00 oasis pemotongan pemungutan pph revisi 2013 full versi mobile

OASIS
Pemotongan/Pemungutan PPh
REVISI 2013

UNTUK KEPENTINGAN DINAS
TIDAK DIPERJUALBELIKAN

OASIS PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN PPh
Edisi Revisi
Cetakan I - Jakarta
Direktorat Peraturan Perpajakan II, Direktorat Jenderal Pajak. 2013

SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmatNya Direktorat Jenderal Pajak semoga selalu diberikan kekuatan dan
petunjuk untuk dapat melaksanakan tugas menghimpun penerimaan
negara dari sektor pajak dengan penuh tanggung jawab.

Direktorat Jenderal Pajak diberikan amanat dan kepercayaan yang
sangat besar oleh Pemerintah dan DPR untuk menghimpun penerimaan

negara dari sektor pajak hampir mencapai Rp1.000 triliun. Porsi
penerimaan tersebut ada yang bersumber dari penerimaan PPh orang
pribadi dan badan, penerimaan PPN dan pajak lainnya, serta penerimaan
dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh.
Sebagai pihak yang diberikan amanat oleh Undang-Undang PPh
untuk melakukan pemotongan dan/atau pemungutan serta penyetoran
PPh yang terutang, para Pemotong atau Pemungut PPh perlu dibekali
buku panduan yang singkat tetapi komprehensif mengenai tata cara
pemenuhan hak dan kewajiban perpajakannya.

Kami menyambut baik diterbitkannya buku Oasis Pemotongan
dan Pemungutan PPh edisi revisi ini, dengan harapan buku ini dapat
memberikan manfaat yang besar dan tak lupa kami sampaikan ucapan
terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Pemotong atau
Pemungut PPh yang telah ikut membantu tugas Direktorat Jenderal
Pajak dalam mengamankan penerimaan negara.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Jakarta,


November 2013

Direktur Jenderal Pajak,

A. Fuad Rahmany

oasis pemotongan/pemungutan PPh

iii

PENGANTAR DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN II
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Menjelang akhir tahun 2011, Direktorat Jenderal Pajak telah
menerbitkan buku panduan pemotongan dan/atau pemungutan PPh
bagi para pihak yang telah ditunjuk sebagai Pemotong/Pemungut PPh
yaitu buku “Oasis Pemotongan/Pemungutan PPh”. Sambutan dari para
pemangku kepentingan yang sangat membutuhkan buku tersebut
sangat positif. Hal ini dapat tercermin dari tingginya permintaan akan
buku tersebut baik yang berbentuk buku maupun e-book yang dapat

diunduh secara gratis di situs Direktorat Jenderal Pajak.

Seiring dengan berjalannya waktu, ada beberapa ketentuan
perpajakan yang mengalami perubahan atau ada ketentuan perpajakan
yang sifatnya baru. Ketentuan yang mengalami perubahan antara lain
ketentuan mengenai besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan
ketentuan mengenai PPh Pasal 22. Sedangkan ketentuan yang sifatnya
baru adalah pengenaan PPh inal sebesar 1% (satu persen) terhadap
Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar.
Dampak dari adanya perubahan peraturan maupun peraturan
baru tersebut adalah perlu dilakukan penyesuaian terhadap simulasi
penghitungan pemotongan atau pemungutan PPh yang terdapat dalam
buku “Oasis Pemotongan/Pemungutan PPh”. Hal yang cukup mendasar
adalah ketentuan mengenai Surat Keterangan Bebas bagi Wajib Pajak
yang peredaran brutonya tidak melebihi Rp4,8 milyar yang diatur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.

Semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi para
Pemotong/Pemungut PPh dalam melaksanakan seluruh kewajiban
perpajakannya dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan yang

berlaku sehingga kepatuhan Wajib Pajak diharapkan juga akan semakin
meningkat.

Penghargaan saya sampaikan kepada segenap pegawai Direktorat
Peraturan Perpajakan II dan pegawai di unit lainnya serta pihak-pihak
lain yang telah ikut berkontribusi dalam penyusunan buku ini, semoga
usaha yang telah dilakukan akan memberikan manfaat bagi Direktorat
Jenderal Pajak.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta,

November 2013

Direktur Peraturan Perpajakan II,

P.M. John L. Hutagaol

iv

oasis pemotongan/pemungutan PPh


DAFTAR ISI
SAMBUTAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK

iii

PENGANTAR DIREKTUR PERATURAN PERPAJAKAN II

iv

DAFTAR ISI

v

PPh Pasal 4 ayat (2)

1

PENJELASAN UMUM


1

1.

Bunga Deposito dan Tabungan Lainnya

3.

Bunga Simpanan yang Dibayarkan Koperasi kepada Anggota Orang Pribadi 4

2.
4.
5.
6.
7.
8.

9.

2


Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara

3

Hadiah Undian

4

Transaksi Saham

5

Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

6

Persewaan Tanah dan/atau Bangunan

11


Jasa Konstruksi

9

Dividen yang Diterima atau Diperoleh Orang Pribadi Dalam Negeri

12

10. Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu

12

1.

Jasa Pelayaran Dalam Negeri

17


3.

Jasa Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri

18

1.

PPh Pasal 21 bagi Pegawai

21

3.

PPh Pasal 21 bagi Peserta Kegiatan

PPh Pasal 15
2.

17


Jasa Penerbangan Dalam Negeri

18

PPh Pasal 21
2.
4.
5.

20

PPh Pasal 21 bagi Penerima Uang Pensiun yang Dibayarkan Berkala

23

PPh Pasal 21 bagi Bukan Pegawai

24


24

PPh Pasal 21 bagi Penerima Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,

Tunjangan Hari Tua, Dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus

26

PPh Pasal 22

29

PPh Pasal 23

32

PPh Pasal 26

37

Kewajiban Penyetoran dan Pelaporan

oasis pemotongan/pemungutan PPh

39

v

DAFTAR ISI
SOAL JAWAB

41

Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan

41

Pasal 4 ayat (2)

01. Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan yang Dilakukan Antara Dua

41

Wajib Pajak Orang Pribadi

41

Pelaksanaan Pembangunan

42

02. Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan kepada Pemerintah Guna
03. Pengalihan Hak atas Tanah dan/atas Bangunan kepada Pemerintah Guna

Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang Memerlukan
Persyaratan Khusus

04. Pengalihan BTS

05. Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
06. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB)
Persewaan Tanah dan/atau Bangunan

07. Penentuan Jumlah Bruto Nilai Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
08. Pihak Penyewa Merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang Tidak

43

44

45

47

49

49

Ditunjuk Sebagai Pemotong PPh

50

Sebagai Pemotong PPh

51

Pengelola Gedung yang Gedung yang Bukan Merupakan Pemilik

52

09. Pihak Penyewa Merupakan Wajib Pajak Orang Pribadi yang Ditunjuk
10. Service Charge yang Dibayarkan kepada Pemilik Gedung Melalui
11. Sewa Rumah Kos

12. Sewa Tanah dan/atau Bangunan yang Disewakan Kembali

54

55

13. Persewaan Tanah dan/atau Bangunan dengan Bentuk Bagi Hasil

56

14. Bunga Simpanan Koperasi

57

Bunga Simpanan Koperasi dan Dividen

15. Dividen yang Dibayarkan oleh Perusahaan yang Belum Go Public kepada

57

Wajib Pajak Orang Pribadi

61

Wajib Pajak Orang Pribadi

63

16. Dividen yang Dibagikan oleh Perusahaan yang Go Public kepada
17. Pengeluaran Untuk Pemegang Saham

64

Bunga Deposito, Tabungan, dan Sertiikat Bank Indonesia

66

18. Dividen Interim

vi

oasis pemotongan/pemungutan PPh

65

DAFTAR ISI
19. Bunga Tabungan

66

21. Penghasilan yang Diterima oleh Bukan Subjek Pajak

68

23. SKB Dana Pensiun

69

20. Bagi Hasil Bank Syariah

67

22. Diskonto Sertiikat Bank Indonesia

69

Hadiah Undian

70

24. Hadiah Undian Berupa Uang Tunai

70

Bunga Obligasi

72

25. Hadiah Undian Berupa Rumah

71

26. Bunga Obligasi yang Diperoleh Wajib Pajak Badan

72

27. Bunga Obligasi yang Diperoleh Perusahaan Reksadana

74

28. Jasa Konstruksi yang Dilakukan oleh Badan Usaha

75

Usaha Jasa Konstruksi

75

29. Penyetoran Kekurangan Pembayaran PPh yang Bersifat Final atas
Usaha Jasa Konstruksi

77

30. Usaha Jasa Konstruksi oleh Wajib Pajak Orang Pribadi

79

31. Pelaksanaan Konstruksi Menara Telekomunikasi

81

33. Jasa Perbaikan Jaringan Listrik

84

32. Jasa Instalasi Listrik oleh Pengusaha Konstruksi yang Bersertiikasi

83

34. Jasa Konstruksi oleh BUT

86

35. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013

87

37. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013

90

36. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013

88

38. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013

92

PPh Pasal 15

93

Jasa Pelayaran oleh Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri

93

39. Penghasilan atas Jasa Pelayaran dan Sewa Kapal Floating Storage

Oloading (FSO)

93

kepada Perusahaan Pelayaran Lain

94

40. Penghasilan atas Sewa Kapal yang Dilakukan oleh Perusahaan Pelayaran
41. Pembayaran Dana Public Service Obligation (PSO)

96

Jasa Pelayaran oleh Perusahaan Pelayaran Luar Negeri

97

42. Jasa Pelayaran oleh Perusahaan Pelayaran Luar Negeri

oasis pemotongan/pemungutan PPh

97

vii

DAFTAR ISI
Jasa Penerbangan oleh Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri

43. Carter Pesawat oleh Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri
44. Penghasilan Sewa Kapal Tanpa Awak Kepada BUT

45. Penghasilan Sewa Kapal Tanpa Awak Kepada Selain BUT

98

98

99

100

46. Penghasilan atas Sewa Kapal yang Bersandar di Anjungan Lepas Pantai

101

Pegawai Ekspatriat yang Berstatus Wajib Pajak Luar Negeri

103

PPh Pasal 21/26

47. Pegawai Ekspatriat yang Berada di Indonesia Kurang dari Time Test
Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan
Jaminan Hari Tua

48. Uang Pesangon yang Dibayarkan Sekaligus

49. Uang Pesangon yang Dibayarkan Secara Bertahap

50. Uang Pesangon yang Dialihkan kepada Pihak Ketiga
Hadiah dan Penghargaan
51. Hadiah Kuis

103
103

105

105

106

108

110

110

52. Hadiah Kejuaraan Olahraga

111

53. Pedagang Pengumpul

113

55. Pengecualian Pengenaan PPh Pasal 22 Impor

115

57. Impor oleh K3S

116

PPh Pasal 22
54. Impor

56. Barang Bawaan Penumpang

Penjualan BBM, BBG, dan Pelumas

113

114

115

117

58. Penjualan BBM, BBG, dan Pelumas

117

59. Penjualan Baja

118

Penjualan Hasil Produksi oleh Industri Tertentu
60. Penjualan Semen

61. Penjualan Farmasi

119

120

62. Pembelian Barang oleh BUMN Tertentu

121

63. Penjualan Apartemen Sangat Mewah

122

64. Jasa Kepelabuhanan

124

Penjualan Barang yang Tergolong Sangat Mewah
PPh Pasal 23/26

viii

oasis pemotongan/pemungutan PPh

122
124

DAFTAR ISI
65. Jasa Perantara/Keagenan

125

66. Jasa Perhotelan

125

67. Jasa Penyediaan Tenaga Kerja dengan Status Tenaga Kerja sebagai
Karyawan Pengguna Jasa

127

Karyawan Penyedia Jasa

128

68. Jasa Penyediaan Tenaga Kerja dengan Status Tenaga Kerja sebagai
69. Jasa Angkutan

130

70. Jasa Penunjang Bidang Pertambangan Selain Migas

130

72. Pemotongan PPh terkait Kontrak Karya

134

73. Sewa Kendaraan Umum

135

71. Sewa Tangki Timbun BBM

133

Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan Harta

135

74. Sewa Tower/Menara Komunikasi

136

75. License Number Pada Produk Software

137

Royalti

137

Bunga

139

76. Bunga Pinjaman

139

Dividen

140

77. Dividen yang Diterima oleh Badan

140

78. Hadiah Perlombaan

143

80. Listing Fee

145

81. Pembayaran Dividen ke Luar Indonesia

146

83. Pembayaran Jasa ke Luar Negeri

148

Hadiah

143

79. Komisi Penjualan

144

Pembayaran Dividen ke Luar Negeri dan Penjualan Harta

146

82. Penjualan Saham yang Dimiliki Wajib Pajak Luar Negeri

147

Daftar Peraturan

oasis pemotongan/pemungutan PPh

151

ix

DAFTAR PERATURAN

1

SOAL JAWAB

PENJELASAN UMUM

Penjelasan Umum

Pajak Penghasilan (PPh) merupakan pajak yang terutang atas
penghasilan, antara lain penghasilan dari gaji, penghasilan dari laba
usaha, penghasilan berupa hadiah, dan penghasilan berupa bunga.
Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterimanya dalam 1
(satu) tahun pajak.

PPh yang terutang dalam 1 (satu) tahun pajak harus dilunasi
pembayarannya oleh Wajib Pajak dan Undang-Undang Pajak Penghasilan
telah mengatur cara pelunasan PPh yang terutang oleh Wajib Pajak, yaitu
dengan cara membayar sendiri dan melalui pemotongan/pemungutan
yang dilakukan oleh pihak lain. Apapun cara pelunasannya, baik
membayar sendiri maupun melalui pemotongan/pemungutan oleh
pihak lain, Wajib Pajak diharapkan dapat memahami dengan tepat
cara menghitung PPh yang terutang, bagaimana pembayarannya, dan
mekanisme pelaporan PPh yang telah dibayar tersebut.
PPh yang dipotong dan/atau dipungut melalui pihak lain lebih dikenal
dengan istilah PPh Potput. Sesuai ketentuan dalam Undang-Undang
PPh, PPh Potput terdiri atas PPh Pasal 4 ayat (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal
21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, dan PPh Pasal 26.
Objek PPh Potput terdiri atas berbagai macam penghasilan, antara
lain penghasilan dari pekerjaan, pemberian jasa, sewa bangunan, dan
dividen.

PPh Pasal 4 ayat (2)
PPh Pasal 4 ayat (2) merupakan salah satu cara pelunasan pajak dalam
tahun berjalan melalui pemotongan/pemungutan dan/atau penyetoran
sendiri pajak yang bersifat inal atas penghasilan tertentu yang diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Objek PPh Pasal 4 ayat (2) yang telah diatur antara lain adalah:
1. Bunga Deposito dan Tabungan Lainnya

oasis pemotongan/pemungutan PPh

1

PENJELASAN UMUM

SOAL JAWAB

DAFTAR PERATURAN

a. Objek PPh yang bersifat inal adalah bunga deposito, bunga
tabungan lainnya, dan diskonto Sertiikat Bank Indonesia (SBI).
b. Besarnya PPh yang bersifat inal yang dipotong adalah 20% dari
jumlah bruto, sebagaimana ditunjukkan dalam bagan di bawah
ini:
Objek Pajak

Bunga Deposito/Bunga
Tabungan/Diskonto SBI

Subjek Pajak

Tarif

WP Dalam Negeri dan
BUT

20 %

WP Luar Negeri

20% atau sesuai tarif
P3B

c. Yang tidak dipotong PPh yang bersifat inal adalah:
1) bunga dari deposito/tabungan/SBI sepanjang jumlah
deposito/tabungan/SBI tidak lebih dari Rp7.500.000,00 dan
bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
2) bunga diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang
didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di
Indonesia;

3) bunga deposito/tabungan/diskonto SBI yang diterima atau
diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari
sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana
Pensiun;
4) bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam
rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana,
kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat
sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan
ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.
d. Pembebasan PPh yang bersifat inal dapat diberikan dengan
penerbitan Surat Keterangan Bebas atas penghasilan berupa
bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI yang diterima
atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari
sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun
dan perubahannya.

2

oasis pemotongan/pemungutan PPh

DAFTAR PERATURAN

SOAL JAWAB

PENJELASAN UMUM

e. Peraturan yang terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat
(2) atas penghasilan berupa bunga deposito/bunga tabungan/
diskonto SBI adalah:
» Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000;
» Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK.04 /2001;

» Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-01/PJ/2013.
2. Bunga Obligasi dan Surat Utang Negara
a. Objek PPh yang bersifat inal adalah Bunga Obligasi, berupa
imbalan yang diterima pemegang Obligasi dalam bentuk bunga
dan/atau diskonto. Obligasi adalah surat utang dan surat utang
negara, yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan.
b. Diskonto negatif atau rugi pada saat penjualan Obligasi dapat
diperhitungkan dengan penghasilan bunga berjalan.
c. Skema tarif pemotongan PPh yang bersifat inal dan dasar
pengenaan pajak atas penghasilan berupa Bunga Obligasi adalah
sebagai berikut:
Bunga Obligasi

(surat utang dan surat utang negara, yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan )

Bunga dgn Kupon

Diskonto dgn Kupon

jumlah bruto
bunga sesuai
dengan masa
kepemilikan
Obligasi

selisih lebih harga
jual atau nilai
nominal di atas
harga perolehan
Obligasi, tidak
termasuk bunga
berjalan

Diskonto
tanpa Bunga

selisih lebih harga
jual atau nilai
nominal di atas
harga perolehan
Obligasi

15 % Final Bagi WPDN dan BUT
20 % Final atau P3B bagi WPLN selain BUT

Diskonto dan/atau
Bunga WP Reksadana

selisih lebih harga jual
atau nilai nominal di
atas harga perolehan
Obligasi
dan/atau
jumlah bruto bunga
sesuai dengan masa
kepemilikan Obligasi

0 % Final utk 2009 s.d 2010
5 % Final utk 2011 s.d 2013
15 % Final utk 2014 dst

d. Tidak dilakukan pemotongan PPh bersifat inal atas bunga
obligasi yang diterima oleh:

oasis pemotongan/pemungutan PPh

3

PENJELASAN UMUM

SOAL JAWAB

DAFTAR PERATURAN

1) Wajib Pajak dana pensiun yang pendirian atau
pembentukannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, dan
2) Wajib Pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang
bank luar negeri di Indonesia.
e. Peraturan yang terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat
(2) atas penghasilan berupa Bunga Obligasi adalah:
» Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2009;
» Peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2011
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 7/PMK.011/2012.

3. Bunga Simpanan yang Dibayarkan Koperasi kepada Anggota
Koperasi Orang Pribadi
a. Objek PPh yang bersifat inal adalah bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di Indonesia kepada
anggota koperasi orang pribadi.
b. Besarnya tarif pemotongan PPh yang bersifat inal adalah:
☞ 0% (nol persen)


untuk bunga simpanan sampai dengan
Rp240.000,00 (dua ratus empat puluh ribu rupiah)
per bulan.

10%
(sepuluh untuk bunga simpanan lebih dari Rp240.000,00
persen)
(dua ratus empat puluh ribu rupiah) per bulan.

c. Peraturan yang terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat
(2) atas penghasilan berupa bunga simpanan yang dibayarkan
koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi adalah:
» Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2009;
» Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.03/ 2010.
4. Hadiah Undian
a. Objek PPh yang bersifat inal adalah hadiah undian, dengan nama
dan dalam bentuk apa pun.
b. Tarif pemotongan PPh yang bersifat inal adalah 25% dari jumlah
bruto hadiah undian dan dipotong oleh penyelenggara undian.

4

oasis pemotongan/pemungutan PPh

DAFTAR PERATURAN

SOAL JAWAB

PPh Pasal 4 ayat (2) atas
Penghasilan dari Hadiah Undian

PENJELASAN UMUM

25 % dari jumlah bruto Hadiah
Undian

c. Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat
(2) atas penghasilan berupa hadiah undian adalah Peraturan
Pemerintah Nomor 132 Tahun 2000.
5. Transaksi Saham
a. Objek PPh yang bersifat inal adalah penghasilan dari penjualan
saham di bursa.
b. Tarif pemungutan PPh yang bersifat inal adalah 0,1% dari jumlah
bruto nilai transaksi penjualan saham.
c. Khusus untuk transaksi penjualan saham pendiri berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1) transaksi penjualan saham pendiri dikenakan tambahan
PPh dengan tarif 0,5% (setengah persen) dari nilai saham
perusahaan pada saat penutupan bursa di akhir tahun 1996;
2) dalam hal saham perusahaan diperdagangkan di bursa efek
setelah 1 Januari 1997, maka nilai saham pendiri ditetapkan
sebesar harga saham pada saat penawaran umum perdana;
3) Penyetoran tambahan PPh atas saham pendiri dilakukan oleh
emiten atas nama pemilik saham pendiri:
a) selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah ditetapkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 (tanggal 29
Mei 1997), apabila saham perusahaan telah diperdagangkan
di bursa efek sebelum Peraturan Pemerintah Nomor 14
Tahun 1997 ditetapkan;
b) selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah saham tersebut
diperdagangkan di bursa, apabila saham perusahaan baru
diperdagangkan di bursa efek pada saat atau setelah
Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1997 ditetapkan
(tanggal 29 Mei 1997);
d. Wajib Pajak yang memilih untuk memenuhi kewajiban PPhnya
tidak berdasarkan angka 3), atas penghasilan dari transaksi
penjualan saham pendiri dikenakan PPh sesuai dengan tarif
umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-undang
PPh.

oasis pemotongan/pemungutan PPh

5

PENJELASAN UMUM

SOAL JAWAB

DAFTAR PERATURAN

e. Dengan demikian tarif pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas
penghasilan dari transaksi penjualan saham di Bursa Efek adalah
sebagai berikut:
☞ 0,1 % x Nilai transaksi penjualan saham
☞ tambahan 0,5% x nilai saham perusahaan
pada saat penutupan bursa di akhir tahun
PPh Pasal 4 ayat (2) atas
1996; atau
Transaksi
Penjualan
☞ tambahan 0,5% x nilai saham pada saat
Saham di Bursa Efek
penawaran umum perdana dalam hal
saham perusahaan diperdagangkan di bursa
efek setelah 1 Januari 1997

f. Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2)
atas penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa adalah:
» Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun
1997;
» Keputusan Menteri Keuangan Nomor 282/KMK.04/ 1997.

6. Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan
a. Objek PPh yang bersifat inal adalah penghasilan dari pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan meliputi penjualan, tukarmenukar, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan
hak, lelang, hibah, atau cara lain yang disepakati.
b. Tarif PPh yang bersifat inal atas pengalihan hak atas tanah dan/
atau bangunan:
1) selain Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan sebesar 5% dari jumlah
bruto nilai pengalihan tersebut;
2) bagi Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan
hak atas tanah dan/atau bangunan:

a) 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan
untuk pengalihan Rumah Sederhana dan Rumah Susun
Sederhana; dan
b) 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan untuk
pengalihan lainnya.

6

oasis pemotongan/pemungutan PPh

DAFTAR PERATURAN

SOAL JAWAB

PENJELASAN UMUM

Usaha Pokok Pengalihan
Hak atas Tanah/Bangunan

1% dari jumlah bruto nilai pengalihan
untuk pengalihan Rumah Sederhana
dan Rumah Susun Sederhana; dan
5% dari jumlah bruto nilai pengalihan
untuk pengalihan lainnya.

Bukan Usaha Pokok

5% dari jumlah bruto nilai pengalihan

c. Pembebasan PPh yang bersifat inal:
1) Diberikan dengan penerbitan Surat Keterangan Bebas:

a) orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah
PTKP yang jumlah bruto pengalihan hak atas tanah dan/
atau bangunannya kurang dari Rp60.000.000,00 (enam
puluh juta rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang
dipecah-pecah;
b) orang pribadi yang melakukan pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan sehubungan dengan hibah yang
diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan atau
badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil
termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara
pihak-pihak yang bersangkutan;

c) badan yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/
atau bangunan sehubungan dengan hibah yang diberikan
kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau
badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah
tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang
bersangkutan; atau
d) pengalihan hak atas tanah
sehubungan dengan warisan.

dan/atau

bangunan

2) diberikan secara langsung tanpa penerbitan Surat Keterangan
Bebas:

a) orang pribadi atau badan yang menerima atau
memperoleh penghasilan dari pengalihan hak
atas
tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah guna
pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum
yang memerlukan persyaratan khusus;
oasis pemotongan/pemungutan PPh

7

PENJELASAN UMUM

SOAL JAWAB

DAFTAR PERATURAN

b) pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan yang tidak
termasuk subjek pajak.
d. Nilai pengalihan hak adalah nilai yang tertinggi antara nilai
berdasarkan Akta Pengalihan Hak dengan Nilai Jual Objek Pajak
tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan.
e. Apabila diketahui berdasarkan data atau kejadian sebenarnya,
jumlah bruto nilai pengalihan menurut akta pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan maupun Nilai Jual Objek Pajak tanah
dan/atau bangunan yang bersangkutan lebih rendah dari jumlah
bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang
sebenarnya, maka besarnya Pajak Penghasilan dihitung dari
jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
yang sebenarnya.
f. Dalam hal pengalihan hak kepada instansi Pemerintah maka nilai
pengalihan hak adalah nilai berdasarkan keputusan pejabat yang
bersangkutan.
g. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan di
cabang maka pembayaran PPh dan penyampaian SPT Masa PPh
Pasal 4 ayat (2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan tersebut dilakukan oleh cabang. Namun
seluruh pembayaran PPh atas penghasilan dari pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan di cabang harus
dikonsolidasi oleh pusat dan dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh.
h. Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat
(2) atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan adalah :
» Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor
71 Tahun 2008;
» Keputusan Menteri Keuangan Nomor 635/KMK.04/1994
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 243/PMK.03/ 2008;

» Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-26/ PJ/2010;

» Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-28/ PJ/2009;

» Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/ PJ/2009;

» Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2013.
8

oasis pemotongan/pemungutan PPh

DAFTAR PERATURAN

SOAL JAWAB

PENJELASAN UMUM

7. Jasa Konstruksi
a. Objek PPh yang bersifat inal adalah penghasilan dari usaha jasa
konstruksi.
b. Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian
kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan
yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal,
dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya
untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk isik lain.
c. Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang
pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di
bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan
pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan isik
lain.
d. Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi
atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang
pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan
kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi
bentuk bangunan atau bentuk isik lain, termasuk di dalamnya
pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi
layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan,
dan pembangunan (engineering, procurement and construction)
serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan
(design and build).
e. Pengawasan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang
pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di
bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan
pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan
konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan.
f. Skema tarif dan dasar pengenaan PPh yang bersifat inal untuk
Jasa Konstruksi adalah sebagai berikut:

oasis pemotongan/pemungutan PPh

9

PENJELASAN UMUM

SOAL JAWAB

DAFTAR PERATURAN

JASA KONSTRUKSI
Dikenai PPh yang bersifat final
Pelaksana
Konstruksi
mempunyai
kualifikasi
usaha
kecil

Perencana/Pengawas
Konstruksi
Tidak
mempunyai
kualifikasi
usaha

Dengan
kualifikasi
usaha

tanpa
kualifikasi
usaha

Selain kecil

TARIF
2%

3%

4%

4%

6%

g. PPh yang bersifat inal atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi:
1) dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran, dalam
hal Pengguna Jasa merupakan pemotong pajak; atau
2) disetor sendiri oleh Penyedia Jasa, dalam hal pengguna jasa
bukan merupakan pemotong pajak;
3) dalam hal:
a) terdapat selisih kekurangan PPh
yang terutang
berdasarkan Nilai Kontrak Jasa Konstruksi dengan PPh
berdasarkan pembayaran yang telah dipotong atau disetor
sendiri, selisih kekurangan tersebut disetor sendiri oleh
Penyedia Jasa;
b) nilai Kontrak Jasa Konstruksi tidak dibayar sepenuhnya
oleh Pengguna Jasa, atas Nilai Kontrak Jasa Konstruksi
yang tidak dibayar tersebut tidak terutang PPh yang
bersifat inal, dengan syarat Nilai Kontrak Jasa Konstruksi
yang tidak dibayar tersebut dicatat sebagai piutang yang
tidak dapat ditagih;
» Piutang yang tidak dapat ditagih merupakan piutang yang
nyata-nyata tidak dapat ditagih.

10

oasis pemotongan/pemungutan PPh

DAFTAR PERATURAN

SOAL JAWAB

PENJELASAN UMUM

» Dalam hal piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat
ditagih kembali, tetap dikenakan PPh yang bersifat inal.
h. Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2)
atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi adalah:
» Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun
2009;
» Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/ 2008
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009.
8. Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
a. Objek PPh yang bersifat inal adalah penghasilan dari sewa
tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun,
apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor,
toko, rumah toko, gudang dan industri.
b. Tarif PPh yang bersifat inal adalah 10% dari jumlah bruto nilai
persewaan, baik yang menyewakan Wajib Pajak Orang Pribadi
maupun Wajib Pajak Badan.
PPh Pasal 4 ayat (2) atas Penghasilan dari
Persewaan Tanah dan/atau Bangunan

10% dari jumlah bruto nilai
persewaan

c. Jumlah bruto nilai persewaan adalah jumlah yang dibayarkan/
terutang oleh penyewa termasuk biaya perawatan, pemeliharaan,
keamanan, fasilitas lainnya, dan service charge (baik perjanjiannya
dibuat secara terpisah maupun disatukan).
d. Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 4 ayat
(2) atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan
adalah:
» Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun
2002;
» Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996
sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 120/KMK.03/2002;
» Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-227/PJ./ 2002;
» Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-50/PJ./ 1996.

oasis pemotongan/pemungutan PPh

11

PENJELASAN UMUM

SOAL JAWAB

DAFTAR PERATURAN

9. Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri
a. Objek PPh yang bersifat inal adalah dividen, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian
sisa hasil usaha koperasi.
b. Tarif PPh yang bersifat inal adalah 10% dari jumlah bruto dividen
yang diterima.
PPh atas Dividen yang Diterima
atau diperoleh Wajib Pajak Orang
Pribadi Dalam Negeri

10% dari jumlah bruto dividen
yang diterima

c. Pajak Penghasilan atas penghasilan berupa dividen dipotong
oleh pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku
pembayar dividen.
d. pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku
pembayar dividen yang melakukan pemotongan dan penyetoran
Pajak Penghasilan atas dividen tersebut melaporkannya ke
Kantor Pelayanan Pajak tempat Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan diadministrasikan.
e. Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh atas dividen
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam
Negeri adalah:
» Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2009;
» Peraturan Menteri Keuangan Nomor 111/PMK.03/ 2010;
» Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-30/PJ/2012.
10. Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak
yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
a. Objek PPh yang bersifat inal adalah penghasilan dari usaha yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki peredaran
bruto tertentu, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan
dengan pekerjaan bebas.
b. Subjek PPh yang bersifat inal adalah Wajib Pajak orang pribadi
atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap yang
menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tidak
melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
12

oasis pemotongan/pemungutan PPh

DAFTAR PERATURAN

SOAL JAWAB

PENJELASAN UMUM

c. Pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada peredaran bruto
dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum
Tahun Pajak yang bersangkutan:
1) Dalam hal WP baru terdaftar pada Tahun Pajak yang sama
sebelum PP Nomor 46 Tahun 2013 berlaku, dasar Peredaran
Bruto adalah akumulasi peredaran bruto dari bulan berdiri
s.d. bulan sebelum PP Nomor 46 Tahun 2013 berlaku, yang
disetahunkan.

2) Dalam hal WP baru terdaftar setelah PP Nomor 46 Tahun 2013
berlaku, dasar peredaran bruto adalah peredaran bruto bulan
pertama disetahunkan.

d. Penentuan
peredaran
bruto
yang
tidak
melebihi
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah)
adalah berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya,
termasuk dari usaha cabang, tidak termasuk peredaran bruto dari:
1) jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
2) penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri;

3) usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat inal dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan
4) penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.

e. Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan
yang dikenai PPh yang bersifat inal:
1) Wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya:
a) Menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar
pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap; dan
b) Menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk
kepentingan umum yang tidak diperuntukan bagi tempat
usaha atau berjualan
2) Wajib Pajak badan:
a) Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial;
atau

oasis pemotongan/pemungutan PPh

13

PENJELASAN UMUM

SOAL JAWAB

DAFTAR PERATURAN

b) Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu)
tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh
peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat
miliar delapan ratus juta rupiah).
f. Tarif PPh yang bersifat inal atas penghasilan Wajib Pajak yang
memiliki peredaran bruto tertentu adalah 1% (satu persen)
dikalikan dengan dasar pengenaan pajak berupa jumlah
peredaran bruto setiap bulan, untuk setiap tempat kegiatan
usaha.
g. Pembebasan PPh yang bersifat inal dapat diberikan kepada
Wajib Pajak dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang
tidak bersifat inal dengan syarat:
1) Wajib Pajak mengajukan permohonan secara tertulis
kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan;
2) Telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukan
permohonan, untuk Wajib Pajak yang telah terdaftar pada
Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak diajukan Surat Keterangan
Bebas;
3) Menyerahkan surat pernyataan yang ditandatangani Wajib
Pajak yang menyatakan bahwa peredaran usaha yang diterima
atau diperoleh termasuk dalam kriteria untuk dikenai Pajak
Penghasilan bersifat inal disertai lampiran jumlah peredaran
bruto setiap bulan sampai dengan bulan sebelum diajukannya
Surat Keterangan Bebas, untuk Wajib Pajak yang terdaftar;
4) menyerahkan dokumen-dokumen pendukung transaksi
seperti Surat Perintah Kerja, Surat Keterangan Pemenang
Lelang dari Instansi Pemerintah, atau dokumen pendukung
sejenis lainnya;
5) ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau dalam hal permohonan
oleh bukan Wajib Pajak harus dilampiri dengan Surat Kuasa
Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 UU KUP.
h. Pemotong dan/atau pemungut pajak tidak melakukan
pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan untuk
setiap transaksi yang merupakan objek pemotongan dan/atau
pemungutan Pajak Penghasilan yang tidak bersifat inal apabila

14

oasis pemotongan/pemungutan PPh

DAFTAR PERATURAN

SOAL JAWAB

PENJELASAN UMUM

telah menerima fotokopi Surat Keterangan Bebas yang telah
dilegalisasi oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak
menyampaikan kewajiban Surat Pemberitahuan Tahunan.
i. Permohonan legalisasi fotokopi Surat Keterangan Bebas diajukan
secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat
Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan
dengan syarat:
1) menunjukkan Surat Keterangan Bebas;
2) menyerahkan bukti penyetoran Pajak Penghasilan yang
bersifat inal berdasarkan PP Nomor 46 Tahun 2013 untuk
setiap transaksi yang akan dilakukan dengan pemotong dan/
atau pemungut berupa Surat Setoran Pajak lembar ke-3 yang
telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan
Negara, kecuali untuk transaksi yang dikenai pemungutan
PPh Pasal 22 atas:
a) impor;
b) pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas;
c) pembelian hasil produksi industri semen, industri kertas,
industri baja, industri otomotif dan industri farmasi;
d) pembelian kendaraan bermotor di dalam negeri;

3) mengisi identitas Wajib Pajak pemotong dan/atau pemungut
Pajak Penghasilan dan nilai transaksi pada kolom yang
tercantum dalam Surat Keterangan Bebas;
4) ditandatangani oleh Wajib Pajak, atau kuasanya dengan
dilampiri Surat Kuasa Khusus sesuai Pasal 32 UU KUP.
j. Penyetoran Pajak Penghasilan yang bersifat inal ke kantor
pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain
yang disamakan yang telah mendapat validasi dengan Nomor
Transaksi Penerimaan Negara (NTPN), paling lama tanggal 15
(lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
k. Wajib Pajak yang telah melakukan penyetoran Pajak Penghasilan
dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan sesuai dengan tanggal validasi Nomor Transaksi
Penerimaan Negara yang tercantum pada Surat Setoran Pajak.

oasis pemotongan/pemungutan PPh

15

PENJELASAN UMUM

SOAL JAWAB

DAFTAR PERATURAN

l. Wajib Pajak yang menyetor Pajak Penghasilan yang bersifat inal
tetapi Surat Setoran Pajaknya tidak mendapat validasi dengan
NTPN, wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan Pasal 4 ayat (2) ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai
tempat kegiatan usaha Wajib Pajak terdaftar dengan mengisi
baris pada angka 11 formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan Pasal 4 ayat (2):
1) kolom Uraian diisi dengan “Penghasilan Usaha WP yang
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu”;
a) kolom KAP/KJS diisi dengan “411128/420.

b) Wajib Pajak dengan jumlah Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat
(2) nihil tidak wajib melaporkan Surat Pemberitahuan Masa
Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2).
m. Peraturan terkait pelaksanaan pemotongan PPh atas penghasilan
dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu adalah:
» Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013;
» Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013;
» Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2013;
» Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-42/PJ/2013.

16

oasis pemotongan/pemungutan PPh

DAFTAR PERATURAN

SOAL JAWAB

PENJELASAN UMUM

PPh Pasal 15
PPh Pasal 15 merupakan cara pelunasan pembayaran pajak dalam tahun
berjalan melalui pemotongan dan/atau penyetoran sendiri PPh atas
penghasilan Wajib Pajak yang antara lain bergerak dalam usaha jasa
pelayaran dan usaha jasa penerbangan.
1. Jasa Pelayaran Dalam Negeri
a. Objek PPh adalah penghasilan yang diterima Wajib Pajak
perusahaan pelayaran dalam negeri dari pengangkutan
orang dan/atau barang, termasuk penyewaan kapal, dari
satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan sebaliknya
serta pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar
Indonesia.
b. Besarnya PPh yang dipotong adalah sebesar 1,2% dari peredaran
bruto dan bersifat inal.
PPh Pasal 15 atas Penghasilan
Wajib
Pajak
Perusahaan
Pelayaran Dalam Negeri

1,2% dari peredaran bruto dan
bersifat inal

c. Yang dimaksud dengan peredaran bruto adalah semua imbalan
atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak dari pengangkutan (orang dan/
atau barang), termasuk penyewaan kapal, yang dimuat dari
satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan/atau
sebaliknya serta pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan
lainnya di luar Indonesia.
d. Peraturan terkait:
» Keputusan Menteri Keuangan Nomor 416/KMK.04/ 1996;
» Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-29/PJ.4/1996.

oasis pemotongan/pemungutan PPh

17

PENJELASAN UMUM

SOAL JAWAB

DAFTAR PERATURAN

2. Jasa Penerbangan Dalam Negeri
a. Objek PPh adalah penghasilan yang diterima berdasarkan
perjanjian carter dari pengangkutan orang dan/atau barang yang
dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/
atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.
PPh Pasal 15 atas Penghasilan
bagi Wajib Pajak Perusahaan
Penerbangan Dalam Negeri

1,8% dari peredaran bruto dan
tidak bersifat inal

b. Besarnya PPh yang dipotong adalah sebesar 1,8% dari peredaran
bruto atas dan tidak bersifat inal.
c. Wajib Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri adalah
perusahaan penerbangan yang bertempat kedudukan di
Indonesia yang memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian
carter/sewa.
d. Peredaran bruto bagi Wajib Pajak perusahaan penerbangan
dalam negeri adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa
uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari
satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri berdasarkan
perjanjian carter.
e. Peraturan terkait:
» Keputusan Menteri Keuangan Nomor 475/KMK.04/ 1996;
» Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-35/PJ.4/1996.

3. Jasa Pelayaran dan/atau Penerbangan Luar Negeri
a. Objek PPh adalah penghasilan dari pengangkutan orang
dan/atau barang yang diterima oleh Wajib Pajak perusahaan
pelayaran dan/atau penerbangan luar negeri yang melakukan
usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang berkedudukan di
Indonesia.

18

oasis pemotongan/pemungutan PPh

DAFTAR PERATURAN

SOAL JAWAB

PENJELASAN UMUM

b. Besarnya PPh yang terutang adalah sebesar 2,64% dari peredaran
bruto dan bersifat inal.
PPh Pasal 15 atas Penghasilan
Wajib Pajak Perusahaan
Pelayaran
dan/atau
Penerbangan Luar Negeri

2,64% dari peredaran bruto dan
bersifat inal

c. Peredaran bruto Wajib Pajak perusahaan pelayaran dan/
atau penerbangan luar negeri adalah semua imbalan atau
nilai pengganti atau imbalan berupa uang atau nilai uang
dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari
suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari
pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar negeri. Dengan
demikian tidak termasuk penggantian atau imbalan yang diterima
atau diperoleh perusahaan pelayaran dan/atau penerbangan
luar negeri tersebut dari pengangkutan orang dan/atau barang
dari pelabuhan di luar negeri ke pelabuhan di Indonesia.
d. Peraturan terkait:
» Keputusan Menteri Keuangan Nomor 417/KMK.04/ 1996;
» Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-32/PJ.4/1996.
Tabel Pengenaan PPh Pasal 15

PPh yang
terutang

Sifat
Pengenaan

❶ Pelayaran DN

1,2 % x Bruto

Final

❷ Penerbangan DN (khusus carter)

1,8 % x Bruto

Tidak Final

2,64 % x Bruto

Final

Usaha Jasa

❸ BUT Pelayaran LN
❹ BUT Penerbangan LN

oasis pemotongan/pemungutan PPh

19

PENJELASAN UMUM

SOAL JAWAB

DAFTAR PERATURAN

PPh Pasal 21

PPh Pasal 21 merupakan cara pelunasan PPh dalam tahun berjalan melalui
pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa,
atau kegiatan. Pemotongan PPh Pasal 21 antara lain dilakukan oleh:


pemberi kerja, termasuk cabang, perwakilan, atau unit yang
melakukan sebagian atau seluruh administrasi yang terkait dengan
pembayaran penghasilan,



bendahara pemerintah,



dana pensiun yang membayarkan uang pensiun, dan



penyelenggara kegiatan.

Pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21 dibedakan menurut penerima
penghasilannya antara lain pegawai, pensiunan, peserta kegiatan dan
bukan pegawai.
Berikut beberapa pengertian terkait pemotongan PPh Pasal 21:




20

Pegawai dibedakan menjadi pegawai tetap dan pegawai tidak
tetap.
a. Pegawai tetap adalah pegawai yang menerima atau memperoleh
penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur, termasuk
anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas, serta
pegawai yang bekerja berdasarkan kontrak untuk suatu jangka
waktu tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan
dalam jumlah tertentu secara teratur.
b. Pegawai tidak tetap disebut juga tenaga kerja lepas, adalah
pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai
yang bersangkutan bekerja, berdasarkan jumlah hari bekerja,
jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian
suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja.
Penerima pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang
menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang
dilakukan di masa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya
yang menerima tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
oasis pemotongan/pemungutan PPh

DAFTAR PERATURAN

SOAL JAWAB

PENJELASAN UMUM



Peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu
kegiatan tertentu, termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar,
lokakarya (workshop), pendidikan, pertunjukan, olahraga, atau
kegiatan lainnya dan menerima atau memperoleh imbalan
sehubungan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut.



Bukan pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai
tidak tetap/tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan
nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/
atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan jasa yang dilakukan berdasarkan
perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.



Imbalan bersifat berkesinambungan adalah imbalan kepada bukan
pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu
tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

1. PPh Pasal 21 Bagi Pegawai
a. Pegawai Tetap
Dalam menghitung PPh Pasal 21 bagi Pegawai Tetap perlu
diperhatikan rumus penghitungannya, yaitu sebagai berikut:
Penghasilan Bruto setahun

Rp xxxxxx

Pengurang Penghasilan Bruto

( Rp xxxxxx )

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)

( Rp xxxxxx )

Penghasilan Neto setahun

Penghasilan Kena Pajak (PKP)
PPh Pasal 21 yang dipotong:

Rp xxxxxx

Rp xxxxxx

PKP x tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh = PPh Pasal 21 setahun
PPh Pasal 21 setahun : 12 bulan = PPh Pasal 21 sebulan

1) pengurang penghasilan bruto bagi Pegawai Tetap terdiri dari:
a) biaya jabatan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan
bruto, setinggi-tingginya Rp500.000,00 sebulan atau
Rp6.000.000,00 setahun;
b) iuran dana pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan hari
tua kepada dana pensiun yang telah disahkan Menteri
Keuangan.

oasis pemotongan/pemungutan PPh

21

PENJELASAN UMUM

SOAL JAWAB

DAFTAR PERATURAN

2) besarnya PTKP per tahun adalah:
a) Rp24.300.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;
b) Rp2.025.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin;
c) Rp2.025.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga
sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus
serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya,
paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

3) Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh:
Lapisan PKP

Tarif Pajak

s.d. Rp50.000.000,00

5 %

Diatas Rp50.000.000,00 s.d. Rp250.000.000,00

15 %

Diatas Rp250.000.000,00 s.d. Rp500.000.000,00

25 %

Diatas Rp500.000.000,00

30 %

b. Pegawai Tidak Tetap
1) PPh Pasal 21 Pegawai Tidak Tetap yang upahnya dibayarkan
secara bulanan.
Penghasilan
setahun

bruto

Penghasilan
Pajak

Kena

PPh Pasal 21 setahun



PTKP

=

Penghasilan
Pajak

Kena

X

T a r i f
Pajak

=

PPh Pasal 21 setahun

:

12

=

PPh Pasal 21 sebulan

2) PPh Pasal 21 Pegawai Tidak Tetap yang upahnya dibayarkan
secara harian/mingguan/borongan/satuan.
Sebelum menghitung PPh Pasal 21 bagi pegawai tidak
tetap yang upahnya dibayarkan secara harian/ mingguan/
borongan/satuan, maka perlu diperhatikan jumlah upah
harian, atau rata-rata upah yang diterima dalam sehari, yaitu:
a) upah mingguan dibagi banyaknya hari bekerja dalam
seminggu;
b) upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan
yang dihasilkan dalam sehari;
22

oasis pemotongan/pemungutan PPh

DAFTAR PERATURAN

SOAL JAWAB

PENJELASAN UMUM

c) upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan
untuk menyelesaikan pekerjaan borongan;
d) upah harian kurang dari Rp200.000,00 atau penghasilan
dalam bulan kalender yang bersangkutan belum melebihi
Rp2.025.000,00, maka tidak ada PPh Pasal 21 yang harus
dipotong;
e) upah harian lebih dari Rp200.000,00 tetapi jumlah kumulatif
yang diterima dalam bulan kalender yang bersangkutan
belum melebihi Rp2.025.000,00;
PPh Pasal 21 = (upah harian - Rp200.000,00) x 5%

f) Penghasilan bruto sebulan melebihi Rp2.025.000,00 tapi
tidak lebih dari Rp7.000.000,00;
PPh Pasal 21 = (upah harian – PTKP sehari) x 5 %

g) Penghasilan bruto sebulan lebih dari Rp7.000.000,00.
PPh Pasal 21 = [ (Penghasilan Bruto setahun – PTKP) x
Tarif Pajak ] : 12

2. PPh Pasal 21 Bagi Penerima Uang Pensiun yang Dibayarkan Berkala
Cara penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan berupa uang
pensiun, dibagi berdasarkan cara pembayarannya, yaitu penerimaan
uang pensiun secara sekaligus dan penerimaan secara berkala. Cara
menghitung PPh Pasal 21 bagi uang pensiun yang dibayarkan secara
berkala adalah:
a. terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang
diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan
biaya pensiun, kemudian dikalikan banyaknya bulan sejak
pegawai yang bersangkutan menerima pensiun sampai dengan
bulan Desember;
b. penghasilan neto pensiun sebagaimana tersebut pada huruf
a ditambah dengan penghasilan neto dalam tahun yang
bersangkutan yang