Pelaksanaan cara distribusi obat yang baik sesuai SK. Kepala Badan POM nomor: HK.00.05.3.2522 pada pedagang besar farmasi di provinsi Bangka-Belitung tahun 2012 - USD Repository
PELAKSANAAN CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK SESUAI SK.
KEPALA BADAN POM NOMOR: HK.00.05.3.2522 PADA PEDAGANG
BESAR FARMASI DI PROVINSI BANGKA-BELITUNG TAHUN 2012
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Yosef Himawan Yudha
NIM: 088114089
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2012
PELAKSANAAN CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK SESUAI SK.
KEPALA BADAN POM NOMOR: HK.00.05.3.2522 PADA PEDAGANG
BESAR FARMASI DI PROVINSI BANGKA-BELITUNG TAHUN 2012
SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Yosef Himawan Yudha
NIM: 088114089
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2012
PRAKATA
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala penyertaan, rahmat, kekuatan, berkat, dan karunia-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Cara Distribusi Obat yang Baik Sesuai SK. Kepala Badan POM Nomor: HK.00.05.3.2522 Pada Pedagang Besar Farmasi di Provinsi Bangka- Belitung”.
Penyelesaian penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang senantiasa mendukung dari segi moral dan materiil. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dra.T.B. Titien Sri Hartayu,M.Kes.,Apt.,PhD., selaku dosen pembimbing dan penguji yang selalu memberikan arahan, bimbingan, dorongan, semangat, saran, kritik dan pembelajaran selama selama penyusunan skripsi.
2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, beserta seluruh civitas akademika atas ijin dan segala bantuannya dalam penyusunan skripsi.
3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc.,Apt. dan Bapak Drs. Djaman Ginting
Manik, Apt. sebagai Dosen Penguji atas pengarahan dan kesediaannya menguji skripsi ini.
4. Bapak Bernadus Reco Ketua IAI cabang Kota Pangkalpinang beserta staff (Ikatan Apoteker Indonesia), serta Penanggung jawab dan staff PBF di Provinsi Bangka
- – Belitung yang bersedia membantu penulis dalam pengambilan data. Penulis berharap, karya ini dapat bermanfaat dan mendorong mahasiswa angkatan berikutnya untuk berkarya lebih baik lagi demi majunya dunia kefarmasian di Indonesia.
Penulis
INTISARI Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. Terdapat 11 PBF yang berada di Provinsi Bangka Belitung. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran bagaimana pelaksanaan CDOB meliputi aspek: manajemen mutu, personalia, peralatan dan bangunan, dokumentasi dan inspeksi diri sudah sesuai dengan SK.Kepala Badan POM nomor: HK.00.05.3.2522 pada Pedagang Besar Farmasi di Provinsi Bangka- Belitung.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian bersifat deskriptif. Menggunakan instrument kuesioner yang dikonversikan dalam bentuk persentase (%) data kuantitatif. Hasil data kuantitatif tersebut diperkuat dengan data wawancara mendalam terhadap lima aspek CDOB kepada 11 penanggung-jawab PBF yang bersedia menjadi responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk yang disalurkan oleh PBF di Provinsi Bangka-Belitung yakni obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, narkotika, kosmetika, psikotropika, vaksin, susu, minuman, makanan.
Pelaksanaan distribusi obat di sebelas PBF yang berada di Provinsi Bangka- Belitung yang ditinjau berdasarkan HK.00.05.3.2522 dalam hal SOP dari aspek manajemen mutu (72,72%), struktur organisasi dari aspek personalia dan dokumentasi diketahui 100% memenuhi. Data kuantitatif ini kemudian diperjelas dengan data wawancara mendalam yang menunjukkan isi SOP secara umum yaitu judul protap, nomor, dokumen, revisi, jumlah halaman, dokumen acuan, uraian proses distribusi; dari aspek personalia ditinjau dari jumlah karyawan sudah memadai; sebelas PBF memiliki dokumentasi, informasi pada dokumen penyaluran meliputi: tanggal penyaluran, nama dan alamat tujuan, bentuk sediaan, nama produk, kekuatan, jumlah, nomor batch dan expire date. Sementara itu, dalam aspek inspeksi diri hanya 9 PBF (81,81%) yang melaksanakan inspeksi diri sedangkan pada aspek bangunan dan peralatan hanya 9 PBF (81,81%) yang memiliki pengontrol temperatur. Adanya PBF yang tidak melakukan inspeksi diri ataupun memiliki pengontrol temperatur dikarenakan belum begitu penting menurut hasil wawancara secara mendalam. Maka dapat disimpulkan belum semua PBF di Bangka Belitung menerapkan CDOB sesuai SK. Badan POM Nomor: HK.00.05.3.2522.
Kata kunci: Cara Distribusi Obat yang Baik, Pedagang Besar Farmasi, Bangka-
BelitungABSTRACT Pharmaceutical Wholesaler (PBF) is a legal entity that has a license for the procurement, storage, distribution of drugs and / or drug ingredients in bulk in accordance with laws and regulations. There are 11 PBF located in the Province of the Pacific Islands. This study aims to gain an idea of how the implementation of CDOB include aspects: quality management, personnel, equipment and buildings, documentation and self-inspections are in accordance with SK.Kepala Badan POM number: HK.00.05.3.2522 at Pharmaceutical Wholesaler in the Province of Bangka-Belitung.
This research includes the type of non-experimental research design was a descriptive study. Using a questionnaire instrument which converted into a percentage (%) of quantitative data. The results of the quantitative data is supported by the data-depth interviews with five aspects CDOB to 11 person in charge of PBF are willing to respondents.
The results showed that the products supplied by the PBF in the province of Bangka-Belitung the drug-free, drug-free is limited, hard drugs, drugs, cosmetics, psychotropic drugs, vaccines, milk, beverages, food. Implementation of drug distribution in eleven PBF located in the Province of Bangka-Belitung were reviewed by HK.00.05.3.2522 in the SOP of the aspects of quality management(72,72%), organizational structure and personnel aspects of documentation known 100% compliant. Quantitative data is then clarified by depth interview data showed that the contents of the general SOP title, number, document revisions, number of pages, document reference, description of the distribution process, from aspects of personnel in terms of the number of employees is sufficient; eleven PBF have documentation, information on the distribution of the document include: date of delivery, the name and address of the destination, the dosage form, product name, strength, quantity, batch number and expire date. Meanwhile, in the aspect of self-inspections PBF only 9 (81.81%) who carry out self-inspections while on aspects of building and equipment only 9 PBF (81.81%) who had a temperature controller. The existence of PBF were not inspected themselves or have a temperature control is not so important because according to the results of in-depth interviews. So we can conclude that not all PBF in the Province of Bangka-Belitung by applying CDOB according to SK. Badan POM Number: HK.00.05.3.2522.
. Keywords: GDP, Pharmaceutical Wholesalers, Bangka-Belitung
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JU i DUL..……………………………………………....... HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING................................... ii HALAMAN PENGESAHAN.............................................................. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................... iv LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI ........................................... v
KATA PENGANTAR.......................................................................... vi PERNYATAAN KEASLIAN KARYA............................................... viii
INTISARI.............................................................................................. ix
ABSTRACT ............................................................................................ x
DAFTAR ISI......................................................................................... xi DAFTAR TABEL................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR............................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………… xvii BAB I PENGANTAR............................................................................
1 A. Latar Belakang...................................................................................
1 1. Permasalahan..............................................................................
3 2. Keaslian penelitian.....................................................................
4 3. Manfaat penelitian.....................................................................
5 B. Tujuan Penelitian................................................................................
5 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA......................................................
7
A. Praktik Kefarmasian...........................................................................
7
7 B. Pedagang Besar Farmasi (PBF)…………….....................................
1. Definisi Pedagang Besar Far
7 masi…………………………….
11
2. Penanggung jawab PBF ………………………………………
12 3. Dokumentasi………………………………………………….
C. Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)...........................................
12 1. Manajemen mutu........................................................................
17 2. Personalia...................................................................................
18 3. Bangunan dan peralatan.............................................................
21 4. Dokumentasi..............................................................................
25 5. Inspeksi diri................................................................................
33 D. Keterangan Empiris …........................................................................... 34 BAB III METODE PENELITIAN..........................................................
35 A. Jenis dan Rancangan Penelitian..........................................................
35 B. Definisi Operasional............................................................................
35 C. Instrumen Evaluasi..............................................................................
36 D. Subyek Penelitian................................................................................
37 E. Tata Cara Penelitian.............................................................................
37 1. Studi pustaka...............................................................................
37 2. Pembuatan instrumen penelitian................................................
37 3. Pengambilan data........................................................................
38
38
4. Pengolahan data………………………………………………
F. Waktu dan Tempat Penelitian..............................................................
39 G. Analisis Data.......................................................................................
39 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................
40 Pelaksanaan CDOB pada PBF di Propinsi Bangka- Belitung…….. 40 1. Manajemen mutu........................................................................
41 2. Personalia ..................................................................................
46 3. Bangunan dan peralatan.............................................................
58 4. Dokumentasi ..............................................................................
61 5. Inspeksi diri................................................................................
64 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan.........................................................................................
69 B. Saran....................................................................................................
70 DAFTAR PUSTAKA..............................................................................
71 LAMPIRAN.............................................................................................
74 BIOGRAFI PENULIS.............................................................................. 124
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel I. Syarat kontrol suhu penyimpanan obat………………............ 23
Tabel II. Syarat kondisi penyimpanan...................................................... 24 Tabel III. Perbandingan jumlah jenis sediaan farmasi yang dikelola masing- masing PBF di Provinsi Bangka-
Belitung.... …….... 41 Tabel IV. Perbandingan jumlah PBF terhadap jenis SOP yang ada PBF di Provinsi Bangka Belitung...................................................... 45 Tabel V. Perbandingan jenis pelatihan yang diikuti PBF di Provinsi Bangka
- – Belitung……………………….............. 56 Tabel VI. Perbandingan jumlah sirkulasi udara di PBF di Provinsi Bangka – Belitung.................................................. 59
Tabel VII. Jumlah perbandingan PBF yang memiliki monitoring / temperatur dan kelembaban di Provinsi Bangka- Belitung…… 61
Tabel VIII. Perbandingan jumlah total jenis Dokumentasi keseluruhan PBF dengan total per masing-masing dokumentasi yang ada di Provinsi Bangka-Belitung.................................................... 62 Tabel IX. Perbandingan jumlah PBF di Provinsi Bangka-Belitung yang melakukan inspeksi
……………………….................... 65
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1. Cycle distribution ..................................................................... 16 Gambar 2. Cara melindungi produk dari sinar matahari............................ 23 Gambar 3. Kriteria rak/pallets yang baik................................................... 25 Gambar 4. Perbandingan jumlah pembuat SOP berdasarkan keahlian di PBF di Provinsi Bangka-Belitung........................................ 46 Gambar 5. Perbandingan jumlah pendidikan terakhir penanggung-jawab PBF di provinsi Bangka-Be litung……… 47
Gambar 6. Perbandingan jumlah Karyawan di PBF Bangka- Belitung…………………………………….. 48
Gambar 7. Lama bekerja penanggung-jawab di PBF tempat bekerja di Provinsi Bangka-Belitung ................................................... 50 Gambar 8.
Struktur Organisasi PT. H………………................................. 51 Gambar 9. Struktur Organisasi PT. D…………………......................…... 52 Gambar 10. Strukur Organisasi PT. J…………..…………………………. 53
Gambar 11. St rukur Organisasi PT. I………………………….………...... 54 Gambar 12.
Strukur Organisasi Struktur Organisasi PT. B……………….. 55 Gambar 13. Perbandingan jumlah frekuensi diadakan pelatihan dalam 1 tahun terakhir di PBF Provinsi Bangka-Belitung...................... 57 Gambar 14. Perbandingan jumlah sistem distribusi di tempat penyimpanan obat di gudang pada PBF di Provinsi Bangka-Belitung........... 58 Gambar 15. Perbandingan jumlah Inspeksi pada PBF
di Propinsi Bangka- Belitung……………………..................... 65
Gambar 16. Perbandingan jumlah penyelenggara inspeksi internal pada PBF di Propinsi Bangka-Belitung............................................. 66 Gambar 17. Perbandingan jumlah frekuensi diadakan inspeksi internal pada PBF di Propinsi Bangka-Belitung .................................. 67 Gambar 18. Perbandingan jumlah penyelenggara inspeksi eksternal pada PBF di Propinsi Bangka-
Belitung….............................. 67 Gambar 19. Perbandingan jumlah Frekuensi diadakan inspeksi eksternal pada PBF di Propinsi Bangka-Belitung..................... 68
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Data profil penanggung jawab Pedagang Besar Farmasi
(PBF) di Provinsi Bangka Belitung……………………… 75 Lampiran 2. Pelaksanaan CDOB pada PBF di Provinsi Bangka-
Belitung …………………………….………...... 76 Lampiran 3. Manajemen Mutu………………………………………... 77 Lampiran 4. Personalia……………………………………………….. 78 Lampiran 5. Bangunan dan peralatan……………………………........ 78 Lampiran 6. Dokumentasi………………………………….................. 79
Lampiran 7. Inspeksi diri……………………………………………... 80 Lampiran 8.
Wawancara ……………………………………………… 82 Lampiran 9. Quisioner............................................................................ 103 Lampiran 13. Struktur organisasi.............................................................. 112 Lampiran 14.
Tabel nama PBF di Provinsi Bangka Belitung……..…….. 123
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi saat ini, banyak pedagang besar farmasi yang telah
berkembang di Indonesia. Jumlah PBF yang terdata di Indonesia mencapai 2.821 PBF yang mengedarkan berbagai macam sediaan farmasi sebanyak 79.045 macam yang tersebar di 33 provinsi, demikian pula di Provinsi Bangka-belitung dimana terdapat 11 PBF yang tersebar secara dalam dua wilayah territorial yakni di Kota Pangkalpinang terdapat 9 PBF sedangkan di Kabupaten Belitung ada 2 PBF yang mengedarkan 12 macam sediaan farmasi. Sediaan farmasi harus aman, berkhasiat/bermanfaat, bermutu dan terjangkau oleh para konsumennya. Oleh karena itu diperlukan suatu sistem pengawasan obat secara komprehensif termasuk pada jaringan distribusi obat agar obat yang didistribusikan terjamin mutu, khasiat, keamanan, dan keabsahan obat sampai ke tangan konsumen.
(Putera, 2012).
Pedagang besar farmasi (PBF) merupakan perusahaan berbadan hukum yang telah memiliki izin untuk melakukan proses pengadaan, penyimpanan, maupun penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar yang telah diatur dalam ketentuan perundang-undangan. PBF wajib memiliki seorang Apoteker sebagai penanggung jawab untuk menjamin mutu dan kualitas dari obat yang didistribusikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No 51 tahun 2009 pasal 14 ayat (1). Apoteker sebagai penanggung jawab PBF diharapkan dapat menerapkan sistem Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) sehingga keamanan, khasiat, dan kualitas obat yang didistribusikan oleh PBF tetap terjamin sejak dari penyimpanan hingga sampai ke tangan konsumen (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, 2009).
CDOB adalah suatu sistem distribusi obat dan sediaan farmasi yang meliputi aspek manajemen mutu, personalia, bangunan dan peralatan, dokumentasi, inspeksi diri yang dikeluarkan oleh Badan POM. Penerapan CDOB oleh PBF ditujukan untuk menjamin dan memastikan mutu obat dan sediaan farmasi sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Aspek manajemen mutu dalam penerapan CDOB harus ada sebuah dokumen kebijakan kualitas yang menjelaskan intensitas dan arah kebijakan distribusi yang secara resmi ditandatangani oleh manajemen yakni berupa Standar Operasional Prosedur yang berfungsi sebagai jaminan kontrol kualitas obat yang masuk ke PBF. Aspek personalia berkaitan dengan struktur organisasi PBF yang mengacu kepada PP Nomor 51 tahun 2009. Aspek bangunan dan peralatan merupakan parameter standar minimum sarana dan prasarana yang dimiliki PBF kondisi penyimpanan sediaan farmasi harus memiliki alat pengontrol udara sehingga sediaan farmasi yang disimpan tidak mengalami kerusakan selama proses penyimpanan, sehingga dapat terjamin keamanan dan kualitasnya. Aspek dokumentasi meliputi sistem administratif dan pencatatan seluruh kegiatan distribusi obat sebagai kontrol sediaan farmasi yang masuk dan keluar PBF. Inspeksi diri adalah suatu sistem untuk mendeteksi kelemahan PBF dalam pelaksanaan CDOB untuk melakukan tindakan evaluasi dan tindakan perbaikan yang meliputi seluruh aspek CDOB (BPOM RI, 2007).
Seluruh ketentuan tersebut wajib dilaksanakan oleh PBF yang diatur dalam Peraturan Pemerintah no.51 tahun 2009 dan keputusan kepala badan POM nomor: HK.00.05.3.2522. Tidak menutup kemungkinan adanya PBF yang belum melaksanakan ketentuan-ketentuan tersebut karena berbagai faktor. Obat yang didistribusikan oleh PBF yang tidak melaksanakan ketentuan tersebut berpotensi tidak terjamin keamanan, khasiat dan kualitasnya sehingga dapat merugikan konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran pelaksanaan apakah peraturan tersebut telah dilaksanakan oleh PBF di Provinsi Bangka Belitung.
1. Permasalahan
a. Apakah sebelas PBF di Provinsi Bangka-Belitung sudah melaksanakan CDOB sesuai Keputusan Kepala Badan POM nomor: HK.00.05.3.2522 ? b. Apakah gambaran pelaksanaan distribusi obat di sebelas PBF yang berada di
Provinsi Bangka-Belitung sudah sesuai dengan HK.00.05.3.2522 yang meliputi: 1)
Aspek manajemen mutu berkaitan dengan pelaksanaan standar operasional prosedur 2)
Aspek personalia berkaitan dengan dilaksanakan atau tidak struktur organisasi.
3) Aspek bangunan dan peralatan berkaitan dengan pelaksanaan pengontrolan kondisi ruangan.
4) Aspek Dokumentasi berkaitan dengan dilaksanakan atau tidak kegiatan dokumentasi
5) Inspeksi diri berkaitan dengan dilaksanakan atau tidak kegiatan inspeksi diri
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan, penulis menemukan beberapa penelitian yang menyerupai dengan cara distribusi obat yang baik pada pedagang besar farmasi: a.
Evaluasi cara distribusi obat yang baik (CDOB) pada pedagang besar farmasi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) oleh Antonius Ade Purnama Putera (2010). Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu menggambarkan dan mengungkapkan suatu masalah, keadaan, peristiwa mengenai pelaksanaan CDOB pada PBF di provinsi Yogyakarta. Hasil penelitian terdapat 30% penanggung jawab PBF yang merupakan seorang apoteker. Evaluasi Pelaksanaan CDOB ialah Manajemen Mutu 96,6%, Personalia sebesar 79,3%, Bangunan dan Peralatan sebesar 58,6% tidak mempunyai monitoring kelembaban, Dokumentasi sebesar 96,6% PBF mempunyai dokumentasi dan 89,7 % PBF melakukan inspeksi diri. Perbedaan penelitian terletak pada jumlah populasi yakni sebanyak 29 PBF, sedangkan peneliti mendapatkan 11 PBF di Provinsi Bangka-
Belitung. Perbedaan kedua terletak pada daerah yang diteliti, peneliti melakukan penelitian di Provinsi Bangka-Belitung.
3. Manfaat penelitian
Manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah: a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data evaluasi cara distribusi obat yang baik meliputi ada tidaknya; SOP, stuktur organisasi, dokumentasi, peralatan pengontrol ruangan, dan inspeksi diri pada PBF yang dibutuhkan peneliti lain yang akan melakukan penelitian serupa.
b.
Manfaat praktis. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh PBF di Provinsi Bangka-Belitung sebagai data evaluasi untuk mengetahui kelemahan sistem distribusi obat yang dilakukan sehingga dapat digunakan untuk perbaikan pada masing-masing PBF tersebut.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran pelaksanaan cara distribusi obat yang baik pada sebelas pedagang besar farmasi di provinsi bangka- belitung berdasarkan keputusan kepala badan POM nomor: HK.00.05.3.2522.
2. Tujuan khusus
Untuk mencapai tujuan umum maka penelitian ini secara khusus ditujukan untuk: a.
Mengidentifikasi gambaran pelaksanaan distribusi obat di sebelas PBF yang berada di provinsi Bangka-Belitung terhadap HK.00.05.3.2522 yang meliputi: 1)
Aspek manajemen mutu berkaitan dengan pelaksanaan standar operasional prosedur 2)
Aspek personalia berkaitan dengan dilaksanakan atau tidak struktur organisasi.
3) Aspek bangunan dan peralatan berkaitan dengan pelaksanaan pengontrolan kondisi ruangan.
4) Aspek Dokumentasi berkaitan dengan dilaksanakan atau tidak kegiatan dokumentasi
5) Inspeksi diri berkaitan dengan dilaksanakan atau tidak kegiatan inspeksi diri
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Praktek Kefarmasian Berdasarkan Undang-Undang No 36 tahun 2009 bahwa dalam praktek
kefarmasian membutuhkan seorang tenaga kefarmasian yang berfungsi untuk mengatur pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, dan pendistribusian obat. Tenaga kefarmasian tersebut telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No 51 tahun 2009 di mana dalam undang-undang tersebut mengatur tenaga teknis kefarmasian dan apoteker. Tenaga teknis kefarmasian terdiri dari sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi, dan tenaga menengah farmasi. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan. Berdasarkan UU tersebut fasilitas distribusi (PBF) wajib memiliki apoteker sebagai penanggung-jawab PBF (Menteri Kesehatan, 2009).
B. Pedagang Besar Farmasi (PBF)
Distributor merupakan badan atau orang yang berwenang atau yang berhak mendistribusikan perangkat medis sesuai dengan ketentuan per undang- undangan atau hukum yang bersifat memaksa (Tanzania Food And Drugs Authority, 2010). Distributor adalah perusahaan / pihak yang ditunjuk oleh prinsipal untuk memasarkan dan menjual barang-barang prinsipalnya dalam wilayah tertentu untuk jangka waktu tertentu, tetapi bukan sebagai kuasa prinsipal. Distributor tidak bertindak untuk dan atas nama prinsipalnya, tetapi bertindak
prinsipal nya dan kemudian ia menjualnya kepada para pembeli di dalam wilayah
yang diperjanjikan oleh prinsipal dengan distributor tersebut. Segala akibat hukum dari perbuatannya menjadi tanggung jawab distributor itu sendiri (Suryawan, 2006).
Pedagang Besar Farmasi (PBF) dalam penyaluran produk farmasi dapat bertindak sebagai Distributor dan Sub Distributor, yang diatur dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/MPR/KEP/I/1998 tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan, BAB I, Ketentuan Umum, Pasal 1: distributor utama adalah perorangan atau badan usaha yang bertindak atas namanya sendiri yang ditunjuk oleh pabrik atau pemasok untuk melakukan pembelian, penyimpanan, penjualan serta pemasaran barang dalam partai besar secara tidak langsung kepada konsumen akhir terhadap barang yang dimiliki/dikuasai oleh pihak yang menunjuknya (Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan, 1998).
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 dikatakan bahwa pedagang besar farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan, yang tertuang dalam Bab
I Ketentuan umum pasal 12 (Peraturan - Pemerintah No 51, 2009).
Menurut PERMENKES No. 918 tahun 1993, pedagang besar farmasi adalah badan hukum perseroan terbatas atau koperasi yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011 bahwa pedagang besar farmasi, yang selanjutnya disingkat PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Kepmenkes, 2011).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor:199/MENKES/SK/III/1996, pedagang besar farmasi yang melaksanakan impor, produksi, dan distribusi narkotika di Indonesia hanya PT. Kimia Farma saja, sehingga tidak ada PBF lain selain PT. Kimia Farma yang mengelola Narkotika. PT. Kimia Farma merupakan salah satu perusahaan milik negara sehingga memiliki kewenangan berdasarkan undang-undang narkotika tersebut untuk menyalurkan narkotika (Menteri Kesehatan, 2009).
Menurut pasal 15 UU nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dikatakan bahwa menteri memberi izin kepada 1 (satu) perusahaan pedagang besar farmasi milik negara yang telah memiliki izin sebagai importir sesuai dengan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan impor narkotika, pada UU 22 tahun 1997 bahwa yang dapat memberikan izin khusus penyaluran narkotika adalah menteri kesehatan (Menteri Kesehatan, 2009).
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 918/MENKES/PER/X/1993 pasal 18 ayat (2) disebutkan bahwa pedagang besar farmasi yang menyalurkan narkotika dan psikotropika wajib menyampaikan laporan penyaluran narkotika dan psikotropika sesuai peraturan perundang
- – undangan yang berlaku di samping laporan berkala seperti yang disebutkan dalam ayat (1) (Menteri Kesehatan, 1993).
Dapat disimpulkan bahwa pedagang besar farmasi merupakan perusahaan yang mendapatkan ijin dari menteri untuk mengadakan pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat, sediaan farmasi, psikotropika dan narkotika berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta pedagang besar farmasi dilarang menjual perbekalan farmasi secara eceran, baik ditempat kerjanya ataupun ditempat lain dan juga pedagang besar farmasi dilarang melayani resep dokter, dilarang melakukan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran narkotika dan psikotropika tanpa izin khusus dari menteri.
Berdasarkan PERMENKES No 918 tentang persyaratan Pedagang besar Farmasi pasal (5) Pedagang Besar Farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut: a.
Dilakukan oleh badan hukum berbentuk perseroan terbatas, koperasi, perusahaan nasional maupun perusahaan patungan antara perusahaan penanaman modal asing yang telah memperoleh izin usaha industi farmasi di Indonesia dengan perusahaan nasional.
b.
Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). c.
Memiliki asisten apoteker atau apoteker penanggung jawab yang bekerja penuh.( Dalam PP No. 51 tahun 2009 diwajibkan penanggung-jawab PBF adalah seorang apoteker).
d.
Anggota direksi tidak pernah terlibat pelanggaran ketentuan perundang-undangan di bidang farmasi.
1. Penanggung Jawab PBF
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 pada Bab II Penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian Pasal 14 Ayat (1) berbunyi “ Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat harus memiliki seorang Apoteker sebagai penggung jawab, kemudian pada pasal 14 ayat (2) dikatakan “ Apoteker sebagai penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh apoteker pendamping dan/atau Tenaga teknis kefarmasian. Dalam Peraturan menteri Kesehatan Nomor: 918 /MENKES/PER/X/1993 pada Bab III Persyaratan Pedagang Besar Farmasi Pasal 7 ayat (1) “kewajiban yang dimaksud dalam pasal 6 dipertanggungjawabkan oleh penanggung jawab teknis seorang apoteker atau asisten apoteker yang mempunyai izin kerja, pada pa sal 7 ayat (2) “Kewajiban yang dimaksud dalam pasal 6 khusus untuk pedagang besar farmasi yang menyalurkan bahan baku obat, wajib dipertanggungjawabkan seorang apoteker yang mempunyai izin kerja. Bagi PBF yang sekarang ini belum mempunyai Apoteker sebagai Penanggung jawab diberi waktu selambat - lambatnya 3 tahun semenjak Peraturan Pemerintah 51 dikeluarkan tahun 2009 yang tertuang dalam pasal 62.
2. Dokumentasi Dokumentasi menurut Pedoman CDOB yang dikeluarkan Badan POM adalah seluruh prosedur, instruksi dan catatan tertulis yang berhubungan dengan distribusi obat. Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1191/Menkes/SK/IX/2002 dikatakan bahwa Pedagang Besar Farmasi mempunyai kewajiban dalam melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan dan penyaluran secara tertib ditempat usahanya mengikuti pedoman teknis yang ditetapkan oleh Menteri. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 pasal 17 juga dikatakan bahwa pekerjaan kefarmasian yang berkaitan dengan proses distribusi atau penyaluran Sediaan Farmasi pada Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa di Pedagang Besar farmasi (PBF) harus mempunyai dokumentasi yang berkaitan dengan seluruh proses distribusi yang dilakukan oleh Tenaga Kefarmasian.
C. Cara Distribusi Obat Yang Baik (CDOB)
Definisi distribusi itu sendiri adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan penyaluran atau penyerahan obat baik dalam rangka perdagangan, bukan perdagangan atau pemindah tanganan. Distribusi merupakan pembagian dan pergerakan produk farmasi dari produsen dengan berbagai metode transportasi ke tempat penyimpanan atau langsung menuju ke lembaga kesehatan, yang selanjutnya ditujukan kepada pengguna akhir (World Health Organizasion, 2005).
Distribusi merupakan perpindahan barang dari produsen menuju lembaga kesehatan (Tanzania food and drugs authority, 2007),. Sementara menurut Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, (2010), distribusi merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan pengiriman obat-obatan yang bermutu, terjamin keabsahan serta tepat jenis dan jumlah dari gudang obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan unit-unit pelayanan kesehatan. Dari pustaka-pustaka di atas, dapat disimpulkan bahwa distribusi adalah perpindahan barang dari produsen (industri farmasi) menuju sarana maupun fasilitas kesehatan.
Cara distribusi obat yang baik yang selanjutnya disingkat CDOB adalah cara distribusi penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Cara distibusi obat yang baik berdasarkan Tanzania food
and drugs authority (2007) merupakan bagian dari jaminan mutu yang menjamin
kualitas barang yang dipertahankan melalui kontrol yang memadai di seluruh berbagai kegiatan yang terjadi selama proses distribusi. Sedangkan menurut WHO (2005), cara distribusi yang baik adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa kualitas dari produk farmasi dipertahankan melalui kontrol yang memadai di seluruh berbagai kegiatan yang terjadi selama proses distribusi. Oleh karena itu dapat disimpulkan, cara distribusi obat yang baik merupakan suatu kegiatan untuk menjaga/mempertahankan mutu barang sediaan farmasi yang akan didistribusikan menuju ke tempat-tempat sarana/fasilitas kesehatan.
Sediaan farmasi adalah obat, bahan, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika yang terdapat di dalam Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009.
Obat juga dikelompokkan ke dalam obat keras, obat keras tertentu dan obat narkotika harus diserahkan kepada pasien oleh apoteker. Pengelolaan perbekalan farmasi adalah suatu proses yang merupakan siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan (Direktorat Jenderal Bina kefarmasian dan alat kesehatan RI, 2006).
Definisi fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi yaitu pedagang besar farmasi dan instalasi sediaan farmasi. Adapun pelaksanaan pekerjaan kefarmasian meliputi: Pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau penyaluran sediaan farmasi. Sebagaimana yang telah tertuang dalam Pasal 14 maka fasilitas distribusi dan penyaluran sediaan farmasi harus mengikuti Cara Distribusi Obat yang Baik yang ditetapkan oleh menteri dan juga tertulis dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor: HK.00.05.3.2522 Tahun 2003 Tentang Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (Peraturan- Pemerintah No 51 tentang pekerjaan kefarmasian, 2009).
Pada keputusan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang penerapan cara distribusi obat yang baik (CDOB) memutuskan CDOB sebagaimana dimaksud dalam keputusan ini merupakan pedoman cara distribusi obat yang baik yang meliputi aspek manajemen mutu, personalia, bangunan dan peralatan dan inspeksi diri. Semua pihak yang terlibat dalam distribusi obat wajib menerapkan cara distribusi obat yang baik (CDOB) dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan distribusi obat. Tujuan utama pelaksanaan distribusi obat yang baik adalah terselenggaranya suatu sistem jaminan kualitas oleh distributor, yaitu:
1. Menjamin penyebaran obat secara merata dan teratur agar dapat tersedia pada saat diperlukan.
2. Terlaksananya pengamanan lalu lintas dan penggunaan obat tepat sampai kepada pihak yang membutuhkan secara sah untuk melindungi masyarakat dari kesalahan penggunaan atas penyalahgunaan.
3. Menjamin keabsahan dan mutu agar obat yang sampai ke tangan konsumen adalah obat yang efektif, aman dan dapat digunakan sesuai tujuan penggunaannya.
4. Menjamin penyimpanan obat aman dan sesuai kondisi yang dipersyaratkan, termasuk selama transportasi (Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI, 2007).
Keempat poin di atas dapat dicapai apabila penanggung jawab PBF adalah seorang Apoteker (Peraturan - Pemerintah, 2009).
Menurut Quick. D. J (1997), siklus distribusi meliputi: Port clearing (pelabuhan kliring) dimana langkah pertama dalam memesan obat-obatan agar tersedia untuk pendistribusian intinya adalah mengidentifikasi barang kiriman, memproses dokumen penting tentang kiriman obat yang tiba di pelabuhan,
Receipt and inpection (penerimaan dan pemeriksaan) setelah barang sampai,
pemeriksaan harus dilakukan apakah ada barang yang rusak atau hilang untuk menyesuaikan dengan kontrak mengenai tipe obat, jumlah obat yang telah dipesan. Inventory control (pengendalian persediaan) ditujukan untuk melihat arus obat-obatan yang keluar dan masuk untuk menghindari pencurian dan korupsi.
Storage (penyimpanan) bertaraf nasional. Lokasi layak, kontruksi, organisasi dan
pemeliharaan fasilitas penyimpanan akan membantu kualitas obat, memperkecil pencurian dan memelihara supply langganan tetap untuk fasilitas kesehatan.
Requisition of supplies (daftar permintaan pasokan) formulir dan prosedur
permintaan adalah bagian kunci sistem inventaris kontrol. Delivery (pengiriman) manajemen transpor seharusnya memilih metode transpor dengan hati-hati dan jadwal pengiriman yang realistik dan sistematik untuk menyediakan tepat waktu dan pelayanan ekonomi. Dispensing to patient (penyerahan ke pasien) proses distribusi mencapai tujuan dimana obat sampai pada rumah sakit, klinik, pusat kesehatan, penulis resep. Consumption reporting ( pelaporan konsumsi) penutupan jaringan dalam siklus distribusi adalah arus informasi dalam konsumsi dan menyeimbangkan stock. Drugs procurement (pengadaan obat) dimana obat- obat yang telah tersedia untuk dikirim ke fasilitas-fasilitas kesehatan (Quick, 1997).
Gambar 1. Cycle distribution ( Quick, 1997). Agar jaringan dalam pendistribusian obat dapat terlaksana dengan baik, maka harus diperhatikan aspek penting yaitu :
1. Manajemen mutu
Dalam suatu organisasi, quality assurance merupakan bagian dari manajemen kualitas. Harus ada prosedur untuk menjamin bahwa obat didistribusikan dan diperoleh dari sumber resmi. Oleh karena itu dalam pelaksanaan penerapan CDOB diperlukan Sistem Operasional Prosedur (SOP) untuk setiap kegiatan operasionalnya (Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI, 2007).
Definisi dari Standar Prosedur Operasional (SPO) adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu/standar prosedur operasional memberikan langkah yang benar dan yang terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan kesehatan berdasarkan standar profesi (Peraturan-Pemerintah, 2004). Definisi SOP yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 51 adalah prosedur tertulis berupa petunjuk operasional tentang pekerjaan kefarmasian. SOP merupakan sebuah prosedur tertulis untuk memberi perintah menjalankan operasi (Tanzania Food And Drugs Authority, 2010).
Menurut Stup (2001), SOP merupakan suatu rangkaian instruksi tertulis yang mendokumentasikan kegiatan atau proses rutin yang terdapat dalam suatu organisasi. Dapat disimpulkan bahwa SOP merupakan sebuah instruksi (perintah) tertulis yang berisi kriteria-kriteria yang digunakan untuk mendokumentasikan suatu proses agar dapat berjalan dengan baik sesuai dengan fungsinya. Tujuan dari SOP adalah untuk menjaga konsistensi dan tingkat kinerja karyawan atau operator dalam suatu organisasi, mengetahui dan memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab karyawan, untuk melindungi organisasi dan karyawan dari kesalahan administrasi (Stup, 2001).