Index of /enm/images/dokumen

Strategi Peningkatan Daya Saing Pengusaha Daerah dalam Era Liberalisasi Ekonomi 1
Tulus Tambunan
Kadin Indonesia
Permasalahan
Belakangan ini banyak pernyataan di media masa dan seminar-seminar mengenai daya saing atau kesiapan
perusahaan-perusahaan Indonesia dalam bertarung di dalam negeri maupun di global dalam era perdagangan
bebas dan ekonomi globalisasi sekarang ini. Satu hal yang jelas adalah bahwa, seperti yang dijelaskan di
Tambunan (2006), kinerja bisnis yang termasuk juga daya saingnya, dari semua skala usaha (mikro, kecil,
menengah dan besar) di semua sektor berada di dalam suatu lingkungan yang dinamis dan sangat kompleks. Oleh
karena itu, kinerja dari suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh linkungannya. Usaha pemerintah dalam
mempromosikan atau membantu suatu jenis kegiatan usaha tertentu tidak akan membuat hasil yang optimal tanpa
mempertimbangkan lingkungan dari jenis usaha tersebut dan konteks dari suatu pembangunan ekonomi yang
lebih luas yang menciptakan ”aturan main” untuk semua kegiatan/jenis usaha dan yang mana mempengaruhi cara
bisnis dan pasar bekerja. Demikian juga, usaha meningkatkan kegiatan di sektor riil dengan memperbesar kucuran
kredit tidak akan bermanfaat tanpa pada waktu yang bersamaan memperhitungkan faktor-faktor determinan
lainnya
Lingkungan di mana bisnis beroperasi dapat dibagi dalam dua macam, yakni lingkungan langsung dan
lingkungan yang lebih luas (Gambar 1). Lingkungan yang lebih luas adalah lingkungan yang berpengaruh secara
tidak langsung terhadap suatu kegiatan bisnis, yang terdiri dari komponen-komponen berikut: ekonomi makro
(seperti kebijakan perdagangan, kebijakan industri, kebijakan sektor keuangan, dan kebijakan moneter dan fiskal),
pemerintah dan politik pada tingkat nasional dan lokal (misalnya legislatif dan proses pembuatan kebijakan,

judisiari, dan keamanan dan stabilitas), jasa-jasa yang diberikan oleh pemerintah (seperti pelayanan kesehatan dan
pendidikan, infrastruktur, utilitas dan jasa keamanan), pengaruh-pengaruh eksternal (seperti perdagangan global,
bantuan luar negeri, tren dan selera masyarakat dunia, teknologi, dan informasi), sosial dan kultur (seperti
demografi, selera konsumer, dan sikap terhadap bisnis), dan iklim serta lingkungan alam (misalnya sumber daya
alam, cuaca, dan siklus pertanian).
Sedangkan, yang dimaksud lingkungan langsung adalah lingkungan berpengaruh secara langsung terhadap
semua kegiatan usaha, yakni pasar (misalnya consumen, tenaga kerja, keterampilan dan teknologi, material dan
alat-alat produksi, lokasi, infrastruktur, modal, dan jaringan-jaringan kerja), regulasi dan birokrasi (seperti
undang-undang, peraturan-peraturan, tarif pajak dan sistem perpajakan, lisensi dan perijinan, standar produk dan

1

Acara Diskusi Kadin Kota Cilegon, Hotel Permata Krakatau Cilegon, 15 Mei 2007

1

prses, dan perlindungan konsumer dan lingkungan), dan intervensi-intervensi yang didanai oleh uang publik
(seperti jasa keuangan untuk bisnis). 2
Gambar 1:Dunia Usaha di Dalam Lingkungan Langsung dan Lebih Luas


Survei WEF juga menanyakan masalah-masalah utama yang dihadapi pengusaha dalam bisnis mereka seharihari. Untuk kasus Indonesia, Gambar 2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan bahwa
kurangnya infrastruktur (atau kondisinya yang buruk) sebagai kendala utama. Dua masalah berikutnya yang
dinyatakan oleh banyak pengusaha Indonesian yang menjawab pertanyaan tersebut adalah birokrasi pemerintah
yang tidak efisien dan kebijakan yang tidak stabil. Yang menarik dari hasil survei ini untuk kasus Indonesia
adalah bahwa hanya 4,69 persen dari responden yang mengatakan bahwa kurangnya akses ke keuangan
merupakan kendala utama.
Selanjutnya, dilihat dari perspektif global untuk masalah infrastruktur, hasil survei WEF menunjukkan bahwa
Indonesia paling buruk diantara negara-negara ASEAN, yang peringkatnya no 96 dari 125 negara yang disurvei
(Tabel 1). Sedangkan paling atas di dalam kelompok ASEAN adalah Singapura yang juga masuk di dalam
kelompok 10 negara dengan kondisi infrastruktur paling baik. Skornya adalah 1= kondisinya buruk atau
underdeveloped dan 7 = paling baik di dunia.
Seperti yang ditunjukkan di Gambar 2, salah satu masalah besar dalam melakukan bisnis di Indonesia adalah
birokrasi pemerintah yang bertele-tele dan tidak efisien. Hal ini dapat diukur dengan sejumlah indikator, tiga
2

Komponen-komponen di dalam linkungan langsung ini juga merupakan komponen-komponen penting di dalam model “berlian” yang
terkenal dari Porter (1998a,b) yang sangat berpengaruh pada daya saing negara.

2


diantaranya yang menjadi topik penelitian WEF adalah: a) banyaknya prosedur yang harus dilakukan; b) jumlah
hari yang harus dilewati untuk memulai suatu bisnis; dan c) banyaknya waktu yang terbuang untuk bernegosiasi
dengan pejabat-pejabat pemerintah (bureaucratic red tape) Dilihat dari perspektif global, memang posisi
Indonesia dalam dua indikator birokrasi pertama tersebut adalah yang terburuk di dalam kelompok ASEAN,
walaupun masih lebih baik dibandingkan China. Untuk indikator (a), yang masuk di dalam kelompok 10 negara
dengan birokrasi pemerintah yang tersederhana dan terefisiensi (jumlah prosedur paling sedikit) adalah negaranegara maju (Tabel 2). Untuk indikator (b) yang masuk di dalam 10 negara dengan jumlah hari paling sedikit
dalam pengurusan ijin dan sebagainya untuk buka suatu usaha juga didominasi oleh negara-negara maju (Tabel
3). 3
Gambar 2: Masalah-masalah utama dalam melakukan bisnis di Indonesia dalam
The Global Competitiveness Report 2006-2007*

3

Mungkin hasil survei ini bisa digunakan sebagai suatu bukti empiris lagi bahwa efisiensi dalam administrasi pemerintahan yang
berurusan langsung dengan bisnis (seperti prosedur pengurusan ijin buka usaha baru) memang turut serta (bersama-sama dengan banyak
faktor determinan lainnya seperti yang ditunjukkan di Gambar 1) memainkan peran yang krusial. Hipotesanya adalah bahwa semakin
efisien birokrasi pemerintahan, semakin pesat pertumbuhan kegiatan-kegiatan ekonomi (termasuk pertumbuhan investasi) dan semakin
pesat pertumbuhan ekonomi.

3


Tabel 1: Kondisi Infrastruktur dalam The Global Competitiveness Report 2006-2007*

Tabel 2: Jumlah prosedur yang diperlukan untuk memulai suatu bisnis
dalam The Global Competitiveness Report 2006-2007*

4

Tabel 3: Jumlah Hari dalam Pengurusan Ijin dan lainnya untuk buka suatu usaha
dalam The Global Competitiveness Report 2006-2007*

Sedangkan untuk indikator ©, pengukurannya adalah jumlah jam yang digunakan untuk berurusan dengan
pemerintah sebagai suatu persentase dari jam kerja dengan skor sebagai berikut: 1 = 0%, 2 = 1-10%, 3 = 11-20%,
4 =21-30%, 5 = 31-40%, 6 = 41-60%, 7= 61-80%, dan 8 =81-100%. Hasilnya di Tabel 4 menunjukkan bahwa
yang masuk di dalam 10 negara dengan waktu yang terbuang paling sedikit juga didominasi oleh negara-negara
maju. Yang menarik dari table ini adalah bahwa posisi Indonesia jauh lebih baik dibandingkan dengan indikatorindikator sebelumnya.
Tabel 4: Banyaknya waktu yang terbuang untuk bernegosiasi dengan pejabat pemerintah
dalam The Global Competitiveness Report 2006-2007*

5


Strategi Peningkatan Daya Saing
Daya saing dari suatu perusahaan dapat didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan itu untuk
mempertahankan peningkatan produktivitas. Produktivitas pada tingkat perusahaan (dan pada tingkat industri
dimana perusahaan itu dan perusahaan-perusahaan lainnya berada) punya beberapa ukuran, yakni: rasio outputtenaga kerja (atau produktivitas tenaga kerja), pengembalian/pendapatan pada aset-aset (dan modal yang
digunakan), nilai tambah ekonomi, dan apa yang para ekonom sebut produktivitas faktor total (TFP), yakni
produktivitas rata-rata dari semua faktor produksi yang digunakan.
Ada dua konsep daya saing perusahaan. Pertama konsep daya saing dalam teori Porter (1998a,b) yang bisa
diterapkan untuk lingkup terbatas, yakni suatu kumpulan perusahaan di suatu tempat di dalam suatu negara
(cluster), berdasarkan kebijakan pemerintah yang sifatnya relatif diskriminatif. Contoh, zona ekonomi khusus.
Pemikiran Porter ini dikenal dengan “Model Berlian” yang terdiri dari empat faktor yang saling berhubungan,
yakni: (i) kondisi-kondisi permintaan; (ii) ketersediaan industri-industri pendukung; (iii) kondisi-kondisi faktor
(seperti SDM, modal, teknologi dll.); dan (iv) strategi perusahaan, struktur dan pesaing. Keempat faktor ini
dipengaruhi oleh kebijakan-kebijakan pemerintah.
Kedua, konsep daya saing perusahaan dari Garelli (2006) dalam buku barunya mengenai pesaing-pesaing
papan atas yang mengatakan bahwa daya saing dari perusahaan-perusahaan dasarnya bukanlah kebijakan
pemerintah, melainkan hubungan antara negara, perusahaan-perusahaan, dan penduduk (masyarakat) yang dengan
kerjasama yang baik antar mereka mampu menciptakan daya saing yang terus meningkat. Jadi, dalam konsep ini,
ekonomi direduksi menjadi manajemen. Tepatnya, manajemen hubungan antara ketiga pihak tersebut dalam
kaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh pada daya saing, termasuk sumber daya atau faktor-faktor produksi

seperti sumber daya manusia (SDM), modal, enerji, dan sumber daya alam (SDA). Menurutnya, dalam
menghadapi persaingan dalam era perdagangan bebas dan ekonomi globalisasi sekarang ini, harus ada penyatuan
ekonomi dan manajemen. Pemikirannya disebut ”Teori Kubus” yang menjelaskan mekanisme daya saing suatu

6

bangsa relatif terhadap daya saing dari bangsa-bangsa lain melalui penyorotan kepada kemampuan bangsa itu
memanajemeni hubungan segita tiga tersebut. Negara atau pemerintah dalam hal ini berperan penting untuk
menyediakan kerangka acuan bagi perusahaan-perusahaan dalam beraktivitas dan menjamin bahwa nilai yang
diciptakan perusahaan akan berkontribusi bagi kemakmuran penduduk. Ringkasnya, diantara ketiganya terjadi
hubungan segitiga, timbal balik, dan seimbang antara perusahaan-perusahaan pada sisi miring kiri, negara pada
alas, dan penduduk pada sisi miring kanan. Dasar dari teori ini adalah hubungan sebab-akibat.
Menurut Porter (1980), 4 suatu perusahaan memposisikan dirinya di suatu pasar berdasarkan kekuatankekuatannya. Kekuatan-kekuatan tersebut terdapat dalam satu dari dua aspek berikut: keunggulan biaya dan
diferensiasi. Dengan mengaplikasikan kekuatan-kekuatan tersebut baik dalam jangkauan yang luas maupun yang
sempit akan menghasilkan apa yang disebut oleh Porter sebagai tiga strategi generik: keunggulan dalam biaya
(atau cost leadership), diferensiasi, dan fokus. Ketiga strategi generik ini diterapkan di tingkat unit bisnis atau
perusahaan. Disebut strategi generik karena mereka tidak tergantung pada perusahaan atau industri. Tabel 5
mengilustrasikan tiga strategi generik tersebut.
Jangkauan
Target

Luas
(industry)
Sempit
(segmen pasar)

Tabel 5: Strategi Generik dari Porter
Keunggulan
Biaya rendah
Keunikan produk
Strategi
Cost leadership
Strategi Fokus
(biaya rendah)

Strategi
Diferensiasi
Strategi Fokus
(diferensiasi)

Sumber: E:\Porter's Generic Strategies.htm


Selanjutnya, Tabel 6 menyajikan keahlian-keahlian dan sumber-sumber daya yang dibutuhkan serta elemenelemen organisasi dari masing-masing ketiga strategi generik tersebut. Uraian lebih lanjut diberikan dalam teks
berikut.
Tabel 6: Keahlian, sumber daya dan elemen organisasi dari ketiga strategi generik

4

Strategi Generik

Keahlian-keahlian dan sumber-sumber daya yang
diperlukan

Elemen-elemen Organisasi

Cost leadership

-Investasi modal dan akses ke modal yang berlangsung
terus
-Keahlian-keahlian dalam enjiniring proses
-Pengawasan tenaga kerja yang intensif

-Produk-produk
didisain
untuk
mempermudah
manufaktur
-Sistem distribusi dengan biaya murah

- Pengawasan yang ketat terhadap biaya
-Membuat laporan-laporan yang rincih dan rutin
-Organisasi yang terstruktur baik dan tanggung-jawabtanggung jawab
-Insentif-insentif berdasarkan pada pemenuhan target-target
kuantitatif yang tepat

Lihat beberapa tulisannya di E:\Porter's Generic Strategies.htm

7

Diferensiasi

Fokus


-Kemampuan yang kuat dalam pemasaran
-Enjiniring produk dengan kemampuan yang kreatif
-Kapabilitas yang kuat dalam penelitian dasar
-Reputasi perusahaan untuk kualitas atau kepemimpinan
dalam teknologi
-Tradisi yang sudah lama dalam industri atau kombinasi yang
unik dari keahlian-keahlian yang didapat dari bisnis-bisnis lain
-Kerjasama yang kuat dari jalur-jalur/networks
-Kombinasi dari kebijakan-kebijakan di atas yang ditujukan
pada target strategis tertentu

-Koordinasi yang kuat antara fungsi-fungsi dari R&D,
pengembangan produk, dan pemasaran
-Pengukuran-pengukuran dan insentif-insentif yang
subyektif daripada pengukuran-pengukuran yang kuantitatif
-Menyediakan fasilitas-fasilitas yang bagus/menyenangkan
untuk menarik pekerja-pekerja dengan keahlian-keahlian
tinggi, saintis-saintis, atau orang-orang yang kreatif
-Kombinasi dari kebijakan-kebijakan di atas yang ditujukan

pada target strategis tertentu

Sumber: Nickols (2003)

Strategi Cost Leadership

Dalam strategis ini, sebuah perusahaan di suatu industri membuat produk dengan biaya dan menjualnya dengan
harga lebih murah untuk suatu tingkat kualitas tertentu. Dia bisa menjualnya pada tingkat harga industri rata-rata
untuk mendapatkan suatu profit yang lebih tinggi daripada yang dinikmati oleh pesaingnya, atau dibawah harga
rata-rata pada tingkat industri untuk mendapatkan keuntungan dalam pangsa pasar. Dalam suatu perang harga,
pengusaha itu dapat mempertahankan sejumlah keuntungan sementara pesaing-pesaingnya mengalami kerugian.
Bahkan tanpa suatu perang harga, pada saat suatu industri mencapai kedewasaan dan harga-harga turun,
perusahaan-perusahaan di dalam industri itu yang dapat berproduksi lebih murah akan tetap menikmati profit
untuk suatu jangka waktu yang lebih panjang. Strategi ini biasanya mentargetkan suatu pasar yang luas.
Beberapa dari cara-cara perusahaan-perusahaan mendapatkan keunggulan-keunggulan dalam biaya produksi
adalah dengan memperbaiki efisiensi-efisiensi di segala bidang di dalam proses produksi, mendapatkan akses
yang unik ke suatu sumber yang besar dari bahan-bahan dengan biaya lebih murah, membuat keputusankeputusan outsourcing dan integrasi vertikal yang optimal, atau menghindari beberapa biaya secara bersama. Jika
perusahaan-perusahaan pesaing tidak mampu menurunkan biaya-biaya produksi mereka dengan suatu jumlah
yang sama, perusahaan-perusahaan tersebut mungkin tetap bisa mempertahankan suatu keunggulan kompetitif
berdasarkan cost leadership.
Menurut Porter, perusahaan-perusahaan yang bisa berhasil menjadi cost leadership biasanya mempunyai
beberapa kekuatan internal, terutama berikut ini:
1. Akses ke modal yang diperlukan untuk membuat suatu investasi yang signifikan dalam aset-aset produksi;
investasi ini mencipakan suatu hambatan bagi perusahaan-perusahaan lain yang mau masuk karena
perusahaan-perusahaan tersebut tidak sanggup melakukan investasi dengan jumlah yang sama.
2. Keterampilan dalam mendisain produk-produk untuk proses manufaktur yang efisien, misalnya, mempunyai
suatu jumlah komponen yang kecil yang memperpendek proses perakitan.
3. Tingkat keahlian yang tinggi dalam enjiniring proses manufaktur.
4. Jalur-jalur distribusi yang efisien.
8

Setiap strategi generik punya resiko, termasuk strategi biaya-rendah. Sebagai contoh, perusahaan-perusahaan
lain mungkin bisa berproduksi dengan biaya-biaya lebih rendah. Pada saat teknologi lebih baik, pesaing-pesaing
mungkin bisa meningkatkan kemampuan-kemampuan produksi mereka dengan kecepatan seperti suatu lompatan
kodok, jadi mengeliminasi keunggulan kompetitif. Sebagai tambahan, beberapa perusahaan mengikuti suatu
strategis fokus dan mentargetkan berbagai pasar yang sempit untuk mencapai suatu biaya yang lebih rendah
diantara segmen-segmen mereka dan sebagai suatu kelompok mendapat pangsa pasar yang signifikan.
Strategi Diferensiasi

Suatu strategi diferensiasi adalah mengembangkan suatu produk atau jasa yang memberikan atribut-atribut yang
unik yang dihargai oleh pembeli-pembeli karena lebih diuntungkan daripada produk-produk dari pesaing-pesaing.
Nilai tambah dari keunikan tersebut bisa memungkinkan perusahaan bersangkutan mengenakan suatu harga
premium untuk itu. Perusahaan itu mengharapkan bahwa harga yang lebih tinggi yang dikenakan pada produknya
yang unik itu akan lebih dari menutupi ekstra biaya untuk memproduksinya. Karena keunikan tersebut, jika
pemasok-pemasok bahan baku dll. menaikkan harga-harga mereka, perusahaan tersebut bisa membebani kenaikan
biaya produksi ke pembeli-pembelinya yang tidak bisa dengan mudah mendapatkan produk serupa buatan
perusahaan-perusahaan lain.
Menurut Porter, perusahaan-perusahaan yang berhasil dalam suatu strategi diferensiasi adalah yang memiliki
sejumlah kekuatan internal, terutama berikut ini::
1. Akses ke penelitian sains terkemuka.
2. Tim pengembangan produk dengan keterampilan dan kreativitas yang tinggi.
3. Tim pemasaran yang kuat dengan kemampuan tinggi dalam komunikasi mengenai kekuatan-kekuatan dari
produk yang ditawarkan.
4. Reputasi perusahaan untuk kualitas dan inovasi.

Resiko-resiko yang terkait dengan strategi ini termasuk imitasi oleh pesaing-pesaing dan perubahan selera dari
masyarakat/pembeli. Sebagai tambahan, beberapa perusahaan yang melakukan strategi-strategi fokus bahkan bisa
mencapai diferensiasi yang lebih besar di segmen-segmen pasar mereka.

Strategi Fokus

Strategi fokus mengkonsentrasi pada suatu segmen pasar yang sempit dan didalam segmen itu berusaha untuk
mencapai suatu keunggulan biaya atau diferensiasi. Dasar pikiran dari strategi ini adalah kebutuhan-kebutuhan

9

dari kelompok dapat dilayani dengan lebih baik dengan memfokuskan sepenuhnya pada itu. Sebuah perusahaan
yang menggunakan suatu strategi fokus sering kali menikmati suatu derajat yang tinggi dari kesetiaan pembelipembeli, dan kesetiaan ini mengurangi niat perusahaan-perusahaan lain untuk bersaing langsung.
Karena fokus mereka pada segmen pasar yang sempit, perusahaan-perusahaan yang menerapkan strategi
seperti ini mempunyai volume-volume produksi yang lebih kecil dan oleh karena itu memiliki kekuatan tawar
yang lebih lemah dengan pemasok-pemasok mereka. Namun demikian, perusahaan-perusahaan yang mengikuti
suatu strategi fokus pada diferensiasi bisa membebani biaya-biaya produksi yang lebih tinggi pada pembelipembeli setia mereka karena produk-produk yang langsung substitusi tidak ada.
Perusahaan-perusahaan yang berhasil dalam melakukan strategi seperti ini sanggup menyesuaikan suatu
jajaran yang luas dari kekuatan-kekuatan pengembangan produk terhadap suatu segmen pasar yang relatif sempit
yang mereka sangat kenal.
Beberapa resiko dari strategi-strategi fokus termasuk imitasi dan perubahan-perubahan dalam segmen-segmen
yang menjadi target. Lagi pula, itu akan cukup gampang bagi suatu perusahaan yang unggul dalam biaya di suatu
pasar yang luas untuk menyesuaikan produknya untuk bersaing langsung. Terakhir, perusahaan-perusahaan lain
yang juga menerapkan strategi ini bisa memotong-motong segmen mereka dalam sub-sub yang mereka bisa
layani lebih baik.
Strategi-strategi Generik dan Kekuatan-kekuatan Industri
Selanjutnya strategi-strategi generik yang dibahas diatas tersebut, masing-masing memiliki atribut-atribut yang
dapat berperan sebagai pertahanan terhadap kekuatan-kekuatan kompetitif. Menurut Porter, ada lima kekuatan
persaingan di tingkat industri, yakni hambatan-hambatan untuk masuk, kekuatan pembeli, kekuatan pemasok,
ancaman dari substitusi, dan pesaing. Tabel 7 berikut ini membandingkan karakteristik-karakteristik dari strategistrategi generik di dalam konteks dari lima kekuatan tersebut.

Tabel 7: Strategi-strategi Generik dan Kekuatan-kekuatan Persaingan pada tingkat Industri
Kekuatan-kekuatan
Diferensiasi
Fokus
Cost leadership
kompetitif pada tingkat
industri
Hambatan-hambatan untuk
masuk

Kekuatan pembeli

Kekuatan pemasok

Kemampuan untuk
memotong harga untuk
mencegah pemainpemain baru masuk ke
industri
Kemampuan untuk
menawarkan harga
lebih murah ke
pembeli-pembeli kuat.
Lebih
baik
dalam
menutup diri terhadap

Kesetiaan pembeli-pembeli bisa
mencegah masuknya pemainpemain baru

Pemfokusan
yang
mengembangkan kompetensi
inti
bisa
menghambat
masuknya pemain-pemain baru

Pembeli-pembeli besar memiliki
kekuatan lebih kecil untuk
bernegosiasi karena lebih sedikit
alternatif
Lebih
mampu
membebani
kenaikan harga dari pemasok

Pembeli-pembeli
besar
memiliki kekuatan lebih kecil
untuk bernegosiasi karena lebih
sedikit alternatif
Pemasok-pemasok mempunyai
kekuatan
karena
volume

10

pemasok-pemasok kuat

kepada pembeli

Ancaman dari substitusi

Bisa
menggunakan
harga murah dalam
mencegah substitusi

Pesaing

Bisa lebih baik dalam
bersaing harga dengan
pesaing

Pembeli yang setia yang sudah
sangat menyukai atribut-atribut
yang berbeda akan menghalau
ancaman dari substitusi
Kesetian pada merek mencegah
pesaing

produksi yang kecil, tetapi
suatu
perusahaan
yang
memfokuskan
pada
suatu
diferensiasi
lebih
mampu
membebani kenaikan harga dari
pemasok ke konsumen
Produk-produk yang spesifik
dan kompetensi inti bisa
mencegah
ancaman
dari
substitusi
Pesaing-pesaing tidak bisa
memenuhi
kebutuhankebutuhan pembeli terhadap
produk-produk
diferensiasi
yang terfokus

Sumber: E:\Porter's Generic Strategies.htm

11

Daftar Pustaka
Basri, Faisal (2006), “Indonesia Economic Outlook”, power point, 13 November, Jakarta.
Garelli, Stephen (2006), Top Class Competitiors: How Nations, Firms and Individuals Succeed in the New World of
Competitors, West Sussex: John Wiley & Sons Ltd.

Nickols, Fred (2003), “Competitive Strategy & Industry Analysis
www.nickols.us nickols@att.net.

The Basics a la Michael Porter”,

Porter, M.E. (1980), Competitive Strategy, New York: Free Press.
Porter, M.E. (1998a), The Competitive Advantage of Nations: With a New Introduction, New York: The Free Press.
Porter, M.E. (1998b), On Competition, Boston: Harvard Business School Press.WEF (2004), The Global Competitiveness
Report 2004-2005, Oxford University Press.

WEF (2006), The Global Competitiveness Report 2006-2007, Geneva: World Economic Forum
Tambunan, Tulus (2006), Perekonomian Indonesia Sejak Orde Lama hingga Pasca Krisis, Jakarta: Pustaka
Quantum.

12