Evaluasi pelaksanaan cara distribusi obat yang baik pada pedagang besar farmasi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2016.

(1)

EVALUASI PELAKSANAAN CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

PADA PEDAGANG BESAR FARMASI DI PROVINSI DAERAH

ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016

Nanda Tiasari

FakultasFarmasiUniversitasSanata Dharma

ABSTRACT

This study evaluated the implementation of Good Distribution Practices in the pharmaceutical wholesaler in the province of Yogyakarta (DIY). The survey was conducted in March-May 2016, with questionnaires and interviews cluster to 24 PBF are willing to become respondents from 48 PBF recorded in the Provincial Health Office. The results showed that the product was distributed by PBF in the province namely vaccines, psychotropic, prescription drugs, over the counter drugs, over the counter limited drugs, traditional medicines, cosmetics, food, milk, and medical quipment. A total of 83% pharmaceutical wholesaler is a women, 75% pharmaceutical wholesaler responsible person aged 23-30 years, 100% responsible pharmaceutical wholesaler is a pharmacist, 8% responsible pharmaceutical wholesaler has not been trained Good Distribution Practices. There are 13.7% who do not complete Standard Operating Procedure, 33.3 % PBF training transportation, 11% PBF does not have the tools humidity control equipment and 15.16% did not complete the documentation. It can be concluded that all the pharmaceutical wholesaler has not completed of Good Distribution Practices.


(2)

ABSTRAK

Penelitian ini mengevaluasi pelaksanaan Cara Distribusi Obat yang PBF di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).Survei dilakukan bulan Maret – Mei 2016 menggunakan kuesioner dan wawancara dengan teknik pengambilan sampel secara cluster kepada 24 PBF yang bersedia menjadi responden dari 48 PBF yang tercatat di Dinas KesehatanPropinsi DIY. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk yang disalurkan oleh PBF di Provinsi DIY yakni vaksin, psikotropik, obat keras, obat bebas, obat bebas terbatas, obat tradisional, kosmetik, makanan, susu, dan alat kesehatan. Sebanyak 83% PBF, penanggung jawabnya wanita, 75% penanggung jawab PBF berumur 23-30 tahun, 100% penanggung jawab PBF adalah apoteker, 8% penanggung jawab PBF belum pernah mengikuti pelatihan CDOB. Terdapat 13,7% PBF yang tidak memenuhi Standar Operasional Prosedur, 33,3% PBF melakukan pelatihan transportasi, 11% PBF tidak memiliki alat pengaturan kelembapan dan 15,16% tidak memenuhi dokumentasi. Maka dapat disimpulkan bahwa semua PBF belum memenuhi Cara Distribusi Obat yang Baik sesuai SK. BPOM nomor Hk.03.1.34.11.12.7542.


(3)

EVALUASI PELAKSANAAN CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK PADA PEDAGANG BESAR FARMASI DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

TAHUN 2016 SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Diajukan oleh: Nanda Tiasari NIM : 128114158

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

EVALUASI PELAKSANAAN CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK PADA PEDAGANG BESAR FARMASI DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

TAHUN 2016 SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Diajukan oleh: Nanda Tiasari NIM : 128114158

FAKULTAS FARMASI


(5)

(6)

(7)

(8)

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala penyertaan, rahmat, kekuatan, berkat dan karunia –Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Pelaksanaan Cara Distribusi Obat yang Baik Pada Pedagang Besar Farmasi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2016.”

Penyelesaian penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang senantiasa mendukung dari segi moral dan materiil. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Yustina Sri Hartini M.Si., Apt, selaku dosen pembimbing dan penguji yang selalu memberikan arahan, bimbingan, dorongan, semangat, saran, kritik dan pembelajaran selama penyusunan skripsi.

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, beserta seluruh civitas akademika atas ijin dan segala bantuannya dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Aris Widiyati M. Si., Ph.D., dan Bapak Ipang Djunarko S. Si., M.Sc., Apt sebagai Dosen Penguji atas pengarahan dan ketersediaannya menguji skripsi ini .

Penulis berharap, karya ini dapat bermanfaat dan mendorong mahasiswa angkatan berikutnya untuk berkarya lebih baik lagi demi majunya dunia kefarmasian di Indonesia.


(9)

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

COVER……….. i

HALAMAN JUDUL... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….. iii

HALAMAN PENGESAHAN………... iv

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI………. v

PRAKATA………. vi

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA………….………. vii DAFTAR ISI... viii

ABSTRACT…………... 1

ABSTRAK..…………... 2

PENDAHULUAN……… 3

METODE PENELITIAN………... 4

HASIL DAN PEMBAHASAN... 7

KESIMPULAN DAN SARAN... 12

DAFTAR PUSTAKA ………... 14

LAMPIRAN ………... 16


(11)

EVALUASI PELAKSANAAN CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

PADA PEDAGANG BESAR FARMASI DI PROVINSI DAERAH

ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2016

Nanda Tiasari

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

ABSTRACT

This study evaluated the implementation of Good Distribution Practices in the pharmaceutical wholesaler in the province of Yogyakarta (DIY). The survey was conducted in March-May 2016, with questionnaires and interviews cluster to 24 PBF are willing to become respondents from 48 PBF recorded in the Provincial Health Office. The results showed that the product was distributed by PBF in the province namely vaccines, psychotropic, prescription drugs, over the counter drugs, over the counter limited drugs, traditional medicines, cosmetics, food, milk, and medical quipment. A total of 83% pharmaceutical wholesaler is a women, 75% pharmaceutical wholesaler responsible person aged 23-30 years, 100% responsible pharmaceutical wholesaler is a pharmacist, 8% responsible pharmaceutical wholesaler has not been trained Good Distribution Practices. There are 13.7% who do not complete Standard Operating Procedure, 33.3 % PBF training transportation, 11% PBF does not have the tools humidity control equipment and 15.16% did not complete the documentation. It can be concluded that all the pharmaceutical wholesaler has not completed of Good Distribution Practices.


(12)

ABSTRAK

Penelitian ini mengevaluasi pelaksanaan Cara Distribusi Obat yang Baik pada PBF di Provinsi DaerahS Istimewa Yogyakarta (DIY). Survei dilakukan bulan Maret – Mei 2016 menggunakan

kuesioner dan wawancara dengan teknik pengambilan sampel secara clusterkepada 24 PBF yang

bersedia menjadi responden dari 48 PBF yang tercatat di Dinas Kesehatan Propinsi DIY. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk yang disalurkan oleh PBF di Provinsi DIY yakni vaksin, psikotropik, obat keras, obat bebas, obat bebas terbatas, obat tradisional, kosmetik, makanan, susu, dan alat kesehatan. Sebanyak 83% PBF, penanggung jawabnya wanita, 75% penanggung jawab PBF berumur 23-30 tahun, 100% penanggung jawab PBF adalah apoteker, 8% penanggung jawab PBF belum pernah mengikuti pelatihan CDOB. Terdapat 13,7% PBF yang tidak memenuhi Standar Operasional Prosedur, 33,3% PBF melakukan pelatihan transportasi, 11% PBF tidak memiliki alat pengaturan kelembapan dan 15,16% tidak memenuhi dokumentasi. Maka dapat disimpulkan bahwa semua PBF belum memenuhi Cara Distribusi Obat yang Baik sesuai SK. BPOM nomor Hk.03.1.34.11.12.7542.


(13)

1. PENDAHULUAN

Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman, berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan terjangkau. Kriteria tersebut harus terpenuhi mulai dari pembuatan, pendistribusian hingga penyerahan obat ke tangan konsumen perlu diperhatikan agar kualitas obat tersebut tetap terjaga sampai pada akhirnya obat tersebut dikonsumsi oleh pasien hingga tercapainya tujuan pengobatan (Presiden RI, 2009).

Melihat betapa pentingnya aspek obat itu sendiri, kini apoteker dituntut untuk bisa terlibat dalam pemastian peredaran obat tersebut termasuk distribusinya. Apalagi, peran apoteker saat ini sudah semakin meluas di dunia kefarmasian, salah satunya di dunia distribusi obat yang dikenal dengan nama Pedagang Besar Farmasi.

Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. PBF bertugas untuk menyalurkan obat kepada PBF lain, apotek, puskesmas hingga rumah sakit. Setiap PBF harus memiliki apoteker penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat. Apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan (Kemenkes, 2009).

Pemerintah sudah membuat suatu pedoman pendistribusian untuk industri farmasi yang biasa disebut Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) peraturan tersebut tercantum dalam

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia,

Hk.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik. Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) adalah cara distribusi atau penyaluran obat dan atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi atau penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya (BPOM, 2012).

Pedagang Besar Farmasi (PBF) merupakan salah satu fasilitas distribusi yang akan mendistribusikan obat kepada rumah sakit, puskesmas hingga apotek agar bisa langsung diberikan kepada pasien. Oleh karena itu apoteker yang merupakan penanggung jawab di PBF harus melaksanakan prinsip-prinsip mengenai Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Prinsip tersebut dijalankan agar obat yang akan disalurkan kepada pasien memiliki kualitas yang sama dengan yang dikeluarkan oleh industri dan perlu ada dokumentasi yang mencakup seluruh


(14)

kegiatan di apotek tersebut. Proses pengadaan obat, penyimpanan, sampai pada saat penyerahan obat kepada pasien harus terdokumentasi dan memenuhi prinsip-prinsip dari CDOB. (Kemenkes, 2011).

Pada tahun 2010 sebelumnya, telah dilakukan penelitian yang sama di Provinsi DIY mengenai CDOB dengan peraturan yang dikeluarkan tahun 2003. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk yang disalurkan oleh PBF di Provinsi DIY yakni bahan baku farmasi, vaksin, psikotropik, obat keras, obat bebas, obat bebas terbatas, kosmetik, makanan, susu, dan alat kesehatan. Sebanyak 83% PBF, penanggung jawabnya wanita, umur dari Penanggung Jawab PBF yang bekerja terbanyak berkisar 23-30 tahun dengan presentasi 38%, 48,3 % PBF tidak memiliki apoteker. Sedangkan untuk evaluasi CDOB ini memiliki beberapa aspek yaitu manajemen mutu 96,6%, personalia sebesar 79,3%, bangunan dan peralatan sebesar 41,4%, mempunyai monitoring kelembapan, sebesar 96,6% PBF mempunyai dokumentasi dan 89,7%. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa belum menerapkan semua aspek CDOB (Putra dan Hartini, 2012). Di tahun 2012 juga pernah dilakukan penelitian yang sama namun pada PBF berbeda pada Provinsi Bangka Belitung (Yosep, 2012).

Di tahun 2016 ini dilakukan penelitian guna melihat pelaksanaan CDOB selama diberlakukannya peraturan tahun 2012. Pada peraturan CDOB ini memiliki beberapa aspek yaitu managemen mutu, organisasi, menejemen dan personalia, bangunan dan peralatan, operasional, inspeksi diri, keluhan dan/atau bahan obat kembalian, diduga palsu dan penarikan kembali, transportasi, fasilitas distribusi berdasarkan kontrak, dan dokumentasi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan evaluasi mengenai pelaksanaan Cara Distribusi Obat yang Baik tahun 2016 pada salah satu sarana distribusi obat yaitu PBF khususnya untuk Pedagang Besar Farmasi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian


(15)

dimana Teknik sampling cluster adalah pemilihan sampel daerah beberapa kelompok dari beberapa kelompok (Sugiono, 2006).

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah 48 pedagang besar farmasi yang terdaftar di Dinas Kesehatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berdasarkan data pelaporan tahun 2016. Teknik sampling clusteryang dilakukan terdiri dari 2 tahap yaitu pertama menentukan sampel daerah dimana ada 5 kabupaten yang terdiri dari Kabupaten Kota Yogyakarta, Bantul, Kulonprogo, Gunungkidul, dan Sleman Di Provinsi DIY. Namun hanya ada 3 kabupaten yang memiliki PBF yaitu Kabupaten Kota, Bantul dan Sleman yang kedua dilakukan penentuan sampling 50% PBF pada masing-masing daerah sehingga didapatkan sampel sebesar 24 PBF. Jumlah sampel yang didapat dianggap dapat mewakili jumlah keseluruhan PBF yang akan diteliti. Proses pengambilan data

dilakukan pada Maret – Mei 2016 dengan cara cross sectional membawa kuisioner pada setiap

24 Pedagang Besar Farmasi yang telah dilakukan cluster sebelumnya dan telah terdaftar pada

Dinas Kesehatan DIY. Peneliti menyampaikan kuisioner kepada penanggung jawab (responden) PBF dan menjelaskan tata cara pengisian kuisioner. Pengisian kuisioner dilakukan sendiri oleh responden pada saat di tempat penelitian. Selama proses pengisian, responden didampingi oleh peneliti sekaligus diwawancarai.

Tabel. 1.1 sampel PBF

Cluster Populasi Presentase Sampel

Kota 14 50% 7

Gunung Kidul

0 0 0

Bantul 12 50% 6

Kulonprogo 0 0 0

Sleman 22 50% 11

Jumlah 48 24

Kriteria inklusi pada subjek penelitian adalah penanggung jawab PBF jaga yang bersedia diwawancarai dan mengisi mengisi kuisioner. Untuk kriteria eksklusi adalah penanggung jawab yang tidak bersedia diwawancarai dan mengisi kuisioner.


(16)

C. Tata Cara Penelitian 1. Studi Pustaka

Penelitian dimulai dengan membaca peraturan perundang – undangan yang berhubungan dengan pengaturan kebijakan pedagang besar farmasi, fungsi dan tanggung jawab apoteker, pendistribusian sediaan farmasi, pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik pada Pedagang Besar Farmasi di Yogyakarta berdasarkan SK. Kepala BPOM NOMOR: HK 03.1.34.11.12.7542 tahun 2012.

2. Uji Keabsahan

Uji pemahaman bahasa. Uji pemahaman bahasa berfungsi untuk mengetahui sejauh mana bahasa penyusun pertanyaan yang terdapat dalam daftar paduan wawancara dapat dipahami responden.

3. Uji Reliabilitas

Reliabilitas merupakan derajat kepercayaan data pada suatu penelitian. Peneliti mengecek kembali data-data yang diperoleh dan dokumentasi-dokumentasi yang berhubungan dengan penelitian sehingga datanya reliabel. Data dikatakan reliabel apabila data yang diperoleh telah menunjukan kestabilan hasil meskipun dilakukan pengecekan secara berulang-ulang (Sugiono, 2006).

D. Pengolahan Data

Dilakukan dengan pengelompokan jawaban kuisioner yang telah diisi oleh para responden. Langkah awal dengan membuat tabel dan grafik hasil kuisioner dan memaparkan jumlah serta presentase pada setiap parameter. Sedangkan setiap jawaban wawancara maupun dokumentasi sebagai data pendukung kuisioner. Seluruh jawaban disimpulkan dengan mencakup 9 aspek CDOB, aspek penanggung jawab dan demografi PBF. Kemudian hasil dibuat dalam bentuk presentase (%) dan dipaparkan secara deskriptif. Jika segala aspek terpenuhi hingga 100% maka dapat disimpulkan para PBF


(17)

managemen mutu, (2) aspek organisasi, (3) managemen dan personalia, (4) aspek bangunan dan peralatan, (5) aspek operasional, aspek inspeksi diri, aspek keluhan, obat dan atau bahan obat kembalian, (6) diduga palsu dan penarikan kembali, (7) aspek transportasi, (8) aspek sarana distribusi berdasarkan kontrak serta (9) aspek dokumentasi.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan pada profil penanggung jawab PBF terbanyak yaitu dilakukan oleh wanita yaitu sebanyak 83% dengan umur terbanyak pada rentang 23-30 tahun sebesar 75%. Rentang pengalaman bekerja terbanyak sebesar 75% pada 1-5 tahun. Semua penanggung jawab yang diteliti merupakan apoteker. Sehingga ini sesuai dengan pedoman CDOB dimana pendistribusian obat termasuk PBF wajib memiliki apoteker sebagai penanggung jawab PBF (BPOM, 2012).

Pada demografi PBF di Provinsi DIY jenis produk yang disalurkan berupa vaksin, psikotropika, obat keras, obat bebas, obat bebas terbatas, obat tradisional, kosmetik, makanan, susu, dan alat kesehatan. Pedagang Besar Farmasi baik pusat maupun cabangnya berkewajiban pengadaan, pembelian, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi yang tidak termasuk penyerahan obat langsung kepada pasien sesuai dengan kebijaksanaan/peraturan farmasi seperti yang tercantum dalam undang – undang kesehatan. Yang dimaksud dengan perbekalan farmasi menurut undang-undang kesehatan adalah sediaan farmasi yaitu obat, bahan baku obat, obat tradisional dan bahan tradisional, alat-alat kesehatan dan kosmetik (BPOM, 2012). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, hanya industri farmasi tertentu yang dapat menyalurkan narkotika kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) tertentu, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu dan rumah sakit. Dengan demikian, PBF tertentu tersebut hanya dapat menyalurkan narkotika kepada PBF tertentu lainnya, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu, dan lembaga ilmu pengetahuan. Pedagang Besar Farmasi juga dilarang menjual perbekalan farmasi secara eceran baik ditempat kerjanya maupun ditempat lain termasuk melayani resep dokter; melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran Narkotika tanpa izin khusus dari Menteri Kesehatan. Menurut Keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor: 199/MENKES/SK/III/1996, pedagang besar farmasi yang melakukan distribusi narkotika hanya PT. Kimia Farma, sehingga tidak ada PBF lain yang dapat melakukan distribusi narkotika (Presiden RI, 2009).


(18)

PBF atau PBF cabang yang memiliki apoteker penanggung jawab wajib melakukan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan atau bahan obat. Apoteker penanggung jawab ini juga harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan perundang - undangan. Selain itu, apoteker dalam PBF tidak boleh merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus PBF baik pusat maupun cabang. Jika dilakukan pergantian apoteker penanggung jawab, maka direksi/pengurus PBF atau PBF cabang harus melaporkan kepada Dirjen atau KA. Dinkes Provinsi selambat-lambatnya enam hari kerja (BPOM 2012).

Pedagang Besar Farmasi terdiri atas pusat dan cabang dimana masing – masing PBF memiliki apoteker penanggung jawab. Pada PBF pusat, PBF ini selain menyalurkan kepada rumah sakit, apotek, instalasi sediaan farmasi, PBF ini juga menyalurkan kepada PBF cabangnya atau hanya kepada cabangnya. Sedangkan pada PBF cabang hanya memasok obat dari PBF pusat termasuk SOP dan pelatihannya. Pada jumlah apoteker terbanyak sebesar 70,83% memiliki 1 orang apoteker sebagai penanggung jawab. Sisanya 2 apoteker dimana masing – masing dari mereka menjadi penanggung jawab obat dan alat kesehatan. Untuk jumlah karyawan PBF di DIY cukup beragam dengan terbanyak >30 orang sebesar 41,67%, 21 – 30 orang sebesar 20,83%, 11 – 20 orang sebanyak 7 PBF sebesar 29,17% dan sisanya sebesar 8,33% dengan jumlah karyawan <10 orang.

Dalam melakukan kegiatan distribusi obat perlu adanya Standar Operasional Prosedur yang masuk kedalam aspek managemen mutu sesuai Cara Distribusi Obat yang Baik yang telah dibuat oleh apoteker penanggung jawab. Standar Operasional Prosedur diperlukan guna memudahkan pengendalian kerja karyawan untuk meningkatkan kinerjanya (Suryaningrum, 2014). Semua PBF telah memiliki SOP yang cukup baik dengan rerata 86,3% memenuhi standar CDOB. Sebanyak 24 PBF (100%) memiliki SOP penerimaan, pengiriman, perawatan dan pembersihan, 95,8% memiliki SOP obat yang dikembalikan sebesar 91,7% memiliki SOP apoteker berhalangan hadir dan pengendalian hama, 83,3% memiliki SOP keluhan obat, sebanyak 75% memiliki SOP transportasi dan SOP obat diduga palsu dan hanya 58,3% PBF


(19)

dengan materi evaluasi mencakup aspek efisiensi dan efektivitas pemakaian SOP (Crisyanti, 2011).

Aspek organisasi, managemen dan personalia diwakili oleh struktur organisasi dimana

setiap perusahaan termasuk PBF wajib memiliki struktur organisasi. Struktur ini didesain

dengan baik untuk sebuah organisasi/perusahaan yang efektif yang mana dengan adanya sumber daya manusia dalam PBF tersebut, struktur organisasi dapat diimplementasikan sesuai sistem

kerja perusahaan untuk tujuan organisasi yang efektif dan efisien (Fianda dkk, 2014). Sehingga,

setiap PBF pusat maupun cabang harus memiliki struktur organisasi. Berikut adalah bagan mengenai struktur organisasi disalah satu PBF di Provinsi DIY.

Gambar 1. Struktur Organisasi PBF X

Berdasarkan bagan struktur organisasi PBF X yang merupakan struktur organisasi yang benar dimana apoteker bertanggung jawab penuh dengan kepala cabang dengan mengawasi seluruh kegiatan distribusi. Untuk apoteker penanggung jawab sendiri berfungsi untuk melakukan kegiatan distribuasi dari awal pengadaan hingga penyaluran obat sehingga kepala pembukuan, kepala logistik serta kepala sales bertanggung jawab kepada apoteker.

Kepala Cabang

Apoteker Penanggung Jawab

Kepala Pembukuan

Kepala Logistik

Kepala Sales

Sales Admin Salesman

Kasir Kepala Gudang


(20)

Pada aspek bangunan dan peralatan, setiap PBF memiliki alat pengaturan suhu ditempat penyimpanan, semua PBF 100% telah menyediakan thermometer dan sebesar 91,7% telah melakukan validasi berkala. Untuk alat pengaturan suhu lain yang dipakai yaitu AC, kipas angin,

lemari pendingin hingga chiller. Untuk alat monitoring kelembapan terdapat thermohigrometer

dimana hanya 19 PBF (79%) yang memilikinya. Sedangkan untuk genset sendiri, 83% PBF telah memilikinya. Dalam penerangan maupun kebersihan, seluruh PBF telah memadai. Untuk waktu pemeliharaan peralatan terbanyak 1 kali setahun sebesar 58,3%.

Dalam aspek operasional, sebanyak 87,5% PBF menggunakan sistem FEFO dalam penyimpanan sediaan obat sesuai dengan pedoman CDOB. Tujuan sistem FEFO ialah untuk mencegah adanya obat yang kadaluarsa dan mencegah adanya kerugian akibat obat rusak dan kadaluarsa (Retno, 2014). Sistem lain yang dilakukan yaitu sebanyak 50% menggunakan FIFO, 29,1 % bentuk sediaan dan12,5% menggunakan alfabetis serta gabungan sistem penyimpanan diatas. Pengamanan dalam tempat penyimpanan obat sebesar 75% melakukan penguncian dengan gembok, 54,2% dengan kunci dan 33,3 % hanya dengan ditutup. Ada pula beberapa PBF yang melakukan kombinasi dari diatas. Untuk ketentuan dari pedoman CDOB, tempat penyimpanan hendaknya disertai gembok untuk menjaga keamanan dan hanya orang – orang tertentu saja yang bisa masuk kedalam tempat penyimpanan obat. Dalam menjaga kestabilan obat, semua sistem penyimpanan obat harus dijaga agar sediaan farmasi tersebut tetap terjaga kualitasnya, keefektifannya dan keamanannya. Salah faktor yang dapat merusak kestabilan obat diantaranya suhu, cahaya, kelembapan hingga penyimpanannya (Sanjay dkk, 2012).

Seluruh karyawan yang terlibat dalam pendistribusian hendaknya mendapatkan pelatihan mengenai CDOB. Pelatihan CDOB yang pernah dilakukan baik pelatihan dari dalam maupun luar sebesar 92%. Pelatihan CDOB dilakukan agar dapat berjalannya distribusi obat yang baik dan benar sesuai dengan pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik. Selain itu, jenis pelatihan yang pernah dijalani yaitu pelatihan bahan aktif/berbahaya, toksisitas, transportasi obat hingga sanitasi dan higienis. Pelatihan dari internal sendiri biasanya diselenggarakan oleh apoteker


(21)

Cabang dilaksanakan oleh Kepala Badan. Untuk pelaksanaan pelatihan internal, ada PBF yang menjadwalkan pelatihan tertentu sedangkan di PBF lain ada pula yang dalam waktu tertentu ketika apoteker penanggung jawab telah mendapatkan pelatihan dari luar.

Untuk aspek inspeksi diri yang dilakukan oleh PBF yaitu terdapat hanya 50% inspeksi yang dilakukan secara eksternal PBF dan gabungan antara eksternal dan internal sebesar 50%. Inspeksi diri dilakukan guna untuk mengevaluasi kegiatan distribusi agar menjadi lebih baik kedepannya. Untuk pengadaannya, inspeksi internal dilakukan oleh pemilik perusahaan atau tim audit internal sedangkan untuk inspeksi eksternal biasanya dilakukan oleh BPOM ataupun Dinas Kesehatan DIY. Bagian yang diinspeksi diantara lain yaitu karyawan, bangunan & fasilitas, peralatan, dokumentasi hingga SOP. Inspeksi dilakukan PBF terbanyak minimal 1 kali setahun untuk diadakan inspeksi tersebut.

Dalam aspek Keluhan, Obat dan/ atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu dan Penarikan Kembali, memiliki standar operasional prosedur, dokumentasi, hingga pemisahan obat. Pemisahan obat di PBF selain karena tergantung dari sediaan obatnya, kegiatan distribusi obatpun juga memiliki pemisahan tertentu guna memudahkan dalam proses distribusinya. Terdapat 95,8% PBF memiliki tempat pemisahan obat kadaluarsa, 87% PBF memiliki pemisahan obat kembalian, 54,2 % memiliki tempat obat yang ditarik dari stok, 45,8% terdapat tempat obat yang disalurkan dan sebesar 25% memiliki tempat obat diduga palsu. Kurangnya tempat untuk pemisahan menjadi alasan utama PBF tidak melakukan pemisahan obat.

Pada aspek transportasi, PBF memiliki standar operasional prosedur, dokumentasi, hingga pelatihan transportasi. Selain pelatihan transportasi, ada juga PBF yang melakukan pelatihan sanitasi dan higienis, bahan aktif berbahaya, toksisitas hingga alat pemadam kebakaran. Untuk transportasi pengiriman barang, PBF memiliki pengiriman sendiri dengan kurir tanpa menggunakan jasa ekspedisi lain.

Selanjutnya, ada aspek kontrak berdasarkan orang ketiga. PBF di DIY sendiri jarang melakukan kegiatan distribusi dengan memakai pihak orang ketiga selain distribusi melalui PBF

lain ataupun jasa ekspedisi dengan syarat memiliki izin yang sah dengan track recordyang baik.

Selain itu, khusus untuk pemusnahan obat, PBF biasanya akan memusnahkannya melalui PBF pusat atau dikembalikan pada prinsipal.

Semua PBF telah melakukan dokumentasi dengan baik sebesar 84,84%. Dokumentasi yang dilakukan diantaranya dokumentasi penerimaan obat 100%, dokumentasi pemesanan obat


(22)

100%, dokumentasi pengiriman obat 100%, dokumentasi penjualan 100%, dokumentasi pengadaan obat 100%. Setiap PBF melakukan pengadaan atau stok obat biasanya memiliki jadwal tertentu atau bisa sewaktu – waktu ketika persediaan mulai menipis. dokumentasi penyimpanan obat 87,5%, dokumentasi pengembalian obat 79,17%. Setiap PBF akan melakukan pengembalian obat jika obat tersebut telah mengalami kerusakan, kadaluarsa hingga ada penarikan dari principal. Sebanyak 79,17% dokumentasi inspeksi diri. Dokumentasi inspeksi diri penting dilakukan untuk mengevaluasi dan perbaikan dalam pelaksanaan CDOB. Sebanyak 54,17% dokumentasi keluhan obat. Semua keluhan didokumentasikan dan dievaluasi secara berkala untuk mengurangi kesalahan dan dilakukan perbaiki. Kemudian dokumentasi faktur terpisah psikotropika 75% serta dokumentasi pelatihan karyawan 58,33%. Dokumentasi yang dilakukan PBF terdiri atas manual, komputerisasi hingga gabungan keduanya. Sebanyak 70,83% PBF menggunakan gabungan manual dan komputerasasi dalam proses dukomentasi agar memudahkan mereka melakukan kegiatan distribusi obat tersebut. Dan sebanyak 79,1% PBF menyimpan dokumen selama 3 tahun dimana untuk penyimpanan dokumentasi tersebut menurut pedoman CDOB, PBF harus menyimpannya selama minimal 3 tahun.

KESIMPULAN DAN SARAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk yang disalurkan oleh PBF di Provinsi DIY yakni vaksin, psikotropik, obat keras, obat bebas, obat bebas terbatas, obat tradisional, kosmetik, makanan, susu, dan alat kesehatan. Sebanyak 83% PBF, penanggung jawabnya wanita, 75% penanggung jawab PBF berumur 23-30 tahun, 100% penanggung jawab PBF adalah apoteker, 8% penanggung jawab PBF belum pernah mengikuti pelatihan CDOB. Terdapat 13,7% PBF yang tidak memenuhi Standar Operasional Prosedur, 12,5% PBF tidak menggunakan sistem FEFO, 11% PBF tidak memiliki alat pengaturan kelembapan dan sebanyak 16,3% tidak memenuhi dokumentasi. Untuk aspek yang paling terpenuhi yaitu aspek standar operasional


(23)

apoteker. Selain ini semua PBF telah memiliki themometer dimana dalam 2010 hanya 41,4% yang memiliki thermometer tersebut. Inspeksi diri juga mengalami peningkatan dimana 100% PBF melakukannya. Secara keseluruhan, pelaksanaan CDOB mengalami peningkatan. Namun untuk SOP dan dokumentasi mengenai obat diduga palsu, penarikan dan pengembalian obat hingga keluhan obat perlu ditingkatkan lagi.


(24)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2012,. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan

Makanan Republik Indonesia Nomor HK. 03.1.34.11.12.2205 Tentang PedomanTeknis Cara Distribusi Obat Yang Baik.Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Jakarta.

Chrisyanti Irra. 2011. Manajemen Perkantoran. Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta.

Fianda G, Djamhur H, Muhammad, HR. 2014. Pengaruh Struktur Organisasi terhadap

Efektivitas Organisasi (Studi Pada Persepsi Pegawai Tetap Kantor Perwakilan Bank Indonesia Kediri).Jurnal Administrasi Bisnis Vol : 7, Bandung.

Kementerian Kesehatan RI. 2011. Peraturan Meteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1148/MENKES/PER/VI/2011. Tentang Pedagang Besar Farmasi. Kementrian Kesehatan RI. Jakarta.

Kementrian Kesehatan RI. 2009. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun

2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.

Presiden RI. 2009. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika. Presiden RI. Jakarta

Presiden RI. 2014. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang

Kesehatan. Presiden RI. Jakarta.

Putra A. A. P., dan Hartini Y. S. 2012. Implementasi Cara Distribusi Obat yang Baik pada

Pedagang Besar Farmasi di Yogyakarta. Jurnal Farmasi Indonesia, 6 (1).

Retno A. 2014. Analisis Sistem Penyimpanan Obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit Mulya


(25)

Suryaningrum A. 2014.Pengaruh Pembuatan Standar Operasional Prosedur Terhadap Kinerja Karyawan Bagian Produksi Di PT Wangsa Jatra.Naskah Publikasi. Surakarta.

Yosep H, Y. 2012.Pelaksanaan Cara Distribusi Obat yang Baik sesuai SK. Kepala Badan POM

Nomor: HK 00.05.3.2522 Pada Pedagang Besar Farmasi di Provinsi Bangka Belitung Tahun 2012. Skripsi. Yogyakarta.


(26)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data pembahasan

Tabel 1. Profil Apoteker Penanggung Jawab

Data No. Evaluasi Jumlah Persen

A. Profil apoteker Penanggung Jawab

1. Umur Apoteker

- 23 – 30 th 18 75%

- 31 – 40 th 6 25%

2. Jenis Kelamin Apoteker

- Laki - laki 20 83,33%

- Perempuan 4 16,67%

3. Lama Bekerja

- < 1 th 2 8,33%

- < 1 – 5 th 18 75%

- < 6 – 10 th 4 16,67%

Tabel 2. Demografi PBF

Data No. Evaluasi Jumlah Persen

B. Demografi PBF 1. Jenis sediaan

- Obat bebas 24 100%

- Obat bebas terbatas 21 87,5%

- Psikotropika 11 45,83%

- Obat Keras 20 83,33%

- Kosmetika 6 25%

- Vaksin 3 12,5%


(27)

3. Jumlah karyawan PBF

- <10 Orang 2 8,33%

- 11 - 20 Orang 7 29,17%

- 21 – 30 Orang 5 20,83%

- >30 Orang 10 41,67%

Tabel 3. Aspek CDOB

Data No. Evaluasi Jumlah Persen

C. CDOB 1. Managemen Mutu

- Standar Operasional Prosedur

SOP Keadaan Darurat 14 58,33%

SOP Penerimaan Obat 24 100%

SOP Pengiriman Obat 24 100%

SOP Perawatan Obat 24 100%

SOP APJ Berhalangan Hadir 22 91,67%

SOP Pengendalian Hama 22 91,67%

2. Organisasi, managemen dan personalia

- Memiliki PJ Apoteker 24 100%

- Struktur organisasi 24 100%

3. Bangunan dan Peralatan

- Alat Pengaturan Suhu

Termometer 24 100%

Lemari Pendingin 14 58,33%

AC 21 87,5%

Chiller 9 37,5%

Kipas Angin 4 16,67%

- Peralatan Pendukung

Kelembapan 19 79,17%

Genset 20 83,33%

- Waktu pemeliharaan Peralatan

1x setahun 14 58,3%


(28)

3x setahun 3 12,5%

lainnya 4 16,67%

Data No. Evaluasi Jumla

h

Persen

C. CDOB 4. Operasional

- Sistem Penyimpanan

FIFO 12 50%

Bentuk Sediaan 7 29,17%

FEFO 21 87,5%

Alfabetis 3 12,5%

- Pengamanan obat

Ditutup 8 33,33%

Kunci 13 54,17%

Kunci + Gembok 18 75%

- Pelatihan CDOB

Ada 22 92%

Tidak ada 2 8%

5. Inspeksi Diri

- Jenis inspeksi

Internal 24 100%

Eksternal 12 50%

Keduanya 12 50%

6. Keluhan, Obat dan/ atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu

dan Penarikan Kembali

- Standar Operasional Prosedur


(29)

Obat Dikembalikan 21 87,5%

Obat Diduga Palsu 6 25%

Penarikan obat 13 54,17%

- Dokumentasi

Keluhan obat 13 54,17%

Obat Dikembalikan 19 79,17%

Penarikan Obat 19 79,17%

7. Transportasi

- Pelatihan 8 33,3%

- SOP 18 75%

- Dokumentasi pengiriman 23 95,8%

8. Kontrak berdasarkan orang ketiga

- Antar fasilitas 3 12,5%

- Antar jasa 6 25%

9. Dokumentasi

- Jenis dokumentasi

Penerimaan Obat 24 100%

Penyimpanan Obat 21 87,5%

Pemesanan Obat 24 100%

Penjualan Obat 24 100%

Pengadaan Obat 24 100%

Faktur Terpisah 18 75%

Pelatihan Karyawan 14 58,33%

- Penyimpanan dokumentasi

Manual 4 16,67%

komputerisasi 3 12,5%

keduanya 17 70,83%

- Waktu penyimpanan

1 – 6 Bulan 1 4,17%


(30)

1 – 3 Tahun 2 8,33%


(31)

Lampiran 2. kuisioner

Nama PBF : _______________________

No. ijin PBF : _______________________ Nama Penanggung Jawab : _______________________ No. ijin Penanggung Jawab : ______________________ Tanggal mulai berdiri : _______________________

Alamat PBF : _______________________

_______________________ ∑ Berilah tanda centang (√) pada isian dibawah ini

KUISIONER

1. Berapa umur Anda?

®<23 tahun ®23-30 tahun

®31– 40 tahun ®>40 tahun

2. Pendidikan terakhir Anda?

®SMA/SMU/SMK oProfesi apoteker

®SMF ®Lainnya (sebutkan) : …

®SI

3. Berapa lama Anda menjadi penanggung jawab di PBF?

o<1 tahun o1-5 tahun

o6–10 tahun o>10 tahun

4. Jenis sediaan apakah yang dikelola di PBF saat ini?

(jawaban boleh lebih dari satu)

oObat bebas oNarkotika

oBahan baku obat oObat bebas terbatas

oPsikotropika oMakanan

oObat keras oKosmetika

oobat tradisional oObat aktif/berbahaya

oVaksin obahan tradisional


(32)

5. Apakah di PBF ini terdapat struktur organisasi? oYa otidak (apabila iya, mohon melampirkan struktur organisasi PBF ini)

6. Berapa jumlah karyawan di PBF ini?

o<10 orang o11–20 orang

o21–30 orang o>30 orang

7. Berapa jumlah karyawan yang merupakan apoteker?

o1 orang o2–3 orang

o3< orang oBelum ada

8. Berapa jumlah karyawan yang merupakan tenaga kefarmasian?

o1 orang o2-5 orang

o5–8 orang o>8 orang

9. Berapa jumlah karyawan yang merupakan tenaga non kerfarmasian?

o1 orang o2–10 orang

o11–20 orang o>20 lebih

10. Apakah menurut Anda, jumlah tenaga kerja di PBF memadai?

oYa oTidak

11. Apakah karyawan di PBF ini mengikuti pelatihan?

oYa oTidak

12. Jika ya, apakah penyelenggara pelatihan tersebut adalah pihak intern (dalam) PBF?


(33)

oLainnya (sebutkan) : …

14. Apakah ada penyelenggara pelatihan tersebut adalah pihak luar PBF?

oYa (sebutkan):… oTidak

15. Jika dilakukan oleh pihak luar PBF, pelatihan apa saja yang pernah diikuti karyawan di PBF ini? (jawaban boleh lebih dari satu)

oPelatihan CDOB

oPelatihan obat aktif/berbahaya oPelatihan toksisitas

oPelatihan transportasi obat oPelatihan sanitasi & hygienie

oLainnya (sebutkan) : …

16. Sistem apa yang digunakan dalam distribusi obat di gudang? (jawaban bisa lebih dari satu)

oFirst In First Out (FIFO)

oBentuk sediaan

oFirst Expired First Out (FEFO)

oAlfabetis

oLainnya (sebutkan) : …

17. Apa saja alat untuk pengaturan suhu ditempat penyimpanan? (jawaban boleh lebih dari satu)

oThermometer

oFreezer/lemari pendingin

oAir condisioner (AC)

oLainnya (sebutkan) : …

18. Apakah PBF ini memiliki alat yang harus dikalibrasi dan divalidasi?

oYa oTidak

19. Peralatan apa saja yang dikalibrasi dan divalidasi di PBF ini? (jawaban boleh lebih dari satu)

oThermometer


(34)

oAir condisioner (AC)

oLainnya (sebutkan) : …

20. Apakah ada alat untuk mengontrol kelembapan di tempat penyimpanan obat-obatan?

oYa (sebutkan) : … oTidak

21. Apakah di PBF ini ada terdapat genset? oYa` otidak

22. Apakah di PBF ini ada yang mengontrol kebersihan? oYa` otidak

23. menurut Anda, apakah penerangan di tempat penyimpanan obat – obatan ini cukup memadai?

oYa oTidak

24. Berapa kali perawatan pemeliharan alat penyimpanan obat di PBF ini?

o1x setahun o2x setahun

o3x setahun oLainnya (sebutkan) : …

25. Bagaimana pengamanan di tempat penyimpanan obat di PBF ini? (jawaban bisa lebih dari satu)

oditutup

oMengunci pintu ditambah gembok

oMengunci pintu

oLainnya (sebutkan) : …

26. Apa saja tempat khusus untuk pemisahan obat di PBF ini? (jawaban boleh lebih dari satu)

oObat/bahan obat diduga palsu

oObat yang ditarik dari stok

oObat yang dikembalikan ke produsen


(35)

oobat yang sensitif terhadap suhu

oObat aktif/berbahaya

oobat yang sensitif terhadap cahaya

oLainnya (sebutkan) : …

27. Standar Operasional Prosedur apa saja yang diterapkan di PBF ini?

® SOP pertolongan pertama dalam keadaan darurat

® SOP penerimaan obat

® SOP pengiriman obat

® SOP penyimpanan obat

® SOP pembersihan dan perawatan bangunan

® SOP pemusnahan obat

® SOP transportasi obat

® SOP distribusi obat aktif/berbahaya (mudah terbakar, korosif, beracun)

® SOP obat kembalian kepada produsen

® SOP obat yang ditarik dari stok

® SOP keluhan obat

® SOP obat diduga palsu

® SOP apabila Apoteker Penanggung Jawab berhalangan hadir

® SOP pengendalian hama

® Lainnya (sebutkan) : …

28. Siapa yang membuat SOP tersebut?

oSaya sendiri

oOrang lain (sebutkan):…

29. Apa saja program inspeksi diri di PBF ini? (jawaban boleh dari satu)

® Inspeksi internal (dilakukan pihak intern perusahaan)

® Inspeksi eksternal (dilakukan pihak luar perusahaan)

30. Pada inspeksi internal, apa saja yang diinspeksi? (jawaban boleh dari satu)

oKaryawan oPeralatan

oBangunan & fasilitas oDokumentasi


(36)

31. Siapa yang melakukan inspeksi internal tersebut?

oPemilik perusahaan

oOrang lain (sebutkan) : …

32. Berapa kali inspeksi internal dilakukan?

oMin 1 kali setahun o3 kali setahun

o2 kali setahun oLainnya (sebutkan) : …

33. Pada inspeksi eksternal, apa saja yang diinspeksi? (jawaban boleh dari satu)

oKaryawan oPeralatan

oBangunan & fasilitas oDokumentasi

oSOP oLainnya (sebutkan) : …

34. Siapa yang melakukan inspeksi eksternal tersebut?

oPemilik perusahaan

oOrang lain (sebutkan) :…

35. Berapa kali inspeksi eksternal dilakukan?

oMin 1x setahun o3x setahun

o2x setahun oLainnya (sebutkan) : …

36. Apakah PBF ini pernah mendapatkan keluhan dari pelanggan?

oYa oTidak

37. Apakah PBF ini pernah melakukan pengembalian barang kepada produsen?

oYa oTidak

38. Apakah PBF ini pernah menemukan obat yang diduga palsu?


(37)

® Kontrak antar fasilitas distribusi (sebutkan) :…

® Kontrak antar fasilitas distribusi dengan penyedia jasa (sebutkan) :…

41. Kegiatan distribusi obat apa saja yang didokumentasikan? (jawaban boleh lebih dari satu)

® Dokumentasi penerimaan obat dari produsen

® Dokumentasi penyimpanan obat

® Dokumentasi pemesanan dari pelanggan

® Dokumentasi pengiriman obat ke pelanggan

® Dokumentasi pengurangan barang dari stok penjualan

® Dokumentasi stok/pengadaan barang

® Dokumentasi pengembalian obat ke pemasok

® Dokumentasi pemusnahan obat

® Dokumentasi obat diduga palsu

® Dokumentasi inspeksi diri

® Dokumentasi keluhan obat

® Dokumentasi penarikan obat dari stok

® Dokumentasi penyimpanan faktur terpisah dengan faktur obat keras, narkotik dan psikotropik dan

prekursor

® Dokumentasi pelatihan karyawan

® Lainnya (sebutkan)…

42. Bagaimana dokumentasi obat dilakukan? (jawaban boleh lebih dari satu)

oManual oKomputerisasi

43. Dokumentasi apa saja yang dilakukan secara manual?

® Dokumentasi penerimaan obat dari produsen

® Dokumentasi penyimpanan obat

® Dokumentasi pemerimaan pesanan dari pelanggan

® Dokumentasi pengiriman obat ke pelanggan

® Dokumentasi pengurangan barang dari stok penjualan

® Dokumentasi stok/pengadaan barang

® Dokumentasi pengembalian obat ke pemasok


(38)

® Dokumentasi obat yang diduga palsu

® Dokumentasi inspeksi diri

® Dokumentasi keluhan obat

® Dokumentasi penarikan obat dari stok

® Dokumentasi penyimpanan faktur terpisah dengan faktur obat keras, narkotik dan psikotropik dan

prekursor

® Dokumentasi pelatihan karyawan

® Lainnya (sebutkan) : …

44. Dokumentasi apa saja yang dilakukan secara komputerisasi?

® Dokumentasi penerimaan obat dari produsen

® Dokumentasi penyimpanan obat

® Dokumentasi pemerimaan pesanan dari pelanggan

® Dokumentasi pengiriman obat ke pelanggan

® Dokumentasi pengurangan barang dari stok penjualan

® Dokumentasi stok/pengadaan barang

® Dokumentasi pengembalian obat ke pemasok

® Dokumentasi pemusnahan obat

® Dokumentasi Obat yang diduga palsu

® Dokumentasi inspeksi diri

® Dokumentasi keluhan obat

® Dokumentasi penarikan obat dari stok

® Dokumentasi penyimpanan faktur terpisah dengan faktur obat keras, narkotik dan psikotropik dan

prekursor

® Dokumentasi pelatihan karyawan

® Lainnya (sebutkan) : …

45. Dalam penyimpanan dokumen, Berapa lama dokumen tersebut disimpan sebelum dihilangkan?

o1-6 bulan o6–12 bulan


(39)

Lampiran 3. Wawancara

1. Apa saja tugas dan kewenangan anda?

2. Bagaimana struktur organisasi di PBF ini? Dan apa saja tugas dan wewenang dari masing-masing pihak?

3. Apakah PBF ini pusat atau cabang?

4. Bagaimana PBF ini melakukan pengadaan obat? Dari industri farmasi, sesama PBF atau importasi?

5. Apakah ada kualifikasi khusus mengenai pemasok dan pelanggan? Jika iya, apa saja kualifikasi tersebut?

6. Bagaimana cara melakukan pengadaan/stok obat? Dan kapan saat pengadaan/stok obat dilakukan?

7. Jika PBF ini melakukan sistem kontrak (orang ketiga), syarat apa saja yang harus ada ketika melakukan kontrak tersebut?

8. Jika harus dilakukan pengembalian obat ke produsen, Apa saja syarat dalam pengembalian obat tersebut dan bagaimana alurnya?

9. Jika dilakukan pemusnahan obat, bagaimana cara pemusnahan obat tersebut? 10. Jika pernah mengalami keluhan dari pelanggan, Apa saja keluhan tersebut dan


(40)

BIOGRAFI PENULIS

Nanda Tiasari, akrab dipanggil Nanda atau Tia adalah putri pertama dari 3 bersaudara, dari pasangan Alm. Janari Prabowo dan Daniti. Lahir di Balikpapan, 7 Maret 1995. Penulis “Evaluasi Pelaksanaan Cara Distribusi Obat yang Baik Pada Pedagang Besar Farmasi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2016” ini menempuh pendidikan pertamanya di Taman Kanak – Kanak Anggrek Permai Balikpapan pada tahun 2000, kemudian dilanjutkan pendidikan dasar di SD Negeri 018 Balikpapan pada tahun 2001. Enam tahun kemudian, penulis melanjutkan sekolahnya di SMP Negeri 2 Balikpapan. Pendidikan SMA diselesaikan di SMA Negeri 5 Balikpapan. Pada tahun 2012, penulis melanjutkan pendidikan Sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama proses perkuliahan, penulis aktif di berbagai kegiatan salah satunya Dewan Perwakilan Mahasiswa Farmasi. Selain itu, penulis juga aktif pada kegiatan di luar kampus seperti Earth Hour Yogyakarta dan Akademi Berbagi Yogyakarta.


(1)

oobat yang sensitif terhadap suhu oObat aktif/berbahaya

oobat yang sensitif terhadap cahaya oLainnya (sebutkan) : …

27. Standar Operasional Prosedur apa saja yang diterapkan di PBF ini? ® SOP pertolongan pertama dalam keadaan darurat

® SOP penerimaan obat ® SOP pengiriman obat ® SOP penyimpanan obat

® SOP pembersihan dan perawatan bangunan ® SOP pemusnahan obat

® SOP transportasi obat

® SOP distribusi obat aktif/berbahaya (mudah terbakar, korosif, beracun) ® SOP obat kembalian kepada produsen

® SOP obat yang ditarik dari stok ® SOP keluhan obat

® SOP obat diduga palsu

® SOP apabila Apoteker Penanggung Jawab berhalangan hadir ® SOP pengendalian hama

® Lainnya (sebutkan) : … 28. Siapa yang membuat SOP tersebut?

oSaya sendiri

oOrang lain (sebutkan):…

29. Apa saja program inspeksi diri di PBF ini? (jawaban boleh dari satu)

® Inspeksi internal (dilakukan pihak intern perusahaan) ® Inspeksi eksternal (dilakukan pihak luar perusahaan) 30. Pada inspeksi internal, apa saja yang diinspeksi?

(jawaban boleh dari satu)

oKaryawan oPeralatan oBangunan & fasilitas oDokumentasi


(2)

31. Siapa yang melakukan inspeksi internal tersebut? oPemilik perusahaan

oOrang lain (sebutkan) : …

32. Berapa kali inspeksi internal dilakukan? oMin 1 kali setahun o3 kali setahun

o2 kali setahun oLainnya (sebutkan) : … 33. Pada inspeksi eksternal, apa saja yang diinspeksi?

(jawaban boleh dari satu)

oKaryawan oPeralatan oBangunan & fasilitas oDokumentasi

oSOP oLainnya (sebutkan) : … 34. Siapa yang melakukan inspeksi eksternal tersebut?

oPemilik perusahaan oOrang lain (sebutkan) :…

35. Berapa kali inspeksi eksternal dilakukan? oMin 1x setahun o3x setahun

o2x setahun oLainnya (sebutkan) : …

36. Apakah PBF ini pernah mendapatkan keluhan dari pelanggan? oYa oTidak

37. Apakah PBF ini pernah melakukan pengembalian barang kepada produsen? oYa oTidak

38. Apakah PBF ini pernah menemukan obat yang diduga palsu? oYa oTidak

39. Apakah dalam PBF ini ada fasilitas distribusi berdasarkan kontrak (orang ketiga)? oYa oTidak

40. Jika ya, kontrak apa saja yang terdapat dalam PBF ini? (jawaban boleh dari satu)


(3)

® Kontrak antar fasilitas distribusi (sebutkan) :…

® Kontrak antar fasilitas distribusi dengan penyedia jasa (sebutkan) :… 41. Kegiatan distribusi obat apa saja yang didokumentasikan?

(jawaban boleh lebih dari satu)

® Dokumentasi penerimaan obat dari produsen ® Dokumentasi penyimpanan obat

® Dokumentasi pemesanan dari pelanggan ® Dokumentasi pengiriman obat ke pelanggan

® Dokumentasi pengurangan barang dari stok penjualan ® Dokumentasi stok/pengadaan barang

® Dokumentasi pengembalian obat ke pemasok ® Dokumentasi pemusnahan obat

® Dokumentasi obat diduga palsu ® Dokumentasi inspeksi diri ® Dokumentasi keluhan obat

® Dokumentasi penarikan obat dari stok

® Dokumentasi penyimpanan faktur terpisah dengan faktur obat keras, narkotik dan psikotropik dan prekursor

® Dokumentasi pelatihan karyawan ® Lainnya (sebutkan)…

42. Bagaimana dokumentasi obat dilakukan? (jawaban boleh lebih dari satu)

oManual oKomputerisasi

43. Dokumentasi apa saja yang dilakukan secara manual? ® Dokumentasi penerimaan obat dari produsen ® Dokumentasi penyimpanan obat

® Dokumentasi pemerimaan pesanan dari pelanggan ® Dokumentasi pengiriman obat ke pelanggan

® Dokumentasi pengurangan barang dari stok penjualan ® Dokumentasi stok/pengadaan barang

® Dokumentasi pengembalian obat ke pemasok ® Dokumentasi pemusnahan obat


(4)

® Dokumentasi obat yang diduga palsu ® Dokumentasi inspeksi diri

® Dokumentasi keluhan obat

® Dokumentasi penarikan obat dari stok

® Dokumentasi penyimpanan faktur terpisah dengan faktur obat keras, narkotik dan psikotropik dan prekursor

® Dokumentasi pelatihan karyawan ® Lainnya (sebutkan) : …

44. Dokumentasi apa saja yang dilakukan secara komputerisasi? ® Dokumentasi penerimaan obat dari produsen ® Dokumentasi penyimpanan obat

® Dokumentasi pemerimaan pesanan dari pelanggan ® Dokumentasi pengiriman obat ke pelanggan

® Dokumentasi pengurangan barang dari stok penjualan ® Dokumentasi stok/pengadaan barang

® Dokumentasi pengembalian obat ke pemasok ® Dokumentasi pemusnahan obat

® Dokumentasi Obat yang diduga palsu ® Dokumentasi inspeksi diri

® Dokumentasi keluhan obat

® Dokumentasi penarikan obat dari stok

® Dokumentasi penyimpanan faktur terpisah dengan faktur obat keras, narkotik dan psikotropik dan prekursor

® Dokumentasi pelatihan karyawan ® Lainnya (sebutkan) : …

45. Dalam penyimpanan dokumen, Berapa lama dokumen tersebut disimpan sebelum dihilangkan? o1-6 bulan o6–12 bulan


(5)

Lampiran 3. Wawancara

1. Apa saja tugas dan kewenangan anda?

2. Bagaimana struktur organisasi di PBF ini? Dan apa saja tugas dan wewenang dari

masing-masing pihak?

3. Apakah PBF ini pusat atau cabang?

4. Bagaimana PBF ini melakukan pengadaan obat? Dari industri farmasi, sesama PBF atau

importasi?

5. Apakah ada kualifikasi khusus mengenai pemasok dan pelanggan? Jika iya, apa saja

kualifikasi tersebut?

6. Bagaimana cara melakukan pengadaan/stok obat? Dan kapan saat pengadaan/stok obat

dilakukan?

7. Jika PBF ini melakukan sistem kontrak (orang ketiga), syarat apa saja yang harus ada

ketika melakukan kontrak tersebut?

8. Jika harus dilakukan pengembalian obat ke produsen, Apa saja syarat dalam

pengembalian obat tersebut dan bagaimana alurnya?

9. Jika dilakukan pemusnahan obat, bagaimana cara pemusnahan obat tersebut?

10. Jika pernah mengalami keluhan dari pelanggan, Apa saja keluhan tersebut dan


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Nanda Tiasari, akrab dipanggil Nanda atau Tia adalah putri pertama dari 3

bersaudara, dari pasangan Alm. Janari Prabowo dan Daniti. Lahir di

Balikpapan, 7 Maret 1995. Penulis “Evaluasi Pelaksanaan Cara Distribusi

Obat yang Baik Pada Pedagang Besar Farmasi di Provinsi Daerah Istimewa

Yogyakarta Tahun 2016” ini menempuh pendidikan pertamanya di Taman

Kanak – Kanak Anggrek Permai Balikpapan pada tahun 2000, kemudian

dilanjutkan pendidikan dasar di SD Negeri 018 Balikpapan pada tahun 2001. Enam tahun

kemudian, penulis melanjutkan sekolahnya di SMP Negeri 2 Balikpapan. Pendidikan SMA

diselesaikan di SMA Negeri 5 Balikpapan. Pada tahun 2012, penulis melanjutkan pendidikan

Sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama proses perkuliahan,

penulis aktif di berbagai kegiatan salah satunya Dewan Perwakilan Mahasiswa Farmasi. Selain

itu, penulis juga aktif pada kegiatan di luar kampus seperti Earth Hour Yogyakarta dan Akademi

Berbagi Yogyakarta.