PENERAPAN LEARNING CYCLE 5E DENGAN AUTHENTIC ASSESSMENT UNTUK MENINGKATKAN HASIL DAN PROSES BELAJAR MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN | Utami | Paedagogia 6357 13524 1 SM

PENERAPAN LEARNING CYCLE 5E DENGAN AUTHENTIC
ASSESSMENT UNTUK MENINGKATKAN HASIL DAN
PROSES BELAJAR MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI
KELARUTAN
Budi Utami*, Budi Hastuti, dan Sri Yamtinah

Abstrak: Tujuan penelitian ini untuk: (1) meningkatkan kualitas proses belajar siswa
melalui authentic assessment, dan (2) meningkatkan kualitas hasil belajar siswa melalui
authentic assessment. Penelitian tindakan kelas (PTK) ini dilaksanakan dua siklus.
Sumber data berasal dari guru dan siswa. Teknik pengumpulan data dengan observasi,
wawancara, tes, angket, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan menggunakan teknik
deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan authentic assessment dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa. Kualitas proses belajar
dapat dilihat dari keaktifan siswa. Capaian pada siklus I menggunakan portofolio, peta
konsep, diagram vee, dan LKS sebesar 70,11%; 63,4%; 70,l7%; 72,%; siklus II meningkat sebesar 80,13%; 73,2%; 76,73%; dan 73,8%. Kualitas hasil belajar dilihat dari hasil
tes kognitif. Capaian pada siklus I sebesar 58,97%; 72,5%; 29,17% dan 64,29%; meningkat pada siklus II sebesar 82,05%; 85%; 79,17%; dan 83,33%.
Kata kunci: learning cycle 5E, authentic assessment, kelarutan, hasil kali kelarutan
Abstract: The aims of this study are: (1) to improve the quality of student learning process
with authentic assessment and (2) to improve the quality of student learning output with
authentic assessment. This research was a classroom action research which was conducted in two cycles. Data sources are from teacher and students, and were obtained through
observation, interviews, tests, questionnaires, and documentation. The data were
analyzed using technique of qualitative descriptive. The research results shows that the

application authentic assessment can improve the quality of students' learning process
and output. The quality of learning process could be seen from student's activeness.
Achieve-ment in the first cycle using portfolios, concept maps, vee diagrams, and worksheets ie by 70.11%, 63.4%; 70, l7%, 72,%; 70.17%; 72.9%; and in the second cycle with
percentage ie by 80.13%; 73.2%; 76.73%; and 73.8%. The quality improvement of
learning output could be seen from the student's cognitive test. Achievement on the first
cycle ie by 58.97%, 72.5%, 29.17% and 64.29%, increased in the second cycle ie by
82.05%, 85%, 79.17% and 83.33%.
Keywords: learning cycle 5 E, authentic assessment, solubility, solubility product
*Alamat korespondensi: Jl. Dempo Tengah III No.8 Mojosongo, Surakarta, 57127

103

PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan faktor penting dalam menentukan masa depan dan
kelangsungan hidup suatu bangsa. Masalah pendidikan menjadi perhatian serius
bagi bangsa Indonesia mengingat pentingnya peranan pendidikan dalam kemajuan
bangsa. Oleh karena itu, pemerintah berupaya melakukan perbaikan dan pembaharuan secara bertahap dan terus-menerus
untuk membentuk sistem pendidikan. Pendidikan merupakan masalah yang kompleks, sehingga dilakukan upaya untuk
meningkatkan kualitas pendidikan mencakup berbagai bidang di antaranya peningkatan sarana dan prasarana, perubahan kurikulum dan proses belajar-mengajar, peningkatan kualitas guru, dan usaha lain dalam komponen pendidikan.
Keberhasilan proses belajar-mengajar merupakan hal utama yang diharapkan

dalam melaksanakan pendidikan di sekolah. Komponen utama dalam kegiatan belajar-mengajar adalah siswa dan guru. Dalam hal ini, siswa yang menjadi subjek belajar, bukan menjadi objek belajar. Guru
merupakan salah satu unsur di bidang kependidikan yang harus berperan serta secara aktif dan menempatkan kedudukannya
sebagai tenaga profesional, sesuai dengan
tuntutan masyarakat yang semakin berkembang. Guru tidak semata-mata sebagai
pengajar yang melakukan transfer of
knowledge, tetapi juga sebagai pendidik
yang melakukan transfer of values dan sekaligus sebagai pembimbing yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar. Berkaitan dengan ini, sebenarnya guru memiliki peranan yang sangat
kompleks di dalam proses belajar-mengajar, dalam usahanya untuk mengantarkan
siswa ke taraf yang dicita-citakan. Oleh karena itu, setiap rencana kegiatan guru harus
104

dapat didudukkan dan dibenarkan sematamata demi kepentingan anak didik, sesuai
dengan profesi dan tanggung jawabnya
(Sardiman, 2007: 125).
Kurikulum pendidikan yang diterapkan pemerintah saat ini adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
yang merupakan penyempumaan dari Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK).
KTSP adalah kurikulum operasional yang
disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Pengembangan
KTSP mengacu pada Standar Isi (SI) dan
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan

berpedoman pada panduan penyusunan
kurikulum yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP), serta
memperhatikan pertimabngan komite sekolah/madrasah (BSNP, 2006: 5). Kurikulum ini tidak lagi menggunakan pendekatan pembelajaran yang didominasi oleh
guru, tetapi siswa yang harus lebih aktif selama proses pembelajaran. Guru sebagai
pendidik harus bisa memilih metode maupun model pembelajaran yang tepat bagi
peserta didiknya, agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Pada kenyataannya, saat ini masih
banyak guru yang belum menerapkan
pembelajaran yang mengacu pada KTSP.
Pendekatan dalam pembelajaran masih
terlalu didominasi peran guru. Guru lebih
menempatkan peserta didik sebagai objek
dan bukan sebagai subjek didik. Pendidikan kita kurang memberikan kesempatan
kepada peserta didik dalam berbagai mata
pelajaran untuk mengembangkan kemampuannya (Depdiknas, 2008: 1). Akibat dari
kebiasaan tersebut siswa menjadi pasif,
kurang kreatif dalam memecahkan masalah, serta kegiatan belajar-mengajar menjadi tidak efisien dan menyenangkan sehingga hasil belajar siswa rendah.
PAEDAGOGIA, Jilid 16, Nomor 2, Agustus 2013, halaman 103 - 115

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kimia kelas XI IPA SMA Negeri

1 Kartasura pada tanggal 16 Januari 2012,
diketahui bahwa kebanyakan siswa masih
dalam memahami konsep materi kelarutan
dan hasil kali kelarutan. Hal ini dikarenakan siswa sudah terlalu banyak mendapatkan rumus-rumus pada materi sebelumnya, yakni larutan asam basa, larutan penyangga, dan hidrolisis, Selain itu, berdasarkan wawancara dengan guru terkait dengan proses belajar-mengajar, diketahui
bahwa selama ini metode yang digunakan
dalam pembelajaran hanya metode ceramah saja dan kadang-kadang melaksanakan kegiatan praktikum di laboratorium
untuk materi yang diperlukan adanya percobaan.
Di samping itu, metode yang digunakan guru adalah pemberian tugas.
Metode ini dirasa cukup efektif, tetapi kurang mengaktifkan siswa. Siswa hanya disuruh mengerjakan saja dan tidak diberi
kesempatan untuk mengungkapkan sejauh
mana pemahaman mereka terkait materi
yang telah disampaikan oleh guru, Selain
itu, siswa yang kurang memahami materi
cenderung hanya mencontoh pekerjaan teman tanpa berusaha mengerjakan sendiri.
Hal ini pula yang menyebabkan ketuntasan belajar siswa cenderung rendah, terbukti untuk materi pokok kelarutan dan
hasil kali kelarutan ketuntasan siswa hanya
38,64% untuk tahun pelajaran 2010/2011
kurang dari batas tuntas yang ditetapkan.
Hal senada juga diungkapkan deh
guru Kimia kelas XI IPA di SMA Negeri 2

Karanganyar ketika dilaksanakan wawancara pada bulan Februari 2012. Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui
bahwa sebagian besar siswa masih banyak
mengalami kesulitan belajar Kimia pada
materi pokok kelarutan dan hasil kali kelaBudi Utami dkk., Penerapan Learning Cycle 5E dengan Authentic ...

rutan terutama pada konsep perhitungan
kimia. Pada saat pembelajaran siswa hanya
diam dan mendengarkan ceramah dari guru di kelas maka lama-kelamaan siswa merasa bosan saat pelajaran berlangsung dan
cenderung berbicara sendiri dengan teman
sebangkunya dan bemain-main sendiri di
dalam kelas, misalnya menggambar di kertas, bemain dengan penggaris, dan melakukan kegiatan lainnya.
Dari data yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai rata-rata kelas XI PA
SMA Negeri 2 Karanganyar tahun pelajaran 2010/2011 sudah mencapai batas ketuntasan minimal, yaitu 70. Namun, masih ada
beberapa siswa yang belum tuntas, yaitu
44,74% untuk materi pokok kelarutan dan
hasil kali kelarutan. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh penggunaan metode yang
kurang tepat, siswa yang kurang aktif dan
kreatif dalam mengikuti pelajaran maupun adanya orientasi dari guru untuk
menghabiskan materi sesuai waktu yang

ada. Informasi yang didapat mengungkapkan bahwa proses belajar-mengajar kimia
dijumpai di SMA Negeri 2 Karanganyar
masih menggunakan metode konvensional, yaitu ceramah yang menjadikan guru
sebagai pusat kegiatan belajar-mengajar.
Siswa pada umumnya hanya mendengarkan, membaca dan menghafal informasi
yang diperoleh, sehingga konsep yang tertanam tidak kuat. Dari metode ini hasil
yang dicapai kurang maksimal dan keaktifan siswa serta potensi yang ada pada
siswa kurang terlihat.
Sementara itu, hasil observasi awal
yang dilaksanakan di kelas XI IPA SMA
Negeri 1 Kartasura pada tanggal 25 April
2012 menunjukkan bahwa keaktifan siswa
pada proses belajar-mengajar masih rendah. Selama poses belajar-mengajar, guru
hanya menggunakan metode ceramah de105

ngan sesekali memberikan contoh yang
berkaitan dengan materi pelajaran sehingga siswa cenderung pasif. Selama proses
pembelajaran berlangsung, guru kurang
melibatkan siswa, pembelajaran cenderung hanya berjalan satu arah dari guru
saja, sementara siswa hanya sebagai objek

pembelajaran.
Berbagai permasalahan di atas
merupakan masalah yang mendesak untuk
dipecahkan dengan penelitian tindakan
kelas (PTK) yang bertujuan untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas pembelajaran (Supardi & Suhardjono, 2011:
18). Dalam PTK, peneliti dan guru dapat
mengamati sendiri praktik pembelajaran
dan dapat melakukan penelitian terhadap
siswa dilihat dari segi aspek interaksinya
dalam proses pembelajaran. Peneliti dan
guru secara refleksi dapat menganalisis
dan mensintesis terhadap apa yang dilakukan di kelas. Dalam hal ini berarti dengan
melakukan penelitian tindakan kelas, pendidik dapat memperbaiki praktik pembelajaran sehingga menjadi lebih efektif (Suwandi, 2008: 12).
Penelitian yang telah dilakukan dalam jurnal berjudul lmproving Learning
and Teaching Through Action Research
menyebutkan bahwa penelitian tindakan
kelas praktis dilakukan, pembelajaran
akan berlangsung lebih terencana, dan
tujuan pembelajaran akan tercapai (Nodoushan, 2009: 212). Selain itu, juga telah
dilakukan penelitian dalam jurnal yang

berjudul Using Action Research to
Improve Educational Practices yang menyatakan bahwa action research adalah
kesempatan paling baik untuk menjadikan
sekolah sebagai tempat yang lebih baik
untuk siswa dan pendidik. Action research
akan memberikan dampak positif pada
proses pembelajaran bila siswa dan pendi106

dik terlibat aktif di dalamnya (Hendricks,
2009: 2).
Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar siswa
pada materi pokok kelarutan dan hasil kali
kelarutan melalui penelitian tindakan kelas
adalah dengan menerapkan model
pembelajaran siklus belajar 5E (learning
cycle 5E). Model ini merupakan upaya untuk meningkatkan keaktifan siswa di dalam kelas sehingga pembelajaran tidak hanya berpusat pada guru. Selain itu, penggunaan media peta konsep juga diterapkan
dengan tujuan untuk memudahkan siswa
dalam memahami konsep-konsep pada
materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.
Hasil penelitian yang berjudul

Implementasi Model Pembelajaran
Learning Cycle 5E untuk Meningkatkan
Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas IX B SMP Negeri 2 Sleman menunjukkan bahwa pembelajaran matematika menggunakan model learning cycle 5E
telah mampu membuat siswa kelas IX B
Negeri 2 Sleman memiliki kemampuan
komunikasi matematis yang baik (Agustyaningrum, 2010). Penelitian lain dengan
judul Efektivitas Pembelajaran Kimia dengan Menggunakan Media Peta Konsep
menunjukkan hasil bahwa terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang diajar dengan
menggunakan media peta konsep dan hasil
belajar tanpa media peta konsep. Hasil
belajar siswa dengan menggunakan media
peta konsep lebih tinggi daripada hasil belajar siswa tanpa media peta konsep (Rajaguguk, 2007).
Udaifi (2011) juga telah melakukan
penelitian yang menunjukkan bahwa prestasi dan keaktifan belajar siswa kelas XI
yang diajar dengan strategi pembelajaran
diagram Vee lebih tinggi daripada prestasi
dan keaktifan belajar siswa kelas XI yang
PAEDAGOGIA, Jilid 16, Nomor 2, Agustus 2013, halaman 103 - 115

diajar dengan pembelajaran konvensional.

Ozmen & Yildirim (2005) dalam jurnalnya
Effect or Work Sheets on Student’s Success: Acids and Bases Sample menjelaskan
bahwa lembar kerja merupakan bahan
pengajaran yang lebih efektif daripada
metode dan bahan pengajaran tradisional.
Meskipun metode pengajaran tradisional
memiliki pengaruh yang signifikan pada
kesalahpahaman siswa, akan tetapi metode
tersebut jauh lebih baik untuk memperbaiki kesalahpahaman siswa yang resisten
untuk diubah.
Selain itu, berdasarkan penelitian
Suardana (2007), yaitu penilaian portofolio dalam pembelajaran fisika berbasis inquari terbimbing di SMP Negeri 2 Singaraja menunjukkan bahwa penerapan penilaian portofolio dalam pembelajaran fisika
berbasis inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas VIIF SMP
N 2 Singaraja pada tahun ajar 2007/2008
pada pokok bahasan gerak dan gaya. Selain itu, respons siswa kelas VIIF SMP N 2
Singaraja pada tahun ajaran 2007/2008 terhadap penerapan penilaian portofolio dalam pembelajaran fisika berbasis inkuiri
terbimbing adalah sangat positif.
Berdasarkan latar belakang masalah dan beberapa penelitian terdahulu yang
telah diuraikan di atas maka dalam penelitian ini dilakukan penerapan siklus belajar
5E (learning cycle 5E) dengan authentic

assessment (LKS, diagram vee, peta konsep, dan portofolio) untuk meningkatkan
kualitas proses dan hasil belajar kimia pada materi pokok kelarutan dan hasiI kali
kelarutan.
METODE PENELlTIAN
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan keBudi Utami dkk., Penerapan Learning Cycle 5E dengan Authentic ...

las bersifat praktis dengan tujuan utama
untuk memecahkan masalah-masalah dalam pembelajaran yang sehari-hari dialami
oleh guru dan siswa di mana pelaksanaannya dilakukan dalam kawasan kelas atau
sekolah tujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Penelitian ini memiliki tiga
ciri pokok, yaitu: inkuiri reflektif, kolaboratif, dan reflektif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif karena sumber
data langsung berasal dari permasalahan
yang dihadapi guru atau peneliti dan data
deskripif berupa kata-kata atau kalimat.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa penelitian
deskriptif bertujuan membuat gambaran
secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan
antara fenomena yang diselidiki. Metode
deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data
yang akurat dan akan mempermudah dalam proses analisis. Solusi dari permasalahan tersebut dirancang berdasarkan kajian teori pembelajaran dan input dari lapangan (Kasbolah, 2001: 45).
Penelitian ini mengacu pada penelitian tindakan kelas berbentuk spiral dari
Kemmis & Taggart. Menurut Kemmis &
Taggart (dalam Arikunto, Suhardjono &
Supardi, 2008) terdapat empat tahapan dalam setiap siklusnya, yaitu: perencanaan,
pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Kegiatan ini disebut dengan satu siklus kegiatan pemecahan masalah. Apabila satu siklus belum menunjukkan tandatanda perubahan ke arah perbaikan (peningkatan mutu), kegiatan penelitian dilanjutkan pada siklus kedua dan seterusnya
sampai peneliti merasa puas. Siklus akan
berakhir jika hasil penelitian yang diperoleh telah memenuhi indikator keberhasilan yang ditetapkan.

107

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah tes, observasi, kajian
dokumen, wawancara, dan angket. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi: (1) tes objektif; (2) lembar observasi keaktifan siswa; (3) lembar observasi
psikomotor siswa; dan (4) angket afektif
dan keaktifan siswa.
Tes objektif dilakukan untuk mengetahui kemampuan kognitif siswa terhadap materi pokok kelarutan dan hasil kali
kelarutan yang meliputi 9 indikator kompetensi, yaitu: (1) menjelaskan pengertian
larutan tak jenuh, jenuh, dan lewat jenuh;
(2) menjelaskan kesetimbangan dalam
larutan jenuh atau larutan garam yang sukar larut; (3) menghubungkan tetapan hasil
kali kelarutan dengan tingkat kelarutan;
(4) menuliskan persamaan Ksp berbagai
zat elektrolit yang sukar larut dalam air; (5)
menghitung kelarutan suatu elektrotit yang
sukar larut berdasarkan data harga Ksp
atau sebaliknya; (6) menentukan pH larutan dari harga Ksp-nya; (7) menjelaskan
pengaruh penambahan ion senama dalam
larutan; (8) memperkirakan terbentuknya
endapan berdasarkan harga Ksp; dan (9)
menyimpulkan kelarutan suatu garam.
Angket aspek afektif digunakan
untuk mengetahui sikap siswa selama
mengikuti proses belajar-mengajar yang
meliputi indikator sikap, minat, konsep
diri, nilai, dan moral. Observasi psikomotor dilakukan untuk mengetahui keterampilan psikomotor siswa selama mengikuti
kegiatan praktikum di laboratorium. Indikator psikomotor ada 10, yaitu: (1) keterampilan memasukkan zat ke dalam tabung reaksi; (2) keterampilan mengukur
volume larutan dalam gelas ukur; (3) keterampilan memasang tabung reaksi dalam
rak tabung reaksi; (4) keterampilan menggunakan pipet tetes; (5) keterampilan
108

mengamati perubahan warna larutan; (6)
unjuk kerja antarindividu; (7) menjaga ketertiban dan kedisiplinan; (8) menjaga kerapian dan kebersihan; (9) mengambilan
kesimpulan terhadap hasil kerja yang dilakukan; dan (10) urutan kerja dalam praktikum disesuaikan dengan langkah yang ada
di dalam petunjuk praktikum.
Data berupa hasil tes, angket, observasi, dan wawancara dianalisis menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
Analisis kualitatif yang dimaksud, yaitu
analisis deskriptif dengan persentase, setiap indikator dalam soal dihitung persentasenya seberapa banyak siswa menjawab
benar kemudian dideskripsikan. Teknik
analisis kualitatif juga mengacu pada model analisis Miles & Huberman (1995: 1619) yang dilakukan dalam tiga komponen,
yaitu: reduksi data, penyajian data, penarikan simpulan dan verifikasi. Analisis data dalam penelitian tindakan kelas ini dimulai sejak awal sampai berakhirnya pengumpulan data. Pemeriksaan validitas
data menggunakan teknik triangulasi. Triangulasi atau pemeriksaan keabsahan data
dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di
luar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu
(Moleong, 1996).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Indikator keberhasilan dan kualitas
pembelajaran dapat ditentukan dari keterlibatan dan penguasaan konsep siswa dalam proses kegiatan belajar-mengajar. Keterlibatan siswa secara penuh dalam proses kegiatan belajar-mengajar akan mampu menciptakan suasana pembelajaran
yang aktif dan berpusat pada siswa (student centered learning), yaitu siswa tidak
hanya sebagai objek tetapi juga sebagai
PAEDAGOGIA, Jilid 16, Nomor 2, Agustus 2013, halaman 103 - 115

subjek dalam proses pembelajaran. Keaktifan siswa dalam proses belajar-mengajar
ini selanjutnya mendukung keberhasilan
siswa dalam mencapai ketuntasan belajar,
karena dengan terlibat aktif, siswa akan
lebih mampu memahami materi yang sedang dipelajari.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, tindakan yang dilakukan adalah dengan menerapkan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) dengan authentic assessment (LKS, diagram vee, peta
konsep, dan portofolio) pada materi pokok
kelarutan dan hasil kali kelarutan. Siklus
belajar 5E (learning cycle 5E) merupakan
strategi pembelajaran aktif (active learning) yang dalam pelaksanaannya menuntut
siswa untuk terlibat aktif selama proses
belajar-mengajar. Dalam pembelajaran
dengan learning cycle 5E siswa aktif bertanya, menjawab, mengerjakan soal ke depan, dan berdiskusi kelompok untuk memecahkan permasalahan dan menemukan
konsep sendiri bersama kelompoknya. Di
kelas XI IPA 2 SMA Negeri 2 Karanganyar
diterapkan learning cycle 5E dilengkapi
LKS. LKS dapat membantu siswa untuk
mempelajari materi dengan mudah yang
dilengkapi dengan tugas/soal-soal yang
dapat dikerjakan secara kolaboratif oleh
siswa dengan anggota kelompoknya. Sedangkan di kelas XI IPA 3 SMA Negeri 2
Karanganyar diterapkan learning cycle 5E
dengan penilaian diagram vee. Diagram
vee dapat membantu siswa mempermudah
memahami konsep-konsep secara riil melalui kegiatan praktikum di laboratorium.
Sementara itu, di kelas XI IPA 2
SMA Negeri 1 Kartasura diterapkan learning cycle 5E dengan penilaian portofolio.
Penilaian portofolio diberikan untuk memperoleh informasi menyeluruh tentang
proses dan hasil belajar siswa. Dalam meBudi Utami dkk., Penerapan Learning Cycle 5E dengan Authentic ...

nilai portofolio siswa pada penelitian ini
ada tiga aspek, yaitu nilai kognitif yang
meliputi nilai postes dan ulangan harian,
nilai tugas terstruktur dan nilai perilaku
harian, yaitu keaktifan sisiwa dan hasil observasi. Dengan adanya penilaian portofolio ini, siswa lebih temotivasi untuk mengerjakan tugas dengan sebaik-baiknya.
Di kelas XI IPA 1 SMA Negeri 1 Kartasura
diterapkan learning cycle 5E disertai peta
konsep. Peta konsep dalam hal ini dapat
membantu siswa untuk mempermudah
memahami konsep-konsep yang ada dalam materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Dengan keterampilan menyusun peta konsep, siswa menjadi lebih mengerti
konsep-konsep yang ada sekaligus arti hubungan antarkonsep yang ditemukanuya.
Berdasarkan observasi, angket, tes,
dan wawancara yang telah dilakukan selama proses pembelajaran, penerapan siklus
belajar 5E (learning cycle 5E) dengan
authentic assessment (LKS, diagram vee,
peta konsep, dan portofofio) dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar kimia materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan. Proses belajar yang dimaksud adalah keaktifan siswa selama
proses pembelajaran, sedangkan hasil belajar yang dimaksud adalah ketuntasan belajar siswa pada prestasi belajar kognitif.
Selain prestasi belajar kognitif, hasil
belajar yang dinilai adalah aspek afektif
atau sikap siswa terhadap pembelajaran
dan keterampilan psikomotor siswa dalam
melaksanakan kegiatan praktikum di
laboratorium. Penilaian aspek afektif dan
psikomotor ini dilakukan untuk memberikan informasi kepada guru terkait sikap
siswa dan penilaian keterampilan siswa
selama proses pembelajaran.
Keaktifan siswa dinilai berdasarkan angket keaktifan yang diberikan kepa109

da siswa pada tiap akhir siklus. Selain itu,
juga dilakukan observasi keaktifan siswa
selama kegiatan belajar-mengajar berlang-

sung. Diagram batang ketercapaian keaktifan siswa siklus I dan siklus II berdasarkan observasi dapat dilihat pada Gambar 1.

100
80
Siklus I
Siklus II

60
40
20
0

LKS

Diagram Vee
Portofolio
Authentic Assessment

Peta Konsep

Gambar 1. Diagram Ketercapaian Keaktifan Siswa Siklus I dan Siklus II
Berdasarkan Observasi
Berdasarkan pengamatan yang
terangkum dalam Gambar 1, setelah dilakukan tindakan pada siklus I dan siklus II
untuk materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan, keaktifan siswa semakin meningkat, yaitu siswa aktif dalam mengikuti
kegiatan belajar-mengajar. Hal ini ditunjukkan dengan kesediaan siswa untuk bertanya, menjawab, aktif berdiskusi, maupun menulis jawaban soal di depan tanpa
harus ditunjuk oleh guru. Data hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan capaian keaktifan siswa dari siklus I menuju siklus II.
Capaian keaktifan siswa melalui penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E)
dengan authentic assessment (LKS, diagram vee, peta konsep, dan portofolio) berturut-turut pada siklus I adalah 72,9%;
70,2%; 63,4%, dan 70,1% dan meningkat
pada siklus II menjadi 73,8%; 76,7%;
73,2%; dan 80,1%.
Peningkatan persentase keaktifan
siswa dalam pembelajaran disebabkan
oleh beberapa faktor. Salah satu faktor
yang menyebabkan peningkatan keaktifan
siswa adalah metode yang digunakan da110

lam proses pembelajaran. Penerapan
learning cycle 5E berbasis konstruktivisme, sehingga menuntut siswa untuk aktif
berdiskusi bersama anggota kelompoknya
karena siswa dituntut untuk menemukan
konsep sendiri.
Pada tahap exploration, siswa yang
belum memahami materi dituntut untuk
berani bertanya dan pada tahap exploration siswa dituntut untuk berani menjelaskan hasil diskusi di depan teman-temannya. Pada tahap berikutnya, yaitu elaboration guru memberikan penguatan terhadap
konsep yang telah dibangun oleh siswa
berdasarkan diskusi kelompok. Tahap ini
merupakan tahap ketika siswa banyak bertanya kepada guru maupun menyampaikan
pendapatnya terkait konsep yang mereka
bangun pada saat diskusi kelompok,
sehingga tidak terjadi miskonsepsi antara
siswa dengan guru.
Pada siklus II, pembentukan kelompok dilakukan secara heterogen, dalam
tiap kelompok terdapat siswa yang pandai
dan kurang pandai. Pembentukan kelompok didasarkan hasil tes kognitif siswa
pada siklus I. Hal ini membuat siswa maPAEDAGOGIA, Jilid 16, Nomor 2, Agustus 2013, halaman 103 - 115

kin berani bertanya kepada temannya yang
lebih pandai dan semakin termotivasi untuk berani menyampaikan pendapat maupun mengerjakan soal di depan kelas.
Kualitas hasil belajar siswa yang
dinilai pada penelitian ini, yaitu prestasi
belajar siswa yang meliputi aspek kognitif,
afektif, dan keterampilan psikomotor siswa, Aspek kognitif yang dimaksud adalah

ketuntasan belajar siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Tes aspek
kognitif dilaksanakan dua kali, yaitu di
akhir siklus I dan siklus II. Tes kognitif
yang diberikan berupa soal pilihan ganda.
Perbandingan hasil analisis tes kognitif
siswa siklus I dan siklus II pada materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan
dapat dilihat pada Gambar 2.

100
80
Siklus I
Siklus II

60
40
20
0

LKS

Diagram Vee
Portofolio
Authentic Assessment

Peta Konsep

Gambar 2. Diagram Ketuntasan Belajar Siswa Siklus I dan Siklus II
Dilihat dari hasil belajar siswa,
yaitu ketuntasan belajar (prestasi belajar
kognitif), yang disajikan dalam Gambar 2
di atas dapat dinyatakan bahwa penerapan
siklus belajar 5E (learning cycle 5E) dapat
meningkatkan kualitas hasil belajar. Berdasarkan wawancara dengan guru, ketuntasan belajar siswa pada materi pokok
kelarutan dan hasil kali kelarutan sebelum
tindakan masih rendah. Data hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan capaian ketuntasan siswa dari siklus I menuju siklus II.
Capaian ketuntasan siswa melalui penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E)
dengan authentic assessment (LKS, diagram vee, peta konsep, dan portofolio) berturut-turut pada siklus I adalah 64,3%;
29,2%; 72,5%; dan 59,0% dan meningkat
pada siklus II menjadi 83,3%; 79,2%,
85,0%, dan 82,1%.
Budi Utami dkk., Penerapan Learning Cycle 5E dengan Authentic ...

Peningkatan hasil ini dikarenakan
oleh penerapan strategi pembelajaran yang
lebih fokus pada siklus II. Pembentukan
kelompok secara heterogen membuat siswa semakin berani untuk bertanya dan berpendapat maupun mencoba menyelesaikan soal di depan kelas. Materi yang disampaikan khusus untuk indikator kompetensi yang belum mencapai target sehingga
membuat siswa semakin memahami materi pelajaran. Selain itu, pada siklus II peneliti lebih banyak melakukan latihan soal
kepada siswa, sehingga siswa lebih memahami materi.
Selain prestasi kognitif siswa, aspek afektif dan keterampilan psikomotor
siswa juga dinilai pada penelitian ini. Angket aspek afektif digunakan untuk memberi informasi kepada guru mengenai sikap siswa selama mengikuti proses belajar-mengajar yang meliputi indikator sikap, minat, konsep diri, nilai, dan moral.
111

Observasi psikomotor dilakukan untuk
memberikan informasi mengenai keterampilan psikomotor siswa selama kegiatan
praktikum di laboratorium.

Hasil capaian aspek afektif siswa
yang diukur berdasarkan angket afektif
yang diberikan kepada siswa di akhir
siklus I dan siklus II dapat dilihat pada
Gambar 3.

85
80
Siklus I
Siklus II

75
70
65

LKS

Diagram Vee
Portofolio
Authentic Assessment

Peta Konsep

Gambar 3. Diagram Ketercapaian Aspek Afektif Siswa Siklus I dan Siklus II
Secara umum, hasil penilaian aspek afektif siswa pada kelas XI IPA 1 dan
XI IPA 3 SMA Negeri 2 Karanganyar sudah cukup baik. Demikian juga untuk hasil
penilaian aspek afektif siswa di kelas XI
IPA 1 dan XI IPA 2 SMA Negeri 1 Kartasura. Dari data yang disajikan pada Gambar 3 di atas dapat diketabui adanya peningkatan capaian aspek afektif siswa melalui penerapan siklus belajar 5E (learning
cycle 5E) dengan authentic assessment
LKS, diagram vee, peta konsep, dan portofolio pada siklus II.
Penilaian aspek keterampilan psikomotor siswa pada pembelajaran materi

pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan
siklus II hanya dinilai, pada penerapan
siklus belajar 5E (learning cycle 5E) dengan learning cycle peta konsep dan portofolio. Hal ini dikarenakan pelaksanaan
praktikum hanya dilakukan di dua kelas
tersebut. Untuk penerapan siklus belajar
5E (learning cycle 5E) dengan authentic
assessment LKS dan diagram vee tidak
dilaksanakan praktikum pada siklus II.
Adapun hasil capaian persentase aspek
psikomotor siswa yang diukur berdasarkan
hasil observasi keterampilan siswa melaksanakan praktikum di laboratorium pada
siklus II dapat dilihat Gambar 4.

Authentic Assessment

100
80

Siklus I
Siklus II

60
40
20
0

Portofolio

Peta Konsep

Gambar 4. Diagram Ketercapaian Aspek Psikomotor Siswa Siklus I dan Siklus II
112

PAEDAGOGIA, Jilid 16, Nomor 2, Agustus 2013, halaman 103 - 115

Aspek afektif siswa yang diukur
meliputi indikator sikap, minat, konsep
diri, nilai, dan moral. Pengukuran aspek
afektif ini berdasrakan angket yang diisi
oleh siswa di tiap akhir siklus. Dari segi
aspek afektif siswa yang dinyatakan dalam
Gambar 4, ketercapaian rata-rata siswa
melalui penerapan siklus belajar 5E
(learning cycle 5E) dengan authentic
assessment (LKS, diagram vee, peta konsep, dan portofolio) berturur-turut pada siklus I adalah 72,8%; 80,6%; 75,8%; dan
75,8% dan meningkat pada siklus II menjadi 73,8%, 84,3%; 78,9%; dan 77,6%.
Sementara itu, untuk penilaian keterampilan psikomotor melalui penerapan
siklus belajar 5E (learning cycle 5E) dengan authentic assessment (LKS, diagram
vee, peta konsep, dan portofolio) hanya
dilakukan pada siklus I di kelas XI IPA 1
dan XI IPA 3 SMA Negeri 2 Karanganyar
Hal ini dikarenakan, sesuai hasil refleksi
siklus I untuk 2 kelas tersebut, pelaksanaan
tindakan siklus II lebih difokuskan pada
pendalaman materi dan pemberian latihan
soal; sedangkan di kelas XI IPA 1 dan XI
IPA 2 SMA Negeri 1 Kartasura dilakukan
penilaian baik pada siklus I maupun pada
siklus II. Hal ini dikarenakan, pelaksanaan
tindakan siklus II di 2 kelas tersebut memerlukan kegiatan praktikum di laboratorium, sehingga siklus kembali dinilai keterampilan psikomotor siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan
psikomotor siswa melalui penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) dengan
authentic assessment (peta konsep dan
portofolio) juga mengalami peningkatan
capaian dari siklus I menuju siklus II.
Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa
ketercapaian rata-rata keterampilan psikomotor siswa melalui penerapan learning
cycle 5E disertai peta konsep pada siklus I
Budi Utami dkk., Penerapan Learning Cycle 5E dengan Authentic ...

adalah 74,3% dan meningkat pada siklus II
menjadi 80,9%. Sementara itu, untuk penilaian portofolio ketercapaian pada siklus I
sebesar 69,7% dan meningkat menjadi
88,5% pada siklus II.
Secara umum, hasil capaian persentase aspek afektif dan keterampilan psikomotor siswa untuk materi kelarutan dan
hasil kali kelarutan sudah cukup baik terbukti dengan angka capaian yang cukup
tinggi seperti yang telah diuraikan di atas.
Penelitian tindakan kelas dapat
dikatakan berhasil apabila masing-masing
indikator yang diukur telah mencapai
target yang ditetapkan. Menurut Mulyasa
(2005: 131), kualitas pembelajaran dapat
dilihat dari proses dan hasil. Penelitian ini
dapat dikatakan berhasil karena masingmasing indikator proses dan hasil belajar
siswa yang diukur telah mencapai target
yang ditetapkan. Dari hasil tindakan dan
pembasahan dapat ditarik kesimpulan
bahwa penerapan siklus belajar 5E
(learning cycle 5E) dengan authentic
assessment (LKS, diagram vee, peta konsep, dan portofolio) dapat meningkatkan
kualitas proses dan hasil belajar materi
pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Penerapan siklus belajar 5E (learning cycle 5E) dengan authentic assessment
(LKS, diagram vee, portofolio, dan peta
konsep) dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar pada materi kelarutan
dan hasil kali kelarutan. Kualitas proses
belajar dapat dilihat dari keaktifan siswa.
Persentase capaian pada siklus I dengan
menggunakan LKS, diagram vee, portofolio, dan peta konsep berturut-turut adalah
72,9%; 70,17%; 70,11%; 63,4%; dan terjadi peningkatan pada siklus II dengan per113

sentase capaian berturut-turut adalah
73,8%, 76,73%; 80,13%; dan 73,2%. Di
lain pihak, kualitas hasil belajar dapat dilihat dari hasil tes kognitif. Persentase capaian pada siktus I dengan menggunakan
LKS, diagram vee, portofolio, dan peta
konsep berturut-turut adalah 64,29%;
29,17%; 58,97%; 72,5%; dan terjadi peningkatan pada siklus II dengan persentase
capaian berturut-turut adalah 83,33%,
79,17%; 82,05%; dan 85%.

Dari segi aspek afektif siswa, ketercapaian rata-rata siswa berturut-turut pada
siklus I adalah 72,8%; 80,6%; 75,8%; dan
75,8% dan meningkat pada siklus II menjadi 73,8%, 84,3%, 78,9%; dan 77,6%. Sementara itu, ketercapaian rata-rata keterampilan psikomotor siswa melalui penerapan learning cycle 5E disertai peta konsep pada siklus I adalah 74,3% dan meningkat pada siklus II menjadi 80,9%. Sedangkan untuk penilaian portofolio ketercapaian pada siklus I sebesar 69,7% dan
meningkat menjadi 88,5% pada siklus II.

DAFTAR PUSTAKA
Agustyaningrum, N. 2010. “Implementasi Model Pembelajaran Learning Cycle 5E untuk
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas IXB SMP Negeri
2 Sleman”, dalam Skripsi tidak dipublikasikan, Jurusan Matematika FMIPA,
Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Arikunto, S.; Suhardjono; & Supardi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi
Aksara.
BSNP. 2006. Panduan Penyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta.
Depdiknas. 2008. Sistem Penilaian KTSP. Jakarta: Direktorat Pendidikan Menengah
Umum Depdiknas.
Hendricks, C. 2009. “Using Action Research to Improve Educational Practices”, dalam
Journal of Curriculum and Instruction, 3 (1), 1-6.
Kasbolah, K. 2001. Penelitian Tindakan Kelas. Malang: Universitas Negeri Malang.
Miles, M.B. & Huberman, A.M. 1995. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press.
Moleong, L.J. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyasa. 2005. Implementasi Kurikulum Berbasis 2004. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nodoushan, M.A.S. 2009. Improving Learning and Teaching Through Action Research.
Iran: English Department University of Zanjan, 211-222.
Ozmen, H. & Yildirim, N. 2005. “Effect of Work Sheets on Student's Success: Acids and
Bases Sample”, dalam Journal of Turkish Science Education.
Rajagukguk, S. 2007. Efektivitas Pembelajaran Kimia dengan Menggunakan Media Peta
Konsep. 71 -75.

114

PAEDAGOGIA, Jilid 16, Nomor 2, Agustus 2013, halaman 103 - 115

Sardiman, A.M. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Suardana, I.K. 2007. “Penilaian Portofolio dalam Pembelajaran Fisika Berbasis Inquasi
Terbimbing di SMP Negeri 2 Singaraja”, dalam Jurnal Penelitian dan
Pengembangan Pendidikan 1(2), 122-134.
Supardi & Suhardjono. 2011. Strategi Menyusun Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta:
Andi.
Suwandi, S. 2008. “Penelitian Tindakan Kelas dan Penulisan Karya Ilmiah”, dalam Modul
Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (PLPG) Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13,
Surakarta.
Udaifi, A.R. 2011. “Perbedaan Prestasi dan Keaktifan Belajar antara Siswa Kelas XI
Sekolah Menengah Atas An-Nur Bululawang Malang yang Diajar dengan Strategi
Diagram Vee dan Konvensional pada Materi Pokok Koloid Tahun Ajaran
2010/2011”, dalam Skripsi tidak dipublikasikan, Jurusan Kimia FMIPA, Universitas Negeri Malang.

Budi Utami dkk., Penerapan Learning Cycle 5E dengan Authentic ...

115

Dokumen yang terkait

PENGARUH PENILAIAN FORMATIF DENGAN FEEDBACK TERHADAP PROSES DAN HASIL BELAJAR PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN.

3 8 38

Pengaruh Pembelajaran Learning Cycle (Lc) dengan Inkuiri Terhadap Hasil Belajar Kimia Materi Pokok Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Siswa SMA Muhammadiyah Gubug.

0 0 1

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN JOYFUL LEARNING BERBANTUAN MODUL SMART-INTERAKTIF PADA HASIL BELAJAR MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN.

0 0 2

PENGEMBANGAN MODUL KIMIA BERBASIS LEARNING CYCLE 5E UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA KELAS XI PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN.

0 0 18

IMPLEMENTASI SIKLUS BELAJAR 5E (LEARNING CYCLE 5E) DISERTAI DENGAN HANDOUT UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN KELAS XI IPA 3 SMA AL-ISLAM 1 SURAKARTA IMPLEMENTASI SIKLUS

0 0 21

PENERAPAN SIKLUS BELAJAR (LEARNING CYCLE) 5E DISERTAI DIAGRAM VEE UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PROSES DAN HASIL BELAJAR PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN DI SMAN 2 KARANGANYAR TAHUN PELAJARAN 2011/ 2012.

0 1 17

PENERAPAN SIKLUS BELAJAR 5E (LEARNING CYCLE 5E) DENGAN PENILAIAN PORTOFOLIO UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PROSES DAN HASIL BELAJAR PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN SISWA KELAS XI IPA 2 SMA NEGERI 1 KARTASURA TAHUN PELAJARAN 2011/2012.

0 0 6

PENERAPAN SIKLUS BELAJAR 5E (LEARNING CYCLE 5E) DISERTAI PETA KONSEP UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PROSES DAN HASIL BELAJAR KIMIA PADA MATERI KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN KELAS XI IPA SMA NEGERI 1 KARTASURA TAHUN PELAJARAN 2011/2012.

0 0 8

IMPLEMENTASI SIKLUS BELAJAR 5E (LEARNING CYCLE 5E) DISERTAI DENGAN HANDOUT UNTUK MENINGKATKAN MOTIVASI BERPRESTASI DAN PRESTASI BELAJAR SISWA PADA MATERI POKOK KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN KELAS XI IPA 3 SMA AL-ISLAM 1 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2012

0 0 6

KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN

3 17 14