POST TRAUMATIC GROWTH PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA PASCA MASTEKTOMI.

(1)

POST TRAUMATIC GROWTH PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA PASCA MASTEKTOMI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1) Psikologi

(S.Psi)

ISTIQOMAH B57211092

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

SURABAYA 2015


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul o'Post traumatic Growth

Pada Penderita Kanker Payudara Pasca Mastektomi

"

merupakan karya asli yang diajukan untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi

di

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Karya ini sepanjang pengetahuan saya tidak terdapatkarya

atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang

secara tertulis di acu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

a. 3 Asustus 2015

{}

t^

lgtlao&{a


(3)

SKRiPSI

& i i rr IRtL-.\L{TIC GRopyrlr PADA PENDERITA

KANKER pAyuDAEL{ PASCA MASTEKTOMT

Yang disusun oieh Istiqomah F57211092

Telah dipertahankan di depan Tirn penguii pada tanggal 20 Agustus 2015

Kesehatan

Sholeh, M.Pd (Nip."i et2p9te90021$0t4

Snsu Tirn Penguji

illPaBfurmbinA

Dra. H.1. Si Nip. 195

Abdul Mulid, M.Si

1q75A2A529fi3111002 A

P4dguil

rr

,

",*

u,,

#.-4Jf,

P s k o, o g

Nip

I 9764922200e r2200I izah Rahayu, M.Si r 0071q86032001

Penguji iV

clky Ablorry, M.Psi, Psikolog Nip. I 97e1 Otll 2006041 005


(4)

INTISARI Istiqomah

Psikologi, Fakultas Psikologi dan Kesehatan, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, email : Istiqomah593@gmail.com

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji gambaran post traumatic growth pada penderita kanker payudara pasca mastektomi serta faktor yang mempengaruhinya. Menderita kanker dan harus kehilangan payudara membuat wanita memunculkan beragam reaksi. Reaksi awal umumnya bersifat negatif. Namun emosi negatif tersebut dapat berubah menjadi emosi positif yang dapat membuat peningkatan psikologis dalam aspek penghargaan terhadap hidup, hubungan dengan orang lain, kekuatan dalam diri dan perkembangan spiritual pada penderita kanker payudara pasca mastektomi. Perubahan positif yang terjadi pada penderita kanker payudara pasca mastektomi dipengaruhi oleh karakteristik individu, kemampuan mengelola emosi berbahaya, dukungan dan keterbukaan serta proses kognitif dan perkembangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Subjek penelitian ini adalah penderita kanker payudara pasca mastektomi. Data diperoleh melalui wawancara dengan subjek dan significant other. Hasil penelitian menunjukkan bahwa awalnya subjek mengalami emosi negatif setelah terdiagnosa kanker payudara dan akhirnya harus melakukan mastektomi. Didukung dari karakteristik individu, kemampuan mengelola emosi berbahaya, dukungan dan keterbukaan serta proses kognitif dan perkembangan, penderita kanker payudara pasca mastektomi. bisa mengembangkan diri menuju pertumbuhan psikologis, yaitu menjadi lebih baik dari sebelumnya.


(5)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PENGESAHAN ...ii

HALAMAN PERNYATAAN ...iii

KATA PENGANTAR ...iv

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR LAMPIRAN ...viii

INTISARI ...ix

ABSTRACT ...x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Fokus Penelitian ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Keaslian Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Post traumatic Growth ... 14

1. Pengertian Post traumatic Growth ... 14

2. Aspek Post traumatic Growth ... 17

3. Faktor Post traumatic Growth... 20

B. Kanker Payudara ... 24

1. Pengertian Kanker Payudara ... 24

2. Faktor Kanker Payudara ... 25

3. Gejala Kanker Payudara ... 26

4. Ragam Tipe Kanker Payudara... 27

5. Cara Mendiagnosis Kanker Payudara ... 28

6. Cara Penanganan Kanker Payudara ... 29

C. Mastektomi ... 33

1. Pengertian Mastektomi ... 33

2. Macam-macam Mastektomi ... 34

3. Efek Psikologis Kanker Payudara Pasca Mastektomi ... 35

D. Post traumatic Growth Pada Penderita Kanker Payudara Pasca Mastektomi ... 37

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian...41

B. Lokasi Penelitian...41

C. Sumber Data...42


(6)

F. Keabsahan Data...45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek ... 49

B. Hasil Penelitian ... 54

1. Deskripsi Hasil Penelitian ... 54

2. Analisis Temuan Penelitian ... 62

C. Pembahasan ... 77

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 83

B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85


(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia. Menurut Hawari (dalam Mahledi & Hartini, 2012), kanker adalah suatu kondisi dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya, sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak terkendali. Ada berbagai macam jenis kanker yang telah teridentifikasi, salah satunya adalah kanker payudara. Kanker payudara adalah momok menakutkan yang mengintai para wanita. Payudara merupakan salah satu organ yang menjadi identitas kesempurnaan seorang wanita. Jika organ tersebut terserang kanker maka kesempurnaan seorang wanita menjadi berkurang. Sehingga, seseorang yang terserang kanker payudara akan berusaha mencari pengobatan yang bisa menyembuhkan penyakitnya.

Manurut penelitian Manuaba, (dalam Aini & Satiningsih, 2015) angka kejadian kanker payudara di Amerika Serikat pada tahun 2013 diperkirakan mencapai 232.340 kasus kanker payudara invasive, serta sekitar 64.640 kasus dari kanker payudara in situ. Pada tahun tersebut, sekitar 39.620 perempuan Amerika Serikat meninggal akibat kanker payudara (American Cancer Society). Di Indonesia, angka kejadian kanker dibuat berdasarkan registrasi berbasis patologi karena tidak tersedianya registrasi berbasis populasi dengan


(8)

2

insiden relative 11,5 % yang berarti terdapat 11-12 kasus baru per 100 ribu penduduk beresiko.

Seiring dengan berkembangnya teknologi di dunia medis, maka ditemukan beberapa cara pengobatan kanker payudara. Setiap jenis pengobatan terhadap penyakit ini dapat menimbulkan masalah fisiologis, psikologis dan sosial bagi pasien. Salah satu jenis pengobatan tersebut adalah dengan cara mastektomi. Mastektomi adalah pengobatan kanker payudara dengan cara mengangkat seluruh jaringan payudara. Efek jangka panjang dari mastektomi berpengaruh sangat besar terhadap kualitas hidup karena rasa sakit dan ketidaknyamanan berikutnya. Pembedahan untuk kanker payudara adalah pengalaman yang sangat traumatis dan menakutkan menurut Galgut (dalam Mahledi & Hartini, 2012).

Menurut Sutjipto, pakar rumah sakit Dharmis Jakarta, mengatakan mastektomi mulai dikenalkan pada masyarakat antara tahun 1875-1882 oleh Charles H. Moore. Berawal dari abad pertengahan 19, dimana pengobatan kanker hanya dapat dilakukan dengan pengangkatan tumor saja, tetapi hasil yang ditunjukkan tidak efektif. Akhirnya, pada tahun 1863 ilmuan Inggris Sir James Paget menyarankan tindakan pembedahan yang lebih luas tetapi cara ini juga tidak berhasil. Kemudian, antara tahun 1875-1882 Charles H. Moore melakukan terapi dengan mengangkat seluruh jaringan payudara, yang lebih popular dengan istilah mastektomi, namun mastektomi ini belum juga menunjuukan hasil yang maksimal menurut Sutjipto (dalam Nisa, 2013 ).


(9)

3

Pengangkatan payudara berpengaruh terhadap body image dan self image yang secara potensial mengurangi fungsi seksual dan daya tarik seksual. Dalam keadaan dan penanganan penyakit kanker ini dapat menimbulkan stress yang terus menerus, sehingga tidak hanya mempengaruhi penyesuaian fisik tetapi juga penyesuaian psikologi individu menurut Lehmann, dkk (dalam Nisa, 2013).

Fisik yang sempurna, tentu merupakan dambaan setiap orang khususnya para wanita.Ketika seorang wanita harus merasakan kehilangan organ berharganya yakni payudara akibat penyakit yang dideritanya, hal tersebut berpotensi menimbulkan rasa tidak percaya diri padanya. Dari rasa tidak percaya diri tersebut, membuat wanita yang kehilangan payudaranya menjadi mudah dan sering memikirkan kekurangannya. Maka tidak menutup kemungkinan hal tersebut bisa menyebabkan stres yang berkepanjangan, sehingga dapat mempengaruhi penyesuaiannya baik dari segi fisik maupun psikologis individu tersebut.

Pengangkatan payudara akan membuat wanita merasa tidak sempurna. Wanita yang menjalani mastektomi akan menilai diri negatif terhadap penampilannya. Pasien yang telah menjalani mastektomi akan merasa cemas terhadap penyakit kanker payudara yang mungkin belum hilang sepenuhnya dari tubuhnya sebagaimana yang dijelskan oleh Maguire & Parkes (dalam Mahledi & Hartini, 2012).

Selain rasa sakit dan kematian, perempuan khawatir kehilangan payudara karena konstruksi sosial masyarakat yang mengagungkan payudara


(10)

4

sebagai sex appeal perempuan. Secara biologis, payudara adalah suatu organ yang menghasilkan susu bagi sang bayi. Menyusui bukanlah semata-mata merupakan pemberian makanan kepada bayi dalam bentuk kontak biologic, melainkan ditinjau dari segi psikologik, baik bagi ibu maupun bagi bayi (Sukardja, 1984 ). Bagi setiap ibu, dapat menyusui anaknya merupakan salah satu kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri. Dalam pandangan masyarakat khususnya para ibu, menyusui bukanlah hanya semata-mata memberikan makanan kepada anaknya akan tetapi juga merupakan sarana untuk membangun kelekatan antara dirinya dan anaknya.

Sebagaimana yang kita ketahui, payudara adalah salah satu organ vital bagi setiap wanita. Ketika wanita harus kehilangan salah satu dari organ vital tersebut, tentu akan muncul berbagai respon yang berbeda pada setiap individunya. Ada yang mengalami kecemasan, penolakan, hingga menimbulkan efek traumatis tersendiri bagi penderitanya.

Bagi mayoritas orang, vonis kanker bisa berarti akhir dari segalanya, seolah jalan kematian terbuka di depan mata. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan oleh Handjam ( dalam Novi, 2010) terhadap pasien kanker menemukan bahwa pasien yang mengalami kanker memperlihatkan adanya stress dan depresi yang ditunjukkan dengan perasaan sedih, putus asa, pesimis, merasa diri gagal, tidak puas dalam hidup, merasa lebih buruk dibandingkan dengan orang lain, penilaian rendah terhadap tubuhnya, dan merasa tidak berdaya. Kemajuan teknologi medis, padahal memungkinkan kanker bisa dideteksi lebih awal dan penyebaran sel kanker bisa dihambat


(11)

5

lebih cepat sehingga usia harapan hidup pun lebih panjang.Selain itu, kemauan untuk hidup merupkan terapi utama dari pengobatan kanker (Sukardja,1984 ).

Kejadian stressfull atau juga dapat diartikan sebagai kejadian traumatic dapat menyebabkan tekanan psikologis dan biasanya juga akan memunculkan respon negative pada seseorang. Kesedihan, rasa bersalah, kemarahan dan rasa sensitive juga merupakan respon lain yang biasanya terjadi pada orang yang mengalami masalah dalam kehidupannya sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Tedeschi & Calhoun (dalam Shafira, 2011).

Namun keadaan stressfull tidak selalu memberikan efek negative pada seseorang. Saat ini, focus utama penelitian mulai bergeser dari melihat aspek negative pada sebuah kejadian traumatic menjadi lebih melihat pada aspek positif dari kejadian traumatik tersebut. Menurut Kaplan dan Frankl (dalam Shafira, 2011), perubahan psikologis yang positif dapat terjadi dalam keadaan yang stressfull. Perubahan positif ini dikenal dengan istilah Post traumatic Growth. Seseorang yang melakukan perjuangan dalam menghadapi kejadian traumatic yang dengan jelas memberikan efek negative pada kondisi psikologisnya ternyata juga dapat memberikan kebermaknaan pada dirinya. Dan menyebutkan bahwa orang yang mengalami kejadian trumatik melaporkan setidaknya ada beberapa perubahan positif setelah mereka menghadapi kejadian traumatic tersebut meskipun mengalami penderitaan yang berat (Calhoun & Tedeschi, 2004)


(12)

6

Post traumatic growth terjadi pada orang-orang yang mengalami kejadian traumatic, misalnya pada orang yang mengalami kebakaran dan kehilangan tempat tinggal, perceraian, keterbatasan fisik, kekerasan seksual, bencana alam, perang, kehilangan orang yang dicintai, atau didiagnosis penyakit kronis (Linley & Joseph, 2004). Penelitian yang dilakukan Calhoun dkk (2000) pada orang tua yang ditinggalkan anaknya ditemukan bahwa seteah sang anak meninggal , sang ibu merasa bahwa hubungan dengan orang lain merupakan hal yang penting dan ia lebih menghargai ayah dari anak tersebut (dalam Tedeschi & Calhoun, 2004), Fleck dkk (dalam Hanson, 2010) melaporkan bahwa ibu dengan anak yang sakit memiliki pertumbuhan emosional (emotional growth), hubungan dengan anggota keluarga yang lebih dekat dan memiliki perspektif hidup yang lebih baik. Selanjutnya masih di dalam Hanson (2010) Affleck dkk menemukan bahwa perubahan positif juga terjadi pada penderita serangan jantung antara lain memiliki self insight yang lebih baik dan juga perubahan positif pada nilai serta prioritas dalam hidupnya.

Selain itu dalam penelitian Mahleda & Hartini (2012), post traumatic growth juga terjadi pada pasien kanker payudara pasca mastektomi usia dewasa madya. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada

awalnya pasien mengalami emosi negative setelah menjalani

mastektomi.Setelah melakukan perenungan dan pengungkapan diri, mereka merubah pandangan hidupnya.Subyek bisa mengembangkan diri menuju pertumbuhan psikologis, yaitu menjadi lebih baik dari sebelumnya. Proses ini


(13)

7

dipengaruhi juga oleh adanya dukungan sosial dan keyakinan terhadap Tuhan.

Post traumatic growth dapat membuat seseorang lebih merasa memiiki kehidupan yang berarti. Namun post traumatic growth tidak sama dengan sekedar merasa bebas, bahagia atau memiliki perasaan yang baik.

Post traumatic growth juga membuat seseorang merasakan kehidupan dengan level kedekatan secara personal, interpersonal dan spiritual yang lebih dalam sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Linley & Joseph (dalam Shafira, 2011).

Berdasarkan studi pendahuluan peneliti bahwasanya telah melakukan wawancara kepada subjek Id, adapun hasil yang didapat dari wawancara tersebut menunjukkan bahwa subjek Id tidak pernah menyangka bahwa dirinya bisa sampai terdiagnosa kanker payudara, sehingga menuntut dirinya untuk melakukan mastektomi. Setelah melakukan operasi pengangkatan payudara, subjek Id merasa begitu terkejut melihat bahwa dia sudah kehilangan salah satu organ vitalnya sebagai wanita. Bukan hanya perubahan fisik yang ia rasakan akan tetapi perubahan psikis juga. Akan tetapi berkat dukungan keluarganya khususnya suaminya dan para rekan kerjanya dia bisa kembali dari keterpurukannya. Selain itu subjek Id juga menuturkan perubahan positif yang terjadi pada dirinya setelah krisis yang dia hadapi tersebut, diantaranya dia menjadi lebih taat beribadah, jika dia awalnya tak pernah sholat malam, sekarang hampir tiap malam dia melakukan tahajjud.Tidak hanya itu dia juga istiqomah dalam duhanya. Subjek Id juga


(14)

8

tetap bersyukur dengan kondisinya karena dia tahu ada banyak orang yang jauh lebih menderita dengan penyakit yang dideritanya (wawancara tanggal 25 Mei 2015).

Berdasarkan fenomena yang diuraikan di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti masalah mengenai post traumatic growth ini, karena masih sedikitnya penelitian mengenai fenomena ini di Indonesia. Selain itu kebanyakan peneliti sebelumnya lebih melihat efek negative dari sebuah kejadian traumatic. Padahal kejadian traumatic tidak selalu memberikan efek negative pada orang yang mengalaminya. Hanya penelitian yang dilakukan baru-baru ini yang mulai mengevaluasi aspek positif dari trauma sebagaimana yang telah dilakukan oleh Calhoun & Tedeschi (dalam Shafira, 2011).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti bermaksud mengadakan

penelitian mengenai, ‘’post traumatic growth pada penderita kanker payudara

pasca mastektomi’’. B. Fokus Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat disusun fokus penelitian sebagai berikut : ‘’Bagaimana post traumatic growth pada penderita kanker payudara pasca mastektomi serta faktor apa saja yang mempengaruhinya?’’.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah : ‘’Untuk mengetahui post traumatic growth pada penderita kanker payudara pasca mastektomi serta faktor yang mempengaruhinya’’.


(15)

9

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara teoritis maupun praktis.

1. Manfaat secara teoritis

a. Menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang psikologi, khususnya psikologi klinis.

2. Manfaat Secara Praktis

a. Sebagai referensi dan informasi bagi masyarakat untuk mengetahui faktor yang mendorong post traumatic growth serta pentingnya post traumatic growth itu sendiri.

b. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai inspirasi bagi masyarakat yang menderita kanker payudara.

c. Memberikan wacana dan informasi mengenai kanker payudara pada masyarakat agar dapat memberikan dukungan penuh pada penderita kanker payudara sehingga membantu proses post traumatic growth

pada penderita kanker payudara.

d. Sebagai masukan bagi peneliti berikutnya dalam mengembangkan penelitian tentang pengetahuan mengenai post traumatic growth. E. Keaslian Penelitian

Terdapat penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini untuk dikaji diantaranya adalah:

Dalam penelitian Mahleda & Hartini (2012) jurnal penelitian yang berjudul post traumatic pada pasien kanker payudara pasca mastektomi usia


(16)

10

dewasa madya. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada awalnya pasien mengalami emosi negative setelah menjalani mastektomi. Setelah melakukan perenungan dan pengungkapan diri, mereka merubah pandangan hidupnya. Subyek bisa mengembangkan diri menuju pertumbuhan psikologis, yaitu menjadi lebih baik dari sebelumnya. Proses ini dipengaruhi juga oleh adanya dukungan sosial dan keyakinan terhadap Tuhan.

Menurut Rahmah & Widuri (2011) dalam penelitian yang berjudul

post traumatic growth pada penderita kanker payudara. Hasil analisis menunjukkan terdapat dua faktor yang mempengaruhi aspek post traumatic growth pada penderita kanker payudara. Faktor eksternal adalah anak dan cucu sebagai life expectation serta dorongan atau motivasi dari kedua orang tua secara terus menerus untuk melakukan pengobatan sehingga akhirnya memicu penguatan faktor internal. Faktor internal yang meliputi faktor keimanan (spiritualitas), faktor keinginan kuat untuk sembuh (optimisme), faktor resiliensi, dan faktor reframing. Terdapat empat post traumatic growth

yang timbul dari perjuangan penderita kanker payudara dalam menghadapi penyakitnya : peningkatan spiritualitas, positive improvement in life, prososial semakin tinggi dan relasi sosial semakin baik.

Shafira (2011) dalam penelitian yang berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi post traumatic growth pada recovering addict di unit pelaksanaan teknis (UPT) terapi & rehabilitas BNN lido. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa hanya variable willpower dan informational support yang memberikan pengaruh yang signifikan terhadap post traumatic growth.


(17)

11

Sedangkan berdasarkan besarnya sumbangan yang diberikan, terdapat tiga

variable memberikan sumbangan yang signifikan yaitu willpower

memberikan sumbangan sebesar 10,3 %, waypower sebesar 28,8 % dan

informational support sebesar 6,9 %. Hasil penelitian tambahan yang dilihat berdasarkan pengaruh dari variable besar, didapatkan harapan dan social support berpengaruh secara signifikan terhadap post traumatic growthdengan sumbangan sebesar 37,3 % dan 4,7 % sedangkan coping religious tidak berpengaruh secara signifikan dengan sumbangan sebesar 0,4 %. Hasil penelitian tambahan selanjutnya menunjukkan bahwa kelompok dengan tingkat post traumatic growth yang tinggi didapatkan faktor yang berpengaruh adalah informational support, sedangkan untuk kelompok dengan tingkat post traumatic growthrendah faktor yang berpengaruh adalah

willpower.

Ningsih (2014) dalam jurnal penelitian yang berjudul studi mengenai

post traumatic growth pada wanita yang baru terdiagnosis kanker payudara di RSUD Dr. Mochtar Bukit Tinggi, menunjukkan hasil analisis berupa gambaran mengenai pertumbuhan pasca trauma yang dialami oleh wanita penderita kanker payudara yang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, faktor internal dan faktor eksternal. Dari hasil pembahasan, dapat diketahui bahwa terdapat empat pertumbuham pasca trauma yang signifikan timbul dari perjuangan responden dalam menghadapi penyakit kanker payudara tersebut, antara lain : perkembangan spiritual, relasi sosial yang semakin baik, penghargaan terhadap hidup, dan kemungkinan-kemungkinan baru.


(18)

12

Nida (2009) dalam jurnal penelitian yang berjudul dukungan sosial pada penderita kanker payudara di masa dewasa tengah, diketahui bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial yang diterima subjek berupa perhatian dari orang disekitarnya.Gambaran dukungan penghargaan dari orang sekitar dirasakan kedua subjek seperti mereka mengikuti saran yang diberikan subjek mengenai kesehatan, memberikan semangat dan tidak mengucilkan subjek. Dukungan instrumental yang diterima berupa bantuan untuk mengingatkan larangan dari dokter, khususnya untuk subjek pertama, dukungan instrumental yang diterimanya berupa kesediaan orang disekitarnya untuk mengantarkan subjek. Untuk dukungan informasi subjek menerimanya dari suami serta teman berupa informasi mengenai kanker ayudara dari buku dan internet. Dukungan sosial yang diterima subjek memberikan dampak positif, sehingga subjek bisa mengatasi tekanan psikologis seperti sedih, putus asa, kecemasan dan depresi.

Aini & Satiningsih (2015) dalam jurnal penelitian yang berjudul ketahanan psikologis pada perempuan penderita kanker payudara, menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil mengidentifikasi empat tema besar yaitu pengalaman awal ketika mengetahui penyakit dan menjalani proses pengobatan, dampak dari penyakit dan proses pengobatan, gambaran ketahanan psikologis serta faktor—faktor yang mempengaruhi ketahanan psikologis. Partisipan dalam penelitian ini memiliki ketahanan psikologis dengan melakukan ketrampilan tranformasional coping dan self care dalam menjalani peristiwa penuh stress yang dialami dengan secara aktif melakukan


(19)

13

adaptasi dengan kondisinya dan lebih bersyukur dan memasrahkan permasalahan hidupnya pada Tuhan serta dukungan sosial dari keluarga, tetangga dan para medis.

Penelitian di atas dapat menjadi rujukan atau tambahan referensi bagi peneliti dalam melengkapi data-data yang peneliti perlukan.Kesamaan yang dimiliki dengan penelitian terdahulu adalah sama-sama mengungkap post traumatic growth. Adapun perbedaan skripsi ini dengan jurnal penelitian yang ada di atas adalah pada lokasi penelitian dan subjek penelitian. Sedangkan perbedaan dengan skripsi yang ada terletak pada focus yang diteliti, jika skripsi sebelumnya meneliti post traumatic growth pada

recovering addict, skripsi kali ini akan membahas post traumatic growth pada penderita kanker payudara pasca mastektomi. Dengan demikian penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, oleh karena itu perlu kiranya peneliti melakukan penelitian ini.


(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Post traumatic Growth (PTG)

1. Pengertian post traumatic growth

Menurut Tedeschi & Calhoun (2004), post traumatic growth

adalah pengalaman berupa perubahan positif yang terjadi sebagai hasil dari perjuangan seseorang dalam menghadapi tantangan krisis kehidupan yang tinggi. Pada umumnya orang-orang melihat reaksi negative yang dihasilkan dari sebuah kejadian traumatik, namun Tedeschi dan Calhoun memunculkan sebuah area penelitian baru yang melihat reaksi positif yang dihasilkan dari suatu kejadian traumatic yang kemudian dikenal degan istilah post traumatic growth. Konstruk ini menuju pada perubahan besar yang terjadi pada persepsi seseorang tentang kehidupannya setelah orang tersebut berjuang menghadapi krisis yang terjadi.

Individu ini tidak hanya sekedar kembali pada kenyataannya

sebelumnya, tetapi menggunakan trauma sebagai ‘’sebuah kesempatan untuk perkembangan diri selanjutnya’’. Jadi, setelah seseorang berjuang melawan krisis berat yang dihadapinya ada perubahan positif yang bisa dinikmatinya.

Post traumatic growth memiliki dua pengertian penting.Pertama, Tedeschi & Calhoun (2006) menyatakan bahwa post traumatic growth


(21)

15

proses perkembangan yang normal tidak berhubungan dengan timbulnya

post traumatic growth. Kedua, perubahan positif hanya akan terjadi setelah seseorang melakukan perjuangan. Perjuangan ini merujuk pada penerimaan masa lalu dan masa depannya dalam kehidupan yang terjadi segera setelah mengalami trauma yang berat. Jadi, post traumatic growth

bukan merupakan bentuk mekanisme coping akan tetapi hasil dari pengalaman traumatic.

Linley & Joseph ( dalam Tedeschi & Calhoun, 2004) menyebutkan istilah post traumatic growth lebih menangkap inti dari suatu fenomena yang terjadi dibandingkan istilah lain, karena : (1) post traumatic growth

terjadi secara khusus pada beberapa kejadian yang stressfull dibandingkan pada kejadian dengan level stress yang rendah, (2) post traumatic growth

disertai dengan transformasi perubahan kehidupan, (3) post traumatic growth merupakan hasil dari pengalaman traumatic bukan suatu bentuk

mekanisme coping dalam menghadapi pengalaman traumatic, dan (4) post traumatic growth merupakan perkembangan atau kemajuan dari kehidupan seseorang.

Linley & Joseph (dalam Tedeschi & Calhoun, 2004) juga menyebutkan istilah lain yang terkait dengan fenomena post traumatic growth antara lain stern conversion, positive psychological changes, perceived benefits atau construing benefits, stress related-growth, discovery of meaning, positive emotions, flourishing dan thriving


(22)

16

Tedeschi & Calhoun (2004), menggambarkan post traumatic growth sebagai pengalaman individu yang berkembang setelah mengalami kejadian traumatic, setidaknya pada beberapa area. Individu tersebut tidak hanya survive tetapi juga memiliki perubahan dari keadaam sebelumnya.

Post traumatic growth tidak hanya kembali pada keadaan semula (normal), tetapi juga merupakan sebuah perbaikan kehidupan yang pada beberapa orang terjadi dengan sangat luar biasa.

Post traumatic growth bukan merupakan hasil langsung yang terjadi setelah pengalaman traumatic. Post traumatic growth merupakan perjuangan individu dalam menghadapi realita baru setelah mengalami kejadian traumatic. Calhoun & Tedeschi (2004), menggunakan istilah gempa bumi (earthquake) untuk menjelaskan post traumatic growth. Kejadian psikologis yang mengguncang dapat menyiksa atau mengurangi pemahaman seseorang dalam memahami sesuatu, mengambil keputusan dan persaann berarti. Kejadian yang mengguncang dapat membuat seseorang menganggap bahwa kejadian tersebut merupakan suatu tantangan yang berat, melakukan penyangkalan, atau mungkin kehilangan kemampuan untuk memahami apa yang terjadi, penyebab dan alasan kejadian tersebut terjadi, dan dugaan abstrak seperti apa tujuan dari kehidupan manusia.

Setelah mengalami kejadian yang mengguncang seseorang akan membangun kembali proses kognitifnya. Hal ini dapat diibaratkan dengan membangun kembali bangunan fisik yang telah hancur setelah terjadi


(23)

17

gempa bumi. Struktur fisik dirancang agar seseorang dapat lebih bertahan atau melawan kejadian traumatic di masa depan, yang merupakan hasil pelajaran dari gempa bumi sebelumnya mengenai apa yang dapat bertahan dari guncangan dan apa yang tidak. Ini merupakan hasil dari sebuah kejadian yang dapat menimbulkan post traumatic growth (Tedeschi & Calhoun, 2004).

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa post traumatic growth adalah proses dimana individu bisa mengambil hikmah berupa perubahan ke arah yang lebih positif sebagai hasil dari usahanya dalam menghadapi krisis berat yang selama ini telah ia hadapi.

2. Aspek post traumatic growth

Calhoun & Tedeschi (dalam, Ramos & Leal, 2013) menyebutkan perubahan dalam diri seseorang pasca kejadian traumatic yang juga merupakan elemen post traumatic growth antara lain:

a. Appreciation for life (penghargaan terhadap hidup)

Merupakan perubahan mengenai hal apa yang penting dalam hidup seseorang. Perubahan yang mendasar adalah perubahan mengenai prioritas hidup seseorang yang juga dapat meningkatkan penghargaan kepada hal-hal yang dimilikinya, misalnya menghargai kehidupannya. Perubahan prioritas tersebut menjadikan hal yang kecil menjadi sesuatu yang penting dan berharga misalnya senyuman anak atau waktu yang dihabiskan untuk bermain bersama anak. Dengan


(24)

18

adanya penghargaan terhadap hidup tersebut motivasi untuk sehat akan tetap tumbuh.

b. Relating to other (hubungan dengan orang lain)

Merupakan perubahan seperti hubungan yang lebih dekat dengan orang lain, lebih intim dan lebih berarti. Seseorang mungkin akan memperbaiki hubungan dengan keluarga dan temannya. Misalnya pada orang yang terdiagnosis penyakit kronis akan memanfaatkan waktu yang ada untuk lebih dekat dengan keluarga khususnya pasangan atau anaknya serta kerabat, tetangga dan teman-temannya.

c. Personal strength (kekuatan dalam diri)

Merupakan perubahan yang berupa peningkatan kemampuan kekutan personal atau mengenal kekuatan dalam diri yang dimilikinya.Misalnya pada anak yang kehilangan orang tuanya, hal-hal yang awalnya dia menyangka tidak sanggup untuk menjalaninya ternyata dia mampu melampaui semuanya.

d. New possibilities (kemungkinan-kemungkinan baru)

Merupakan identifikasi individu mengenai kemungkinan baru dalam kehidupan atau kemungkinan untuk mengambil pola kehidupan yang baru dan berbeda. Sebagai contoh misalnya seseorang yang

mengalami kehilangan orang tersayangnya karena bencana

mempengaruhi dirinya untuk berjuang menghadapi kesedihan dan menjadikan dirinya sebagai relawan untuk dinas sosial. Dengan menjadi relawan di dinas sosial ia dapat mencoba memberikan


(25)

19

kepedulian dan rasa nyaman pada orang lain yang mengalami penderitaan dan kehilangan. Beberapa orang memperlihatkan ketertarikannya yang baru, aktivitas baru dan mungkin memulai pola kehidupan baru yang signifikan.

e. Spiritual development (perkembangan spiritual)

Merupakan perubahan berupa perkembangan pada aspek spiritualitas dan hal-hal yang bersifat eksistensial. Individual yang tidak religious atau tidak memiliki agama juga dapat mengalami post traumatic growth. Mereka dapat mengalami pertempuran yang hebat dengan pertanyaan-pertanyaan eksistensial yang mendasar atau pertempuran tersebut mungkin dijadikan sebagai pengalaman post traumatic growth.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ada lima aspek post traumatic growth menurut Tedeschi & Calhoun (2006), adapun kelima aspek tersebut ialah : penghargaan terhadap hidup, hubungan dengan orang lain, kekuatan dalam diri, kemungkinan-kemunginan baru dan yang terakhir perkembangan spiritual.

Selain itu Calhoun & Tedeschi (2006) juga membagi

posttraumatic growthke dalam 3 aspek antara lain:

a. Perubahan dalam persepsi diri (changes in perception of self), antara lain meliputi memiliki kekuatan dalam diri yang lebih besar, resiliensi atau kepercayaan terhadap diri sendiri, terbuka dalam mengembangakan kesempatan baru.


(26)

20

b. Perubahan dalam hubungan interpersonal (changes In interpersonal relationship), antara lain meliputi peningkatan rasa altruis atau memiliki rasa kedekatan yang lebih besar dalam suatu hubungan dengan orang lain.

c. Perubahan dalam filosofi hidup (changes in philiosophy of life), antara lain memiliki apresiasi yang lebih besar setiap harinya dan perubahan dalam hal spiritualitas atau religiusitas (kepercayaan keagamaan).

3. Factor-faktor yang mempengaruhi post traumatic growth menurut Calhoun & Tedeschi (2004)

a. Karakteristik personal atau individu

Tingkatan trauma yang dialami oleh seseorang tentunya akan sangat mempengruhi perkembangan post traumatic growth. Namun, karakteristik personal seseorang dalam menghadapi trauma tersebut juga dapat mempengaruhi proses post traumatic growth. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Costa & Mc Crae (dalam Tedeschi & Calhoun,2004) keterbukaan seseorang terhadap pegalaman dan kepribadian ekstrovert berhubungan dengan perkembangan post traumatic growth. Orang dengan karakteristik ini mungkin lebih memperhatikan emosi positif pada dirinya meskipun dalam keadaan sulit, yang kemudian dapat membantunya untuk memahami informasi mengenai pengalaman yang ia alami dengan lebih efektif dan menciptakan perubahan positif dalam dirinya (posttraumatic growth).


(27)

21

Selain itu karakteristik lain seperti optimis juga mempengaruhi perkembangan posttraumatic growth seseorang. Orang yang optimis dapat lebih mudah memperhatikan hal mana yang penting baginya dan terlepas dari keadaan yang tidak terkontrol atau masalah yang tidak terselesaikan. Ini merupakan hal yang penting bagi proses kognitif yang terjadi setelah seseorang mengalami kejadian traumatic.

b. Mengelola emosi berbahaya atau negative (managing distressing emotion)

Saat seseorang mengalami krisis dalam hidupnya, ia harus mampu mengelola emosinya yang berbahaya yang mungkin dapat melemahkan dirinya. Karena dengan mengelola emosi yang berbahaya seseorang dapat menciptakan skema perubahan dalam dirinya dan membantu proses konitif yang kemudian dapat membentuk post traumatic growth. Pada tahap awal trauma, proses kognitif atau berpikir seseorang biasanya lebih bersifat otomatis dan banyak terdapat pikiran serta gambaran yang merusak.Selain itu juga timbul perenungan (rumination) yang negative dan merusak. Namun pada akhirnya apabila proses ini efektif, maka seseorang akan terlepas dari tujuan dan asumsi sebelumnya yang kemudian membawanya untuk berpikir bahwa cara lama yang ia jalani dalam hidup tidak lagi tepat untuk mengubah suatu keadaan (Tedeschi & Calhoun, 2004).

Namun proses ini terjadi berbeda-beda pada seseorang, karena masih ditemukan rasa ketidakpercayaan akan pengalaman yang


(28)

22

dialami pada beberapa orang yang bertahan hidup dari kejadian traumatic. Stress yang dialami menjaga proses kognitif untuk tetap aktif. Apabila seseorang mendapatkan pemecahan masalah dengan segera maka dapat diindikasikan bahwa ia telah menerima keadaan saat ini dan dapat membantunya dalam mengelola kejadian traumatic (Tedeschi & Calhoun, 2004).

c. Dukungan dan keterbukaan (support and disclosure)

Dukungan dari orang lain dapat membantu perkembangan post traumatic growth, yaitu dengan memberikan kesempatan pada orang yang mengalami trauma (trauma survivors) untuk menceritakan perubahan yang terjadi dalam hidupnya dan juga dengan memberikan perspektif yang dapat membantunya untuk perubahan yang positif. Bercerita tentang trauma dan usaha untuk bertahan hidup juga dapat membantu trauma survivor untuk mengeluarkan sisi emosionalnya mengenai kejadian yang dialaminya. Selain itu melaui cerita, trauma survivor dapat menciptakan keintiman dan merasa lebih diterima oleh orang lain (Tedeschi & Calhoun, 2004).

d. Proses kognitif dan perkembangan (cognitive processing and growth) Kepercayaan diri dalam menggunakan sebuah coping dan menentukan apakah seseorang akan terus berjuang atau menyerah juga membantu perkembangan post traumatic growth. Orang dengan kepercayaan diri tinggi dapat mengurangi ketidaksesuaian suatu keadaan dan memberikan fungsi yang optimal dari coping yang


(29)

23

digunakan, sedangkan orang dengan kepercayaan diri yang rendah akan menyerah. Apabila seseorang mengalami perubahan, ia akan melepaskan tujuan atau asumsi awalnya yang kemudian pada keadaan yang sama mencoba membentuk skema, tujuan dan makna baru dalam hidupnya (Tedeschi & Calhoun, 2004).

e. Perenungan atau proses kognitif (rumination or cognitive processing) Asumsi seseorang mengenai dunia atau skema yang telah hancur harus direkronstruksi ulang agar berguna bagi tingkah laku dan pilihan yang akan diambil. Pembangunan kembali skema tersebut untuk lebih bertahan dapat menuntun orang yang mengalami pengalaman traumatic untuk berpikir ulang mengenai keadaan yang ia alami. Menurut Martin & Tesser (dalam Calhoun & Tedeschi, 2004) bentuk

proses kognitif ini memiliki karakteristik antara lain ‘’ masuk akal

(making sense), menyelesaikan masalah (problem solving), mengenang (reminiscence), dan antisipasi (anticipation)’’.

Pemikiran ulang atau perenungan (rumination) ini merupakan suatu hal yang penting dalam keadaan krisis yang berguna untuk menyadari tujuan hidupnya yang belum tercapai, memastikan bahwa skemanya tidak lagi secara akurat merefleksikan keadaan saat itu, dan memastikan bahwa kepercayaannya tidak lagi tepat.Beberapa tujuan hidup yang tidak lagi dapat dicapai dan beberapa asumsinya yang tidak dapat menerima realita baru pasca kejadian traumatic, memungkinkan seseorang memulai untuk membentuk formula tujuan baru dan


(30)

24

memperbaiki asumsinya tentang dunia agar dapat mengakui perubahan keadaan kehidpannya.

f. Kebijaksanaan dan cerita kehidupan (wisdom and life narrative) Asumsi kita adalah pengalaman post traumatic growth

seseorang merupakan sebuah proses perubahan yang di dalamnya terdapat pengaruh kebijaksanaan seseorang dalam memandang kehidupan, dan juga perkembangan pola pikirnya dalam memikirkan kehidupan. Ketangguhan seseorang dalam menghadapi kejadian traumatic dapat membentuk post traumatic growth dan bersifat memperbaiki cerita kehidupannya (Calhoun & Tedeschi, 2004)

Jadi berdasarkan penelitian (Calhoun & Tedeschi, 2004), ada enam faktor yang mempengaruhi post traumatic growth, yakni: karakteristik personal atau individu, mengelola emosi berbahaya ayau

negative, dukungan dan keterbukaan, proses kognitif dan

perkembangan, perenungan atau proses kognitif dan kebijaksanaan dan cerita kehidupan

B. Kanker payudara

1. Pengertian kanker payudara

Menurut Gale & Charette (dalam Sari: 2009) kata kanker berasal dari bahasa latin crab atau kepiting yang digunakan untuk menggambarkan tumor ganas (pertumbuhan kanker). Kanker bermula ketika sel mulai membelah dan tumbuh dalam cara yang tidak terkontrol dan abnormal sedangkan kanker payudara merujuk pada tumor ganas yang


(31)

25

berkembang dari sel-sel dalam payudara. Kanker payudara adalah jenis kanker kedua penyebab kematian, karena kanker payudara mengakibatkan 46.000 jiwa meninggal pada tahun 1994.

Manurut Manuaba (dalam Aini & Satiningsih, 2015) kanker payudara atau disebut dengan karsinoma adalah suatu keadaan dimana terjadi pertumbuhan dan penyebaran sel payudara yang abnormal dan terbagi dengan tidak terkendali atau urutan. pada umumnya, sel normal terbagi dan diproduksi berdasarkan urutan. Urutan ini kadang terganggu dan menyebabkan sel tumbuh di luar kendali yang pada akhirnya memproduksi jaringan ekstra yang membentuk masa atau benjolan yang disebut dengan tumor. Tumor tersebut terbagi menjadi dua, yakni jinak atau non kanker dan ganas atau biasa disebut kanker.

Kanker payudara (Maharani., 2009) adalah penyakit yang ditandai dengan terjadinya pertumbuhan berlebihan atau perkembangan tidak terkontrol dari sel-sel atau jaringan payudara. Kanker ini bisa terjadi terhadap laki-laki atau perempuan. Kanker ini adalah penyakit yang berada

di urutan kelima dari jenis-jenis kanker yang menyebabkan

kematian,setelah kanker paru-paru, kanker rahim, kanker hati dan kanker usus.

2. Faktor-faktor yang menyebabkan kanker payudara (Maharani, 2009) Kanker payudara tergolong kanker yang paling umum menyerang perempuan, meskipun tidak menutup kemungkinan untuk menyerang


(32)

26

laki. Sampai sekarang, penyebab knker payudara belum diketahui secara pasi, tapi beberapa faktor kemungkinan penyebabnya adalah :

a. Usia

Kanker payudara meningkat pada usia remaja ke atas. b. Genetis

Dua jenis gen yang sangat mungkin menjadi resiko kanker payudara adalah BRCA1 dan BRCA2. Jika seorang perempuan mengidap kanker payudara, maka ia kemungkinan memiliki resiko kanker payudara dua kali lipat dibandingkan perempuan lain yang keluarganya tidak memiliki satupun penderita kanker ini.

c. Pemakaian obat-obatan

Misalnya seseorang perempuan yang menggunakan terapi obat hormone pengganti, seperti hormone eksogen, akan beresiko lebih besar mendapat serangan kanker payudara.

d. Faktor-faktor lain.

Misalnya tidak menikah, menikah tapi tidak mempunyai anak, melahirkan anak pertamasesudah usia 35 tahun, tidak pernah menyusui anak, stress, dan perempuan yang mengalami menstruasi di bawah usia 11 tahun.

3. Gejala-gejala kanker payudara ( Saraswati , 2012)

Jika anda merasakan adanya benjolan aneh di sekitar jaringan payudara atau salah satu payudara anda tampak lebih besar, sebaiknya anda segera berkonsultasi dengan dokter. Pada umumnya, benjolan ini


(33)

27

tidak menimbulkan rasa sakit dan semula berukuran kecil, tapi kemudian membesar dan seperti melekat di kulit.Perhatikan pula jika terjadi perubahan kulit payudara di sekitar benjolan atau perubahan pada puting.

Rasa sakit dan nyeri akan muncul ketika benjolan yang mulai membesar itu ditekan. jadi, jika anda merasakan nyeri pada payudara dan putting susu yang tidak kunjung hilang, sebaiknya anda segera memeriksakan ke dokter. Salah satu tanda penting adanya kanker payudara adalah putting susu yang mengkerut ke dalam. putting itu juga semula berwarna merah mda, tapi kemudian menjadi kecoklatan dan membengkak. hal lain terjadi karena seringnya keluar cairan dari puting payudara ketika tidak lagi menyusui.

4. Ragam tipe kanker payudara (Maharani, 2009)

Melalui pemeriksaan yang disebut mammogram tipe-tipe kanker payudara dapat dikategorikan menjadi :

a. Kanker payudara non-invasive

Kanker ini terjadi pada kantung susu, yaitu penghubung antara kelenjar yang memproduksi susu (aveolus) dan putting susu. Dalam kondisi ini, kanker belum menyebar ke bagian luar jaringan kantung susu.

b. Kanker payudara invasive

Kanker payudara ini telah menyebar ke bagian luar kantung susu dan menyerang jaringan di sekitarnya, bahkan bisa menyebar ke


(34)

28

bagian-bagian tubuh lainnya, seperti kelenjar limpa melalui peredaran darah.

5. Cara mendiagnosis kanker payudara ( dalam Saraswati , 2012)

Kanker payudara dapat diketahui dengan mengambil sampel jaringan sel payudara yang mengalami benjolan. Tindakan ini disebut

biopsy. Cara ini akan mampu mengetahui jenis pertumbuhan sel yang terjadi, apakah bersifat tumor jinak atau tumor ganas (kanker). Anda juga secara mandiri dapat melakukan deteksi dini.caranya, kenalilah perubahan yang terjadi pada payudara anda.

Kanker payudara secara umum akan menyebabkan : a. Munculnya benjolan pada payudara.

b. Keluarnya cairan yang tidak normal dari putting susu. cairan itu dapat berupa nanah, darah, dan cairan encer bisa juga berupa keluarnya air susu pada ibu yang tidak hamil atau tidak sedang menyusui.

c. Perubahan bentuk dan besarnya payudara.

d. Kulit putting susu melekuk ke dalam atau berkerut.

Dalam Saraswati (2012), kanker payudara pada tahap awal tidak menimbulkan gejala apapun, namun bersamaan dengan berkembangnya penyakit tersebut, akan muncul gejala-gejala yang menyebabkan perubahan pada payudara. Oleh karena itu, anda perlu melakukan pemeriksaan secara berkala.


(35)

29

Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI). Setiap perempuan dianjurkan untuk melakukan SADARI secara teratur sebulan sekali setelah haid.tujuannya adalah untuk mengenali tanda-tanda yang dijelaskan di atas. Untuk perempuan yang telah menopause, hendaknya SADARI dilakukan pada tanggal tertentu yang mudah diingat dari setiap bulannya. Kedua, pemeriksaan payudara oleh tenaga medis seperti dokter atau bidan.Ketiga, pemeriksaan radiologi menggunakan sinar x (mammogram

atau mammografi). Pemeriksaan ini dilakukan oleh sinar x dengan mengambil gambar dari arah samping dan atas untuk masing-masing payudara. Mammografi adalah senjata yang paling efektif untuk deteksi dini kanker payudara Karena dapat menetesi hampir 80 – 90 persen dari semua kasus kanker payudara.

6. Cara penanganan dan pengobatan kanker payudara (Maharani, 2009) Berikut ini adalah langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk menangani kanker payudara.

a. Menghilangkan radikal bebas.

Radikal bebas adalah kimia bermuatan listrik yang dapat menyerang dan merusak protein serta DNA sehingga bisa mengubah informasi genetis.Jika kerusakan terjadi pada segmen-segmen DNA dari suatu sel yang mengontol pertumbuhan dan pembelahan sel, maka kanker dapat berkembang dari sel yang ada.

Radikal bebas bisa terbentuk oleh aktivitas metabolism yang normal di dalam tubuh.sel-sel di dalam tubuh secara kimiawi


(36)

30

mengubah nutrisi (gula, lemak dan protein) menjad unsur-unsur yang dapat digunakan sebagai energy oleh berbagai otot, otak dan organ-organ lainnya. Perubahan-perubahan seperti ini melibatkan reaksi-reaksi kimia dan berbagai perpindahan energy di antara kimia-kimia tersebut. Selama proses inilah metabolism radikal bebas dapat terbentuk.

Radikal bebas juga terjadi ketika sel-sel diekspos pada radiasi.Tubuh diekspos secara regular pad tingkat-tingkat radiasi yang rendah di dalam atmosfer. Tubuh juga menerima radiasi selama mammografi dan tes-tes sinar x lainnya. Secara teoritis, tingkat-tingkat radiasi rendah ini dapat menjurus pada pembentukan radikal bebas.

Bagaimana pun, beban yang berlebihan dari radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan pada sistem yang menghancurkan radikal bebas, juga kerusakan pada sistem-sistem perbaikan DNA. Kerusakan ataupun melemahnya sistem imun dapat mendorong berkembangnya kanker. Namun, tubuh yang sehat bisa menghancurkan radikal bebas, juga mencegah perubahan sel-sel dengan DNA yang rusak menjadi kanker.

b. Antioksidan

Antioksidan adalah kimia yang mencegah suatu tipe reaksi kimia yang disebut oksidasi.oksidasi merupakan sumber utama pembentukan radikal bebas. Antioksidan juga membersihkan radikal


(37)

31

bebas yang terbentuk.salah satu contoh enzim yang bekerja seperti antioksidan adalah superoxide dismutase. Sedangkan antioksidan yang terjadi secara alamiah antara lainbeta carotene, vitamin E, dan vitamin.

C. Buah-buahan dan sayuran juga merupakan sumber-sumber yang kaya antioksian.

Anda dapat meningkatkan kadar antioksidan dalam tubuh dengan beberapa cara. Pertama, mengurangi konsumsi lemak dan daging yang dimasak terlalu lama. Kedua, mengkonsumsi asam-asam lemak omega 3 yang bisa menjadi melindungi tubuh dari pembentukan dan aktivitas dari produk-produk lemak yang berbahaya. Konsentrat omega 3 yang tinggi bisa ditemukan pada ikan. Ketiga, diet untuk mengurangi resiko kanker payudara. Secara teoritis, ada tindakan-tindakan diet yang bisa menurunkan pembentukan radikal bebas dan mengurangi resiko berkembangnya kanker payudara serta tipe-tipe lainnya. Tindakan-tindakan tersebut adalah :

(a) Diet-diet yang kaya dengan sayur-sayuran dan buah-buahan. (b) Diet-diet rendah lemak dan menghindari daging yang teralu lama

dimasak.

(c) Asupan yang memadai dari antioksidan, seperti vitamin E dan C. (d) Latihan secara regular dan penurunan berat badan, juga


(38)

32

c. Olahraga

Olahraga secara regular bisa mengurangi resiko kanker payudara. Perempuan yang berolahraga dengan teratur akan memiliki resiko kanker yang lebih rendah dibandingkan perempuan yang tidak melakukan olahraga.

d. Operasi untuk pencegahan

Salah satu teknik operasi untuk pencegahan adalah preventive

atau prophylactic mastectomy, yaitu pengangkatan satu atau kedua payudara perempuan yang mempunyai resiko moderat sampai tinggi terpapar kanker payudara. Teknik ini bisa mengurangi hingga 90 persen dari kemungkinan perempuan mengembangkan kanker payudara.

Setelah menjalani mastectomy, sejumlah kecil dari jaringan payudara bisa tertinggal di dinding dada, ketiak atau bahkan di dalam perut.Oleh karena itu, prophylactic mastectomy tidak mungkin sepenuhnya menegah perkembangan kanker payudara. Jadi, anda perlu mempertimbangkan pencegahan dini dan melakukan diskusi dengan dokter tentang berbagai resiko kanker, jenis perawatan yang tersedia, komplikasi, serta implikasi yang berpotensi dari operasi sebelum membuat suatu keputusan (Maharani,2009).

Ada beberapa cara pengobatan kanker payudara yang penerapannya tergantung pada stadium klinik penyakit. Cara-cara pengobatan yang dikenal (Sukardja 1984) adalah ;


(39)

33

(a) Pembedahan, baik yang bersifat kuratif maupun paliatif untuk membuang kanker yang ada.

(b) Radiasi, baik yang kuratif maupun paliatif untuk mengahancurkan sel-sel kanker dengan penyinaran.

(c) Kemoterapi, yang merupakan pengobatan supportif untuk

membunuh sel kanker dengan pengobatan.

(d) Hormonal, yang merupakan pengobatan supportif dan tindakan ablasi atau adaptif untuk merubah lingkungan hidup kanker sehingga sel-sel itu sulit/ tidak dapat tumbuh.

(e) Immunoterapi sebagai tindakan menaikkan daya tahan tubuh. (f) Simptomatik, termasuk cara perawatan / penanggulangan keluhan

dari penderita kanker payudara yang sudah lanjut.

(g) Pembedahan untuk membuang kanker payudara merupakan cara tertua untuk mengobati penderita kanker payudara. Cara ini masih sering dilakukan karena dikombinasikan dengan kemoterapi dan radioterapi memberikan hasil yang cukup baik.

C. Mastektomi

1. Pengertian Mastektomi

Mastektomi adalah istilah kedokteran bagi operasi pengangkatan satu ataupun kedua payudara, bisa sebagian ataupun seluruhnya. Mastektomi biasa dikerjakan sebagai terapi bagi kanker payudara; pada beberapa kasus, wanita dan beberapa pria mempercayai untuk lebih baik melakukan operasi profiksasis (pencegahan) daripada


(40)

34

beresiko tinggi untuk terkena kanker payudara. Mastektomi juga merupakan prosedur medis untuk mengangkat kanker payudara bagi penderita pria (Sukardja , 1984).

2. Macam-macam Teknik Mastektomi

Ada bermacam-macam teknik operasi pengangkatan payudara atau mastektomi (Sukardja , 1984). Teknik operasi tersebut dilakukan dan dikaitkan dengan stadium kanker payudara yang diderita. Macam-macam teknik operasi pengangkatan payudara itu :

(a) Mastektomi radical

Cara operasi pengangkatan payudara disertai otot pectoralis dan kelenjar getah bening dan otot-otot dada dalam 1 unit.

(b) Mastektomi supra radical

Teknik ini sesungguhnya merupakan mastektomi radical ditambah dengan pengangkatan kelenjar getah bening yang terletak dalam rongga dada atau di atas tulang selangka.

(c) Mastektomi radical modifikasi

Operasi pengangkatan payudara serta kelenjar getah bening ketiak, tetapi otot dada (pectoralis mayor dan minor) atau transeksi otot pectoralis minor saja. Sedangkan otot pectoralis mayor tetap utuh. (d) Mastektomi simple atau total

Pengangkatan payudara dan sedikit kelenjar getah bening yang terdekat dengan payudara. Hal ini dilakukan bila kanker masih


(41)

35

kecil atau dalam stadium dini dan dianggap belum ada penyebaran ke kelenjar getah bening.

(e) Mastektomi partial atau lumpectomy

Operasi pegangkatan tumornya saja berikut sedikit jaringan normal yang mengelilinginya sedangkan payudara masih ada.Otot pectoralis masih utuh tetapi kelenjat getah bening ketiak ikut diangkat.

3. Efek psikologis kanker payudara pasca mastektomi

Menunggu hasil diagnosis, apakah individu menderita kanker atau tidak, merupakan masa stress bagi setiap perempuan. Cemas tentang kemungkinan kanker payudara merupakan hal yang menakutkan perempuan karena berbagai alasan kemudian timbul, sakit fisik, kehilangan kesehatan, kehilangan cinta, kehilangan kontrol terhadap hidup dan kematian dini. Apakah cepat periksa ke dokter atau ditunda, kecemasan ini akan tetap dan sering berkembang.

Kemungkinan reaksi individu akan ada 2 tipe , individu tersebut menolak atau menerima. Kemampuan cara mengatasi masa lalu dan dukungan sosial saat itu merupakan kunci bagaimana seseorang bereaksi terhadap peristiwa hidup. Biasanya beberapa perempuan menolak gejala-gejala dan kemudian akan menunda periksa ke dokter. Beberapa alasan antara lain: tidak sensitive tehadap perubahan payudara, mengabaikan benjolan yang telah muncul, berharap benjolan


(42)

36

akan segera hilang, tidak merasa nyeri, takut bila kanker payudara dan masalah finansial.

Menurut Bond (dalam Andini 2001) ketidakpastian mengenai diagnose dan hasilnya merupakan tema utama dari penyesuaian psikososial penderita yang baru diketahui menderita kanker. Individu yang menderita kanker seringkali berpikir tentang kematian. Studi Welch Mc. Cafrey (dalam Andini, 2001) tentang kanker melaporkan bahwa kebanyakan responden berpikir tentang kanker setelah tahu diagnosanya.

Untuk alasan apapun, kecemasan dan fantasi perempuan dapat mencegahnya untuk diperiksa ke medis, perempuan ini kadangkala lebih tegang, marah, lelah dan bingung. Stress ini akan terus dialami sampai nasihat medis dan diagnose diketahui. Denial juga akan muncul dalam problem psikologis bila individu benar-benar menderita kanker. Meskipun individu telah menyiapkan diri tetang hasil diagnosis, tetapi tetap saja membuat kecewa dan sedih. Penderita biasanya merespon diagnose dengan kaget, takut, kaku, panic, atau tidak tahu apa yang akan diperbuat. Reaksi-reaksi di atas adalah normal, hanya saja dapat menganggu respon psikologis terhadap diagnose.

Respon lain yang biasanya muncul adalah sedih, bersalah, tidak berdaya, malu dan kadangkala depresi. Masalahnya adalah apakah individu tersebut akan hidup atau mati, apakah pengobatan akan menyakitkan, apakah dirinya akan menderita, apakah orang lain akan


(43)

37

mengharapkan dirinya lagi atau mulai menarik diri. Ketakutan akan kehilangan payudara merupakan suatu perasaan dimana telah

terampasnya kefeminiman perempuan dalam hal ini akan

menimbulkan trauma setiap penderita. Untuk beberapa perempuan, teknik operasi seperti lumpectomy atau mastektomi parsial dapat meyelamatkan payudara sehingga dapat mengurangi stress dari pada operasi ekstensif (misalnya radikal).Pasien butuh merasakan bahwa dirinya dapat berdiskusi dengan dokter tentang pembedahan, pilihan

pengobatan termasuk operasi rekonstruksi payudara serta

mengekspresikan perasaannya.

D. Post traumatic Growth Pada Penderita Kanker Payudara Pasca Mastektomi

Ketika dokter mendiagnosis bahwa seseorang menderita penyakit berbahaya (kronis) seperti kanker, ada tiga bentuk respon emosional yang secara umum berpoensi muncul, yaitu penolakan, keceasan dan depresi sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Taylor (dalam Hanson,1995). Dalam keadaan tersebut sangat sulit bagi pasien kanker untuk dapat menerima dirinya karena keadaan dan penanganan penyakit ini dapat menimbulkan stress yang terus menerus, sehingga tidak hanya mempengaruhi penyesuaian fisik atau juga penyesuaian psikologis individu, Lehmann (dalam Hanson, 1995).

Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh Utami & Hasanat (dalam Hanson, 1995) menunjukkan bahwa mereka mengalami kondisi


(44)

38

psikologis yang tidak menyenangkan ketika mengetahui bahwa mereka menderita kanker, misalnya, merasa kaget, cemas, takut, bingung, panic, sedih, gelisah atau merasa sendiri. Individu akan dibayangi oleh ketakutan terhadap adanya perubahan dalam hidupnya dan dibayangi oleh kematian. Kecemasan juga selalu timbul selama proses penyakit sedang berlangsung. Menghadapi penderitaan fisik dan mental akibat penyakit yang parah seperti kanker, umumnya penderita yang memiliki penerimaan diri yang rendah dan penghargaan diri yang rendah merasa putus asa, bosan, cemas, frustasi, tertekan dan takut kehilangan seseorang (Charmaz dalam Hanson, 1995).Jika perasaan-perasaan rendah tersebut dirasakan penderita dalam waktu yang cukup lama dapat menyebabkan depresi. Oleh sebab itu, penderita kanker biasanya mengalami sakit dua kali lipat dari kebanyakan penyakit yang lain. Mereka tidak menerima keadaan dirinya sebagai orang yang sakit sehingga penderita kanker akan terus merasa bahwa dia adalah orang yang paling tidak beruntung. Dengan menjadi penderta kanker, aktivitas yang dapat dilakukannya sangat terbatas.

Penelitian yang dilakukan oleh Hadjam (dalam Hanson, 1995) terhadap pasien kanker, menemukan bahwa pasien yang mengalami kanker menunjukkan stress dan depress yan ditunjukkan dengan perasaan sedih, putus asa, pesimis, merasa diri gagal, tidak pasti dalam hidup, merasa lebih buruk dibndingkan dengan orang lain, penilaian rendah terhadap tubuhnya dan merasa tidak berdaya.


(45)

39

Meskipun kenyataannya banyak penderita kanker melaporkan adanya peningkatan stress dan sulit dalam penyesuaian diri, banyak orang yang selamat, juga melaporkan hasil yang positif (Mahleda & Hartini, 2012). Para peneliti di luar negeri menggambarkan pengalaman atau ekspresi dari perubahan kehidupan yang positif sebagai hasil dari menghadapi krisis, seperti kanker, dengan istilah post traumatic growth.

Post traumatic growth terjadi karena individu memikirkan kembali arti dan tujuan hidup merekadan mengkaji prioritas mereka.

Dalam penelitian Mahleda & Hartini (2012) jurnal penelitian yang berjudul post traumatic pada pasien kanker payudara pasca mastektomi usia dewasa madya. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada awalnya pasien mengalami emosi negative setelah menjalani mastektomi. Setelah melakukan perenungan dan pengungkapan diri, mereka merubah pandangan hidupnya. Subyek bisa mengembangkan diri menuju pertumbuhan psikologis, yaitu menjadi lebih baik dari sebelumnya. Proses ini dipengaruhi juga oleh adanya dukungan sosial dan keyakinan terhadap Tuhan.

Dalam penelitian lain dijelaskan bahwa, penderita kanker yang mempunyai hubungan sosial yang baik akan mampu beradaptasi secara lebih baik dengan penyakitnya. Selain itu dukungan sosial mempunyai peran penting dalam memperbaiki status kesehatan seseorang, Kaplan & Toshima (dalam Hanson, 1995).


(46)

40

Dalam penelitian kali ini peneliti akan membahas mengenai post traumatic growth pada penderita kanker payudara pasca mastektomi. Sebagaimana yang telah diuraikan di atas bahwa dewasa ini setiap kejadian traumatis tidak melulu menjadi beban yang terus-menerus harus disesali bagi penderitanya. Akan tetapi bagi sebagian orang kejadian traumatis tersebut yang dalam hal ini dialami oleh penderita kanker payudara pasca mastektomi bisa mendatangkan perubahan positif tersendiri bagi mereka. Diantaranya perubahan positif yang berpotensi muncul pada mereka yang mengalami krisis tinggi seperti pra penderit kanker payudara pasca mastektomiadalah, mereka lebih menghargai hidup mereka, hubungan dengan orang lain semakin intensif, sadar akan kemampuan atau kekuatan diri yang dimiliki, mencoba kemungkinan-kemungkinan baru dalam hidup dan yang terakhir tingkat religiusitas semakin tinggi.


(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Hal ini dikarenakan penelitian ini menggunakan data kualitatif dan dideskripsikan untuk menghasilkan gambaran yang mendalam dan terperinci mengenai post traumatic growth pada penderita kanker payudara pasca mastektomi. Dengan digunakan penelitian kualitatif, maka data yang di dapatkan akan lebih lengkap, lebih mendalam dan bermakna sehingga tujuan dari penelitian ini akan tercapai. Sedangkan untuk jenis penelitian yang digunakan pada penelitian kali ini yaitu dengan menggunakan studi kasus, menurut Poerwandari (2005) studi kasus, digunakan agar peneliti dapat memperoleh pemahaman utuh dan terintegrasi mengenai interrelasi berbagai fakta dan dimensi dari kasus tersebut tanpa bermaksud untuk menghasilkan konsep-konsep atau teori-teori atau tanpa upaya menggeneralisasikan.

Berdasarkan keterangan yang telah dipaparkan diatas, alasan penelitian ini menggunakan studi kasus sebab dengan metode studi kasus akan memungkinkan peneliti untuk memahami subjek secara mendalam dan memandang subjek sebagaimana subjek penelitian memahami dan mengenal dunianya sendiri.

B. Lokasi Penelitian


(48)

42

dalam penelitian ini adalah kantor subjek yang berada di daerah Sidoarjo untuk subjek Id, sedangkan untuk subjek Am penelitian didominasi di rumah subjek yang terletak di daerah Sidoarjo pula.

C. Sumber Data

Untuk mengungkapkan sebuah kasus mengenai post traumatic growth

pada penderita kanker payudara pasca mastektomi diperlukan adanya subjek yang dapat memberikan data serta mampu memberikan gambaran yang nyata berkenaan dengan kasus tersebut. Adapun sumber data dari penelitian ini, yaitu:

1. Id (nama samaran). Subjek Id adalah seorang ibu rumah tangga yang juga bekerja di salah satu kantor dinas sosial yang berada di daerah Jawa Timur. Subjek Id memiliki tiga orang anak. Subjek Id terdiagnosa kanker payudara pada tahun 2012 tepatnya pada awal Maret dan melakukan mastektomi di bulan April pada tahun yang sama.

2. Am (nama samaran). Subjek Am adalah seorang ibu rumah tangga yang memiliki seorang putra yang berprofesi sebagai perawat. Am didiagnosa kanker payudara ketika awal Oktober di tahun 2014 dan melakukan operasi di awal November di tahun yang sama.

D. Cara Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode wawancara, observasi dan dokumentasi.


(49)

43

1. Wawancara (interview)

Penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam. Dengan melakukan wawancara mendalam peneliti dapat menggali saja apa yang diketahui dan dialami subyek pada masa lampau ataupun masa sekarang, serta hal-hal yang tersembunyi di dalam diri subyek. Dalam proses wawancara peneliti dilengkapi dengan pedoman wawancara yang sangat umum, pedoman wawancara ini digunakan untuk mengingatkan peneliti menganai aspek-aspek yang harus dibahas sekaligus menjadi daftar pengecek apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau ditanyakan.

Tehnik wawancaraini digunakan untuk mendapatkan informasi yang terkait dengan bagaimana post traumatic growth pada penderita kanker puyudara pasca mastektomi, apa saja yang subjek alami dalam proses post traumatic growth serta apa saja faktor yang mempengaruhi terjadinya post traumatic growth.

Wawancara dilakukan dengan subyek penelitian, kemudian dengan keluarga, atau pihak lain yang bisa memberikan keterangan secara benar tentang diri subjek penelitian. Wawancara dengan subjek dimaksudkan untuk memperdalam dan memperluas pemahaman atau memahami maksud suatu perilaku yang dilakukan oleh subyek.Wawancara dengan keluarga untuk mengungkap awal dan jalannya post traumatic growth


(50)

44

oleh peneliti dan sebagai bentuk triangulasi atas data-data yang diperoleh berdasarkan wawancara dengan subjek.

2. Observasi

Alasan digunakannya metode observasi ini untuk menunjang data hasil dari wawancara, melalui observasi ini diharapkan beberapa bentuk ekspresi wajah, gerakan tubuh atau body language bisa teramati atau terdeteksi sehingga mampu memberikan cek dan recek terhadap informasi-informasi yang telah di sampaikan oleh subyek dalam wawancara.

Dalam penelitian ini peneliti ingin mengatahui bagaimana perubahan positif yang terjadi setelah subjek berjuang melawan krisis yang dihadapi.adapun beberapa perubahan yang diamati diantarana: hubungan dengan orang lain, hal itu akan peneliti lihat dengan mengamati hubungan yang terjain antara subjek dengan lingkungan sekitarnya, selain itu adanya perkembangan spiritual subjek, hal itu akan peneliti lihat dengan keseharian subjek baik di rumah untuk subjek Am dan di kantor untuk subjek Id.

3. Dokumentasi

Dokumentasi yang digunakan sebagai data dalam penelitian ini adalah dokumentasi hasil pemeriksaan kesehatan subyek.

E. Prosedur analisis dan interpretasi data

Prosedur analisis dan interpretasi data pada penelitian ini menggunakan analisis data lapangan model Miles dan Huberman. Miles dan


(51)

45

Huberman (dalam Sugiyono, 2010) mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu, reduksi data, display data, dan kesimpulan atau verifikasi.

Langkah pertama yaitu reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh dari lapangan dapat memberikan gambaran secara jelas bagaimana proses

post traumatic growth pada penderita kanker payudara pasca mastektomi. Kemudian langkah kedua adalah display data. Dalam mendisplay atau menyajikan data peneliti melakukan dalam bentuk uraian singkat atau teks yang bersifat naratif.

Setelah dilakukan reduksi data dan didukung dengan display atau penyajian data maka proses yang terakhir adalah penarikan kesimpulan atau verifikasi. kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada, temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah di teliti dapat menjadi jelas. Pada penelitia ini diharapkan hasil yang di peroleh dapat menggambarkan secara jelas bagaimana proses

post traumatic growth pada penderita kanker payudara pasca mastektomi. F. Keabsahan data

Untuk menguji keabsahan atau kreadibilatas data yang telah diperoleh, maka peneliti menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi dalam pengujian


(52)

46

kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber, dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan waktu.

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Dalam penelitian ini selain penderita kanker sebagai subjek, peneliti juga mengambil dua informan dari masing- masing subjek.

Adapun informan dari subjek Id adalah teman kerja dan suami subjek, sedangkan informan untuk subjek Am adalah putra dan suaminya. Berikut identitas dari masing-masing informan:

Informan dari subjek Id

a. Nama (inisial) : D

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 44 tahun

Status : Rekan kerja subjek

Pekerjaan : Pegawai Dinas Sosial

b. Nama (inisial) : X

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 48 tahun

Status : Suami subjek


(53)

47

Informan dari subjek Am

a. Nama (inisial) : Y

Jenis kelamin : Laki-laki

Usia : 28 tahun

Status : Anak subjek

Pekerjaan : Perawat

b. Nama (inisial) : B

Jenis kelamin : Perempuan

Usia : 23 tahun

Status : Menantu subjek

Pekerjaan : Mahasiswi

2. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kreadibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua teknik pengumpulan data yaitu wawancara dan observasi. Dan untuk menguji keredibilitas data yang didapat maka data yang diperoleh dari teknik wawancara, dapat di cek kebenarannya dengan observasi.

3. Triangulasi Waktu

Waktu juga sering mempengaruhi kreadibilitas data.Untuk itu dalam rangka pengujian kreadibilitas data peneliti melakukan pengecekan hasil wawancara dan observasi dalam waktu atau situasi yang berbeda. (Sugiyono, 2013). Misalnya, Peneliti akan mengulang kembali beberapa


(54)

48

pertanyaan dalam waktu yang berbeda, jika data yang di dapat sama maka dipastikan data tersebut adalah benar, akan tetapi jika ada perbedaan data yang di dapat pada wawancara yang pertama dan kedua maka data tersebut perlu cek lagi kebenarannya.

Dengan mengecek data yang diperoleh dengan menggunakan triangulasi sumber, teknik dan waktu, maka diharapkan penelitian ini dapat menghasilkan data yang benar-benar valid dan dapat menggambarkan keadaan yang sesunggunya di lapangan.


(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Partisipan

Maka akan dipaparkan riwayat kasus dari masing masing subjek penelitian, untuk yang pertama yakni profil dari subjek Id, adapun profilnya sebagai berikut:

Nama Subjek : Id (inisial)

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal lahir : Bandung, 10 Juli 1967

Pendidikan terakhir : S1

Pekerjaan : PNS

Urutan dalam keluarga : Anak keempat dari lima bersaudara

Status pernikahan : Sudah menikah

Agama : Islam

Suku bangsa : Sunda

Id adalah seorang wanita berusia 42 tahun yang sudah menikah. Berkulit putih dan mengenakan hijab. Tubuhnya agak berisi. Selama proses wawancara Id terkesan ramah, sering tersenyum dan cepat akrab dengan


(56)

50

orang yang belum pernah dikenalnya, sehingga menimbulkan kesan supel dan mudah bergaul.

Pembawaan Id yang ramah dan sering tersenyum ketika menjawab setiap pertanyaan peneliti, membuat peneliti mudah merasa akrab meskipun sebelumnya belum pernah menenalnya sekalipun. Karena rapport yang terjalin antara Id dan peneliti cukup baik, Id pun dapat bercerita dengan leluasa kepada peneliti. Sesekali Id menyelipkan tawa dengan gayanya yang khas.

Id dilahirkan dalam keluarga yang begitu disiplin. Ayahnya seorang kepala sekolah dan ibunya seorang guru pula. Ayah Id berasal dari Jember dan beliau seorang muslim, sedangkan ibunya berasal dari Bali dan baru menjadi mualaf beberapa tahun terakhir. Namun kemudian keluarga ini menetap di daerah Bandung. Ketika masa kecilnya Id lebih ditekankan untuk mengikuti berbagai les dari pada mendapat pembelajaran keagamaan. Meskipun tidak begitu akrab dengan pendidikan keagamaan ketika Id masih kecil namun dewasa ini berkat lingkungan sekitarnya khususnya rekan-rekan kuliahnya, Id bersemangat untuk menjadi muslimah yang taat pada perintah Tuhannya dan menjauhi segala laranganNya. Maka mulailah Id mengenaikan hijab untuk menutupi auratnya ketika menginjak masa kuliah. Padahal dari keluarga tidak ada yang mengharuskan Id untuk melakukan apa yang ingin dia lakukan itu.


(57)

51

Ketika masa kuliah Id dekat dengan laki-laki yang sudah bekerja, awalnya laki-laki tersebut juga telah selesei menuntaskan studinya di bangku perkuliahan tepatnya pada jurusan pertanian. Sedangkan untuk Id sendiri saat itu mengambil jurusan yang membahas seputar dinas sosial sehingga selesai lulus dari kuliahnya Id langsung menikah dengan lelaki yang selama itu telah menjalin hubungan dengannya dan sekaligus mendapatkan pekerjaan barunya. Untuk penempatan yang pertama Id ditempatkan di Bali sehingga mereka harus boyong ke Bali. Namun beberapa terakhir karena suaminya dipindahtugaskan di dinas pertanian yang ada di daerah Surabaya. Sehingga Id harus mengikuti kemana suaminya pergi. Dan dengan itu Id kemudian bekerja di salah satu dinas sosial yang berada di daera Sidoarjo hingga sekarang.

Namun tiga tahun terakhir ini Id mendapatkan ujian berat dalam hidupnya, Id terdiagnosa kanker payudara dan harus kehilangan payudaranya. Meskipun awalnya Id masih berat untuk menerima apa yang tengah terjadi pada dirinya, namun dengan berbagai dukungan yang ia terima Id kembali bersemangat untuk tetap memperjuangkan hidupnya. Id tidak mau menyerah dengan keadaan, ia akan melakukan apapun yang disarankan oleh dokter demi kesembuhannya.

Masalah yang selama ini dihadapi oleh Id ternyata membawa perubahan yang positif dalam hidupnya. Selain lebih dekat dengan Tuhannya, Id juga lebih peduli dengan lingkungan sekitarnya khususnya teman-teman


(58)

52

aknker lainnya saling memberi motivasi dan menguatkan. Selain itu dia juga sadar akan kekuatan yang dimiliki dirinya.

Informan pendukung atau significant other untuk subjek Id dalam penelitian ini adalah anggota keluarga dan sahabat, yakni suami dan rekan kerjanya. Kedua informan ini sama sama menjadi informan penting karena sebagian besar keseharian subjek bersama merka. Rekan subjek bersama subjek dari pagi hingga sore hari di tempat kerja, sedangkan suaminya bersama subjek mulai dari sore hari hingga di pagi hari.

Selanjutnnya akan dipaparkan profil dari subjek penelitian kedua yakni subjek Am sebagai berikut:

Nama Subjek : Am (inisial)

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 55 tahun

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Status pernikahan : Janda

Agama : Islam

Suku bangsa : Jawa

Am adalah seorang janda berusia 55 tahun yang memiliki 5 orang anak. Sekarang beliau tinggal di rumahnya di daerah Sidoarjo bersama anak


(1)

81

berjuang atau menyerah juga membantu perkembangan post traumatic growth.

Orang dengan kepercayaan diri tinggi dapat mengurangi ketidaksesuaian suatu

keadaan dan memberikan fungsi yang optimal dari coping yang digunakan,

sedangkan orang dengan kepercayaan diri yang rendah akan menyerah. (5)

Perenungan atau proses kognitif (rumination or cognitive processing), asumsi

seseorang mengenai dunia atau skema yang telah hancur harus direkronstruksi

ulang agar berguna bagi tingkah laku dan pilihan yang akan diambil.

Pembangunan kembali skema tersebut untuk lebih bertahan dapat menuntun

orang yang mengalami pengalaman traumatic untuk berpikir ulang mengenai

keadaan yang ia alami. (6) Kebijaksanaan dan cerita kehidupan (wisdom and

life narrative), asumsi kita adalah pengalaman post traumatic growth seseorang merupakan sebuah proses perubahan yang di dalamnya terdapat pengaruh

kebijaksanaan seseorang dalam memandang kehidupan, dan juga

perkembangan pola pikirnya dalam memikirkan kehidupan. Ketangguhan

seseorang dalam menghadapi kejadian traumatic dapat membentuk

posttraumatic growth dan bersifat memperbaiki cerita kehidupannya

Karakteristik pribadi subjek Id yang tetap mengambil sisi positif dari suatu

kejadian membuatnya lebih mudah untuk menciptakan perubahan positif dalam

dirinya. Selain itu meskipun subjek sudah menderita kanker payudara namun

subjek tidak Npernah menyalahkan Allah atas apa yang telah Dia tentukan

untuknya. Selain itu subjek mendapatkan banyak dukungan dari lingkungan

sekitarnya, diantaranya dukungan terbesar datang dari suami, keluarga dan


(2)

82

keadaannya karena melihat kondisi rekan rekan sesama pasien di rumah sakit

yang ada di Karang menjangan. Disana subjek menjumpai banyak pasien yang

menderita penyakit kanker yang jauh lebih parah dari dirinya. Dari situ subjek

masih bersyukur karena ternyata masih banyak orang yang jauh lebih kurang

beruntung dari dirinya.

Adapun untuk subjek Am, meskipun dia sudah menerima begitu besar

dukungan dari keluarganya, namun dari diri subjek sendiri yang masih saja

mencoba mengelak atau lari dari masalah. Membuatnya tetap fokus pada satu

masalah yang dihadapinya sehingga dia tidak cepat beralih ke hal hal yang


(3)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sesuai dengan analisis hasil penelitian yang sudah dijelaskan pada bab

sebelumnya maka dapat disimpulkan perubahan positif yang terjadi pada

penderita kanker payudara pasca mastektomi adalah penghargaan terhadap

hidup, hubungan dengan orang lain, kekuatan dalam diri dan perkembangan

spiritual.

Adapun faktor yang mempengaruhi perubahan positif yang terjadi

pada penderita kanker payudara pasca mastektomi adalah karakteristik

indvidu, mengelola emosi berbahaya, dukungan dan keterbukaan, serta proses

kognitif dan perkembangan.

B. Saran

Sebagai akhir dari laporan penelitian ini, akan disampaikan atau

direkomendasi yang ditujukan untuk:

1. Penderita kanker payudara, diharapkan tetap berjuang, meskipun dalam

keadaan yang sangat sulit sekalipun.

2. Keluarga yang memiliki anak, saudara, tetangga yang memiliki latar

belakang seperti yang dialami Id dan Am diharapkan senantiasa

memberikan dukungan yang positif, sehingga diharapkan mereka dapat

menjadi pribadi yang tetap bangkit dari keadaan yang tidak


(4)

84

3. Bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk membandingkan post

traumatic growth pada penderita kanker payudara dan menggunakan

subjek penderita kanker payudara yang beragam. Selain itu, significant

others dalam penelitian berikutnya diberbanyak serta waktu untuk melakukan penelitian diperbanyak lagi. Selain itu perlu kiranya bagi

peneliti selanjutnya untuk memahami bahwa penelitian kualitatif itu tidak


(5)

85

Daftar Pustaka

Aini & Satiningsih . (2015) . Ketahanan psikologis pada perempuan penderita

kanker payudara.Character, vol 03. No. 02

Andini. D. I. (2011) . Self acceptance penderita kanker payudara pasca

mastektomi yang belum menikah.Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya.

Fakultas Psikologi Universitas Surabaya.

Hanson, Peter G. (1995) . Nikmatnya stress.Jakarta : ARCAN.

Idrus, Muhammad. (2009). Metode penelitian ilmu sosial.Yogyakarta : Erlangga.

Mahleda & Hartini. (2012) . Posttraumatic growth pada pasien kanker payudara

pasca mastetomi usia dewasa madya. Jurnal psikologi klinis dan kesehatan

mental.Vol. 1 no. 02

Rahmah &Widuri . (2011) .Posttraumatic growth pada penderita kanker

payudara.Humanitas. Vol. Viii. No. 2

Ramos & Leal. (2013) . Posttraumatic growth in the aftermath of trauma : a

literature review about related factors and application contexts. Psychology,

community & health. Vol. 2 (1), 43-54

Maharani, Sabrina. (2009) .Kanker. Jogjakarta. Kata hati.

Sari, Qotrin Nida Rahmata. (2009). Dukungan pada penderita kanker payudara di

masa dewasa tengah

Shafira, Farah. (2011) . Faktor-faktor yang mempengaruhi posttraumatic growth pada recovering addict di Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Terapi &

Rehabilitasi BNN Lido.Skripsi.Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah.

Sholihin, Ridwan.(2002). Kanker. Semarang : Pustaka Widyamawa

Sugiyono. (2010) . Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung:

ALFABETA, cv

Sukardja. I.g.d. (1984) . Deteksi diri kanker buah dada di jawa timur : pengaruh

pendidikan kanker kepada masyarakat. Surabaya. Airlangga university press.,

Sylvia, Saraswati . (2012) .52 penyakit perempuan.Jogjakarta : Kata hati.

Tedeschi & Calhoun. (2006) . Handbook of posttraumatic growth.London ;

lawrence erlbaum associates.

Tedeschi & Calhoun. (2004) . Conceptual foundations and empirica


(6)

85

Daftar Pustaka

Aini & Satiningsih . (2015) . Ketahanan psikologis pada perempuan penderita

kanker payudara.Character, vol 03. No. 02

Andini. D. I. (2011) . Self acceptance penderita kanker payudara pasca

mastektomi yang belum menikah.Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya.

Fakultas Psikologi Universitas Surabaya.

Hanson, Peter G. (1995) . Nikmatnya stress.Jakarta : ARCAN.

Idrus, Muhammad. (2009). Metode penelitian ilmu sosial.Yogyakarta : Erlangga.

Mahleda & Hartini. (2012) . Posttraumatic growth pada pasien kanker payudara

pasca mastetomi usia dewasa madya. Jurnal psikologi klinis dan kesehatan

mental.Vol. 1 no. 02

Rahmah &Widuri . (2011) .Posttraumatic growth pada penderita kanker

payudara.Humanitas. Vol. Viii. No. 2

Ramos & Leal. (2013) . Posttraumatic growth in the aftermath of trauma : a

literature review about related factors and application contexts. Psychology,

community & health. Vol. 2 (1), 43-54

Maharani, Sabrina. (2009) .Kanker. Jogjakarta. Kata hati.

Sari, Qotrin Nida Rahmata. (2009). Dukungan pada penderita kanker payudara di

masa dewasa tengah

Shafira, Farah. (2011) . Faktor-faktor yang mempengaruhi posttraumatic growth pada recovering addict di Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Terapi &

Rehabilitasi BNN Lido.Skripsi.Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah.

Sholihin, Ridwan.(2002). Kanker. Semarang : Pustaka Widyamawa

Sugiyono. (2010) . Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D. Bandung:

ALFABETA, cv

Sukardja. I.g.d. (1984) . Deteksi diri kanker buah dada di jawa timur : pengaruh

pendidikan kanker kepada masyarakat. Surabaya. Airlangga university press.,

Sylvia, Saraswati . (2012) .52 penyakit perempuan.Jogjakarta : Kata hati.

Tedeschi & Calhoun. (2006) . Handbook of posttraumatic growth.London ;

lawrence erlbaum associates.

Tedeschi & Calhoun. (2004) . Conceptual foundations and empirica