Uji toksisitas akut ekstrak metanol daun annona muricata l terhadap larva artemia salina leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

(1)

Artemia salina Leach DENGAN METODE BRINE

SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)

Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN

Oleh:

Nur Zaki Hanifah

NIM: 1111103000075

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam atas segala rahmat dan karunia-Nya serta shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW. Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul “UJI TOKSISITAS AKUT EKSTRAK METANOL DAUN SIRSAK (Annona muricata L) TERHADAP LARVA Artemia salina Leach DENGAN METODE BRINE SHRIMP LETHALITY TEST (BSLT)” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. H. Arif Sumantri, S.KM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. dr. Achmad Zaki, Sp.OT, M.Epid selaku Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. dr. Nurul Hiedayati, Ph. D selaku pembimbing 1 yang selalu membantu, mengarahkan, menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis selama proses penelitian dan penyusunan laporan penelitian ini. dr Nurul, Ph. D juga selaku PJ laboratorium Farmakologi yang telah memberikan izin penggunaan laboratorium.

4. Ibu Zilhadia, M.Si, Apt selaku pembimbing 2 yang selalu membantu, mengarahkan, menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing penulis dalam melakukan penelitian dan penyusunan laporan penelitian.


(6)

vi

5. dr. Alyya Siddiqa, Sp. FK dan drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph. D selaku penguji sidang laporan penelitian ini.

6. dr. Flori Ratna Sari, Ph. D dan dr. Nouval Shahab, Sp.U, Ph.D, FICS, FACS selaku penanggung jawab riset PSPD angkatan 2011 dan 2012. 7. Ibu Puteri Amelia, M. Farm, Apt selaku PJ laboratorium Farmakognosi

dan Fitofarmaka, Ibu Eka Putri, M.Si, Apt selaku PJ laboratorium Penelitian 1, Ibu Endah Wulandari, M.Biomed selaku PJ laboratorium Biokimia, dan Ibu Zeti Harriyati, M.Biomed selaku PJ laboratorium Biologi yang telah memberikan izin untuk menggunakan laboratorium. 8. Mas Rachmadi, Mbak Rani, Kak Lisna, Mbak Ai, dan Mbak Lilis selaku

laboran yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama proses penelitian.

9. Pihak-pihak lembaga luar yaitu Pusat Konservasi Tumbuhan-Kebun Raya Bogor LIPI yang telah bersedia memberikan surat determinasi, Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat yang telah membantu dalam pengeringan dan penghalusan sampel sehingga menjadi serbuk simplisia, dan Bapak Suwedi yang telah memberikan sampel daun sirsak yang digunakan pada penelitian ini.

10.Dinas Kesehatan Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan yang telah memberikan beasiswa kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian ini.

11.Kedua orang tua Bapak Drs. Supomo dan Ibu Siti Kusmiatun serta adik-adik penulis Nur Kholis Hanifah, Nur Arif Majid, dan Ahmad Hammam Burhanudin yang telah memberikan limpahan kasih sayang, doa, dan dukungan sepanjang hidup penulis.

12.Feby Wulandari, Tazkiyatul Firdaus, Rona Qurrotul Aina yang membantu dalam melakukan penelitian.

13. Teman-teman PSPD 2011 dan 2012 yang telah berjuang bersama dan memberikan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian ini, serta pihak lain tidak bisa disebutkan satu per satu.


(7)

vii

Tidak ada harapan dari penulis, semoga dengan terselesaikannya laporan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri maupun pembaca. Penulis menyadari laporan penelitian ini jauh dari kesempurnaan, karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta, 1 Oktober 2015


(8)

viii ABSTRAK

Nur Zaki Hanifah. Program Studi Pendidikan Dokter. Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Daun Annona muricata L Terhadap Larva Artemia salina Leach Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2015

Sirsak (Annona muricata L) termasuk famili Annonaceae yang telah dikenal sebagai tumbuhan obat. Daun Annona muricata L mengandung alkaloid, tannin, dan beberapa kandungan kimia lainnya termasuk acetogenin yang diduga memiliki potensi sitotoksik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi toksisitas akut ekstrak metanol daun Annona muricata L terhadap larva

Artemia salina Leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) yang ditunjukkan dengan nilai LC50. Penelitian eksperimental ini menggunakan 4

konsentrasi perlakuan (15 ppm, 10 ppm, 5 ppm, dan 2,5 ppm) dan 1 kontrol negatif dengan 3 kali pengulangan. Larva Artemia salina Leach yang digunakan berjumlah 150 ekor dengan masing-masing 10 ekor larva untuk tiap konsentrasi. Kematian larva dihitung setelah 24 jam perlakuan. Berdasarkan analisis probit, nilai LC50 dari ekstrak daun Annona muricata L adalah 4, 187 ppm. Hal ini

menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun Annona muricata L memiliki potensi toksisitas akut terhadap larva Artemia salina Leach karena LC50 <1000 ppm.

Kata Kunci: Annona muricata L, Uji Toksisitas Akut, Artemia salina Leach, BSLT, LC50

ABSTRACT

Nur Zaki Hanifah. Medical Education Study Program. Acute Toxicity Test Of Methanol Extract Of Annona muricata L Leaves Toward Artemia salina Leach Using Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) Method. 2015

Soursop (Annona muricata L) belongs to Annonaceae family, has been known as herbal plant. Annona muricata L leaves contains alkaloids, tannin, and several other chemical constituents, including acetogenin that allegedly to have cytotoxic potential. This goal of this research was to find out acute toxicity potency of methanol extract of Annona muricata L leaves toward Artemia salina Leach using Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) method which is shown by LC50 value. This

experimental research was done by using 4 consentration treatments (15 ppm, 10 ppm, 5 ppm, and 2,5 ppm) and 1 negative control with 3 times replication. Total samples were 150 Artemia salina Leach larvae with 10 larvae for each consentration. Death larvae was calculated 24 hours after treatment. According probit analysis, the LC50 value of methanol extract of Annona muricata L was

4,187 ppm. It means that methanol extract of Annona muricata L leaves had acute toxicity potency toward Artemia salina Leach because LC50 <1000 ppm.

Keywords: Annona muricata L, Acute Toxicity Test, Artemia salina Leach, BSLT, LC50


(9)

ix DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Rumusan masalah ... 3

1.3. Tujuan penelitian ... 3

1.3.1. Tujuan umum ... 3

1.3.2. Tujuan khusus ... 3

1.4. Manfaat penelitian ... 3

1.4.1. Bagi masyarakat ... 3

1.4.2. Bagi institusi ... 3

1.4.3. Bagi peneliti ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan teori ... 5

2.1.1. Obat tradisional ... 5

2.1.2. Tumbuhan Annona muricata L ... 7

2.1.2.1. Klasifikasi sirsak (Annona muricata L) ... 7

2.1.2.2. Morfologi sirsak (Annona muricata L) ... 8

2.1.3. Annonaceous acetogenin ... 11

2.1.4. Ekstraksi ... 13

2.1.5. Uji toksisitas ... 15

2.1.6. Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) ... 16

2.1.7. Artemia salina Leach ... 17

2.1.7.1. Taksonomi Artemia salina Leach ... 17

2.1.7.2. Ekologi spesies ... 18

2.1.7.3. Deskripsi ... 19

2.1.7.4. Siklus hidup ... 19

2.1.7.5. Alasan penggunaan Artemia salina Leach sebagai hewan uji . 21 2.1.8. Pelarut ... 23

2.2. Kerangka teori ... 24

2.3. Kerangka konsep ... 25

2.4. Definisi operasional ... 26

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain penelitian ... 27


(10)

x

3.2. Lokasi dan waktu penelitian ... 27

3.3. Populasi dan sampel ... 27

3.3.1. Populasi ... 27

3.3.2. Sampel ... 27

3.3.2.1. Kriteria inklusi ... 27

3.3.2.2. Kriteria eksklusi ... 27

3.3.3. Besar sampel ... 28

3.3.4. Cara pengambilan sampel ... 28

3.4. Determinasi tanaman ... 28

3.5. Bahan yang diuji ... 28

3.6. Alat dan bahan penelitian ... 28

3.6.1. Alat penelitian ... 28

3.6.2. Bahan penelitian ... 29

3.7. Cara kerja penelitian ... 29

3.7.1. Persiapan dan pembuatan simplisia ... 29

3.7.2. Pembuatan ekstrak daun sirsak (Annona muricata L) ... 29

3.7.3. Penetasan larva udang ... 30

3.7.4. Persiapan larutan sampel yang akan diuji ... 31

3.7.5. Prosedur uji toksisitas dengan metode BSLT ... 31

3.8. Alur penelitian ... 33

3.9. Pengolahan dan analisis data ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil ekstraksi daun Annona muricata L ... 35

4.2. Hasil uji toksisitas akut dengan metode BSLT ... 36

4.3. Nilai LC50 ... 38

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan ... 42

5.2. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 42


(11)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Perbedaan obat tradisional/obat herbal dengan obat modern ... 5 Tabel 2.2. Modalitas reproduksi Artemia salina ... 19 Tabel 3.1. Data konsentrasi ekstrak pada well plate ... 32 Tabel 4.1. Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak metanol daun Annona

muricata L terhadap larva Artemia salina Leach ... 37 Tabel 4.2. Perhitungan nilai LC50 dengan metode probit ... 38


(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Buah sirsak ... 8

Gambar 2.2. Daun dan batang sirsak ... 9

Gambar 2.3. Bunga dan bagian-bagian bunga sirsak ... 10

Gambar 2.4. Klasifikasi annonaceous acetogenin ... 11

Gambar 2.5. Artemia salina ... 18

Gambar 2.6. Karakteristik anatomi nauplia Artemia salina ... 20

Gambar 2.7. Karakteristik anatomi Artemia salina dewasa ... 21

Gambar 3.1. Bagan alur penelitian ... 33

Gambar 4.1. Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak metanol daun Annona muricata L terhadap larva Artemia salina Leach ... 38

Gambar 4.2 Grafik regresi linier ekstrak metanol daun sirsak (Annona muricata L) terhadap nilai probit ... 39

Gambar 6.1. Surat keterangan determinasi tanaman ... 50

Gambar 6.2. Daun Annona muricata L sebelum dikeringkan ... 51

Gambar 6.3. Serbuk simplisia daun Annona muricata L sebanyak 572 g .... 51

Gambar 6.4. Proses maserasi daun Annona muricata L ... 51

Gambar 6.5. Penyaringan filtrat hasil maserasi ... 51

Gambar 6.6. Destilasi pelarut metanol ... 52

Gambar 6.7. Hasil destilasi metanol ... 52

Gambar 6.8. Filtrat maserat yang telah disaring ... 52

Gambar 6.9. Evaporasi menggunakan rotary evaporator ... 52

Gambar 6.10. Ekstrak kental metanol daun Annona muricata L sebanyak 57 gram ... 53

Gambar 6.11. Larutan induk 2000 ppm dihomogenkan menggunakan hot plate stirrer ... 53

Gambar 6.12. Penetasan larva Artemia salina Leach ... 53

Gambar 6.13. Konsentrasi ekstrak metanol daun Annona muricata L ... 53


(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan konsentrasi ekstrak metanol daun

Annona muricata L dan nilai LC50 ... 47

Lampiran 2. Surat keterangan determinasi tanaman ... 50

Lampiran 3. Alat dan bahan penelitian ... 51

Lampiran 4 Tabel transformasi persen-probit ... 54


(14)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan data International Agency for Research on Cancer (IARC), perwakilan WHO khusus kanker, diperkirakan terdapat 14,1 juta kasus baru kanker dan 8,2 juta kematian akibat kanker pada tahun 2012. Jumlah tersebut meningkat dibandingkan dengan tahun 2008 dimana terdapat 12,7 juta kasus baru dan 7,6 juta kematian.1 Di Indonesia, kanker dan Penyakit Tidak Menular (PTM) kronis lain merupakan 63 % penyebab kematian di seluruh dunia dengan mortalitas mencapai 36 juta jiwa per tahun.2 Untuk PTM prioritas yang dikendalikan program-program pengendalian di Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL), kanker merupakan penyebab kematian kedua setelah penyakit jantung pada kasus rawat inap dari tahun 2009-2010.3

Banyak cara yang dilakukan untuk untuk mengobati kanker, dengan cara medis maupun tradisional. Melalui medis, dapat dilakukan dengan operasi, kemoterapi, dan radiasi. Namun melalui cara medis memiliki banyak efek samping, sehingga masyarakat mulai menggunakan obat tradisional sebagai alternatif antikanker.4

Selain itu, perkembangan obat dari bahan alam memiliki kecenderungan yang tinggi di negara berkembang seperti Indonesia karena harganya lebih terjangkau, tersedia dalam jumlah cukup dibandingkan obat sintesis yang harganya sering berada di luar jangkauan masyarakat berpenghasilan rendah. Kecenderungan umum untuk kembali ke alam juga terlihat di seluruh dunia. Hal ini dapat diketahui dari meningkatnya obat bahan alam dan obat tradisional (India, Cina, Korea). Berbagai pusat penelitian ini menggunakan metode ilmiah terbaru untuk menganalisis bahan aktif dari tanaman dan untuk menemukan obat baru dari


(15)

bahan alam yang aktif secara biologis.5 Salah satu obat tradisional yang dipercaya sebagai antikanker adalah sirsak.4

Tanaman sirsak termasuk famili Annonaceae dan memiliki aktivitas farmakologi seperti antikanker. Secara umum tanaman famili Annonaceae dapat dibedakan dari bentuk buahnya. McLaughlin (1995) melaporkan bahwa tanaman famili Annonaceae mengandung banyak senyawa acetogenin. Acetogenin

merupakan senyawa metabolit sekunder yang secara alami terbentuk dalam tumbuhan, yang secara spesifik menyerang sel kanker tanpa memengaruhi sel normal pada makhluk hidup. Penelitian mengenai khasiat daun sirsak dalam mengatasi sel kanker di Indonesia telah diteliti oleh Prof. Solaksono Sastrodihardjo dan Dr. Jerry Mc Laughlin pada tahun 1995. Hasil penelitian tersebut menemukan beberapa senyawa aktif yang termasuk ke dalam

annonaceous acetogenins. Beberapa senyawa turunan acetogenin yang ditemukan adalah acetogenin-muricatocin A, muricatocin B, annonacin A, trans-isoannonacin, annonacin-10-one, dan muricatocin. Senyawa-senyawa aktif tersebut ditemukan di dalam daun dan batang sirsak yang ternyata mampu membunuh lebih dari 12 jenis sel kanker.6

Penelitian sebelumnya, yang dilakukan oleh Monica Wijaya (2012) dan R. Juliani (2014) menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun sirsak memiliki efek sitotoksik yang tinggi dengan nilai LC50 masing-masing sebesar 3,062 dan 0,85

ppm.4,7

Salah satu metode untuk uji sitotoksik adalah Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Metode ini telah terbukti memiliki korelasi dengan aktivitas antikanker dan memiliki tingkat kepercayaan hingga 95 %.8 Selain itu metode ini juga mudah dikerjakan, murah, cepat, cukup akurat, dan hanya menggunakan sejumlah kecil material uji.9,10

` Penelitian ini dilakukan untuk melihat potensi toksisitas akut daun sirsak yang diperoleh dari kebun warga di desa Tinggarjaya, kecamatan Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Monica Wijaya dan R. Juliani terletak pada lokasi asal sampel daun sirsak dan metode ekstraksi.Dengan demikian, dilakukan uji toksisitas akut


(16)

ekstrak metanol daun sirsak (Annona muricata L) terhadap Artemia salina Leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana aktivitas toksisitas akut ekstrak metanol daun sirsak (Annona muricata L) terhadap larva Artemia salina Leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum

Untuk mengetahui aktivitas toksisitas akut ekstrak metanol daun sirsak (Annona muricata L) terhadap larva Artemia salina Leach.

1.3.2. Tujuan khusus

a. Menentukan data persentase kematian larva Artemia salina Leach setelah pemberian ekstrak metanol daun sirsak (Annona muricata L) b. Menentukan nilai LC50 ekstrak metanol daun sirsak (Annona muricata

L) dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).

1.4. Manfaat Penelitian 1.4. 1. Bagi Masyarakat

a. Menambah sumber informasi bagi masyarakat mengenai aktivitas toksisitas daun sirsak (Annona muricata L).

b. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai manfaat tanaman bagi kesehatan.

1.4. 2. Bagi Institusi

a. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya data ilmiah mengenai penggunaan obat herbal dari tumbuhan.

b. Penelitian ini dapat menambah sumber referensi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(17)

1.4. 3. Bagi Peneliti

a. Penelitian ini menjadi salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

b. Memperoleh suatu pengalaman dalam bidang penelitian eksperimental terutama dalam bidang kesehatan.


(18)

5

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori

2.1.1. Obat Tradisional

Di Indonesia, obat tradisional tidak hanya digunakan di desa yang jauh dari fasilitas kesehatan dan obat modern sulit didapat, namun juga digunakan di kota besar yang memiliki fasilitas kesehatan lengkap dan obat modern mudah didapatkan.11Definisi obat tradisional ialah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.12 Jamu adalah obat tradisional Indonesia.13

Tabel 2.1. Perbedaan obat tradisional/obat herbal dengan obat modern

Obat modern Obat tradisional/obat herbal Kandungan senyawa

kimia

Satu atau beberapa di-murnikan/ sintetik

Campuran banyak senyawa alami

Zat aktif Jelas Sering tidak diketahui atau tidak pasti

Kendali mutu Relatif mudah Sangat sulit Efektivitas dan

keamanan

Ada bukti ilmiah, uji klinik Umumnya belum ada bukti ilmiah/uji klinik

Sumber: Dewoto, 2007

Agar obat tradisional dapat diterima di pelayanan kesehatan formal/ profesi dokter, maka hasil data empirik harus didukung bukti ilmiah adanya khasiat dan keamanan penggunaannya pada manusia. Tahapan pengembangan obat tradisional menjadi fitofarmaka adalah sebagai berikut:

a. Tahap Seleksi

Sebelum dimulai penelitian, perlu dilakukan pemilihan jenis obat tradisional dengan pertimbangan sebagai berikut:

 Khasiatnya diharapkan untuk mengobati penyakit yang secara epidemiologi berada pada urutan atas.


(19)

 Dapat digunakan sebagai alternatif jarang untuk penyakit tertentu, misalnya AIDS atau kanker.11

b. Tahap Uji Preklinik

Uji preklinik dilakukan dengan cara in vitro atau in vivo. Bentuk sediaan dan cara pemberian pada hewan uji disesuaikan dengan rencana pemberian pada manusia. Penelitian farmakodinamik obat tradisional bertujuan untuk mengetahui efek farmakodinamik dan mempelajari mekanisme kerja dalam menimbulkan efek. Selain untuk melihat efek farmakodinamik, uji preklinik juga digunakan untuk melihat toksisitas suatu obat tradisional.11

c. Standarisasi Sederhana, Penentuan Identitas dan Pembuatan Sediaan Terstandar

Pada tahap ini dilakukan standarisasi simplisia, penentuan identitas, dan menentukan bentuk sediaan yang sesuai. Beberapa hal yang mempengaruhi efek obat tradisional yang ditimbulkan yaitu: bentuk sediaan obat tradisional, proses pengolahan, segar/ kering bahan, prosedur ekstraksi, dan jenis pelarut yang digunakan dalam ekstraksi.11

d. Uji Klinik

Uji klinik dilakukan dengan tujuan untuk membuktikan khasiat dan keamanannya untuk menjadi fitofarmaka. Gold standard uji klinik menggunakan desain randomized double-blind controlled clinical trial. Sebelum dilakukan pada manusia, uji klinik harus terbukti aman dan mempunyai khasiat pada uji preklinik. Pembagian fase dalam uji klinik yaitu:  Fase I bertujuan untuk menguji keamanan dan tolerabilitas obat

tradisional, dilakukan pada sukarelawan sehat.

 Fase II awal dilakukan pada pasien dengan jumlah terbatas, tanpa menggunakan pembanding.

 Fase III akhir dilakukan pada pasien dengan jumlah terbatas, menggunakan pembanding. Fase III merupakan uji klinik definitif.

 Fase IV bertujuan untuk melihat efek samping yang lambat atau jarang muncul, dilakukan setelah pemasaran.11


(20)

Tingginya efek samping obat sintesis mendorong pencarian bahan baku obat dari alam. Nilai tukar rupiah yang rendah membuat harga bahan obat sistesis naik tak terkendali, karena sebagian besar obat sintesis masih diimpor. Baik negara maju maupun berkembang seperti Indonesia dalam dekade ini terlihat kecenderungan back to nature.14

Pemilihan tanaman yang akan diteliti untuk mencari obat dari alam dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu berdasarkan aktivitas biologik dan berdasarkan kemotaksonomi. Berdasarkan aktivitas biologik dapat dilakukan dengan mencari informasi khasiat yang terbukti empiris. Informasi ini dapat diperoleh dari masyarakat, referensi obat tradisional, atau hasil penelitian sebelumnya. Berdasarkan kemotaksonomi dilakukan dengan menetapkan hipotesis berdasarkan kesamaan genus atau famili dengan tanaman lain yang mempunyai efek biologis.14

2.1.2. Tumbuhan Annona muricata L

2.1.2.1. Klasifikasi Sirsak (Annona muricata L)

Sirsak atau Annona muricata L sering disebut nangka belanda, durian belanda, atau nangka seberang. Tanaman yang masih satu famili dengan sirsak ialah kenanga (Canangium odoratum) atau ilang-ilang. Sementara tanaman lain yang termasuk ke dalam genus Annonaceae ialah Annona squamosa L. (sirkaya atau custrard apple), Annona reticulate L. (kemulwa, buah nona, atau bullock’s

heart), Annona montana L. (sirsak bali atau kemulwa gunung), dan Annona diversifolia L. (buah ilama atau sirsak hutan). Contoh jenis sirsak hutan adalah sirsak sabun atau sirsak irian.15

Susunan taksonomi tanaman sirsak sebagai berikut.  Divisio : Spermatophyta

 Subdivisio: Angiospermae

 Kelas : Dicotyledoneae

 Ordo : Ranales


(21)

 Genus : Annona

 Spesies : Annona muricata L.15

Gambar 2.1.Buah sirsak

Sumber: Sunarjono, 2005

Dua jenis sirsak yang dikenal di Indonesia yaitu sirsak manis (zoetzak) dan sirsak asam (zuurzak). Kedua tanaman tersebut susah dibedakan dari morfologisnya. Perbedaannya hanya dapat diketahui dari uji organoleptik (uji rasa) atau dengan BRix. Sirsak manis umumnya mengandung gula 68 % dari total bahan pelarut (TSS) dengan bagian daging yang dapat dimakan (edible pulp) sebesar 67,5 %. Sirsak manis disebut juga sirsak ratu.15

2.1.2.2. Morfologi Sirsak (Annona muricata L)

Sirsak merupakan tanaman buah tropis yang bersifat tahunan (perennial). Umurnya tidak lebih dari 20 tahun. Tanaman sirsak tersebut berbentuk semak, tingginya tidak lebih dari 4 meter.15

a. Daun

Daun sirsak berbentuk bulat panjang dengan ujung runcing dan tepi rata. Warna daun bagian atas hijau tua, sedangkan bawah hijau kekuningan. Daun


(22)

sirsak tebal dan agak kaku menyirip atau tegak pada urat daun utama.15,16 Daunnya mengandung senyawa tanin, kalsium oksalat, fitosterol, alkaloid murisin, monotetrahidrofuran asetogenin, seperti anomurisin A dan B, gigantetrosin A, annonasin-10-one, murikatosin A dan B, annonasin dan goniotalamisin.17

Gambar 2.2. Daun dan batang sirsak

Sumber: Sunarjono, 2005

b. Batang

Batang sirsak umumnya kecil, tetapi agak liat sehingga tidak mudah patah. Dibandingkan dengan pohon sirkaya, pohon sirkaya berkayu keras, bercabang sedikit, arah cabangnya tidak menentu.15

c. Bunga

Tanaman sirsak mampu berbunga tunggal sepanjang tahun. Bunganya besar, muncul pada ketiak daun, cabang, ranting, dan ujung cabang. Aroma bunga sirsak tidak sedap sehingga pada saat mencari madu, lebah jarang membantu penyerbukan. Bunga sirsak mempunyai tangkai pendek. Kelopak terdiri dari tiga sepalum yang berukuran kecil dan tebal. Daun kelopak berwarna hijau tua sampai hijau kekuningan.15

Daun mahkota berwarna hijau muda. Jumlah daun mahkota 4 helai, terbagi dalam 2 lapis. Tiga daun mahkota lapis luar lebih lebar dan tebal, sedangkan tiga daun mahkota lapis dalam lebih kecil. Daun mahkota bagian dalam berseling dengan daun mahkota bagian luar.15


(23)

Bunga sirsak termasuk bunga sempurna, artinya mempunyai kelamin 2. Jarang ada yang mempunyai kelamin 1. Bakal buah (ovarium) yang jumlahnya banyak masing-masing mengandung bakal biji (ovulum) yang banyak juga. Bakal buah mempunyai putik yang terdiri dari tangkai putik (stilus) dan kepala putik (stigma). Keseluruhan organ betina ini disebut genaecium. Organ jantan (androecium) terdiri dari benang sari (polen). Jumlah benangsari yang banyak mengelilingi bakal buah sengan tangkai sari (filamentum) yang pendek. Tepung sarinya berwarana kuning dan agak bergetah. Bunga sirsak kebanyakan melakukan penyerbukan silang.15

Gambar 2.3. Bunga dan bagian-bagian bunga sirsak

Sumber: Sunarjono, 2005

d. Buah

Umumnya buah sirsak berbentuk lonjong, berduri halus, dan lunak. Buahnya membesar dari perkembangan banyak bakal buah sehingga disebut buah majemuk. Biji buah saling berhimpitan dan kehilangan batas antar buah. Daging buah berwarna putih, yang dapat dimakan disebut pseudocarp. Rasa buah bisa masam sampai manis. Biji buah yang telah tua berwarna hitam kecoklatan dan gepeng.15,16 Daging buahnya mengandung serat dan vitamin, kandungan zat gizi terbanyak dalam buah sirsak adalah karbohidrat.18

e. Akar

Akar tanaman ini cukup dalam, dapat menembus sampai kedalaman 2 meter. Akar sampingnya cukup banyak dan kuat sehingga baik untuk korservasi


(24)

lahan yang miring karena mencegah erosi.15 Akar pohon sirsak berwarna coklat muda, bulat dengan perakaran tunggang.16

2.1.3. Annonaceous acetogenin

Annonaceous acetogenin hanya ditemukan pada famili Annonaceae. Khasiat Annonaceous acetogenins antara lain sebagai antitumor, antiparasit, antihelmintik, antiprotozoa, antimikroba, dan pestisidal.19

Annonaceous acetogenin merupakan suatu kelompok fitokimia yang mengandung poliketida. Kebanyakan acetogenin adalah derivat rantai panjang asam lemak (C32 atau C34) dan asam carboxylic terminal yang dikombinasi dengan 2 unit propanolol pada posisi C2 untuk membentuk methylsubstituted α, -unsaturated- -lactone.20 Struktur annonaceous acetogenin adalah sebagai berikut.

Gambar 2.4. Klasifikasi annonaceous acetogenin

Sumber: Alali et al, 1999

Annonaceous acetogenin terdiri dari annocatalin, annohexocin, annomonicin, annomontacin, annomuricatin A & B, annomuricin A thru E, annomutacin, annonacin, (multiple iso, cis, one, etc.), annonacinone, annopentocin A thru C, cis-annonacin, cis-corossolone, cohibin A thru D,


(25)

corepoxylone, coronin,corossolin, corossolone, donhexocin, epomuricenin A & B, gigantetrocin, gigantetrocin A & B, gigantetrocinone, gigantetronenin, goniothalamicin, isoannonacin, javoricin, montanacin, montecristin, muracin A thru G, muricapentocin, muricatalicin, muricatalin, muri-catenol, muricatetrocin A & B muricatin D, muricatocin A thru C muricin H, muricin I, muricoreacin, murihexocin 3, murihexocin A thru C, murihexol, murisolin, robustocin, rolliniastatin 1 & 2, saba-delin, solamin, uvariamicin I & IV, xylomaticin.19,21

Mayoritas annonaceous acetogenin yang ditemukan memiliki sifat sitotoksik terhadap sel kanker dan menunjukkan aktivitas imunosupresif. Mekanisme sitotoksik acetogenin melalui: 1) Menghambat oksidase dari NADH di membran plasmapada sel kanker sehingga ATP yang dihasilkan akan menurun; 2) Menghambat komplek I (NADH : ubiquimone oxidoreduktase) dalam system transport electron di mitokondria dan menghambat fosforilasi oksidasi sehingga pertumbuhan sel kanker terhambat; 3) Menghambat sel kanker yang multidrug resistant. Meningkatkan ekspresi dari plasma membrane pump, P-glycoprotein

yang berkontribusi terhadap multidrug resistant. Pompa meningkatkan eliminasi dari kandungan antikanker sebelum kandungan tersebut dapat berpengaruh terhadap sel kanker. Dua tempat ATP berikatan pada intraselular ditemukan pada

P-glycoprotein, dan aktivitas pompa membutuhkan ATP. Acetogenin, melalui penurunan ATP, dapat menurunkan aktivitas atau mematikan pompa P-glycoprotein; 4) Sel kanker pada siklus sel fase S lebih rentan terhadap acetogenin annonacin. Annonacin mampu mengistirahatkan siklus sel pada fase G1 dan menghambat progresi fase S. Annonacin juga meningkatkan ekspresi p53 dan p21; 5) Acetogenin annonacin memicu apoptosis sel dengan cara meningkatkan ekspresi Bax dan Bad, tetapi tidak Bcl-2 atau Bcl-xL.22

Pada studi in vitro telah diketahui bahwa acetogenin yang diisolasi dari daun sirsak berguna melawan berbagai sel, yaitu human hepatoma hep G, prostate adenocarcinoma PC-3, pancreatic carcinoma PACA-2, murine leukemia L1210 dan P388 leukemia, human breast adenocarcinoma MDA-MB231 dan carcinoma MCF-7, human lung carcinoma A-549, dan human colon cancer HT-29. Berdasarkan Nasional Cancer Institute dan Nasional Institute of Health (NIH),


(26)

kanker dan juga menghambat pertumbuhan sel tumor yang resisten terhadap kemoterapi contohnya adriamycin.23

2.1.4. Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.24 Sediaan yang diperoleh melalui cara ekstraksi disebut ekstrak.5 Ada beberapa metode ekstraksi, yaitu:

a. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut, dapat dilakukan melalui 2 cara, yaitu cara dingin dan cara panas.

 Cara dingin  Maserasi

Maserasi dilakukan dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penambahan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.24

 Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyaringan sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Tahapan perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan, maserasi antara, perkolasi sebenarnya (penampungan ekstrak), terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat).24

 Cara panas  Refluks

Teknik ekstraksi ini menggunakan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan dalam jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.24

 Digesti

Digesti merupakan maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur kamar yaitu pada 40-50º C.24


(27)

 Infus

Infus menggunakan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 90ºC) selama 15-20 menit.5,24

 Dekok

Dekok hampir sama dengan infus, menggunakan temperatur sampai titik didih air (90ºC - 98ºC), namun waktu ekstraksi selama 30 menit.5,24

 Soxhlet

Sohxlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru dan jumlah pelarut relatif konstan sehingga terjadi proses ekstraksi kontinu dengan adanya pendingin balik. Metode ini dilakukan dengan alat khusus.24

b. Destilasi uap

Destilasi uap adalah ekstraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian.24

c. Cara ekstrak lainnya

 Ekstraksi berkesinambungan

Proses ekstraksi yang dilakukan berulangkali dengan pelarut yang berbeda atau resirkulasi cairan pelarut. Tujuan proses ini dilakukan yaitu untuk meningkatkan efisiensi (jumlah pelarut) dan dirancang untuk sejumlah besar bahan yang terbagi dalam beberapa bejana ekstraksi.24

 Superkritikal karbondioksida

Cara ekstraksi ini pada prinsipnya menggunakan karbondioksida. Dengan variabel tekanan dan temperatur akan diperoleh spesifikasi kondisi polaritas tertentu yang sesuai untuk melarutkan golongan senyawa kandungan tertentu. Mudahnya penguapan karbondioksida menyebabkan


(28)

penghilangan cairan pelarut mudah dilakukan, sehingga hampir langsung diperoleh ekstrak.24

 Ekstraksi Ultrasonik

Getaran ultrasonik (> 20.000 Hz) memberikan pengaruh pada proses ekstrak dengan prinsip meningkatkan permeabilitas dinding sel, menimbulkan gelembung spontan sebagai stress dinamik serta menimbulkan fraksi interfase. Hasil ekstraksi tergantung pada frekuensi getaran, kapasitas alat dan lama proses ultrasonikasi.24

 Ekstraksi energi listrik

Energi listrik digunakan dalam bentuk medan listrik, medan magnet serta

electric-discharges yang dapat mempercepat proses dan meningkatkan hasil dengan prinsip menimbulkan gelembung spontan dan menyebarkan gelombang tekanan berkecepatan ultrasonik.24

2.1.5. Uji Toksisitas

Pengujian toksisitas biasanya dibagi menjadi tiga kelompok:

a. Uji toksisitas akut

Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia yang sedang diuji sebanyak satu kali atau beberapa kali dalam jangka waktu beberapa jam.25

b. Uji toksisitas jangka pendek (subkronis)

Uji ini dilakukan dengan memberikan zat kimia tersebut berulang-ulang, biasanya setiap hari atau 5 kali seminggu, selama jangka waktu kurang lebih 10 % masa hidup hewan, yaitu 3 bulan untuk tikus dan 1 atau 2 tahun untuk anjing. Namun, beberapa peneliti menggunakan jangka waktu yang lebih pendek, misalnya pemberian zat kimia selama 14 dan 28 hari.25

c. Uji toksisitas jangka panjang (kronis)

Percobaan jenis ini mencakup pemberian zat kimia secara berulang selama 3-6 bulan atau seumur hidup hewan, misalnya 18 bulan untuk mencit, 24 bulan untuk tikus, dan 7-10 tahun untuk anjing dan monyet. Memperpanjang percobaan kronis lebih dari 6 bulan tidak akan bermanfaat, kecuali untuk percobaan karsinogenik.25


(29)

Uji toksisitas jangka panjang salah satu contohnya yaitu penelitian teratogenik. Penelitian teratogenik dapat berlangsung terus sampai beberapa generasi. Penelitian ini umumnya dilakukan pada 2 jenis spesies binatang, masing-masing minimal selama 90 hari, dengan menggunakan sedikitnya 3 tingkatan dosis, satu di antaranya untuk menentukan level (tingkatan) dosis terkecil yang memberikan efek toksik. Penggunaan binatang lebih dari satu spesies dimaksudkan untuk dapat meliputi semua reaksi atau efek samping yang tidak terlihat pada satu spesies, mungkin terlihat pada spesies lain.26

Berbeda dengan percobaan toksisitas akut yang terutama mencari efek toksik, maksud utama percobaan toksisitas kronis ialah menguji keamanan obat. Penafsiran keamanan obat untuk manusia dapat dilakukan melalui serangkaian percobaan toksisitas terhadap hewan. Dikatakan penafsiran karena data dari hewan tidak dapat diekstrapolasikan begitu saja tanpa mempertimbangkan segala faktor yang membedakan antara hewan dan manusia.25

2.1.6. Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) merupakan salah satu metode untuk menguji bahan-bahan yang bersifat toksik dan digunakan sebagai suatu bioassay

yang pertama untuk penelitian bahan alam9 dan sebagai agen antitumor, pestisida, dan skrining ekstrak tumbuhan untuk aktivitas farmakologi.27 Uji toksisitas dengan metode BSLT ini merupakan uji toksisitas akut. Prosedurnya dengan menentukan nilai LC50 dari aktivitas komponen aktif tanaman terhadap larva

Artemia salina Leach.9

Teknik ini cepat, sederhana (tindakan aseptik tidak diperlukan), mudah, tidak mahal, dan menggunakan sejumlah kecil material uji (2-20 mg atau kurang). BSLT digunakan untuk memprediksi aktivitas toksisitas dan pestisidal.29 Korelasi positif ditunjukkan antara toksisitas BSLT dengan aktivitas antitumor dari tanaman27 dan sitotoksisitas pada sel 9 KB (karsinoma nasofaringeal manusia) dan tumor solid lain, seperti pada sel P388 (leukemia in vivo).28


(30)

a. Metode penapisan farmakologi awal yang mudah, cepat, dan relatif tidak mahal

b. Metode yang telah teruji hasilnya dengan tingkat kepercayaaan 95 % untuk mengamati toksisitas suatu senyawa dalam ekstrak kasar tumbuhan. c. Metode ini sering digunakan dalam tahap awal isolasi senyawa toksik

yang terkandung dalam suatu ekstrak.

d. Metode ini sering dihubungkan sebagai metode penapisan untuk mencari senyawa antikanker dari tumbuhan.29

BSLT menggunakan larva (nauplia) Artemia salina Leach digunakan sebagai hewan coba. Jumlah kematian larva dihitung setelah 24 jam perlakuan dan hasilnya dinilai sebagai LC50 atau LD50, dosis yang dibutuhkan untuk membunuh

50 % larva.30 Tolak ukur atau parameter yang digunakan untuk menunjukkan adanya aktivitas biologi suatu senyawa pada Artemia salina Leach yaitu dengan menghitung jumlah kematian larva udang akibat pemberian senyawa dengan konsentrasi yang telah ditetapkan. Hasil uji dikatakan efektif terhadap larva

Artemia salina Leach apabila ekstrak yang diujikan menyebabkan 50 % kematian pada kurang dari 1000 ppm.29 Apabila suatu ekstrak tanaman bersifat toksik menurut harga LC50 dengan metode BSLT, maka tanaman tersebut dapat

dikembangkan sebagai obat antikanker. Hal ini disebabkan karena terdapat hubungan antara sitotoksisitas dan BSLT pada ekstrak tanaman yang diteliti.31 2.1.7. Artemia salina Leach

2.1.7.1. Taksonomi Artemia salina Leach

Artemia adalah jenis Crustacea tingkat rendah dari phyilum Arthropoda yang banyak mengandung nutrisi terutama protein dan asam-asam amino. Dalam dunia hewan Artemia atau brine shrimp adalah merupakan makrozooplankton yang diklasifikasikan dalam:

Kingdom : Animalia

Philum : Arthropoda


(31)

Sub kelas : Branchiopoda

Ordo : Anostraca

Famili : Artemiidae

Genus : Artemia

Species : Artemia salina (Linnaeus, 1758)32

Gambar 2.5. Artemia salina Sumber: Dumitrascu M, 2011

2.1.7.2. Ekologi Spesies

Artemia salina hanya hidup di danau dan kolam dengan salinitas tinggi (antara 60-300 ppt). Spesies ini endemik di Mediterranean, tapi dapat ditemukan di seluruh benua. Dapat mentolerir garam dalam jumlah besar (300 g/L air) dan dapat hidup dalam larutan yang berbeda dari air laut, seperti kalium permanganat dan perak nitrat, sedangkan yodium berbahaya bagi spesies ini. Hewan ini mampu mengurangi tekanan osmotik hemolimf dengan ekskresi NaCl melawan gradien konsentrasi. Keadaan ini bertujuan untuk menjaga hemolimf hipotonik ekstrim dalam konsentrasi garam yang ekstrim. Pertahanan lain dilakukan Artemia salina

dalam air dengan defisiensi oksigen yang tinggi. Konsentrasi minimum oksigen untuk Artemia salina dewasa sangat rendah (0,5 mg/L) dan untuk nauplia kurang dari 0,3 mg/L.32


(32)

Tubuhnya dibagi menjadi 3 segmen: kepala, thorax, dan abdomen. Hewan jantan dewasa mempunyai panjang 8-10 mm, sedangkan pada betina 10-12 mm.

Artemia salina dewasa mempunyai 3 mata dan 11 pasang kaki. Dalam kondisi alami, pangan Artemia salina berupa algae, protozoa, dan detritus. Partikel yang kurang dari 40-60 mm akan dilepaskan oleh filter aktif non-selektif yang dimiliki oleh Artemia salina.32

Artemia salina jantan memiliki 2 organ reproduksi. Uterus dari Artemia salina betina berisi hingga 200 telur, baik pada spesies ovipar maupun ovovivipar. Mereka memproduksi telur, yang mengapung dalam air dan dapat berkembang menjadi nauplia (larva) atau kista jika lingkungan tidak menguntungkan (kekeringan air). Kista adalah bentuk dorman dari hewan ini, yang akan bertahan lama dalam keadaan kering. Kista akan menetas menjadi nauplia jika kondisi lingkungan memungkinkan.32

2.1.7.4. Siklus Hidup

Cara reproduksi Artemia salina dikontrol oleh faktor lingkungan yaitu konsentrasi oksigen di air dan fluktuasinya, tipe pangan, kadar garam, dan lainnya (tabel 2.2.). Kadar garam/salinitas pada ovovivipar kurang dari 150 ppt, sedangkan pada ovipar antara 150-200 ppt.32

Tabel 2.2. Modalitas reproduksi Artemia salina

Reproduksi

Ovipar Ovovivipar

Kandungan O2 rendah (seperti

dalam kadar garam/salinitas tinggi)

Kandungan O2 tinggi (seperti dalam

kadar garam/salinitas rendah)

Fluktuasi O2 kuat Fluktuasi O2 rendah

Pangan kaya Fe (seperti alga hijau) Pangan rendah Fe (seperti debris organik)

Sumber: Dumitrascu M, 2011

Pada reproduksi ovipar, setelah kopulasi, telur yang sudah difertilisasi berkembang menjadi tahap gastrula dan dikelilingi oleh kulit cokelat yang kuat, berisi kitin, lipoprotein, dan lain-lain. Kista yang terbentuk kemudian dilepaskan ke dalam air. Kista menjadi larva bebas ketika proses pengeringan awal terjadi.32


(33)

Pada reproduksi ovovivipar, telur yang difertilisasi berkembang menjadi gastrula, lalu gastrula berdiferensiasi menjadi tubuh betina yang disebut nauplia. Telur menetaskan nauplia akan berwarna putih dan bersirip.32

Kista (0,2-0,3 mm) menjadi nauplia (0,45 mm) dalam waktu 24-36 jam. Hidrasi lengkap kista membutuhkan waktu 1 jam. Nauplia kemudian menjadi kista dewasa (maksimal 13 mm) dalam waktu 3 minggu tergantung ketersediaan pangan. Kista dapat bertahan hidup pada kondisi ekstrim hingga mencapai suhu 80°C. Kista terhidrasi mati pada suhu dibawah 0°C dan di atas 40°C. Kista terhidrasi berukuran 200-270 μm dan berat 3,5 μg. Kista juga memiliki kemampuan bertahan ketika berkontak dengan cairan agresif, kondisi kering yang ekstrim, kekurangan oksigen dan pengaruh pestisida. Kista tidak akan menetas jika salinitas yang lebih tinggi dari 70 ppt. Pada salinitas kurang dari 5 ppt kista akan menetas, tapi nauplia akan mati dengan cepat. Analisis karbon menunjukkan bahwa umur kista radiaktif dapat mencapai 10.000 tahun.32

Nauplia tumbuh optimal pada 28°C dan 35 ppt. Sedangkan suhu letal yang menyebabkan kematian nauplia yaitu 0°C dan 37-38°C. Nauplia mempunyai 1 mata (fotoreseptor) yang akan berkembang menjadi 3 mata. Nauplia berenang melalui kolom air (fototaksis) menggunakan antena. Namun Artemia salina

dewasa tidak bersifat fototaksis. Rahang nauplia digunakan untuk menyaring air dan fitoplankton.32

Gambar 2.6. Karakteristik anatomi nauplia Artemia salina Sumber: Dumitrascu M, 2011

Larva (nauplia) akan mengalami 15 kali metamorfosis. Larva tingkat 1 dinamakan instar I, larva tingkat 2 dinamakan instar II, demikian seterusnya


(34)

sampai instar XV. Larva yang baru saja menetas atau instrar I berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 400 μm dan berat 15 μg. Instar II panjangnya sekitar 600 μm, sedangkan instar III sudah sepanjang 700 μm. Pada awalnya nauplia berwarna kemerah-merahan karena masih banyak mengandung cadangan makanan. Selain itu, pada fase tersebut, mulut dan anusnya belum terbentuk sempurna sehingga larva pada fase instar I tidak makan. Setelah 24 jam menetas larva akan berubah menjadi instar II dimana pada fase ini larva akan memulai mencari makanan untuk memenuhi cadangan makanan yang mulai berkurang. Pada tingkat instar II, larva sudah memiliki mulut dan saluran pencernaan.33,34

Artemia salina dewasa berenang menggunakan anggota badan. Artemia salina dewasa mempunyai 1 mata di bagian tengah, 2 mata lateral, otak sederhana berbentuk seperti cincin yang mengelilingi mulutnya. Selain itu, Artemia salina

dewasa memiliki satu mata di bagian tengah disertai dua mata di bagian lateral, panjang jantan 8-10 mm dan panjang betina 10-12 mm serta memiliki warna yang bervariasi tergantung pada konsentrasi garam dalam air dari green tored (merah pada konsentrasi tinggi).32

Gambar 2.7. Karakteristik anatomi Artemia salina dewasa

Sumber: Dumitrascu M, 2011

2.1.7.5. Alasan Penggunaan Artemia salina Leach sebagai Hewan Uji

Artemia salina Leach sangat rentan terhadap toksin pada fase awal pertumbuhannya, terutama saat fase instar I dan II.35 Artemia salina Leach digunakan sebagai hewan uji dalam BSLT karena memiliki respon terhadap senyawa kimia yang mirip dengan mamalia, misalnya DNA-dependent RNA polymerase dan organisme ini memiliki sebuah ouabaine-sensitive Na+ dan K+ dependent ATPase. DNA-dependent RNA polymerase berguna dalam pemisahan kedua untai DNA dan menggabungkan nukleotida-nukleotida RNA saat


(35)

membentuk pasangan basa di sepanjang cekatan DNA. Jika suatu senyawa menghambat proses ini, maka DNA tidak dapat mensintesis RNA sehingga sintesis protein terganggu. Jika protein tidak terbentuk, maka metabolisme sel tidak berlangsung sehingga menyebabkan kematian Artemia.36 Sedangkan Na+

dan K+ dependent ATPase merupakan enzim yang menghidrolisis ATP menjadi ADP dan menggunakan energi untuk mengeluarkan 3 Na+ ke luar sel dan mengambil 2 K+ ke dalam sel. Ouabaine memiliki fungsi menginhibisi dari Na+

dan K+ dependent ATPase dan berperan dalam proliferasi sel. Apabila ada senyawa yang mempengaruhi oubaine, maka dapat menyebabkan proliferasi sel terganggu sehingga dapat menyebabkan kematian sel dari Artemia salina

Leach.37,38

Artemia salina Leach memiliki respon stress yang sama dengan manusia. Respon terhadap situasi yang penuh tekanan (stressful) memberikan keuntungan pada kemampuan bertahan, reproduksi, perilaku pada hewan. Jumlah stressor dan pengaruh stress pada Artemia relatif sederhana, walaupun begitu, Artemia

memiliki lingkungan yang multidimensi. Lingkungan fisik dan budaya manusia memiliki perkembangan yang lebih cepat daripada adaptasi mereka, sehingga respon maladaptif atau penyakit terjadi. Seperti Artemia, otak memiliki peran merespon stressor perilaku dan fisiologis. Artemia juga memiliki kemampuan mengenali dan memilih teman untuk menjaga adaptasi ekologi, seperti yang terlihat pada manusia.39

Selain itu fisiologi Artemia salina Leach yaitu sistem saraf pusat, sistem pencernaan, mata, dan sistem vaskular mirip dengan yang dimiliki oleh manusia.40

Artemia juga memiliki membran kulit yang tipis sehingga kematian akibat sitotoksik dari senyawa bioaktif dianalogikan dengan kematian sel dalam organisme.41

Artemia salina Leach digunakan secara luas untuk uji toksisitas karena ketersediaan telur dorman (kista) dapat dipanen dalam jumlah besar di danau garam.42 Telur ini dapat hidup dalam kondisi kering selama bertahun-tahun, dan mudah menetas dalam 48 jam.43


(36)

2.1.8. Pelarut

Metanol, etanol, tween 20, dan DMSO (dimethyil sulfoxide) adalah pelarut yang digunakan secara luas untuk BSLT. DMSO digunakan secara luas sebagai pelarut ekstrak tumbuhan. Metanol dan etanol juga digunakan untuk melarutkan sejumlah besar senyawa kimia pada produk alam. Namun albumin, sukrosa, lemak, dan minyak tidak terlarut dalam metanol dan etanol. Tween 20 sangat berguna untuk melarutkan minyak atsiri dan substansi minyak lain dalam ekstrak tumbuhan.44

Kematian larva Artemia salina awalnya terlihat pada konsentrasi 2,5 % pada DMSO dan metanol, 1,25 % pada etanol, dan 3,125 % pada Tween 20. Jika konsentrasi ditambah, maka semua larva akan mati secepatnya. Hal ini terjadi saat konsentrasi 2,5 % pada Tween 20 dan etanol, 5 % pada metanol, dan 10 % pada DMSO. Konsentrasi tinggi dari pelarut tersebut mungkin toksik bagi hewan uji sehingga menimbulkan hasil positif palsu. LC50 untuk masing-masing pelarut

yaitu 8,5 % (DMSO), 6,4 % (metanol), 3,4 % (etanol), dan 2,5 % (Tween 20). Tingkat toksisitas berdasarkan hasil tersebut diurutkan menjadi: Tween 20 > etanol > metanol > DMSO. DMSO merupakan pelarut yang lebih aman dibandingkan dengan pelarut lain, sedangkan Tween 20 merupakan pelarut paling keras diantara 3 pelarut lain.44

Konsentrasi toleransi maksimum untuk melarutkan sampel uji yaitu 1,25% untuk DMSO, metanol dan etanol serta 0,16% untuk Tween 20. Menggunakan pelarut di bawah konsentrasi toleransi maksimum tidak memberikan hasil positif palsu.44


(37)

2.2. Kerangka Teori

Ekstrak metanol daun sirsak (Annona muricataL) L)

Mengandung annonaceous acetogenin

Menghambat oksidase dari

NADH

Menghambat kompleks I dalam system

transport electron dan

fosforilasi oksidatif

Mengistirahat-kan siklus sel pada fase G1

Memicu apoptosis sel ATP yang dihasilkan ↓ ↑ ekspresi Bax dan Bad

Pertumbuhan sel terhambat

Kematian sel

Kematian larva

Artemia salina Leach

Diketahui dengan menggunakan pengujian toksisitas Uji toksisitas akut Uji toksisitas subkronis Uji toksisitas kronis Menggunakan

metode BSLT Menggunakan hewan uji yang lebih

besar dari larva Artemia salina


(38)

2.3. Kerangka Konsep

Ekstrak metanol daun sirsak (Annona muricataL) L)

Memiliki senyawa yang berpotensi bioaktivitas

Uji toksisitas akut dengan metode BSLT

Kematian larva Artemia salina Leach setelah perlakuan 24 jam


(39)

2.4. Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur

Skala Ukur Hasil Ukur 1. Konsentrasi

ekstrak metanol daun

Annona

muricata L

Konsentrasi ekstrak dalam ppm (1 μg/ml)

V1M1= V2M2 - Numerik 15 ppm 10 ppm 5 ppm 2,5 ppm

2. Persentase mortalitas larva Artemia

salina Leach

Hasil perhitungan total larva yang mati dibagi jumlah larva awal dikali 100% untuk tiap replikasi Jumlah larva mati dibagi jumlah larva awal dikali 100%

- Numerik Persen-tase kematian larva

3. LC50 Konsentasi yang diberikan sekali

(tunggal) atau beberapa kali dalam 24 jam dari suatu zat yang secara statistik dapat mematikan 50% hewan uji

Dihitung dari persamaan garis lurus y=mX+b dengan memasukkan nilai 5 (probit dari 50% kematian hewan uji) sebagai y sehingga dihasilkan x sebagai nilai log konsentrasi

- Kategorik LC50 < 1000 ppm maka senyawa toksik. LC50 > 1000 ppm maka senyawa tidak toksik


(40)

27 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pendekatan

post test-only control group design untuk menguji toksisitas akut ekstrak metanol daun sirsak (Annona muricata L) terhadap larva Artemia salina

Leach menggunakan metode BSLT.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2015 sampai bulan Agustus 2015 di Laboratorium Penelitian 1, Laboratorium Fakmakognosi & Fitokimia, Laboratorium Biologi, dan Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi penelitian ini adalah larva Artemia salina Leach. 3.3.2. Sampel

3.3.2.1. Kriteria Inklusi:

Larva Artemia salina Leach hidup, berumur 48 jam, dan bergerak aktif sebagai hewan uji.

3.3.2.2. Kriteria Eksklusi:

Larva Artemia salina Leach yang tidak menunjukkan aktivitas pergerakan sebelum perlakuan.

3.3.3. Besar Sampel

Larva Artemia salina Leach yang digunakan berjumlah 10 ekor tiap konsentrasi ekstrak. Pada penelitian ini dibuat empat konsentrasi ekstrak metanol daun sirsak (Annona muricata L) dan satu kontrol negatif. Setiap konsentrasi dan kontrol negatif dilakukan triplo. Jadi, jumlah total


(41)

sampel yang diperlukan adalah 150 ekor larva Artemia salina Leach tiap kali perlakuan.

3.3.4. Cara Pengambilan Sampel

Cara pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan

purposive random sampling terhadap larva Artemia salina Leach. Larva

Artemia salina Leach mempunyai kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel karena populasinya telah homogen, cara dan jenis penyediaannya sama.

3.4. Determinasi Tanaman

Identifikasi terhadap daun sirsak (Annona muricata L) untuk mengetahui identitas taksonominya di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, LIPI.

3.5. Bahan yang Diuji

Bahan yang diuji adalah daun sirsak (Annona muricata L) yang didapatkan dari kebun rumah warga di desa Tinggarjaya, kecamatan Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah yang akan diekstraksi dengan menggunakan pelarut metanol.

3.6. Alat dan Bahan Penelitian 3.6.1. Alat Penelitian

a. Neraca analitik b. Tabung reaksi c. Erlenmeyer d. Gelas beker e. Mikropipet f. Rotary evaporator g. Corong kaca h. Pipet tetes i. Cawan penguap


(42)

j. Bejana kaca maserasi k. Batang pengaduk l. Spatula

m. Oven

n. Hot plate stirrer o. pH indicator paper

p. Seperangkat alat penetasan udang (wadah plastik, lakban hitam, sterofoam, aluminium foil, lampu)

q. Well plate 3.6.2. Bahan Penelitian

a. Air laut b. Akuades

c. Daun basah Annona muricata L d. Pelarut metanol

e. Kertas saring

f. Telur Artemia salina Leach

g. DMSO

3.7. Cara Kerja Penelitian

3.7.1. Persiapan dan Pembuatan Simplisia

Daun sirsak yang didapatkan dari kebun warga daerah di desa Tinggarjaya, kecamatan Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah dilakukan determinasi dahulu di Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Bogor, LIPI untuk mengetahui spesiesnya. Setelah itu, 2 kg daun sirsak diambil, disortir, serta dibersihkan. Daun sirsak yang telah dibersihkan kemudian dibawa ke Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) untuk dikeringkan dan dihaluskan menjadi serbuk simplisia halus yang beratnya 572 gram. Serbuk simplisia disimpan pada suhu kamar (15-30°C).5

3.7.2. Pembuatan Ekstrak Daun Sirsak (Annona muricata L)

Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserasi. Serbuk simplisia halus 572 gram dimasukkan ke dalam bejana


(43)

kaca maserasi, lalu direndam dalam pelarut metanol yang sebelumnya didestilasi. Perendaman ini dilakukan selama 3 hari. Sesekali dilakukan pengadukan dan pengocokkan agar pelarut masuk ke seluruh permukaan serbuk simplisia. Setelah 3 hari, hasil rendaman kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring. Hal ini dilakukan untuk memisahkan filtrat dan ampasnya. Selanjutnya filtrat diambil dan ditampung. Ampas daun dimaserasi kembali, hingga larutan daun sirsak menjadi agak bening.34 Filtrat kemudian ditampung dan dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 45°C sehingga didapatkan ekstrak metanol daun sirsak. Setelah 10 kali proses maserasi, didapatkan ekstrak metanol. Untuk memperoleh ekstrak yang benar-benar kental, maka dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 40°C selama 7 hari45 sehingga didapatkan ekstrak kental sebanyak 57 gram.

3.7.3. Penetasan Larva Udang

Penetasan larva udang dilakukan di dalam wadah plastik. Sebelumnya, wadah plastik dibagi menjadi bagian terang dan gelap, lalu diberi pembatas berupa sterofoam yang tepi bawahnya telah dilubangi agar telur yang menetas bisa keluar dari lubang tersebut. Wadah lalu diisi dengan air laut hingga kedua lubang pada sterofoam tersebut terendam. Pada ruang gelap, diisi 1 sendok telur, kemudian ditutup dengan menggunakan lakban hitam dan aluminium foil. Pada ruang terang diberi penerangan menggunakan cahaya lampu neon untuk merangsang penetasan. Selain itu, pada ruang terang juga dipasang aerator untuk memberikan oksigen pada telur yang menetas menjadi larva dan berpindah ke ruang terang. Setelah telur menetas menjadi larva yang berusia 24 jam, kemudian dipindahkan ke wadah lain hinga berusia 48 jam. Larva yang berusia 48 jam dapat dijadikan sebagai hewan uji dalam percobaan BSLT.29


(44)

3.7.4. Persiapan Larutan Sampel yang Akan Diuji

Sebelum menentukan konsentrasi ekstrak yang efektif untuk membunuh Artemia salina Leach, uji orientasi (trial) dilakukan terlebih dahulu. Uji orientasi bertujuan untuk menentukan presentase kematian 10 %-90 % kematian hewan uji, dengan konsentrasi 1000 ppm, 500 ppm, 250 ppm, 100 ppm, 50 ppm, 25 ppm, dan 10 ppm.45 Larutan induk dibuat dari 200 mg ekstrak yang ditimbang menggunakan neraca analitik. Lalu dilarutkan dengan DMSO 2 mL dan ditambah akuades hingga volumenya mencapai 100 mL sehingga didapatkan konsentrasi larutan induk 2000 ppm. Larutan diaduk dengan menggunakan hot plate strirrer agar homogen.

Setelah didapatkan larutan induk 2000 ppm, dilakukan pengenceran untuk mendapatkan larutan uji dengan konsentrasi 1000 ppm, 500 ppm, 250 ppm, 100 ppm, 50 ppm, 25 ppm, dan 10 ppm. Setelah didapatkan konsentrasi dengan presentase kematian 10 %-90 %, dilakukan pembuatan larutan uji sebenarnya dengan konsentrasi 30 ppm, 20 ppm, 10 ppm dan 5 ppm. Rumus pengencerannya sebagai berikut:

V1M1 = V2M2 V1 = volume awal M1 = konsentrasi awal

V2 = volume akhir M2 = konsentrasi akhir

3.7.5. Prosedur Uji Toksisitas dengan Metode BSLT

Masing-masing well plate diisi dengan 1 mL larutan uji dan 1 mL air laut dengan menggunakan mikropipet sehingga volumenya menjadi 2 mL. Karena ditambahkan air laut 1 mL, konsentrasi dalam well plate

menjadi setengah kalinya, yaitu 15 ppm, 10 ppm, 5 ppm, dan 2,5 ppm. 10 larva Artemia salina Leach dimasukkan pula pada masing-masing well plate. Kontrol negatif berisi 2 mL air laut dan 10 larta Artemia salina

Leach, tanpa larutan uji. Untuk setiap larutan uji dan kontrol negatif dilakukan triplo (3 kali pengulangan).28


(45)

Tabel 3.1. Data konsentrasi ekstrak pada well plate Konsentrasi 15 ppm Konsentrasi 10 ppm Konsentrasi 5 ppm Konsentrasi 2,5 ppm Kontrol negatif 1. 1 mL ekstrak

30 ppm+1 mL air laut+10 larva

1 mL ekstrak 20 ppm+1 mL air laut+10 larva

1 mL ekstrak 10 ppm+1 mL air laut+10 larva

1 mL ekstrak 5 ppm+1 mL air laut+10 larva

2 mL air laut+10 larva

2. 1 mL ekstrak 30 ppm+1 mL air laut+10 larva

1 mL ekstrak 20 ppm+1 mL air laut+10 larva

1 mL ekstrak 10 ppm+1 mL air laut+10 larva

1 mL ekstrak 5 ppm+1 mL air laut+10 larva

2 mL air laut+10 larva

3. 1 mL ekstrak 30 ppm+1 mL air laut+10 larva

1 mL ekstrak 20 ppm+1 mL air laut+10 larva

1 mL ekstrak 10 ppm+1 mL air laut+10 larva

1 mL ekstrak 5 ppm+1 mL air laut+10 larva

2 mL air laut+10 larva

Setelah 24 jam, dihitung jumlah larva yang mati pada masing-masing well plate.28 Penghitungan dilakukan dengan menggunakan lup,

digital colony counter, atau dibawah penerangan lampu. Larva yang mati diketahui dari tidak adanya pergerakan selama pengamatan.45


(46)

3.8. Alur Penelitian

Gambar 3.1. Bagan Alur Penelitian

Determinasi tanaman

2 kg daun Annona muricata L

572 gram simplisia halus daun

Annona muricata L

10 kali maserasi dengan pelarut metanol yang sebelumnya didestilasi

57 gr ekstrak kental metanol daun

Annona muricata L

Larutan induk 2000 ppm (200 mg ekstrak kental

Annona muricata L dilarutkan dalam 2mL

DMSO+98 mL akuades)

Penetesan larva Artemia

salina Leach

Larva Artemia salina Leach yang berumur 48 jam

Pengambilan larva secara random

Uji orientasi dengan konsentrasi 1000 ppm, 500 ppm, 250 ppm, 100 ppm, 50 ppm, 25 ppm, 10 ppm, dan kontrol negatif

Setiap konsentrasi dilakukan 3 kali replikasi (triplo)

Setelah 24 jam pemberian ekstrak, dilakukan perhitungan dan persentase larva yang mati

Pembuatan larutan uji yang sebenarnya dengan konsentrasi 15 ppm, 10 ppm, 5 ppm, dan 2,5 ppm

Ulangi langkah sebelumnya (dilakukan triplo dan perhitungan larva yang mati)


(47)

3.9. Pengolahan dan Analisis Data

Menentukan presentase kematian larva untuk setiap konsentrasi dengan cara sebagai berikut:

Pada metode analisis probit manual, nilai probit diketahui dengan mengkonversi nilai persen kematian larva tiap konsentrasi ke nilai probit dalam tabel. Dilanjutkan dengan menentukan log konsentrasi dan membuat persamaan garis lurus y = mx+b, dengan y adalah nilai probit dan x adalah log konsentrasi.46

Nilai m (slope) dihitung menggunakan rumus:

Nilai b (intersept) dihitung menggunakan rumus:

Metode analisis dapat juga menggunakan Microsoft Office Excel

dengan membuat grafik persamaan garis lurus hubungan antara nilai probit dengan log konsentrasi. Nilai LC50 dapat dihitung dari persamaan garis lurus

itu dengan memasukkan nilai 5 sebagai y. Nilai 5 didapatkan berdasarkan nilai probit 50 % kematian hewan uji. Lalu dihasilkan nilai x sebagi log konsentrasi. Nilai LC50 merupakan antilog nilai x tersebut.46


(48)

35 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Ekstraksi Daun Annona muricata L

Penelitian ini menggunakan daun Annona muricata L. Sebelumnya daun tersebut dideterminasi terlebih dahulu untuk menghindari kesalahan dalam pengambilan spesies tanaman. Dari hasil determinasi, diperoleh bahwa spesies yang digunakan oleh peneliti sudah benar. Daun yang digunakan diperoleh dari kebun seorang warga di desa Tinggarjaya, kecamatan Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah sebanyak 2 kg basah. Daun yang sudah disortir dan dikeringkan, kemudian dihaluskan sehingga didapatkan serbuk simplisia halus. Semakin halus serbuk simplisia, maka semakin mudah proses ekstraksi. Sehingga lebih mudah dalam penarikan zat aktif dalam pengambilan simplisia tersebut. Namun tingkat kehalusan yang terlalu tinggi menyebabkan proses pemisahan antara ekstrak dan pelarut semakin sulit.25

Serbuk simplisia yang didapatkan dari pengeringan dan penghalusan dengan berat 572 gram kemudian digunakan untuk proses maserasi. Ekstraksi dilakukan dengan metode maserasi. Maserasi dipilih karena mudah dilakukan dan dalam tahapannya tidak melalui proses pemanasan sehingga menghindari kerusakan dari zat aktif yang dikandung oleh simplisia.34 Ketika simplisia terendam dalam pelarut metanol, penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif sehingga zat aktif menjadi larut. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam dan di luar sel. Bejana kaca maserasi harus terlindung dari cahaya untuk mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau terjadi perubahan warna dan tertutup sempurna agar cairan penyari tidak menguap sehingga penyarian dapat maksimal.47

Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah metanol. Metanol yang digunakan sebelumnya didestilasi terlebih dahulu untuk mengurangi faktor pengotor sehingga yang digunakan untuk merendam simplisia dalam proses maserasi adalah metanol murni dari hasil destilasi. Metanol sangat mudah


(49)

menguap pada titik didihnya yaitu 64,7°C48 sehingga saat filtrat dievaporasi, metanol akan menguap dan terpisah dengan zat aktif daun sirsak yang ditarik saat perendaman. Ekstrak kental metanol daun Annona muricata L diperoleh dari filtrat maserasi yang dipekatkan menggunakan rotary evaporator, lalu diuapkan di dalam oven dengan suhu 40°C selama 7 hari. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan pelarut yang masih tersisa.

Ekstrak kental metanol daun Annona muricata L didapatkan sebanyak 57 gram setelah melalui 10 kali proses maserasi. Dari ekstrak kental tersebut dibuat larutan konsentrasi ekstrak untuk uji BSLT. Lautan pertama yang dibuat adalah larutan induk dengan konsentrasi 2000 ppm sebanyak 100 mL. Ekstrak kental yang dibutuhkan dalam sekali pembuatan larutan induk adalah 0,2 gram atau 200 mg. Untuk mempermudah melarutkan ekstrak dalam akuades, ditambahkan DMSO ( dimetilsulfoksida) sebanyak 2 mL. Pemilihan DMSO untuk membantu kelarutan ekstrak dalam akuades karena DMSO sifatnya tidak terlalu toksik.49 Kematian larva Artemia salina Leach mulai terlihat pada konsentrasi 2,5 % untuk DMSO,44 sedangkan pada penelitian ini digunakan DMSO dengan kadar 2 %. Sehingga pada penelitian ini, kematian larva tidak dipengaruhi oleh konsentrasi DMSO.

4.2. Hasil Uji Toksisitas Akut dengan Metode BSLT

Uji toksisitas dengan menggunakan metode BSLT merupakan uji toksisitas akut dimana efek toksik dari suatu senyawa dapat ditentukan dalam waktu singkat, yaitu rentang waktu 24 jam setelah pemberian dosis.9 Metode BSLT dipilih karena efek toksik dari suatu senyawa dapat ditentukan dalam waktu singkat, mudah dikerjakan, murah, cukup akurat, hanya membutuhkan sejumlah kecil material uji,9,10 hasilnya memiliki korelasi dengan aktivitas antikanker, dan memiliki tingkat kepercayaan hingga 95 %.8

Hewan uji yang digunakan pada penelitian ini yaitu larva Artemia salina

Leach yang berusia 48 jam karena memiliki saluran pencernaan yang terbentuk lengkap sehingga peka terhadap suatu zat yang dimasukkan.33 Artemia salina


(50)

senyawa kimia yang mirip dengan mamalia, misalnya DNA dependent RNA polymerase dan organisme ini memiliki sebuah ouabaine-sensitive Na+ dan K+ dependent ATPase.36 Proses penetasan telur menjadi larva membutuhkan lampu agar larva bergerak ke tempat yang terang sebab larva bersifat fototaksis. Selain itu, proses penetasan juga membutuhkan aerator sebagai sumber oksigen.50

Untuk mencari nilai LC50 yang akurat, perlu dipilih beberapa dosis yang

mematikan sekitar 50 %, lebih dari 50 %, dan kurang dari 50 %. Oleh karena itu, uji orientasi (trial) dilakukan terlebih dahulu untuk menentukan konsentrasi larutan uji sebenarnya yang akan digunakan. Setelah uji orientasi dilakukan, diperoleh konsentrasi larutan uji yang digunakan yaitu 30 ppm, 20 ppm, 10 ppm, dan 5 ppm. Selain itu dibuat kontrol negatif berupa air laut dan larva udang tanpa adanya penambahan ekstrak untuk menguji pengaruh air laut maupun faktor lain yang berpengaruh terhadap kematian larva. Sehingga dapat dipastikan bahwa kematian larva hanya karena pengaruh ekstrak yang ditambahkan.

Penelitian ini dilakukan dengan 3 kali pengulangan (triplo) untuk mendapatkan data yang lebih baik dan lebih akurat. Masing-masing konsentrasi dan kontrol negatif diisi 10 ekor larva, sehingga larva yang digunakan seluruhnya berjumlah 150 ekor untuk setiap kali perlakuan. Karena penambahan 1 mL air laut pada well plate, maka konsentrasi ekstrak yang diuji BSLT menjadi setengah kali dari konsentrasi awal, yaitu 15 ppm, 10 ppm, 5 ppm, dan 2,5 ppm.

Berikut ini adalah hasil penelitian dari berbagai konsentrasi ekstrak metanol daun Annona muricata L terhadap larva Artemia salina Leach.

Tabel 4.1. Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak metanol daun Annona muricata

L terhadap larva Artemia salina Leach

Konsentrasi (ppm)

Perlakuan Total

kematian Rata-rata kematian ± standar deviasi Persen kematian (%) Well plate 1 Well plate 2 Well plate 3

0 0 0 0 0 0 0

2,5 4 2 2 8 2,667 ± 1,155 26,67

5 6 5 5 16 5,333 ± 0,577 53,33

10 9 9 7 26 8,667 ± 1,155 86,67


(51)

Gambar 4.1. Pengaruh berbagai konsentrasi ekstrak metanol daun Annona muricata L terhadap larva Artemia salina Leach

Pada tabel 4.1 dan gambar 4.1 di atas, dapat dilihat kematian larva tertinggi pada konsentrasi 15 ppm dan terendah 2,5 ppm. Selain itu, terdapat peningkatan kematian larva Artemia salina Leach yang selaras dengan peningkatan konsentrasi ekstrak metanol daun Annona muricata L. Pada kontrol negatif tidak didapatkan larva yang mati, sehingga kematian larva murni karena ekstrak yang diberikan bukan karena pengaruh air laut. Standar deviasi untuk masing-masing kematian juga masih dalam batas normal yaitu kurang dari 2.45

4.3. Nilai LC50

Tabel 4.2. Perhitungan Nilai LC50 dengan Metode Probit

Konsentrasi (ppm)

Log konsentrasi

(X)

% mati Probit

(Y)

X2 Y2 XY

0 0 0 0 0 0 0

2,5 0,39 26,67 4,3750 0,1521 19,140625 1,70625 5 0,69 5333 5,0828 0,4761 25,83485584 3,507132 10 1 86,67 6,1077 1 37,30399929 6,1077 15 1,18 96,67 6,8260 1,3934 46,594276 8,05468

Jumlah (∑) 3,26 263,34 22,3915 3,0216 128,87375613 19,375762 26.67 53.33 86.67 96.67 0 20 40 60 80 100 120

2.5 5 10 15

Persen kematian (%)

Konsentrasi (ppm) P er sen k em a tia n (% )


(52)

Penentuan nilai LC50 dengan metode manual menggunakan rumus sebagai

berikut:

Nilai slope (m)=

– = 3,0893

Nilai intersept (b)=

= 3,080

Dari hasil di atas didapatkan persamaan garis lurus hubungan antara Y (nilai probit dari persentase kematian) dan X (log konsentrasi) yaitu Y = 3,0893X + 3,080, sehingga nilai LC50 = 4,183 ppm.

Berdasarkan perhitungan manual diperoleh nilai LC50 sebesar 4,183 ppm.

Perhitungan LC50 juga bisa didapatkan menggunakan aplikasi Microsoft Office

Excel dengan membuat persamaan garis lurus Y=mX+b.

Gambar 4.2. Grafik regresi linier ekstrak metanol daun sirsak (Annona muricata

L) terhadap nilai probit

Dari grafik di atas, didapatkan persamaan Y= 3,097X + 3,073, sehingga nilai LC50

sebesar 4,187 ppm.

Nilai LC50 ekstrak daun sirsak (Annona muricata L) yang didapatkan dari

persamaan garis lurus menggunakan aplikasi Microsoft Office Excel yaitu 4,187. Sedangkan dari perhitungan manual didapatkan nilai LC50 sebesar 4,183. Nilai

y = 3.0979x + 3.0731 R² = 0.9891

0 1 2 3 4 5 6 7 8

0 0.5 1 1.5

Log konsentrasi

Nila

i pro

bit

−−−− Linier (Nilai probit) ♦ Nilai probit


(53)

LC50 dari kedua metode tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.

Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun Annona muricata L bersifat toksik dan berpotensi sebagai antikanker, karena LC50 kurang dari 1000

ppm.29

Nilai LC50 yang dipakai dalam penelitian ini adalah yang didapatkan dari

perhitungan menggunakan aplikasi Microsoft Office Excel untuk menghindari

human error. Uji toksisitas akut daun Annona muricata L pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh R. Juliani dan Monica Wijaya didapatkan nilai LC50 masing-masing sebesar 0,85 dan 3,062 ppm.6,7 Hasil dari kedua penelitian ini

memiliki perbedaan dengan hasil yang didapatkan pada penelitian ini. Hal ini bisa disebabkan oleh perbedaan metode ekstraksi yang dilakukan. Pada penelitian R. Juliani, selain menggunakan maserasi sebagai metode ekstraksi, juga dilakukan ultrasonikasi. Gelombang ultrasonik yang digunakan pada metode tersebut dapat menggetarkan sampel sehingga senyawa kimia yang ada pada daun sirsak akan keluar dan larut dalam pelarut yang digunakan, ini bertujuan untuk memperbesar kelarutan senyawa kimia ke dalam pelarut.7 Sehingga ekstrak yang didapatkan mengandung lebih banyak senyawa aktif.

Sedangkan di penelitian Monica Wijaya, digunakan maserasi dan fraksinasi untuk mendapatkan ekstrak kental metanol daun Annona muricata L. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan zat aktif berupa annonaceous acetogenin

yang sedikit polar.4 Kedua penelitian sebelumnya tersebut menghasilkan nilai LC50 yang lebih toksik karena menggunakan metode ekstraksi yang lebih banyak

menarik zat aktif pada daun Annona muricata L.

Faktor yang mempengaruhi perbedaan LC50 antara penelitian sebelumnya

dan penelitian ini dapat dilihat dari faktor biologi dan faktor kimia. Kuantitas dan kualitas senyawa aktif yang berbeda dikategorikan dalam faktor kimia. Sedangkan faktor biologi yang berperan antara lain perbedaan lokasi asal daun sirsak yang mempengaruhi lingkungan tumbuh (kualitas tanah, atmosfer), interaksi dengan energi (cuaca, temperatur, dan cahaya) dan materi (kadar air, senyawa organik, dan anorganik), serta perbedaan usia daun sirsak yang digunakan dalam penelitian.24 Penelitian sebelumnya menggunakan daun Annona muricata L yang


(54)

masing-masing berasal dari Pekanbaru dan Depok, sedangkan penelitian ini menggunakan daun yang berasal dari desa Tinggarjaya, kecamatan Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah. Karena lokasi asal berbeda, maka kualitas tanah, cuaca, temperatur, kadar air, dan usia tanaman juga bisa berbeda.24

Dari perhitungan nialai LC50 diketahui bahwa ekstrak metanol daun

Annona muricata L berpotensi sebagai antikanker. Potensi antikanker ini karena daun sirsak memiliki berbagai kandungan senyawa-senyawa metabolit sekunder yang bersifat toksik, misalnya annoneous acetogenins. Mekanisme sitotoksik

acetogenins melalui: 1) Menghambat oksidase dari NADH di membran plasma pada sel kanker sehingga ATP yang dihasilkan akan menurun; 2) Menghambat komplek I (NADH : ubiquimone oxidoreduktase) dalam system transport electron

di mitokondria dan menghambat fosforilasi oksidasi sehingga pertumbuhan sel kanker terhambat; 3) Menghambat sel kanker yang multidrug resistant dengan meningkatkan ekspresi dari plasma membrane pump, P-glycoprotein yang berkontribusi terhadap multidrug resistant; 4) Sel kanker pada siklus sel fase S lebih rentan terhadap acetogenin annonacin.; 5) Acetogenin annonacin memicu apoptosis sel dengan cara meningkatkan ekspresi Bax dan Bad, tetapi tidak Bcl-2 atau Bcl-xL.22

Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu tidak dilakukan perbandingan toksisitas antara ekstrak metanol daun Annona muricata L dan obat antikanker, contohnya methotrexate atau doxorubicin sebagai kontrol positif.


(55)

42 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1. Simpulan

Ekstrak metanol daun Annona muricata L memiliki potensi toksisitas akut terhadap larva Artemia salina Leach karena hasil perhitungan LC50 kurang dari

1000 ppm, yaitu 4,187 ppm.

5.2. Saran

a. Perlu dilakukan uji toksisitas akut daun Annona muricata L menggunakan pelarut lain, seperti DMSO dan Tween 20.

b. Perlu dilakukan uji toksisitas kronik dari daun Annona muricata L.

c. Perlu dilakukan penelitian yang bertujuan melakukan isolasi senyawa yang memiliki potensi toksik dalam ekstrak metanol daun Annona muricata L. d. Perlu dilakukan perbandingan toksisitas antara senyawa isolat dari daun

Annona muricata L yang berpotensi sitotoksik dengan obat antikanker seperti methotrexate, siklosporin, doxorubicin, dan lainnya.


(56)

43

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. International Agency for Research on Cancer (IARC). Latest world cancer statistics. Global cancer burden rises to 14,1 million new cases in 2012: Marked increase in breast cancer must be addressed. France: IARC; 2013. 2. Kementerian Kesehatan RI. Profil kesehatan Indonesia tahun 2013. Jakarta:

Kementerian Kesehatan RI; 2014.

3. Kementerian Kesehatan RI. Buletin jendela data dan informasi kesehatan penyakit tidak menular. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2012.

4. Wijaya M. Ekstraksi Annonaceous acetogenin dari daun sirsak, Annona muricata, sebagai senyawa bioaktif antikanker. [Skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2012.

5. Agoes G. Teknologi bahan alam. Bandung: Penerbit ITB; 2007.

6. Giawa PN, Yuharmen, Teruna HY. Identifikasi dan uji toksisitas ekstrak n-heksan dari kulit biji tanaman sirsak (Annona muricata L). Pekanbaru: Universitas Riau; 2013.

7. Juliani R, Yuherman, Teruna HY. Identifikasi dan uji toksisitas ekstrak metanol dari daun tanaman sirsak (Annona muricata L). Jurnal Online Mahasiswa (JOM) Bidang Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. 2014; 1 (1)

8. Siemuri EO, Akintunde JK, Bello IJ, Dairo KP. Assesment of cytotoxic effects of methanol extract of Calliandra portoricensis using brine shrimp

(Artemia salina) lethality bioassay. GJBB. 2012; 1 (2): 257-60.

9. Meyer BN, Ferrigni NR, Putnam JE, et al. Brine Shrimp: A convenient general bioassay for active plant constituent. Planta Medica. 1982; 45: 31-34. 10.Pisutthanan S, Plianbangchang P, Pisutthanan N, et al. Brine shrimp lethality

activity of thai medicinal plants in the family Meliaceae. Naresuan University Journal. 2014; 12(2): 13-8.

11.Dewoto HR. Pengembangan obat tradisional Indonesia menjadi fitofarmaka. Majalah Kedokteran Indonesia. Juli 2007; 57 (7): 205-11.


(57)

12.Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. Pedoman pelaksanaan uji klinik obat tradisional. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2000.

13.Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan nomor: HK.00.05.41.1384 tentang kriteria dan tata laksana obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan; 2005.

14.Pramono S. Kontribusi bahan obat alam dalam mengatasi krisis bahan obat Indonesia. Jurnal Bahan Alam Indonesia. Januari 2002; 1 (2). 18-20.

15.Sunarjono HH. Seri agribisnis sirsak & sirkaya: Budi daya untuk menghasilkan buah prima. Bogor: Penebar Swadaya Wisma; 2005.

16.Putra AA. Pengaruh ekstrak etanol daun sirsak (Annona muricata) terhadap ekspresi gen caspase 3 pada kultur sel kanker serviks uteri HeLa. [Skripsi]. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Bandung; 2012.

17.Suranto A. Dahsyatnya sirsak tumpas penyakit. Jakarta: Pustaka Bunda; 2011. 18.Wullur AC, Schaduw J, Wardhani ANK. Identifikasi alkaloid pada daun

sirsak (Annona muricata L.). Farmasi Poltekes Kemenkes Malang; 2013. 19.Raintree Tropical Plant Database. Graviola. [Internet]. 2005. [cited 2015 31

August]. Available from: http://rain-tree.com/graviola.htm.

20.Kojima N, Tanaka T. Medicinal chemistry of annonaceous acetogenins: design, synthesis, and biological evaluation of novel analogues. Molecules. 2009.

21.Alali FQ, Xiao XL, Mclaughin JL. Annonaceous acetogenins: Recent progress. J. Nat. Prod. American Chemical Society and American Society of Pharmacognosy; 1999.

22.Raintree Nutrition. Monograph Graviola Annona Muricata. Carson city. 2004. 23.Taylor L. Technical Data Report for Graviola Annona Muricata. Herbal secret

of the Rainforest. 2nd ed. 2002.

24.Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat. Jakarta: Departemen Kesehatan; 2000.


(58)

26.Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Kumpulan kuliah farmakologi. Ed. 2. Jakarta: EGC; 2009.

27.Kuete V. Medicinal plant research in Africa: Pharmacology and chemistry. USA: Elsevier; 2013.

28.Colegate SM, Molyneux RJ. Bioactive natural product: Detection, isolation, and structural determination. 2nd ed. Francis: CrC Press; 2008.

29.Lisdawati V, Wiryowigdagdo S, Kardono LB. Brine shrimp lethality test (BSLT) dari berbagai ekstrak daging buah dan kulit biji mahkota dewa (Phaleria macrocarpa). Bul. Penelitian Kesehatan. 2006; 34 (3).

30.Thomas G. Medical chemistry: An introduction. 2nd ed. England: John Wiley and Sons Ltd; 2007.

31.Carballo JL, et al. A comparison between two brine shrimp assays to detect in vitro cytotoxicity in marine natural products. BMC Biotechnology. 2002. 32.Dumitrascu M. Artemia salina. Balneo-Research Journal. 2011; 2(4):119-22. 33.Panjaitan RB. Uji toksisitas akut kulit batang pulasari (Alyxiae cortex) dengan

metode brine shrimp lethality test (BST). [Skripsi]. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma; 2011.

34.Ramdini RN. Uji toksisitas terhadap Artemia salina Leach dan toksisitas akut komponen bioaktif Pandanus conoideus var.conoideus Lam sebagai kandidat antikanker. [Skripsi]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret; 2010.

35.Sorgeloos P, Remiche VDWC, Persoone G. The use of Artemia nauplii for toxicity tests-a critical analysis. Ecotoxicol Env Safety. 1978; 2: 249–55. 36.Solis PN, et al. A microwell cytotoxicity assay using Artemia salina (brine

shrimp). Planta Med. 1993 Jun; 59(3): 250-52.

37.Campbell HA, Reece JB. Biologi jilid I. Ed. 8. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2010.

38.Barrett KE, Barman SE, Boitano S, Brooks HL. Ganong’s review of medical physiology. 23th ed. USA: The McGraw-Hill Companies; 2010.

39.Gajardo GM, Beardmore JA. The brine shrimp Artemia: Adapted to clinical life conditions. Frontiers in Physiology. June 2012; (3): 1-8.

40.Hayden C. When nature goes public: the making and unmaking of bioprospecting in Mexico. Oxfordshire: Princeton University Press; 2003.


(1)

Lampiran 3 Alat dan Bahan Penelitian

Gambar 6.2. Daun Annona muricata L sebelum dikeringkan

Gambar 6.3. Serbuk simplisia daun

Annona muricata L sebanyak 572

gram

Gambar 6.4. Proses maserasi daun

Annona muricata L

Gambar 6.5. Penyaringan filtrat hasil maserasi


(2)

(lanjutan)

Gambar 6.6. Destilasi pelarut metanol Gambar 6.7. Hasil destilasi metanol

Gambar 6.8. Filtrat maserat yang telah disaring

Gambar 6.9. Evaporasi


(3)

(lanjutan)

Gambar 6.10. Ekstrak kental metanol daun Annona muricata L sebanyak 57 gram

Gambar 6.11. Larutan induk 2000 ppm dihomogenkan menggunakan hot plate stirrer

Gambar 6.12. Penetasan larva Artemia

salina Leach

Gambar 6.13. Konsentrasi ekstrak metanol daun Annona muricata L


(4)

Lampiran 4 Tabel Transformasi Persen-Probit Tabel 6.1. Tabel Transformasi Persen-Probit


(5)

(6)

Lampiran 5 Riwayat Penulis

Nama : Nur Zaki Hanifah

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Banyumas, 19 Maret 1993

Agama : Islam

Alamat : Tinggarjaya RT 01/RW 05, Jatilawang, Banyumas, Jawa Tengah

No hp : 085726562539

Email : nurzakihanifah@gmail.com

Riwayat pendidikan :

1. 1999-2005 : SD N 1 Tinggarjaya 2. 2005-2008 : SMP N 1 Jatilawang 3. 2008-2011 : SMA N Jatilawang


Dokumen yang terkait

Uji toksisitas akut ekstrak metanol daun laban abang (aglaia elliptica blume) terhadap larva udang (artemia salina leach) dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

4 23 58

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2014

1 11 70

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Daun Garcinia benthami Pierre Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

2 29 75

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Daun Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa [Scheff.] Boerl.) Terhadap Larva Artemia salina Leach Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

3 23 78

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Daun Laban Abang (Aglaia elliptica Blume) Terhadap Larva (Artemia salina Leach) dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2014

0 26 58

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum canum Sims) Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

1 14 64

Uji Toksisitas Akut Ekstrak nheksan Daun Garcinia benthami Pierre Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

0 5 63

Uji toksisitas akut ekstrak metanol buah phaleria macrocarpa (scheff) boerl terhadap larva artemia salina leach dengan metode brine shrimp lethality test (BSLT)

1 12 70

UJI TOKSISITAS EKSTRAK DAUN Plantago lanceolata L. TERHADAP LARVA Artemia salina Leach. DENGAN METODE Brine Shrimp Lethality Test (BSLT).

0 0 14

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Metanol Buah Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

0 1 70