KOMUNITAS PEMULUNG DI MAKAM RANGKAH KELURAHAN TAMBAKREJO KECAMATAN SIMOKERTO SURABAYA.

(1)

KOMUNITAS PEMULUNG DI MAKAM RANGKAH KELURAHAN

TAMBAKREJO KECAMATAN SIMOKERTO SURABAYA

Skripsi

Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata Satu (S-1) dalam Ilmu Ushuluddin dan Filsafat

Oleh :

IMROATUS SOLICHA PUTRI P NIM: E01211006

PRODI FILSAFAT AGAMA JURUSAN PEMIKIRAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(2)

KOMUNITAS PEMULUNG DI MAKAM RANGKAH KELURAHAN

TAMBAKREJO KECAMATAN SIMOKERTO SURABAYA

Skripsi Diajukan kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

dalam Menyelesaikan Program Sarjana Strata Satu (S-1) Ilmu Filsafat Agama

Oleh :

IMROATUS SOLICHA PUTRI P NIM: E01211006

PRODI FILSAFAT AGAMA JURUSAN PEMIKIRAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2016


(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Imroatus Solicha Putri P. 2016 Komunitaas Pemulung di Makam Rangkah Kelurahan TambakRejo Kecamatan Simokerto Surabaya Study Analisi Paradigma

Skripsi, Filsafat Agama, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Pembimbing: Dr.Suhermanto Jafar,M.Hum

Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan fenomena yang ada di Desa Tambakrejo Kecamatan Simokerto Surabaya, yang mana di sana terdapat suatu komunitas pemulung yang bertempat tinggal di atas area makam umum. Sulitnya mencari kerja yang begitu banyak saingan di Surabaya membuat beberapa orang untuk bekerja menjadi pemulung.Dengan adanya masalah seperti itu salah satu masyarakat mempunyai inisiatif dengan mendirikan suatu komunitas pemulung yang bertempat tinggal di atas makam umum di Desa Tambakrejo Kecamatan Simokerto Surabaya. Meskipun ada beberapa orang yang kurang setuju akan keberadaan mereka yang tinggal di atas makam, mereka tidak malu dan tidak takut karena komunitas pemulung tersebut mendapatkan izin untuk menempatinya dari pemerintah kota Surabaya. Rumusan masalah yang dapat diangkat dari permasalah ini adalah bagaimana cara membentuk komunitas pemulung dan bagaimana kesejahteraan mereka yang tinggal di Desa Tambakrejo Kecamatan Simokerto Surabaya.Kehidupan masyarakat urban di kota surabaya memang benar-benar harus berjuang ekstra demi mempertahankan kehidupan di tengah-tengah kotanya persaingan seperti halnya masyarakat urban yang harus terpaksa tinggal di atas area pemakaman atau dimakam rangka untuk bertahan hidup di tengah kota surabaya.

Penelitian ini mengunakan metode penelitian Kualitatif yang ditulis secara deskriptif, kemudian, subyek informan tidak memungkinkan untuk menggunakan angket. Sehingga harus digunakan observasi, wawancara dokumentasi dan pencatatan data. peneliti melihat mengapa warga masih tetap bisa bertahan. Dikota surabaya (di area makkam rangka) ini dengan keadaan yang sangat mempertahankan kehidupan serta hubungan antara warga yang tinggal dengan warga pemulung dan pemerintah setempat semua masalah yang diangkat natinya akan di sajikan secara deskriptif dan di konfirmasikan dengan teori fungsionalisme struktural, dari penelitian diatas penelitian menemukan banyak sekali fakta yang belum di ketahuai sebelumnya yaitu:Mereka tetap bertahan di surabaya karena di tempat asalnya mereka tidak ada perkerjaan yang menjanjikan kecuali menjadi buruh tani sedangkan di surabaya perkerjaan sangan kompleks, Masyarakat urban sekarang tinggal di area makam ini telah menjadi masyarakat sah keberadaanya karena telah mempunyai indentitas berupa KTP. Sehingga batuaan dari pemerintah selalu mereka dapatkan. Untuk mempertahankan hidupnya mereka melakukan pendekatan yang bisa menembah penghasilan dari yang di peroleh biasanya dan dengan menekankan seminimal mungkin untuk kebutuhan hidupnya.Masyarakat sekitar, penziarah serta pengelolahan makam tidak nyaman dengan keberadaan mereka (pemulung) karena dianggap tidak dapat menjaga kebersihan makam tersebut sehingga kotor dan kumuh.


(7)

DAFTAR ISI

Sampul Depan...i

Sampul Dalam...ii

Abstrak...iii

Persetujuan Pembimbing...iv

Pengesahan ...v

Pernyataan Keaslian...vi

Motto ...vii

Dedikasi...viii

Kata Pengantar...ix

Daftar Isi...xii

Daftar Tabel...xv

Daftar Transliterasi ...xvi

BAB I PENDAHULUAN………1

A. Latar Belakang………...1

B. Rumusan Masalah………...4

C. Tujuan Penelitian………4

D. Manfaat Penelitian………..5

E. Metodologi Penelitian ...5

F. Penegasan Judul………..8


(8)

BAB II KERANGKA TEORI……….……….…...12

A. Kajian Teoritik ...12

1. Pengertian Fakta Sosial ...12

2. Paradigma Fakta Sosial...14

3. Teori Solidaritas ...19

4. Penelitian Terdahulu yang Relevan ...20

BAB III KOMUNITAS PEMULUNG DI PEMUKIMAN MAKAM RANGKAH A. Gambaran Umum Tentang Pemulung ... 23

B. Tinjauan Tentang Kondisi pemulung ………... 26

1. Kondisi Pemulung Ditinjau dari Dimensi Sosial Ekonomi ... 26

2. Kondisi Pemulung Ditinjau dari Dimensi Sosial Budaya ... 27

3. Kondisi Pemulung Ditinjau dari Dimensi Sosial Lingkungan ... 28

C. Makam Rangkah ... 30

1. Kondisi Geografis Kelurahan Tambakrejo Kecamatan Simokerto ………... 30

D. Sarana Prasarana Potret Fisik ... 32

E. Komunitas Pemulung ... 33

1. Sejarah Terbentuknya Komunitas Pemulung di Makam Rangkah ... 33

2. Kependudukan Tempat Tinggal Pemulung di Makam Rangkah ... 38


(9)

BAB IV ANALISIS TERHADAP KOMUNITAS PEMULUNG DENGAN MENGGUNAKAN PARADIGMA

A. Pembentuk Lingkungan Sosial ... 45

B. Pembentuk Karakter Komunitas Pemulung ... 50

C. Pembentuk Kesejahteraan Komunitas Pemulung ... 54

D. Fakta Sosial Komunitas Pemulung dalam Perspektif Emile Durkheim ... 65

E. Klasifikasi Kelompok Sosial Pemulung Menurut Emile Durkheim ... 66

BAB V PENUTUP………... 69

A. Kesimpulan……… 69

B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN- LAMPIRAN ...


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka membangun manusia seutuhnya, yang mencakup pembangunan disegala bidang.Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan cita-cita agar bangsa Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera. Hal itu dikarenakan pembangunan haruslah merata di seluruh daerah di tanah air dan mencakup semua lapisan masyarakat.

Namun sebagai negara yang sedang berkembang, Indonesia tampaknya mempunyai masalah yang besar dalam mewujudkan cita-cita tersebut.Hal ini karena sebagian masyarakatnya hidup di bawah garis kemiskinan. Salah satu penyebabnya adalah pembangunan dalam bidang

ekonomi yang hanya dipusatkan di kota-kota besarsehingga

pembangunan ekonomi lebih cepat berkembang pesat terutama disektor perdagangan, teknologi dan industri. Dengan demikian,kota menjadi pusat perekonomian yang lengkap, besar dan berteknologi.

Sekilas, kehidupan di kota tampak lebih mudah dan cepat untuk mensejahterakan kehidupanseseorang. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab meningkatnya angka urbanisasi.Menurut para urban, bahwa di kota ia lebih mudah mendapatkan pekerjaan serta pekerjaannya pun lebih bervariatif, mulai yang sederhana sampai yang berteknologi.1


(11)

2

Tidak semua masyarakat urban di perkotaan selalu berhasil, jumlah yang gagal jauh lebih tinggi. Hal ini karena mereka tidak memiliki modal dan keterampilan yang cukup memadaisehingga mereka jauh dari taraf hidup sejahtera.Bagaimanapun,hidup harus tetap diperjuangkan dan segala kebutuhan hidup juga harus dipenuhi.Sehingga yang tak bermodal dan berketerampilan akan terbilas dengan roda kehidupan kota. Akibatnya banyak masyarakat kota yang mengambil jalan pintas dengan menjadi pemulung. Untuk itulah menjadi pemulung adalah satu alternatif pekerjaan masyarakat urban tersebut. Kemiskinan, kumuh dan kekurangan akhirnya identik dengan kehidupan mereka.

Mereka menyadari dirinya tidak mempunyai kemampuan dan keterampilan yang dapat diandalkan untuk bersaing dengan orang lain untuk mendapatkan pekerjaan yang pantas, lantaran bekal pendidikan yang rendah.

Salah satu pekerjaan yang tidak membutuhkan persyaratan yang bermacam-macam dan tidak perlu mendaftar serta bersaing, maka mengumpulkan barang-barang bekas di tempat pembuangan sampah adalah satu pilihan terahir. Yang diperlukan hanya kemauan dan kesehatan fisik semata. Tidak perlu keterampilan khusus dan juga jam kerja tertentu. Kapan saja dapat dilakukan oleh siapa saja. Dengan memilih barang yang telah dibuang oleh pemiliknya di pembuangan sampah ternyata dapat menghasilkan uang.

Dengan filosofi tidak berbuat maka tidak makan, maka bergelut dengan sampah yang sangat bau dan memilih barang bekas yang masih


(12)

3

dapat bernilai. Pada mulanya, memang terasa sangat berat bukan karena beratnya pekerjaan, tetapi karena tempatnya yang bau dan penuh lalat, khususnya ketika musim hujan. Akan tetapi lama kelamaan karena diharapkan hasilnya lumayan dapat untuk memenuhi kebutuhan hidup khususnya makan, dan menjadi terbiasa maka pekerjaan mengumpulkan barang bekas tersebut menjadi profesi alternatif. 2 apalagi kemudian semakin bertambah orang yang melakukan pekerjaan serupa maka pemulung akhirnya menjadi salah satu jenis pekerjaan tetap di kota khususnya. Sejak itu kadang sering terjadi persaingan antar pemulung. Misalnya terkait dengan wilayah operasi mereka dan jam-jam tertentu yang di klaim oleh pemulung.

Mereka rela meninggalkan kampung tempat asal mengadu nasib untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih mapan dengan penghasilan yang lebih besar dibandingkan dengan ketika berada di kampungnya sendiri. Namun pada kenyataannya tidak ada sambutan ramah di kota, malah terpinggirkan oleh kompetisi kota yang sangat berat. Di sinilah adanya keinginan merantau disebabkan oleh perubahan pola hidup tradisional dan pola konsumsi penduduk mulai bergeser. Pola konsumsi penduduk menunjukkan gejala meningkat sedang upah buruh di sektor pertanian relative tidak berubah.

Dengan melonjaknya angka kelahiran yang ada di daerah pedesaan maupun perkotaan, semakin banyak pula masalah yang bisa menghambat pembangunan perekonomian. Masalah tersebut, berhubungan langsung

2Hasil wawancaradengan pak Husin seorang perintis komunitas pemulung dari Bangkalan.


(13)

4

maupun tidak langsung dengan masalah kemiskinan yang terjadi. Surabaya juga merupakan salah satu kota yang mewakili masalah tersebut.3Faktor yang meyebabkan peningkatan pemulung tersebut antara lain: (1) Peningkatan jumlah kelahiran(2) Jumlah penduduk yang bertambah(3) Peningkatan kemiskinan (4) Kurang ketersediaan lapangan perkerjaan(5) Produktif lahan pertanian yang menurun(6) Tanah dan ladang yang habis terkuras dan tidak lagi menghasilkan cukup bahan pangan bagi penduduk yang semakin bertambah (7) terbatasnya kesempatan untuk berpindah tempat kedaerah lain, sehingga daerah perkotaan dijadikan pilihan hidup dan mencari nafkah.

Dalam pandangan sebagian orang, pemulung masih dipandang sebelah mata dan menjadi problem masyarakat. Meskipun para urban yang menjadi pemulung di perkotaan surabaya, akan tetapi ada salah seorang yang mau membantu untuk mengorganisirnya, yaitu bapak Husin. Beliau adalah seorang mantan narapidana yang mampu mempersatukan para pemulung di kawasan makam Rangkah Kelurahan Tambakrejo Kecamatan Simokerto yang berjumlah +_ 500 KK. Keinginannya adalah mengatasi kemiskinan yang saat ini semakin tinggi di daerah Surabaya. Bapak Husin berusaha untuk membentuk komunitas pemulung menjadi sebuah masyarakat bermartabat.

Penelitian ini mencoba menggunakan pemahaman komunitas pemulung di makam Rangkah menurut durkheim dan berusaha

3Badan Pusat Statistik (BPS), Perhitungan dan Indikator Kemiskinan Makro 2010: Profil dan


(14)

5

menemukan cara-cara penjelasan fakta sosial.4Dengan penjelasan diatas maka saya akan merumuskan masalah:

B.Rumusan masalah

Berdasarkan pada latar belakang penelitian di makam Rangkah Tambakrejo Surabaya:

1. Apa yang melatarbelakangi terbentuknya komunitas pemulung di makamRangkah Kelurahan Tambakrejo?

2. Bagaimana kesejahteraanpara pemulung di makam Rangkah

Kelurahan Tambakrejo? C.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan peneliti adalah mengetahui latar belakang

terbentuknya komunitas pemulung secara mendalam dengan

mengunakan paradigma fakta sosial sebagai pendekatannya dan

dampaknya terhadap masyarakat pemulungsebagai

penyejahteraandengan kemajuan sosial.

D.Manfaat Akademis dan Penelitiaan

1. Memberikan konstribusi bagi kajian dan pengembangan masyarakat pemulung di wilayah Surabaya.

2. Hasil penelitian diharapkan dapat memperkaya pengetahuan, bagi jurusan Filsafat Agama dan dapat dibahas lebih lanjut

3. Penelitian ini dapat memberikan wawasan sebagai sarana berfikir ilmiah tentang perkembangan pengetahuan yang luas di Indonesia saat ini.

4Peter Beilharz, Teori-teori Sosial, Observasi Kritis Terhadap Para Filosof Terkemuka.Sigit Jatimiko. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), 101-102


(15)

6

E.Metodologi Penelitian JenisPenelitian

Berdasarkandenganmasalah penelitian tersebut makapenulis menggunakan penelitian jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, karena permasalah penelitian diatas berhubungan dengan fenomena-fenomena sosial yang menarik untuk dikaji Oleh karena itu, dalam penelitian ini, peneliti berusaha mengungkapkan realita yang ada dengan cara mendeskripsikan keadaan tersebut. Utamanya mengenai proses terbentukya komunitas pemulung di wilayah makamRangkah

Adapun yang dimaksud metodologi deskriptif adalah metode yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan nyata sekarang (sementara berlangsung).Kemudian mengangkat kepada permukaan karakter atau gambaran tentang kondisi ataupun situasi obyek peneliti.5 Tujuan utama dari metode ini adalah suatu kegiatan yang

bertujuan untuk mengumpulkan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan dalam waktu yang sedang berjalan pada saat penelitian dilakukan dan untuk memeriksa sebab-sebab dari gejala atau fenomena tertentu.

Guna mengungkapmasalah yang menjadi fokus studi ini, data yang dikumpulkanmeliputi :

1. Pengumpulan Data

a. Wawancara(Interview)merupakan data utama peneliti.Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada laporan tentang


(16)

7

peneliti dan juga mengunakan teknik secara mendalam atau setidaknya pengetahuan untuk keyakinan pribadi.6 Untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara penilitiandengan responden yang diwawancarai.7Dalam teknik ini peneliti menggunakan wawancara tak berstruktur, sehingga memungkinkan peneliti bersikap luwes, arahnya bisa terbuka guna mendapatkan informasi lebih mendalam yang memungkinkan pula terjadinya hubungan yang harmonis dan santai antara pewawancara dengan yang diwawancarai. Karena, hubungan baik itu maka akan mendapatkan informasi yang akurat subyek sasaran ketua RT sekaligus komunitas pemulung.

b. Observasi merupakan kegiatan yang menggunakan kemampuan pengamatannya melalui pancaindera sepeti telinga,mulut,mata dan hidung. Dengan menggunakan bentuk observasi langsung yang merupakan pengamatan yang dilakukan secara langsung pada objek yang diobservasikan. Hal ini dimaksudkan peneliti untuk secara langsung melihat dan mengamati apa yang terjadi pada obyek penelitian.8Jadi selain peneliti sebagai pengamat juga sebagai anggota kelompok subjek yang diteliti sehingga hal ini dapat mempermudah proses pengamatan dan terhindar dari kecurigaan mereka.

6Sugion, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D (Bandung:Alfabeta, 2012),

138

7 Burhan Bungin,Metode Penelitian Kuantitatif,136 8


(17)

8

c. Studi Kepustakaan (library research)yang mengambil setting perpustakaan sebagai tempat penelitian dengan objek penelitiannya adalah bahan-bahan kepustakaan.Dan di dalam penelitian ini merupakan sebagai data pelengkap saja. Meliputi catatan,arsip, buku dan dokumen resmi.

d. Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.9 Biasanya dokumentasi ini berupa pengambilan foto ataupun tulisan. Foto-foto ini mengambil data dari aktivitas pak Husin dan Komunitas pemulung saat kegiatan wawancara dan observasi. Dari dokumentasi ini akan dicocokkan dengan data yang sudah diperoleh sebelumnyayakni data dari observasi dan wawancara.

2. Sumber Data

a. Data Primer

Yang termasuk dalam sumber data primer dalam penelitian ini ialah orang-orang yang secara langsung terlibat dalam komunitas pemulung di makam rangkah.Dan langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penelitian yaitu Pengurus komunitas pemulung,warga pemulung.

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari sumber kedua dari data yang kita butuhkan dalam penggalian data sekunder, penelitian mengambil data sekunder, penelitian mengambil data yang bersifat umum


(18)

9

bertitik tolak dari umum itu menilai dari kejadian yang bersifat khusus.10 Dengan mengambil data sekunder bertanya kepada penduduk sekitar,pengurus makam, RT dan RW, dari Kelurahan dan Kecamatan yang menjadi lokasi penelitian yaitu melakukan pendampingan terhadap pemulung dan masyarakat sekitar.

F. Penegasan Judul

Untuk mudah memahami dan memperoleh pengertian yang lebih

jelas tentang judul KOMUNITAS PEMULUNG DI MAKAM

RANGKAH

Skripsi ini maka perlu dijelaskan istilah yang digunakan dalam skripsi ini:

1. Komunitas Pemulung

Komunitas atau kata lain dari masyarakat yang

terorganisirdimengerti sebagai bentuk organisasi sosial dengan lima ciri yaitu skala manusia, identitas dan kepemilikan, kewajiban-kewajiban, kebudayaan.11Komunitas juga merupakan kebersamaan juga merupakan masyarakat setempat atau suatu populasi yang menempati suatu daerah.12Sedangkan definisi lain menyebutkan komunitas sebagai sebuah kelompok sosial dari beberapa organisme, berbagai lingkungan, umumnya memiliki ketertarikan dan habitat

yang sama. Dalam komunitas manusia, individu-individu

10Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I (yogyakarta: Fak.psikologi UGM, 1987),42 11 Jim ife dan frak tesoriero,CommunityDevalopmet;Alternatif ipembagunan masyarakat di Era Globalisas. Terjemahan sastrwan Manullang,Nurul yakin dan M.

Nursyahid,(yogyakarta:pustaka pelajar,2008) 191-193

12 Pius A.partanto dan M.Dahlan Al Barry,Kamus Ilmiah populer,(surabaya


(19)

10

didalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan sumber daya, preferensi, kebutuhan, resiko dan sejumlah kondisi lain serupa. Jadi, komunitas adalah sekelompok orang yang hidup bersama bermasyarakat dan memiliki tujuan yang sama serta terorganisir dalam bentuk organisasi yang baik.

Dalam definisi yang umum, pemulung adalah seseorang yang mendapatkan penghasilan dari mengumpulkan barang bekas atau gresek. Berdasarkan tempat tinggalnya pemulung dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Pemulung tidak menetap atau pemulung gelandangan atau pemulung liar adalah pemulung yang tidak mempunyai tempat tinggal relatif menetap dan hidup atau tinggal dijalanan. Biasanya disebut pemulung jalanan.

b. pemulung menetap adalah pemulung yang mempunyai tempat tinggal dan hidup atau tinggal di suatu tempat atau kampung tertentu dan mempunyai perkerjaan tetap sebagai pemulung. Biasanya pemulung menetap menyewa rumah secara bersama-sama di suatu tempat tertentu, pemulung yang tinggal di rumah permanen yang berlokasi di tempat pembuangan akhir atau sekitarnya, atau penduduk yang mempunyai mata pencaria sebagai pemulung.13Pemulung adalah orang yang mencari nafkah

dengan jalan mencari dan memungut serta memanfaatkan barang


(20)

11

bekas.14 Sedangkan komunitas pemulung adalah sekelompok yang memiliki satu kesatuan dalam organisasi dan memiliki tujuan sama. Orang yang selalu berinteraksi satu sama lain dan memiliki tujuan yang sama. Kemudian memiliki identitas sama yakni pemulung memiliki kewajiban-kewajiban yang harus terpenuhi saat mencari barang bekas dan juga merupakan kewajiban komunitas pemulung.15Mencari barang bekas juga merupakan kewajiban bagi mereka tidak hanya agama saja,melainkan kelompok pemulung tidak ada hanya berkumpul dan pulang tanpa kegiatan.Akan tetapi para kelompok membangun mengembangkan pikiran yang saling berhubungan dan untuk mempermudahmembentuk untuk organisasi yang meningkatkan kesehjahteraan masyarakat.

2. Makam Rangkah

Makam rangkah terletak di sebelah barat Kota Surabaya Kelurahan Tambakrejo Kecamatan Simokerto.Medekati Pulau Madura karena berdekatan dengan jembatan Suramadu.Sebelah utara, berbatasan dengan Kelurahan Simokerto Kota Surabaya. Sebelah timur,berbatasan dengan Kelurahan Rangkah, kota surabaya. Sebelah selatan, berbatasan langsung dengan Kelurahan Tambah Sari, kota Surabaya. Sebelah barat, berbatasan dengan Kelurahan kapasan, kota Surabaya.

14http://www.artikata.com?arti-374589- pemulung.html/07-03-2015/ 07.30 wib 15

Temuan oleh crow dan Allan yang di kutip dalam wikipedia, komunitas (www. Wikipedia/komunitas.com, diakses 25 mei 2014


(21)

12

3. Paradigma fakta sosial

Paradigma fakta sosial yang diungkap antara hubungan antara struktur sosial, pranata sosial dan hubungan antara individu dengan struktur sosial serta antara hubungan antara individu dengan pranta sosial. Sebagai sesuatu yang berbeda dengan ide yang bersifat spekulatif dalam memahami gejala yang terjadi dalam masyarakat. Hal ini memerlukan penyusunan data diluar dunia ide yang hanya ada didalam pikiran manusia. Fakta sosial terdiri dari dua jenis yaitu bentuk materi dapat diobservasi dan bentuk. Sedangkan non materi yaitu kenyataan yang bersifat interseptif yang hanya muncul dalam kesadaran manusia. Pada usahanya untuk menerangkan bahwa fakta sosial tidak dapat dipelajari melalui sikap. Tetapi harus diteliti di dalam dunia nyata sebagaimana mencari barang yang disimak, ditangkap dan diobservasi dari dunia nyata.16

G.Sistematika Pembahasan

Agar lebih sistematis dan memudahkan untuk memahami hasil penelitian ini,Penulis mendiskripsikan penulisan skripsi ini dalam lima bab. Yang mana setiap bab terdiri beberapa sub-sub yang sesuai dengan keperluan kajian yang dilakukan.

BAB I :Pendahuluan yang mencakup tentang latar belakang masalah

Rumusan masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metode Penelitian penegasan judul sistematika pembahasan

16

George, Ritzer.Sosiologi ilmu pengetahuan Berparadigma Ganda. (Jakarta :PT Raja Grafindo persada. 2009) hal 14


(22)

13

BAB II :Kerangka teori yang berisi tentang penjelesan pemulung

secara komprehensif tentang paradigma fakta sosial

BAB III :Berisi tentang data mengenai temuan temuan dilapangan (komunitas pemulung)

BAB IV :Berisi tentang analisis terhadap komunitas pemulung dengan mengunakan paradigma

BAB V :Penutup dalam bab ini menyimpulkan seluruh hasil penelitian


(23)

BAB II

KAJIAN TEORITIK A.Kajian teoritik

1. Pengertian Fakta Sosial

Dari segi bahasa fakta sosial terdiri dari dua suku kata, yaitu “fakta”dan “sosial.” Untuk mendefinisikan fakta sesungguhnya tindaklah yang mudah yang sering kita bayangkan. Masih terdapat berbagai pendapat dan tafsiran yang cukup melelahkan.1Apa sesungguhanya fakta itu. Fakta disini lebih mengedepankan kejadian yang sering terjadi dalam suatu lingkungan yang ada disekitar manusia itu berada.

Istilah sosial (sosial dalam bahasa inggris) dalam ilmu sosial memiliki arti yang berbeda-beda, misalnya istilah sosial dalam sosialisme dengan istilah Departemen sosial, jelas kedua-duanya menujukkan makna yang sangat jauh berbeda. Menurut Soekanto yang dikutip oleh Dandang Supardan, “apabila istilah sosial dalam menunjuk pada objeknya, yaitu masyarakat. sosialisme adalah suatu ideologi yang berpokok pada perinsip pemilikan umum atas alat produksi dan jasa-jasa dalam bidang ekonomi2

seperti salah satunya yaitu hal yang mengambarkan segala macam gejala yang bersifat sosial, karena berkaitan dengan hubungan di antara individu manusia dengan manusia lain di dalam kehidupan dunia. Menurut Emile Durkheim fakta sosial adalah terletak pada ushanya untuk menerangkan di

1Dadang supardan, pengantar ilmu sosial sebuah kajian pendekatan struktural, edisi

1(Jakarta:bumi Aksara, 2011), cet.III. 49-50.


(24)

15

dalam dunia nyata sebagaimana orang mencari barang.3 Paradigma fakta

sosial menurut Durkheim ada dua macam yaitu pertama dalam bentuk material yaitu suatu barang yang dapat disimak, ditangkap dan diobservasi. Fakta sosial yang berbentuk material ini dalam bentuk keberadaan pemulung dan masyarakat adalah suatu sistem dinamis dan merupakan landasan yang berpijak pada kehidupan kolektif dengan penegertian-pengertian dan tanggapan kolektif. Hanya kehidupan kolektif

yang dapat memerankan gejala gejala sosial ataupun gejala

kemasyarakatan.4Kedua dalam bentuk non-material yaitu sesuatu yang ditangkap nyata (eksternal). Yang benar benar ada. Dengan adanya komunitas pemulung merupakan tingkah laku individu hal yang muncul dari kesadaran manusia. Dengan secara tidak langsung fakta sosial tidak hanya menyakut masyarakat itu sendiri, akan tetapi ada suatu prinsip yang tertanam dalam lingkungan masyarakat itu yang menjadi sumber ideologi tak tertulis dalam menjalankan kegiatan di tempat yang ia tinggal.

Seperti halnya keberadaan pemulung yang harus bertambah di sebabkan karena fungsinya dalam masyarakat cukup besar dan berpengaruh signifikan terhadap fungsi yang lain dan juga berperan dalam menjaga kestabilan masyarakat.Kestabilan, masyarakat yang dimaksud adalah keadaan lingkungan masyarakat itu sendiri. Apabila dalam suatu lingkungan masyarakat tersebut kebersihan tidak terjaga dapat

3George, Ritzer.Sosiologi ilmu pengetahuan Berparadigma Ganda. (Jakarta :PT Raja

Grafindo persada. 2009) 14.

4 Soleiman Joesoef & Noer Abijono, Pengantar Psychologi Sosial (Surabaya : usaha Nasional, tt),


(25)

16

menyebabkan berbagai masalah yang dapat mempengaruhi fungsi yang

lainnya.Sebagai contoh keadaan lingkungan yang kotor dapat

menyebabkan banyak masalah kesehatan seperti demam berdarah yang juga dapat menjadi masalah sosial yang kompleks dikarenakan penyakit tersebut dapat menular. Dari sinilah kita ketahui sosial menjadi kesatuan yang baku antara sosial dan sosialogi yang berarti suatu karakteristik dari gambaran lingkungan, menggambarkan segala macam gejalah yang ada di dalam masyarakat.

2. Paradigma fakta sosial

Paradigma adalah pandangan yang mendasar tentang apa yang

menjadi pokok persoalan dalam ilmu pengetahuan (sosial)

tertentu.5Dengan ungkapan lain dapat dikatakan bahwa sebuah paradigma adalah jendela yang dapat digunakan untuk “melihat” dunia sosial. Paradigma membantu merumuskan tentang apa yang harus dipelajari, persoalan-persoalan apa yang mesti dijawab sertaaturan-aturan apa yang harus dikuti dalam menginterprestasikan informasi yang dikumpulkan dalam rangka menjawab persoalan permasalahan. Fungsionalisme struktural yang diungkap dalam penelitian kali ini riil terdapat dalam masyarakat. Pakalmaksudnya, yaitu suatu fakta yang benar-benar terjadi


(26)

17

dalam masyarakat.Oleh karena itu, peneliti mencoba melihat masalah yang ada di masyarakat tersebut dengan menggunakan paradigma fakta sosial.6

Email Durkheim mengatakan bahwa fakta sosial merupakan suatu fakta yang dipakai untuk mendasari fenomena ditengah suatu masyarakat. Fakta sosial bersifat eksternal, dan menyebar karena bagaimanapun padakenyataannya di setiap masyarakat jelas terdapat sekumpulan fenomena yang berfungsi sebagai sesuatu yang menentukan dan terpisah diluar individu. Fakta sosial adalah suatu kenyataan yang memiliki karakteristik khusus, yakni mengandung tata cara bertindak, berfikir dan merasakan yang bersifat diluar individu manusia. Fakta sosial adalah segala cara bertindak manusia yang memiliki karakteristik gejala empiris yang terukur,eksternal, menyebar dan memaksa. Fakta sosial ini disebut sebagai sesuatu yang bersifat eksternal berada di luar pertimbangan-pertimbangan diri individu sendiri. Fakta sosial juga memiliki kekuatan yang memaksa atau menekan. Hal ini bertujuan untuk menekan setiap kemauan individu yang tidak selalu baik. Fakta sosial merupakan suatu hal yang bisa diukur sehingga bisa dikaji secara empiris dan memerlukan data dari luar pikiran manusia.

Menurut Durkheim, fakta sosial tidak dapat direduksi menjadi fakta individu, karena menurut Durheim, fakta sosial memiliki eksistensi yang di tingkat sosial. Contohnya, dapat kita temukan pada kasus ketika seorang anak patuh kepada orang tua hal itu yang bukan merupakan fakta

6George, Ritzer.Sosiologi ilmu pengetahuan Berparadigma Ganda. (Jakarta :PT Raja Grafindo persada. 2009) 14


(27)

18

individual maskipun tindakan patuh kepada orangtua itu dilakukan oleh individu. Durheim menjelaskan bahwa seseorang yang patuh kepada orangtuanya adalah karena norma yang tumbuh di tengah masyarakat memang menuntut demikian. Maka Menurut Durkeim kepatutan pada orang tua merupakan fakta sosial. Jadi fakta sosial memang merupakan kemampuan fakta indvidu, tetapi kemudian diungkapkan dengan ukuran tertentu yang bersifat sosial. Seperti, angka perkawinan angka bunuh diri. Hal tersebut tidak menjukan angka yang menggambarkan diri perbadi melainkan mengacu pada semua masyarakat secara bersama. Fakta sosial kemudian menuju kenyataan kolektif yang lebih besar dari sebuah entitas masyarakat.

Sebelum memahami tentang fakta sosial, kita harus mengetahuai apakah yang disebut sebagai sosial. Istilah sosial ini dipergunakan menggambarkan segalah macam gejala yang ada di dalam masyarakat bertapa kecilnya kepentingan gejalah itu akan disebut sebagai sosial. Maka segala peristiwa yang menyakut diri manusia merupakan gejalah yang bersifat sosial, karena berkaitan dengan hubungan di antara induvidu manusia dengan manusia lain di dalam kehidupan dunia. Segala perilaku manusia yang dilakukan secara teratur akan disebut sebagai tindakan sosial.

Fakta sosial adalah ciri ciri tertentu yang berisikan cara berperilaku, berpikir dan berperasaan yang sifatnya eksternal bagi peribadi yang didukung oleh suatu kekuatan memaksa yang mengawasinya, sumber


(28)

19

dari istilah ini bukanlah pribadi manusia, melaikan suatu masyarakat. Fakta sosial merupakan hal di luar diri manusia yang berupa struktur sosial norma kebudayaan dan nilai sosial yang di dalam terhadap kesadaran kolektif dan representasi kolektif yang mengatur cara bertindak setiap individu di dalam masyarakat yang bersifat memaksa menjadi suatu batas moral dan prilaku yang harus diikuti bersama.7

Menurut Emile Durkheim dinyatakan sebagai sesuatu ide yang berada dengan ide dan dapat dilihat atau dirasakan. Sesuatu tersebut menjadi objek penelitian dari seluruh ilmu pengetahuan ia tidak dapat dipahami melalui kegiatan mental murni tetapi untuk memahami diperlukan penyusunan data riil di luar pikiran manusia. Arti penting pertanyaan Durkheim ini terletak pada usahanya untuk menerangkan fakta sosial harus diteliti di dalam dunia nyata sebagia mana orang mencari barang sesuatu yang lain.8Paradigma fakta sosial melihat masyarakat manusia dari sudut pandang makro strukturnya. Menurut paradigma ini, kehidupan masyarakat dilihat sebagai realitas yang berdiri sendiri, lepas dari persoalan apakah individu-individu anggota masyarakat itu suka atau tidak suka, setuju. Masyarakat jika dilihat dari struktur sosialnya (dalam bentuk perorganisasiannya) tentu memiliki seperangkat aturan, kekuasaan dan wewenang sistem peradilan, serangkaian peran sosial, nilai dan norma, dan pranata sosial. Yang secara analisis merupakan fakta yang terpisah

7http// id chovoong.id /social-sciences/sociology/218051-pengertian-konsepl-fakta-sosial-emile1#22igky 1032015

8 George, Ritzer. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigama Ganda. (Jakarta : PT Raja


(29)

20

dari individu masyarakat akan tetapi dapat mempengaruhi perilaku keseharianya.9

Paradigma fakta sosial menurut Durkheim ada dua macam yaitu:

Pertamadalam bentuk material yaitu suatu barang yang dapat disimak, ditangkap dan diobservasi.Fakta sosial yang berbentuk material ini dalam bentuk keberadaan pemulung dan masyarakat adalah suatu sistem dinamis dan merupakan landasan yang berpijak pada kehidupan kolektif dengan penegertian-pengertian dan tanggapan kolektif. Hanya kehidupan kolektif yang dapat memerankan gejala gejala sosial ataupun gejala kemasyarakatan.10

Kedua dalam bentuk non-material yaitu sesuatu yang ditangkap nyata (eksternal). Fakta sosial jenis ini merupakan fenomena yang hanya muncul dari dalam kesadaran manusia.11Menurut Durkheim, tugas

sosiologi12 adalah mempelajari fakta yang ia sebut sebagai fakta sosial, yaitu sebuah kekuatan dan struktur yang bersifat eksternal, tetapi mampu mempengaruhi perilaku individu. Dengan kata lain, fakta sosial merupakan cara-cara bertindak, berpikir, dan berperasaan, yang berada di

luar individu, dan mempunyai kekuatan memaksa yang

mengendalikannya. Yang dimaksud fakta sosial disini tidak hanya bersifat material, tetapi juga non-material, seperti kultul, agama, atau institusi

9Ibid.

10 Soleiman Joesoef & Noer Abijono, Pengantar Psychologi Sosial (Surabaya : usaha

Nasional, tt), 24.

11George, Ritzer. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigama Ganda. (Jakarta : PT Raja

Garafindo Persada. 2009) 15


(30)

21

sosial.13Stigma negatif pemulung yang ada di masyarakat merupakan

sesuatu yang nyata karena muncul dari kesadaran manusia yang berkembang menjadi pendapat publik masyarakat, dan keberadaannya dianggap dapat mempengaruhi masyarakat.

Teori yang digunakan adalah teori fungsionalisme struktural. Lahirnya fungsionalisme struktural memperoleh dorongan yang sangat

besar lewat karya-karya ahli sosiologi prancis, Emile

Durkheim.Masyarakat modern dilihat Durkheim sebagai keseluruhan organis yang memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan tersebut memiliki seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam keadaan normal dapat bilamana kebutuhan tertentu tadi tidak dapat dipenuhi maka berkembang suatu keadaan yang bersifat “patologis” para fungsionalis kontomporer menyebut keadaan normal sebagian ekuilibium atau sebagian sistem yang seimbang, sedangkan keadaan patologis merujuk pada ketidakseimbangan atau perubahan sosial14

Pemulung kebanyakan merupakan penduduk pendatang di suatu daerah. Profesinya sebagian seorang pemulung membuat mereka dianggap sebelah mata oleh masyarakat. Kehadiran mereka kurang diharapkan oleh masyarakat karena dianggap dapat mengotori daerah mereka. Keadaan yang seperti inilah yang membuat pemulung merasa terasing dan membuat

13DR. Bagong Suyanto, Sosiologi Ekonomi Kapitalsme dan Konsumsi di Era Masyarakat Post-Modernisme, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013) h. 8-9

14 Margert M. Paloma, sosiologi kontomporer,(jakarta:PT . raja Grafindo persada, 1979), hal


(31)

22

suatu kelompok sendiri yang terpisah dengan masyarakat sekitar. Tetapi, meskipun dikucilkan dalam pumulung tetap ada dan malah terus bertambah. Hal ini terjadi karena jasa yang diberikan para pemulung cukup besar dalam hal membantu kebersihan kota dan pemenuhan barang-barang bekas yang sangat diperlukan oleh sebagian pabrik.15

Selain itu, kehadiran pemulung sebenarnya juga ditunggu oleh sebagian masyarakat untuk membantu mereka mengurangi barang-barang bekas dan sampah yang ada di rumah mereka. 16Apabila tidak adanya

pemulung bisa di pastikan banyak orang yang kebingungan membuang semua barang tersebut.

Keberadaan pemulung yang terus bertambah disebabkan karena fungsinya dalam masyarakat cukup besar dan berpengaruh signifikan terhadap fungsi yang lain dan juga berperan dalam menjaga kestabilan masyarakat.kestabilan, masyarakat yang dimaksud adalah keadaan lingkungan masyarakat itu sendiri. Apabila dalam suatu lingkungan masyarakat tersebut kebersihan tidak terjaga dapat menyebabkan berbagai masalah yang dapat mempengaruhi fungsi yang lainnya.Sebagai contoh keadaan lingkungan yang kotor dapat menyebabkan banyak masalah kesehatan seperti demam berdarah yang juga dapat menjadi masalah sosial yang kompleks dikarenakan penyakit tersebut dapat menular.

16Y.


(32)

23

3. Teori solidaritas

Teori lain yang ikut mendukung teori fungsionalisme struktural adalah teori solidaritas sosial menurut Emile Durkheim solidaritas sosial adalah kehadiran keteraturan sosial dalam suatu masyarakat strukturnya terorganisasi dengan baik 17menurut durkeim, masalah sentral dari eksistensi sosial adalah masalah keteraturan.Solidaritas sosial sendiri dibagi menjadi dua tipe yaitu solidaritas mekanik dan solidaritas organik.

Masyarakat dengan tipe berbeda-beda mencapai solidaritas sosial dengan cara berbeda pula. Pada masyarakat pra modern yaitu tradisional, dimana manusia hidup dengan cara yang hampir sama satu sama lain, solidaritas yang dicapai secara kurang lebih otomatis. Bentuk solidaritas mekanik inilah yang paling cocok karena merupakan hasil dari pembagian kerja yang sederhana. Sangat sedikit peranan untuk dimainkan, atau cara hidup pun kurang bervariasi karena kebutuhan para anggota masyarakat untuk memandang hiduppun kurang bervariasi karena kebutuhan para anggota masyarakat untuk memandang hidup juga kurang lebih sama.Mereka memiliki aturan-aturan kolektif yang mengatur bagaimana berperilakuyang dipenuhitanpa kesukaran yang berarti.18

Sedangkan solidaritas yang berkembang di masyarakat modern adalah solidaritas organik. Dalam masyarakat modern orang-orang hidup sangat berbeda satu sama lain tetapi karena mereka tergantung satu sama lain dalam aktifitas yang berbeda-beda agar tetap hidup. Maka solidaritas

17Pip jones, pengantar teori teori sosial.(jakarta:Yayasan obor indonesia,2009), 282


(33)

24

organik akan muncul. Solidaritas itulah yang muncul dari saling ketergantungan berbagai individu.19

Solidaritas organik bukan hanya berasal dari kepercayaan pada seseorang melainkan dari saling ketergantungan fungsional di dalam pembagian kerja.20 Dalam solidaritas organik perbedaan di antara pribadi-pribadi orang dalam hal ini kepercayaan dan tindakannya.

Pertumbuhan pembagian kerja kemudian dikatakan dengan

individualisme yang makin meningkat. Gerak maju solidaritas organik di pengaruhi oleh kepercayaan yang dimiliki bersama antara individu, yang tidak hilang sama sekali dalam masyarakat rumit atau masyarakat modern.21

4. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Dalam Penelitian ini, penulis telah melakukan review pustaka yang mempunyai relevansi dengan penelitian. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh:

1. Yuli Masfufah, Asimilasi pemulung dengan warga masyarakat di Kelurahan dukuh sutorejo Kecamatan Mulyorejo Surabaya, Institut agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya, Fakultas Dakwah, prodi sosiologi,2007. Dalam penelitian ini penelitian menggunakan

19Pip jones, pengantar teori teori sosial.(jakarta:Yayasan obor indonesia,2009).45. 20Antony Ginddes, Kapitalisme dan Teori sosial Modern: suatu Analisi Terhadap Karya tulis Marx, Durkheim dan Max Weber, (jakarta: UI Press,1986),95.

21Antony Ginddes, Kapitalisme dan Teori sosial Modern: suatu Analisi Terhadap Karya tulis Marx, Durkheim dan Max Weber, (jakarta: UI Press,1986),96.


(34)

25

metode penelitian kualitatif. Peneliti tertarik karena perbedaan profesi ini ternyata berakibat terhadap kehidupan sosial. Seolah-olah ada tembok pemisah yang tebal dan tinggi antara penduduk asli dan penduduk pendatang yangsama sama berdomisili di wilayah yang sama. Sehingga, penelitian ini berfokus pada peroses interaksi antara pemulung dengan masyrakat asli akibat yang ditimbulkan dari interaksi tersebut.

2. Dewi susiati Napitupulu, makna barang barang bekas bagi pemulung di tempat Pembuangan sampah Akhir (cilincing jakarta Utara. Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Fakultas ilmu sosial ,jurusan sosiologi, 2008.) Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian ini memfokuskan pada pemaknaan barang-barang bekas oleh pemulung dan usaha pemulung untuk mengubah harga jual barang barang tersebut agar lebih tinggi. Para pemulung selain melakukan kegiatan lain yang bertujuan untuk menaikkan harga barang bekas tersebut. Seperti, Membuang lebel botol aqua sehingga mendapatkan botol yang bersih. Botol yang telah bersih ini lebih mahal harganya dibanding dengan botol yang masih bersegel. Selain itu pemuleung juga lebih memilih dan menyukai barang-barang bekas yang mudah ditemukan seperti pelastik dan kertas walapun harganya relatif rendah dari pada barang bekas jenis aluminium, tembaga atau logam yang harganya tinggi tetapi sulit ditemukan. Hal ini berdampak pada penjualan barang tersebut yang lebih lama dan lebih lama pula mereka akan mendapatkan uang untuk memenuhi kebutuhan.


(35)

26

3. Susianingsih, kajian geografis kegiatan pemulung jalanan di Kecematan sawahan Kota Surabaya. Universitas Negeri Surabaya (UNESA), fakultas ilmu soaial, jurusan geografi, 2010. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan angket yang disebar kepada 100 pemulung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui asal usul dan negatif yang ditimbulkan dari pemulung jalanan tersebut. Menurut penelitian ini faktor utama yang menyebabkan munculnya pemulung jalanan tidak lain adalah lemahnya kondisi perekonomian di pendesaan, dimana desa tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup warganya secara memadai kondisi inilah yang mendorong semakin banyaknya warga yang pindah kekota dengan harapan akan memperoleh mata pencarian yang dapat menujukan kebutuhan hidupnya dengan baik karena harapan yang tidak terpenuhi itulah maka mereka mencari alternatif lain yang dapat ditempuh sesuai dengan kemampuan sendiri dan tidak memiliki banyak modal yaitu menjadi seorang pemulung.

4. Moch nurqomari, Perorganisasian Pemulung di wilayah Perkotaan Kiprah Pak Husin sebagian Fasilitator komunitas pemulung di makam Rangkah Kelurahan Tambakrejo Kecamatan Simokerto Surabaya, Institut Agama islam Negeri (IAIN) Sunan Ampel Surabaya, Fakultas Dakwah, Prodi Pengembangan masyarakat Islam 2013. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian ini tertarik pada program perorganisasian Kelurahan Tambakrejo Kecamatan Simokerto salah satu tempat pemukiman pemulung yang teroraganisir oleh fasiltator


(36)

27

yaitu kiprah pak Husin sebagai fasilitator komunitas pemulung. Dalam penelitian ini memfokuskan tentang pemberdayaanpemulung kiprah pak Husin sebagai fasilitator komunitas pemulung di Kelurahan Tambakrejo Kecamatan Simokerto Surabaya.Perbedaan yang mendalam dari penelitian terdahulu.


(37)

BAB III

PENYAJIAN DATA

KOMUNITAS PEMULUNG DI PEMUKIMAN MAKAM RANGKAH KELURAHAN TAMBAKREJO KELURAHAN SIMOKERTO

A. Gambaran Umum tentang pemulung

Pemulung merupakan sebuah perkerjaan meskipun keberadaanya kurang di senangi oleh sebagian besar masyarakat. bekerja sebagai pemulung memiliki resiko bahaya yang cukup besar karena tempat kerja yang sangat berbahaya dan tidak mereka melindungi diri mereka secara sederhana, peralatan yang di gunakan juga jauh dari kata aman. Umum Keselamatan kerja itu standar, antara lain:

1. Topi, untuk melindungi kepala dari cuaca panas, hujan, kotoran, dan benda keras.

2. Kacamata gelap, untuk melindungi mata dari cahaya matahari.

3. Masker, berupa penutup hidung dan mulut yang berguna untuk melindungi saluran pernafasan dari debu, bahan kimia, dan kuman penyakit.

4. Jaket atau baju lengan panjang, untuk melindungi kulit dari sengatan matahari dan untuk menjaga kebersihan badan dari sampah yang membawa kuman penyakit.

5. Sarung tangan, untuk perlindungan diri terhadap kontak langsung dengan sampah dan barang tajam.


(38)

29

6. Sepatu boats, untuk melindungi kaki dari bahan-bahan tajam dan dari parasit tanah (cacing).

7. Selain alat perlindungan tubuh, pemulung juga membawa alat lain yang berguna untuk mendukung pekerjaannya sebagai pengumpul barang bekas, antara lain:

a) Keranjang yang dipanggul di pundak yang berguna untuk menampung barang hasil memulung.

b) Ganco, digunakan sebagai alat pengambil sampah untuk mempermuda pemungutan sampah.

Pemulung juga di juluki sebagai “laskar mandiri” karena dapat

mencipatakan lapangan kerja sendiri dan usaha tersebut itu turut membantu pembangunan suatu kota. Maka profesi pemulung dapat digolongkan ke dalam definisi kerja sektor informal, yaitu sebagai bagian dari sistem ekonomi yang tumbuh untuk menciptakan kerja dan bergerak di bidang produksi serta barang dan jasa dan dalam usahanya menghadapi keterbatasan modal, keterampilan, dan pengatahuan.1Dengan ciri ciri sebagai berikut :

(1) Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik karena timbulnya unit usaha tidak mempergunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sektor formal. (2) pada umunya unit usaha tidak mempunyai izin usaha. (3) pola kegiatan usaha tidak teratur baik dalam arti lokasi maupun jam kerja. (4)

1Karjadi Mintaroem, “penghasilan pemulung di kotamadya daerah tingkat II surabaya”,


(39)

30

pada umumnya kebijaksanaan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah belum sampai ke sektor ini. (5) unit usaha sudah keluar masuk dari satu sub sektor ke sub sektor lain. (6) tekonlogi yang digunakan masih primitive. (7) modal dan perputaran usaha relative kecil, sehingga skala operasional juga relative kecil. (8) pendidikan pendidikan formal karena pendidikan yang diperlukan diperoleh dari pengalaman sambil berkerja.(9)

pada umumnya unit kerja termasuk golongan “ one man ensterprise” dan

kalau mengerjakan buruh berasal dari kelurga. (10) sumber dana modal pada yang tidak resmi. (11) Hasil produksi atau jasa teutama dikonsumsikan oleh golongan masyarakat kota atau desa berpenghasilan menengah.2

Sektor informal terjadi karena adanya faktor pendorong dan faktor penarik yang membuat masyarakat melirik sektor ini. Faktor pendorong adalah hal-hal yang mendorong angkatan untuk memperoleh perkerjaan dan pendapatan di kota. Sedangkan faktor penarik umumnya terpusat di kota. Oleh karena cukup tersedianya infrastrukur sosial dan industri dengan upah yang relativ tinggi. Tetapi pada kenyataannya , sektor formal belum memberikan lapangan kerja yang cukup bagi pendatang sebagai akibat dari urbanisasi.Kaeadaan ini mendorong masyarakat beralih ke sektor informal yang dapat menampung semua pencari kerja karena tidak memerlukan modal besar dan pengalaman yang bagus. Salah satu profesi yang dilirik adalah

2Tadijuddin Noer Effendi, Sumber Daya manusia, Peluang Kerja dan Kemisikinan (yogyakarta: PT Tiara


(40)

31

pemulung. Adapun faktor pendorong dan penarik masyarakat menjadi pemulung, antara lain3

Diagram 1

Faktor pendorong menjadi pemulung

Diagram 2

Faktor penarik menjadi Pemulung

3Karjadi Mintareom, “pengasilan Pemulung di kotamadya daerah tingkat II surabaya,”.(penelitian

Lembaga Penelitian Universistas Airlangga Surabaya, 1989),2-9 Pemulung

Mencari pengalamn

Kebutuhan ekonomi

Perkerjaan lain sulit

Pemulung

Tidak diperlukan keterampilan Pendapatan lumayan Dari pada mengangguran Perkerjaan yang halal


(41)

32

B. Tinjaun Tentang kondisi pemulung

Keberadaan pemulung jalanan dapat di tinjau dari beberapa demensi sosial yang ada, antara lain dimensi sosial budaya, sosial ekonomi, dan dimensi lingkungan.

1. Kondisi Pemulung Ditinjau Dari Dimensi sosial Ekonomi

Sebenarnya Keberadaan Pemulung berperan dalam pembangun meskipun tampak remeh. Di samping perannya dalam menciptakan lapangan kerja untuk diri sendiri dalam memenuhi penghasilan untuk keluarga atau biasa laskar mandiri.4 Oleh karena itu, seharusnya para pemulung mendapatkan pembinaan yang tepat agar dapat menempatkan diri dalam masyarakat.

Selain itu, pemulung turut serta dalam menghemat devisa Negara dalam kegiatan ekonominya, terutama dalam penyiapan bahan baku yang murah dari barang barang bekas. Seperti, gelas, pelastik, besi, kaleng, kertas, karton dan sebagainya barang-barang itu akan di olah kembali oleh pabrik-pabrik dengan proses daur ulang untuk dijadikan barang-barang yang bermanfaat dan turut menggiatkan kegiatan ekonomi.

Meskipun peranan pemulung sangat vital dalam mata rantai jaringan tranksaksi barang-barang bekas, namun mereka tidak berdaya untuk

mempertahankan “haknya"sesuai dengan pengorbanan yang telah mereka

4Karjadi Mintareom, “pengasilan Pemulung dikotamadya daerah tingkat II


(42)

33

berikan. Ini dapat terlihat dari harga barang-barang bekas dari pemulung relatif murah jika dibandingkan dengan harga jual pengepul ke pabrik-pabrik.

2. Kondisi Pemulung ditinjau Dari Dimensi Sosial Budaya

Ditinjau dari kondisi sosial budaya, para pemulung di golongkan ke dalam kelompok masyarakat yang memiliki sub kultur tersendiri, yaitu kultur yang memcerminkan budaya atau kebiasaan-kebiasaan hidup dari golongan masyarakat miskin.5

Tata nilai dan tata norma yang ada berbeda dengan nilai dan tata norma dalam masyarakat, dan biasanya cenderung dinilai negatif. Namun dari sudut pandang mereka, apa yang ada itu tidak dianggap sebagai sesuatu yang kurang baik, walapun oleh sebagian besar masyarakat cara hidup mereka dianggap kurang wajar, karena tampak menyimpang dari tujuan yang biasa diidam-idamkan oleh warga pemulung maupun masyarakat pada umumnya. Pada dasarnya para pemulung ingin hidup bebas, tidak mau terikat dengan aturan dan norma, sehingga bila dibandingkan dengan kondisi yang ada di kalangan warga masyarakat lainya timbul perbedaan yang mencolok, terutama pada segi estetika, etika, dan idealisme hidup.

5Susianingsih,” kajian kegiatan pemulung jalanan di kecamatan sahawan kota surabaya”(skripsi,fakulitas ilmu sosial universistas Negeri surabaya,2010) 15


(43)

34

Dalam kehidupan pemulung yang tergolong masyarakat miskin, rasa estetika tampaknya sangat rendah. Misalnya, mereka tidak merasa perlu berpenampilan rapi. Terkadang, walapun belum mandi mereka sudah berkeliaran kemana-mana dengan pakaian kumal dan kotor. Berpenampilan seperti itu tentu saja kurang diterima masyarakat di tempat umum, karena menganggu pemandangan dan menyebarkan bau yang kurang sedap terhadap orang-orang sekelilingnya. Rasa etika hidup juga banyak dijumpai hal-hal yang kurang baik. Seolah-olah mereka tidak mengenal rasa malu. Pakaiaan yang mereka kenakan kurang sopan untuk dikenakan di tempat umum.

Sedangkan tentang idealisme hidup, mereka tidak terlalu berpikir ke depan. Mereka mengutamakan kebutuhan sesaat. Oleh karena itu, banyak diantara pemulung cenderung beristirahat mencari barang-barang bekas apabilah merasa telah mendapatkan sejumlah uang untuk beberapa hari.

Walapun pemulung digolongkan ke sub kultur semacam ini, namun sebenarnya mereka masih memiliki kondisi sosial budaya yang lebih dari pada gelandangan dan pengemis. Mereka memiliki etos kerja yang lebih tinggi. Hasrat untuk mandiri cukup besar, sehingga pemulung lebih bisa diarahkan dan dibina kepada kehidupan yang lebih baik.

3. Kondisi Pemulung Ditinjau Dari Dimensi Lingkungan


(44)

35

Mereka ikut adil dalam menciptakan Kebersihan di lingkungan perkotaan. Dengan jalan mengurangai Volume sampah dari jenis yang justru tidak dapat atau sukar hancur secara alamiah. Meskipun secara kuantitatif Pengurangannya kecil, sehingga kurang terlihat pengaruhnya.

Sedangkan di lain pihak, dalam kegiatannya mengupulkan barang-barang bekas, para pemulung tidak ada kurang memikirkan kebersihan dan keindahan lingkungan. Rupanya mereka merasa tidak wajib untuk turut menjaga Keindahan dan kebersihan Lingkungan. Seperti, banyak diantara mereka dengan seenaknya mendirikan gubuk-gubuk luar di sembarang tempat dan menumpuk barang-barang bekas di depan gubuk mereka.

Perlu ditinjau dampak dari keberadaan pemulung jalanan terhadap aspek lingkungan yang lain, dalam hal ini sejauh mana pengaruhnya terhadap sistem keamanan lingkungan. Semua pemulung berperlaku jajur, terkadang ada juga yang mau mengambil hak milik orang lain yang bukan barang-barang bekas. Dengan kenyataan yang demikian itu maka kehadiran para pemulung jalanan di lingkungan daerah pemukiman sering menimbulkan curiga dan khwatir pada penduduk.

Kemisikinan Pada PemulungKemisikinan pada pemulung adalah termasuk golongan warga yang miskin. Terhadap ketidak sanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan kebutuan sosial yang terbatas.


(45)

36

Kemiskinan biasanya dilukiskan sebagai kuranganya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang pokok6

C. Makam Rangkah

1. Kondisi Geografis Kelurahan Tambakrejo Kecamatan Simokerto

Kelurahan Tambakrejo kecamatan Simokerto ini terletak di sebelah Barat kota Surabaya,berdekatan dengan jembatan Suramadu. Batas-batas kelurahan Tambakrejo adalah sebagai berikut:

a) Sebelah utara, berbatasan dengan kelurahan Simokerto, kota Surabaya.

b) Sebelah timur, berbatasan dengan kelurahan Rangkah, kota Surabaya.

c) Sebelah selatan, berbatasan langsung dengan kelurahan

Tambaksari, kotaSurabaya.

d) Sebelah barat berbatasan dengan kelurahan Kapasan, kota Surabaya.

Jarak antara pusat pemerintahan Kelurahan Tambakrejo denganpusat pemerintahan kecamatan kurang lebih 0,5 km dari pusat peerintahanKecamatan. Kemudian sejauh 2,5 km dari pusat pemerintahan kota dan 3,5km dari pusat pemerintahan propinsi. Jarak-jarak tersebut dapat ditunjangdengan sarana tranportasi yang dimiliki

6Susianingsih,” kajian kegiatan pemulung jalanan di kecamatan sahawan kota surabaya”(skripsi,fakulitas ilmu sosial universistas Negeri surabaya,2010) 15


(46)

37

oleh masyarakat secara pribadi (kendaraan pribadi) maupun sarana transportasi umum.7

Luas wilayah kelurahan Tambakrejo ini dibagi menjadi beberapa wilayah, yakni luas wilayah perumahan adalah 40.750 Ha, luas wilayah perkantoran yakni 6.000 Ha dan luas fasilitas umum dalam hal ini makam adalah 5.000 Ha. Pada wilayah kecamatan ini terdapat 74 Rukun Tetangga (RT) dan 12 Rukun Warga (RW).

Sedangkan keadaan alam dikelurahan Tambakrejo yang memiliki topografi menengah ini mempunyai ketinggian tanah 1,75 m dari permukaan air laut. Dengan ketinggian tersebut, suhu udara rata-rata 31ͼCelcius dengan banyaknya curah hujan 200 mm/tahun jumlah terkait dengan populasi penduduk kelurahan Tambakrejo sebanyak 21.013 orang.Persebaran penduduk antara laki-laki dan perempuan dapat dilihat dalam

Tabel berikut:

Tabel 3.1 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin

No. Jenis kelamin Jumlah

1 Laki-Laki 10.620 orang

2 Perempuan 10.393 orang

Jumlah 21.031 orang


(47)

38

Sumber data : Mongrafi kelurahan Tambakrejo per Januari 2015.Tabel 3.2. Daftar8Jumlah Mobilitas Penduduk kelurahan Tambakrejo Kecamatan Simokerto kota Surabaya tahun 2012-2015

Jenis Kelamin

Lahir Meninggal Datang Pindah

Laki-Laki 250

Orang

125 Orang 208 Orang 238 Orang

Perempuan 209

Orang

108 Orang 215 Orang 254 Orang

Jumlah 459

Orang

233 Orang 423 Orang 492 Orang

Sumber data: Mongrafi kelurahan Tambakrejo per Januari 20159

D. Sarana prasarana potret fisik

Barang hasil memulung yang berserakan, tempat pemberhentian truk sampah, sampah yang berserakan dan rumah-rumah yang dibangun apa adanya ini semakin memperjelas potret kemisikinan tersebut, masyarakat miskin di area makam ini banyak yang melirik dan banyak donatur yang berdatangan untuk membantu mereka. Kesejahteraan masyarakat sedikit

8Wawancara dengan Pak Husin, Ketua RT3 RW 12 di depan rumahnya yang biasanya

digunakan untuk pelayanan kesehatan rutin.

9Wawancara dengan Pak Husin, Ketua RT3 RW 12 di depan rumahnya yang biasanya


(48)

39

demi sedikit. Dapat terwujud. Seperti adanya posyandu untuk balita, meskipun sederhana namun tetap dapat membantu para ibu dalam mengetahuai perkembangan sang buah hati. Posyandu yang diadakan secara rutin ini merupakan insiatif dari ketua RW yang berusaha untuk menyamarkan fasilitas yang harus diterima oleh setiap penduduk yang terdftar sebagai anggota rukun warga.

Selain itu, ada pelayanan kesehatan gratis yang diperuntukkan bagi mereka yang sedang mengeluhkan penyakit yang ringan seperti pusing, batuk, demam dan penyakit ringan lainya. Pelayanan kesehatan ini rutin

diadakan setiap minggunya tepatnya pada hari jum’at dengan

medatangkan seorang dokter dan dua orang perawat. Pelayanan kesehatan dan posyandu ini dilaksanakan di depan rumah pak Husin yang dibangun layaknya gazebo.

Ada pula donatur yang bersedia memberikan bantuan berupa MCK bersih dan sehat bagi para warga karena setiap rumah di area makam ini tidak ada yang mempunyai kamar mandi Khusus di dalam rumah satu lago bentuk bantuan demi kesejahteraan masyarakat yakin didirikannya sekolah untuk balita yakin taman kanak-kanak (TK) yang memang dikhususkan bagi warga yang kurang mampu dan sekolah ini juga di gratiskan.


(49)

40

Selain digunakan sebagai tempat tinggal, area makam ini juga di gunakan warga untuk melakukan berbagai aktivitas, seperti pengajian, hajatan warga juga dilakukan di atas makam ini, seperti hajatan pernikahan. Tidak hanya melaksanakan resepsi sederhana, namun mereka juga menyewa hiburan seperti orkes dangdut.

Komunitas pemulung ini juga memiliki struktur kepenggurusan sebagai berikut :Bagian tabel 3.3 struktur kepengurusan Komunitas Pemulung di Makam Rangka Kelurahan Tambakrejo Kecamatan simokerto10

10Wawancara dengan Pak Husin, Ketua RT3 RW 12 di depan rumahnya

Ketua Husin

Sekertaris Sumbariya

Bendahara Mutakali

Humas

x Supina

x Amira

x Tima

x Yatemi

Pembantu Umum

x Sukarto

x Suartiya

x Saiful

x Muarif


(50)

41

E. Komunitas pemulung

1. Sejarah Terbentuk komunitas Pemulung di Makam Rangkah

Pada tahun 1996 pak Husin menggumpulkan pemulung di surabaya khususnya daerah Kelurahan Tambakrejo Kecamatan Simokerto tujuanya adalah menjadi komunitas sehingga mereka yang diakui oleh pemerintah Pada tahun 1997 Pak Husin menjadi pembina pemulung se-Surbaya. Pak Husin memberi arahan kepada komunitas pemulung untuk membangun rumah gubuk di area pemakaman dari usaha Pak Husin sebagai Fasilator Komunitas pemulung. Mayoritas pemulung yang bermukim di area pemakaman adalah orang pemulung (pendatang), dari Tulungangung, Madura dan sampai jawa barat, seperti yang dijelaskan oleh ibu mastuhah yaitu lebih baik tinggal di kawasan makam rangkah, meskipun harus tinggal di atas makam dan rumah juga kecil tapi bisa kerja bantu suaminya. Kalau di desa mereka gak bisa, paling-paling jadi buruh tani itupun kalu ada yang nyuruh, kalau gak ada ya nganggur di rumah. Kalau makam rangkah bisa tetep kerja tanpa nunggu ada yang nyuruh. Kayak dia ini yang bantu suami mulung. Apalagi di desa tidak punya tanah, jadi ya semakin repot kalo harus pindah ke desa.11

11Wawancara dengan ibu Mastuhah di rumahnya RT 3 RW 12.Pada tanggal 11


(51)

42

Alasan untuk perkerjaan yang lebih dari pada di desa mereka pindah ke Surabaya karena didesa tidak punya tanah buat digarap sendiri, kalau nggarappunyae orang itu upahnya titik (sedikit). Jadi ya mending kerja sendiri, nyari di Surabaya, biarpun jadi pemulung tapi tidakikut orang, terus kerjanya juga bisa milih tidak terus-terusan jadi pemulung.12

Dari pernyataan diatas terlihat bahwa masyarakat urban lebih memilih untuk bersaing di kota Surabaya meskipun dengan modal skill

yang tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan di kota Surabaya. Hal tersebuat mendorong mereka harus melakukan pekerjaan apapun demi menyambung kehidupan seperti menjadi seorang pemulung, buruh cuci, tukang topeng monyet dan lain sebagainya. Hal ini dikarenakan di kota Surabaya pemilihan pekerjaan lebih beragam meskipun hasil yang diperoleh tidak terlalu besar.

Masyarakat yang tinggal di area makam ini kebanyakan merupakan masyarakat urban yang berusaha mengadu nasibnya di Surabaya meskipun dengan kemampuan yang seadanya sebagaimana masyarakat desa pada umumnya. Pekerjaan apapun akan dilakukan seperti topeng monyet keliling hingga ke luar kota dan pulang 3 hari sekali, menjadi pemulung, menjadi pengambil sampah di kampung dan

12Wawancara dengan Pak Benu pada tanggal 31 Desember 2015


(52)

43

kompleks perumahan, calo di SAMSAT, buruh cuci, membuka warung kecil-kecilan di area makam bahkan menjadi tukang becak seperti saya, meskipun akhir-akhir ini Jasa tukang becak kurang dibutuhkan, saya tetap bertahan pada pekerjaan ini karena hanya ini yang dapat saya lakukan.13

Dari keterangan pak Parjono diatas dapat diketahui bahwa masyarakat yang tinggal di area makam ini adalah masyarakat urban yang berusaha untuk mengadu nasib dikota metropolitan Surabaya. Mereka tetap berusaha untuk survive meskipun tanpa keahlian khusus yang dimiliki. Karena jika kembali ke tempat asal maka tidak ada hal yang dapat mereka kerjakan kecuali bercocok tanam dan beternak, itupun jika ada.Karena memang kepemilikan lahan di perdesaan yang dimiliki oleh masyarakat asli semakin sempit dan sedikit.Selain mencari pekerjaan yang lebih baik, alasan mereka untuk berurbanisasi adalah mengikuti suami atau istri yang bekerja di Surabaya.Karena mereka menganggap keluarga adalah segalanya, jadi kemanapun suami atau istri pergi maka sebaiknya harus mengikuti. Masyarakat yang melakukan urbanisasi juga didorong oleh faktor keluarga yang harus pindah tempat kerja seperti orang tua yang di mutasi ke Surabaya dari daerah asal mereka. Hal ini seperti yang dialami oleh

13Wawancara dengan pak Parjono di depan warung tempat

pangkalan becaknya pada hari Senin tanggal 1 maret 2015 pukul 11.00


(53)

44

pak Ariadi. Dia pindah ke Surabaya dari kecil dulu waktu orang tua harus pindah tempat kerja. Namun karena memang pendidikan dia yang tidak terlalu tinggi maka akhirnya nasibnya hanya sebatas sebagai perawat makam. Tetapi jika disuruh kembali ke tempat asal orang tuanya dia tidak mau, lebih enak di Surabaya dari pada pindah ke desa.14

Masyarakat urban sepertinya telah terbiasa dengan kerasnya hidup diperkotaan karena justru itu yang akan menjadi daya tarik selanjutnya bagi para calon urban. Kemiskinan yang di depan mata tak menjadi penghalang bagi mereka yang tidak mempunyai modal dan kemampuan yang lebih. Kebanyakan dari mereka hanya melihat segelintir masyarakat urban yang sukses meniti karirnya di kota besar seperti Surabaya. Namun mereka tidak melihat mayoritas urban yang akhirnya menjadi gelandangan dan nasibnya belum jelas akibat hanya bermodalkan kenekatan. Para remaja dari desa yang telah lulus sekolah atau belum lulus akan langsung dipekerjaan oleh orang tua dengan alasan untuk membantu mencukupi kebutuhan keluarga.

Hal senada juga diungkapkan oleh ibu Suparti yang sudah tidak bekerja lagi karena harus menjaga cucu-cucunya dan dia sudah lama di Surabaya, soalnya ikut suami yang kerjanya di sana. Kalautinggal di


(54)

45

desa sendirian dia tidak mau, katanya enak sama-sama suami, biar susahyang penting bareng-bareng15

Selain hal-hal tersebut diatas, warga pemulung yang tetap bertahan diatas makam mengaku lebih nyaman tinggal di atas makam meskipun hal tersebut di akuinya salah. Kenyamanan tersebut di peroleh karena mereka bisa berkumpul dengan teman senasib seperjuangan dalam satu lingkungan sehingga mereka akan merasa tidak ada kesenjangan antara yang kaya dan yang miskin karena mereka semua sama. Pemulung yang tinggal diatas makam ini memang kesemuanya adalah masyarakat menegah kebawah meskipun ada sedikit warga yang tergolong mampu namun mengatas namakan dirinya kurang mampu. Mereka selalu saling membantu antara sesama baik dalam hal makanan, Kesehatan, pendidikan dan lainnya. Pemukiman pemulung tepatnya di area Pemakaman Rangka sudah terdaftar bahwasanya resmi menjadi warga Surabaya, bukti dari itu dengan adanya Kartu Tanda Penduduk (KTP), RW dan RT, akan tetapi HAK MILIK Tanah adalah HAK dari PEMKOT Pertanaman. Oleh karena itu suatu saat PEMKOT sewaktu-waktu menggusur pemukiman Pak Husin dan komunitas pemulung di area pemakaman Rangka Kelurahaan Tambakrejo Kecamatan Simokerto, itupun sudah di akui oleh Pak Husin bawasanya Pak husin bersalah dengan adanya tempat


(55)

46

tinggal di area Pemakaman Rangka Kelurahan Tambakrejo Kecamatan Simokerto. Pada tahun 1999-2000 nama Pak Husin mulai di kenal oleh yayasan- yayasan di Surabaya. Salah satunya adalah Yayasan dari Al-Falah yang di Derekturi oleh Bpk. Fahami membantu Pak Husin untuk warganya khusunya anak-anak dan remaja, membantu dalam segi pendidikan yaitu masalah buku sekolah dan seragam sekolah. Tahun 2002 Pak Husin diangkat oleh pemerintah Surabaya menjadi anggota IPI JATIM (Ikatan Pemulung Indonesia).dan bisa mendatangkan PUKESMAS Keliling, dan juga mendirikan POLIKLINIK PEMULUNG bantuan dari Bulan Bersabit merah pada tahun 2004. Pada Tahun 2005 Pak Husin mulai mengorganisir warganya agar bisa mengikuti pengajian rutin bergilir antara warga, sampai sekarang masih berjalan dan jamaahnya bertambah dari 15 menjadi 127 jamaah.

2. Kependudukan Tempat tinggal Pemulung di Makam Rangkah

pemerintah kota surabaya pastinya telah mengetahui keberadaan makam Rangkah dengan luas sekitar 9 hektar yang terbagi menjadi 2 wilayah ini, karena pemakaman ini merupakan hak milik pemerintah dan ada pegawai pemerintah tersendiri yang mengurusi lokasi makam ini. Dengan daerah makam yang begitu luas dan tidak terlalu penuh sehingga terbukalah kesempatan bagi para urban untuk menjadikan


(56)

47

area ini sebagai tempat tinggal mereka. Lokasi penelitian ini terdapat pada area wilayah pertama yang terdiri dari RW XII dan empat RT, yakni RT 1, RT 2, RT 3 dan RT 4. Jumlah keseluruhan warga dari kedua RT ini sekitar 700 jiwa atau 500 KK yang terdiri dari berbagai usia, mulai dari bayi, balita, anak-anak, remaja, dewasa dan lansia.16 Sekitar 40 tahun yang lalu, ibu Fatimah yang seorang pedagang namun bukan salah satu pengghuni area makam ini menuturkan tempat ini telah di diami oleh beberapa orang dari luar Surabaya dikarenakan mereka tidak mempunyai tempat tinggal yang tetep dan baru pertama kali datang dari Surabaya.17

Nilai bagi para pendatang yang belum memiliki tempat tinggal sehingga makam Rangkah dijadikan alternatif sebagai tempat tinggal

“gratis” dengan hanya membangun kardus seng bekas. Warga yang

tinggal di area makm ini sejumlah 500 jiwa yang terbagi menjadi 4 RT dan 1 RW. Warga yang tinggal di area makam ini mayoritas telah memiliki kartu identitas.

Bu wulan sebagai ketua RW menegaskan bahwa untuk menjadikan semua sistem yang ada di masyarakat ini dapat teratur, maka diperlukan kerja sama sistem yang baik dari berbagai pihak. Mulai dari pimpinan tingkat desa hingga pimpinan tingkat nasional

16Wawancara Pak Husin selaku ketua RT di area makam Rangkah Tambakrejo Surabaya 17Wawancara dengan ibu fatima di area makam rangkah ketika berjualan pada tanggal 2


(57)

48

serta didukung pula oleh berbagai lapisan. Masyarakat. Kemiskinan yang tidak pernah ada habisnya terutama di kota Surabaya ini merupakan tanggung jawab bersama dan harus diselesaikan bersama pula.18

Kemiskinan yang dialami oleh masyarakat urban yang tinggal di atas makam ini kebanyakan merupakan kemiskinan yang memang ada secara turun termurun dari keluarga masing-masing. Mereka bukan tergolong orang-orang yang malas untuk berkerja atau beruasaha untuk memperbaiki taraf hidup. Hal ini dapat dibuktikan dengan giatnya usaha mereka untuk mencari nafkah mulai dari pagi hari hingga menuju petang. Selain itu, mereka juga hanya berkerja pada satu perkerjaan saja waktu yang mereka punyai digunakan sebaik mungkin untuk menembah penghasilan, sehingga tidak dapat dikatakan bahwa kemiskinan yang mereka alami akibat kemalasan.

3. Potret

a. Interaksi sesama warga

Warga yang memutuskan untuk tinggal dan bertahandiatas makam ini tidak serta merta dapat diterima dengan baik oleh masyarakat sekitar dan pihak pengelola makam karena dianggap menganggu ketertiban serta kebersihan makam. Mereka menganggap masyarakat urban yang

18Wawancara dengan bu wulan dirumahnya ketika beliau sedang berkerja sebagai wirausaha


(58)

49

tidak nekat untuk tinggal di surabaya adalah mereka yang hanya memikirkan bagaimana tempat tinggal dan kelangsungan hidup mereka sehingga pada akhirnya akan menjadikan mereka sebagai golongan miskin kota.

Keadaan makam yang terlihat kumuh dan tidak teratur semakin membuat pengeolah makam, masyarakat sekitar geram dengan tingkah laku mereka seperti menjadikan area makam sebagai lokasi penampungan hasil memulung, selain itu juga di gunakan sebagai tempat menjemur pakaian dan tempat meletakkan peralatan dapur. Selain itu, ada pula yang membuat kandang di atas makam dan membangun MCK ditengah-tengah pemakaman.

b. Interaksi dengan warga atau peziarah

Setelah ditelusuri dengan seksama, ternyata banyak yang kurang nyaman dengan keberadaan pemulung yang tinggal diatas makam, kenyataan itu terbukti dengan pernyataan berbagai pihak mulai dari pimpinan makam, pemulung sekitar dan para peziarah yang perna melaporkan ketindaknyaman tersebut. Mereka tidak sepakat jika makam dijadikan tampat tinggal oleh komunitas pemulung, memang sebenarnya rasa iba itu ada, namun bukan berarti dengan pemulung yang menghimpit dapat membuat mereka menjadikan makam sebagai alternatif tempat tinggal. Hal ini sebagaimana yang dijelaskan pak


(59)

50

Santo sebagai pimpinan makam. Orang-orang seperti itu sebenarnya sudah ketagihan tinggal gratis, padahal sebenarnya jika mereka kos bisa asal mau usaha. Pemulung kayak gitu sebenarnya menyusahakan diri sendiri, belum lagi jika nati ada pengusuran pasti bingung semua. Dia pribadi ya merasa tidak nyaman karena makam dijadikan tempat tinggal, apalagi pagar pagar makam itu ditempati jemuran pakaian, dan makam di tempati peralatan masak. Dia juga tidak tau harus ngomong bagaimana lagi sama mereka kalau di kasih tau nati tersinggung, kalau tidak di kasih tau akhirnya ya kayak gitu.19

Dari keterangan diatas tersebut, jelas sekali bahwa pemulung yang tinggal di atas makam sangat menggangu karena mereka tidak bisa menempatkan aktifitas dengan keadaan tempat tinggal mereka. Tidak seharusnya mereka menempatkan pakaian yang dijemur di atas pager, meletakan peralatan masak di atas makam, membuat kandang hewan dan membiarkan hewan peliharaan buang hajat di atas makam orang. Hal ini merupakan sesuatu yang tidak wajar dikalangan pemulung pada umumnya.

Peziarah sebenarnya juga merasa terganggu dengan adanya orang-orang yang tinggal di atas makam ini, apalagi sampai mengotori makam keluarga mereka. Jika dilihat kondisi pemulung yang tidak memiliki tempat tinggal maka rasa kesihan itu muncul, namun juga


(60)

51

tidak dengan mengunakan hak orang lain dengan semuanya sendiri. Hal ini seperti penuturan ibu Ruminah yang berusia 69 tahun dan juga merupakan pemulung yang berasal dari kota lawang sebagai.

Orang-orang itu sebenarnya tidak pantas tinggal di atas makam yang di jadikan tempat tinggal mereka, karena makam adalah tempat tinggal orang yang masih hidup. Selain itu mereka juga meletakan barang-barang di atas makam karena menjadikan makam kotor karena sampah berserahkan. Tapi untungnya suami ibu Ruminah makamnya berada di kelas 1 jadi aman dari masyarakat pemulung tersebut.20

Jika peziarah merasa tergangu dengan keadaan pemulung ini maka tidak ada yang dapat dilakukan mereka selain diam dengan tujuan untuk menghindari konflik. Kebutuhan akan tempat tinggal mereka bertekad untuk memutuskan tinggal di makam umum ini. Konflik yang dimaksud adalah pertengkaran kecil antara peziaran dan warga pemulung yang tinggal diatas makam. Peziarah merasa terganggu karena makam keluarga mereka dijadikan tempat tinggal dan diatasnya dibangun kandang untuk hewan peliharaan. Makam tidak terima akan keadaan tersebut, namun warga pemulung merasa tidak bersalah karena mereka merasa tidak ada yang melarang mereka untuk tinggal di atas makam ini. Selain itu pemulung juga menyalahkan peziarah yang


(61)

52

tidak rutin mengunjungi makam tersebut, sehingga mereka mengira makam tersebut tidak ada yang menghiraukan lagi.21

Tabel 2,4 penetuan Informan

21Wawancara dengan pak Husin di gazebo depan rumahnya pada tanggal 5 januari 2015

No. NamaInforman Keterangan Umur

1 Pak Husin Ketua RT 3 danpemulung

-2 IbuYatemi Iburumahtangga 48 tahun

3 IbuMastuhah Pemulungdanpenjualjajan 55 tahun

4 IbuSukia Pemulung

-5 Pak Benu Pemulung

-6 Ibu Fatimah PenjualDawetkeliling

-7 IbuSuparti Iburumahtangga 46 tahun

8 Pak Parjono Tukangbecak

-9 IbuTuminah Pemulung 45 tahun

10 Pak Ariadi Perawatmakam 33 tahun


(62)

53

Sumber: data pribadipenelitiketikamelakukanpenelitian

12 IbuRuminah Pemulung 69 tahun

13 IbuPujiAstutik Penjualrujak 38 tahun

14 IbuWulan Ketua RW 12

-15 Pak H.Santo Pimpinanmakam 47 tahun


(63)

BAB IV

ANALISIS TERHADAP KOMUNITAS PEMULUNG

DENGAN MENGUNKAN PARADIGMA

A. Pembentuk Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial menurut Kamus Besar Bahasa indonesia Edisi Ke tiga 2002 merupakan kekuatan masyarakat serta berbagai sistem norma di sekitar individu atau kelmpok manusia yang mempengarui tingkah laku mereka dan interaksi antara mereka.1Dengan daerah makam yang begitu luas dan tidak terlalu penuh sehingga terbukalah kesempatan bagi para urban untuk menjadikan area ini sebagai tempat tinggal mereka. Surabaya juga merupakan salah satu kota besar yang memiliki masalah kemisikinan dan jumlah pemulung yang meningkat yang diakibatkan oleh urbanisasi dan mengakibatkan meledaknya jumlah penduduk namun tidak diimbangi dengan lahan luas dan tidak pula diimbangi dengan lapangan perkerjaan yang setara dengan para pencari pekerjaan. Tanah dan ladang yang habis terkuras dan tidak lagi menghasilkan cukup bahan pangan bagi penduduk yang semakin bertambah, dan dengan terbatasnya kesempatan untuk berpindah tempat ke daerah yang masih belum digarap sehingga daerah perkotaan di jadikan “tempat teduh” yang menjadi pilihan masyarakat. Masalah pertama yang dihadapi warga berduyung-duyung memasuki daerah perkotaan ini untuk mencari atap untuk berteduh.


(1)

81

disitu mempunyai kehidupan masyarakat yang lebih berorientasi pada kepentingan bersama.

2. Kelompok solidaritas organik

kelompok solidaritas organik adalah masyarakat atau suatu kelompok sosial yang didasarkan pada saling ketergantungan antar anggota dan spelisasi pembagian kerja dengan hukum yang berlaku bersifat memulihkan. Dalam solidaritas organik15 motivasi anggotanya sebagian besar karena ingin mendapatkan upah yang di terima sebagai imbalan atas peran sertanya dalam kelompok. Solidaritas organik muncul karena adanya pembagian kerja sehingga saling ketergantung antar anggota yang sangat tinggi.

Kehidupan para pemulung memiliki solidaritas organik mereka adalah suatu kelompok sosial dimana kehidupan sehari-harinya membutuhkan bantuan orang lain. Apalagi dalam perkerjaan, mereka saling ketergantungan antar anggota dan spesialisasi pembagian kerja dengan cara yang telah disepakati bersama. Mereka menginginkan upah yang diterima sebagai imbalan atas peran sertanya dalam kelompok dalam hal perkerjaan. Sehingga mereka saling membutuhkan satu sama lain.


(2)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Latar belakang terbentuknya komunitas pemulung adalah awalnya seseorang mengadu nasib untuk menjadi pemulung di kota Surabaya. Awal mula dikumpulkannya para pemulung di kota Surabaya pada tahun 1996 oleh Pak Husin khususnya daerah Kelurahan Tambakrejo Kecamatan Simokerto. Pada saat itu ada beberapa pemulung yang mau untuk berkumpul dengan Pak Husin menjadi suatu komunitas. Beliau membutuhkan waktu sekitar satu tahun untuk mendapatkan izin dari pemerintah kota Surabaya karena dengan adanya komunitas pemulung yang menempati di area makam, ada beberapa warga yang kurang setuju dengan alasan mengotori makam. Tapi beliau tetap semangat untuk minta izin sehingga mereka yang diakui oleh pemerintah Pada tahun 1997 Pak Husin menjadi pembina pemulung se-Surabaya serta sebagai Fasilator Komunitas pemulung. Beliau memberi arahan kepada komunitas pemulung yang ingin bergabung dan tinggal bersama untuk membangun rumah gubuk kecil-kecilan di area pemakaman tersebut. Mayoritas pemulung yang bermukim di area pemakaman adalah orang pemulung (pendatang) dari berbagai daerah. Mereka mau mengadu nasibnya di kota hanya untuk mencari rizki yang mudah dan halal karena jika mereka hidup di desa mereka belum tentu bisa bekerja.


(3)

83

Menjalani hidup sebagai seorang pemulung bukanlah hal yang mudah bagi mereka karena perkerjaan memulung membutuhkan kekuakuatan fisik, terutama bagi anak- anak yang dilibatkan. Disamping itu mereka harus menggunakan pakai yang kumal, tak memiliki jaminan kesehataan hidup sebagai pemulung pada awalnya masih menyisahkan persoalan tersediri yaitu rasa malu sering dengan kerutinan yang mereka jalani semakin menipis dan pada giliraannya diekspresikan dalam bentuk totalitas gaya hidup menggelendang. Penampilan diri sebagai gelandangan tak bisa di tawar lagi dan para pemulung tak perlu malu lagi untuk menjalani meski penyingkiran terhadap mereka terus terjadi karena kota tidak menghendaki kehadiran mereka.

Fakta sosial yang di ciptakan masyarakat demi kesejahteraan hidup, dalam teori fungsionalisme struktural ini menyatakan bahwa masyarakat senantiasa berada dalam keadaan berubah secara berangsur-angsur dan terus-menerus dengan tetap memelihara kesimbangan. Setiap peristiwa dan setiap struktur yang ada, fungsional bagi sistem sosial itu, bahkan kemisikinaan serta kebijakan sosial sekalipun. Masyarakat dilihat dalam kondisi dinamika seimbang yang dimknai dengan baik oleh pemerintah dan para donatur sehingga masyarakat kehidupannya berangsur lebih baik dari sebelumnya.


(4)

84

B. Saran

Saran berdasarkan penelitian ini di antara lain:

1) Komunitas pemulung diharapkan menjaga area makam yang di tempat tinggalinya agar makam itu menjadi lebih baik dan terawat selamanya walaupun ada pemukiman para pemulung di situ.

2) Komunitas pemulung dapat memanfaatkan potensi yang ada di makam Rangkah kelurahan Tambakrejo Kecamatan Simokerto surabaya, dengan mengembangkan dan mempergunakan pontensi dengan semaksimal mungkin supaya dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan pemulung itu sendiri dan juga masyarakat.

3) Aktifitas kegiatan tetaplah berjalan secara rutin seperti pengajian yang diadakan oleh komuitas pemulung agar bisa menjadi contoh bahwasannya komunitas pemulung pun mempunyai acara pengajian rutin yang diikuti oleh umum. Serta pendidikan gratis untuk anak-anak yang tidak mampu untuk membiayai sekolah yang lebih tinggi.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

RisyantiRiza, Roesmidi, Pemberdayaan Masyarakat. (Sumedang:

AlqaprintJatinangor: 2006)

Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif.

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif, (Surabaya: Airlangga University Press, 2001).

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial : Format-format Kuantitatif dan Kualitatif.

Lexy J. Moleong, Metodologi PenelitianKualitatif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007).

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif :Komunikasi, Ekonomi dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmuSosia lLainnya.

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R& D, (Bandung: Alfabeta, 2010).

Mifahul Huda, Pekerjaan Sosial dan Kesejahteraan sosial, (Yogyakarta: pustaka pelajar, 2009).

Anthony Ginddens, Kapitalisme dan Teorisosial Modern, ter. Soeheba Kramadibrata, UI-Press, Jakarta,1986.

Prof. Dr. Sorejono soekamto, Emile Durkheim Aturan-aturanMetode sosiologis, Rajawali,jakarta,1985.

Emile Durkeim, Moral Education : A study in the theory and Application of


(6)

Ritzer, George, TEORI SOSIOLOGI dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Kreasi Wacana, Yogyakarta, 2009.

Paul Doyle Johnson, TEORY SOSIOLOGI KLASIK DAN MODEREN, PT Gramedia,

Jakarta, 1986.

Anthoni, Giddens, Kapitalisme danTeori Sosial Modern, (Jakarta, Universitas Indonesia) 1986.

Lutfhfi, Ikhwan. Dkk. Psikologi sosial. Jakarta: lembaga penelitian UIN jakarta, cet.1.2009.

Durkheim, Emile. Durkeim on morality and society selected Writings. Chicago: The Universtiy of chicago press,1973.

---. On Morality and society. London : The University of Chicago Press,1973. ---.Sociology and Philosophy. London :Cohen & west LTD,1953.

---.Sociologist and Moralits.London : The Taylor & Francis e- Library,2005. ---. The Elementary from of the Religious life, Jogjakarta :Ircisod, Cet. I 2011. Ginting, lukas, Drs.pendidikan moral suatu studi Teori dan Aplikasi sosiologi pendidikan oleh Emile Durkheim jakarta : Erlangga. 1990.

Naning, Romdhon. 1983 Gelandangan dalam Tinjaun tokoh Pendidikan dan psikologi, Bandung : Armico.

Suparian, Supardi. 1994. Gelandangan Sebuah Konsekwensi Perkembangan Kota, Jakarta: LP3ES.

Sastraatmadja, Entang. 1985. Dampak sosial Pembangunan, Bandung : Angkasa. YP.Suparlan. 1990 Kamus Istilah pekerjaan sosial, Yogyakarta: Kanisius.

Qardhawi, Yusuf. 1995. Kiat Islam Mengentaskan Kemisikinan, jakarta: Gema Insani Press.