ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN AKAD GADAI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR DI DESA DUREN KECAMATAN PILANGKENCENG KABUPATEN MADIUN.
ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN
AKAD GADAI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR DI DESA DUREN
KECAMATAN PILANGKENCENG KABUPATEN MADIUN
SKIRPSI
Oleh:
Mujahidah Muharrom Al-Karima
NIM. C02212031
Universitas Islam Negeri SunanAmpel
Fakultas Syari’ah Dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
SURABAYA
2016
ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan (field research) dengan judul
“Analisis Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Akad Gadai di Desa Duren
Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun”. Penelitian ini bertujuan untuk
menjawab permasalahan tentang “bagaimana pelaksanaan akad gadai mobil dan
sepeda motor di Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun, dan
bagaimana analisis hukum Islam pelaksanaan akad gadai mobil dan sepeda motor di
Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi, wawancara (interview) dan dokumentasi. Setelah data terkumpul data
diolah dan dianalisis dengan metode deskriptif analisis dengan pola pikir deduktif
yaitu Menggambarkan prinsip umum gadai hukum Islam untuk kemudian dideduksi
untuk menganalisa praktek gadai yang terjadi di lapangan . kesimpulan yang
didapatkan tentu bersifat khusus.
Hasil penelitian ini menyimpulkan gadai mobil dan sepeda motor yang ada di
Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun dilakukan perorangan
bukan lembaga. Murtahin dan ra>
hin yang melakukan perjanjian akad gadai dengan
menyerahkan jaminan sebagai jaminan hutang, dan ra>
hin tidak diberikan batasan
hin tetap membayar bunga, apabila ra>
hin
waktu pembayaran hutangnya asalkan ra>
tidak dapat membayar bunga maka murtahin memberikan denda kepada ra>
hin.
Ditinjau dari hukum Islam dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan gadai mobil dan
sepeda motor merupakan praktek yang tidak boleh dilakukan oleh Islam. Mengingat
praktek itu lebih banyak kemadharatan dibanding dengan segi kemaslahatannya,
yang memberatkan salah satu pihak. kendati secara hukum Islam sah akad gadainya
tetapi praktek dan pemanfaatannya yang digunakan bertentangan dengan aturan
agama. Serta adanya unsur tambahan bunga dan kecurangan yang dilakukan
murtahin dengan menyewakan mobil dan sepeda motor kepada pihak ketiga, setiap
hutang yang menarik manfaat adalah riba.
Dalam melakukan transaksi gadai mobil dan sepeda motor hendaknya harus
memberikan jangka waktu pinjaman dan tidak memanfaatkan barang gadai tersebut
untuk mendapatkan keuntungan karena hal tersebut tidak sesuai dengan syaratsyarat gadai, serta akan memberikan resiko kepada pihak yang meminjamkan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM……………………………………………………………. i
PERNYATAAN KEASLIAN……………………………………………….. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………………… iii
PENGESAHAN……………………………………………………………….. iv
MOTTO………………………………………………………………………... v
PERSEMBAHAN…………………………………………………………….. vi
ABSTRAK. ................................................................................................ ….. vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii
DAFTAR ISI………………………………………………………………….. x
DAFTAR TRANSLITERASI……………………………………………..... xiii
BAB I
PENDAHULUAN .....................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................
1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ........................................
5
C. Rumusan Masalah ................................................................
6
D. Kajian Pustaka .....................................................................
6
E. Tujuan Penelitian .................................................................
8
F. Kegunaan Penelitian ............................................................
9
G. Definisi Operasional ............................................................
9
H. Metode Penelitian ................................................................ 10
I. Sistematika Pembahasan ..................................................... 16
BAB II
GADAI (RAHN) DALAM ISLAM...........................................
18
A. Pengertian Gadai ................................................................. 19
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
B. Dasar Hukum Gadai ............................................................ 20
C. Rukun dan Syarat Gadai ..................................................... 24
D. Hak dan Kewajiban (Rahin dan Murtahin) ......................... 28
E. Resiko kerusakan Barang Gadai ......................................... 30
F. Batasan Waktu dan Riba dalam Gadai……………...…….. 31
G. Pendapat Para Ulama Tentang pemanfaatan Barang Gadai
(Murtahin) ........................................................................... 32
H. Batalnya Akad Gadai .......................................................... 37
BAB III
PELAKSANAAN AKAD GADAI MOBIL DAN SEPEDA
MOTOR
DI
DESA
DUREN
KECAMATAN
PILANGKENCENG KABUPATEN MADIUN ....................... 39
A. Gambaran Umum Lokasi Desa Duren ................................. 39
1. Sejarah Desa Duren........................................................ 39
2. Letak Geografis Desa .................................................... 41
3. Demografis ..................................................................... 42
4. Keadaan Ekonomi .......................................................... 44
5. Agama dan Budaya ........................................................ 45
6. Pendidikan...................................................................... 46
7. Pembangunan ................................................................. 48
B. Pelaksanaan Akad Gadai Mobil dan Sepeda Motor di
Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng
Kabupaten
Madiun ................................................................................. 48
1. Latar Belakang terjadinya Gadai ................................... 48
2. Pelaksanaan Akad Gadai Mobil dan Sepeda motor ...... 49
BAB IV
ANALISIS
HUKUM
ISLAM
TERHADAP
PELAKSANAAN AKAD GADAI MOBIL DAN SEPEDA
MOTOR
DI
DESA
DUREN
KECAMATAN
PILANGKENCENG KABUPATEN MADIUN ....................... 58
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
A. Analisis Pelaksanaan Akad Gadai Mobil dan sepeda
Motor di Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng
Kabupaten Madiun............................................................... 58
B. Analisis Hukum Islam Pelaksanaan Akad Gadai Mobil
dan Sepeda Motor di desa Duren kecamatan
Pilangkenceng kabupaten Madiun ....................................... 60
BAB V
PENUTUP ...................................................................................... 66
A. Kesimpulan .......................................................................... 66
B. Saran .................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial harus senantiasa mengikuti aturan
yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Kerena manusia sebagai makhluk
sosial, mereka akan saling membutuhkan antara satu dengan yang lain untuk
memenuhi kebutuhannya. Hal ini dapat diwujudkan dengan adanya prinsip
muamalah misalnya, tidak mempersulit, suka sama suka dan saling tolong
menolong. 1 Hubungan Individu dengan lainnya, seperti pembahasan masalah
hak dan kewajiban, harta, jual-beli, kerja sama dalam berbagai bidang, pinjam
meminjam, sewa menyewa, penggunaan jasa dan kegiatan-kegiatan lainnya
yang sangat diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari, diatur dalam
fiqh mu’a>
malah. 2
malah tidak dapat
Kenyataan tolong menolong dalam bermu’a>
malah dengan cara tolong-menolong akan
ditinggalkan, karena bermu’a>
mempermudah mendapat segala kebutuhan dan dapat mempererat tali
silaturrahmi antara sesama manusia. Mu’a>
malah dalam arti luas adalah
aktivitas untuk menghasilkan duniawi menyebabkan keberhasilan masalah
ukhrawi. Mu’a>
malah juga merupakan sistem kehidupan manusia, tak
terkecuali pada dunia ekonomi. Dalam berinteraksi dengan orang lain
1
Abdur Rahman Ghazaly, Fiqih Muamalat (Jakarta: Kencana Pranada Media, 2010), 4.
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2003),1.
2
1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
manusia harus memiliki kebebasan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
secara maksimal. Namun disisi lain bagi diri manusia menempel kepentingan
dan kebutuhan orang lain yang mengharuskan bahwa seseorang harus
menyadari akan ketidakmampuannya di dalam memenuhi kebutuhannya.
Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa “kebebasan manusia
adalah kebebasan yang dibatasi oleh kebebasan orang lain”. Prinsip seperti
ini membutuhkan ajaran tersendiri agar manusia dengan sadar untuk
melakukannya. 3 Hal ini kaum muslimin dianjurkan untuk saling membantu
dan meringankan beban orang lain, dapat diwujudkan melalui jaminan
masalah utang yang menjadi beban orang lain. 4
Menurut Sayyid Sabiq, ar-rahn adalah menjadikan barang berharga
menurut pandangan syara’ sebagai jaminan utang. 5 Dalam bentuk ini pinjam
meminjam dalam hukum islam mengajurkan supaya kedua belah pihak tidak
hin yang
dirugikan. Murtahin dibolehkan menahan barang milik ra>
mempunyai nilai dan ekonomis. Dengan demikian pihak yang menahan
memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya yang diterimanya, dalam hal ini dikenal dengan istilah gadai atau
ar-rahn. 6 Para ulama sepakat bahwa ar-rahn dibolehkan tetapi tidak
3
Moch.Yazid Afandi, Geneologi Konsep Ekonomi Islam ( Yogyakarta:Jurnal Asy-Syari’ah,
2006), 28.
4
Ismail Nawawi, Fiqh Mualalah (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), 195.
5
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid III (Beirut: Dar kitab al-Arabi,1971), 153.
6
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan (Jakarta: Takzia
Institute, 1999), 213.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
diwajibkan, sebab gadai hanya bersifat jaminan saja jika kedua belah pihak
tidak saling mempercayai 7
Diperbolehkannya rahn telah diatur dalam surat al-Baqarah (2): 283
yang berbunyi:
…
“Apabila kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara
tunai), sedangkan kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka
hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang), akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai itu
menunaikan amanat (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah tuhannya”. (QS. al-Baqarah: 283)”. 8
Gadai atau rahn bukanlah merupakan suatu hal yang baru karena hal
tersebut sudah ada sejak jaman Rasulullah saw. Gadai pada masa Rasulullah
merupakan suatu kegiatan utang piutang yang murni bersifat sosial, yang
pada saat itu belum berupa sebuah lembaga formal. Sehingga aktivitas
terbaru hanya berfungsi sosial semata dan penggadai tidak berkewajiban
memberikan tambahan apapun dalam melunasinya karena itu termasuk riba.
Dalam masalah gadai, Islam telah mengaturnya seperti yang telah
diungkapkan ulama fiqh, baik mengenai rukun, syarat, dasar hukum, maupun
tentang pemanfaatan barang gadai oleh penerima gadai yang semua itu bisa
dijumpai dalam kitab-kitab fiqh. Dalam pelaksanaannya tidak menutup
kemungkinan adanya penyimpangan dari aturan yang ada. Dalam
’ berpendapat bahwa murtahin
pemanfaatan barang gadai Jumhur Fuqaha>
7
Rahmat Syafe’i, Fiqih Muamalah (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 160.
Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemah (Jakarta: Pustaka al-Fatih, 2009), 49.
8
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
tidak boleh mengambil suatu manfaat barang-barang gadaian tersebut,
sekalipun ra>
hin mengijinkannya, murtahin tidak boleh bertindak menjual,
mewakafkan atau menyewakan barang jaminan itu, karena hal ini termasuk
pada hutang yang menarik manfaat,. 9
Kegiatan Gadai yang terjadi pada masyarakat di Desa Duren
Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun sudah menjadi adat istiadat
atau tradisi, yaitu orang yang berhutang menyerahkan mobil atau sepeda
motor sebagai jaminan untuk mendapatkan pinjaman uang. Di Desa Duren
Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun berpenghasilan sebagai petani,
dan keadaan perekonomiannya tidak menentu.
Namun
dalam
prakteknya
terdapat
kejanggalan
yakni
ra>
hin
(penggadai) memberikan jaminan kepada murtahin (penerima gadai) sebuah
n, seperti mobil atau sepeda motor. Namun dalam
barang gadai disebut marhu>
sistem pembayarannya ra>
hin meninggalkan mobil atau sepeda motor sebagai
jaminan utang piutang tetapi saat pembayaran murtahin tidak memberikan
perjanjian batasan waktu untuk membayar pinjamannya dan dalam
melakukan perjanjian kedua belah pihak. Misalnya, ra>
hin meminjam uang
kepada murtahin dengan jaminan mobil atau sepeda motor, maka murtahin
hin dengan kententuan ra>
hin membayar
memberikan pinjaman uang kepada ra>
bunga atas pinjaman uang yang diberikan murtahin kepada ra>
hin 10% dari
hin belum melunasi utang
pinjamannya yang dibayar tiap bulannya. Selama ra>
yang diberikan murtahin, maka bunga tersebut menjadi uang pokok dalam
9
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 263.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
pembayarannya selain dengan jumlah uang yang diterima ra>
hin, dalam
pembayaran
utangnya
tidak
ada
batasan
waktu
sehingga
sistem
pembayarannya memberatkan ra>
hin. Apabila ra>
hin tidak dapat membayar
bunga yang dibayar tiap bulannya, maka ra>
hin dikenakan denda 10% dari
hin setiap bulannya harus
uang bunga yang dipinjamnya, sehingga ra>
membayar bunga dan dendanya. Murtahin juga menggunakan barang gadai
tersebut sebagai kebutuhan untuk dirinya sendiri, selain itu murtahin juga
hin.
memanfaatkan barang gadainya tanpa ijin penyewaan pada ra>
Berdasarkan hal ini maka penulis tertarik mengadakan penelitian, di
Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun. Maka penulis
dengan judul “Analisis Hukum Islam Terhadap Sistem Gadai Mobil dan
Sepeda Motor di Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun”.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Identifikasi masalah dilakukan untuk menjelaskan kemungkinankemungkinan cakupan masalah yang dapat muncul dalam penelitian dengan
melakukan identifikasi, maka masalah yang dapat di identifikasi dari latarbelakang diatas adalah:
1. Pelaksanaan akad gadai mobil dan sepeda motor di Desa Duren
Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun.
2. Pemanfaatan gadai mobil dan sepeda motor di Desa Duren Kecamatan
Pilangkenceng Kabupaten Madiun.
3. Hukum gadai dalam Islam.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
4. Analisis hukum Islam terhadap pelaksanaan gadai mobil dan sepeda
motor.
Dengan adanya suatu permasalahan tersebut, maka untuk memberikan
arah yang jelas dalam penelitian ini, penulis membatasi pada masalahmasalah berikut ini:
1. Pelaksanaan akad gadai mobil dan sepeda motor di Desa Duren
Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun.
2. Analisis hukum Islam terhadap pelaksanaan akad gadai mobil dan sepeda
motor.
C. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan kajian dari jawaban diatas, maka dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan akad gadai mobil dan sepeda motor di Desa
Duren Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun?
2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap pelaksanaan akad gadai mobil
dan sepeda motor di Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten
Madiun?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian
yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang diteliti sehingga
terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan
pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
ada. 10Berdasarkan penulusuran peneliti, terdapat beberapa penelitian tentang
gadai yang telah dilakukan sebelumnya antara lain:
1. Penelitian dengan judul “Analisis Hukum Islam terhadap tradisi gadai
sawah di Desa Morbatoh Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang”.
Hasil dari penelitian ini mengikuti suatu tradisi yang berlaku sejak lama,
sawah yang dijadikan jaminan tersebut dikelola dan diambil manfaatnya
atau hasilnya oleh murtahin. Sedangkan menurut warga yang pernah
melakukan gadai yaitu dari pihak rahin, mengungkapkan bahwa hasil dari
sawah yang dikelola murtahin bisa melebihi dari uang pinjaman yang di
hin. 11
pinjam oleh ra>
2. Arfan
santoso
dengan
judul
“Analisis
Hukum
Islam
terhadap
pemanfaatan tanah sawah gadai untuk penanaman tembakau di Desa
Banjur Waru Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan”. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan praktik pemanfaatan gadai sawah yang terjadi
di Desa Banjur, mengandung unsur mas}lah}ah dan mafsadahnya untuk
perawatan tanah karena jika tidak ditanami maka sawah tersebut tidak
subur lagi atau kurang lebih manfaatnya. 12
3. Aris Darul Mutakin dengan judul “Pemanfaatan Jaminan Gadai Sawah
(Study Analisis Maslahah di Dusun Karangampel Desa Cidolog
Kecamatan Cidolog Kabupaten Ciamis Provisi Jawar Barat)”. Dalam
10
Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel, Petunjuk Teknis Perumusan skripsi (Surabaya: cet.III,
2011),.9.
11
Siti Holifah, “Analisis Hukum Islam terhadap tradisi gadai sawah di Desa Morbatoh
Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang” (skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015), 68.
12
Arfan Santoso, “Pemanfaatan Jaminan Gadai Sawah (Study Analisis Maslahah di Dusun
Karangampel Desa Cidolog Kecamatan Cidolog Kabupaten Ciamis Provisi Jawar Barat)”
(skripsi, UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2013), 87.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
penelitian ini penulis mengkaji tentang kemaslahahan dengan adanya
pemanfaatan jaminan gadai. Setelah terjadi kesepakatan, sawah
diserahkan kepada murtahin berikut dengan pemanfaatannya. 13
Sedangkan pada kajian yang dibahas pada penelitian ini berbeda
dengan yang lain, sebab penulis membahas tentang “Analisis Hukum Islam
terhadap Pelaksanaan Akad Gadai Mobil dan Sepeda Motor di Desa Duren
kecamatan Pilangkenceng Kabupatem Madiun” Dalam penelitian ini penulis
lebih memfokuskan membahas tentang pelaksanaan akad gadai dan
pemanfaatan barang gadai.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini tidak lain adalah untuk mencari jawaban ilmiah
atas masalah-masalah yang akan diteliti. Oleh karena itu, tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan akad gadai mobil dan sepeda motor di
Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun
2. Untuk mengetahui analisis hukum islam terhadap pelaksanaan akad gadai
mobil dan sepeda motor di Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng
Kabupaten Madiun.
13
Aris Darul Mutakin, “Pemanfaatan Jaminan Gadai Sawah (Study Analisis Maslahah di Dususn
Karangampel Desa Cidolog kecamatan Cidolog Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat)” (Tesis-IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2011), 136-137.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat dan berguna
bagi penelitian tentang gadai baik secara teoretis maupun praktis.
1. Secara Teoretis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan mu’a>
malah tentang sistem gadai mobil
dan sepeda motor, hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dalam
memperluas wawasan yang berhubungan dengan gadai dan diharapkan
dapat memberikan sumbangan pemikiran yang membutuhkan pustaka
masalah mengenai gadai dalam Islam.
2. Secara Segi Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
dan informasi atau masukan yang penting bagi pembaca untuk berhatihati dalam transaksi gadai dan diharapkan sebagai bahan pelengkap dan
penyempurnaan bagi peneliti selanjutnya.
G. Definisi Operasional
Demi mendapatkan pemahaman dan gambaran yang jelas dalam
pembahasan suatu penelitian. maka peneliti perlu kiranya membatasi
sejumlah variabel yang diajukan dalam penelitian yang berjudul, “Analisis
Hukum Islam Terhadap sistem gadai mobil dan Sepeda motor di Desa Duren
Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun”. Dari permasalahan di atas
dapat disimpulkan:
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
1. Hukum Islam yang dimaksud disini yaitu ketentuan-ketentuan hukum
Islam dalam menyingkapi permasalahan gadai, mengenai sistem gadai
atau jaminan, peraturan dan ketentuan hukum Islam yang bersumber dari
al-qur’an, hadist , dan pendapat ulama sebagai pedoman bagi kehidupan
masyarakat .
2. Sistem pembayaran gadai mobil dan sepeda motor adalah Perjanjian atas
barang yang digadaikan sebagai jaminan seperti gadai mobil dan sepeda
hin kepada murtahin. Namun permasalahan
motor, yang diserahkan ra>
juga ada terhadap tidak ada kejelasan waktu dalam sistem pembayaran
gadai tersebut, sehingga semakin memberatkan ra>
hin. Karena adanya
pembayaran bunga pinjaman uang perbulannya yang diminta oleh
hin
murtahin. Jika tidak bisa membayar bunga perbulannya, maka ra>
dikenankan
denda
sehingga
memberakan
ra>
hin.
Murtahin
juga
menggunakan barang gadai tersebut sebagai kebutuhan untuk dirinya
sendiri, selain itu murtahin juga memanfaatkan dan menyewakan barang
gadainya seperti mobil dan sepeda motor kepada orang lain.
H. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Sedangkan, penelitian dapat diartikan
sebagai sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat,
membina, serta mengembangkan ilmu pengetahuan. 14 Berdasarkan hal
14
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI-PRESS, 2007), 3.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
tersebut, terdapat empat kunci yang perlu diperhatikan yaitu cara ilmiah,
data, tujuan, dan kegunaan. 15
Untuk memberikan deskripsi yang baik, dibutuhkan serangkaian
langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Lokasi Penelitian
Penelitian
ini
dilaksanakan
di
Desa
Duren
Kecamatan
Pilangkenceng Kabupaten Madiun yang difokuskan pada sistem
pembayaran gadai mobil dan sepeda motor. Oleh karena itu penulis
tertarik untuk menjadikan Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng
Kabupaten Madiun, ini sebagai tempat penelitian.
2. Data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan merupakan data yang perlu dihimpun
untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah yang berkaitan
dengan sistem gadai mobil dan sepeda motor di Desa Duren Kecamatan
Pilangkenceng Kabupaten Madiun.
a. Data tentang sistem pembayaran gadai mobil dan sepeda motor di
Desa Duren.
b. Data tentang pemanfaatan barang gadai mobil dan sepeda motor di
Desa Duren.
c. Data tentang teori-teori gadai yang di ambil dari buku, hasil
wawancara dan hasil penelitian terdahulu.
15
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2008), 2.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
3. Sumber Data
Ada dua sumber data yang peneliti jadikan pegangan agar dapat
memperoleh data yang kongkrit dan berkaitan dengan masalah penelitian
diatas, yaitu:
a. Sumber Data Primer
Adapun yang dimaksud dengan data primer ialah data yang
diperoleh langsung di lapangan oleh yang melakukan penelitian atau
yang memerlukannya. 16Dalam penelitian ini peneliti memperoleh data
langsung dengan cara melakukan wawancara dengan ra>
hin, murtahin,
warga sekitar dan semua pihak yang berkaitan dengan pelaksanaan
akad gadai mobil dan sepeda motor yang ada di Desa Duren
Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun.
b. Sumber Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak didapatkan secara
langsung oleh peneliti tetapi diperoleh dari orang lain atau pihak lain
dan data sekunder sifatnya membantu untuk melengkapi serta
menambahkan penjelasan mengenai sumber-sumber data.
4. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah penggadai (ra>
hin) penerima gadai
(murtahin), warga sekitar dan semua pihak yang berkaitan dengan
pelaksanaan akad gadai mobil dan sepeda motor yang ada di Desa Duren
Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun.
16
Masruhan, Metodelogi Penelitian Hukum (Surabaya: Hilal Pustaka, 2013), 94.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka
penelitian tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standart data
yang
ditetapkan.
dilapangan
yang
Pengumpulan
berkaitan
data
dengan
dilakukan
masalah
secara
langsung
penelitian,
dalam
pengumpulan data tersebut peneliti menggunakan beberapa metode
sebagai berikut:
a. Observasi
Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
metode observasi ke lokasi penelitian. Observasi adalah seorang
peneliti secara langsung mengamati ke lokasi penelitian. Observasi
dilakukan untuk mengumpulkan data secara langsung, agar peneliti
mendapatkan data yang falid, baik, utuh dan akurat. Observasi
dilakukan untuk mengamati secara langsung tentang masalah
pelaksanaan akad gadai mobil dan sepeda motor di Desa Duren
Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun.
b. Wawancara
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara. 17
Dialog itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)
17
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu pendekatan praktik
Cipta, 2006), 155.
(Jakarta: PT Rieneka
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud mengadakan
wawancara, agar peneliti mengetahui hal-hal yang mendalam tentang
partisipan dalam menginterpestasikan situasi dan fenomena yang
terjadi, dimana hal ini tidak dapat ditemukan dalam observasi. 18
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang tidak
langsung ditunjukan pada subyek penelitian, namun melalui
dokumen. 19 Dalam penelitian ini dokumen dapat berupa profil desa
dan data penelitian tentang sistem gadai mobil dan sepeda motor di
Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun.
18
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011),
186.
19
M. Iqbal Hasan, Metodologi Penelitian dan Aplikasinya (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002), 87.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
15
5. Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data yang digunakan peneliti adalah: 20
a. Organizing
Organizing yaitu menyusun kembali data yang telah didapat
dalam penelitian yang diperlukan dalam kerangka paparan yang sudah
direncanakan dengan rumusan masalah secara sistematis.
b. Editing
Editing yaitu pemeriksaan kembali dari semua data yang
diperoleh terutama dari segi kelengkapannya, kejelasan makna,
keselarasan antara data yang ada dan relevansi dengan penelitian.
Teknik ini digunakan penulis untuk memeriksa kelengkapan data-data
yang sudah dikumpulkan dan akan digunakan sebagai sumber-sumber
studi dokumentasi.
c. Analizing
Analizing yaitu melakukan analisis data yang diperoleh dari
penelitian untuk memperoleh kesimpulan mengenai kebenaran fakta
yang ditemukan. Dengan menggunakan kaidah, teori, dan dalil, yang
akhirnya merupakan sebuah jawaban dari rumusan masalah.
6. Teknik Analisis Data
Hasil dari pengumpulan data tersebut akan dibahas dan kemudian
dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan
20
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D…, 243-246.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
16
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati dengan metode yang ditentukan. 21
a. Analisis Deskriptif
Tujuan dari analisis deskriptif ini adalah untuk membuat
gambaran mengenai objek penelitian secara sistematis, aktual dan
akurat mengenai fakta-fakta. Peneliti menggunakan metode ini untuk
mengetahui gambaran tentang gadai transportasi.
b. Pola pikir Deduktif
Menggambarkan prinsip umum gadai hukum Islam untuk
kemudian dideduksi untuk menganalisa praktek gadai yang terjadi di
lapangan . kesimpulan yang didapatkan tentu bersifat khusus.
I. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini dikelompokkan
menjadi lima bab, terdiri dari sub-subab masing-masing mempunyai
hubungan dengan yang lain dan merupakan rangkaian-rangkaian yang
berkaitan. Adapun sistematikanya sebagai berikut:
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian.
Bab kedua, menjelaskan secara sistematika pembahasan mengenai
gadai (rahn) dalam Islam, dalam hal ini memuat pengertian gadai (rahn) dan
21
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif
(Surabaya: Airlangga University Press, 2001), 143.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17
dasar hukumnya, rukun dan syarat gadai, hak dan kewajiban (ra>
hin dan
murtahin), status barang gadai, resiko kerusakan barang jaminan, pendapat
para ulama tentang pemanfaatan barang gadai (murtahin), batalnya akad
gadai.
Bab ketiga, menjelaskan praktek gadai, dalam bab ini memuat
beberapa alasan meliputi: a) profil Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng
Kabupaten Madiun yang meliputi sejarah, letak geografis, demografis,
keadaan ekonomi, agama dan budaya, pendidikan, pembangunan. b)
pelaksanaan akad gadai mobil dan sepeda motor, sistem pembayaran gadai
mobil dan sepeda motor, dampak adanya gadai mobil dan sepeda motor.
Bab keempat , menjelaskan analisis pekasanaan akad gadai mobil dan
sepeda motor, dan analisis hukum Islam pelasksanaan akad gadai mobil dan
sepeda motor.
Bab kelima, merupakan bab penutup yang terdiri dari: kesimpulan dan
saran.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB II
GADAI (RAHN) DALAM ISLAM
A. Pengertian Gadai (Rahn)
Dalam istilah bahasa Arab “gadai” diistilahkan dengan “rahn” dan
dapat dinamai dengan “al habsu”. Secara etimologi artinya kata rahn berarti
“tetap atau lestari”, sedangkan “al-habsu” berarti “penahanan”. 1 Menurut
terminology syara’, al-rahn berarti:
ﻯﻯ ﹸﻯ ﻯ ﻯ
ﻯ ﻯﺀﺳﻯﹺ ﻯ
ﻯ
“Penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat
dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut”.
Akad al-rahn dalam istilah hukum positif disebut dengan barang
jaminan, agunan, dan rungguhan. Dalam Islam al-rahn merupakan sarana
tolong menolong bagi umat Islam, tanpa adanya imbalan jasa.2 Dalam
peristilahan sehari-hari pihak yang menggadaikan disebut dengan “pemberi
gadai” dan yang menerima gadai, dinamakan “penerima atau pemegang
gadai”. 3
Gadai merupakan salah satu kategori perjanjian hutang-piutang untuk
suatu kepercayaan dari orang yang berpiutang, maka orang yang berhutang
mengadaikan barangnya menggadaikan barangnya sebagai jaminan terhadap
hutangnya itu. Barang jaminan tetap menjadi hak milik orang yang
menggadaikan tetapi dikuasai oleh penerima gadai. Praktek ini telah ada
1
Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), 139.
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 251.
3
Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam Islam…, 139.
2
18
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
19
jaman Rasulullah saw. Dan Rasulullah sendiri pernah melakukannya. Gadai
mempunyai nilai sosial yang tinggi dan dilakukan secara suka rela atas dasar
tolong menolong 4 Menurut istilah ulama fiqh sebagai berikut:
Pertama, menurut ulama Hanafiyah al-rahn adalah menjadikan barang
sebagai jaminan terhadap piutang yang dimungkinkan sebagai pembayaran
piutang baik seluruhnya ataupun sebagiannya. 5
Kedua, menurut ulama Malikiyah al-rahn adalah harta pemilik yang
dijadikan sebagai jaminan hutang yang memiliki sifat mengikat. Menurut
mereka yang dijadikan jaminan bukan hanya barang yang bersifat materi, bisa
juga barang yang bersifat maanfaat tertentu. 6 Barang yang dijadikan jaminan
tidak harus diserahkan secara tunai, tetapi boleh juga penyerahannya secara
aturan hukum, sebuah contoh sebidang tanah kosong sebagai jaminan, maka
yang dijadikan jaminan adalah sertifikat hak atas tanah tersebut. 7
Ketiga, menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah al-rahn adalah
menjadikan barang pemilik sebagai jaminan utang, yang bisa dijadikan
sebagai pembayaran utang apabila orang yang berutang tidak bisa melunasi
utangnya. 8 Pengertian al-rahn yang dikemukakan ulama Syafi’iyah ini
memberi pengertian bahwa ba\rang yang bisa dijadikan jaminan utang
hanyalah harta yang bersifat materi, tidak termasuk manfaat sebagaimana
yang dikemukakan ulama Malikiyah, meskipun sebenarnya manfaat itu
4
Muhammad Shoikul Hadi, Pegadaian Syariah (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003), 3.
r ‘ala al-Dur al-Muhtar. Vol. 5 (Beirut: Dar al-Fikr, t.t), 339.
Ibn ‘A<
bidin, Rad al-Muhta>
6
Al-Dardir, Al-Sharh al-Saghi>
r bi Sharh al-Sa>
wi Vol.3 (Mesir: Da>
r al-Ma‘a>
rif. t.t), 325.
7
Abu Azam Al Hadi, Fiqh Muamalah Kontemporer (Sidoarjo: Cahaya Intan XII, 2014), 148.
8
Khatib al-Sharbayni, Mughni al-Muhtaj, vol. 2 (Beirut: Da>
r al-Fikr, 1978), 121.
5
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, termasuk dalam pengertian
kekayaan. 9ﻯ
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa al-rahn adalah menjadikan
barang berharga sebagai jaminan utang. Dengan begitu jaminan tersebut
berkaitan erat dengan utang piutang dan timbul dari padanya. Sebenarnya
pemberian utang itu merupakan suatu tindakan kebajikan untuk menolong
orang yang sedang dalam keadaan terpaksa dan tidak mempunyai uang dalam
keadaan kontan. Namun untuk ketenangan hati, pemberi utang memberikan
suatu jaminan, bahwa utang itu akan dibayar oleh yang berutang. Untuk
maksud itu pemilik uang boleh meminta jaminan dalam bentuk barang
berharga. 10
B. Dasar Hukum Gadai
Menyangkut perjanjian gadai ini dalam syari’at Islam dihukumkan
sebagai perbuatan jaiz atau dibolehkan, baik menurut ketentuan Al-Qur’an,
Sunnah, Ijma’ Ulama, maupun fatwa MUI. Adapun dasar hukum tentang
kebolehan gadai sebagai berikut:
9
Abu Azam Al Hadi, Fiqh Muamalah Kontemporer…, 148.
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalat (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010), 265.
10
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
1. Dasar hukum Al-Qur’an
Allah berfirman dalam surat al-Baqarah (2): 283 yang berbunyi:
ﻯﻯﻯﻯﻯﻯﻯ ﻯﻯﻯﻯﻯﻯﻯﻯﻯ
ﻯﻯﻯﻯﻯﻯ ﻯﻯﻯﻯ ﻯﻯﻯﻯﻯ
ﻯﻯﻯﻯﻯﻯﻯﻯﻯﻯ
“ Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara
tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka
hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian
yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan
amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan
persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka
Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. 11
Dalam
ayat
ini
tidak
semua
barang
jaminan
dapat
dipegang/dikuasai oleh pemberi utang secara langsung, maka paling tidak
ada semacam pegangan yang dapat menjamin bahwa barang dalam status
al-marhun (menjadi agunan utang). Misalnya, apabila barang jaminan itu
berbentuk sebidang tanah, maka dikuasai (al-qabdh) adalah surat jaminan
tanah itu. 12
2. Dasar hukum al-sunnah
Hadis Nabi riwayat al-Bukhari ia berkata:
11
Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemah (Jakarta: Pustaka al-Fatih, 2009), 49.
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah…, 253
12
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
ﻯ ﻯ
ﻯﹶ ﹶﻯ ﹶ ﹶ ﻯ ﻯﺇﹺ
ﺛﹶ ﻯ ﱠ ﻯ ﻯﹶ ﻯ ﺛﹶ ﻯ ﻯ ﹾ ﻯ ﺛﹶ ﻯ ﹾﹶ
ﻯ ﹶ ﹺﻯﹶ ﹶ ﹶﻯ ﺛﹶﹺ ﻯ ﹾﹶ ﻯ ﻯ ﺋ ﹶﻯ ﺿ ﻯ ﱠ ﻯ ﻯﹶ ﱠﻯ ﹺ ﻯﺻﱠ ﻯ ﱠ ﻯ ﹶ ﻯ ﱠ ﻯ
ﻯ
ﻯ ﻯ
ﻯ
ﻯﺇﹺﹶ ﻯﹶ ﹴﻯ
ﻯ ﻯ
ﻯﻃﹶ
“Telah menceritakan kepada kami Mu'alla bin Asad telah
menceritakan kepada kami 'Abdul Wahid telah menceritakan
kepada kami Al A'masy berkata; Kami membicarakan tentang
gadai dalam jual beli kredit (Salam) di hadapan Ibrahim maka dia
berkata, telah menceritakan kepada saya Al Aswad dari 'Aisyah
radliallahu 'anha bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah
membeli makanan dari orang Yahuid yang akan dibayar Beliau
pada waktu tertentu di kemudian hari dan Beliau menjaminkannya
(gadai) dengan baju besi. (Hadist Bukhari no- 1926). 13
Dari Hadist di atas dapat disimpulkan, bahwa gadai itu boleh
dilakukan, karena nabi Muhammad saw juga pernah pernah melakukan
gadai sewaktu beliau menggadaikan baju besinya dengan makanan.
3. Dasar Hukum landasan Ijma’
Para ulama telah sepakat bahwa gadai itu boleh, dan tidak
terdengar seorang pun yang menyalahinya. 14
ﻯ,
ﹺ ﻯ ﻯ ﹾ ﹶ ﻯ) ﳌ ﲎ ﻯﻻ ﻯ
ﹺﻯ
ﹶﻯ ﹶ ﻯ
ﻯﹾ
ﻯ ﹶﹶ
ﹶ ﻯ ﻷﺶ
(ﻯ٣٦٧
ﻯ,٤ﺝﻯ
“Mengenai dalil ijma’ ummat islam sepakat (ijma’) bahwa secara
garis besar akad rahn (gadai/penjaminan utang) diperbolehkan.
Al-rahn boleh dilakukan dalam perjalanan dan dalam keadaan
hadir ditempat, asal barang jaminan itu bisa langsung dipegang/dikuasai
(al-qabdh) secara hukum oleh pemberi utang. Mereka tidak pernah
mempertentangkan kebolehannya demikian landasan hukumnya. Jumhur
13
Hadist Bukhari no- 1926
Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial (Jakarta: Dwiputra
Pustaka Jaya, 2010), 335.
14
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
berpendapat: Disyar’iatkan pada waktu tidak berpergian, berargumentasi
kepada perbuatan Rasulullah saw. 15
4. Dasar hukum fatwa DSN
Berdarkan fatwa DSN mempunyai ketentuan dalam gadai
diantaranya; (a) murtahin (penerima gadai) mempunyai hak untuk
menahan marhu>
n (barang) sampai semua hutang ra>
hin (yang menyerahkan
n dan manfaatnya tetap menjadi milik ra>
hin.
barang) dilunasi, (b) marhu>
n tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali
Pada prinsipnya, marhu>
hin, dengan tidak mengurangi nilai marhu>
n dan pemanfaatannya
seijin ra>
itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya, (c)
Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban
ra>
hin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan
hin, (d) Besar
pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban ra>
biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhu>
n tidak boleh ditentukan
n, (f) Apabila jatuh
berdasarkan jumlah pinjaman, (e) penjualan marhu>
hin untuk segera melunasi, (g)
tempo, murtahin harus memperingatkan ra>
Apabila ra>
hin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhu>
n dijual
paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah, (h) Hasil penjualan
marhu>
n digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan
penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan, (i) Kelebihan
15
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah jilid 12 (Bandung: Alma’arif, 1987), 152.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
hasil penjualan menjadi milik ra>
hin dan kekurangannya menjadi
kewajiban ra>
hin. 16
C. Rukun dan Syarat Gadai
1. Rukun Gadai
Ulama fiqh berbeda pendapat dalam menetapkan rukun ar-rahn.
Menurut jumhur ulama rukun ar-rahn itu ada empat, yaitu shigat}(lafal
ija>
b dan qabu>
l), orang yang berakad (ar-ra>
hin dan al-murtahin), harta yang
n), dan utang (al-marhu>
n bih). 17 Adapun
dijadikan agunan (al-marhu>
b dan
ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun al-rahn itu hanya ija>
qabu>
l. Di samping itu, menurut mereka untuk sempurna dan mengikatnya
akad rahn ini, maka diperlukan adanya al-qabd}(penguasaan barang) oleh
hin dan
pemberi utang. Adapun kedua orang yang melakukan akad (al-ra>
n) dan utang (alal-murtahin), harta yang dijadikan jaminan (al-marhu>
marhu>
n bih) menurut ulama Hanafiyah hanya termasuk syarat-syarat alrahn, bukan rukunnya.
2. Syarat-Syarat Gadai
Para ulama fiqh mengemukakan syarat-syarat al-rahn sesuai
dengan rukun al-rahn itu sendiri. Dengan demikian, syarat-syarat al-rahn
meliputi:
a. Syarat yang terkait dengan orang berakad (al-rahn dan al-murtahin)
adalah cakap bertindak hukum. Kecakapan bertindak hukum, menurut
16
Mujahidinimeis,
“Fatwa
DSN
tentang
Rahn”,
wordpress.com/2010/0503/, diakses pada tanggal 24 Mei 2016
17
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah…,254.
dalam
http://mujahidinimeis.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
Jumhur Ulama adalah orang yang telah baligh dan berakal. Sedangkan
menurut ulama Hanafiyah kedua belah pihak yang berakad tidak
disyariatkan balihg, tetapi cukup berakal saja. Oleh karena itu,
menurut mereka anak kecil yang mumayyiz boleh melakukan akad al-
rahn asal mendapat persetujuan walinya 18
b. Syarat shighat (lafal), Ulama Hanafiyah mengatakan dalam akad itu
al-rahn tidak boleh dikaitkan dengan syarat tertentu atau dikaitkan
dengan masa yang akan datang, maka akad al-rahn sama dengan akad
jual beli. Apabila akad itu dibarengi dengan syarat tertentu atau
dikaitkan dengan masa yang akan datang, maka syaratnya batal,
sedangkan akadnya sah. Misalnya, orang yang berutang mensyaratkan
apabila tenggang waktu utang telah habis dan utang belum terbayar,
maka al-rahn itu diperpanjang satu bulan, atau pemberi utang
mensyaratkan harta agunan itu boleh ia manfaatkan. Ulama
Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah mengatakan bahwa apabila
syarat itu adalah syarat yang mendukung kelancaran itu, maka syarat
itu dibolehkan, tetapi apabila syarat itu bertentangan dengan tabiat
akad al-rahn maka syaratnya batal. Syarat yang yang dibolehkan itu,
misalnya, untuk sahnya al-rahn itu pihak pemberi utang minta agar
akad itu disaksikan oleh dua orang saksi. Sedangkan syarat yang
batal, misalnya, disyaratkan bahwa agunan itu tidak boleh dijual
18
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalat (Jakarta: Kencana Prada Media Drop, 2012), 267.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
ketika al-rahn itu jatuh tempo, dan orang yang berutang tidak mampu
membayarnya. 19
c. Syarat marhu>
n (barang yang dijadikan agunan), ialah keadaan barang
itu tidak rusak sebelum janji utang harus dibayar. 20 Menurut para
fuqaha mengenai syarat marhu>
n (Barang yang dijadikan agunan)
adalah:
1) Barang jaminan itu boleh dijual dan nilainya sesuai dengan besar
utangnya, tetapi dengan syarat sudah melewati jatuh tempo yang
telah disetujui dalam perjanjian.
2) Barang jaminan itu harus memiliki nilai dan manfaat, boleh
dimanfaaatkan dengan persetujuan orang yang menggadaikan.
Oleh
karenanya
barang-barang
yang
tidak
manfaat,
dan
membahayakan bagi kehidupan manusia, serta tidak bertentangan
Islam.
3) Barang jaminan harus jelas dan tertentu.
4) Barang jaminan adalah milik sah orang yang menggadaikan.
5) Barang jaminan itu bukan milik orang lain (masih dalam
sengketa).
6) Barang jaminan boleh diserahkan baik bendanya maupun surat
kepemilikannya. 21
19
Nasrun haroen, Fiqh Muamalah…, 255.
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 108.
21
Abu Azam Al Hadi, Fiqh Muamalah Kontemporer…,150.
20
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
Ketika telah terjadi serah terima marhu>
n, maka status akad
rahn menjadi lazim dari pihak ra>
hin. Konsekuensi hukumnya, ra>
hin
n, dan
terikat kontrak dan tidak berhak menarik kembali marhu>
murtahin memiliki otoritas (yadd wa sultha>
nah) untuk menahan
marhu>
n di bawah kekuasaannya. 22
d. Syarat marhu>
n bih (utang), adalah hak yang diberikan rahn. Ulama
Hanafiyah memberikan beberapa syarat yaitu:
n bih hendaklah barang yang diserahkan, menurut ulama
1) Marhu>
n bih hendaklah berupa utang yang wajib
selain Hanafiyah, marhu>
diberikan kepada orang yang menggadaikan barang, baik berupa
uang ataupun berbentuk benda.
n bih memungkinkan dapat dibayar, jika marhu>
n bih tidak
2) Marhu>
dapat dibayarkan, rahn menjadi tidak sah, sebab menyalahi
maksud dan tujuan dari disyarikatkannya rahn.
n bih harus jelas, dengan demikian tidak boleh
3) Hak atas marhu>
n bih tanpa dijelaskan utang mana menjadi
memberikan dua marhu>
rahn.
Ulama Hanabilah dan Syafi’iyah memberikan tiga syarat bagi
marhu>
n bih:
1) Berupa utang yang tetap dan dapat dimanfaatkan.
2) Utang harus lazim pada waktu akad.
22
Tim Laskar Pelangi, Metodologi Fiqih Muamalah (Kediri: Lirboyo Press, 2013), 120.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
3) Utang harus jelas dan diketahui oleh ra>
hin dan murtahin. 23
Disamping syarat-syarat diatas, para ulama fiqh sepakat
menyatakan bahwa al-rahn itu baru dianggap sempurna apabila
barang yang dirahn-kan itu secara hukum sudah berada ditangan
pemberi utang, dan uang yang dibutuhkan telah diterima peminjam
uang. Apabila barang jaminan itu berupa b
AKAD GADAI MOBIL DAN SEPEDA MOTOR DI DESA DUREN
KECAMATAN PILANGKENCENG KABUPATEN MADIUN
SKIRPSI
Oleh:
Mujahidah Muharrom Al-Karima
NIM. C02212031
Universitas Islam Negeri SunanAmpel
Fakultas Syari’ah Dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
SURABAYA
2016
ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan (field research) dengan judul
“Analisis Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Akad Gadai di Desa Duren
Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun”. Penelitian ini bertujuan untuk
menjawab permasalahan tentang “bagaimana pelaksanaan akad gadai mobil dan
sepeda motor di Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun, dan
bagaimana analisis hukum Islam pelaksanaan akad gadai mobil dan sepeda motor di
Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
observasi, wawancara (interview) dan dokumentasi. Setelah data terkumpul data
diolah dan dianalisis dengan metode deskriptif analisis dengan pola pikir deduktif
yaitu Menggambarkan prinsip umum gadai hukum Islam untuk kemudian dideduksi
untuk menganalisa praktek gadai yang terjadi di lapangan . kesimpulan yang
didapatkan tentu bersifat khusus.
Hasil penelitian ini menyimpulkan gadai mobil dan sepeda motor yang ada di
Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun dilakukan perorangan
bukan lembaga. Murtahin dan ra>
hin yang melakukan perjanjian akad gadai dengan
menyerahkan jaminan sebagai jaminan hutang, dan ra>
hin tidak diberikan batasan
hin tetap membayar bunga, apabila ra>
hin
waktu pembayaran hutangnya asalkan ra>
tidak dapat membayar bunga maka murtahin memberikan denda kepada ra>
hin.
Ditinjau dari hukum Islam dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan gadai mobil dan
sepeda motor merupakan praktek yang tidak boleh dilakukan oleh Islam. Mengingat
praktek itu lebih banyak kemadharatan dibanding dengan segi kemaslahatannya,
yang memberatkan salah satu pihak. kendati secara hukum Islam sah akad gadainya
tetapi praktek dan pemanfaatannya yang digunakan bertentangan dengan aturan
agama. Serta adanya unsur tambahan bunga dan kecurangan yang dilakukan
murtahin dengan menyewakan mobil dan sepeda motor kepada pihak ketiga, setiap
hutang yang menarik manfaat adalah riba.
Dalam melakukan transaksi gadai mobil dan sepeda motor hendaknya harus
memberikan jangka waktu pinjaman dan tidak memanfaatkan barang gadai tersebut
untuk mendapatkan keuntungan karena hal tersebut tidak sesuai dengan syaratsyarat gadai, serta akan memberikan resiko kepada pihak yang meminjamkan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM……………………………………………………………. i
PERNYATAAN KEASLIAN……………………………………………….. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………………… iii
PENGESAHAN……………………………………………………………….. iv
MOTTO………………………………………………………………………... v
PERSEMBAHAN…………………………………………………………….. vi
ABSTRAK. ................................................................................................ ….. vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii
DAFTAR ISI………………………………………………………………….. x
DAFTAR TRANSLITERASI……………………………………………..... xiii
BAB I
PENDAHULUAN .....................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................
1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ........................................
5
C. Rumusan Masalah ................................................................
6
D. Kajian Pustaka .....................................................................
6
E. Tujuan Penelitian .................................................................
8
F. Kegunaan Penelitian ............................................................
9
G. Definisi Operasional ............................................................
9
H. Metode Penelitian ................................................................ 10
I. Sistematika Pembahasan ..................................................... 16
BAB II
GADAI (RAHN) DALAM ISLAM...........................................
18
A. Pengertian Gadai ................................................................. 19
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
B. Dasar Hukum Gadai ............................................................ 20
C. Rukun dan Syarat Gadai ..................................................... 24
D. Hak dan Kewajiban (Rahin dan Murtahin) ......................... 28
E. Resiko kerusakan Barang Gadai ......................................... 30
F. Batasan Waktu dan Riba dalam Gadai……………...…….. 31
G. Pendapat Para Ulama Tentang pemanfaatan Barang Gadai
(Murtahin) ........................................................................... 32
H. Batalnya Akad Gadai .......................................................... 37
BAB III
PELAKSANAAN AKAD GADAI MOBIL DAN SEPEDA
MOTOR
DI
DESA
DUREN
KECAMATAN
PILANGKENCENG KABUPATEN MADIUN ....................... 39
A. Gambaran Umum Lokasi Desa Duren ................................. 39
1. Sejarah Desa Duren........................................................ 39
2. Letak Geografis Desa .................................................... 41
3. Demografis ..................................................................... 42
4. Keadaan Ekonomi .......................................................... 44
5. Agama dan Budaya ........................................................ 45
6. Pendidikan...................................................................... 46
7. Pembangunan ................................................................. 48
B. Pelaksanaan Akad Gadai Mobil dan Sepeda Motor di
Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng
Kabupaten
Madiun ................................................................................. 48
1. Latar Belakang terjadinya Gadai ................................... 48
2. Pelaksanaan Akad Gadai Mobil dan Sepeda motor ...... 49
BAB IV
ANALISIS
HUKUM
ISLAM
TERHADAP
PELAKSANAAN AKAD GADAI MOBIL DAN SEPEDA
MOTOR
DI
DESA
DUREN
KECAMATAN
PILANGKENCENG KABUPATEN MADIUN ....................... 58
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
A. Analisis Pelaksanaan Akad Gadai Mobil dan sepeda
Motor di Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng
Kabupaten Madiun............................................................... 58
B. Analisis Hukum Islam Pelaksanaan Akad Gadai Mobil
dan Sepeda Motor di desa Duren kecamatan
Pilangkenceng kabupaten Madiun ....................................... 60
BAB V
PENUTUP ...................................................................................... 66
A. Kesimpulan .......................................................................... 66
B. Saran .................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial harus senantiasa mengikuti aturan
yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. Kerena manusia sebagai makhluk
sosial, mereka akan saling membutuhkan antara satu dengan yang lain untuk
memenuhi kebutuhannya. Hal ini dapat diwujudkan dengan adanya prinsip
muamalah misalnya, tidak mempersulit, suka sama suka dan saling tolong
menolong. 1 Hubungan Individu dengan lainnya, seperti pembahasan masalah
hak dan kewajiban, harta, jual-beli, kerja sama dalam berbagai bidang, pinjam
meminjam, sewa menyewa, penggunaan jasa dan kegiatan-kegiatan lainnya
yang sangat diperlukan manusia dalam kehidupan sehari-hari, diatur dalam
fiqh mu’a>
malah. 2
malah tidak dapat
Kenyataan tolong menolong dalam bermu’a>
malah dengan cara tolong-menolong akan
ditinggalkan, karena bermu’a>
mempermudah mendapat segala kebutuhan dan dapat mempererat tali
silaturrahmi antara sesama manusia. Mu’a>
malah dalam arti luas adalah
aktivitas untuk menghasilkan duniawi menyebabkan keberhasilan masalah
ukhrawi. Mu’a>
malah juga merupakan sistem kehidupan manusia, tak
terkecuali pada dunia ekonomi. Dalam berinteraksi dengan orang lain
1
Abdur Rahman Ghazaly, Fiqih Muamalat (Jakarta: Kencana Pranada Media, 2010), 4.
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2003),1.
2
1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
manusia harus memiliki kebebasan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
secara maksimal. Namun disisi lain bagi diri manusia menempel kepentingan
dan kebutuhan orang lain yang mengharuskan bahwa seseorang harus
menyadari akan ketidakmampuannya di dalam memenuhi kebutuhannya.
Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa “kebebasan manusia
adalah kebebasan yang dibatasi oleh kebebasan orang lain”. Prinsip seperti
ini membutuhkan ajaran tersendiri agar manusia dengan sadar untuk
melakukannya. 3 Hal ini kaum muslimin dianjurkan untuk saling membantu
dan meringankan beban orang lain, dapat diwujudkan melalui jaminan
masalah utang yang menjadi beban orang lain. 4
Menurut Sayyid Sabiq, ar-rahn adalah menjadikan barang berharga
menurut pandangan syara’ sebagai jaminan utang. 5 Dalam bentuk ini pinjam
meminjam dalam hukum islam mengajurkan supaya kedua belah pihak tidak
hin yang
dirugikan. Murtahin dibolehkan menahan barang milik ra>
mempunyai nilai dan ekonomis. Dengan demikian pihak yang menahan
memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya yang diterimanya, dalam hal ini dikenal dengan istilah gadai atau
ar-rahn. 6 Para ulama sepakat bahwa ar-rahn dibolehkan tetapi tidak
3
Moch.Yazid Afandi, Geneologi Konsep Ekonomi Islam ( Yogyakarta:Jurnal Asy-Syari’ah,
2006), 28.
4
Ismail Nawawi, Fiqh Mualalah (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), 195.
5
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid III (Beirut: Dar kitab al-Arabi,1971), 153.
6
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan (Jakarta: Takzia
Institute, 1999), 213.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
diwajibkan, sebab gadai hanya bersifat jaminan saja jika kedua belah pihak
tidak saling mempercayai 7
Diperbolehkannya rahn telah diatur dalam surat al-Baqarah (2): 283
yang berbunyi:
…
“Apabila kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara
tunai), sedangkan kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka
hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang), akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai itu
menunaikan amanat (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada
Allah tuhannya”. (QS. al-Baqarah: 283)”. 8
Gadai atau rahn bukanlah merupakan suatu hal yang baru karena hal
tersebut sudah ada sejak jaman Rasulullah saw. Gadai pada masa Rasulullah
merupakan suatu kegiatan utang piutang yang murni bersifat sosial, yang
pada saat itu belum berupa sebuah lembaga formal. Sehingga aktivitas
terbaru hanya berfungsi sosial semata dan penggadai tidak berkewajiban
memberikan tambahan apapun dalam melunasinya karena itu termasuk riba.
Dalam masalah gadai, Islam telah mengaturnya seperti yang telah
diungkapkan ulama fiqh, baik mengenai rukun, syarat, dasar hukum, maupun
tentang pemanfaatan barang gadai oleh penerima gadai yang semua itu bisa
dijumpai dalam kitab-kitab fiqh. Dalam pelaksanaannya tidak menutup
kemungkinan adanya penyimpangan dari aturan yang ada. Dalam
’ berpendapat bahwa murtahin
pemanfaatan barang gadai Jumhur Fuqaha>
7
Rahmat Syafe’i, Fiqih Muamalah (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 160.
Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemah (Jakarta: Pustaka al-Fatih, 2009), 49.
8
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
tidak boleh mengambil suatu manfaat barang-barang gadaian tersebut,
sekalipun ra>
hin mengijinkannya, murtahin tidak boleh bertindak menjual,
mewakafkan atau menyewakan barang jaminan itu, karena hal ini termasuk
pada hutang yang menarik manfaat,. 9
Kegiatan Gadai yang terjadi pada masyarakat di Desa Duren
Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun sudah menjadi adat istiadat
atau tradisi, yaitu orang yang berhutang menyerahkan mobil atau sepeda
motor sebagai jaminan untuk mendapatkan pinjaman uang. Di Desa Duren
Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun berpenghasilan sebagai petani,
dan keadaan perekonomiannya tidak menentu.
Namun
dalam
prakteknya
terdapat
kejanggalan
yakni
ra>
hin
(penggadai) memberikan jaminan kepada murtahin (penerima gadai) sebuah
n, seperti mobil atau sepeda motor. Namun dalam
barang gadai disebut marhu>
sistem pembayarannya ra>
hin meninggalkan mobil atau sepeda motor sebagai
jaminan utang piutang tetapi saat pembayaran murtahin tidak memberikan
perjanjian batasan waktu untuk membayar pinjamannya dan dalam
melakukan perjanjian kedua belah pihak. Misalnya, ra>
hin meminjam uang
kepada murtahin dengan jaminan mobil atau sepeda motor, maka murtahin
hin dengan kententuan ra>
hin membayar
memberikan pinjaman uang kepada ra>
bunga atas pinjaman uang yang diberikan murtahin kepada ra>
hin 10% dari
hin belum melunasi utang
pinjamannya yang dibayar tiap bulannya. Selama ra>
yang diberikan murtahin, maka bunga tersebut menjadi uang pokok dalam
9
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 263.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
pembayarannya selain dengan jumlah uang yang diterima ra>
hin, dalam
pembayaran
utangnya
tidak
ada
batasan
waktu
sehingga
sistem
pembayarannya memberatkan ra>
hin. Apabila ra>
hin tidak dapat membayar
bunga yang dibayar tiap bulannya, maka ra>
hin dikenakan denda 10% dari
hin setiap bulannya harus
uang bunga yang dipinjamnya, sehingga ra>
membayar bunga dan dendanya. Murtahin juga menggunakan barang gadai
tersebut sebagai kebutuhan untuk dirinya sendiri, selain itu murtahin juga
hin.
memanfaatkan barang gadainya tanpa ijin penyewaan pada ra>
Berdasarkan hal ini maka penulis tertarik mengadakan penelitian, di
Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun. Maka penulis
dengan judul “Analisis Hukum Islam Terhadap Sistem Gadai Mobil dan
Sepeda Motor di Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun”.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Identifikasi masalah dilakukan untuk menjelaskan kemungkinankemungkinan cakupan masalah yang dapat muncul dalam penelitian dengan
melakukan identifikasi, maka masalah yang dapat di identifikasi dari latarbelakang diatas adalah:
1. Pelaksanaan akad gadai mobil dan sepeda motor di Desa Duren
Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun.
2. Pemanfaatan gadai mobil dan sepeda motor di Desa Duren Kecamatan
Pilangkenceng Kabupaten Madiun.
3. Hukum gadai dalam Islam.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
4. Analisis hukum Islam terhadap pelaksanaan gadai mobil dan sepeda
motor.
Dengan adanya suatu permasalahan tersebut, maka untuk memberikan
arah yang jelas dalam penelitian ini, penulis membatasi pada masalahmasalah berikut ini:
1. Pelaksanaan akad gadai mobil dan sepeda motor di Desa Duren
Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun.
2. Analisis hukum Islam terhadap pelaksanaan akad gadai mobil dan sepeda
motor.
C. Rumusan Masalah
Untuk memudahkan kajian dari jawaban diatas, maka dirumuskan
sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan akad gadai mobil dan sepeda motor di Desa
Duren Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun?
2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap pelaksanaan akad gadai mobil
dan sepeda motor di Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten
Madiun?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian
yang sudah pernah dilakukan di seputar masalah yang diteliti sehingga
terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan
pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
ada. 10Berdasarkan penulusuran peneliti, terdapat beberapa penelitian tentang
gadai yang telah dilakukan sebelumnya antara lain:
1. Penelitian dengan judul “Analisis Hukum Islam terhadap tradisi gadai
sawah di Desa Morbatoh Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang”.
Hasil dari penelitian ini mengikuti suatu tradisi yang berlaku sejak lama,
sawah yang dijadikan jaminan tersebut dikelola dan diambil manfaatnya
atau hasilnya oleh murtahin. Sedangkan menurut warga yang pernah
melakukan gadai yaitu dari pihak rahin, mengungkapkan bahwa hasil dari
sawah yang dikelola murtahin bisa melebihi dari uang pinjaman yang di
hin. 11
pinjam oleh ra>
2. Arfan
santoso
dengan
judul
“Analisis
Hukum
Islam
terhadap
pemanfaatan tanah sawah gadai untuk penanaman tembakau di Desa
Banjur Waru Kecamatan Waru Kabupaten Pamekasan”. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan praktik pemanfaatan gadai sawah yang terjadi
di Desa Banjur, mengandung unsur mas}lah}ah dan mafsadahnya untuk
perawatan tanah karena jika tidak ditanami maka sawah tersebut tidak
subur lagi atau kurang lebih manfaatnya. 12
3. Aris Darul Mutakin dengan judul “Pemanfaatan Jaminan Gadai Sawah
(Study Analisis Maslahah di Dusun Karangampel Desa Cidolog
Kecamatan Cidolog Kabupaten Ciamis Provisi Jawar Barat)”. Dalam
10
Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel, Petunjuk Teknis Perumusan skripsi (Surabaya: cet.III,
2011),.9.
11
Siti Holifah, “Analisis Hukum Islam terhadap tradisi gadai sawah di Desa Morbatoh
Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang” (skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015), 68.
12
Arfan Santoso, “Pemanfaatan Jaminan Gadai Sawah (Study Analisis Maslahah di Dusun
Karangampel Desa Cidolog Kecamatan Cidolog Kabupaten Ciamis Provisi Jawar Barat)”
(skripsi, UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2013), 87.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
penelitian ini penulis mengkaji tentang kemaslahahan dengan adanya
pemanfaatan jaminan gadai. Setelah terjadi kesepakatan, sawah
diserahkan kepada murtahin berikut dengan pemanfaatannya. 13
Sedangkan pada kajian yang dibahas pada penelitian ini berbeda
dengan yang lain, sebab penulis membahas tentang “Analisis Hukum Islam
terhadap Pelaksanaan Akad Gadai Mobil dan Sepeda Motor di Desa Duren
kecamatan Pilangkenceng Kabupatem Madiun” Dalam penelitian ini penulis
lebih memfokuskan membahas tentang pelaksanaan akad gadai dan
pemanfaatan barang gadai.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini tidak lain adalah untuk mencari jawaban ilmiah
atas masalah-masalah yang akan diteliti. Oleh karena itu, tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pelaksanaan akad gadai mobil dan sepeda motor di
Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun
2. Untuk mengetahui analisis hukum islam terhadap pelaksanaan akad gadai
mobil dan sepeda motor di Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng
Kabupaten Madiun.
13
Aris Darul Mutakin, “Pemanfaatan Jaminan Gadai Sawah (Study Analisis Maslahah di Dususn
Karangampel Desa Cidolog kecamatan Cidolog Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat)” (Tesis-IAIN Sunan Ampel, Surabaya, 2011), 136-137.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat bermanfaat dan berguna
bagi penelitian tentang gadai baik secara teoretis maupun praktis.
1. Secara Teoretis
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan rujukan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan mu’a>
malah tentang sistem gadai mobil
dan sepeda motor, hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dalam
memperluas wawasan yang berhubungan dengan gadai dan diharapkan
dapat memberikan sumbangan pemikiran yang membutuhkan pustaka
masalah mengenai gadai dalam Islam.
2. Secara Segi Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
dan informasi atau masukan yang penting bagi pembaca untuk berhatihati dalam transaksi gadai dan diharapkan sebagai bahan pelengkap dan
penyempurnaan bagi peneliti selanjutnya.
G. Definisi Operasional
Demi mendapatkan pemahaman dan gambaran yang jelas dalam
pembahasan suatu penelitian. maka peneliti perlu kiranya membatasi
sejumlah variabel yang diajukan dalam penelitian yang berjudul, “Analisis
Hukum Islam Terhadap sistem gadai mobil dan Sepeda motor di Desa Duren
Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun”. Dari permasalahan di atas
dapat disimpulkan:
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
1. Hukum Islam yang dimaksud disini yaitu ketentuan-ketentuan hukum
Islam dalam menyingkapi permasalahan gadai, mengenai sistem gadai
atau jaminan, peraturan dan ketentuan hukum Islam yang bersumber dari
al-qur’an, hadist , dan pendapat ulama sebagai pedoman bagi kehidupan
masyarakat .
2. Sistem pembayaran gadai mobil dan sepeda motor adalah Perjanjian atas
barang yang digadaikan sebagai jaminan seperti gadai mobil dan sepeda
hin kepada murtahin. Namun permasalahan
motor, yang diserahkan ra>
juga ada terhadap tidak ada kejelasan waktu dalam sistem pembayaran
gadai tersebut, sehingga semakin memberatkan ra>
hin. Karena adanya
pembayaran bunga pinjaman uang perbulannya yang diminta oleh
hin
murtahin. Jika tidak bisa membayar bunga perbulannya, maka ra>
dikenankan
denda
sehingga
memberakan
ra>
hin.
Murtahin
juga
menggunakan barang gadai tersebut sebagai kebutuhan untuk dirinya
sendiri, selain itu murtahin juga memanfaatkan dan menyewakan barang
gadainya seperti mobil dan sepeda motor kepada orang lain.
H. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Sedangkan, penelitian dapat diartikan
sebagai sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat,
membina, serta mengembangkan ilmu pengetahuan. 14 Berdasarkan hal
14
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta: UI-PRESS, 2007), 3.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
tersebut, terdapat empat kunci yang perlu diperhatikan yaitu cara ilmiah,
data, tujuan, dan kegunaan. 15
Untuk memberikan deskripsi yang baik, dibutuhkan serangkaian
langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Lokasi Penelitian
Penelitian
ini
dilaksanakan
di
Desa
Duren
Kecamatan
Pilangkenceng Kabupaten Madiun yang difokuskan pada sistem
pembayaran gadai mobil dan sepeda motor. Oleh karena itu penulis
tertarik untuk menjadikan Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng
Kabupaten Madiun, ini sebagai tempat penelitian.
2. Data yang dikumpulkan
Data yang dikumpulkan merupakan data yang perlu dihimpun
untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah yang berkaitan
dengan sistem gadai mobil dan sepeda motor di Desa Duren Kecamatan
Pilangkenceng Kabupaten Madiun.
a. Data tentang sistem pembayaran gadai mobil dan sepeda motor di
Desa Duren.
b. Data tentang pemanfaatan barang gadai mobil dan sepeda motor di
Desa Duren.
c. Data tentang teori-teori gadai yang di ambil dari buku, hasil
wawancara dan hasil penelitian terdahulu.
15
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2008), 2.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
3. Sumber Data
Ada dua sumber data yang peneliti jadikan pegangan agar dapat
memperoleh data yang kongkrit dan berkaitan dengan masalah penelitian
diatas, yaitu:
a. Sumber Data Primer
Adapun yang dimaksud dengan data primer ialah data yang
diperoleh langsung di lapangan oleh yang melakukan penelitian atau
yang memerlukannya. 16Dalam penelitian ini peneliti memperoleh data
langsung dengan cara melakukan wawancara dengan ra>
hin, murtahin,
warga sekitar dan semua pihak yang berkaitan dengan pelaksanaan
akad gadai mobil dan sepeda motor yang ada di Desa Duren
Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun.
b. Sumber Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang tidak didapatkan secara
langsung oleh peneliti tetapi diperoleh dari orang lain atau pihak lain
dan data sekunder sifatnya membantu untuk melengkapi serta
menambahkan penjelasan mengenai sumber-sumber data.
4. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah penggadai (ra>
hin) penerima gadai
(murtahin), warga sekitar dan semua pihak yang berkaitan dengan
pelaksanaan akad gadai mobil dan sepeda motor yang ada di Desa Duren
Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun.
16
Masruhan, Metodelogi Penelitian Hukum (Surabaya: Hilal Pustaka, 2013), 94.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka
penelitian tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standart data
yang
ditetapkan.
dilapangan
yang
Pengumpulan
berkaitan
data
dengan
dilakukan
masalah
secara
langsung
penelitian,
dalam
pengumpulan data tersebut peneliti menggunakan beberapa metode
sebagai berikut:
a. Observasi
Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
metode observasi ke lokasi penelitian. Observasi adalah seorang
peneliti secara langsung mengamati ke lokasi penelitian. Observasi
dilakukan untuk mengumpulkan data secara langsung, agar peneliti
mendapatkan data yang falid, baik, utuh dan akurat. Observasi
dilakukan untuk mengamati secara langsung tentang masalah
pelaksanaan akad gadai mobil dan sepeda motor di Desa Duren
Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun.
b. Wawancara
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh
pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara. 17
Dialog itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)
17
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu pendekatan praktik
Cipta, 2006), 155.
(Jakarta: PT Rieneka
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud mengadakan
wawancara, agar peneliti mengetahui hal-hal yang mendalam tentang
partisipan dalam menginterpestasikan situasi dan fenomena yang
terjadi, dimana hal ini tidak dapat ditemukan dalam observasi. 18
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang tidak
langsung ditunjukan pada subyek penelitian, namun melalui
dokumen. 19 Dalam penelitian ini dokumen dapat berupa profil desa
dan data penelitian tentang sistem gadai mobil dan sepeda motor di
Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng Kabupaten Madiun.
18
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011),
186.
19
M. Iqbal Hasan, Metodologi Penelitian dan Aplikasinya (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002), 87.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
15
5. Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data yang digunakan peneliti adalah: 20
a. Organizing
Organizing yaitu menyusun kembali data yang telah didapat
dalam penelitian yang diperlukan dalam kerangka paparan yang sudah
direncanakan dengan rumusan masalah secara sistematis.
b. Editing
Editing yaitu pemeriksaan kembali dari semua data yang
diperoleh terutama dari segi kelengkapannya, kejelasan makna,
keselarasan antara data yang ada dan relevansi dengan penelitian.
Teknik ini digunakan penulis untuk memeriksa kelengkapan data-data
yang sudah dikumpulkan dan akan digunakan sebagai sumber-sumber
studi dokumentasi.
c. Analizing
Analizing yaitu melakukan analisis data yang diperoleh dari
penelitian untuk memperoleh kesimpulan mengenai kebenaran fakta
yang ditemukan. Dengan menggunakan kaidah, teori, dan dalil, yang
akhirnya merupakan sebuah jawaban dari rumusan masalah.
6. Teknik Analisis Data
Hasil dari pengumpulan data tersebut akan dibahas dan kemudian
dilakukan analisis secara kualitatif, yaitu penelitian yang menghasilkan
20
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D…, 243-246.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
16
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan
perilaku yang dapat diamati dengan metode yang ditentukan. 21
a. Analisis Deskriptif
Tujuan dari analisis deskriptif ini adalah untuk membuat
gambaran mengenai objek penelitian secara sistematis, aktual dan
akurat mengenai fakta-fakta. Peneliti menggunakan metode ini untuk
mengetahui gambaran tentang gadai transportasi.
b. Pola pikir Deduktif
Menggambarkan prinsip umum gadai hukum Islam untuk
kemudian dideduksi untuk menganalisa praktek gadai yang terjadi di
lapangan . kesimpulan yang didapatkan tentu bersifat khusus.
I. Sistematika Pembahasan
Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini dikelompokkan
menjadi lima bab, terdiri dari sub-subab masing-masing mempunyai
hubungan dengan yang lain dan merupakan rangkaian-rangkaian yang
berkaitan. Adapun sistematikanya sebagai berikut:
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang
masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian.
Bab kedua, menjelaskan secara sistematika pembahasan mengenai
gadai (rahn) dalam Islam, dalam hal ini memuat pengertian gadai (rahn) dan
21
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial: Format-format Kuantitatif dan Kualitatif
(Surabaya: Airlangga University Press, 2001), 143.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17
dasar hukumnya, rukun dan syarat gadai, hak dan kewajiban (ra>
hin dan
murtahin), status barang gadai, resiko kerusakan barang jaminan, pendapat
para ulama tentang pemanfaatan barang gadai (murtahin), batalnya akad
gadai.
Bab ketiga, menjelaskan praktek gadai, dalam bab ini memuat
beberapa alasan meliputi: a) profil Desa Duren Kecamatan Pilangkenceng
Kabupaten Madiun yang meliputi sejarah, letak geografis, demografis,
keadaan ekonomi, agama dan budaya, pendidikan, pembangunan. b)
pelaksanaan akad gadai mobil dan sepeda motor, sistem pembayaran gadai
mobil dan sepeda motor, dampak adanya gadai mobil dan sepeda motor.
Bab keempat , menjelaskan analisis pekasanaan akad gadai mobil dan
sepeda motor, dan analisis hukum Islam pelasksanaan akad gadai mobil dan
sepeda motor.
Bab kelima, merupakan bab penutup yang terdiri dari: kesimpulan dan
saran.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
BAB II
GADAI (RAHN) DALAM ISLAM
A. Pengertian Gadai (Rahn)
Dalam istilah bahasa Arab “gadai” diistilahkan dengan “rahn” dan
dapat dinamai dengan “al habsu”. Secara etimologi artinya kata rahn berarti
“tetap atau lestari”, sedangkan “al-habsu” berarti “penahanan”. 1 Menurut
terminology syara’, al-rahn berarti:
ﻯﻯ ﹸﻯ ﻯ ﻯ
ﻯ ﻯﺀﺳﻯﹺ ﻯ
ﻯ
“Penahanan terhadap suatu barang dengan hak sehingga dapat
dijadikan sebagai pembayaran dari barang tersebut”.
Akad al-rahn dalam istilah hukum positif disebut dengan barang
jaminan, agunan, dan rungguhan. Dalam Islam al-rahn merupakan sarana
tolong menolong bagi umat Islam, tanpa adanya imbalan jasa.2 Dalam
peristilahan sehari-hari pihak yang menggadaikan disebut dengan “pemberi
gadai” dan yang menerima gadai, dinamakan “penerima atau pemegang
gadai”. 3
Gadai merupakan salah satu kategori perjanjian hutang-piutang untuk
suatu kepercayaan dari orang yang berpiutang, maka orang yang berhutang
mengadaikan barangnya menggadaikan barangnya sebagai jaminan terhadap
hutangnya itu. Barang jaminan tetap menjadi hak milik orang yang
menggadaikan tetapi dikuasai oleh penerima gadai. Praktek ini telah ada
1
Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), 139.
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 251.
3
Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam Islam…, 139.
2
18
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
19
jaman Rasulullah saw. Dan Rasulullah sendiri pernah melakukannya. Gadai
mempunyai nilai sosial yang tinggi dan dilakukan secara suka rela atas dasar
tolong menolong 4 Menurut istilah ulama fiqh sebagai berikut:
Pertama, menurut ulama Hanafiyah al-rahn adalah menjadikan barang
sebagai jaminan terhadap piutang yang dimungkinkan sebagai pembayaran
piutang baik seluruhnya ataupun sebagiannya. 5
Kedua, menurut ulama Malikiyah al-rahn adalah harta pemilik yang
dijadikan sebagai jaminan hutang yang memiliki sifat mengikat. Menurut
mereka yang dijadikan jaminan bukan hanya barang yang bersifat materi, bisa
juga barang yang bersifat maanfaat tertentu. 6 Barang yang dijadikan jaminan
tidak harus diserahkan secara tunai, tetapi boleh juga penyerahannya secara
aturan hukum, sebuah contoh sebidang tanah kosong sebagai jaminan, maka
yang dijadikan jaminan adalah sertifikat hak atas tanah tersebut. 7
Ketiga, menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah al-rahn adalah
menjadikan barang pemilik sebagai jaminan utang, yang bisa dijadikan
sebagai pembayaran utang apabila orang yang berutang tidak bisa melunasi
utangnya. 8 Pengertian al-rahn yang dikemukakan ulama Syafi’iyah ini
memberi pengertian bahwa ba\rang yang bisa dijadikan jaminan utang
hanyalah harta yang bersifat materi, tidak termasuk manfaat sebagaimana
yang dikemukakan ulama Malikiyah, meskipun sebenarnya manfaat itu
4
Muhammad Shoikul Hadi, Pegadaian Syariah (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003), 3.
r ‘ala al-Dur al-Muhtar. Vol. 5 (Beirut: Dar al-Fikr, t.t), 339.
Ibn ‘A<
bidin, Rad al-Muhta>
6
Al-Dardir, Al-Sharh al-Saghi>
r bi Sharh al-Sa>
wi Vol.3 (Mesir: Da>
r al-Ma‘a>
rif. t.t), 325.
7
Abu Azam Al Hadi, Fiqh Muamalah Kontemporer (Sidoarjo: Cahaya Intan XII, 2014), 148.
8
Khatib al-Sharbayni, Mughni al-Muhtaj, vol. 2 (Beirut: Da>
r al-Fikr, 1978), 121.
5
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
menurut ulama Syafi’iyah dan Hanabilah, termasuk dalam pengertian
kekayaan. 9ﻯ
Sebagaimana telah dijelaskan, bahwa al-rahn adalah menjadikan
barang berharga sebagai jaminan utang. Dengan begitu jaminan tersebut
berkaitan erat dengan utang piutang dan timbul dari padanya. Sebenarnya
pemberian utang itu merupakan suatu tindakan kebajikan untuk menolong
orang yang sedang dalam keadaan terpaksa dan tidak mempunyai uang dalam
keadaan kontan. Namun untuk ketenangan hati, pemberi utang memberikan
suatu jaminan, bahwa utang itu akan dibayar oleh yang berutang. Untuk
maksud itu pemilik uang boleh meminta jaminan dalam bentuk barang
berharga. 10
B. Dasar Hukum Gadai
Menyangkut perjanjian gadai ini dalam syari’at Islam dihukumkan
sebagai perbuatan jaiz atau dibolehkan, baik menurut ketentuan Al-Qur’an,
Sunnah, Ijma’ Ulama, maupun fatwa MUI. Adapun dasar hukum tentang
kebolehan gadai sebagai berikut:
9
Abu Azam Al Hadi, Fiqh Muamalah Kontemporer…, 148.
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalat (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2010), 265.
10
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
1. Dasar hukum Al-Qur’an
Allah berfirman dalam surat al-Baqarah (2): 283 yang berbunyi:
ﻯﻯﻯﻯﻯﻯﻯ ﻯﻯﻯﻯﻯﻯﻯﻯﻯ
ﻯﻯﻯﻯﻯﻯ ﻯﻯﻯﻯ ﻯﻯﻯﻯﻯ
ﻯﻯﻯﻯﻯﻯﻯﻯﻯﻯ
“ Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara
tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka
hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang
berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian
yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan
amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan
persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka
Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. 11
Dalam
ayat
ini
tidak
semua
barang
jaminan
dapat
dipegang/dikuasai oleh pemberi utang secara langsung, maka paling tidak
ada semacam pegangan yang dapat menjamin bahwa barang dalam status
al-marhun (menjadi agunan utang). Misalnya, apabila barang jaminan itu
berbentuk sebidang tanah, maka dikuasai (al-qabdh) adalah surat jaminan
tanah itu. 12
2. Dasar hukum al-sunnah
Hadis Nabi riwayat al-Bukhari ia berkata:
11
Departemen Agama, al-Qur’an dan Terjemah (Jakarta: Pustaka al-Fatih, 2009), 49.
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah…, 253
12
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
ﻯ ﻯ
ﻯﹶ ﹶﻯ ﹶ ﹶ ﻯ ﻯﺇﹺ
ﺛﹶ ﻯ ﱠ ﻯ ﻯﹶ ﻯ ﺛﹶ ﻯ ﻯ ﹾ ﻯ ﺛﹶ ﻯ ﹾﹶ
ﻯ ﹶ ﹺﻯﹶ ﹶ ﹶﻯ ﺛﹶﹺ ﻯ ﹾﹶ ﻯ ﻯ ﺋ ﹶﻯ ﺿ ﻯ ﱠ ﻯ ﻯﹶ ﱠﻯ ﹺ ﻯﺻﱠ ﻯ ﱠ ﻯ ﹶ ﻯ ﱠ ﻯ
ﻯ
ﻯ ﻯ
ﻯ
ﻯﺇﹺﹶ ﻯﹶ ﹴﻯ
ﻯ ﻯ
ﻯﻃﹶ
“Telah menceritakan kepada kami Mu'alla bin Asad telah
menceritakan kepada kami 'Abdul Wahid telah menceritakan
kepada kami Al A'masy berkata; Kami membicarakan tentang
gadai dalam jual beli kredit (Salam) di hadapan Ibrahim maka dia
berkata, telah menceritakan kepada saya Al Aswad dari 'Aisyah
radliallahu 'anha bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah
membeli makanan dari orang Yahuid yang akan dibayar Beliau
pada waktu tertentu di kemudian hari dan Beliau menjaminkannya
(gadai) dengan baju besi. (Hadist Bukhari no- 1926). 13
Dari Hadist di atas dapat disimpulkan, bahwa gadai itu boleh
dilakukan, karena nabi Muhammad saw juga pernah pernah melakukan
gadai sewaktu beliau menggadaikan baju besinya dengan makanan.
3. Dasar Hukum landasan Ijma’
Para ulama telah sepakat bahwa gadai itu boleh, dan tidak
terdengar seorang pun yang menyalahinya. 14
ﻯ,
ﹺ ﻯ ﻯ ﹾ ﹶ ﻯ) ﳌ ﲎ ﻯﻻ ﻯ
ﹺﻯ
ﹶﻯ ﹶ ﻯ
ﻯﹾ
ﻯ ﹶﹶ
ﹶ ﻯ ﻷﺶ
(ﻯ٣٦٧
ﻯ,٤ﺝﻯ
“Mengenai dalil ijma’ ummat islam sepakat (ijma’) bahwa secara
garis besar akad rahn (gadai/penjaminan utang) diperbolehkan.
Al-rahn boleh dilakukan dalam perjalanan dan dalam keadaan
hadir ditempat, asal barang jaminan itu bisa langsung dipegang/dikuasai
(al-qabdh) secara hukum oleh pemberi utang. Mereka tidak pernah
mempertentangkan kebolehannya demikian landasan hukumnya. Jumhur
13
Hadist Bukhari no- 1926
Ismail Nawawi, Fiqh Mu’amalah Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial (Jakarta: Dwiputra
Pustaka Jaya, 2010), 335.
14
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
berpendapat: Disyar’iatkan pada waktu tidak berpergian, berargumentasi
kepada perbuatan Rasulullah saw. 15
4. Dasar hukum fatwa DSN
Berdarkan fatwa DSN mempunyai ketentuan dalam gadai
diantaranya; (a) murtahin (penerima gadai) mempunyai hak untuk
menahan marhu>
n (barang) sampai semua hutang ra>
hin (yang menyerahkan
n dan manfaatnya tetap menjadi milik ra>
hin.
barang) dilunasi, (b) marhu>
n tidak boleh dimanfaatkan oleh murtahin kecuali
Pada prinsipnya, marhu>
hin, dengan tidak mengurangi nilai marhu>
n dan pemanfaatannya
seijin ra>
itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya, (c)
Pemeliharaan dan penyimpanan marhun pada dasarnya menjadi kewajiban
ra>
hin, namun dapat dilakukan juga oleh murtahin, sedangkan biaya dan
hin, (d) Besar
pemeliharaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban ra>
biaya pemeliharaan dan penyimpanan marhu>
n tidak boleh ditentukan
n, (f) Apabila jatuh
berdasarkan jumlah pinjaman, (e) penjualan marhu>
hin untuk segera melunasi, (g)
tempo, murtahin harus memperingatkan ra>
Apabila ra>
hin tetap tidak melunasi utangnya, maka marhu>
n dijual
paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah, (h) Hasil penjualan
marhu>
n digunakan untuk melunasi utang, biaya pemeliharaan dan
penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan, (i) Kelebihan
15
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah jilid 12 (Bandung: Alma’arif, 1987), 152.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
hasil penjualan menjadi milik ra>
hin dan kekurangannya menjadi
kewajiban ra>
hin. 16
C. Rukun dan Syarat Gadai
1. Rukun Gadai
Ulama fiqh berbeda pendapat dalam menetapkan rukun ar-rahn.
Menurut jumhur ulama rukun ar-rahn itu ada empat, yaitu shigat}(lafal
ija>
b dan qabu>
l), orang yang berakad (ar-ra>
hin dan al-murtahin), harta yang
n), dan utang (al-marhu>
n bih). 17 Adapun
dijadikan agunan (al-marhu>
b dan
ulama Hanafiyah berpendapat bahwa rukun al-rahn itu hanya ija>
qabu>
l. Di samping itu, menurut mereka untuk sempurna dan mengikatnya
akad rahn ini, maka diperlukan adanya al-qabd}(penguasaan barang) oleh
hin dan
pemberi utang. Adapun kedua orang yang melakukan akad (al-ra>
n) dan utang (alal-murtahin), harta yang dijadikan jaminan (al-marhu>
marhu>
n bih) menurut ulama Hanafiyah hanya termasuk syarat-syarat alrahn, bukan rukunnya.
2. Syarat-Syarat Gadai
Para ulama fiqh mengemukakan syarat-syarat al-rahn sesuai
dengan rukun al-rahn itu sendiri. Dengan demikian, syarat-syarat al-rahn
meliputi:
a. Syarat yang terkait dengan orang berakad (al-rahn dan al-murtahin)
adalah cakap bertindak hukum. Kecakapan bertindak hukum, menurut
16
Mujahidinimeis,
“Fatwa
DSN
tentang
Rahn”,
wordpress.com/2010/0503/, diakses pada tanggal 24 Mei 2016
17
Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah…,254.
dalam
http://mujahidinimeis.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
Jumhur Ulama adalah orang yang telah baligh dan berakal. Sedangkan
menurut ulama Hanafiyah kedua belah pihak yang berakad tidak
disyariatkan balihg, tetapi cukup berakal saja. Oleh karena itu,
menurut mereka anak kecil yang mumayyiz boleh melakukan akad al-
rahn asal mendapat persetujuan walinya 18
b. Syarat shighat (lafal), Ulama Hanafiyah mengatakan dalam akad itu
al-rahn tidak boleh dikaitkan dengan syarat tertentu atau dikaitkan
dengan masa yang akan datang, maka akad al-rahn sama dengan akad
jual beli. Apabila akad itu dibarengi dengan syarat tertentu atau
dikaitkan dengan masa yang akan datang, maka syaratnya batal,
sedangkan akadnya sah. Misalnya, orang yang berutang mensyaratkan
apabila tenggang waktu utang telah habis dan utang belum terbayar,
maka al-rahn itu diperpanjang satu bulan, atau pemberi utang
mensyaratkan harta agunan itu boleh ia manfaatkan. Ulama
Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah mengatakan bahwa apabila
syarat itu adalah syarat yang mendukung kelancaran itu, maka syarat
itu dibolehkan, tetapi apabila syarat itu bertentangan dengan tabiat
akad al-rahn maka syaratnya batal. Syarat yang yang dibolehkan itu,
misalnya, untuk sahnya al-rahn itu pihak pemberi utang minta agar
akad itu disaksikan oleh dua orang saksi. Sedangkan syarat yang
batal, misalnya, disyaratkan bahwa agunan itu tidak boleh dijual
18
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalat (Jakarta: Kencana Prada Media Drop, 2012), 267.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
ketika al-rahn itu jatuh tempo, dan orang yang berutang tidak mampu
membayarnya. 19
c. Syarat marhu>
n (barang yang dijadikan agunan), ialah keadaan barang
itu tidak rusak sebelum janji utang harus dibayar. 20 Menurut para
fuqaha mengenai syarat marhu>
n (Barang yang dijadikan agunan)
adalah:
1) Barang jaminan itu boleh dijual dan nilainya sesuai dengan besar
utangnya, tetapi dengan syarat sudah melewati jatuh tempo yang
telah disetujui dalam perjanjian.
2) Barang jaminan itu harus memiliki nilai dan manfaat, boleh
dimanfaaatkan dengan persetujuan orang yang menggadaikan.
Oleh
karenanya
barang-barang
yang
tidak
manfaat,
dan
membahayakan bagi kehidupan manusia, serta tidak bertentangan
Islam.
3) Barang jaminan harus jelas dan tertentu.
4) Barang jaminan adalah milik sah orang yang menggadaikan.
5) Barang jaminan itu bukan milik orang lain (masih dalam
sengketa).
6) Barang jaminan boleh diserahkan baik bendanya maupun surat
kepemilikannya. 21
19
Nasrun haroen, Fiqh Muamalah…, 255.
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), 108.
21
Abu Azam Al Hadi, Fiqh Muamalah Kontemporer…,150.
20
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
Ketika telah terjadi serah terima marhu>
n, maka status akad
rahn menjadi lazim dari pihak ra>
hin. Konsekuensi hukumnya, ra>
hin
n, dan
terikat kontrak dan tidak berhak menarik kembali marhu>
murtahin memiliki otoritas (yadd wa sultha>
nah) untuk menahan
marhu>
n di bawah kekuasaannya. 22
d. Syarat marhu>
n bih (utang), adalah hak yang diberikan rahn. Ulama
Hanafiyah memberikan beberapa syarat yaitu:
n bih hendaklah barang yang diserahkan, menurut ulama
1) Marhu>
n bih hendaklah berupa utang yang wajib
selain Hanafiyah, marhu>
diberikan kepada orang yang menggadaikan barang, baik berupa
uang ataupun berbentuk benda.
n bih memungkinkan dapat dibayar, jika marhu>
n bih tidak
2) Marhu>
dapat dibayarkan, rahn menjadi tidak sah, sebab menyalahi
maksud dan tujuan dari disyarikatkannya rahn.
n bih harus jelas, dengan demikian tidak boleh
3) Hak atas marhu>
n bih tanpa dijelaskan utang mana menjadi
memberikan dua marhu>
rahn.
Ulama Hanabilah dan Syafi’iyah memberikan tiga syarat bagi
marhu>
n bih:
1) Berupa utang yang tetap dan dapat dimanfaatkan.
2) Utang harus lazim pada waktu akad.
22
Tim Laskar Pelangi, Metodologi Fiqih Muamalah (Kediri: Lirboyo Press, 2013), 120.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
3) Utang harus jelas dan diketahui oleh ra>
hin dan murtahin. 23
Disamping syarat-syarat diatas, para ulama fiqh sepakat
menyatakan bahwa al-rahn itu baru dianggap sempurna apabila
barang yang dirahn-kan itu secara hukum sudah berada ditangan
pemberi utang, dan uang yang dibutuhkan telah diterima peminjam
uang. Apabila barang jaminan itu berupa b