Pelaksanaan cara distribusi obat yang baik sesuai SK. Kepala Badan POM nomor: HK.00.05.3.2522 pada pedagang besar farmasi di provinsi Bangka-Belitung tahun 2012.

(1)

ix

INTISARI

Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Terdapat 11 PBF yang berada di Provinsi Bangka Belitung. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran bagaimana pelaksanaan CDOB meliputi aspek: manajemen mutu, personalia, peralatan dan bangunan, dokumentasi dan inspeksi diri sudah sesuai dengan SK.Kepala Badan POM nomor: HK.00.05.3.2522 pada Pedagang Besar Farmasi di Provinsi Bangka-Belitung.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian bersifat deskriptif. Menggunakan instrument kuesioner yang dikonversikan dalam bentuk persentase (%) data kuantitatif. Hasil data kuantitatif tersebut diperkuat dengan data wawancara mendalam terhadap lima aspek CDOB kepada 11 penanggung-jawab PBF yang bersedia menjadi responden.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk yang disalurkan oleh PBF di Provinsi Bangka-Belitung yakni obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, narkotika, kosmetika, psikotropika, vaksin, susu, minuman, makanan. Pelaksanaan distribusi obat di sebelas PBF yang berada di Provinsi Bangka-Belitung yang ditinjau berdasarkan HK.00.05.3.2522 dalam hal SOP dari aspek manajemen mutu (72,72%), struktur organisasi dari aspek personalia dan dokumentasi diketahui 100% memenuhi. Data kuantitatif ini kemudian diperjelas dengan data wawancara mendalam yang menunjukkan isi SOP secara umum yaitu judul protap, nomor, dokumen, revisi, jumlah halaman, dokumen acuan, uraian proses distribusi; dari aspek personalia ditinjau dari jumlah karyawan sudah memadai; sebelas PBF memiliki dokumentasi, informasi pada dokumen penyaluran meliputi: tanggal penyaluran, nama dan alamat tujuan, bentuk sediaan, nama produk, kekuatan, jumlah, nomor batch dan expire date. Sementara itu, dalam aspek inspeksi diri hanya 9 PBF (81,81%) yang melaksanakan inspeksi diri sedangkan pada aspek bangunan dan peralatan hanya 9 PBF (81,81%) yang memiliki pengontrol temperatur. Adanya PBF yang tidak melakukan inspeksi diri ataupun memiliki pengontrol temperatur dikarenakan belum begitu penting menurut hasil wawancara secara mendalam. Maka dapat disimpulkan belum semua PBF di Bangka Belitung menerapkan CDOB sesuai SK. Badan POM Nomor: HK.00.05.3.2522.

Kata kunci: Cara Distribusi Obat yang Baik, Pedagang Besar Farmasi, Bangka-Belitung


(2)

x

ABSTRACT

Pharmaceutical Wholesaler (PBF) is a legal entity that has a license for the procurement, storage, distribution of drugs and / or drug ingredients in bulk in accordance with laws and regulations. There are 11 PBF located in the Province of the Pacific Islands. This study aims to gain an idea of how the implementation of CDOB include aspects: quality management, personnel, equipment and buildings, documentation and self-inspections are in accordance with SK.Kepala Badan POM number: HK.00.05.3.2522 at Pharmaceutical Wholesaler in the Province of Bangka-Belitung.

This research includes the type of non-experimental research design was a descriptive study. Using a questionnaire instrument which converted into a percentage (%) of quantitative data. The results of the quantitative data is supported by the data-depth interviews with five aspects CDOB to 11 person in charge of PBF are willing to respondents.

The results showed that the products supplied by the PBF in the province of Bangka-Belitung the drug-free, drug-free is limited, hard drugs, drugs, cosmetics, psychotropic drugs, vaccines, milk, beverages, food. Implementation of drug distribution in eleven PBF located in the Province of Bangka-Belitung were reviewed by HK.00.05.3.2522 in the SOP of the aspects of quality management(72,72%), organizational structure and personnel aspects of documentation known 100% compliant. Quantitative data is then clarified by depth interview data showed that the contents of the general SOP title, number, document revisions, number of pages, document reference, description of the distribution process, from aspects of personnel in terms of the number of employees is sufficient; eleven PBF have documentation, information on the distribution of the document include: date of delivery, the name and address of the destination, the dosage form, product name, strength, quantity, batch number and expire date. Meanwhile, in the aspect of self-inspections PBF only 9 (81.81%) who carry out self-inspections while on aspects of building and equipment only 9 PBF (81.81%) who had a temperature controller. The existence of PBF were not inspected themselves or have a temperature control is not so important because according to the results of in-depth interviews. So we can conclude that not all PBF in the Province of Bangka-Belitung by applying CDOB according to SK. Badan POM Number: HK.00.05.3.2522.

.


(3)

i

PELAKSANAAN CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK SESUAI SK. KEPALA BADAN POM NOMOR: HK.00.05.3.2522 PADA PEDAGANG BESAR FARMASI DI PROVINSI BANGKA-BELITUNG TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Yosef Himawan Yudha

NIM: 088114089

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2012


(4)

i

PELAKSANAAN CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK SESUAI SK. KEPALA BADAN POM NOMOR: HK.00.05.3.2522 PADA PEDAGANG BESAR FARMASI DI PROVINSI BANGKA-BELITUNG TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Yosef Himawan Yudha

NIM: 088114089

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2012


(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

vi

PRAKATA

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala penyertaan,

rahmat, kekuatan, berkat, dan karunia-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Cara Distribusi Obat yang Baik Sesuai SK.

Kepala Badan POM Nomor: HK.00.05.3.2522 Pada Pedagang Besar Farmasi di

Provinsi Bangka-Belitung”.

Penyelesaian penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari

bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang senantiasa mendukung dari segi

moral dan materiil. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

kepada :

1. Ibu Dra.T.B. Titien Sri Hartayu,M.Kes.,Apt.,PhD., selaku dosen

pembimbing dan penguji yang selalu memberikan arahan, bimbingan,

dorongan, semangat, saran, kritik dan pembelajaran selama selama

penyusunan skripsi.

2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, beserta seluruh

civitas akademika atas ijin dan segala bantuannya dalam penyusunan

skripsi.

3. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc.,Apt. dan Bapak Drs. Djaman Ginting

Manik, Apt. sebagai Dosen Penguji atas pengarahan dan kesediaannya

menguji skripsi ini.

4. Bapak Bernadus Reco Ketua IAI cabang Kota Pangkalpinang beserta


(10)

vii

di Provinsi Bangka – Belitung yang bersedia membantu penulis dalam pengambilan data.

Penulis berharap, karya ini dapat bermanfaat dan mendorong mahasiswa

angkatan berikutnya untuk berkarya lebih baik lagi demi majunya dunia

kefarmasian di Indonesia.


(11)

(12)

ix

INTISARI

Pedagang Besar Farmasi (PBF) adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Terdapat 11 PBF yang berada di Provinsi Bangka Belitung. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran bagaimana pelaksanaan CDOB meliputi aspek: manajemen mutu, personalia, peralatan dan bangunan, dokumentasi dan inspeksi diri sudah sesuai dengan SK.Kepala Badan POM nomor: HK.00.05.3.2522 pada Pedagang Besar Farmasi di Provinsi Bangka-Belitung.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian bersifat deskriptif. Menggunakan instrument kuesioner yang dikonversikan dalam bentuk persentase (%) data kuantitatif. Hasil data kuantitatif tersebut diperkuat dengan data wawancara mendalam terhadap lima aspek CDOB kepada 11 penanggung-jawab PBF yang bersedia menjadi responden.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa produk yang disalurkan oleh PBF di Provinsi Bangka-Belitung yakni obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, narkotika, kosmetika, psikotropika, vaksin, susu, minuman, makanan. Pelaksanaan distribusi obat di sebelas PBF yang berada di Provinsi Bangka-Belitung yang ditinjau berdasarkan HK.00.05.3.2522 dalam hal SOP dari aspek manajemen mutu (72,72%), struktur organisasi dari aspek personalia dan dokumentasi diketahui 100% memenuhi. Data kuantitatif ini kemudian diperjelas dengan data wawancara mendalam yang menunjukkan isi SOP secara umum yaitu judul protap, nomor, dokumen, revisi, jumlah halaman, dokumen acuan, uraian proses distribusi; dari aspek personalia ditinjau dari jumlah karyawan sudah memadai; sebelas PBF memiliki dokumentasi, informasi pada dokumen penyaluran meliputi: tanggal penyaluran, nama dan alamat tujuan, bentuk sediaan, nama produk, kekuatan, jumlah, nomor batch dan expire date. Sementara itu, dalam aspek inspeksi diri hanya 9 PBF (81,81%) yang melaksanakan inspeksi diri sedangkan pada aspek bangunan dan peralatan hanya 9 PBF (81,81%) yang memiliki pengontrol temperatur. Adanya PBF yang tidak melakukan inspeksi diri ataupun memiliki pengontrol temperatur dikarenakan belum begitu penting menurut hasil wawancara secara mendalam. Maka dapat disimpulkan belum semua PBF di Bangka Belitung menerapkan CDOB sesuai SK. Badan POM Nomor: HK.00.05.3.2522.

Kata kunci: Cara Distribusi Obat yang Baik, Pedagang Besar Farmasi, Bangka-Belitung


(13)

x

ABSTRACT

Pharmaceutical Wholesaler (PBF) is a legal entity that has a license for the procurement, storage, distribution of drugs and / or drug ingredients in bulk in accordance with laws and regulations. There are 11 PBF located in the Province of the Pacific Islands. This study aims to gain an idea of how the implementation of CDOB include aspects: quality management, personnel, equipment and buildings, documentation and self-inspections are in accordance with SK.Kepala Badan POM number: HK.00.05.3.2522 at Pharmaceutical Wholesaler in the Province of Bangka-Belitung.

This research includes the type of non-experimental research design was a descriptive study. Using a questionnaire instrument which converted into a percentage (%) of quantitative data. The results of the quantitative data is supported by the data-depth interviews with five aspects CDOB to 11 person in charge of PBF are willing to respondents.

The results showed that the products supplied by the PBF in the province of Bangka-Belitung the drug-free, drug-free is limited, hard drugs, drugs, cosmetics, psychotropic drugs, vaccines, milk, beverages, food. Implementation of drug distribution in eleven PBF located in the Province of Bangka-Belitung were reviewed by HK.00.05.3.2522 in the SOP of the aspects of quality management(72,72%), organizational structure and personnel aspects of documentation known 100% compliant. Quantitative data is then clarified by depth interview data showed that the contents of the general SOP title, number, document revisions, number of pages, document reference, description of the distribution process, from aspects of personnel in terms of the number of employees is sufficient; eleven PBF have documentation, information on the distribution of the document include: date of delivery, the name and address of the destination, the dosage form, product name, strength, quantity, batch number and expire date. Meanwhile, in the aspect of self-inspections PBF only 9 (81.81%) who carry out self-inspections while on aspects of building and equipment only 9 PBF (81.81%) who had a temperature controller. The existence of PBF were not inspected themselves or have a temperature control is not so important because according to the results of in-depth interviews. So we can conclude that not all PBF in the Province of Bangka-Belitung by applying CDOB according to SK. Badan POM Number: HK.00.05.3.2522.

.


(14)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL..………... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI ... v

KATA PENGANTAR... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... viii

INTISARI... ix

ABSTRACT... x

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR LAMPIRAN……… xvii

BAB I PENGANTAR... 1

A. Latar Belakang... 1

1. Permasalahan... 3

2. Keaslian penelitian... 4

3. Manfaat penelitian... 5

B. Tujuan Penelitian... 5


(15)

xii

A. Praktik Kefarmasian... 7

B. Pedagang Besar Farmasi (PBF)………... 7

1. Definisi Pedagang Besar Farmasi………. 7

2. Penanggung jawab PBF ……… 11

3. Dokumentasi………. 12

C. Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB)... 12

1. Manajemen mutu... 17

2. Personalia... 18

3. Bangunan dan peralatan... 21

4. Dokumentasi... 25

5. Inspeksi diri... 33

D. Keterangan Empiris …... 34

BAB III METODE PENELITIAN... 35

A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 35

B. Definisi Operasional... 35

C. Instrumen Evaluasi... 36

D. Subyek Penelitian... 37

E. Tata Cara Penelitian... 37

1. Studi pustaka... 37

2. Pembuatan instrumen penelitian... 37

3. Pengambilan data... 38


(16)

xiii

F. Waktu dan Tempat Penelitian... 39

G. Analisis Data... 39

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 40

Pelaksanaan CDOB pada PBF di Propinsi Bangka-Belitung…….. 40

1. Manajemen mutu... 41

2. Personalia ... 46

3. Bangunan dan peralatan... 58

4. Dokumentasi ... 61

5. Inspeksi diri... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 69

B. Saran... 70

DAFTAR PUSTAKA... 71

LAMPIRAN... 74


(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Syarat kontrol suhu penyimpanan obat………... 23 Tabel II. Syarat kondisi penyimpanan... 24

Tabel III. Perbandingan jumlah jenis sediaan farmasi yang dikelola

masing- masing PBF di Provinsi Bangka-Belitung.... …….... 41 Tabel IV. Perbandingan jumlah PBF terhadap jenis SOP yang ada PBF

di Provinsi Bangka Belitung... 45

Tabel V. Perbandingan jenis pelatihan yang diikuti PBF

di Provinsi Bangka –Belitung………... 56 Tabel VI. Perbandingan jumlah sirkulasi udara di PBF

di Provinsi Bangka – Belitung... 59 Tabel VII. Jumlah perbandingan PBF yang memiliki monitoring /

temperatur dan kelembaban di Provinsi Bangka-Belitung…… 61 Tabel VIII. Perbandingan jumlah total jenis Dokumentasi keseluruhan PBF

dengan total per masing-masing dokumentasi yang ada

di Provinsi Bangka-Belitung... 62

Tabel IX. Perbandingan jumlah PBF di Provinsi Bangka-Belitung


(18)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Cycle distribution ... 16

Gambar 2. Cara melindungi produk dari sinar matahari... 23

Gambar 3. Kriteria rak/pallets yang baik... 25

Gambar 4. Perbandingan jumlah pembuat SOP berdasarkan keahlian di PBF di Provinsi Bangka-Belitung... 46

Gambar 5. Perbandingan jumlah pendidikan terakhir penanggung-jawab PBF di provinsi Bangka-Belitung……… 47

Gambar 6. Perbandingan jumlah Karyawan di PBF Bangka-Belitung……….. 48

Gambar 7. Lama bekerja penanggung-jawab di PBF tempat bekerja di Provinsi Bangka-Belitung ... 50

Gambar 8. Struktur Organisasi PT. H………... 51

Gambar 9. Struktur Organisasi PT. D………...…... 52

Gambar 10. Strukur Organisasi PT. J…………..………. 53

Gambar 11. Strukur Organisasi PT. I……….………... 54

Gambar 12. Strukur Organisasi Struktur Organisasi PT. B……….. 55

Gambar 13. Perbandingan jumlah frekuensi diadakan pelatihan dalam 1 tahun terakhir di PBF Provinsi Bangka-Belitung... 57

Gambar 14. Perbandingan jumlah sistem distribusi di tempat penyimpanan obat di gudang pada PBF di Provinsi Bangka-Belitung... 58


(19)

xv

di Propinsi Bangka-Belitung………... 65 Gambar 16. Perbandingan jumlah penyelenggara inspeksi internal pada

PBF di Propinsi Bangka-Belitung... 66

Gambar 17. Perbandingan jumlah frekuensi diadakan inspeksi internal

pada PBF di Propinsi Bangka-Belitung ... 67

Gambar 18. Perbandingan jumlah penyelenggara inspeksi eksternal

pada PBF di Propinsi Bangka-Belitung…... 67 Gambar 19. Perbandingan jumlah Frekuensi diadakan inspeksi


(20)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data profil penanggung jawab Pedagang Besar Farmasi

(PBF) di Provinsi Bangka Belitung……… 75

Lampiran 2. Pelaksanaan CDOB pada PBF di Provinsi Bangka-Belitung ……….………... 76

Lampiran 3. Manajemen Mutu………... 77

Lampiran 4. Personalia……….. 78

Lampiran 5. Bangunan dan peralatan………... 78

Lampiran 6. Dokumentasi………... 79

Lampiran 7. Inspeksi diri………... 80

Lampiran 8. Wawancara ……… 82

Lampiran 9. Quisioner... 103

Lampiran 13. Struktur organisasi... 112


(21)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Di era globalisasi saat ini, banyak pedagang besar farmasi yang telah

berkembang di Indonesia. Jumlah PBF yang terdata di Indonesia mencapai 2.821

PBF yang mengedarkan berbagai macam sediaan farmasi sebanyak 79.045 macam

yang tersebar di 33 provinsi, demikian pula di Provinsi Bangka-belitung dimana

terdapat 11 PBF yang tersebar secara dalam dua wilayah territorial yakni di Kota

Pangkalpinang terdapat 9 PBF sedangkan di Kabupaten Belitung ada 2 PBF yang

mengedarkan 12 macam sediaan farmasi. Sediaan farmasi harus aman,

berkhasiat/bermanfaat, bermutu dan terjangkau oleh para konsumennya. Oleh

karena itu diperlukan suatu sistem pengawasan obat secara komprehensif

termasuk pada jaringan distribusi obat agar obat yang didistribusikan terjamin

mutu, khasiat, keamanan, dan keabsahan obat sampai ke tangan konsumen.

(Putera, 2012).

Pedagang besar farmasi (PBF) merupakan perusahaan berbadan hukum

yang telah memiliki izin untuk melakukan proses pengadaan, penyimpanan,

maupun penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar yang telah diatur

dalam ketentuan perundang-undangan. PBF wajib memiliki seorang Apoteker

sebagai penanggung jawab untuk menjamin mutu dan kualitas dari obat yang

didistribusikan berdasarkan Peraturan Pemerintah No 51 tahun 2009 pasal 14 ayat


(22)

sistem Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) sehingga keamanan, khasiat, dan

kualitas obat yang didistribusikan oleh PBF tetap terjamin sejak dari penyimpanan

hingga sampai ke tangan konsumen (Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,

2009).

CDOB adalah suatu sistem distribusi obat dan sediaan farmasi yang

meliputi aspek manajemen mutu, personalia, bangunan dan peralatan,

dokumentasi, inspeksi diri yang dikeluarkan oleh Badan POM. Penerapan CDOB

oleh PBF ditujukan untuk menjamin dan memastikan mutu obat dan sediaan

farmasi sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan

penggunaannya. Aspek manajemen mutu dalam penerapan CDOB harus ada

sebuah dokumen kebijakan kualitas yang menjelaskan intensitas dan arah

kebijakan distribusi yang secara resmi ditandatangani oleh manajemen yakni

berupa Standar Operasional Prosedur yang berfungsi sebagai jaminan kontrol

kualitas obat yang masuk ke PBF. Aspek personalia berkaitan dengan struktur

organisasi PBF yang mengacu kepada PP Nomor 51 tahun 2009. Aspek bangunan

dan peralatan merupakan parameter standar minimum sarana dan prasarana yang

dimiliki PBF kondisi penyimpanan sediaan farmasi harus memiliki alat

pengontrol udara sehingga sediaan farmasi yang disimpan tidak mengalami

kerusakan selama proses penyimpanan, sehingga dapat terjamin keamanan dan

kualitasnya. Aspek dokumentasi meliputi sistem administratif dan pencatatan

seluruh kegiatan distribusi obat sebagai kontrol sediaan farmasi yang masuk dan


(23)

dalam pelaksanaan CDOB untuk melakukan tindakan evaluasi dan tindakan

perbaikan yang meliputi seluruh aspek CDOB (BPOM RI, 2007).

Seluruh ketentuan tersebut wajib dilaksanakan oleh PBF yang diatur

dalam Peraturan Pemerintah no.51 tahun 2009 dan keputusan kepala badan POM

nomor: HK.00.05.3.2522. Tidak menutup kemungkinan adanya PBF yang belum

melaksanakan ketentuan-ketentuan tersebut karena berbagai faktor. Obat yang

didistribusikan oleh PBF yang tidak melaksanakan ketentuan tersebut berpotensi

tidak terjamin keamanan, khasiat dan kualitasnya sehingga dapat merugikan

konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran pelaksanaan

apakah peraturan tersebut telah dilaksanakan oleh PBF di Provinsi Bangka

Belitung.

1. Permasalahan

a. Apakah sebelas PBF di Provinsi Bangka-Belitung sudah melaksanakan CDOB

sesuai Keputusan Kepala Badan POM nomor: HK.00.05.3.2522 ?

b. Apakah gambaran pelaksanaan distribusi obat di sebelas PBF yang berada di

Provinsi Bangka-Belitung sudah sesuai dengan HK.00.05.3.2522 yang

meliputi:

1) Aspek manajemen mutu berkaitan dengan pelaksanaan standar

operasional prosedur

2) Aspek personalia berkaitan dengan dilaksanakan atau tidak struktur


(24)

3) Aspek bangunan dan peralatan berkaitan dengan pelaksanaan

pengontrolan kondisi ruangan.

4) Aspek Dokumentasi berkaitan dengan dilaksanakan atau tidak kegiatan

dokumentasi

5) Inspeksi diri berkaitan dengan dilaksanakan atau tidak kegiatan

inspeksi diri

2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan, penulis menemukan beberapa

penelitian yang menyerupai dengan cara distribusi obat yang baik pada pedagang

besar farmasi:

a. Evaluasi cara distribusi obat yang baik (CDOB) pada pedagang besar

farmasi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) oleh Antonius

Ade Purnama Putera (2010). Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu

menggambarkan dan mengungkapkan suatu masalah, keadaan, peristiwa

mengenai pelaksanaan CDOB pada PBF di provinsi Yogyakarta. Hasil

penelitian terdapat 30% penanggung jawab PBF yang merupakan seorang

apoteker. Evaluasi Pelaksanaan CDOB ialah Manajemen Mutu 96,6%,

Personalia sebesar 79,3%, Bangunan dan Peralatan sebesar 58,6% tidak

mempunyai monitoring kelembaban, Dokumentasi sebesar 96,6% PBF

mempunyai dokumentasi dan 89,7 % PBF melakukan inspeksi diri.

Perbedaan penelitian terletak pada jumlah populasi yakni sebanyak 29


(25)

Bangka-Belitung. Perbedaan kedua terletak pada daerah yang diteliti, peneliti

melakukan penelitian di Provinsi Bangka-Belitung.

3. Manfaat penelitian

Manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah:

a. Manfaat teoritis. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data

evaluasi cara distribusi obat yang baik meliputi ada tidaknya; SOP,

stuktur organisasi, dokumentasi, peralatan pengontrol ruangan, dan

inspeksi diri pada PBF yang dibutuhkan peneliti lain yang akan

melakukan penelitian serupa.

b. Manfaat praktis. Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh PBF di

Provinsi Bangka-Belitung sebagai data evaluasi untuk mengetahui

kelemahan sistem distribusi obat yang dilakukan sehingga dapat

digunakan untuk perbaikan pada masing-masing PBF tersebut.

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran pelaksanaan cara

distribusi obat yang baik pada sebelas pedagang besar farmasi di provinsi

bangka-belitung berdasarkan keputusan kepala badan POM nomor: HK.00.05.3.2522.

2. Tujuan khusus

Untuk mencapai tujuan umum maka penelitian ini secara khusus


(26)

a. Mengidentifikasi gambaran pelaksanaan distribusi obat di sebelas PBF

yang berada di provinsi Bangka-Belitung terhadap HK.00.05.3.2522

yang meliputi:

1) Aspek manajemen mutu berkaitan dengan pelaksanaan standar

operasional prosedur

2) Aspek personalia berkaitan dengan dilaksanakan atau tidak struktur

organisasi.

3) Aspek bangunan dan peralatan berkaitan dengan pelaksanaan

pengontrolan kondisi ruangan.

4) Aspek Dokumentasi berkaitan dengan dilaksanakan atau tidak

kegiatan dokumentasi

5) Inspeksi diri berkaitan dengan dilaksanakan atau tidak kegiatan


(27)

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Praktek Kefarmasian

Berdasarkan Undang-Undang No 36 tahun 2009 bahwa dalam praktek

kefarmasian membutuhkan seorang tenaga kefarmasian yang berfungsi untuk

mengatur pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, dan

pendistribusian obat. Tenaga kefarmasian tersebut telah diatur dalam Peraturan

Pemerintah No 51 tahun 2009 di mana dalam undang-undang tersebut mengatur

tenaga teknis kefarmasian dan apoteker. Tenaga teknis kefarmasian terdiri dari

sarjana farmasi, ahli madya farmasi, analis farmasi, dan tenaga menengah farmasi.

Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah

mengucapkan sumpah jabatan. Berdasarkan UU tersebut fasilitas distribusi (PBF)

wajib memiliki apoteker sebagai penanggung-jawab PBF (Menteri Kesehatan,

2009).

B. Pedagang Besar Farmasi (PBF)

Distributor merupakan badan atau orang yang berwenang atau yang

berhak mendistribusikan perangkat medis sesuai dengan ketentuan per

undang-undangan atau hukum yang bersifat memaksa (Tanzania Food And Drugs

Authority, 2010). Distributor adalah perusahaan / pihak yang ditunjuk oleh

prinsipal untuk memasarkan dan menjual barang-barang prinsipalnya dalam

wilayah tertentu untuk jangka waktu tertentu, tetapi bukan sebagai kuasa prinsipal.

Distributor tidak bertindak untuk dan atas nama prinsipalnya, tetapi bertindak


(28)

prinsipalnya dan kemudian ia menjualnya kepada para pembeli di dalam wilayah

yang diperjanjikan oleh prinsipal dengan distributor tersebut. Segala akibat

hukum dari perbuatannya menjadi tanggung jawab distributor itu sendiri

(Suryawan, 2006).

Pedagang Besar Farmasi (PBF) dalam penyaluran produk farmasi dapat

bertindak sebagai Distributor dan Sub Distributor, yang diatur dalam Keputusan

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 23/MPR/KEP/I/1998 tentang

Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan, BAB I, Ketentuan Umum, Pasal 1:

distributor utama adalah perorangan atau badan usaha yang bertindak atas

namanya sendiri yang ditunjuk oleh pabrik atau pemasok untuk melakukan

pembelian, penyimpanan, penjualan serta pemasaran barang dalam partai besar

secara tidak langsung kepada konsumen akhir terhadap barang yang

dimiliki/dikuasai oleh pihak yang menunjuknya (Keputusan Menteri Perindustrian

dan Perdagangan, 1998).

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun

2009 dikatakan bahwa pedagang besar farmasi adalah perusahaan berbentuk

badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran

perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai ketentuan, yang tertuang dalam Bab

I Ketentuan umum pasal 12 (Peraturan - Pemerintah No 51, 2009).

Menurut PERMENKES No. 918 tahun 1993, pedagang besar farmasi

adalah badan hukum perseroan terbatas atau koperasi yang memiliki izin untuk

pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar


(29)

Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1148/MENKES/PER/VI/2011

bahwa pedagang besar farmasi, yang selanjutnya disingkat PBF adalah

perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan,

penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan (Kepmenkes, 2011).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor:199/MENKES/SK/III/1996, pedagang besar farmasi yang melaksanakan

impor, produksi, dan distribusi narkotika di Indonesia hanya PT. Kimia Farma

saja, sehingga tidak ada PBF lain selain PT. Kimia Farma yang mengelola

Narkotika. PT. Kimia Farma merupakan salah satu perusahaan milik negara

sehingga memiliki kewenangan berdasarkan undang-undang narkotika tersebut

untuk menyalurkan narkotika (Menteri Kesehatan, 2009).

Menurut pasal 15 UU nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika dikatakan

bahwa menteri memberi izin kepada 1 (satu) perusahaan pedagang besar farmasi

milik negara yang telah memiliki izin sebagai importir sesuai dengan peraturan

perundang-undangan untuk melaksanakan impor narkotika, pada UU 22 tahun

1997 bahwa yang dapat memberikan izin khusus penyaluran narkotika adalah

menteri kesehatan (Menteri Kesehatan, 2009).

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor: 918/MENKES/PER/X/1993 pasal

18 ayat (2) disebutkan bahwa pedagang besar farmasi yang menyalurkan

narkotika dan psikotropika wajib menyampaikan laporan penyaluran narkotika

dan psikotropika sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku di samping laporan berkala seperti yang disebutkan dalam ayat (1) (Menteri Kesehatan, 1993).


(30)

Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

688/MENKES/PER/VII/1997 tentang peredaran psikotropika, disebutkan

pengertian dari pedagang besar farmasi adalah perusahaan yang memiliki izin dari

menteri untuk melakukan kegiatan penyaluran sediaan farmasi, termasuk

psikotropika dan alat kesehatan (Menteri Kesehatan, 1997).

Dapat disimpulkan bahwa pedagang besar farmasi merupakan

perusahaan yang mendapatkan ijin dari menteri untuk mengadakan pengadaan,

penyimpanan, penyaluran obat, sediaan farmasi, psikotropika dan narkotika

berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta pedagang besar

farmasi dilarang menjual perbekalan farmasi secara eceran, baik ditempat

kerjanya ataupun ditempat lain dan juga pedagang besar farmasi dilarang

melayani resep dokter, dilarang melakukan pengadaan, penyimpanan dan

penyaluran narkotika dan psikotropika tanpa izin khusus dari menteri.

Berdasarkan PERMENKES No 918 tentang persyaratan Pedagang besar

Farmasi pasal (5) Pedagang Besar Farmasi wajib memenuhi persyaratan sebagai

berikut:

a. Dilakukan oleh badan hukum berbentuk perseroan terbatas, koperasi,

perusahaan nasional maupun perusahaan patungan antara perusahaan

penanaman modal asing yang telah memperoleh izin usaha industi

farmasi di Indonesia dengan perusahaan nasional.


(31)

c. Memiliki asisten apoteker atau apoteker penanggung jawab yang

bekerja penuh.( Dalam PP No. 51 tahun 2009 diwajibkan

penanggung-jawab PBF adalah seorang apoteker).

d. Anggota direksi tidak pernah terlibat pelanggaran ketentuan

perundang-undangan di bidang farmasi.

1. Penanggung Jawab PBF

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun

2009 pada Bab II Penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian Pasal 14 Ayat (1)

berbunyi “ Setiap Fasilitas Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat harus memiliki seorang Apoteker sebagai penggung jawab, kemudian pada

pasal 14 ayat (2) dikatakan “ Apoteker sebagai penanggung jawab sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh apoteker pendamping dan/atau Tenaga

teknis kefarmasian. Dalam Peraturan menteri Kesehatan Nomor: 918

/MENKES/PER/X/1993 pada Bab III Persyaratan Pedagang Besar Farmasi Pasal

7 ayat (1) “kewajiban yang dimaksud dalam pasal 6 dipertanggungjawabkan oleh penanggung jawab teknis seorang apoteker atau asisten apoteker yang mempunyai

izin kerja, pada pasal 7 ayat (2) “Kewajiban yang dimaksud dalam pasal 6 khusus untuk pedagang besar farmasi yang menyalurkan bahan baku obat, wajib

dipertanggungjawabkan seorang apoteker yang mempunyai izin kerja. Bagi PBF

yang sekarang ini belum mempunyai Apoteker sebagai Penanggung jawab diberi

waktu selambat - lambatnya 3 tahun semenjak Peraturan Pemerintah 51


(32)

2. Dokumentasi

Dokumentasi menurut Pedoman CDOB yang dikeluarkan Badan POM

adalah seluruh prosedur, instruksi dan catatan tertulis yang berhubungan dengan

distribusi obat. Di dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.

1191/Menkes/SK/IX/2002 dikatakan bahwa Pedagang Besar Farmasi mempunyai

kewajiban dalam melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan dan

penyaluran secara tertib ditempat usahanya mengikuti pedoman teknis yang

ditetapkan oleh Menteri. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009

pasal 17 juga dikatakan bahwa pekerjaan kefarmasian yang berkaitan dengan

proses distribusi atau penyaluran Sediaan Farmasi pada Fasilitas Distribusi atau

Penyaluran Sediaan Farmasi wajib dicatat oleh Tenaga Kefarmasian sesuai

dengan tugas dan fungsinya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa di Pedagang Besar

farmasi (PBF) harus mempunyai dokumentasi yang berkaitan dengan seluruh

proses distribusi yang dilakukan oleh Tenaga Kefarmasian.

C. Cara Distribusi Obat Yang Baik (CDOB)

Definisi distribusi itu sendiri adalah setiap kegiatan atau serangkaian

kegiatan penyaluran atau penyerahan obat baik dalam rangka perdagangan, bukan

perdagangan atau pemindah tanganan. Distribusi merupakan pembagian dan

pergerakan produk farmasi dari produsen dengan berbagai metode transportasi ke

tempat penyimpanan atau langsung menuju ke lembaga kesehatan, yang


(33)

Distribusi merupakan perpindahan barang dari produsen menuju lembaga

kesehatan (Tanzania food and drugs authority, 2007),. Sementara menurut

Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, (2010), distribusi

merupakan suatu rangkaian kegiatan dalam rangka pengeluaran dan pengiriman

obat-obatan yang bermutu, terjamin keabsahan serta tepat jenis dan jumlah dari

gudang obat secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan unit-unit

pelayanan kesehatan. Dari pustaka-pustaka di atas, dapat disimpulkan bahwa

distribusi adalah perpindahan barang dari produsen (industri farmasi) menuju

sarana maupun fasilitas kesehatan.

Cara distribusi obat yang baik yang selanjutnya disingkat CDOB adalah

cara distribusi penyaluran obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk

memastikan mutu sepanjang jalur distribusi/penyaluran sesuai persyaratan dan

tujuan penggunaannya. Cara distibusi obat yang baik berdasarkan Tanzania food

and drugs authority (2007) merupakan bagian dari jaminan mutu yang menjamin

kualitas barang yang dipertahankan melalui kontrol yang memadai di seluruh

berbagai kegiatan yang terjadi selama proses distribusi. Sedangkan menurut WHO

(2005), cara distribusi yang baik adalah bagian dari pemastian mutu yang

memastikan bahwa kualitas dari produk farmasi dipertahankan melalui kontrol

yang memadai di seluruh berbagai kegiatan yang terjadi selama proses distribusi.

Oleh karena itu dapat disimpulkan, cara distribusi obat yang baik merupakan

suatu kegiatan untuk menjaga/mempertahankan mutu barang sediaan farmasi


(34)

Sediaan farmasi adalah obat, bahan, bahan obat, obat tradisional dan

kosmetika yang terdapat di dalam Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009.

Obat juga dikelompokkan ke dalam obat keras, obat keras tertentu dan obat

narkotika harus diserahkan kepada pasien oleh apoteker. Pengelolaan perbekalan

farmasi adalah suatu proses yang merupakan siklus kegiatan, dimulai dari

pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,

pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang

diperlukan bagi kegiatan pelayanan (Direktorat Jenderal Bina kefarmasian dan

alat kesehatan RI, 2006).

Definisi fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi yaitu

pedagang besar farmasi dan instalasi sediaan farmasi. Adapun pelaksanaan

pekerjaan kefarmasian meliputi: Pekerjaan kefarmasian dalam distribusi atau

penyaluran sediaan farmasi. Sebagaimana yang telah tertuang dalam Pasal 14

maka fasilitas distribusi dan penyaluran sediaan farmasi harus mengikuti Cara

Distribusi Obat yang Baik yang ditetapkan oleh menteri dan juga tertulis dalam

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor: HK.00.05.3.2522

Tahun 2003 Tentang Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik

(Peraturan-Pemerintah No 51 tentang pekerjaan kefarmasian, 2009).

Pada keputusan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tentang

penerapan cara distribusi obat yang baik (CDOB) memutuskan CDOB

sebagaimana dimaksud dalam keputusan ini merupakan pedoman cara distribusi

obat yang baik yang meliputi aspek manajemen mutu, personalia, bangunan dan


(35)

menerapkan cara distribusi obat yang baik (CDOB) dalam seluruh aspek dan

rangkaian kegiatan distribusi obat. Tujuan utama pelaksanaan distribusi obat yang

baik adalah terselenggaranya suatu sistem jaminan kualitas oleh distributor, yaitu:

1. Menjamin penyebaran obat secara merata dan teratur agar dapat tersedia

pada saat diperlukan.

2. Terlaksananya pengamanan lalu lintas dan penggunaan obat tepat sampai

kepada pihak yang membutuhkan secara sah untuk melindungi masyarakat

dari kesalahan penggunaan atas penyalahgunaan.

3. Menjamin keabsahan dan mutu agar obat yang sampai ke tangan konsumen

adalah obat yang efektif, aman dan dapat digunakan sesuai tujuan

penggunaannya.

4. Menjamin penyimpanan obat aman dan sesuai kondisi yang dipersyaratkan,

termasuk selama transportasi (Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI,

2007).

Keempat poin di atas dapat dicapai apabila penanggung jawab PBF

adalah seorang Apoteker (Peraturan - Pemerintah, 2009).

Menurut Quick. D. J (1997), siklus distribusi meliputi: Port clearing

(pelabuhan kliring) dimana langkah pertama dalam memesan obat-obatan agar

tersedia untuk pendistribusian intinya adalah mengidentifikasi barang kiriman,

memproses dokumen penting tentang kiriman obat yang tiba di pelabuhan,

Receipt and inpection (penerimaan dan pemeriksaan) setelah barang sampai,

pemeriksaan harus dilakukan apakah ada barang yang rusak atau hilang untuk


(36)

dipesan. Inventory control (pengendalian persediaan) ditujukan untuk melihat arus

obat-obatan yang keluar dan masuk untuk menghindari pencurian dan korupsi.

Storage (penyimpanan) bertaraf nasional. Lokasi layak, kontruksi, organisasi dan

pemeliharaan fasilitas penyimpanan akan membantu kualitas obat, memperkecil

pencurian dan memelihara supply langganan tetap untuk fasilitas kesehatan.

Requisition of supplies (daftar permintaan pasokan) formulir dan prosedur

permintaan adalah bagian kunci sistem inventaris kontrol. Delivery (pengiriman)

manajemen transpor seharusnya memilih metode transpor dengan hati-hati dan

jadwal pengiriman yang realistik dan sistematik untuk menyediakan tepat waktu

dan pelayanan ekonomi. Dispensing to patient (penyerahan ke pasien) proses

distribusi mencapai tujuan dimana obat sampai pada rumah sakit, klinik, pusat

kesehatan, penulis resep. Consumption reporting ( pelaporan konsumsi)

penutupan jaringan dalam siklus distribusi adalah arus informasi dalam konsumsi

dan menyeimbangkan stock. Drugs procurement (pengadaan obat) dimana

obat-obat yang telah tersedia untuk dikirim ke fasilitas-fasilitas kesehatan (Quick,

1997).


(37)

Agar jaringan dalam pendistribusian obat dapat terlaksana dengan baik,

maka harus diperhatikan aspek penting yaitu :

1. Manajemen mutu

Dalam suatu organisasi, quality assurance merupakan bagian dari

manajemen kualitas. Harus ada prosedur untuk menjamin bahwa obat

didistribusikan dan diperoleh dari sumber resmi. Oleh karena itu dalam

pelaksanaan penerapan CDOB diperlukan Sistem Operasional Prosedur (SOP)

untuk setiap kegiatan operasionalnya (Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI,

2007).

Definisi dari Standar Prosedur Operasional (SPO) adalah suatu perangkat

instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses

kerja rutin tertentu/standar prosedur operasional memberikan langkah yang benar

dan yang terbaik berdasarkan konsensus bersama untuk melaksanakan berbagai

kegiatan dan fungsi pelayanan yang dibuat oleh sarana pelayanan kesehatan

berdasarkan standar profesi (Peraturan-Pemerintah, 2004). Definisi SOP yang

tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 51 adalah prosedur tertulis berupa

petunjuk operasional tentang pekerjaan kefarmasian. SOP merupakan sebuah

prosedur tertulis untuk memberi perintah menjalankan operasi (Tanzania Food

And Drugs Authority, 2010).

Menurut Stup (2001), SOP merupakan suatu rangkaian instruksi tertulis

yang mendokumentasikan kegiatan atau proses rutin yang terdapat dalam suatu

organisasi. Dapat disimpulkan bahwa SOP merupakan sebuah instruksi (perintah)


(38)

suatu proses agar dapat berjalan dengan baik sesuai dengan fungsinya. Tujuan dari

SOP adalah untuk menjaga konsistensi dan tingkat kinerja karyawan atau operator

dalam suatu organisasi, mengetahui dan memperjelas alur tugas, wewenang dan

tanggung jawab karyawan, untuk melindungi organisasi dan karyawan dari

kesalahan administrasi (Stup, 2001).

2. Personalia

Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang sangat

penting dalam suatu perusahaan disamping faktor lain yaitu modal. Oleh karena

itu, sumber daya manusia perlu dikelola dengan baik untuk meningkatkan

efektifitas dan efisiensi organisasi, sebagai salah satu fungsi dalam perusahaan

yang dikenal dengan manajemen sumber daya manusia (MSDM). Beberapa

pengertian dari manajemen sumber daya manusia adalah sebagai berikut

manajemen sumber daya manusia merupakan kebijakan dan praktik menentukan

aspek manusia atau sumber daya manusia dalam posisi manajemen, termasuk

merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan, dan penilaian (Dessler,

2003). Manajemen sumber daya manusia merupakan aktivitas-aktivitas yang

dilaksanakan agar sumber daya manusia di dalam organisasi dapat digunakan

secara efektif guna mencapai berbagai tujuan (Simamora, 2004).

Manajemen sumber daya manusia (MSDM) berhubungan dengan

sistem rancangan formal dalam suatu sistem organisasi untuk menentukan

efektivitas dan efisiensi dilihat dari bakat seseorang untuk mewujudkan sasaran


(39)

rasional kegiatan sejumlah orang untuk mencapai beberapa tujuan umum melalui

pembagian kerja dan fungsi melalui hirarki otoritas dan tanggung jawab serta

organisasi juga mempunyai karakteristik tertentu yaitu mempunyai struktur,

tujuan, saling berhubungan satu bagian dengan bagian lain dan tergantung pada

komunikasi anggotanya untuk mengkoordinasi aktifitas dalam program itu.

Selanjutnya Kochler tahun 2001 (cit., Samsi, 2004) mengatakan bahwa organisasi

adalah sistem hubungan yang terstruktur yang mengkoordinasi usaha suatu

kelompok untuk mencapai tujuan tertentu, sedangkan pendapat Wright tahun

2001 (cit., Samsi, 2004) mengatakan bahwa organisasi adalah suatu bentuk

sisteim terbuka dari aktivitas yang terkoordinasi oleh dua orang atau lebih untuk

mencapai tujuan bersama. Walaupun kedua pendapat mengenai organisasi

tersebut kelihatan berbeda perumusannya tetapi ada tiga hal yang sama-sama

dikemukakan yaitu: (1) organisasi merupakan sebuah sistim, (2)

mengkoordinasikan aktivitas, (3) mencapai tujuan bersama (Samsi, 2004).

Diperlukan struktur organisasi untuk menunjang pelaksanaan operasional

yang baik bagi suatu distributor. Struktur organisasi perusahaan hendaklah

dibentuk untuk menunjang pelaksanaan kegiatan yang baik bagi suatu distributor.

Dengan adanya struktur organisasi, setiap karyawan mengetahui tugas dan

tanggung jawabnya (Badan POM RI, 2007). Dalam struktur organisasi biasanya

berisi cara-cara yang dipakai untuk membagi, mengorganisasikan dan

mengkoorganisasi kegiatan organisasi sehingga dengan adanya struktur organisasi

setiap karyawan dalam organisasi dapat mengerti peranan, tugas dan tanggung


(40)

Agar pekerjaan berjalan dengan efisien dan efektif, maka pemilihan

karyawan harus dengan kualifikasi yang sesuai. Menurut Tanzania food and drugs

authority kunci dari personil yang baik adalah bertanggung jawab atas operasi

pergudangan serta harus memiliki kemampuan sesuai pengetahuan dan

pengalaman, untuk tugas yang diberikan kepada mereka. Setiap personil

perusahaan dituntut agar dapat bekerja efektif, efisien, kualitas dan kuantitas

pekerjannya baik, sehingga daya saing perusahaan semakin besar. Pengembangan

ini dilakukan untuk tujuan nonkarir maupun karir bagi para karyawan baru atau

lama melalui pelatihan atau pendidikan (Hasibuan, 2001). Manajemen adalah

fungsi yang berhubungan dengan mewujudkan hasil tertentu melalui kegiatan

orang-orang. Hal ini berarti bahwa sumber daya manusia berperan penting dan

dominan dalam manajemen (Hasibuan, 2001).

Manajer adalah para eksekutif yang dikontrak oleh organisasi untuk

mengkoordinasi dengan tujuan untuk mengarahkan karyawan agar dapat bekerja

dengan baik sesuai dengan tugas yang telah ditetapkan pada masing-masing

karyawan. Tugas seorang manajer adalah mengendalikan operasi sehari-hari yang

dilakukan oleh perusahaan (Young, 2009). Rentang manajemen sudah diterima

secara umum bahwa jumlah maksimum bawahan yang dapat diawasi dengan baik

oleh seorang manajer adalah antara 8 sampai 10 orang (Wahjono, 2009).

Petugas yang memegang peranan dan wewenang dalam hal penyimpanan

obat-obatan serta penyaluran obat harus mempunyai kualifikasi kemampuan serta

pengalaman untuk menjamin produk-produk tersebut disimpan dan disalurkan


(41)

yang terkait dengan tugasnya sehingga memiliki pengetahuan, keterampilan dan

kemampuan sesuai dengan tugasnya. Selain itu seluruh karyawan harus diberi

pelatihan tentang sanitasi dan hygiene. Seluruh karyawan harus memiliki

kesehatan fisik dan mental yang baik sehingga mampu melaksanakan tugasnya

secara professional dan bertanggung jawab (Badan Pengawasan Obat dan

Makanan RI, 2007).

Seluruh karyawan yang langsung ikut serta dalam kegiatan

pendistribusian obat, mendapat pelatihan CDOB. Pengetahuan tentang hazardous

obat (seperti toksisitas dan produk infectious/sensitif) harus diberikan selama

pelatihan. Harus ada SOP pertolongan pertama dan peralatan yang berhubungan

dengan keadaan darurat. Pelatihan hendaklah diberikan oleh tenaga kompeten dan

dijalankan secara berkesinambungan dan dengan frekuensi yang memadai untuk

menjamin agar karyawan terbiasa dengan persyaratan CDOB yang berkaitan

dengan tugasnya (Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI, 2007).

3. Bangunan dan peralatan

Bangunan untuk menyimpan obat dibangun dan diperlihara untuk

melindungi obat yang disimpan dari pengaruh temperatur dan kelembaban, banjir,

rembesan melalui tanah, masuk dan bersarangnya binatang kecil, tikus, burung,

serangga dan binatang lain. Mempunyai bangunan yang cukup luas, tetap kering

dan tersedia ruang terpisah untuk penyimpanan produk tertentu (narkotika,


(42)

Syarat gudang penyimpanan khusus narkotika yaitu dinding terbuat dari

tembok dan hanya mempunyai satu pintu dengan 2 (dua) buah kunci yang kuat

dengan merek yang berlainan, langit-langit dilengkapi dengan jeruji besi,

dilengkapi dengan lemari besi yang tidak kurang dari 150 kilogram dan

mempunyai kunci yang kuat (Menteri Kesehatan RI, 2009). Bangunan harus

memiliki sirkulasi udara yang baik dan selalu dalam keadaan bersih (Menteri

Kesehatan RI, 2009). Jika tidak ada instruksi penyimpanan khusus yang

diberikan, kondisi penyimpanan diberlakukan secara normal. Kondisi

penyimpanan yang normal untuk obat telah didefinisikan sebagai penyimpanan

dalam tempat yang kering, yakni tempat yang berventilasi baik pada suhu + 15ºC

sampai + 25ºC, atau tergantung pada kondisi iklim, hingga + 30ºC. Suhu 15ºC

sampai 25 atau 30ºC diasumsikan adalah zona ber-AC. Oleh karena itu,

kelembaban perlu dikontrol. Di wilayah beriklim subtropis, kisaran suhu ini dapat

dicapai tanpa AC, tetapi kontrol kelembaban mungkin masih diperlukan (United

Nations High Commissioner for Refugees, 2006). Untuk mengurangi efek

kelembaban diperlukan:

1. Ventilasi: jendela terbuka atau ventilasi terbuka dari gudang untuk

memungkinkan sirkulasi udara. Dipastikan jendela memiliki tirai untuk

menahan masuknya serangga dan burung.

2. Sirkulasi: gunakan kipas untuk membuat sirkulasi udara dari luar-dalam

lancar

3. AC: jika memungkinkan, gunakan AC untuk mengatur suhu ruangan


(43)

Untuk melindungi produk dari sinar matahari antara lain:

1. Menutup jendela atau menggunakan tirai

2. Jauhkan produk dari paparan sinar matahari, terutama produk dalam

bentuk sediaan injeksi

3. Jangan menyimpan atau mengemas produk di bawah sinar matahari

panas (United Nations High Commissioner for Refugees,2006).

Gambar 2. Cara melindungi produk dari sinar matahari (Snow. 2003)

Supaya kondisi obat agar tidak rusak ketika disimpan di dalam gudang

penyimpanan, maka untuk itu diperlukan kontrol suhu untuk menjaga mutu obat

tersebut agar sesuai dengan standar pabrik.

Tabel I. Syarat kontrol suhu penyimpanan obat (Tanzania food and drugs authority, 2010)

Dalam label Pedoman nilai

Lemari pembeku Suhu termostatik dikontrol antara -20 0 C

dan -100 C

kulkas Suhu termostatik dikontrol antara 20 C dan 80 C

Tempat dingin Suhu tidak melebihi 80 C Tempat sejuk Suhu diantara 80 C dan 150 C Suhu ruangan Suhu diantara 150 C dan 300 C


(44)

Panas Suhu diantara 300 C dan 400 C Panas sangat tinggi Suhu diatas 400 C

Tidak boleh disimpan diatas 300 C Suhu diantara 20 C dan 300 C Tidak boleh disimpan diatas 250 C Suhu diantara 20 C dan 250 C Tidak boleh disimpan diatas 150 C Suhu diantara 20 C dan 150 C Tidak boleh disimpan diatas 80 C Suhu diantara 20 C dan 80 C Tidak boleh disimpan diatas 80 C Suhu diantara 80 C dan 250 C

Tabel II. Syarat kondisi penyimpanan menurut label (TANZANIA FOOD AND DRUGS AUTHORITY, 2010)

Dalam label Pedoman nilai

Pelindung dari kelembaban Tidak melebihi 60% kelembaban relatif dalam kondisi normal penyimpanan; untuk penyajian kepada pelanggan harus dalam container yang resisten terhadap kelembaban.

Perlindungan dari cahaya Untuk penyajian kepada pelanggan harus dalam container yang resisten terhadap cahaya.

Bangunan mempunyai penerangan yang cukup untuk dapat

melaksanakan kegiatan dengan aman dan benar. Penyimpanan yang menuntut

ketepatan temperatur dan kelembapan (Badan Nasional Penanggulangan Bencana,

2009). Alat yang digunakan untuk mengukur suhu adalah termometer dan alat

yang digunakan untuk mengukur kelembapan di suatu tempat adalah higrometer

(Wikipedia, 2012). Berdasarkan UNHCR (2006), meletakkan termometer pada

tempat dengan suhu yang paling tinggi di gudang dan memeriksa temperatur saat

ketika cuaca paling panas pada hari itu. Bangunan harus selalu dalam keadaan

bersih, bebas dari tumpukan sampah dan barang-barang yang tidak diperlukan

(United Nations High Commissioner for Refugees, 2006)

Agar mutu obat terjaga, penyimpanan obat sebaiknya tidak kontak

langsung dengan lantai, untuk itu diperlukan rak atau palet dengan kriteria


(45)

1. Minimal 10 cm (4inci) dari lantai

2. Minimal 30 cm (1kaki ) dari dinding dan tumpukan lain

3. Tidak lebih dari 2,5 meter (8 kaki) tinggi untuk penyimpan

Gambar 3. Kriteria rak/pallets yang baik (Snow, 2003)

4. Dokumentasi

Dokumentasi menurut Pedoman CDOB adalah seluruh prosedur,

instruksi dan catatan tertulis yang berhubungan dengan distribusi obat. Di dalam

Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1191/Menkes/SK/IX/2002 dikatakan bahwa

pedagang besar farmasi mempunyai kewajiban dalam melaksanakan dokumentasi

pengadaan, penyimpanan dan penyaluran secara tertib ditempat usahanya

mengikuti pedoman teknis yang ditetapkan oleh menteri. Di dalam Peraturan

Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 pasal 17 juga dikatakan bahwa pekerjaan


(46)

farmasi pada fasilitas distribusi atau penyaluran sediaan farmasi wajib dicatat oleh

tenaga kefarmasian sesuai dengan tugas dan fungsinya. Jadi, dapat disimpulkan

bahwa di PBF harus ada dokumentasi yang berkaitan dengan seluruh proses

distribusi yang dilakukan oleh tenaga kefarmasian (Peraturan-Pemerintah, 2009).

Semua dokumentasi hendaknya dilaksanakan dengan baik dengan

maksud:

a. Untuk menjamin pelaksanaan pengadaan dan distribusi sesuai ketentuan

perundang-undangan

b. Untuk dapat menjamin penyediaan data dan informasi yang akurat dan

aktual pada pemesanan, penerimaan, keadaan stok, penyaluran, dan

sebangainya

c. Untuk dapat menjaga tingkat stok pada kondisi yang dapat menjamin

kelancaran pelayanan

d. Untuk dapat menjamin penerimaan produk yang benar meliputi jumlah,

identitas, kualitas

e. Untuk dapat melakukan dokumentasi yang benar dan lengkap serta

mencatat semua kegiatan yang dilaksanakan dalam pengelolaan pengadaan

dan penyaluran obat.

Dokumentasi sangat penting untuk memastikan bahwa setiap petugas

telah melaksanakan tugas dengan baik dan benar sehingga memperkecil resiko

terjadinya salah tafsir dan kekeliruan yang biasanya timbul karena hanya

mengandalkan komunikasi lisan. Dokumentasi pengelolaan pengadaan dan


(47)

prosedur, metode dan instruksi, catatan, laporan serta jenis dokumentasi lain yang

diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, pengendalian serta evaluasi seluruh

rangkaian kegiatan pengadaan dan penyaluran obat. Dokumentasi dapat dilakukan

secara manual maupun komputerisasi dan hendaklah jelas, lengkap serta disimpan

sekurang-kurangnya lima tahun. sistem dokumen seharusnya memiliki spesifikasi

produk, prosedur dan catatan. seharusnya dokumen dibuat untuk proses audit dan

lisensi (Health Sciences Authority, 2010).

Dokumentasi di PBF meliputi kegiatan pemesanan, penerimaan,dan

penyimpanan:

a. Pemesanan obat

Pesanan dibuat secara tertulis minimal rangkap 2 menggunakan form

surat pesanan sesuai formulir D-1. Setiap surat pesanan seharusnya diberi nomor

secara berurutan, nomor dicetak dengan baik, jelas dan rapi. Apabila karena

sesuatu hal surat pesanan tidak dapat digunakan, maka surat pesanan yang tidak

digunakan ini tetap harus diarsipkan dengan diberi tanda pembatalan yang jelas.

Surat pesanan supaya ditandatangani oleh penanggung jawab, sambil dicantumkan

nama jelas dan nomor surat izin kerja yang bersangkutan. Surat pesanan

diarsipkan berdasarkan nomor urut dan tanggal pemesanan (Badan Pengawasan

Obat dan Makanan RI, 2007).

Pemesanan obat harus berasal dari produsen industri farmasi resmi yang

dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan ketentuan undang-undang. Pemesanan

dilakukan untuk memelihara keadaan stok sehingga dapat memberikan pelayanan


(48)

stok hidup dan stok pengaman. Stok hidup adalah stok yang digunakan untuk

memenuhi pelayanan dalam jangka waktu antara dua pengiriman atau

penerimaan.Stok pengaman untuk mencegah kekosongan yang mungkin timbul

karena terlambatnya pengiriman atau meningkatnya permintaan (Badan

Pengawasan Obat dan Makanan RI, 2007).

b. Penerimaan obat

Digunakan untuk memastikan bahwa obat yang diterima dalam keadaan

baik, sah sesuai dengan yang dipesan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan pada

waktu obat diterima dengan menggunakan “checklist” yang sudah disiapkan untuk masing-masing jenis produk: kebenaran jumlah kemasan, kebenaran jumlah

satuan dalam tiap kemasan, kebenaran jenis produk yang diterima, tidak terlihat

tanda-tanda kerusakan, kebenaran identitas produk. Dokumentasi penerimaan,

produk yang tidak sesuai kriteria di atas hendaklah diproses untuk pengembalian

atau penggantian. Penanggung jawab menentukan penanganan tindak lanjut oleh

yang diterima. Faktur atau surat penyerahan barang (SPB) asli atau salinan

diberikan kepada penanggung jawab, dan satu salinan dikirim ke bagian

administrasi. Bagian administrasi mencatat pada kartu persediaan sesuai dengan

formulir D-2, buku pembelian sesuai formulir D-3. Faktur atau surat penyerahan

barang sebaiknya diarsipkan berdasarkan nomor urut dan tanggal penerimaan

(Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI, 2007).

c . Penyimpanan Obat

Dokumentasi penyimpanan, kepala gudang mencatat data obat yang


(49)

surat penyerahan barang. Faktur atau surat penyerahan barang diarsipkan

berdasarkan nomor urut dan tanggal penerimaan. Semua dokumentasi harus

disimpan dan diberikan fasilitas tempat penyimpanan untuk mencegah kerusakan

dokumentasi (World Health Organization, 2005).

d. Penyaluran

Kegiatan penyaluran merupakan suatu rangkaian kegiatan yang penting

karena obat harus disalurkan kepada pemesan yang sah dan tepat meliputi

penerimaan pesanan, pengeluaran dari gudang dan pengiriman kepada pelanggan.

Dokumentasi pelaksanaan penyaluran hendaklah dibuat lengkap sehingga setiap

penyerahan obat dapat dipertanggung jawabkan setiap saat dilakukan pemeriksaan

dan evaluasi.Informasi yang harus ada pada dokumen penyaluran obat paling

sedikit adalah meliputi: tanggal penyaluran, nama dan alamat tujuan, informasi

identitas produk nama, bentuk sediaan, kekuatan, jumlah dan kualitas produk,

nomor batch dan expired date, transportasi yang sesuai dan kondisi penyimpanan

(Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI, 2007).

1. Penerimaan pesanan.

Terhadap pesanan yang masuk sebaiknya dilakukan pemeriksaan atas

keabsahan pemesan dan keabsahan surat pesanan. Pesanan yang ditolak atau yang

tidak dapat dilayani hendaknya segera diberitahu kepada pemesan dengan

menerbitkan surat penolakan pesanan sesuai formulir D-5. Terhadap pesanan yang

dapat dilayani disahkan oleh penanggung jawab dengan membubuhkan tanda

tangan atau paraf atau sistem lain yang dapat dipertanggungjawabkan. Terhadap


(50)

D-6 dan diterbitkan faktur penjualan yang ditandatangani oleh penanggung jawab

sesuai dengan formulir D-7 (Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI, 2007).

2. Pengeluaran obat dari gudang

Kepala gudang hendaknya mengeluarkan obat sesuai faktur atau surat

penyerahan barang yang ditandatangani penanggung jawab. Pengemasan obat

untuk pengiriman kepada pemesan hendaknya disesuaikan dengan persyaratan

yang ditetapkan untuk tiap jenis obat. Data obat yang dikeluarkan dicatat pada

kartu gudang sesuai formulir D-8. Data tersebut diatas hendaknya mendapat

pengesahan dari kepala gudang dengan membubuhkan parafnya (Badan

Pengawasan Obat dan Makanan RI, 2007).

3. Pengiriman kepada pelanggan

Pengiriman obat hendaklah ditujukan kepada pihak penerima yang sah.

Bagian pengiriman sebaiknya mempunyai prosedur tetap cara pengemasan yang

sesuai untuk obat-obatan atau vaksin, seperti yang dipersyaratkan oleh

produsennya. Dengan demikian tidak terjadi penurunan kualitas produk yang

dikirim. Obat yang dikirim disertai faktur atau surat penyerahan barang kebenaran

obat yang dikirim serta dokumen yang menyertainya, sebaiknya diperiksa kembali

oleh penanggung jawab sebelum obat dikirim. Untuk pengiriman obat yang tidak

sesuai dengan pesanan, maka surat pesanan asli dikirimkan kembali kepada

pemesan bersama obat yang dikirim untuk koreksi sesuai pesanan yang dapat


(51)

e. Penarikan kembali obat

Penarikan kembali (recall) dapat dilakukan atas permintaan produsen

atau instruksi intansi pemerintah yang berwenang. Tindakan penarikan kembali

hendaklah dilakukan segera setelah diterima permintaan/instruksi untuk penarikan

kembali. Pelaksanaan penarikan kembali dilakukan kembali dilakukan atas dasar:

permintaan produsen atau interuksi instansi pemerintah yang berwenang.

Penanggung jawab memeriksa kartu persediaan untuk meneliti stok, penerimaan

dan penyaluran obat dari batch. Obat dimaksud yang ada dalam persediaan segera

dipisahkan dari stok persediaan yang lain (Badan Pengawasan Obat dan Makanan

RI, 2007). Unit yang menerima obat yang dimaksud segera dihubungi dan

diberikan permintaan tertulis untuk menghentikan penyerahan dan pengembalian

obat. Obat sisa stok beserta hasil penarikan disimpan terpisah dan dicatat dalam

buku penerimaan pengembalian barang. Obat tersebut dikembalikan ke produsen

obat yang bersangkutan dan dicatat dalam buku pengembalian barang (World

Health Organization, 2005).

f. Penanganan produk kembalian

Hendaklah dibuat SOP penanganan obat kembalian. Obat kembalian

adalah obat yang telah disalurkan yang kemudian dikembalikan karena adanya

keluhan masalah, kualitas atau atas dasar permintaan dari institusi yang

berwenang, penarikan kembali atas hal lain dan harus memberikan informasi


(52)

1. Pengembalian obat ke produsen

Hendaknya dibuat prosedur penanganan pengembalian obat kepada

produsen menggunakan surat penyerahan barang untuk setiap pengembalian obat

kepada produsen. Dicatat dalam buku pengembalian barang, kartu barang atau

sistem komputerisasi terhadap jumlah dan identifikasi obat yang dikembalikan

lalu melapor ke institusi yang berwenang.

2. Pemusnahan obat

Obat yang sudah tidak memenuhi syarat sesuai standar yang ditetapkan

harus dimusnahkan. Prosedur pemusnahan obat hendaknya dibuat mencakup

pencegahan pencemaran di lingkungan dan untuk mencegah jatuhnya obat

tersebut di kalangan orang yang tidak berwenang. Obat yang akan dimusnahkan

supaya disimpan terpisah dan dibuat daftar yang mencakup jumlah dan identitas

produk. Hendaknya dibuat laporan terhadap terhadap obat yang akan

dimusnahkan kepada instansi pemerintah yang berwenang. Pemusnahan produk

farmasi harus dilakukan harus sesuai dengan ketentuan internasional, nasional dan

lokal mengenai persyaratan pembuangan produk tersebut, dan dengan

memperhatikan perlindungan lingkungan (World Health Organization, 2010).

g. Dokumentasi secara komputerisasi

Penggunaaan sistem komputer dapat lebih memudahkan dalam

pencatatan, penyimpanan dan pemantauan segala aspek aktifitas distribusi. hanya

personil tertentu yang boleh mengakses data di komputer. untuk aksesnya sendiri


(53)

aktivitasnya dapat dilacak secara spesifik (Tanzania Food And Drugs Authority,,

2010).

5. Inspeksi diri

Tujuan Inspeksi diri adalah untuk melakukan penilaian apakah seluruh

aspek distribusi dan pengendalian mutu sarana distribusi memenuhi ketentuan

CDOB (Badan POM RI, 2007). Program inspeksi diri hendaklah dirancang untuk

mendeteksi kelemahan dalam pelaksanaan CDOB dan untuk menetapkan tindakan

perbaikan. Harus ada prosedur tertulis tentang inspeksi diri yang menyatakan

keterlibatan seseorang dalam inspeksi diri, frekuensi diadakan inspeksi diri dan

kriteria inspeksi diri (Health Sciences Authority, 2010).

Menurut European commission, (2010) Inspeksi diri harus mencakup

semua yang berada di dalam aspek cara distribusi obat yang baik, adapun orang

yang ditunjuk oleh perusahaan merupakan orang yang berkompeten semua

inspeksi diri haruslah dicatat dan ditindak lanjuti Berdasarkan WHO (2010)

program dari inspeksi yang dilakukan wajib dicatat supaya apabila ada

kekurangan bisa diperbaiki. Inspeksi diri ini hendaklah dilakukan secara teratur.

Prosedur dan catatan mengenai inspeksi diri hendaklah didokumentasikan. Hal-hal

yang perlu diinspeksi: karyawan, bangunan termasuk fasilitas, peralatan,

dokumentasi. Tim inspeksi diri ditunjuk oleh pimpinan distributor, anggota tim

harus ahli dibidangnya dan mengerti CDOB. Inspeksi diri secara menyeluruh

hendaknya dilakukan sekurang-kurangnya sekali setahun (Health Sciences


(54)

D. Keterangan Empiris

Pedagang Besar Farmasi (PBF) di Provinsi Bangka-Belitung sudah


(55)

35

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian mengenai cara distribusi obat yang baik pada pedagang besar

farmasi di Provinsi Bangka-Belitung merupakan jenis penelitian non

eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif karena tidak ada intervensi

yang diberikan kepada responden.

B. Definisi Operasional

3. Definisi operasional

a. Pedagang Besar Farmasi adalah suatu perusahaan yang mempunyai ijin

untuk mendistribusikan sediaan farmasi di Provinsi Bangka-Belitung.

b. Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) adalah suatu pedoman yang

digunakan dalam proses distribusi penyaluran obat dan/atau bahan obat di

fasilitas distribusi yaitu Pedagang Besar Farmasi (PBF) berdasarkan

Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor :

HK.00.05.3.2522 Tahun 2003.

c. Evaluasi pelaksanaan CDOB adalah mengevaluasi pelakasanaan proses


(56)

C. Instrumen Evaluasi

Instrumen penelitian digunakan dalam penelitian adalah kuesioner (daftar

pertanyaan). Total kuesioner terdiri dari 49 pertanyaan yang meliputi :

1. Data demografi responden terdiri dari 4 pertanyaan semi terbuka

meliputi : Usia, pendidikan terakhir, lama bekerja, jenis sediaan yang

dikelola PBF.

2. Pertanyaan tentang manajemen mutu sebanyak 2 pertanyaan tertutup

no: 5, 7 dan 2 pertanyaan semi terbuka no: 6, 8.

3. Pertanyaan tentang personalia sebanyak 2 pertanyaan tertutup no: 9,

15 dan 10 buah pertanyaan semi terbuka no: 11, 12, 13, 14, 16, 17,

18.

4. Pertanyaan tentang bangunan dan peralatan sebanyak 7 pertanyaan

tertutup no: 20, 22, 23, 24, 27, 30, 32, dan 8 buah pertanyaan semi

terbuka no: 19, 21, 25, 26, 28, 29, 31, 33.

5. Pertanyaan tentang dokumentasi sebanyak 1 buah pertanyaan tertutup

no: 40 dan 6 buah pertanyaan semi terbuka no: 35, 36, 37, 38, 39, 41.

6. Pertanyaan tentang inspeksi diri sebanyak 1 buah pertanyaan tertutup

no: 42 dan 7 buah pertanyaan semi terbuka no: 43, 44, 45, 46, 47, 48,


(57)

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah semua pedagang besar farmasi yang berada di

Provinsi Bangka-Belitung. Kriteria inklusinya adalah penanggung jawab PBF

yang bersedia mengisi kuesioner dan kriteria eksklusi adalah penanggung jawab

yang tidak bersedia mengisi kuesioner.

E. Tata Cara Penelitian

1. Studi pustaka

Penelitian ini dimulai dengan membaca peraturan perundang-undangan

yang berhubungan dengan pengaturan kebijakan Pedagang Besar Farmasi, fungsi

dan tanggung jawab apoteker, pendistribusian sediaan farmasi, pedoman CDOB

yang diatur oleh Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor :

HK.00.05.3.2522 Tahun 2003. Peneliti melakukan studi pustaka untuk

memperoleh cara pembuatan kuesioner yang baik, metode penelitian dan

perhitungan yang digunakan dalam penelitian ini.

2. Pembuatan instrumen penelitian

a. Uji validitas

Uji validitas menggunakan metode professional judgement, yaitu analisis

rasional yang dilakukan oleh Ketua Ikatan Apoteker (IAI) cabang Pangkalpinang

yang bertujuan untuk menggali informasi atau data yang dibutuhkan. Setelah

melihat kuesioner beliau mengatakan tidak ada masalah karena isi dari kuesioner


(58)

b. Uji pemahaman bahasa

Uji pemahaman bahasa dilakukan supaya kuesioner yang dibuat dapat

dipahami oleh responden atau tidak. Uji pemahaman bahasa dalam kuesioner

dilakukan kepada seorang apoteker penangggung jawab yang bekerja di luar

Provinsi Bangka-Belitung yakni apoteker yang bekerja di distributor PBF PT.X di

Palembang, yang kemudian mengoreksi bahasa dari kuesioner tersebut apakah

mudah dipahami atau tidak.

c. Uji reliabilitas

Uji realibilitas ditujukan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya

atau dapat diandalkan. Uji reabilitas dalam penelitian ini tidak dilakukan, karena

pertanyaan kuesioner yang dibuat oleh peneliti adalah pertanyaan yang bersifat

semi terbuka sehingga tidak bisa dilakukan coding untuk membuat penilaian.

3. Pengambilan data

Proses pengambilan data dilakukan dengan door to door membawa

kuisioner ke Pedagang Besar Farmasi di Provinsi Bangka-Belitung. Peneliti

menyampaikan kuisioner kepada penanggung jawab (responden) Pedagang

Besar Farmasi dan menjelaskan tata cara pengisian Quisioner. Pengisian

kuisioner dilakukan sendiri oleh responden saat itu di tempat penelitian. Selama

proses pengisian, responden didampingi oleh peneliti sekaligus diwawancarai.

4. Pengolahan data

a. Data kuantitatif

Pengolahan data dilakukan untuk keperluan analisis dengan cara


(59)

responden. Langkah awal adalah membuat tabel hasil kuesioner yang telah diisi

oleh penanggung jawab PBF, kemudian memaparkan jumlah dan persentase pada

setiap parameter yang diteliti.

b. Data kualitatif

Data kualitatif diperoleh dari setiap jawaban wawancara sebagai data

pendukung kepada sebelas penanggung jawab PBF Bangka Belitung. Seluruh

jawaban dari responden disimpulkan oleh peneliti yang mencakup lima aspek

CDOB dan aspek status penanggung jawab PBF sebagai data pendukung metode

kuesioner. Data tersebut diperoleh dari seluruh materi pertanyaan yang diajukan

dari metode wawancara mendalam.

F. Waktu dan Tempat Penelitian

Proses pengambilan data dilakukan oleh peneliti pada pedagang besar

farmasi di Provinsi Bangka-Belitung.

G. Analisis Data

Data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang dijabarkan pada

setiap aspek yang diteliti kemudian dibuat perbandingan. Setelah mendapat

perbandingan dalam bentuk persentase (%) dan jumlah kemudian dicocokkan

apakah sudah sesuai dengan cara distribusi obat yang baik dengan memaparkan

hasil secara deskriptif, dikarenakan tidak ada perhitungan menggunakan metode

statistik. Hal-hal yang dianalisis adalah aspek-aspek yang ada di dalam CDOB

yaitu manajemen mutu, personalia, bangunan dan peralatan, dokumentasi, dan

inspeksi diri berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan


(60)

40

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaksanaan CDOB pada PBF di Provinsi Bangka- Belitung

Peran tenaga kefarmasian di PBF ialah mengelola proses distribusi

sediaan farmasi. Distribusi sediaan farmasi di PBF Provinsi Bangka-Belitung

dilakukan oleh sebelas PBF dimana ada duabelas item sediaan farmasi yang

didistribusikan yaitu: obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, narkotika,

kosmetika, psikotropika, vaksin, makanan, susu, makanan bayi, minuman dan

alkes. PT. A hanya 2 item sediaan farmasi saja yakni: obat bebas dan minuman,

PT. B mengelola 4 item sediaan farmasi yakni: obat bebas, obat bebas terbatas,

obat keras, psikotropika, PT. C mengelola 4 item sediaan farmasi yakni: obat

bebas, obat bebas terbatas, kosmetika dan makanan, PT. D mengelola 9 item

sediaan farmasi yakni: obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, kosmetika,

psikotropika, vaksin, susu, makanan bayi dan alkes, sedangkan PBF yang

mengelola 3 item sediaan farmasi yang sama yakni: obat bebas, obat bebas

terbatas dan obat keras terdiri dari tiga PT yaitu: PT. E, PT. F dan PT. G.

Sementara itu PT. H mengelola 5 item sediaan farmasi yakni: obat bebas, obat

bebas terbatas, obat keras, psikotropika dan vaksin, PT. I mengelola 3 item

sediaan farmasi yakni: obat bebas, obat bebas terbatas dan kosmetika, PT. J

mengelola 7 item sediaan farmasi yakni: obat bebas, obat bebas terbatas, obat

keras, narkotika, kosmetika psikotropika dan vaksin, PT. K mengelola 5 item

sediaan farmasi yakni: obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, psikotropika


(61)

Tabel III. Perbandingan jumlah jenis sediaan farmasi yang dikelola masing-masing PBF di Provinsi Bangka-Belitung

No Nama

PBF Jenis sediaan yang dikelola O B O BT O K N A R K O S

PSI VAK

M K N

SUSU MKN

BAYI alkes

MIN UM AN

Total item

1 PT. A  - - - - - - - - - -  2

2 PT. B    - - - - - - - - 4

3 PT. C   - - - - - - - - 4

4 PT. D    -    -    - 9

5 PT. E    - - - - - - - - - 3

6 PT. F    - - - - - - - - - 3

7 PT. G    - - - - - - - - - 3

8 PT. H    - -   - - - - - 5

9 PT. I   - - - - - - - - - 3

10 PT. J        - - - - - 7

11 PT. K    -   - - - - - 5

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor:199/MENKES/SK/III/1996, pedagang besar farmasi yang melaksanakan

impor, produksi, dan distribusi narkotika di Indonesia hanya PT. Kimia Farma

saja, sehingga tidak ada PBF lain selain PT. Kimia Farma yang mengelola

narkotika. Menurut pasal 15 UU nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika

dikatakan bahwa menteri memberi izin kepada 1 (satu) perusahaan pedagang

besar farmasi milik negara yang telah memiliki izin sebagai importir sesuai

dengan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan impor narkotika.

Pelaksanaan CDOB di Bangka-Belitung akan dievaluasi berdasarkan

aspek:

1. Manajemen mutu

Di dalam Pedoman CDOB dikatakan bahwa dalam penerapan CDOB

harus mempunyai Sistem Operasional Prosedur (SOP) (Badan POM RI, 2007).

Sebelas PBF yang berada di Provinsi Bangka-Belitung semuanya mempunyai

(SOP). Standar SOP yang menjadi kriteria adalah SK. Kepala Badan POM


(62)

tempat penyimpanan, SOP pembersihan dan perawatan bangunan, SOP

pencatatan produk kembali dimana SOP tersebut yang dapat mempengaruhi

kualitas produk atau aktifitas distribusi. Dari sebelas PBF di Provinsi

Bangka-Belitung yang memenuhi lima SOP tersebut ada delapan PBF yakni: PT. B, PT. D,

PT.E, PT.F, PT.G, PT.H, PT.I, PT.J.

PT. A memiliki enam SOP antara lain: SOP CDOB, SOP penerimaan

barang, SOP pengiriman barang, SOP pembersihan dan perawatan bangunan, SOP

pencatatan produk kembali, SOP pemusnahan. PT.A tidak memiliki SOP

pertolongan pertama dalam keadaan darurat dengan alasan “ tidak tahu, kalau SOP itu harus diterapkan di PBF kami”. PT.A juga tidak memiliki SOP tempat

penyimpanan dengan alasan “kurang begitu tahu, setahu saya di sini kebanyakan

mendistribusikan minuman seperti pocari sweet, bir bintang sehingga SOP tempat

penyimpanan mungkin tidak dibutuhkan” sedangkan untuk SOP pengontrolan transportasi vaksin tidak memiliki dikarenakan PBF PT.A tidak mendistribusikan

vaksin. PT. B, PT. D dan PT. H memiliki Sembilan SOP antara lain: SOP CDOB,

SOP pertolongan pertama dalam keadaan darurat, SOP penerimaan barang, SOP

pengiriman barang, SOP tempat penyimpanan, SOP pembersihan dan perawatan

bangunan, SOP pencatatan produk kembali, SOP pemusnahan obat, SOP

pengontrolan vaksin. PT. C memiliki enam SOP yakni SOP pertolongan pertama

dalam keadaan darurat, SOP penerimaan barang, SOP pengiriman barang, SOP

tempat penyimpanan, SOP pencatatan produk kembalian, SOP pemusnahan obat.

PT.C tidak mempunyai SOP CDOB dengan alasan “cara distribusi obat yang baik belum benar-benar diterapkan dan juga tidak adanya komunikasi antar


(63)

penanggung jawab pusat dan cabang untuk melakukan penerapan cara distribusi

obat yang baik” dan juga hasil wawancara terhadap PT.C tentang tidak adanya

SOP pembersihan dan perawatan bangunan dengan alasan “ Apoteker pusat kami

belum berperan, sehingga tidak adanya komunikasi antar penanggung jawab pusat

sama cabang untuk membuat SOP pembersihan dan perawatan bangunan”

sedangkan untuk SOP pengontrolan transportasi vaksin tidak memiliki

dikarenakan tidak mendistribusikan vaksin.

PT. E memiliki tujuh SOP yakni: SOP CDOB, SOP penerimaan barang,

SOP pengiriman barang, SOP tempat penyimpanan, SOP pembersihan dan

perawatan bangunan, SOP pencatatan produk kembali, SOP pemusnahan obat.

PT.E tidak memiliki SOP pertolongan pertama dalam keadaaan darurat dengan

alasan “belum perlu dibuat karena kebijakan perusahaan SOP utama dalam pendistribusian obat yang penting” sedangkan tidak adanya SOP pengontrolan transportasi vaksin dikarenakan PT.E tidak mendistribusikan vaksin. PT.F

memiliki tujuh SOP yakni: SOP CDOB, SOP penerimaan barang, SOP

pengiriman barang, SOP tempat penyimpanan, SOP pembersihan dan perawatan

bangunan, SOP pencatatan produk kembali, SOP pemusnahan obat. PT.F tidak

memiliki SOP pertolongan pertama dalam keadaaan darurat dengan alasan “belum

menjadi prioritas utama yang menjadi prioritas adalah SOP yang dapat

mempengaruhi kualitas produk” sedangkan tidak adanya SOP pengontrolan

transportasi vaksin dikarenakan PT.E tidak mendistribusikan vaksin.

PT. G memiliki delapan SOP yakni: SOP CDOB, SOP pertolongan


(1)

119

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

(3)

121

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

(5)

123

Lampiran 11. Tabel nama PBF di Provinsi Bangka Belitung

No Nama Perusahaan No izin Penanggung Jawab

1 PT. H 447/75/dinkes/2008 Apoteker

2 PT. D 31035/PBF/CAB/VII/01 Apoteker 3 PT. J 31107/PBF/cab-8/VIII/00 Apoteker

4 PT. F 16006/PBF/IV/91 Apoteker

5 PT. E 16012/PBF/VII/91 Apoteker

6 PT. I 441/20/DINKES/2004 Asisten Apoteker

7 PT. C 447/1158/DINKES/07 Apoteker

8 PT. K HK.07.01/I/213/2010 Apoteker 9 PT. B 447/179/Dinkes/2009 Apoteker 10 PT. A 447/1036/Dinkes/2009 Asisten Apoteker 11 PT. G HK.07.01/I/290/2009 Apoteker

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

124

BIOGRAFI PENULIS

Yosef Himawan Yudha, akrab dipanggil wawan adalah

putra pertama dari empat bersaudara, dari pasangan

Yakobus Sutono dan Agnes Suyati. Lahir di Bangka, 25

Maret 1990. Penulis “GAMBARAN PELAKSANAAN CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK (CDOB)

PADA PEDAGANG BESAR FARMASI (PBF) DI

PROVINSI BANGKA-BELITUNG TAHUN 2012 BERDASARKAN SK.

KEPALA BADAN POM NOMOR: HK.00.05.3.2522” ini menempuh pendidikan pertamanya di Taman Kanak-Kanak St. Theresia I pada tahun 1994, kemudian

dilanjutkan pendidikan dasar di SD ST. Theresia I pada tahun 1996. Enam tahun

kemudian, penulis melanjutkan sekolahnya di SLTP ST. Theresia I. Pendidikan

SMU di selesaikan di SMU Santo Yosef, pada pertengahan 2008 penulis

melanjutkan pendidikan Strata 1 di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta. Selama proses perkuliahan penulis aktif di berbagai kegiatan

kemahasiswaan yaitu Panitia Titrasi 2009 (Tiga hari Temu Akrab Farmasi),

Panitia Hari Aids, Panitia Pelepasan Wisuda Angkatan Fakultas Farmasi USD,

UKF volley, HGT ( Herbal Garden Team ). Selain itu penulis juga pernah diberi

kesempatan mengikuti rapat IAI (Ikatan Apoteker Indonesia) di Provinsi