Uji toksisitas akut ekstrak kulit batang pulasari (Alyxiae cortex) dengan metode Brine Shrimp Lethality (BST) - USD Repository

  

UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK KULIT BATANG PULASARI

( Alyxiae Cortex) DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY

TEST (BST)

  

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Farmasi Oleh:

  Ridho Bertomi Panjaitan NIM : 078114083

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2011

TEST (BST)

  i

  

UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK KULIT BATANG PULASARI

( Alyxiae Cortex) DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY

  

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Farmasi Oleh:

  Ridho Bertomi Panjaitan NIM : 078114083

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2011

  Persetujuan Pembimbing UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK KULIT BATANG PULASARI ( Alyxiae Cortex) DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY

TEST (BST)

  Skripsi yang diajukan oleh: Ridho Bertomi Panjaitan

  NIM : 078114083 telah disetujui oleh: Pembimbing Yohanes Dwiatmaka, M.Si. tanggal ................................... ii

TEST (BST)

  iii

  Pengesahan Skripsi Berjudul UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK KULIT BATANG PULASARI ( Alyxiae Cortex) DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY

  Oleh : Ridho Bertomi Panjaitan

  NIM : 078114083 Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi

  Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma pada tanggal: ……………………….

  Mengetahui Fakultas Farmasi

  Universitas Sanata Dharma Dekan Ipang Djunarko, M.Sc., Apt.

  Panitia Penguji : Tanda Tangan

  1. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. ………………

  2. Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. ………………

  3. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. ………………

HALAMAN PERSEMBAHAN

  Ö Ich werde im Himmel h ren!

  Kupersembahkan karya kecilku untuk : Yesus Kristus

  Papa dan Mama Adik-adikku

  Semua orang yang telah terlibat dalam hidupku Almamaterku iv

  

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

  Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Ridho Bertomi Panjaitan Nomor Mahasiswa : 078114083

  Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

  UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK KULIT BATANG PULASARI (Alyxiae Cortex) DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY

TEST (BST)

  beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal : 11 Juli 2011 Yang menyatakan, Ridho Bertomi Panjaitan v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku.

  Yogyakarta, 11 Juli 2011 Penulis Ridho Bertomi Panjaitan vi

  

PRAKATA

  Puji Syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

  Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) program studi Farmasi.

  Sepanjang proses perkuliahan, penelitian hingga penyusunan skripsi, Penulis telah menerima banyak dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

  1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., Apt., selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan, pengarahan, masukan serta pelajaran tentang hidup kepada Penulis dalam penyusunan skripsi.

  3. Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan waktu, masukan, kritik dan saran kepada Penulis.

  4. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Penguji yang telah memberikan waktu, masukan, kritik dan saran kepada Penulis.

  5. Segenap dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mengajar dan membimbing Penulis selama perkuliahan.

  6. Ferdi Dwi Armanto sebagai teman satu tim atas kerjasama, bantuan, kebersamaan, keceriaan, dan suka duka selama proses penyusunan skripsi.

  7. Teman-teman FST 2007 atas kebersamaan yang tidak terlupakan. vii

  8. Mas Wagiran, Mas Sigit dan Mas Parlan serta laboran-laboran yang lain yang telah membantu Penulis selama penelitian.

  9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan laporan akhir ini.

  Penulis menyadari bahwa laporan akhir skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari seluruh pihak. Penulis berharap semoga laporan akhir skripsi ini dapat berguna bagi seluruh pihak, terutama dalam bidang farmasi.

  Penulis viii

  

DAFTAR ISI

  HALAMAN JUDUL ................................................................................ i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ iv PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ....................................... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .................................................... vi PRAKATA ............................................................................................... vii DAFTAR ISI ............................................................................................ ix DAFTAR TABEL .................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xv

  INTISARI ................................................................................................. xvi

  

ABSTRACT ............................................................................................... xvii

BAB I. PENGANTAR ..........................................................................

  1 A. Latar Belakang ....................................................................

  1 B. Perumusan Masalah ............................................................

  3 C. Keaslian Penelitian ..............................................................

  4 D. Manfaat Penelitian ..............................................................

  4 1. Manfaat teoritis .............................................................

  4 2. Manfaat praktis .............................................................

  4 ix

  x E. Tujuan Penelitian ................................................................

  12 C. Toksisitas akut ....................................................................

  23 B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .......................

  23 A. Jenis Rancangan Penelitian .................................................

  22 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................

  21 I. Hipotesis .............................................................................

  20 H. Landasan Teori ...................................................................

  19 G. Alkaloid ..............................................................................

  17 F. Penyarian ............................................................................

  16 E. Kanker ................................................................................

  15 D. Brine Shrimp Lethality Test (BST) ......................................

  11 4. Penggunaan artemia pada metode BST ..........................

  4 1. Tujuan umum ................................................................

  10 3. Cara penetasan telur ......................................................

  7 2. Lingkungan hidup artemia .............................................

  6 1. Morfologi .....................................................................

  6 B. Artemia salina .....................................................................

  6 3. Khasiat ...........................................................................

  5 2. Kandungan kimia ............................................................

  5 1. Keterangan potani ...........................................................

  5 A. Tumbuhan Pulasari .............................................................

  4 BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA .....................................................

  4 2. Tujuan khusus ...............................................................

  23

  1. Variabel penelitian ........................................................

  23 2. Definisi operasional .......................................................

  23 C. Alat .....................................................................................

  24 D. Bahan ..................................................................................

  25 E. Tata Cara Penelitian ............................................................

  26 1. Pengumpulan simplisia ...................................................

  26 2. Pembuatan serbuk kulit batang pulasari .........................

  26 3. Maserasi ........................................................................

  26 4. Pembuatan air laut buatan ..............................................

  28 5. Penetasan siste artemia ..................................................

  29 6. Pelaksanaan uji BST ......................................................

  29 7. Pembuatan larutan sampel .............................................

  30 8. Uji toksisitas akut dengan metode BST ..........................

  32 F. Analisis Data ........................................................................

  33 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................

  34 A. Pengumpulan dan Pengeringan Bahan .................................

  34 B. Pembuatan Serbuk Kulit Batang Pulasari ............................

  35 C. Maserasi ..............................................................................

  35 1. Pembuatan ekstrak petroleum eter .................................

  36 2. Pembuatan ekstrak etil asetat .........................................

  37 3. Pembuatan ekstrak air ....................................................

  38 D. Pembuatan Air Laut Buatan ................................................

  39 E. Penetasan Siste Artemia ......................................................

  40 xi

  F. Uji Toksisitas dengan Metode BST .....................................

  42

  1. Analisis probit ekstrak petroleum eter kulit batang pulasari 47 2. Analisis probit ekstrak etil asetat kulit batang pulasari ...

  48 3. Analisis probit ekstrak air kulit batang pulasari ..............

  50 G. Rangkuman Pembahasan ......................................................

  51 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................

  53 A. Kesimpulan .........................................................................

  53 B. Saran ...................................................................................

  53 DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

  54 LAMPIRAN .............................................................................................

  57 BIOGRAFI PENULIS ..............................................................................

  84 xii

  

DAFTAR TABEL

  Tabel I. Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan air laut buatan ...... 28 Tabel II. Seri konsentrasi larutan sampel ekstrak petroleum eter .................. 31 Tabel III. Seri konsentrasi larutan sampel ekstrak etil asetat ......................... 31 Tabel IV. Seri konsentrasi larutan sampel ekstrak air ................................... 32 Tabel V. Persentase kematian larva artemia akibat pemberian ekstrak petroleum eter kulit batang pulasari ................................................................ 45 Tabel VI. Persentase kematian larva artemia akibat pemberian ekstrak etil asetat kulit batang pulasari ................................................................... 46 Tabel VII. Persentase kematian larva artemia akibat pemberian ekstrak air kulit batang pulasari ............................................................................. 46 xiii

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Larva artemia .............................................................................

  7 Gambar 2. Perubahan bentuk artemia ...........................................................

  8 Gambar 3. Bagian-bagian tubuh artemia dewasa ..........................................

  9 Gambar 4. Artemia dewasa jantan dan betina ............................................... 10 Gambar 5. Mekanisme kerja NA+ dan K+ ATPase ...................................... 14 Gambar 6. Siklus sel .................................................................................... 19 Gambar 7. Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi ekstrak petroleum eter kulit batang pulasari ........................................... 47 Gambar 8. Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi ekstrak etil asetat kulit batang pulasari .................................................. 49 Gambar 9. Kurva hubungan nilai probit versus log konsentrasi ekstrak air kulit batang pulasari ............................................................. 50 xiv

  xv

  

DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Surat Keterangan Tanaman Pulasari (Alyxia reinwardtii BL.) dari CV. MERAPI FARMA HERBAL ........................................... 57

  Lampiran 2. Orientasi untuk mendapatkan seri konsentrasi ekstrak petroleum eter yang akan digunakan dalam pengujian .............................. 58 Lampiran 3. Jumlah kematian larva artemia akibat pemberian ekstrak petroleum eter kulit batang pulasari .......................................................... 62 Lampiran 4. Perhitungan data statistik SPSS16.00 dengan menggunakan analisis probit terhadap ekstrak petroleum eter kulit batang pulasari ..... 63 Lampiran 5. Orientasi untuk mendapatkan seri konsentrasi ekstrak etil asetat yang akan digunakan dalam pengujian .................................... 66 Lampiran 6. Jumlah kematian larva artemia akibat pemberian ekstrak etil asetat kulit batang pulasari ................................................................ 70 Lampiran 7. Perhitungan data statistik SPSS16.00 dengan menggunakan analisis probit terhadap ekstrak etil asetat kulit batang pulasari ............ 72 Lampiran 8. Orientasi untuk mendapatkan seri konsentrasi ekstrak air yang akan akan digunakan dalam pengujian ............................................. 74 Lampiran 9. Jumlah kematian larva artemia akibat pemberian ekstrak air kulit batang pulasari ........................................................................ 79 Lampiran 10. Perhitungan data statistik SPSS16.00 dengan menggunakan analisis probit terhadap ekstrak air kulit batang pulasari ....................... 80

  

INTISARI

  Masyarakat telah menggunakan kulit batang pulasari (Alyxiae Cortex) sebagai obat antikanker. Oleh karena itu, dirasa perlu untuk melakukan penelitian

  50

  yang bertujuan untuk mengetahui nilai LC ekstrak kulit batang pulasari dan menjajaki kemungkinan sifat toksik ekstrak kulit batang pulasari terhadap artemia (Artemia salina L.).

  Penelitian ini merupakan eksperimental murni dengan menggunakan rancangan penelitian sederhana (post test only control group design). Metode yang digunakan yaitu Brine Shrimp Lethality Test (BST), terhadap 3 macam ekstrak yaitu ekstrak petroleum eter, ekstrak etil asetat dan ekstrak air dengan 5 peringkat konsentrasi pemejanan dan 5 kali replikasi. Ekstrak diperoleh dengan cara maserasi pada mesin pengaduk (shaker) selama 24 jam dengan kecepatan putar 130 rpm. Data persentasi kematian larva artemia yang diperoleh dianalisis

  50

  menggunakan analis probit untuk menghitung LC . Ekstrak dikatakan toksik bila

  50 harga LC < 1000 µg/ml.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak petroleum eter kulit batang pulasari bersifat tidak toksik terhadap larva artemia dengan LC

  50 sebesar 2078,18

  μg/ml, sedangkan ekstrak etil asetat dan ekstrak air kulit batang pulasari bersifat

  

50

  toksik terhadap larva artemia dengan LC masing-masing sebesar 394,43 μg/ml dan 537,69 μg/ml.

  

Kata kunci : pulasari, LC 50, Artemia salina , Brine Shrimp Lethality Test (BST),

  analisis probit, ekstrak, maserasi xvi

  

ABSTRACT

The society have used pulasari bark (Alyxiae Cortex) as a anticancer drug.

  Therefore, it is necessary to do research to determine the LC

  50 value pulasari bark

  extract and explore the possibility of toxic properties of pulasari bark extract to artemia (Artemia salina L.).

  This research used Brine Shrimp Lethality Test (BST) method, with three kinds of extracts such as petroleum ether extract, ethyl acetate extract, and water extract with five concentration levels of injection and five times replication. Extract was obtained with maseration in shaker during 24 hours with rotational speed 130 rpm. Presentation data of artemia larvae mortality was analyzed with probit analysis to count LC

  50 . Extract is toxic if LC 50 value < 1000 µg/ml.

  The result of this research shows that pulasari bark petroleum ether extract is not toxic to artemia larvae with LC

  50 2078.18 µg/ml, whereas pulasari bark

  50

  ethyl acetate and water extract are toxic to artemia larvae with LC 394.43 µg/ml and 537.69 µg/ml, respectively.

  

Kata kunci : pulasari, LC 50, Artemia salina , Brine Shrimp Lethality Test (BST),

  probit analysis, extract, maseration xvii

BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Penyakit kanker dikenal sukar disembuhkan dan dapat menyebabkan

  kematian penderitanya jika tidak dirawat sejak awal. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2008, tumor atau kanker merupakan penyebab kematian nomor 7 di Indonesia dengan presentasi 5,7 persen, prevalensi tumor atau kanker di Indonesia adalah 4,3 per 1000 penduduk (Anonim, 2011). Walaupun telah banyak ditemukan obat antikanker dan telah banyak dilakukan kemoterapi, namun hasilnya belum memuaskan dan biayanya juga sangat mahal.

  Hal inilah yang mendorong masyarakat untuk melakukan pengobatan menggunakan bahan alam atau obat tradisional (Anonim, 2010a).

  Pencarian obat-obat antikanker terus dilakukan. Salah satunya yaitu kulit batang pulasari (Alyxiae Cortex) yang secara empirik digunakan antara lain untuk penurun demam, obat batuk, obat pusing dan obat disentri (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1983). Hal ini berkaitan dengan kandungan kimia kulit batang pulasari yaitu: kumarin, tanin, alkaloid dan saponin (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1981).

  Untuk mengetahui apakah kulit batang pulasari memiliki senyawa bioaktif yang berpotensi sebagai antikanker (memiliki efek sitotoksik), maka perlu dilakukan penelitian tentang nilai Lethal Contrentation-50 (LC

  50 ). LC 50 adalah

  kadar yang menyebabkan kematian 50% hewan uji pada pejanan selama waktu

  1

  2

  50

  tertentu (Lu, 1995). Berdasarkan LC dapat diketahui tingkat aktivitas suatu senyawa. Apabila nilai LC

  50 suatu senyawa hasil isolasi atau ekstrak tanaman

  kurang dari 1000 µg/ml, maka seyawa tersebut dapat diduga memiliki efek sitotosik (Meyer, Ferrigni, Putnam, Jacobsen, Nichols, and McLaughlin, 1982).

  Metode yang sering digunakan untuk mengetahui potensi efek sitotoksik suatu senyawa adalah Brine Shrimp Lethality Test (BST). Kelebihan metode ini adalah cukup praktis, murah, sederhana, cepat, tapi tidak mengesampingkan kekuatannya untuk skrining awal tanaman berpotensi antikanker dengan menggunakan hewan uji larva artemia (Artemia salina L.). Prinsip metode ini adalah uji toksisitas akut terhadap artemia dengan penentuan nilai LC

  50 setelah

  perlakuan 24 jam (Meyer, et al., 1982). Artemia digunakan sebagai hewan uji karena memiliki kesamaan tanggapan dengan mamalia, misalnya tipe DNA-

  

dependent RNA polimerase artemia serupa dengan yang terdapat pada mamalia

  dan organisme yang memiliki ouabaine-sensitive Na dan K dependent ATPase, sehingga senyawa maupun ekstrak yang memiliki aktivitas pada sistem tersebut dapat terdeteksi (Solis, Wright, Anderson, Gupta, and Philipson, 1993).

  Metode BST tidak spesifik untuk pengujian antikanker dan sebagian aksi fisiologis, namun metode ini dapat memonitor kemungkinan adanya efek sitotoksik dengan waktu dan biaya penelitian yang lebih sedikit dibandingkan dengan pengujian sitotoksisitas menggunakan biakan sel kanker. Senyawa yang bersifat toksik pada uji BST belum tentu bersifat sitotoksik, sehingga perlu dilakukan uji tingkat lanjut dengan menggunakan sel kanker. Namun, suatu senyawa yang bersifat sitotoksik akan bersifat toksik bila diuji dengan metode

  3 BST (Meyer, et al., 1982). Maka diharapkan metode BST dapat digunakan sebagai langkah awal untuk menentukan senyawa yang memiliki efek sitotoksik.

  Kulit batang pulasari mengandung beberapa jenis senyawa, diantaranya golongan alkaloid. Smets (2001) menyatakan bahwa alkaloid yang berasal dari tanaman vinca dan colchicine memiliki mekanisme sitotoksik dengan berperan sebagai tubulin inhibitor.

  Menurut Mursyidi (1990), alkaloid sukar larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik yang relatif non polar dan tidak campur dengan air. Sebaliknya, dalam bentuk garam alkaloid larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut organik. Oleh karena itu, ekstraksi terhadap kulit batang pulasari dilakukan menggunakan tiga pelarut, yaitu : petroleum eter, etil asetat dan air yang dipilih berdasarkan perbedaan sifat kepolarannya. Petroleum eter merupakan senyawa organik dan bersifat non polar yang berfungsi menyari senyawa-senyawa yang bersifat non polar. Etil asetat merupakan senyawa organik dan bersifat kurang polar dibandingkan air dapat pula disebut bersifat semi polar. Diharapkan etil asetat berfungsi menyari senyawa-senyawa yang bersifat semi polar. Air merupakan pelarut yang paling polar dibandingkan kedua pelarut. Diharapkan senyawa- senyawa yang bersifat polar akan terlarut ke dalam pelarut air (Harborne, 1987).

1. Perumusan masalah

  Permasalahan pada penelitian ini adalah :

  1. Apakah ekstrak kulit batang pulasari toksik terhadap larva artemia dan berapakah nilai LC

  50 ?

  4

2. Mengetahui ekstrak manakah yang paling toksik diantara ekstrak

  petroleum eter, ekstrak etil asetat dan ekstrak air kulit batang pulasari

  50

  terhadap larva artemia yang ditunjukkan dengan LC paling kecil?

  2. Keaslian penelitian

  Berdasarkan penelusuran pustaka yang dilakukan oleh peneliti uji toksitas akut ekstrak kulit batang pulasari dengan metode BST belum pernah dilakukan.

  3. Manfaat penelitian

  a. Manfaat teoritis, yaitu dapat memberikan informasi tentang toksisitas akut ekstrak kulit batang pulasari.

  b. Manfaat praktis, yaitu dapat memberikan informasi tentang kemungkinan pengobatan alternatif kanker menggunakan kulit batang pulasari.

B. Tujuan Penelitian

  1. Tujuan umum

  Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menjajaki kemungkinan potensi kulit batang pulasari sebagai obat antikanker.

  2. Tujuan khusus

  Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai LC

  50 ekstrak

  kulit batang pulasari dan mengetahui ekstrak yang paling toksik diantara ekstrak petroleum eter, ekstrak etil asetat dan ekstrak air kulit batang pulasari terhadap larva artemia.

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Tumbuhan Pulasari

1. Keterangan botani

  Tumbuhan pulasari (Alyxia stellata Auct.) termasuk dalam famili apocynaceae. Dikenal dengan nama lain Alyxia reinwardtii BL. Dikenal di beberapa daerah dengan nama: akar mempelas hari, empelas hari, mempelas hari, palasari, pulasari (Sumatra), talatari (Aceh), arey palasari, arey pulasari, palasari, pulasari, das plasare (Madura), adas pulasari (Jakarta), pulasari (Bali), pulasari, calpari (Makasar), calapari (Bugis), balasari (Buton) dan purasane (Ambon)(Anonim, 2010c).

  Tumbuhan pulasari ini berupa semak yang menanjak atau merambat, tinggi 5 m sampai 10 m, dalam keadaan subur, batang utama dapat sebesar lengan dan menjalar ditanah, dari batang utama timbul cabang-cabang sebesar ibu jari. Cabang-cabang utama tidak berdaun, hanya dibagian atas terdapat daun-daun yang terpusar 3 sampai 4 helai bersama-sama; helai daun berbentuk gelondong atau lonjong dengan pangkal daun dan ujung daun meruncing, lebar daun 1 cm sampai 2,5 cm dan panjang daun 3 cm sampai 10 cm, tangkai daun tebal dan panjang 0,5 cm sampai 1 cm; penulangan daun menyirip dnga banyak cabang- cabang, helai daun tipis. Perbungaan malai terdapat pada ketiak daun satu atau berpasangan, panjang tangkai (gagang) malai 4 mm sampai 6 mm dan berbunga 3 sampai 6 buah; bunga kecil, warna putih, berkelipatan lima; kelopak terbagi

  5

  6 dalam bagian-bagian kelopak berbentuk bundar telur dan sempit; mahkota berbentuk corong dan berwarna putih (Anonim, 2010b).

  2. Kandungan kimia

  Kulit batang pulasari mengandung kumarin, tanin, alkaloid, saponin, minyak atsiri dan polifenol (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1981).

  3. Khasiat

  Kulit batang pulasari sering digunakan untuk mengobati beberapa keluhan penyakit, digunakan sebagai bahan tunggal maupun campuran dalam bentuk ramuan jamu. Secara empirik pulasari digunakan antara lain untuk obat disentri, sariawanan, merangsang nafsu makan, obat batuk, obat mulas, obat kencing nanah, untuk mengobati demam pada anak-anak, obat kejang usus, darah yang tidak berhenti keluar, obat radang lambung, mengatasi haid tidak teratur, keputihan dan kanker (Syamsuhidayat dan Hutapea, 1981).

B. Artemia

  Artemia (Artemia salina L.) adalah udang yang termasuk dalam famili

  

Artemiidae, merupakan udang-udangan tingkat rendah yang hidup sebagai

zooplankton, yang menghuni perairan-perairan yang berkadar garam tinggi.

  Artemia dapat digunakan di laboratorium bioassay untuk menentukan toksisitas dengan perhitungan konsentrasi yang menimbulkan 50% anggota populasi hewan uji mati (LC

  50 ), yang telah dilaporkan untuk racun dan ekstrak tanaman (Mudjiman, 1989).

  7

1. Morfologi

  a. Telur Istilah untuk telur artemia adalah siste, yaitu telur yang telah berkembang lebih lanjut menjadi embrio dan kemudian diselubungi oleh cangkang yang tebal dan kuat. Cangkang ini berguna untuk melindungi embrio terhadap pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultraviolet dan mempermudah pengapungan. Oleh karena itu, ia sangat tahan menghadapi keadaan lingkungan yang buruk (Mudjiman, 1989).

  b. Larva Apabila siste artemia direndam dalam air laut bersuhu 25ºC, maka akan menetas dalam waktu 24-36 jam. Dari dalam cangkangnya keluarlah larva yang juga dikenal dengan istilah nauplius (gambar 1). Dalam perkembangan selanjutnya, larva akan mengalami 15 kali perubahan bentuk atau metamorphosis. Setiap kali larva mengalami perubahan bentuk merupakan satu tingkatan. Larva tingkat I dinamakan instar I, tingkat II dinamakan instar

  II, tingkat III dinamakan instar III, demikian seterusnya sampai instar XV. Setelah itu berubahlah menjadi artemia dewasa (Mudjiman, 1989).

  8 Gambar 1. Larva artemia ( Mudjiman, 1989) Larva yang baru saja menetas masih dalam tingkatan instar I (gambar

  2). Warnanya kemerah-merahan karena masih banyak mengandung makanan cadangan. Oleh karena itu mereka masih belum perlu makan. Anggota badannya terdiri dari sepasang sungut kecil (antenule atau antena I) dan sepasang sungut besar (antena atau antena II). Di bagian sungut besar terdapat sepasang mandibulata (rahang) yang kecil, sedangkan di bagian ventral (perut) terdapat labrum (Mudjiman, 1989).

  

Gambar 2. Perubahan bentuk artemia (Mudjiman, 1989)

  Sekitar 24 jam setelah menetas, larva akan berubah menjadi instar II (gambar 2). Pada tingkatan instar II, larva udah mulai mempunyai mulut, saluran pencernaan dan dubur. Oleh karena itu, mereka mulai mencari makanan. Bersamaan dengan itu, cadangan makanannya juga sudah mulai habis. Pengumpulan makanannya mereka lakukan dengan menggerakkan antena II-nya. Selain itu, untuk mengumpulkan mengumpulkan makanan, antena II terebut juga berguna untuk bergerak (Mudjiman, 1989).

  9 Pada tingkatan selanjutnya mulai terbentuk sepasang mata majemuk, selain itu berangsur-angsur tumbuh tunas-tunus kakinya. Setelah menjadi instar XV, kakinya sudah lengkap sebanyak 11 pasang, maka berakhirlah masa larva, dan berubah menjadi artemia dewasa (Mudjiman, 1989).

  

Gambar 3. Bagian-bagian tubuh artemia dewasa ( Mudjiman, 1989)

  c. Artemia dewasa Artemia dewasa bentuknya telah sempurna dan menyerupai udang kecil dengan ukuran panjang sekitar 1 cm, dengan kaki yang sudah lengkap sebanyak 11 pasang yang secara khusus torakopoda (gambar 3). Baik pada yang jantan maupun yang betina, antena I-nya (antenula) tetap saja sebagai sungut, yang fungsinya sebagai alat peraba. Pada artemia jantan antena II berubah menjadi alat penjepit yang membesar dan berotot yang kegunaannya untuk berpegangan pada betina waktu menjelang perkawinan. Pada betina, antenna II-nya mengalami penyusutan yang akhirnya berubah menjadi alat

  10 peraba. Di belakang kaki torakopoda yang jantan terdapat sepasang alat kelamin luarnya (penis), sedangkan pada yang betina terdapat sepasang indung telur (ovarium) yang terletak disebelah kanan dan kiri saluran pencernaan (gambar 4)(Mudjiman, 1989).

  Gambar 4. Artemia dewasa jantan dan betina (Mudjiman, 1989)

2. Lingkungan hidup artemia

  a. Suhu Artemia tidak dapat bertahan hidup pada suhu kurang dari 6ºC atau lebih dari 35ºC, tetapi hal ini sangat tergantung pada ras dan kebiasaan tempat hidup mereka. Pertumbuhan artemia yang baik berkisar pada suhu antara 25ºC-30ºC (Mudjiman, 1989).

  b. Kadar garam Perkembangan artemia yang membutuhkan kadar garam yang tinggi sebab pada kadar garam yang tinggi itu musuh-musuhnya tidak dapat hidup lagi, sehingga artemia akan dapat aman tanpa ganguan. Untuk pertumbuhan telur, ternyata dibutuhkan air yang kadar garamnya lebih rendah dari pada

  11 suatu batas tertentu. Batas ini berlainan untuk tiap jenis artemia (Mudjiman, 1989).

  Daya tahan artemia terhadap perubahan kandungan ion-ion kimia dalam air ternyata juga sangat tinggi. Apabila kandungan ion natrium dibandingkan dengan ion kalium di dalam air laut adalah 28, maka artemia masih dapat bertahan pada perbandingan antara 8-173 (Mudjiman, 1989).

  c. Oksigen terlarut Artemia dapat hidup dan menyesuaikan diri pada tempat yang kadar oksigennya rendah maupun yang mengalami kejenuhan oksigen (Mudjiman,

  1989).

  d. pH Pengaruh pH terhadap kehidupan artemia muda dan dewasa belum jelas namun berpengaruh terhadap penetasan telur. Apabila pH untuk penetasan kurang dari 8, maka efisiensi penetasan akan menurun (Mudjiman, 1989).

3. Cara penetasan telur

  Telur artemia dapat ditetaskan dalam air laut biasa (kadar garam 30 per- mil). Untuk mencapai hasil penetasan yang baik diperlukan air berkadar garam 5 permil, yang dibuat dengan cara pengenceran air laut biasa dengan air tawar. Agar pH air laut yang diencerkan tidak turun namun tetap antara 8-9 maka perlu ditambahkan natrium hidrokarbonat sebanyak 2g/l. Selain itu, dapat juga digunakan air laut buatan yang berkadar garam 5 permil (Mudjiman, 1989).

  12 Terjadinya pemecahan cangkang telur dibantu oleh kegiatan enzim, yaitu enzim penetasan. Enzim ini berkerja pada pH > 8 (antara 8-9). Suhu air selama penetasan hendaknya tetap, yaitu berkisar antara 25ºC-30ºC. Kadar oksigennya harus lebih dari 2mg/l. Untuk itu air perlu diaerasi (diberi udara/ oksigen). Sebagai sumber udara dapat digunakan penghembus udara (blower) atau aerator, yaitu pompa udara untuk aquarium (Mudjiman, 1989).

4. Penggunaan artemia pada metode BST

  Artemia secara luas telah digunakan untuk pengujian aktivitas farmakologi ekstrak suatu tanaman. Artemia juga merupakan hewan uji yang digunakan untuk praskrining aktivitas antikanker di National Cancer Institude (NCI), Amerika Serikat. Uji BST dengan hewan uji artemia dapat digunakan untuk skrining awal terhadap senyawa-senyawa yang diduga berkhasiat sebagai antitumor karena uji ini mempunyai kolerasi yang positif dengan potensinya sebagai antitumor maupun fisiologis aktif tertentu (Anderson, Goets, dan Laughlin, 1991).

  Penggunaan artemia ini memang tidak spesifik untuk antitumor maupun fisiologis aktif tertentu, namun beberapa penelitian terdahulu menunjukkan adanya korelasi yang signifikan terhadap beberapa bahan, baik berupa ekstrak tanaman, atas aksinya sebagai antitumor secara lebih cepat dibandingkan dengan prosedur pemeriksaan sitotoksik yang umum, misalnya dengan biakan sel tumor. Melihat adanya potensi sebagai antitumor tersebut, maka penelitian lanjutan dapat dilakukan, yaitu dengan mengisolasi senyawa berkhasiat yang terdapat di dalam ekstrak disertai dengan monitoring

  13 aktivitasnya dengan uji larva udang atau metode yang lebih spesifik sebagai antitumor (Meyer, et al., 1982).

  Artemia salina digunakan sebagai hewan uji karena memiliki kesamaan tanggapan dengan mamalia, misalnya tipe DNA-dependent RNA

  

polimerase artemia serupa dengan yang terdapat pada mamalia dan organisme

  yang memiliki ouabaine-sensitive Na dan K dependent ATPase, sehingga senyawa maupun ekstrak yang memiliki aktivitas pada sistem tersebut dapat terdeteksi (Solis, et al., 1993).

  DNA-dependent RNA polymerase merupakan DNA yang mengarahkan proses transkripsi RNA yang bergantung pada RNA

  

polymerase. Enzim ini membuka pilinan kedua untai DNA sehingga terpisah

  dan mengkaitkannya dengan bersama-sama nukleotida RNA pada saat nukleotida-nukleotida ini membentuk pasangan basa di sepanjang cetakan DNA. Eukariotik mempunyai 3 macam RNA polymerase, yaitu mRNA (messenger RNA) yang merupakan pembawa kode genetik dari DNA ke ribosom, tRNA (transfer RNA) yang berfungsi untuk menterjemahkan kodon dan mengikat asam amino yang akan disusun menjadi protein dan mengangkutnya ke ribosom, serta rRNA (ribosomal RNA) yang bersamaan dengan protein membentuk ribosom. Jika RNA polymerase tersebut dihambat, maka DNA tidak dapat mensintesis RNA dan RNA tidak dapat terbentuk sehingga sintesis protein juga dihambat. Protein merupakan komponen utama semua sel. Protein berfungsi sebagai unsur struktural, hormon, immunoglobulin, serta terlibat dalam kegiatan transport oksigen, kontraksi

  14 otot, dan lainnya (Nuswantari, 1998). Jika protein tidak terbentuk, metabolisme sel dapat terggangu, sehingga pada akhirnya akan menyebabkan kematian sel.

  Artemia juga memiliki ouabaine-sensitive Na dan K dependent

  ATPase. Na dan K dependent ATPase merupakan enzim yang mengkatalisis hidrolisis ATP menjadi ADP serta menggunakan energi untuk mengeluarkan

  3Na dari sel dan mengambil 2K ke dalam, tiap sel bagi tiap mol ATP

  dihidrolisis. Na K ATPase ditemukan dalam semua bagian tubuh. Aktivitas enzim ini dihambat oleh ouabaine. Adanya ouabaine menyebabkan keseimbangan ion Na+ dan K+ tetap terjaga (homeostatis). Selain itu, sekarang ini ouabaine juga digunakan untuk terapi jantung. Di dalam jantung,

  • + 2+ + +

  Na K ATPase secara tak langsung mempengaruhi transport Ca karena Na

  • 2+ +

  ekstrasel akan ditukar dengan Ca intrasel. Jika kerja Na K ATPase

  2+ 2+

  dihambat, maka lebih sedikit Ca intrasel dikeluarkan dan Ca intrasel meningkat, sehingga memudahkan kontraksi otot jantung (Ganong, 1995).

  

Gambar 5. Mekanisme kerja NA+ dan K+ ATPase (Michael, 2007)

  15 Jika suatu senyawa bekerja mengganggu kerja salah satu enzim ini pada artemia dan menyebabkan kematian artemia, maka senyawa tersebut bersifat toksik dan dapat menyebabkan kematian sel mamalia (Solis, et al., 1993).

  Keuntungan penggunaan artemia sebagai hewan uji adalah kesederhanan dalam pelaksanaan, waktu relatif singkat, dan konsentrasi kecil sudah dapat menimbulkan aktivitas biologis (Meyer, et al., 1982).

C. Toksisitas Akut

  Toksisitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu zat untuk menimbulkan kerusakan (Katzung, 1987). Uji toksisitas akut merupakan uji dengan pemberian suatu senyawa pada hewan uji pada suatu saat atau uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis tunggal pada hewan uji tertentu dan pengamatan dilakukan selama 24 jam. Maksud dari toksisitas akut yaitu untuk menentukan suatu gejala dan tingkat kematian hewan uji akibat pemberian senyawa tersebut. Pengamatan aktivitas biologi uji toksisitas akut berupa pengamatan gejala klinik, kematian hewan uji atau pengamatan organ (Loomis, 1978).

  Uji toksisitas akut dilakukan untuk mempersempit kisaran dosis dan terakhir dilakukan uji toksisitas akut untuk mendapatkan persentase kematian.

  Data yang diperoleh dari uji toksisitas akut dapat berupa data kuantitatif yang dinyatakan dengan LD

  50 (median lethal dose) atau LC 50 (median lethal consentration). Harga LD

  50

  50

  dan LC suatu senyawa harus dilaporkan sesuai

  16 dengan lamanya pengamatan. Bila lama pengamatan tidak ditunjukkan, maka dianggap bahwa pengamatan dilakukan selama 24 jam (Loomis, 1978).

  Parameter yang digunakan untuk menunjukan adanya aktivitas biologis suatu senyawa pada Artemia salina adalah kematian. Keuntungan penggunaan artemia sebagai hewan uji adalah kesederhanaan dalam pelaksanaan, waktu yang relatif singkat dan konsentrasi kecil sudah dapat menimbulkan aktivitas biologi (Meyer et al., 1982).

D. Brine Shrimp Lethality Test (BST)

  Brine Shrimp Lethality Test merupakan salah satu metode pengujian awal

  aktifitas antikanker suatu senyawa dengan menggunakan hewan uji Artemia

  

salina (artemia) selama 24 jam. Uji toksisitas akut dengan hewan uji artemia ini

  dapat digunakan sebagai uji pendahuluan pada penelitian yang mengarahkan pada uji sitotoksik karena ada kaitannya antara uji tosiksitas akut dengan uji sitotoksik

  50

  jika harga LC dari uji toksisitas akut lebih kecil dari 1000 µg/ml. Parameter yang digunakan untuk menunjukkan adanya aktivitas biologis suatu senyawa pada artemia adalah kematian (Meyer et al., 1982).

  Tingkat toksisitas dari ekstrak dapat ditentukan dengan melihat harga LC

  50 . Nilai LC 50 dihitung dengan analisis probit. Dari persentase data kematian

  50

  larva artemia dikonversikan ke nilai probit untuk menghitung harga LC . Apabila harga LC

  50 <1000 µg/ml maka senyawa dapat dikatakan toksik. Apabila

  pengujian dengan larva artemia menghasilkan harga LC

  50 < 1000 µg/ml maka

  17 dapat dilanjutkan dengan pengujian antikanker menggunakan biakan sel kanker.

  Cara ini akan menghemat waktu dan biaya penelitian (Meyer et al., 1982).

E. Kanker

  Kanker merupakan suatu penyakit sel dengan cirri gangguan atau kegagalan mekanis pengaturan multiplikasi dan fungsi homeostasis lainnya pada organism multiseluler (Nafrialdi dan Ganiswarna, 1995). Sel-sel kanker akan terus membelah diri, terlepas dari pengendalian pertumbuhan dan tidak lagi menuruti hukum-hukum pembiakan. Sel-sel kanker dapat menyusup ke jaringan sekitarnya (invasi) dan dapat menyebar ke seluruh jaringan (metastasis). Selain itu sel kanker juga kehilangan fungsinya dan bersifat destruksif/merusak sel lainnya (Schunack, Mayer dan Haake, 1990).

  Tahap-tahap pembentukan sel kanker adalah :

  1. Inisiasi, yaitu tahap pembentukan metabolit reaktif yang mampu berkaitan secara kovalen dengan DNA sehingga menyebabkan terjadinya mutasi pada DNA.

  2. Promosi, yaitu ekspresi mutasi yang dapat menyebabkan perubahan fungsi seluler (ekspresi gen dan fungsi reseptor) serta pertumbuhan neoplasma (sel yang pertumbuhannya tidak normal)

  3. Progresif, yaitu manifestasi pertumbuhan dan perkembangan tumor menjadi ganas (kanker) dengan invasi dan metastasis.

  18 Pada organisme eukariotik, terdapat empat fase dalam siklus sel, yaitu :

  a. Fase Gap (G

  1 ) atau fase pascamitosis merupakan fase awal di mana terjadi sintesis asam ribonukleat dan protein.

Dokumen yang terkait

Karakterisasi Simplisia, Skrining Fitokimia, dan Uji Toksisitas dari Ekstrak Umbi Keladi Tikus (tuber Typhonii) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BST)

8 80 57

Uji toksisitas akut ekstrak metanol daun laban abang (aglaia elliptica blume) terhadap larva udang (artemia salina leach) dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

4 23 58

Uji toksisitas akut ekstrak etanol 96% biji buah alpukat (persea americana mill.) terhadap larva artemia salina leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

0 10 64

Uji toksisitas akut ekstrak metanol daun annona muricata l terhadap larva artemia salina leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

3 54 69

Uji toksisitas ekstrak empat jenis teripang suku Holothuriidae dari pulau Penjaliran Timur, Kepulauan Seribu, Jakarta menggunakan Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

0 3 8

Uji Toksisitas Tanaman Tali Putri (Cassytha filiformis L.) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test - Ubaya Repository

0 0 1

Toksisitas Daun Mimba (Azadirachta indica Juss) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BST) - Ubaya Repository

0 0 1

Uji Toksisitas Keladi Tikus [Typhonium Flagelliforme (Lodd) BI.] dengan Brine Shrimp Lethality Test - Ubaya Repository

0 0 1

Uji toksisitas ekstrak etanol buah Mahkota Dewa (Phaleria papuana Warb.) dengan metode Brine Shrimp Lethality Test dan skrining kandungan kimianya - Ubaya Repository

0 0 1

Efek antidiare infusa kulit batang jambu mede (anarcardiae cortex) pada mencit putih betina dengan metode transit intestinal - USD Repository

0 1 119