329 BANGUNAN RUMAH TAHAN GEMPA DI INDONESIA

(1)

BANGUNAN RUMAH TAHAN GEMPA DI INDONESIA

Sufriyadi, Vito Briyandono, Bobby Faizal G, Yayi Diyah Ayu Palupi, Sandhi Harby Vidista, Nunung Elahayati, Zelvin Praditya I, Luthfia Maula H, Evi Yunimiartiningsih

Universitas Islam Indonesia email: 12511085@students.uii.ac.id

ABSTRAK

Gempa bumi merupakan fenomena alam yang tidak dapat dihindari, tidak dapat diprediksi kapan terjadi dan besarnya, dan akan menyebabkan kerugian bagi properti dan kehidupan bagi daerah menderita dalam waktu yang relatif singkat. Konsep perumahan adalah bangunan tahan gempa yang dapat bertahan keruntuhan akibat getaran gempa, serta memiliki fleksibilitas untuk meredam getaran. Pada prinsipnya pada dasarnya ada dua, yaitu pengurangan kekakuan struktural dan fleksibilitas.

Kata kunci: Gempa bumi, konsep bangunan tahan gempa

ABSTRACT

Earthquakes are a natural phenomenon that can not be avoided, can not be predicted when it happened and magnitude, and would cause losses for both property and life for the a fflicted area in a relatively short time. Residential concept is earthquake resistant buildings that can survive the collapse due to earthquake vibrations, as well as having the flexibility to dampen vibration. In principle there are basically two, namely the reduction of structural rigidity and flexibility.

Keywords: Earthquakes, concept is earthquake resistant buildings

PENDAHULUAN

Gempa Bumi merupakan suatu fenomena alam yang tidak dapat dihindari, tidak dapat diramalkan kapan terjadi dan besarnya, serta akan menimbulkan kerugian baik harta maupun jiwa bagi daerah yang ditimpanya dalam waktu relatif singkat

Menurut ‘Teori Pelat Tektonik’, para ahli geologi mengasumsikan bahwa dunia terdiri dari beberapa lempengan yang mengambang, dimana masing-masing lempengan tersebut bergerak pada arah yang berlainan sehingga tabrakan/tumbukan antara dua atau lebih dari lempengan tersebut tidak dapat dihindari, dimana lempeng yang kuat akan melengkung ke atas, itulah peristiwa terjadinya ‘pegunungan’, sedangkan lempeng yang lemah akan terdesak ke bawah atau patah, peristiwa terjadi ‘jurang’.

Pada peristiwa tabrakan/tumbukan tersebut akan terjadinya gesekan antara dua atau lebih lempengan yang mengakibatkan adanya pelepasan ‘energi’ yang besar sekali, yang berpengaruh pada daerah-daerah yang lemah pada lempengan tersebut.


(2)

Bila daerah lemah berada di daerah puncak, akan terjadi ‘letusan gunung api’ yang diawali dengan adanya ‘gempa vulkanik’. Pada daerah di bawah, bila terjadi patahan pada lempengan, akan terjadi peristiwa ‘gempa tektonik’.

Filosofi Bangunan Tahan Gempa adalah sebagai berikut yaitu :

a. Bila terjadi Gempa Ringan, bangunan tidak boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non-struktural (dinding retak, genting dan langit-langit jatuh, kaca pecah, dsb) maupun pada komponen strukturalnya (kolom dan balok retak, pondasi amblas, dsb). b. Bila terjadi Gempa Sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan pada komponen

non-strukturalnya akan tetapi komponen struktural tidak boleh rusak.

c. Bila terjadi Gempa Besar, bangunan boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non-struktural maupun komponen strukturalnya, akan tetapi jiwa penghuni bangunan tetap selamat, artinya sebelum bangunan runtuh masih cukup waktu bagi penghuni bangunan untuk keluar/mengungsi ketempat aman.

Di dunia ini, berdasarkan hasil pencatatan tentang gempa-gempa tektonik yang terjadi, terdapat 3 (tiga) Jalur Gempa Bumi, dimana Indonesia dilalui oleh 2 (dua) jalur tersebut.

a. Jalur Sirkum Pasific ( Circum Pacific Belt )

Antara lain melalui daerah-daerah Chili, Equador, Caribia, Amerika Tengah, Mexico, California, Columbia, Alaska, Jepang, Taiwan, Philipina, Indonesia (Sulawesi Utara, Irian), Selandia Baru, dan negara-negara Polinesia.

b. Jalur Trans Asia ( Trans Asiatic Belt )

Antara lain melalui daerah-daerah Azores, Mediterania, Maroko, Portugal, Italia, Rumania, Turki, Irak, Iran, Afganistan, Himalaya, Myanmar, Indonesia (Bukit Barisan, Lepas pantai selatan P. Jawa, Kep. Sunda Kecil, Maluku).

c. Jalur Laut Atlantic ( Mid-Atlantic Oceanic Belt )

Antara lain melalui Splitbergen, Iceland dan Atlantik Selatan.

Pembagian Jalur ‘Gempa Bumi’ di Indonesia dibagi menjadi 6 wilayah gempa


(3)

Pengukuran Kekuatan ‘Gempa Bumi’

Terdapat 2 (dua) besaran yang biasa dipakai untuk mengukur kekuatan gempa bumi : 1) Magnitude ( M )

Yaitu suatu ukuran dari besarnya energi yang dilepaskan oleh Sumber Gempa (hypocenter). Skala yang biasa dipakai adalah Skala Magnitude dari Richter.

2) Intensitas Gempa ( MMI )

Yaitu besar kecilnya getaran permukaan di tempat bangunan berada. Skala Intensitas dibuat berdasarkan pengamatan manusia terhadap derajat kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa terhadap bangunan. Skala Intensitas yang biasa digunakan adalah Skala Intensitas dari Mercalli yang telah dimodifikasi. Acuan yang dipergunakan di indonesia yaitu SNI – 03 - 1726 - 2002 (revisi) tentang “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung”.

Rumah yang dibangun oleh masyarakat tanpa direncanakan dan dilaksanakan oleh para akhli pembangunan. Indonesia telah mempunyai peraturan gempa yang modern. Dalam membuat peraturan tersebut para ahli telah mempelajari berbagai sumber dan besaran gempa yang pernah terekam, disertai kedalaman dan jenis patahan batuan. Seluruh masukan ini telah diolah secara probabilitas untuk menghasilkan peta gempa Indonesia yang mempunyai 6 wilayah, dimana dalam hal ini dianut prinsip resiko yang seragam untuk seluruh wilayah. Tingkat resiko yang diambil sudah mengikuti standar internasional, yaitu besaran gempa yang diambil adalah gempa 500 tahunan, dengan kemungkinan terlampaui 10% selama umur gedung 50 tahun. Dalam falsafah peraturan ini, suatu gedung tidak boleh roboh ketika terkena gempa kuat, meskipun strukturnya bisa rusak.

Ketika terkena gempa sedang, strukturnya bisa mengalami kerusakan ringan – namun dapat diperbaiki dengan mudah – tetapi elemen non struktural seperti pasangan bata, langit-langit, kaca bisa saja rusak.

Lingkungan masyarakat yang ada dewasa ini pada umumnya sudah wajib mengerti tentang teknik gempa, namun para masyarakat masih banyak tidak mengadopsi peraturan yang ada. Padahal berbagai asosiasi profesi telah seringkali menyebar-luaskan pengetahuan ini lewat seminar, simposium, dsb. Karena sebagian besar konstruksi di Indonesia menggunakan beton bertulang. Selain pengetahuan tahan gempa untuk gedung, berbagai panduan untuk membuat rumah tinggal tambahan sederhana juga telah tersedia.


(4)

METODE

Konsep hunian tahan gempa adalah bangunan yang dapat bertahan dari keruntuhan akibat getaran gempa, serta memiliki fleksibilitas untuk meredam getaran. Prinsipnya pada dasarnya ada dua, yaitu kekakuan struktur dan fleksibilitas peredaman.

a. Prinsip dasar kekakuan strukur rumah

Prinsip kekakuan struktur rumah menjadikan struktur lebih solid terhadap goncangan. Terbukti, struktur kaku seperti beton bertulang jika dibuat dengan baik dapat meredam getaran gempa dengan baik. Hal ini berarti perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh struktur yang dibuat pada saat pembangunan agar dapat lebih kuat dan lebih kaku.

Kekakuan struktur dapat menghindarkan kemungkinan bangunan runtuh saat gempa terjadi. Kolom-kolom dan balok pengikat harus kuat dan ditopang oleh pondasi yang baik pula.

b. Prinsip flexibilitas

Adanya kemungkinan struktur bangunan dapat bergerak dalam skala kecil, misalnya dengan menggunakan prinsip hubungan rol pada tumpuan-tumpuan beban. Yang dimaksud dengan roll adalah jenis hubungan pembebanan yang dapat bergerak dalam skala kecil untuk meredam getaran.

c. Prinsip penggunaan bahan material yang ringan dan “kenyal”

Prinsip penggunaan bahan material yang ringan dan “kenyal”, yaitu menggunakan bahan

-bahan material ringan yang tidak lebih membahayakan jika runtuh dan lebih ringan sehingga tidak sangat membebani struktur yang ada. Contohnya : struktur kayu dapat menerima perpindahan hubungan antar kayu dalam skala gempa sedang.

d. Prinsip massa yang terpisah-pisah

Prinsip massa yang terpisah-pisah, yaitu memecah bangunan dalam beberapa bagian menjadi struktur yang lebih kecil sehingga struktur ini tidak terlalu besar dan terlalu panjang karena jika terkena gempa harus meredam getaran lebih besar.

Prinsip dasar dari bangunan tahan gempa adalah membuat seluruh struktur menjadi satu kesatuan sehingga beban dapat ditanggung dan disalurkan bersama-sama dan proporsional. Bangunan juga harus bersifat daktail, sehingga dapat bertahan apabila mengalami perubahan bentuk akibat gempa.

e. Kesatuan Struktur ( Struktur Atap, struktur dinding, struktur pondasi )

Prinsip dasar dari bangunan tahan gempa adalah membuat seluruh struktur menjadi satu kesatuan sehingga beban dapat ditanggung dan disalurkan bersama-sama dan proporsional. Bangunan juga harus bersifat daktail, sehingga dapat bertahan apabila mengalami perubahan bentuk akibat gempa.


(5)

Gambar 2. Konsep sambungan antara kolom dan balok yang benar f. Pondasi

Pondasi merupakan bagian dari struktur yang paling bawah dan berfungsi untuk menyalurkan beban ke tanah. Untuk itu pondasi harus diletakkan pada tanah yang keras. Kedalaman minimum untuk pembuatan pondasi adalah 6- – 75 cm. Lebar pondasi bagian bawah 0,4 m, sedangkan lebar bagian atas pondasi 0,3 m. Seluruh pekerjaan pasangan batu gunung ini menggunakan adukan campuran 1 semen : 4 pasir. Pasangan batu gunung untuk pondasi dikerjakan setelah lapisan urug dan aanstamping selesai dipasang.Pondasi juga harus mempunyai hubungan yang kuat dengan sloof. Hal ini dapat dilakukan dengan pembuatan angkur antara sloof dan pondasi dengan jarak 1 m. Angkur dapat dibuat dari besi berdiameter 12 mm dengan panjang 20 -25 cm.

Gambar 3. Hubungan yang kuat antara pondasi dan sloof. g. Beton

Beton yang digunakan untuk beton bertulang dapat menggunakan perbandingan 1 semen : 2 pasir : 3 kerikil. Air yang digunakan adalah ½ dari berat semen (FAS 0,5). Mutu yang diharapkan dapat tercapai dari perbandingan ini adalah 150 kg/cm2

h. Cetakan beton (bekisting)

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembuatan cetakan beton adalah sbb :

1) Pemasangan bekisting harus kokoh dan kuat sehingga tahan terhadap getaran yang ditimbulkan pada saat pengecoran.


(6)

2) Setiap selesai pemasangan, harus diteliti ulang baik kekuatan maupun bentuknya. 3) Cetakan beton terbuat dari bahan yang baik sehingga mudah pada saat dilepaskan tanpa

mengakibatkan kerusakan beton.

4) Bekisting boleh dibuka setelah 28 hari. Selama beton belum mengeras harus dilakukan perawatan beton (curing).

i. Beton bertulang

Beton bertulang merupakan bagian terpenting dalam membuat rumah menjadi tahan gempa. Pengerjaan dan kualitas dari beton bertulang harus sangat diperhatikan karena dapat melindungi besi dari pengaruh luar, misalnya korosi. Para pekerja atau tukang suka menganggap remeh fungsinya. Penggunaan alat bantu seperti molen atau vibrator sangat disarankan untuk menghasilkan beton dengan kualitas tinggi.

Untuk membuat struktur beton bertulang (balok,sloof,dan ring balk) menjadi satu kesatuan system pengakuran yang baik dan penerusan tulangan harus dilakukan dengan baik. Tulangan yang digunakan untuk beton bertulang mempunyai diameter minimum Æ10 mm dengan jarak sengkang bervariasi.

Secara garis besar beton bertulang dapat dibagi 2, kolom dan balok. Ukuran-ukuran beton bertulang yang digunakian adalah :

1) Sloof = 15 cm x 20 cm

2) Kolom utama = 15 cm x 15 cm 3) Kolom praktis = 13 cm x 13 cm 4) Ring balok = 13 cm x 15 cm 5) Balok kuda-kuda = 13 cm x 15 cm

HASIL DAN PEMBAHASAN

Beberapa Batasan dalam Perencanaan dan Pelaksanaan yaitu:

a. Denah Bangunan


(7)

Gambar 4. Jenis denah rumah tinggal

Gambar 5. Jenis bentuk denah rumah tinggal


(8)

Atap Bangunan

Konstruksi atap harus menggunakan bahan yang ringan dan sederhana

Gambar 7. Perbedaan atap yang baik dan kurang baik

Pondasi

Sebaiknya tanah dasar pondasi merupakan tanah kering, padat, dan merata kekerasannya. Dasar pondasi sebaiknya lebih dalam dari 45 cm.

Gambar 8. Detail pondasi

Pondasi sebaiknya dibuat menerus keliling bangunan tanpa terputus. Pondasi dinding penyekat juga dibuat menerus. Bila pondasi terdiri dari batukali maka perlu dipasang balok pengikat/sloof sepanjang pondasi tersebut.


(9)

Gambar 10. Pondasi Umpak

Gambar 11. Pondasi tiang kayu

Gambar 12. Pondasi setempat beton bertulang

Bangunan Rangka Bambu Dengan dinding gedek atau anyaman bambu


(10)

Gambar 14. Detail potongan rangka bambu

Gambar 15. Detail Potongan Bangunan Rangka Bambu


(11)

Gambar 17. Konstruksi Lantai Panggung


(12)

Gambar 19. Bangunan rangka kayu


(13)

Gambar 21. Sistim rangka pemikul kayu dengan dinding pengisi bata dan detail hubungan dinding bata dengan kusen

Adukan untuk Tembok Bata Merah atau Batako 1. Untuk Dinding

1 PC : ½ KP : 5 Pasir (baik sekali) 1 Kapur : 1 Semen merah : 3 Pasir 1 Kapur : 5 Trass

2. Pondasi

1 Kapur : 4 trass

1 PC : ½ Kapur : 5 Pasir

1 Kapur : 1 Semen merah : 3 Pasir

Semua kayu yang dipergunakan harus kering dan diawetkan menurut persyaratan pengawetan kayu. Panjang paku yang dipergunakan harus minimum 2.5 kali tebal kayu yang terkecil.


(14)

Gambar 22. Kuda-kuda Papan Paku

KESIMPULAN

Gempa Bumi merupakan suatu fenomena alam yang tidak dapat dihindari, tidak dapat diramalkan kapan terjadi dan besarnya, serta akan menimbulkan kerugian baik harta maupun jiwa bagi daerah yang ditimpanya dalam waktu relatif singkat

a. Bila terjadi Gempa Ringan, bangunan tidak boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non-struktural (dinding retak, genting dan langit-langit jatuh, kaca pecah, dsb) maupun pada komponen strukturalnya (kolom dan balok retak, pondasi amblas, dsb).

b. Bila terjadi Gempa Sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan pada komponen non-strukturalnya akan tetapi komponen struktural tidak boleh rusak.

c. Bila terjadi Gempa Besar, bangunan boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non-struktural maupun komponen strukturalnya, akan tetapi jiwa penghuni bangunan tetap selamat, artinya sebelum bangunan runtuh masih cukup waktu bagi penghuni bangunan untuk keluar/mengungsi ketempat aman.

REFERENSI

1. Ir. Teddy Boen, “ Manual Bangunan Tahan Gempa ”, Yayasan Lembaga Penyelidikan

Masalah Bangunan, Bandung.

2. Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, “ Pedoman Teknik Perencanaan dan

Pembangunan Perumahan Desa Tahan Gempa ”, Bandung 1979.

3. Ir. Murdiati Munandar, Dipl.E.Eng., “Bangunan Tahan Gempa di Lokasi Mitigasi, Liwa, Lampung Barat ”, Jurnal Penelitian Puslitbang Permukiman, Bandung, 2000.

4. Ir. Murdiati Munandar, Dipl.E.Eng. “ Ketentuan Dinding Tembok di Wilayah Gempa “, Buletin Pengawasan, LIPI, 2001.


(15)

5. Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, “ Bamboo In Indonesia ”

6. Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, “ Peraturan Konstruksi Kayu

Indonesia ”.

7. Standar Nasional Indonesia 03 – 1726 –2002 (revisi), “ Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Gedung ”, 2002.

8. Ir. R.B.Tular (alm), “Perencanaan Bangunan Tahan Gempa”, Yayasan Lembaga

Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung, Agustus, 1984.

9. IAEE Committee, “Guidelines for Earthquake Resistant Non-Engineered Construction”, Tokyo, Oktober, 1986


(1)

Prosiding Pengabdian Seminar Nasional seri 6 "Menuju Masyarakat Madani dan Lestari"

Gambar 14. Detail potongan rangka bambu


(2)

Gambar 17. Konstruksi Lantai Panggung


(3)

Prosiding Pengabdian Seminar Nasional seri 6 "Menuju Masyarakat Madani dan Lestari"


(4)

Gambar 21. Sistim rangka pemikul kayu dengan dinding pengisi bata dan detail hubungan dinding bata dengan kusen

Adukan untuk Tembok Bata Merah atau Batako 1. Untuk Dinding

1 PC : ½ KP : 5 Pasir (baik sekali) 1 Kapur : 1 Semen merah : 3 Pasir 1 Kapur : 5 Trass

2. Pondasi

1 Kapur : 4 trass

1 PC : ½ Kapur : 5 Pasir

1 Kapur : 1 Semen merah : 3 Pasir

Semua kayu yang dipergunakan harus kering dan diawetkan menurut persyaratan pengawetan kayu. Panjang paku yang dipergunakan harus minimum 2.5 kali tebal kayu yang terkecil.


(5)

Prosiding Pengabdian Seminar Nasional seri 6 "Menuju Masyarakat Madani dan Lestari"

Gambar 22. Kuda-kuda Papan Paku

KESIMPULAN

Gempa Bumi merupakan suatu fenomena alam yang tidak dapat dihindari, tidak dapat diramalkan kapan terjadi dan besarnya, serta akan menimbulkan kerugian baik harta maupun jiwa bagi daerah yang ditimpanya dalam waktu relatif singkat

a. Bila terjadi Gempa Ringan, bangunan tidak boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non-struktural (dinding retak, genting dan langit-langit jatuh, kaca pecah, dsb) maupun pada komponen strukturalnya (kolom dan balok retak, pondasi amblas, dsb).

b. Bila terjadi Gempa Sedang, bangunan boleh mengalami kerusakan pada komponen non-strukturalnya akan tetapi komponen struktural tidak boleh rusak.

c. Bila terjadi Gempa Besar, bangunan boleh mengalami kerusakan baik pada komponen non-struktural maupun komponen strukturalnya, akan tetapi jiwa penghuni bangunan tetap selamat, artinya sebelum bangunan runtuh masih cukup waktu bagi penghuni bangunan untuk keluar/mengungsi ketempat aman.

REFERENSI

1. Ir. Teddy Boen, “ Manual Bangunan Tahan Gempa ”, Yayasan Lembaga Penyelidikan

Masalah Bangunan, Bandung.

2. Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, “ Pedoman Teknik Perencanaan dan

Pembangunan Perumahan Desa Tahan Gempa ”, Bandung 1979.


(6)

9. IAEE Committee, “Guidelines for Earthquake Resistant Non-Engineered Construction”, Tokyo, Oktober, 1986