maka dapat disimpulkan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) bukan semata-mata memberikan pengetahuan kepada siswa tetapi juga harus mampu menanamkan kesadaran kepada siswa untuk taat pada hukum, sehingga siswa berperilaku taat pada norma atau aturan baik di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, bangsa dan negara (Djahiri, 2006: 173).

3. Visi, Misi dan Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

  Menurut Winataputra dalam (Winarno, 2013: 11), visi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) dalam arti luas, yakni sebagai sistem Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang berfungsi dan berperan sebagai program kulikuler dalam konteks pendidikan formal dan non-formal, program aksi sosial kultural dalam konteks kemasyarakatan, dan sebagai bidang kajian ilmiah dalam wacana pendidikan disiplin ilmu pengetahuan sosial. Visi ini mengandung dua dimensi, yakni dimensi substansif berupa muatan pembelajaran dan objek telaah serta objek pengembangan dan dimensi proses berupa penelitian dan pembelajaran, sedangkan misi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah sosio-pedagogis, sosio-kultural, dan substansif-akademis.

  Misi sosio-pedagogis adalah mengembangkan potensi individu sebagai insan Tuhan dan makluk sosial menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, demokratis, taat hukum, beradab, dan religius. Misi sosio- kultural adalah memfasilitasi perwujudan cita-cita, sistem kepercayaan atau nilai, konsep, prinsip, dan praksis demokrasi dalam konteks pembangunan masyarakat madani Indonesia melalui pengembangan partisipasi warga negara secara cerdas dan bertanggung jawab melalui berbagai kegiatan sosio-kultural secara kreatif yang bermuara pada tumbuh kembangnya komitmen moral dan sosial kewarganegaraan. Misi substansif-akademis adalah mengembangkan struktur atau tubuh pengetahuan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), termasuk di dalamnya konsep, prinsip, dan generalisasi mengenai dan yang berkenaan dengan civic virtue atau kebajikan kewarganegaraan dan civic culture atau budaya kewarganegaraan melalui kegiatan penelitian dan pengembangan dan memfasilitasi praksis sosio-pedagogis dan sosio-kultural dengan hasil penelitian dan pengembangannya.

  Berdasarkan penjelasan tersebut diatas maka dapat di simpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) mempunyai misi yaitu sosio- pedagogis atau menjadikan warga negara yang cerdas, taat hukum dan beradab, sosio-kultural yaitu memfasilitasi perwujudan cita-cita, sistem kepercayaan atau nilai, konsep, prinsip, dan praksis demokrasi dalam konteks pembangunan masyarakat madani Indonesia dan mengembangkan partisipasi warga negara secara cerdas dan bertanggung jawab, serta substansif-akademis dengan mengembangkan pengetahuan kewarganegaraan.

  Berdasarkan pada bagian Pendahuluan Standar Isi Pendidikan Kewarganegaraan dalam Permendiknas No.22 Tahun 2006, maka Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) memiliki misi sebagai pendidikan kebangsaan Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan juga memiliki misi sebagai pendidikan politik demokrasi. Selanjutnya Pendidikan Kewarganegaraan juga mengemban misi sebagai pendidikan bela negara, pendidikan HAM, pendidikan multikultural, pendidikan lingkungan hidup, pendidikan hukum, dan pendidikan anti korupsi. Sebagai pendidikan bela negara Pendidikan Kewarganegaraan sebagai salah satu bentuk keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara.

  Misi Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) sebagai pendidikan hukum, Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) menanamkan kesadaran untuk taat pada hukum, maka dalam kegiatan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah guru harus senantiasa menanamkan kesadaran hukum terhadap siswa agar siswa memiliki sikap taat terhadap aturan atau hukum yang berlaku baik di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat. Sikap taat terhadap aturan atau hukum merupakan hal yang sangat penting dimiliki oleh siswa sebagai generasi penerus bangsa agar kelak menjadi warga negara yang baik.

4. Komponen Pembelajaran dalam PKn

  Menurut Margaret Stimman Branson (Winarno 2013 : 26) terdapat tiga komponen utama dalam Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yaitu : a.

  Pengetahuan Kewarganegaraan (civic knowledge)

  Civic knowledge berkaitan dengan isi atau apa yang harus diketahui oleh warga negara.

  b.

  Keterampilan kewarganegaraan (civic skills)

  Civics kiils merupakan keterampilan apa yang seharusnya dimiliki

  oleh warga negara yang mencakup keterampilan intelektual dan keterampilan partisipasi.

  c.

  Sikap kewarganegaraan (civic disposition)

  Civic disposition berkaitan dengan karakter privat dan publik dari

  warga negara yang dipelihara dan ditingkatkan dalam demokrasi konstitusional. Ketiga komponen Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) berkaitan erat dengan sasaran pembentukan pribadi warga negara. Warga negara yang memiliki pengetahuan dan sikap kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang percaya diri (civic confidence), warga negara yang memiliki pengetahuan dan keterampilan kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang mampu (civic competence), warga negara yang memiliki sikap dan keterampilan kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang komitmen (civic commitment) dan pada akhirnya warga negara yang memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang cerdas dan baik (smart

  ).

  and good citizenship

  Pendidikan Kewarganegaraan (winataputra dan budimansyah, 2007: 103), dijelaskan tentang ruang lingkup dari Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yakni meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

  1. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi hidup rukun dalam perbedaan, cinta lingkungan, kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, sumpah pemuda, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, partisipasi dalam pembelaan negara, sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, keterbukaan dan jaminan keadilan.

  2. Norma, hukum dan peraturan, meliputi tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan

  • – peraturan daerah, norma – norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistim hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional.

  3. Hak asasi manusia, meliputi hak dan kewajiban anak, hak dan kewajiban anggota masyarakat, instrumen nasional dan internasional HAM, pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.

  4. Kebutuhan warga negara, meliputi hidup gotong royong, harga diri sebagai warga masyarakat, kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, menghargai keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara.

  5. Konstitusi negara, meliputi proklamasi kemerdekaan dan konstitusi pertama, konstitusi

  • – konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi.

  6. Kekuasaan dan Politik, meliputi pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintahan pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan, pers dalam masyarakat demokrasi.

  7. Pancasila meliputi kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai

  • – nilai Pancasila dalam kehidupan sehari – hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka.

  8. Globalisasi meliputi globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, dampak globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional serta mengevaluasi globalisasi.

  Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di sekolah merupakan mata pelajaran pembaruan dari PPKn kurikulum 1994. Perubahan yang terjadi sebenarnya bukan sekedar masalah nama, tetapi menyangkut perubahan dengan aspek yang mendasar, yaitu reorientasi visi dan misi, revitalisasi fungsi dan peranan hingga retrukturisasi kurikulum dan materi pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) (civics education). Materi dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan bidang kajian yang bersifat interdisipliner, artinya materinya dijabarkan dari beberapa disiplin ilmu, antara lain ilmu politik, ilmu negara, ilmu hukum tata negara, hukum, sejarah, ekonomi, moral dan filsafat. Sedangkan untuk kepentingan pembelajaran, materi tersebut diorganisasikan secara psikologis dan ilmiah.

  Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa salah satu ruang lingkup dari Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) adalah tentang Norma, hukum dan peraturan yang meliputi tertib dalam kehidupan keluarga, tata tertib di sekolah, norma yang berlaku di masyarakat, peraturan

  • – peraturan daerah, norma
  • – norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sistim hukum dan peradilan nasional, hukum dan peradilan internasional. Maka Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) harus mampu menanamkan kesadaran hukum kepada siswa agar memahami norma atau aturan yang berlaku sehingga siswa berperilaku sesuai dengan norma atau aturan baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Sikap taat di lingkungan keluarga dapat diwujudkan dengan sikap patuh terhadap orang tua, di lingkungan sekolah yaitu taat terhadap tata tertib yang berlaku di sekolah, kemudian di lingkungan masyarakat yaitu dengan cara mematuhi peraturan yang berlaku di masyarakat khususnya peraturan lalu lintas, sehingga setiap pengguna jalan raya dapat merasakan keamanaan dan ketertiban dalam berkendara.

B. Pendidikan Lalu Lintas 1. Aturan dalam Berkendara

  Etika dalam berlalu lintas adalah pedoman sikap atau aturan yang mengatur hubungan manusia dengan manusia lain di dalam berlalu lintas.

  Etika tidak hanya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari saja, namun etika juga sangat penting diterapkan dalam berlalu lintas. Prinsip etika yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dengan berlalu lintas hampir sama yaitu tenggang rasa dan saling menghargai. Dalam berlalu lintas kita harus tenggang rasa dengan pengguna jalan lain dan jangan bersikap egois (Raharjo, 2014:37).

  Hal demikian juga terdapat pada Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Agnkutan Jalan yaitu dikatakan tertib, lancar, aman, dan terpadu apabila dalam berlalu lintas berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan kewajiban pengguna jalan serta bebas dari hambatan dan kemacetan jalan. Tanpa adanya etika berlalu lintas, maka pengemudi akan mengemudi seenaknya sendiri tanpa memperdulikan keselamatan orang lain, lalu lintas di jalan akan berjalan semrawut, sehingga rawan kecelakaan, serta akan terjadi kemacetan parah.

  Maka dapat disimpulkan bahwa ketertiban dan keamanan dalam berkendara akan terwujud apabila setiap pengguna jalan raya mau bersikap tenggang rasa dan saling menghargai serta tidak bersikap egois, dengan demikian selain menciptakan ketertiban dan keamanan dalam berkendara juga dapat mengurangi kecelakaan lalu lintas yang sering kali terjadi akibat pengguna jalan raya yang tidak mematuhi peraturan lalu lintas.

2. Unsur Pembentuk Lalu Lintas

  Lalu lintas merupakan pergerakan kendaraan (sarana) prasarana sebenarnya meliputi seluruh moda yang ada yaitu, moda jalan raya, moda jalan rel, moda angkutan laut dan sungai, dan moda angkutan udara. Lalu lintas tersusun dari berbagai unsur yakni manusia sebagai pemakai jalan (road user yang dapat berfungsi sebagai pengemudi, penumpang dan pejalan kaki), kendaraan (vehicle), prasarana jalan, dan lingkungan.

  Keempat unsur tersebut saling berinteraksi sehingga membentuk lalu lintas (Arif dan Amirotul, 2007: 9).

  Manusia merupakan salah satu unsur dalam lalu lintas yang spesifik, artinya setiap individu mempunyai komponen fisik dasar tertentu dan nonfisik yang berbeda satu dengan yang lainnya dalam hal kemampuannya. Komponen tersebut meliputi pendengaran, penglihatan, tenaga, pendidikan, dan psikologis. Kombinasi komponen tersebut akan menghasilkan suatu perilaku pengambilan keputusan yang berbeda pada saat menghadapi satu permasalahan lalu lintas. Arif dan Amirotul, 2007 menyebutkan bahwa karakteristik manusia sebagai pengemudi adalah sebagai berikut: a.

  Perseption merupakan kesadaran akan adanya suatu objek atau rangsangan yang datang dari luar sehingga dibutuhkan suatu respon atau tindakan.

  b.

  Intelection atau Identification yaitu proses identifikasi atau interpretasi terhadap objek atau rangsangan.

  c.

  Emotion atau decision yaitu penentuan sikap atas hasil telaah terhadap objek atau rangsangan tersebut, sehingga dihasilkan suatu kesimpulan akan tindakan apa yang diambil, (apakah harus berhenti, cukup mengurangi kecepatan saja, membelok ringan atau membanting stir, menyalip, atau cukup membunyikan klakson).

  d.

  Volition atau reaction yaitu suatu tindakan nyata yang dilakukan sebagai hasil dari keputusan tahap sebelumnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi keempat karakteristik manusia sebagai pengemudi adalah sebagai berikut: a.

  Faktor usia Kondisi mental dan emosi antara orang muda dan orang tua sangat berbeda, semakin tua tingkat kepekaan dan agresivitas terhadap rangsangan semakin menurun, untuk itu sebaiknya ada pembatasan usia maksimum untuk dapat mengendarai kendaraan seperti halnya adanya pembatasan usia minimum yang diizinkan untuk memiliki Surat Izin Mengemudi.

  b.

  Kondisi fisik Mengemudikan kendaraan bermotor memerlukan konsentrasi penuh mengingat bahwa tingkat pengambilan keputusan dalam mengemudi sangatlah singkat dalam hitungan detik. Keterlambatan pengambilan keputusan dalam waktu yang singkat tersebut dapat menyebabkan kondisi fatal seperti kecelakaan.

  c. Kondisi lingkungan Lingkungan sekitar, di kanan kiri jalan, dapat menyebabkan terciptanya kondisi yang berlainan pada pengemudi. Perasaan pengemudi ketika melewati daerah tengah kota yang rumit tentu memerlukan konsentrasi yang penuh dibandingkan dengan ketika melintas di jalan antarkota dengan pemandangan yang hijau di kanan kiri jalan yang kadang justru kurang konsentrasi.

  d.

  Faktor pendidikan Faktor perbedaan tingkat pendidikan dapat pula berpengaruh pada perilaku mengemudi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula kesadaran dalam mematuhi aturan lalu lintas karena pengetahuan tentang bahaya yang akan terjadi apabila melanggar lalu lintas akan semakin dimengerti. Disamping itu, pendidikan yang tinggi akan dapat membentuk watak serta kepribadian yang lebih baik, lebih bertoleransi terhadap pengendara lain, dan ada perasaan malu jika melanggar aturan.

  Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik setiap pengemudi di jalan raya memiliki perbedaan yang dipengaruhi oleh usia, kondisi fisik pengemudi, keadaan lingkungan sekitar jalan raya dan pendidikan yang mempengaruhi tingkat kesadaran seseorang untuk patuh dan taat pada peraturan lalu lintas yang berlaku.

3. Tujuan Lalu Lintas

  Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa yang disebut dengan lalu lintas dan angkutan jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas lalu lintas, angkutan jalan, jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, kendaraan, pengemudi, pengguna jalan, serta pengelolaannya. Adapun tujuan diselenggarakannya lalu lintas dan angkutan jalan pada Pasal 3 yaitu: a.

  Terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian naional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa; b.

  Terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan c. Terwujudnya perwujudan dan kepastian hukum bagi masyarakat.

  Berdasarkan tujuan tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan lalu lintas di sekolah memiliki beberapa tujuan, yaitu agar generasi muda secara sadar mampu mengimplementasikan sistem nilai, yaitu etika dan budaya berlalu lintas yang aman, santun, selamat, tertib, dan lancar yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari, mengubah perilaku pemakai jalan, menurunkan pelanggaran dan kecelakaan berlalu lintas, dan memberikan info lalu lintas.

4. Perlengkapan Kendaraan Bermotor

  Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 57 dijelaskan tentang perlengkapan kendaraan bermotor yaitu:

  a. Setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan wajib dilengkapi dengan perlengkapan kendaraan bermotor, b.

  Perlengkapan sepeda motor berupa helm standar nasional Indonesia, dan c. Untuk kendaraan bermotor beroda empat atau lebih sekurang- kurangnya meliputi sabuk keselamatan; ban cadangan; segitiga pengaman; dongkrak; pembuka roda; helm dan rompi pemantul cahaya bagi pengemudi kendaraan bermotor beroda empat atau lebih yang tidak memiliki rumah-rumah; dan peralatan pertolongan pertama pada kecelakaan lalu lintas.

C. Hakekat Kesadaran Hukum Berlalu lintas 1. Pengertian Kesadaran Hukum

  Ada beberapa pendapat yang memberikan pengertian tentang kesadaran dan kepatuhan hukum (Depdiknas, 2005:14) yaitu: a.

  Soerjono soekanto (1982) jadi kesadaran hukum sebenarnya merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat didalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan.

  b.

  Prof. Dr. Achmad Sanusi,SH. (1977): Dalam batasan pengertian yang luas kesadaran hukum ialah potensi masyarakat dan membudaya dengan kaidah mengikat dan dapat dipaksakan.

  c.

  Paul Scholten (Abdurrahman,1979), bahwa kesadaran hukum itu adalah tidak lari dari pada suatu kesadaran yang ada di dalam kehidupan manusia untuk selalu patuh dan taat kepada hukum. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tentang kesadaran hukum maka dapat disimpulkan bahwa kesadaran hukum merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat didalam diri manusia tentang hukum yang ada dan dapat dipaksakan agar setiap orang mau patuh dan taat kepada hukum yang berlaku. Sikap patuh dan taat terhadap hukum dapat di lakukan di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Kesadaran hukum di lingkungan sekolah yaitu tentang sikap siswa yang patuh terhadap tata tertib sekolah dan peraturan yang berlaku di masyarakat. Kesadaran hukum di lingkungan sekolah dapat di bina melalui kegiatan pembelajaran seperti melalui pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang memiliki misi sebagai pendidikan hukum maka dalam kegiatan pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan harus mampu menanamkan kesadaran hukum terhadap siswa agar siswa menjadi warga negara yang baik yang taat dan patuh terhadap aturan atau hukum yang berlaku.

2. Pengertian Lalu Lintas

  Di dalam bab 1 ketentuan Umum Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, disebutkan bahwa “lalu lintas adalah gerakan kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan”. Di dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia disebutkan bahwa “lalu lintas adalah berjalan bolak-balik, hilir mudik, dan perihal perjalanan di jalan dan berhubungan antara sebuah tempat dengan tempat lainnya”. Dengan demikian lalu lintas adalah merupakan gerak lintas manusia dan atau barang dengan menggunakan barang atau ruang di darat, baik dengan alat gerak ataupun kegiatan lalu lintas di jalan yang dapat menimbulkan permasalahan seperti terjadinya kecelakaan dan kemacetan lalu lintas.

  Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan lalu lintas adalah kegiatan kendaraan bermotor dengan menggunakan jalan raya sebagai jalur lalu lintas umum sehari-hari. Lalu lintas identik dengan jalur kendaraan bermotor yang ramai yang menjadi jalur kebutuhan masyarakat umum. Oleh karena itu, lalu lintas selalu identik pula dengan penerapan tata tertib.

  Pada Pasal 1 angka 8 Undang-Undang No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan disebutkan bahwa “kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan diatas rel”. Kemudian pada Pasal 1 angka 20 juga disebutkan bahwa “sepeda motor adalah kendaraan bermotor beroda dua dengan atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta samping atau kendaraan bermotor beroda tiga tanpa rumah- rumah”.

3. Ketertiban Lalu Lintas

  Untuk meciptakan ketertiban dan keamanan dalam berkendara maka diperlukan rambu-rambu lalu lintas sebagai petunjuk bagi pengguna jalan. Pada Pasal 1 ayat (17) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

  22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan bahwa: “Rambu Lalu Lintas adalah bagian perlengkapan jalan yang berupa lambang, huruf, angka, kalimat, dan atau perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi pengguna jalan

  ”. Rambu-rambu lalu lintas dibagi menjadi empat golongan yaitu: a.

  Rambu peringatan Rambu peringatan menunjukan adanya bahaya dijalan yang akan dilalui. Rambu ini berbentuk “wajik atau bujur sangkar” berwarna dasar kuning dengan lambang atau tulisan berwarna hitam.

  b.

  Rambu larangan Menunjukan perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pemakai jalan.

  Rambu ini dengan warna dasar putih/merah dan lambang atau tulisan berwarna hitam dan merah.

  c.

  Rambu petunjuk Menyatakan petunjuk mengenai jurusan jalan, situasi, kota, fasilitas, dan lain-lain bagi pemakai jalan. Warna dasar rambu ada hijau, biru dan coklat.

  d.

  Rambu perintah Menyatakan perintah yang wajib dilakukan oleh pemakai jalan. Rambu perintah berbentuk bundar berwarna biru dengan lambang atau tulisan berwarna putih serta merah untuk garis serong sebagai batas akhir perintah.

  Sedangkan yang dimaksud dengan ketertiban lalu lintas dan angkutan jalan pada Pasal 1 ayat (32) adalah keadaan berlalu lintas yang berlangsung secara teratur sesuai dengan hak dan kewajiban setiap pengguna jalan.

  Jadi ketertiban dan keamanan dalam berkendara akan terwujud apabila setiap pengguna jalan atau setiap orang yang berkendara mematuhi rambu-rambu lalu lintas dan mengetahui fungsi dari setiap rambu lalu lintas yang ada di jalan. Alat pemberi isyarat lalu lintas berfungsi mengatur, baik kendaraan maupun pejalan kaki, terdiri dari: a.

  Lampu tiga warna yaitu merah, kuning, dan hijau, b.

  Lampu dua warna yaitu merah hijau, serta c. Lampu satu warna yaitu kuning kelap-kelip

  Lampu merah berarti berhenti, tunggu dibelakang garis berhenti warna putih melintang pada jalan yang memakai lampu isyarat tersebut, dan lampu kuning berarti berhenti pada garis tanda berhenti kalau anda sudah terlalu dekat, serta lampu berwarna hijau berarti anda boleh jalan terus atau boleh membelok ke kiri atau ke kanan. Selanjutnya yaitu panah merah berarti anda tidak boleh jalan kearah panah itu dan harus menunggu digaris henti. Panah hijau berarti anda boleh jalan kearah panah itu. Panah itu berarti lalu lintas yang berlawanan harus berhenti untuk membiarkan anda jalan. Sedangkan panah merah ke kiri pengemudi dapat langsung belok kiri pada setiap persimpangan jalan, kecuali ditentukan lain oleh rambu-rambu atau alat pemberi isyarat lalu lintas/trafic light pengatur belok kiri (DLLAJ Prov.Jateng, 2006: 2).

4. Tata Cara Berlalu Lintas

  Tata cara berlalu litas dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan paragraf 1 tentang ketertiban dan keselamatan diatur dalam pasal 105 yaitu sebagai berikut:

  Setiap orang yang menggunakan Jalan wajib:

  a. Berperilaku tertib; dan/ atau

  b. Mencegah hal-hal yang dapat merintangi, membahayakan keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau yang dapat menimbulkan kerusakan jalan.

  Pada pasal 106 menyebutkan bahwa: (1) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar dan penuh konsentrasi. (2) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda.

  (3) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan teknis dan laik jalan. (4) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mematuhi ketentuan: a. Rambu perintah atau rambu larangan;

  b. Marka jalan;

  c. Alat pemberi isyarat lalu lintas;

  d. Gerakan lalu lintas;

  e. Berhenti dan parkir;

  f. Peringatan dengan bunyi dan sinar;

  g. Kecepatan maksimal atau minimal;dan/atau

  h. Tata cara penggandengan dan penempelan dengan kendaraan lain. (5) Pada saat diadakan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor wajib menunjukan:

  a. Surat tanda nomor kendaraan bermotor atau surat tanda coba kendaraan bermotor; b. Surat Izin Mengemudi;

  c. Bukti lulus uji berkala; dan/atau d. Tanda bukti lain yang sah.

  e. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat atau lebih di jalan dan penumpang yang duduk disampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan.

  f. Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor beroda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah di jalan dan penumpang yang duduk disampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan dan mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.

  g. Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor dan penumpang sepeda motor wajib mengenakan helm yang memenuhi standar nasional Indonesia.

  h. Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor tanpa kereta samping dilarang membawa penumpang lebih dari 1 (satu) orang. Maka dapat disimpulkan bahwa tata cara berlalu litas yang diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan dimaksudkan agar tercipta suatu ketertiban dan keamanan dalam berkendara serta mengurangi adanya pelanggaran-pelanggaran terhadap lalu lintas sehingga dapat mengurangi terjadinya kecelakaan lalu lintas.

5. Hasil Penelitian Terdahulu a.

  Penelitian yang dilakukan oleh Ragil Setiadi 2012 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto 2012 tentang peran PKn dalam membentuk kesadaran hukum siswa di SMA N 1 Wanadadi. Hasil penelitian ini yaitu pembelajaran PKn mempunyai peran dalam membentuk kesadaran hukum siswa di SMA N 1 Wanadadi. Hal ini dibuktikan dengan perilaku siswa yang lebih sadar terhadap aturan-aturan yang berlaku di sekolah sehingga siswa nantinya menjadi masyarakat yang patuh terhadap aturan di lingkungan masyarakat, bangsa, dan negara.

  b. Penelitian ini dilakukan oleh Desti Dwi Setiana 2013 Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Purwokerto 2013 tentang peran pembelajaran PKn dalam meningkatkan kesadaran hukum berlalu lintas. Hasil penelitian ini yaitu pembelajaran PKn mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kesadaran hukum berlalu lintas siswa, karena dalam pembelajaran PKn diberikan muatan-muatan pengetahuan, pemahaman, sikap, dan perilaku kesadaran hukum kepada siswa sehingga siswa mempunyai pengetahuan yang baik, khususnya mengenai kesadaran hukum berlalu lintas.