BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar - Trias Anggasari BAB II

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar Pembelajaran bahasa Indonesia merupakan salah satu pembelajaran

  yang wajib diajarkan di Sekolah Dasar di wilayah Indonesia. Pembelajaran bahasa Indonesia penting diajarkan mengacu pada tujuan pembelajaran bahasa Indonesia: a.

  Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulisan.

  b.

  Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa Negara.

  c.

  Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan.

  d.

  Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan spiritual, moral, emosional, dan sosial.

  e.

  Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa, Mulyasa (2008:240).

  Dengan adanya tujuan pembelajaran bahasa Indonesia tersebut maka diharapkan :

  10 a.

  Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khasanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

  b.

  Peserta didik dapat mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri.

  c.

  Guru dapat memusatkan perhatian kepada pengembangan kompetensi bahasa peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber belajar,serta lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan kemapuan peserta didiknya.

  d.

  Orang tua dan masyarakan dapat secara aktif memberikan masukan dan bantuan terhadap perencanaan, pelaksanaan, maupun penilaian pembelajaran kebahasaan dan kesastraan di sekolah.

  e.

  Sekolah dapat mengembangkan program pendidikan kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia.

  f.

  Daerah dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional, Mulyasa (2008:240).

2. Hakikat Menulis

  Menulis arti pertamanya semula membuat huruf, angka, nama, dan sesuatu tanda kebahasaan dengan sesuatu alat tulis pada suatu halaman tertentu. Kini dalam pengertian yang luas menulis merupakan kata sepadan yang mempunyai arti sama dengan mengarang. Jadi mengarang adalah rangkaian kegiatan seseorang mengungkapkan gagasan dan menyampaikan melalui bahasa tulis kepada masyarakat pembaca untuk dipahami The liang Gie dalam Farida Ariani dkk (2010:5)

  Menurut Tarigan dalam Ariani dkk (2010:5) menulis berarti mengekspresikan secara tertulis gagasan, ide, pendapat, atau pikiran dan perasaan. Sarana mewujudkan hal itu adalah bahasa isi ekspresi melalui bahasa itu akan dimengerti orang lain atau pembaca bila dituangkan dalam bahasa yang teratur, sistematis, sederhana, dan mudah dimengerti

  Menulis sangat penting di sekolah dasar khususnya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Fungsi menulis menurut Graves dalam Muslich (2009:121). Fungsi dasar pengajaran menulis dalam pengajaran Bahasa Indonesia adalah sebagai: (1) dasar penguasaan materi mengingat wacana dalam bentuk verbal atau tulisan, (2) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan dengan pemahaman berbagai jenis pengetahuan (misalnya dengan banyak menulis pokok-pokok pikiran dalam buku dan akan memahami isinya akan dapat meningkatkan pengetahuan siswa), (3) sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi,dan seni.

  (4) sarana penyebarluasan Bahasa Indonesia yang baik (biasanya dengan menulis dalam bentuk bahasa resmi dan bahasa baku) untuk digunakan dalam berbagai keperluan, serta (5) sarana yang menghubungkan siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan disiplin ilmu lainnya.

  Menulis dapat mengembangkan kecerdasan, mengembangkan daya imajinatif, inisiatif, dan kreativitas, serta menumbuhkan keberanian.

  Depdiknas dalam Muslich (2009:122) berpendapat bahwa pengajaran menulis di sekolah dasar, sesuai dengan kurikulum berbasis kompetensi, berfungsi sebagai dasar membentuk dan meningkatkan kemampuan siswa dalam mengekspresikan berbagai pikiran,gagasan, pendapat dan perasaannya melalui menulis karangan dari pikiran sendiri, serta menulis karangan berdasarkan gambar.

  Depdiknas dalam M. Muslich (2009:122) secara umum tujuan pengajaran menulis sesuai dengan kurikulum 2004 pada pelajaran Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut: 1.

  Mampu mengungkapkan ide, gagasan, atau pemikiran dalam bentuk tulisan.

  2. Siswa dapat memahami materi dari berbagai segi, bentuk, makna, dan fungsi serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan , keperluan, keadaan, baik secara tersurat maupun tersirat dengan bentuk tulisan.

  3. Siswa memiliki kemampuan dalam menggunakan materi yang diajarkan untuk meningkatkan kemampuan intelektualnya, kematangan emosional, dan kematangan sosial. Misalnya siswa mampu menulis kembali dengan bahasanya sendiri beragam teks dan mampu menjelaskan isinya, serta merespons isi bacaan dengan kata-katanya sendiri.

  4. Siswa dapat mengingat materi dan memudahkan dalam mempelajarinya untuk meningkatkan ilmu pengetahuan dan wawasannya.

  Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa kegiatan menulis sangat bermanfaat bagi pembelajaran kebahasaan.

  Fungsi utama menulis yaitu sebagai alat komunikasi pengganti bahasa lisan dapat memberi terobosan baru untuk mengungkapkan sesuatu yang sulit diungkapkan dengan bahasa lisan, dan fungsi menulis sangat penting, salah satunya bagi siswa Sekolah Dasar. Dengan menulis siswa lebih memahami cara-cara menulis yang benar, dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam membuat sebuah tulisan dan sarana penyebarluasan Bahasa Indonesia yang baik (biasanya dengan menulis dalam bentuk bahasa resmi dan bahasa baku) untuk digunakan dalam berbagai keperluan. Menulis berarti mengekspresikan secara tertulis gagasan, ide, pendapat, atau pikiran dan perasaan.

  Menulis itu penting dan besar kegunaannya bagi kehidupan seseorang. Graves dalam Akhadiah, dkk (1997:1.4) Salah seorang tokoh peneliti belajar mengajar menulis ,menyampaikan manfaat menulis yaitu

  (1) Menulis menyumbang kecerdasan (Menurut para ahli psikolinguistik, menulis adalah suatu aktifitas yang kompleks. Kompleksitas menulis terletak pada tuntutan kemampuan mengharmonikan berbagai aspek. Aspek-aspek itu meliputi pengetahuan tentang topik yang akan dituliskan). (2) Menulis mengembangkan daya insiatif dan kreativitas (Dalam menulis, seseorang mesti menyiapkan dan mensuplai sendiri segala sesuatunya unsur mekanik tulisan yang benar seperti ejaan, diksi, dan pengalimatan. (3) Menulis menumbuhkan keberanian (Ketika menulis, seorang penulis harus berani menampilkan kedirianya, termasuk pemikiran, perasaan dan gayanya). (4) Menulis mendorong kemauan dan kemampuan mengumpulkan informasi (Seseorang menulis karena mempunyai ide, gagasan, pendapat, atau sesuatu hal yang menurutnya perlu disampaikan dan diketahui orang lain).

  Adapun manfaat menulis bagi pengembangan diri, baik intelektual, mental, ataupun sosial. Meskipun begitu ternyata tidak banyak orang yang suka menulis menurut Graves dalam Akhadiah, dkk (1997:1.5), banyak faktor penyebabnya. Diantaranya adalah (1) Seseorang enggan menulis karena tidak tahu untuk apa dia menulis. (2) Seseorang enggan menulis karena merasa tidak merasa berbakat menulis. (3) Seseorang enggan menulis karena merasa tidak tahu bagaimana harus menulis

  Menurut pendapat di atas, peneliti mengartikan bahwa menulis adalah hal yang sangat penting dan banyak kegunaannya bagi seseorang serta banyak manfaatnya bagi perkembangan diri seseorang baik intelektual, mental atau sosial.

3. Karangan Narasi

  Narasi menurut Suparno dan M.Yunus (2006 : 4.31) Narasi berasal dari kata bahasa inggris narration (cerita) dan narrative (yang menceritakan). Karangan yang disebut narasi menyajikan serangkaian peristiwa, karangan ini berusaha menyampaikan serangkaian kejadian menurut urutan terjadinya (kronologis), dengan maksud memberi arti pada sebuah atau serentetan kejadian, sehingga pembaca dapat memetik hikmah dari cerita itu. Dalam penulisan karangan narasi tentunya memiliki tujuan tertentu. Menurut Suparno dan M. Yunus (2006:4.32) tujuan dari menulis narasi secara umum ada dua yaitu: a.

  Hendak memberikan informasi atau wawasan dan memperluas pengetahuan pembaca. Narasi dengan tujuan tersebut biasanya disebut narasi informasional atau narasi ekspositoris. Sasarannya adalah rasio yang merupakan perluasan pengetahuan para pembaca setelah membaca karangan tersebut. Dalam narasi ekspositorik, penulis menceritakan suatu peristiwa berdasarkan data yang sebenarnya.

  Pelaku yang ditonjolkan biasanya, satu orang. Pelaku diceritakan mulai dari kecil sampai saat ini atau sampai terakhir dalam kehidupannya.

  Karangan narasi ini diwarnai oleh eksposisi, maka ketentuan eksposisi juga berlaku pada penulisan narasi ekspositprik. Ketentuan ini berkaitan dengan penggunaan bahasa yang logis, berdasarkan fakta.

  b.

  Hendak memberikan pengalaman estetis kepada pembaca. Narasi dengan tujuan ini biasa disebut dengan narasi artistik atau narasi sugestif. Sasarannya adalah memperluas pengetahuan seseorang tapi berusaha memberikan makna atas suatu peristiwa atau kejadian sebagai suatu pengalaman.

  Suparno dan Yunus (2006 : 4.51) mengungkapkan bahwa penulisan karangan narasi perlu diperhatikan pada langkah-langkah penulisannya agar lebih mudah dan lebih mengena pada pembaca, adapun langkah-langkah yang perlu dipahami dalam menulis karangan narasi adalah sebagai berikut: 1) Tentukan dulu tema dan amanat yang akan disampaikan. 2) Tetapkan sasaran pembaca kita. 3)

  Rancang peristiwa-peristiwa utama yang akan ditampilkan dalam bentuk skema alur.

  4) Bagi peristiwa utama itu ke dalam bagian awal, perkembangan, dan akhir cerita.

  5) Rinci peristiwa-peristiwa utama ke dalam detail-detail peristiwa sebagai pendukung cerita.

  6) Susun tokoh dan perwatakan, latar, dan sudut pandang.

  Resmini, dkk (2010:229) Karangan merupakan hasil ungkapan ide, gagasan, dan perasaan, yang diperoleh melalui kegiatan berfikir kritis dan kreatif. Resmini, dkk (2010:125) Narasi berasal dari bahasa inggris

  

narration (cerita) dan narrative (yang menceritakan). Karangan yang

  disebut narasai menyajikan serangkaian peristiwa menurut urutan kejadian atau kronologis atau dengan maksud member arti kepada seluruh atau serentetan kejadian, sehingga pembaca dapat memetik hikmah dari cerita itu.

  Adapun tujuan menulis narasi secara fundamental ada dua, yaitu: (1) Hendak memeberikan informasi atau wawasan dan memperluas pengetahuan pembaca. (2) Memberikan pengalaman estetis kepada pembaca.

  Sedangkan menurut Akhadiah, (1997:7.3) Narasi adalah suatu bentuk karangan atau wacana yang mengisahkan atau menceritakan suatu peristiwa atau kejadian dalam suatu rangkaian karangan narasi memiliki struktur karena terdiri dari bagian-bagian yang secara fungsional berkaitan satu sama lain. Komponen yang membentuk struktur narasi tergantung pada macam narasinya, narasi ekspositoribatau narasi sugestif, komponen- komponen pembentuk strukturnya adalah alur, plot, perbuatan, tokoh dan penokohan, latar, dan sudut pandang.

  Pendapat lain dikatakan oleh Mujianto dalam M. Muslich (2009:128) Narasi adalah karangan yang menceritakan sesuatu secara kronologis atau erat kaitannya rangakaian dengan rangkaian peristiwa. Karangan narasi ini didasarkan atas urutan waktu. Karangan narasi dapat berisi fakta-fakta yang benar terjadi atau sekedar khayalan.

  Berdasarkan uraian di atas peneliti berpendapat bahwa suatu karangan narasi merupakan suatu karangan yang ditulis untuk menjelaskan suatu peristiwa sejelas-jelasnya hingga pembaca seolah-olah merasakan atau mengalami peristiwa yang ditulis dalam karangan narasi tersebut.

  Untuk itu dalam menulis karangan narasi perlu memahami lebih dalam lagi teknik-teknik dalam menulis karangan narasi, dan prinsip-prinsip narasi karena jika menulis sebuah karangan narasi, maka perlu diperhatikan prinsip-prinsip dasar narasi sebagai tumpuan berfikir bagi terbentuknya karangan narasi, prinsip-prinsip tersebut antara lain: alur, penokohan, latar, titik pandang, dan pemilihan detail peristiwa. Dan pembelajaran menulis karangan narasi pada siswa sekolah dasar dapat dimulai dengan menulis pengalaman pribadi agar lebih memudahkan siswa dalam membuat karangan narasi.

4. Media dalam Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar a.

  Pengertian Media Ada beberapa konsep atau definisi media pendidikan atau media pembelajaran, Rossi dan Breidle dalam Sanjaya .W (2010:163) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan seperti radio, televisi, buku, koran, majalah, dan sebagainya. Menurut Rossi alat-alat semacam radio dan televisi kalau digunakan dan diprogram untuk pendidikan maka merupakan media pembelajaran.

  Namun demikian, media bukan hanya berupa alat atau bahan saja, tapi hal-hal lain yang memungkinkan siswa dapat memperoleh pengetahuan.

  Menurut Gerlach & Ely dalam Sanjaya .W (2010:163) menyatakan: “A medium, conceived is any person, material or event

  

that establishs condition which enable the learner to acquire

knowledge, skill, and attitude.” Menurut Gerlach secara umum media

  itu meliputi orang, bahan, peralatan atau kegiatan yang menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap. Jadi dalam pengertian ini media bukan hanya alat perantara seperti televisi, radio, slide, bahan cetakan, tetapi meliputi orang atau manusia sebagai sumber belajar atau juga berupa kegiatan semacam diskusi, seminar, karya wisata, simulasi dan lain sebagainya yang dikondisikan untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap siswa atau untuk menambah keterampilan.

  Sedangkan Smaldino dkk dalam S. Anitah (2008:2) mengatakan bahwa media adalah suatu alat komunikasi dan sumber infomasi. Kata media merupakan bentuk jamak dari kata medium. Medium dapat didefisinikan sebagai perantara atau pengantar terjadinya komunikasi dari pengirim menuju penerima Heinich et.al.,dalam Daryanto (2010:4).

  Media merupakan salah satu komponen komunikasi, yaitu sebagai pembawa pesan dari komunikator menuju komunikan Criticos dalam Daryanto (2010:5).

  Menurut Sadiman (2005:6) Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar.Metode adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.

  Menurut Arsyad (2007:3) Kata media berasal dari bahasa latin

  

medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’. Dalam bahasa

  arab, media adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.

  Santoso S. Hamidjojo dalam M. Muslich (2009:132) yang dimaksud media adalah semua bentuk perantara yang digunakan untuk mengungkapkan ide, pikiran atau gagasannya sehingga gagasan itu sampai kepada penerima sedangkan Marshall Mc. Luhan dalam M.

  Muslich (2009:132) mengungkapkan bahwa media adalah sarana yang disebut channel (saluran), karena pada hakikatnya media telah memperluas dan memperpanjang kemampuan manusia untuk merasakan, mendengar dan melihat dalam batas jarak dan waktu tertentu.

  Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa media sebagai suatu komponen system pembelajaran dan mempunyai fungsi yaitu dapat mengatasi keterbatasan ruang, media dapat menarik perhatian siswa dalam belajar dan mengefektifkan pemberian rangsangan dan setiap media pengajaran memiliki keunggulan masing- masing. Diharapkan media menjadi alat bantu yang dapat mempermudah pencapaian tujuan pengajaran.

  b.

  Fungsi Media Menurut Sadiman (2005:17) secara umum media pendidikan dalam proses belajar mengajar mempunyai fungsi sebagai berikut:

  1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka).

  2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu dan daya indra, seperti misalnya: a)

  Obyek yang terlalu besar bisa digantikan dengan realita, gambar, film bingkai, film, atau model.

  b) Obyek yang kecil dibantu dengan proyektor mikro, film bingkai, film, atau gambar.

  c) Gerak yang terlalu lambat atau terlalu cepat, dapat dibantu dengan timelapse atau high speed photo graphy.

  d) Kajadian atau peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat rekaman.

  e) film, video, film bingkai, foto maupun secara verbal.

  f) Obyek yang terlalu kompleks (misalnya mesin-mesin) dapat disajikan dengan model, diagram, dan lain-lain. g) Konsep yang terlalu luas (gunung berapi, gempa bumi, iklim, dan lain-lain) dapat divisualkna dalam bentuk film , film bingkai, gambar, dan lain-lain.

  3) Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini media pendidikan berguna untuk:

  a) menimbulkan kegairahan belajar.

  b) Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan.

  c) Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya.

  4) Dengan sifat yang unik pada tiap siswa ditambah lagi dengan lingkungan dan pengalaman yang berbeda, sedangkan kurikulum dan materi pendidikan ditentukan sama untuk setiap siswa, maka guru banyak mengalami kesulitan bila semuanya itu harus diatasi sendiri. Hal ini akan lebih sulit bila latar belakang lingkungan guru dengan siswa juga berbeda. Masalah ini dapat diatasi dengan media pendidikan, yaitu dengan kemampuanya dalam:

  a) Memberikan rangsangan yang sama.

  b) Mempersamakan pengalaman.

  c) Menimbulkan presepsi yang sama.

  Sedangkan menurut Daryanto (2010:8) Fungsi media pembelajaran adalah sebagai pembawa informasi dari sumber (guru) menuju penerima (siswa).

  ,Menurut Gagne L. Wilkinson dalam M. Muslich (2009:133) fungsi media adalah (1) meningkatkan motivasi belajar siswa, (2) memenuhi keperluan siswa pada kegiatan pembelajaran, (3) memudahkan pemahaman materi pembelajaran, dan (4) menambah kegembiraan.

  Peneliti dapat menyimpulkan bahwa fungsi media dalam pembelajaran sangat penting yaitu sebagai alat bantu serta untuk memudahkan siswa untuk memahami materi pembelajaran dan dapat menciptakan suasana belajar yang menyenagkan.

  5. Media Gambar Kartun a.

  Pengertian Kartun Kartun sebagai salah satu bentuk komunikasi grafis adalah suatu gambar interpretatif yang menggunakan simbol-simbol untuk menyampaikan sesuatu pesan secara cepat dan ringkas atau sesuatu sikap terhadap orang, situasi, atau kejadian-kejadian tertentu.

  Kemampuanya besar sekali untuk menarik perhatian, mempengaruhi sikap maupun tingkah laku. Kartun biasanya hanya menangkap esensi pesan yang harus disampaikan dan menuangkannya ke dalam gambar sederhana. Kartun tanpa digambar detail dengan menggunakan simbol- simbol serta karakter yang mudah dikenal dan dimengerti dengan cepat. Jika makna kartun mengena, pesan yang besar bisa disajikan secara ringkas dan kesannya akan tahan lama di ingatan menurut Sadiman (2005:45).

  Menurut M. Muslich (2009:143) Kartun berasal dari bahasa inggris cartoon yang diangkat dari bahasa italia cartone. Istilah ini muncul setelah tahun 1843 untuk menamai sketsa pada kertas a lot (siout paper) yang berisi lukisan dinding . Namun sekarang pengertian kartun menjadi gambar yang bersifat humor atau satire, jadi kartun merupakan satu wujud ekspresi seni yang bermaksud melucu, menyindir, dan mengkritik. Ensiklopedi Nasional Indonesia dalam M.

  Muslich (2009:143) menyebutkan ciri kartun, yaitu pesan atau komentar humoris atau satiris tentang suatu peristiwa aktual, kartun biasanya berpanel tunggal.

  Sudjana (2005: 58) Kartun adalah penggambaran dalam bentuk lukisan atau karikatur tentang orang, gagasan atau situasi yang didisain untuk mempengaruhi opini masyarakat. Walaupun terdapat sejumlah kartun yang berfungsi untuk membuat orang tersenyum, seperti halnya kartun-kartun yang dimuat dalam surat kabar. Kartun sebagai alat bantu mempunyai manfaat penting dalam pengajaran, terutama dalam menjelaskan rangkaian isi bahan dalam satu urutan logis atau mengandung makna.

  Dari beberapa pendapat di atas Peneliti dapat menyimpulkan bahwa gambar kartun adalah suatu gambar yang dapat menyampaikan pesan dengan rangkaian isi yang mengandung makna di dalamnya.

  b. Memilih dan Menilai Kartun Sudjana (2005: 59) Kartun yang baik, merupakan pertanyaan yang sukar dijawab, sebab kartun merupakan hasil kreatif secara pribadi dari kartunis itu sendiri. Akan tetapi ada beberapa kualitas tertentu dari kartun-kartun yang efektif untuk tujuan pengajaran, diantaranya: 1.

  Pemakaiannya sesuai dengan tingkat pengalaman Pertimbangan pertama adalah, arti kartun hendaknya dapat dimengerti oleh para siswa pada saat kartun tersebut digunakan.

  Ada beberapa kartun yang sulit dipahami maknanya oleh anak SD, misalnya kartun mengenai sosial politik. Pada umumnya anak-anak mulai mampu menafsirkan kartun semacam ini pada usia 13 tahun. Selain itu penafsiran kartun yang keliru dapat terjadi jika tidak adanya pengertian dari unsur - unsur kata dalam keterangan kartun.

  Dengan kata lain, kurangnya latar belakang yang memadai dalam memberikan arti yang tepat pada kata-kata yang digunakan merupakan penyebab utama dari kesalahan menafsirkan kartun.

  2. Kesederhanaan Memperkirakan arti kartun dapat dimengerti, berarti ada beberapa perwatakan fisik yang diinginkan dari kartun-kartun yang baik. Satu diantaranya adalah kesederhanaan. Secara umum dapat dikatakan bahwa kartun-kartun yang baik hanya berisi hal-hal yang penting saja. Ada kartun yang memakai keterangan bahkan ada beberapa kartun tidak memerlukan keterangan sama sekali, karena lukisan itu sendiri telah menyampaikan gagasan tanpa bantuan kata-kata.

  3. Lambang yang jelas Ciri ketiga dari kartun yang efektif adalah kejelasan dari pengertian-pengertian simbolis. Lambang-lambang yang menggambarkan konsep-konsep yang lebih abstrak, seperti hak- hak negara, kemanusiaan, dan kemerdekaan sulit disampaikan.

  Dalam hal ini maka kemampuan si pencipta kartun dihadapkan pada tantangan berat. Sehubungan dengan itu guru haruslah berhati-hati dalam memilih kartun dengan lambang-lambangnya dan tidak terlalu sukar dipahami oleh para siswa.

  c.

  Penggunaan Kartun menurut Sudjana (2005: 61) adalah: 1)

  Untuk Motivasi Sesuai dengan wataknya kartun yang efektif akan menarik perhatian serta menumbuhkan minat belajar siswa, kartun bisa menjadi alat motivasi yang berguna di kelas. 2)

  Sebagai Ilustrasi Seorang guru melaporkan hasil efektif dari penggunaan kartun- kartun dalam menggambarkan konsep ilmiah pengajaran sain.

  Sebagian dipakai untuk mengemukakan beberapa pertanyaan tentang ada tidaknya situasi ilmiah yang dapat digambarkan dalam kartun. Sebagian lagi menggambarkan kesalahan- kesalahan dalam menafsirkan isi yang terkandung dalam kartun.

  Ini berarti kartun dapat digunakan sebagai ilustrasi dalam kegiatan pengajaran.

  3) Untuk Kegiatan Siswa

  Jenis lain dari kartun yang dipergunakan adalah kreasi kartun- kartun yang dibuat siswa sendiri. Para siswa membuat kartun untuk menumbuhkan minat dalam kampanye kebersihan, keselamatan mengemudi dan lain-lain. Kartun-kartun yang dibuat para siswa dapat dimanfaatkan untuk keperluan pengajaran. Kesusastraan dan tatabahasapun memberi kesempatan bagi penggambaran kartun sebagai ilustrasi dari pengetahuan yang diperoleh para siswa.

6. Pembelajaran Menulis Di Sekolah Dasar

  Santosa (2007:3.21) mengungkapkan bahwa menulis merupakan keterampilan berbahasa yang kompleks untuk itu perlu dilatih secara teratur dan cermat sejak kelas awal SD. Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang produktif dan ekspresif. Pembelajaran menulis di Sekolah Dasar terdiri atas dua bagian layaknya pembelajaran membaca, yakni menulis permulaan dan menulis lanjut (pendalaman). Menulis permulaan, diawali dari melatih siswa memegang alat tulis menarik garis, menulis huruf, suku kata, kata dan kalimat sederhana biasanya diawali atau bersamaan dengan pembelajaran membaca permulaan. Sedangkan menulis lanjut terdiri dari memulai menulis dari kalimat sesuai gambar, menulis paragraf sederhana, menulis karangan pendek dengan bantuan berbagai media dengan ejaan yang benar.

  Donald Murray pada Resmini, dkk (2008:231) mengungkapkan bahwa aktivitas menulis berkembang dalam tiga tahap: perencanaan

  

(rehearsing), penyusunan konsep (drafting), dan perbaikan (refishing).

  Tahap perencanaan adalah tahap penulis berusaha mengemukakan apa yang akan mereka tulis. Guru dapat mendorong penemuan topik ini dengan cara ramu pendapat (brainstorming) yang memungkinkan anak berpikir dan menulis berbagai rincian tentang orang, tempat atau peristiwa yang bermakna bagi mereka. Tahap selanjutnya yaitu penyusunan konsep

  (drafting). Pada tahap ini penulis perlu menuangkan pikiran-pikirannya

  dan mempertimbangkan untuk disampaikan kepada orang lain. Tahap ketiga yaitu tahap perbaikan (refishing). Tahap ini merupakan tahap akhir dari menulis. Sekalipun demikian perlu diingat bahwa perbaikan dapat berlanjut pada perencanaan dan penyusunan konsep lebih lanjut.

  Dari beberapa pendapat di atas peneliti menyimpulkan bahwa pembelajaran menulis di sekolah dasar memiliki peran yang sangat penting dan terdapat tahapan-tahapan dalam pengaplikasiannya. Tahapan- tahapan tersebut harus diterapkan sesuai dengan jenjang tingkatan kelas agar proses pelaksanaan pembelajaran lebih baik dan terkonsep. Begitu juga dengan tahap-tahap aktivitas menulis, agar lebih maksimal hasil pembelajaran menulis di Sekolah Dasar, maka guru harus dapat membagi tahapan yang satu dan tahapan yang lain agar sesuai dengan kapasitas kemampuan siswa.

  B. Hasil Penelitian yang Relevan

  Penelitian tindakan kelas mengenai menulis karangan sangat menarik perhatian para peneliti. Penelitian Tri Winarni pada tahun 2011 dengan judul “Peningkatan Keterampilan Menulis Karangan Narasi Menggunakan Media Gambar Seri di Kelas IV SD Negeri I Penaruban”. Diperoleh kesimpulan bahwa terjadi peningkatan pada hasil belajar setelah dilakukan proses pembelajaran, hal ini ditujukkan dengan peningkatan hasil belajar pada setiap siklus sebesar 36,67% dari data awal nilai rata-rata kelas 63,33, pada siklus I meningkat menjadi rata-rata kelas 68,83 dengan ketuntasan belajar 56,67% sejumlah 17 siswa. Hasil evaluasi pada siklus II rata-rata kelas meningkat menjadi 79,5 dengan ketuntasan belajar 93,33% sejumlah 28 siswa..

  C. Kerangka Berfikir

  Penggunaan media gambar kartun dalam menulis karangan merupakan salah satu cara untuk memudahkan siswa untuk menulis karangan. Melalui media ini siswa dapat menuangkan idenya kedalam bentuk tulisan, dengan media gambar kartun diharapkan akan meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi.Kegiatan menulis merupakan salah satu bentuk implementasi kemampuan dan ketrampilan bahasa Indonesia paling akhir dalam cakupan aspek berbahasa, setelah kemampuan membaca, menyimak, dan berbicara. Dibandingkan dengan aspek berbahasa lainnya, aspek menulis merupakan aspek yang paling sulit untuk dikuasai.

  Dalam hal ini kesulitan menulis dapat disebabkan karena kebanyakan dari siswa sulit menemukan ide serta mengeksplor sesuatu yang ingin diungkapkan dari pikirannya melalui bahasa tulis. Di samping itu kebahasaan tulis juga menuntut keselarasan antara unsur kebahasaan itu sendiri dengan isi karangan. Sehingga akan diperoleh hasil karangan yang baik.

  Siswa terkadang mengalami kesulitan dalam menggali ide untuk dijadikan sebuah karangan, dalam hal ini dikhususkan pada karangan narasi. Kesulitan tersebut menuntut guru untuk lebih kreatif dalam mencari media dalam pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi kelas agar dapat menciptakan kondisi kelas yang menyenangkan bagi siswa untuk memperoleh ide karangan.

  Menggunakan media gambar kartun diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis karangan narasi. Dengan demikian penggunaan media ini diharapkan dapat membuat siswa lebih kreatif dan lebih menggali imajinasi untuk memperoleh ide karangan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan skema kerangka berpikir pada gambar 2.1 sebagai berikut: Kondisi Kemampuan awal(Belum menulis menggunakan karangan narasi

  )

  media gambar d h Siklus I 54,54%

  Tindakan melalui media gambar kartun

  Siklus II 90,90%

  Kondisi Akhir (Kemampuan menulis karangan narasi meningkat

Gambar 2.1. Skema kerangka berpikir dalam pembelajaran melalui penggunaan media gambar kartun.

D. Hipotesis Tindakan

  Berdasarkan landasan teori yang telah diuraikan di atas dapat dikemukakan hipotesis tindakan. Adapun hipotesis tindakan tersebut adalah ”Jika Media Gambar Kartun digunakan sebagai media pembelajaran menulis karangan narasi dapat meningkatkan kemampuan menulis karangan narasi pada siswa kelas V MIM Kramat.