Analisis Perhitungan, Pemotongan Dan Pelaporan Pajak Penghasilan (PPH) Pasal 21 Atas Pegawai Negeri Sipil Pada Sekretariat Pemko Tebing Tinggi

(1)

SKRIPSI

ANALISIS PERHITUNGAN, PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN (PPH) PASAL 21 ATAS PEGAWAI NEGERI SIPIL

PADA SEKRETARIAT PEMKO TEBING TINGGI

OLEH

DWI PANJI MADRA SUANDANA 080522162

PROGRAM STUDI AKUNTANSI DEPARTEMEN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRAK

ANALISIS PERHITUNGAN, PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN (PPH) PASAL 21 ATAS PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA

SEKRETARIAT PEMKO TEBING TINGGI

Pajak Penghasilan Pasal 21 atau biasa di sebut dengan PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa,dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa perhitungan, penyetoran, pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dilakukan oleh Sekretariat Kota Tebing Tinggi. Latar belakang penelitian ini untuk menghindari timbulnya penambahan biaya akibat dari kesalahan atau keterlambatan dalam memperhitungkan pemotongan atau pelaporan Pajak Penghasilan dari Pegawai Negeri Sipil pada SKPD tersebut.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan untuk penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dan dokumentasi. Penganalisa data yang berhubungan alternatif pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 21 ditinjau dari sudut SKPD atau PNS tetap digunakan metode kuantitatif dan analisa deskriptif kualitatif.

Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa bendaharawan gaji Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi memiliki peranan penting dalam perhitungan, pemotongan dan penyetoran sehingga sesuai dengan Undang-Undang No 36 Tahun 2008.

Kata kunci : Perhitungan, Penyetoran, Pelaporan, Pajak Penghasilan Pasal 21


(3)

ABSTRACT

ANALYZE THE CALCULATIONS, DEPOSITING, REPORTING INCOME TAX UNDER ARTICLE 21 HAVE BEEN CARRIED OUT BY THE

SECRETARIAT OF THE CITY OF TEBING TINGGI

Income Tax Article 21 or commonly called the Article 21 is in the form of income tax on salaries, wages, honoraria, allowances, and other similar remuneration and any kind with respect to employment or occupation, services, and activities undertaken by individual subject domestic tax purpose of this study was to analyze the calculations, depositing, reporting income tax under Article 21 have been carried out by the Secretariat of the City of Tebing Tinggi. The background of this research in order to avoid additional costs resulting from errors or delays in calculating income tax withholding or reporting of the Civil Service in the District education office.

The method used in this research is descriptive method. Techniques of data collection for this study is library research and documentation. Analyzer data related to alternative payment Income Tax Article 21 on education or the terms of the permanent civil servants used quantitative methods and qualitative descriptive analysis.

Results of this study showed that the treasurer salary High Cliffs Regional Secretariat has an important role in the calculation, deduction and deposit so in accordance with Law No.36.2008


(4)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Strata Satu (S1) Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak menerima bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Menyadari akan hal tersebut, maka pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac, Ak, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Syafruddin Ginting Sugihen, MAFIS, Ak., selaku Ketua Departemen S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Bapak Drs. Hotmal Ja’far MM, Ak., selaku Sekretaris Departemen Akuntansi S1 Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si., Ak., selaku Ketua Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara dan Ibu Dra. Mutia Ismail,


(5)

MM, Ak., selaku Sekretaris Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Abdillah Arif Nasution, SE, M.Si, Ak., selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan dukungan serta bimbingan kepada penulis sehingga akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

5. Bapak Drs. Arifin Hamzah MM, Ak., selaku Dosen Pembaca Penilai yang telah memberi dukungan dan keluangan waktunya demi kesempurnaan penulisan penelitian ini.

6. Bapak Malkan Hasibuan Selaku Kabag Keuangan dan Bapak Dian Armanda, selaku Bendahara Sekretariat Pemko Tebing Tinggi dan seluruh Pegawai Negeri Sipil Sekretariat Pemko Tebing Tinggi yang telah memberikan izin, mendukung, dan memberikan informasi-informasi terkait penulisan skripsi ini. 7. Teristimewa penulis ucapkan terima kasih yang setulusnya kepada Ayahanda tercinta Bapak Maryoto dan Ibunda tersayang Yundrawati, Istri dan Anakku yang hebat (Mega Prima Novy, SE dan Raisa Annaya Vyandra) serta Kakak dan Adik Adikku yang terus mendukung dan senantiasa selalu ikhlas dalam memberikan cinta dan kasih sayangnya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Penulis juga ingin mengucapkan terimas kasih buat seluruh Pegawai Negeri Sipil Sekretariat Pemko Tebing Tinggi yang telah memberikan waktu luangnya dalam memberikan informasi-informasi terkait penelitian ini. Dan juga kepada seluruh teman-teman dan seluruh pihak yang tidak bisa


(6)

disebutkan satu persatu, terima kasih banyak atas semua bantuan dan dukungannya sehingga penulisan penelitian ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

9. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kesalahan, kekurangan dan jauh dari sempurna. Maka dari itu demi kesempurnaan penulisan penelitian ini, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari seluruh pembaca yang diharapkan dapat melengkapi seluruh kekurangan penulisan ini

Medan, Mei 2013

Dwi Panji Madra Suandana 080522162


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Tinjauan Teoritis ... 7

2.1.1. Pengertian Pajak Penghasilan ... 7

2.1.2. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 18

2.1.3. Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 ... 31

2.1.4. Pengertian SPT dan Fungsi SPT ... 42

2.1.5. Pengertian SSP dan Fungsi SSP ... 45

2.2. Kerangka Konseptual ... 47

2.3. Hipotesis ... 48

BAB III. METODE PENELITIAN ... 49

3.1. Jenis Penelitian ... 49

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 49

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 50

3.4. Jenis Data ... 51

3.5. Teknis Pengumpulan Data ... 51

3.6. Metode Analisis Data ... 52

BAB IV. ANALISIS DAN EVALUASI ... 53

4.1. Gambaran Umum Perusahaan ... 53

4.2. Pembahasan Hasil Penelitan ... 57

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

A. KESIMPULAN ... 70


(8)

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman Tabel 3.1 Daftar tabulasi waktu penelitian dan pengolahan data ... 51


(10)

DAFTAR GAMBAR

Tabel Judul Halaman Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 47 Gambar 4.1 Struktur Organisasi Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi ... 56


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran i Daftar gaji ... 73 Lampiran ii SPT Tahunan 1721-A2 ... 74 Lampiran iii SPT Formulir 1770-SS ... 75


(12)

ABSTRAK

ANALISIS PERHITUNGAN, PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN (PPH) PASAL 21 ATAS PEGAWAI NEGERI SIPIL PADA

SEKRETARIAT PEMKO TEBING TINGGI

Pajak Penghasilan Pasal 21 atau biasa di sebut dengan PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa,dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa perhitungan, penyetoran, pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dilakukan oleh Sekretariat Kota Tebing Tinggi. Latar belakang penelitian ini untuk menghindari timbulnya penambahan biaya akibat dari kesalahan atau keterlambatan dalam memperhitungkan pemotongan atau pelaporan Pajak Penghasilan dari Pegawai Negeri Sipil pada SKPD tersebut.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan untuk penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dan dokumentasi. Penganalisa data yang berhubungan alternatif pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 21 ditinjau dari sudut SKPD atau PNS tetap digunakan metode kuantitatif dan analisa deskriptif kualitatif.

Hasil dari penelitian ini memperlihatkan bahwa bendaharawan gaji Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi memiliki peranan penting dalam perhitungan, pemotongan dan penyetoran sehingga sesuai dengan Undang-Undang No 36 Tahun 2008.

Kata kunci : Perhitungan, Penyetoran, Pelaporan, Pajak Penghasilan Pasal 21


(13)

ABSTRACT

ANALYZE THE CALCULATIONS, DEPOSITING, REPORTING INCOME TAX UNDER ARTICLE 21 HAVE BEEN CARRIED OUT BY THE

SECRETARIAT OF THE CITY OF TEBING TINGGI

Income Tax Article 21 or commonly called the Article 21 is in the form of income tax on salaries, wages, honoraria, allowances, and other similar remuneration and any kind with respect to employment or occupation, services, and activities undertaken by individual subject domestic tax purpose of this study was to analyze the calculations, depositing, reporting income tax under Article 21 have been carried out by the Secretariat of the City of Tebing Tinggi. The background of this research in order to avoid additional costs resulting from errors or delays in calculating income tax withholding or reporting of the Civil Service in the District education office.

The method used in this research is descriptive method. Techniques of data collection for this study is library research and documentation. Analyzer data related to alternative payment Income Tax Article 21 on education or the terms of the permanent civil servants used quantitative methods and qualitative descriptive analysis.

Results of this study showed that the treasurer salary High Cliffs Regional Secretariat has an important role in the calculation, deduction and deposit so in accordance with Law No.36.2008


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Pembangunan adalah kegiatan yang berkesinambungan dengan tujuan utama adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan tujuan tersebut perlu memperhatikan masalah pembiayaan pembangunan. Pembangunan dapat dilaksanakan dengan lancar apabila ada sumber dana yang mendukung.

Menurut APBN sumber pendapatan terbanyak didapat dari sektor perpajakan. Diharapkan pemasukan dari pajak dapat terus meningkat dari tahun ke tahun. Sehingga dalam usaha meningkatnya penerimaan negara, pemerintah perlu melakukan beberapa kebijakan menyongsong era baru dalam hal mendorong kepatuhan wajib pajak untuk melakukan kewajiban-kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satunya dengan mengadakan kebijakan-kebijakan baru seperti ekstensifikasi dan intensifikasi.

Ekstensifikasi perpajakan dilaksanakan dengan cara meningkatkan jumlah pajak dan objek pajak baru sedangkan intensifikasi perpajakan dilaksanakan dengan berorientasi pada peningkatan kepatuhan dan kesadaran wajib pajak, suatu misal dengan cara pengadaan penyuluhan langsung pada masyarakat. Dengan


(15)

banyaknya perusahaan baru yang bermunculan ataupun yang sudah lama serta instansi–instansi pemerintah diharapkan pemasukan dari pajak penghasilan yang digunakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional nantinya.

Definisi pajak menurut Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) No. 28 Tahun 2007 adalah ”kontribusi Wajib Pajak kepada Negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”

Pajak penghasilan merupakan pajak yang dipungut pada objek pajak atas penghasilannya. Pajak penghasilan akan selalu dikenakan terhadap orang atau badan usaha yang memperoleh penghasilan. Dan pajak yang berlaku bagi pegawai/karyawan adalah pajak penghasilan pasal 21. Pajak Penghasilan Pasal 21 merupakan salah satu jenis pajak yang memiliki kontribusi atau sumbangan yang sangat penting, karena meliputi seluruh lapisan masyarakat yang memiliki penghasilan diatas PTKP yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Pajak Penghasilan Pasal 21 yang dipungut oleh negara atas penghasilan wajib pajak oleh pribadi berupa gaji, upah honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan. Undang-undang pajak penghasilan telah menetapkan sistem pemungutan pajak penghasilan secara Self Assessment System, dimana wajib pajak diberi kepercayaan dan tanggung jawab penuh dari pemerintah untuk


(16)

menghitung, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terhutang. Dengan sistem ini pemerintah berharap agar pelaksanaan pemungutan pajak penghasilan dapat berjalan dengan lebih, mudah dan lancar.

Kantor Sekretariat Pemko Tebing Tinggi adalah salah satu dari beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah yang ada Di Lingkungan Pemerintah Kota Tebing Tinggi. Sekretariat Pemerintah Kota Tebing Tinggi dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Drt Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota-kota Kecil Dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 20). Kemudian Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tebing Tinggi No. 12 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tebing Tinggi. Sekretariat Pemko Tebing Tinggi didukung oleh sekitar 152 Pegawai Negeri Sipil yang terdiri dari 17 orang pegwai golongan IV, 60 orang pegawai golongan III, 73 orang Pegwai golongan II dan 2 Orang pegawai golongan I.

Perhitungan Pajak Penghasilan terutang, terkadang biasa timbul adanya perbedaan antara perhitungan pajak penghasilan terutang menurut perusahaan/instansi dengan perhitungan pajak penghasilan terutang menurut peraturan perpajakan. Apabila terjadi perbedaan/selisih antara perhitungan menurut perusahaan dengan perhitungan menurut perpajakan, dimana perhitungan menurut perusahan lebih kecil sehingga menimbulkan kurang bayar, maka


(17)

perusahan akan dikenai sanksi administrasi berupa denda bunga sebesar 2% perbulan. Sanksi tersebut dihitung dari jumlah pajak yang kurang bayar. Terhitung sejak saat penyampaian SPT berakhir sampai dengan tenggak pembayaran karena pembetulan SPT tersebut.

Berdasarkan permasalahan tersebut, peneliti ingin mengetahui apakah Kantor Sekretariat Pemko Tebing Tingi melakukan perhitungan, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 secara tepat sesuai dengan Undang-Undang No. 36 Tahun 2008. Beranjak dari uraian diatas maka penulis tertarik untuk membuat suatu karya ilmiah yang berjudul “Analisis Perhitungan, Pemotongan dan Pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Atas Pegawai Negeri Sipil Pada Sekretariat Pemko Tebing Tinggi”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan dari urain yang telah dipaparkan sebelumnya, maka permasalahan yang ingin diangkat pada skripsi ini, yaitu:

a. Seberapa besar peranan bendaharawan dalam pemotongan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 Pegawai Negeri Sipil ?

b. Apakah prosedur perhitungan, pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 21 Tahun 2012 telah sesuai dengan ketentuan Undang Undang Perpajakan No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan?

c. Seberapa Besar kesadaran pegawai negeri sipil dalam melaporkan pajak penghasilannya sendiri?


(18)

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah disampaikan, makan tujuan penilitian ini dapat dirinci sebagai berikut:

a. Mengetahui seberapa penting peranan bendaharawan dalam pemotongan (PPh) Pasal 21 Pegawai Negeri Sipil

b. Mengetahui apakah perhitungan, pemotongan dan pelaporan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 Tahun 2012 pada Kantor Sekretariat Pemko Tebing Tinggi telah sesuai dengan ketentuan Undang Undang Perpajakan No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

c. Mengetahui seberapa besar kesadaran pegawai negeri sipil dalam melaporkan pajak penghasilannya sendiri

1.3.2. Manfaat Penelitian

a. Bagi penulis

Penulis berharap mendapat gambaran yang lebih jelas antara teori dan praktek yang sebenarnya terjadi dalam perusahaan/instansi dan tentunya sebagai sarana untuk menambah wawasan dalam hal perhitungan, pemotongan dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21.


(19)

b. Bagi aktivitas akademis

Penulis berharap hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai penambah pengetahuan dan penambah wawasan dan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut.

c. Bagi perusahaan / Instansi

Sebagai informasi tambahan atau masukan pada Kantor Sekretariat Pemko Tebing Tinggi atas apa yang telah dilakukan selama ini khususnya mengenai masalah perhitungan, pemotongan dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21.

d. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat memperkenalkan dan memberi informasi tentang Kantor Sekretariat Pemko Tebing Tinggi dan penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penelitian selanjutnya sebagai dasar perluasan penelitian terutama yang berhubungan dengan Pajak Penghasilan Pasal 21.

e. Bagi Departemen Keuangan

Sebagai informasi tambahan dan masukan kepada Departemen Keuangan dalam mentukan kebijakan-kebijakan khususnya di bidang Perpajakan.


(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1. Pengertian Pajak Penghasilan

Pajak merupakan salah satu penerimaan terbesar APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) yang berarti peranannya sangat besar bagi kelangsungan pembangunan bangsa. Sebelum memahami secara lebih mendalam tentang masalah perpajakan perlu dipahami dulu apa itu pajak, sistem pemungutan pajak, serta aspek-aspek lain yang berkaitan dengan dasar-dasar perpajakan.

Menurut Prof. Dr. M.J.H. Smeets dalam Waluyo dan Wirawan B. Ilyas (2002:4) ”Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melului norma-norma umum dan yang dapat dipaksanya, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukan dalam hal yang individual, dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah.”

Menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dikomsumsi atau untuk menambah kekayaan


(21)

wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun. Sedangkan menurut Standar Akutansi Keuangan, penghasilan (income) adalah suatu pertambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Jadi, pengertian pajak penghasilan adalah suatu pungutan atau iuran resmi yang ditujukan kepada masyarakat yang berpenghasilan atau atas penghasilan yang diterimanya dalam tahun pajak yang dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara menyelenggaran pemerintahan.

2.1.1.1 Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi 3 yaitu :

a. Official Assesment System

Sistem ini merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar oleh seseorang.

b. Self Assesment System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang menberi wewenang penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan


(22)

melaporkan sendiri besarnya utang pajak yang harus dibayar.

c. With Holding System

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang menberi wewenang kepada pihak ketiga untuk untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.

2.1.1.2 Subjek Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Dalam pasal 2 ayat (1) disebutkan secara jelas siapa-siapa yang dapat menjadi subjek pajak. Mereka adalah : a. Orang pribadi

Orang pribadi adalah orang yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga hari) dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.

b. Warisan yaitu berupa warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.


(23)

c. Badan

Badan menurut pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) Tahun 2008 menyatakan yaitu sekumpulan orang dan/ atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha. Didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia maupun tidak berkedudukan atau bertempat di Indonesia terdiri dari PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/BUMD, dengan nama atau bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga dan bentuk badan lainnya, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria :

1) Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang undangan.

2) Pembiayaannya bersumber dari Anggara Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

d. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

BUT ditentukan sebagai subjek tersendiri, terpisah dari badan oleh karena itu, walaupun perlakuan perpajakannya


(24)

dipersamakan dengan subjek pajak badan untuk pengenaan pajak penghasilan, namun BUT tetap mempunyai eksistensi sendiri dan tidak termasuk dalam pengertian badan.

2.1.1.3. Pengecualian Subjek Pajak Penghasilan

Menurut Mardiasmo (2008 :131) yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud pasal 3 adalah :

a. Badan perwakilan negara asing.

b. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja dan bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia dan negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.

c. Organisasi internasional yang telah ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan syarat Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.


(25)

d. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau menjalankan kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

2.1.1.4 Objek Pajak Penghasilan

Objek dari pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesaia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan bentuk apapun termasuk :

a. Penggantian imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya.

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.

c. Laba usaha.

d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :


(26)

1) keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal.

2) keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan dan badan lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu atau anggota.

3) keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha. 4) keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah,

bantuan atau sumbangan, kecuali diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis lurus satu derajat, dan badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh menteri keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak bersangkutan.

5) Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya.

6) Bungan termasuk premium, diskonto, dan imbalan lain karena jaminan.


(27)

7) Dividen, dengan nama dan bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.

8) Royalti.

9) Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

10)Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

11)Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

12)Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing. 13)Premi asuransi.

14)Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas.

15)Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.

2.1.1.5 Pengecualian Objek Pajak Penghasilan

Berdasarkan penjelasan pasal 4 ayat (3) Undang-undang No.36 tahun 2008 menyatakan pengecualian objek pajak yaitu : 1. Bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh


(28)

atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.

2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan satu derajat, dan oleh keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil, termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

a. Warisan

b. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal

c. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit).


(29)

d. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.

e. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat:

1. dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan. 2. bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara

dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor.

f. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai. g. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana


(30)

bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

h. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif.

i. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:

1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan kegiata dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan peraturan menteri keuangan.

2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.

j. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.


(31)

k. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. l. Bantuan atau santunan yang dibayarkan olehBadan

Penyelenggaran Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkanPeraturan Menteri Keuangan.

2.1.2. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri.


(32)

Ketentuan Pasal 21 Undang-undang Pajak Penghasilan mengatur tentang pembayaran pajak dalam tahun berjalan melalui pemotong pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan.

2.1.2.1 Pemotong PPh Pasal 21

Undang-undang No. 36 Tahun 2008 pada pasal 21 ayat (1) sebagaimana telah disesuaikan dengan PER 31/ PJ/ 2009, bahwa pemotong pajak penghasilan pasal 21 terdiri dari :

a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan. b. Bendaharawan pemerintah baik Pusat maupun Daerah

c. Dana pensiun atau badan lain seperti Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), PT Taspen, PT ASABRI.

d. Perusahaan dan bentuk usaha tetap (BUT)

e. Yayasan, lembaga, kepanitia-an, asosiasi, perkumpulan, organisasi massa, organisasi sosial politik dan organisasi lainnya serta organisasi internasional yang telah ditentukan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.


(33)

2.1.2.2 Hak Pemotong Pajak

Hak-hak pemotong PPh Pasal 21 yaitu:

a. Pemotong Pajak berhak atas kelebihan jumlah penyetoran PPh Pasal 21 yang terjadi karena jumlah PPh 21 yang terutang dalam 1 (satu) tahun takwim lebih kecil dari pada jumlah PPh Pasal 21 yang telah disetor. Jumlah kelebihan tersebut akan diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang atas gaji untuk bulan pada waktu dilakukan penghitungan tahunan dan jika masih ada sisa kelebihan, diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya.

b. Pemotong Pajak berhak mengajukan permohonan untuk memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) PPh Pasal 21. Permohonan diajukan secara tertulis selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya dengan menggunakan formulir yang telah ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak disertai surat pernyataan mengenai penghitungan sementara PPh Pasal 21 yang terutang dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran PPh Pasal 21 yang terutang untuk tahun takwim yang bersangkutan.


(34)

c. Pemotong Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jendral Pajak dan permohonan banding kepada Badan Peradilan Pajak.

2.1.2.3 Kewajiban Pemotong Pajak

Pemotong Pajak juga mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan yaitu:

a. Setiap Pemotong Pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat. b. Pemotong Pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang

diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.

c. Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetorkan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap akhir bulan takwim. Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Kantor Pos atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau bank-bank lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran, selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya.


(35)

d. Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran PPh Pasal 21 tersebut sekalipun nihil dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat, selambat-lambatnya pada tanggal 20 (dua puluh) bulan takwim berikutnya.

e. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon dan penerima dana pensiun. f. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh

Pasal 21 Tahunan kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan, dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun pajak berakhir. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atu pensiun pada bagian tahun takwim, maka Bukti Pemotongan tersebut diberikan oleh pemberi kerja yang bersangkutan selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang bersangkutan selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun. g. Dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun takwim berakhir,


(36)

Pasal 21 yang terutang oleh pegawai tetap dan penerima pensiun bulanan menurut tarif Pasal 17 UU No.36 Tahun 2008. h. Pemotong Pajak wajib mengisi, menandatangani, dan

menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong Pajak terdaftar atau Kantor Tempat Penyuluhan Pajak setempat Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Pasal 21 harus disampaikan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya. Dalam hal Pemotong Pajak adalah badan, SPT Tahunan PPh Pasal 21 ditandatangani dan diisi oleh orang lain maka harus dilampiri Surat Kuasa Khusus.

i. Pemotong Pajak wajib melampiri SPT Tahunan PPh dengan lampiran-lampiran yang ditentukan dalam Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh Pasal 21 untuk tahun pajak yang bersangkutan.

j. Pemotong Pajak wajib menyetor kekurangan PPh Pasal 21 yang terutang apabila jumlah PPh Pasal 21 terutang dalam 1 (satu) tahun takwim lebih besar dari pada PPh Pasal 21 yang telah disetor. Penyetoran tersebut harus dilakukan selambat-lambatnya tanggal 25 Maret tahun takwim berikutnya, sebelum batas akhir waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Pasal 21


(37)

2.1.2.4 Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 Peraturan Direktur Jendral Nomor PER - 31/PJ/2009 Bab III mengenai penerima penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 dan atau PPh pasal 26 terdiri dari :

a. Pegawai.

b. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya.

c. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi:

1. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.

2. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,

3. peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.

4. olahragawan

5. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.


(38)

6. pengarang, peneliti, dan penerjemah.

7. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan.

8. agen iklan.

9. pengawas atau pengelola proyek.

10.pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara.

11.petugas penjaja barang dagangan. 12.petugas dinas luar asuransi.

13.distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.

d. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :

1. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya.

2. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja.


(39)

3. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu.

4. peserta pendidikan, pelatihan, dan magang. 5. peserta kegiatan lainnya.

2.1.2.5 Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21

Sistem perpajakan Indonesia menganut self assessment. Dengan sistem tersebut wajib pajak diberikan kepercayaan untuk menghitung sendiri besarnya pajak terutang dalam suatau tahun pajak. Namun demikian, ketika wajib pajak menerima atau memperoleh penghasilan, ada kalanya atas penghasilan tersebut dipotong pajak dulu. Tentu saja praktek ini tidak menyalahi self

assessment dikarenakan, perhitungan pajak terutang sebenarnya

dilakukankan oleh wajib pajak sendiri dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan. Mereka yaitu :

a. Pegawai tetap

Pegawai tetap adalah orang pribadi yang berkerja pada pemberi kerja, yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur dan terus-menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung,


(40)

b. Pegawai lepas

Pegawai lepas adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja,

c. Penerima pensiun

Penerima pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya menerima tabungan hari tua atau tunjangan hari tua, d. Penerima honorarium

Penerima honorarium adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan, atau kegiatan yang dilakukannya,

e. Penerima upah

Penerima upah adalah orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan, atau upah satuan.

2.1.2.5 Bukan Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21

Yang tidak termasuk penerima penghasilan yang dipotong pajak penghasilan pasal 21, mereka adalah :

a. pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada


(41)

mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik,

b. pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 574/KMK/2000 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 601/KMK.03/2005 sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.

2.1.2.6 Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 Objek pajak penghasilan pasal 21 adalah:

a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang pensiun bulanan, upah, honorarium, premi bulanan, uang lembur, tunjangan-tunjangan, bea siswa, hadiah dan penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun.

b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur berupa jasa produksi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya,


(42)

tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan dan penghasilan sejenis yang lainnya yang sifatnya tidak tetap.

c. Upah harian, upah mingguan, upah satuan dan upah borongan. d. Uang tebusan pensiun, uang pesangon, uang tabungan hari tua

atau jaminan hari tua dan pembayaran lain yang sejenis.

e. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, beasiswa dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan lain yang dilakukan oleh wajib pajak dalam negeri, terdiri dari:

1) Tenaga ahli yaitu pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan akuaris

2) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya

3) Olahragawan

4) Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh dan moderator

5) Pengarang, peneliti dan penterjemah

f. Gaji, gaji kehormatan, tunjangan-tunjangan yang terkait gaji yang diterima oleh pejabat negara, PNS serta uang pensiun dan


(43)

tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang pensiun.

g. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh bukan wajib pajak atau wajib yang pajak padanya dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

2.1.2.7 Objek Pajak Penghasilan Pasal 21

Yang bukan termasuk objek pajak PPh Pasal 21:

a. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kecelakaan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna dan asuransi beasiswa.

b. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan kecuali yang diberikan oleh bukan yang Wajib Pajak.

c. Iuran pensiun yang dibayarakan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan serta iuran Tabungan Hari Tua atau Tunjangan Hari Tua (THT) kepada badan penyelenggara jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja.

d. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh pemberi kerja.


(44)

e. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja. f. Pembayaran THT-Taspen dan THT-Asabri kepada para

pensiunan yang berhak menerimanya.

g. Zakat yang diterima oleh pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

2.1.3 Penghitungan PPh Pasal 21

2.1.3.1 Tarif dan Penerapannya

a. Pegawai tetap, penerima pensiun bulanan, pegawai tidak tetap, pemagang dan calon pegawai serta distributor MLM/ direct selling dan kegiatan sejenis, dikenakan tarif Pasal 17 Undang-undang pph dikalikan dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). PKP dihitung berdasarkan sebagai berikut: pegawai tetap, penghasilan bruto dikurangi biaya jabatan (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 6.000.000,- setahun atau Rp 500.000,- (sebulan); dikurangi iuran pensiun. Iuran jaminan hari tua, dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

b. Penerima Pensiun Bulanan, penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun (5% dari penghasilan bruto, maksimum Rp 2.400.000,-


(45)

setahun atau Rp 200.000,- sebulan); dikurangi PTKP. Pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai: Penghasilan bruto dikurangi PTKP. (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 tanggal 31 desember 2008).

c. Pegawai tidak tetap, pemagang, calon pegawai : penghasilan bruto dikurangi PTKP yang diterima atau diperoleh untuk jumlah yang disetahunkan.

d. Distributor Multi Level Marketing/direct selling dan kegiatan sejenis; penghasilan bruto tiap bulan dikurangi PTKP perbulan. e. Penerima honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan,

komisi, bea siswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa dan kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan; mantan pegawai yang menerima jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus; peserta program pensiun yang menarik dananya pada dana pensiun; dikenakan tarif berdasarkan Pasal 17 Undang-undang pph dikalikan dengan penghasilan bruto.

f. Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaries, penilai, dan aktuaris) dikenakan tariff 15% dari perkiraan penghasilan netto.


(46)

g. Pegawai harian, pegawai mingguan, pemagang, dan calon pegawai, serta pegawai tidak tetap lainnya yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp.150.000,- sehari tetapi dalam satu bulan takwim jumlahnya tidak melebihi Rp. 1.320.000,- dan atau tidak di bayarkan secara bulanan, maka pph Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah dengan menerapkan tarif 5% dari penghasilan bruto setelah dikurangi Rp. 150.000,-. Bila dalam satu bulan takwim jumlahnya melebihi Rp.1.320.000,- sebulan, maka besarnya PTKP yang dapat dikurangkan untuk satu hari adalah sesuai dengan jumlah PTKP sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi 360.

h. Penerima pesangon, tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan sekaligus dikenakan tarif pph final sebagai berikut:

1) 5% dari penghasilan bruto diatas Rp 25.000.000 s.d. Rp. 50.000.000,-

2) 15% dari penghasilan bruto diatas Rp. 50.000.000 s.d. Rp. 250.000.000,-

3) 25% dari penghasilan bruto diatas Rp. 250.000.000 s.d. Rp. 500.000.000,-


(47)

4) 30% dari penghasilan bruto diatas Rp. 500.000.000,-

5) penghasilan bruto sampai dengan Rp. 25.000.000,- dikecualikan dari pemotongan pajak.

i. Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/POLRI yang menerima honorarium dan imbalan lain yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah dipotong PPh Ps. 21 dengan tarif 15% dari penghasilan bruto dan bersifat final, kecuali yang dibayarkan kepada PNS Gol. lId kebawah, anggota TNI/POLRI Peltu kebawah/ Ajun Insp./Tingkat I Kebawah.

j. PTKP adalah penghasilan yang menjadi batasan tidak kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi. PTKP sebenarnya adalah batasan dimana penghasilan seseorang tidak kena pajak, dalam menghitung penghasilan kena pajak bagi pegawai yang penghasilannya dibayar bulanan maka konsep PTKP yang diterapkan adalah PTKP dalam hitungan setahun, terkecuali bagi mereka yang penghasilannya dibayar harian maka PTKP nya adalah harian. Berdasarkan Undang-undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan pada pasal 7 angka 1 menyatakan penghasilan tidak kena pajak per tahun diberikan paling sedikit sebesar yaitu :


(48)

2. tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp. 1.320.000,- 3. tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya

digabung dengan penghasilan suami. Rp. 15.840.000,- 4. tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah semenda

dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang diatnggung sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk setiap keluarga Rp. 1.320.000,-

Untuk gaji yang diterima tahun 2013 telah terjadi perubahan PTKP sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 162/PMK.011/Tahun 2012. Berikut daftar Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk tahun 2013:

1. diri Wajib Pajak Pajak Orang Pribadi Rp. 24.300.000,- 2. tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin Rp. 2.025.000,- 3. tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya

digabung dengan penghasilan suami. Rp. 24.300.000,- 4. tambahan untuk setiap anggota keturunan sedarah semenda

dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang diatnggung sepenuhnya , maksimal 3 orang untuk setiap keluarga Rp. 2.025.000,-

k. Tarif Pasal 17 Undang-undang Pajak Penghasilan No. 36 tahun 2008 menjelaskan lapisan penghasilan kena pajak dengan tarif pajak sebagai berikut:


(49)

1. sampai dengan Rp. 50.000.000,- 5%

2. diatas Rp. 50.000.000,- sampai dengan Rp. 250.000.000,- 15%

3. diatas Rp. 250.000.000,- sampai dengan Rp. 500.000.000,- 25%

4. diatas Rp. 500.000.000,- 30%

2.1.3.2 Contoh Penghitungan Pemotongan PPh PasaL 21

a. Penghasilan Pegawai Tetap yang diterima Bulanan. Contoh:

Rahmad adalah pegawai tetap di PT Griya Karya sejak 1 Januari 2011. Ia memperoleh gaji sebulan sebesar Rp. 2.000.000,- dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 25.000,- sebulan. Rahmad menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0).

Gaji Sebulan Rp. 2.000.000,- Penghitungan PPh Psl. 21

Pengh. Bruto Rp. 2.000.000,-

Pengurangan Biaya Jabatan:


(50)

Iuran pensiun

Total Pengurangan (

Rp. 25.000,- (+)

Pengh netto sebulan Rp. 1.875.000,- Rp. 125.000,-)

Pengh. Netto setahun

12 x 1.875.000 ,- = Rp. 22.500.000,- PTKP setahun:

WP sendiri Rp. 15.840.000,-

Tambahan WP kawin

Total PTKP (

Rp. 1.320.000,- (+) Rp. PKP setahun Rp. 5.340.000,- )

PPh Psl. 21 5 % x Rp. 5.340.000,- = Rp. 267.000,- PPh Ps. 21 sebulan (Rp.267.000,- / 12 Bln) = Rp. 22.250,-

b. Penerima pensiun yang dibayarkan secara bulanan. Contoh:

Dian status kawin dengan 1 anak pegawai PT. Sasmita, pensiun tahun 2009. Tahun 2009 Dian menerima pensiun sebulan Rp. 2.000.000,-

Pensiun sebulan Rp. 2.000.000,- Penghitungan PPh Psl. 21 :

Pengurangan


(51)

Penghasilan Netto sebulan Rp. 1.900.000,- Penghasilan Netto setahun =

12 x 1.900.000 = Rp. 22.800.000,- PTKP setahun (K/1) (

PKP setahun Rp. 4.320.000,- Rp. 18.480.000,-)

PPh Ps. 21 setahun =

5% x Rp. 4.320.000,- = Rp. 216.000,- PPh Ps. 21 sebulan

(Rp. 216.000,- / 12 Bln) = Rp. 18.000,-

c. Pegawai tetap menerima bonus, gratifikasi, tantiem,Tunjangan Hari Raya atau tahun baru, premi dan penghasilan yang sifatnya tidak tetap, diberikan sekali saja atau sekali setahun.

Contoh :

Hendra adalah pegawai tetap di PT Semesta Alam. la memperoleh gaji bulan Desember sebesar Rp. 2.200.000,- menerima THR sebesar Rp. 600.000,- dan membayar iuran pensiun sebesar Rp. 25.000,- sebulan. Henda menikah tetapi belum mempunyai anak (status K/0) PPh Pasal 21 atas gaji dan THR.

Penghasilan Bruto setahun =


(52)

12x Rp. 2.200.000,= Rp. 26.400.000,- THR

Jumlah Penghasilan Bruto Rp. 27.000.000,- Rp. 600.000,- (+)

Pengurangan:

Biaya Jabatan: 5% x Rp. 27.000.000,- = Rp. 1.350.000,- Iuran pensiun 12 x Rp.25.000,-

Total Pengurangan (

= Rp. 300.000,- (+)

Penghasilan netto setahun Rp. 25.350.000,- Rp. 1.650.000,-)

PTKP (K/0) setahun (

PKP setahun Rp. 8.190.000,- Rp. 17.160.000,-)

PPh Psl. 21 terutang :

5% x Rp. 8.190.000,- = Rp. 409.500,- PPh Pasal 21 atas Gaji

Penghasilan Bruto setahun =

12 x Rp. 2.200.000,- =Rp. 26.400.000,- Pengurangan:

Biaya Jabatan: 5% x Rp. 26.400.000,- = Rp. 1.320.000,- Iuran pensiun 12 x Rp. 25.000,-

Total Pengurangan

= Rp. 300.000,- (+)

Penghasilan netto setahun Rp. 24.780.000,- (Rp. 1.620.000,-)

PTKP (K/0) setahun (Rp. 17.160.000,-) PKP setahun Rp. 7.620.000,-


(53)

PPh Ps. 21 terutang:

5% x Rp. 7.620.000,- = Rp. 381.000,- Maka PPh Pasal 21 atas THR :

PPh Pasal 21 atas gaji dan THR - PPh Pasal 21 atas gaji: = Rp. 409.500,- dikurangi Rp. 381.000,-

= Rp. 28.500,-

d. Penerima Honorarium atau Pembayaran lain. Contoh :

Uze seorang penceramah memberikan ceramah pada acara selamatan di sebuah Showroom Mbil dan menerima honorarium Rp. 1.000.000,- Penghitungan PPh Pasal 21 yang dipotong (tarif Pasal 17) : 5% x Rp.1.000.000,- = Rp. 50.000,-

e. Komisi yang dibayarkan kepada penjaja barang dagangan atau petugas dinas luar asuransi.

Contoh:

Umri seorang penjaja barang dagangan hasil produksi PT Tata Alam, dalam bulan April 2009 menerima sebesar Rp. 750.000,-

PPh Pasal 21 = 5% x Rp. 750.000,- = Rp. 37.500,-

f. Penerima Hadiah atau Penghargaan sehubungan dengan Perlombaan.


(54)

Contoh:

Jordan pemain Badminton yang tinggal di Jakarta, menjadi juara dalam suatu turnamen dan mendapat hadiah Rp. 30.000.000,- PPh Pasal 21 yang terutang atas hadiah turnamen adalah :

PPh Pasal 21 = 5% x Rp. 30.000.000,- = Rp. 1.500.000,- g. Honorarium yang diterima tenaga ahli yang melakukan

pekerjaan bebas. Contoh :

Gatot seorang arsitek, bulan Maret 2009 menerima honorarium Rp.20.000.000,- dari PT.Karya Alam sebagai imbalan atas jasa teknik.

Penghitungan PPh Pasal 21 = 15% x 50% x Rp. 20.000.000,- = Rp. 1.500.000,-

h. Penghasilan atas Upah Harian. Contoh :

Tito pada bulan Agustus 2009 bekerja sebagai buruh harian pada PT Hermes Praja. la bekerja sehari sebesar Rp. 120.000,-

Penghitungan PPh Pasal 21 terutang : Upah sehari = Rp. 120.000.-


(55)

Batas Upah harian yang Tidak di potong PPh = Rp. 150.000,-

PKP Sehari = Rp. 0,-

PPh Pasal 21 Sehari = (5% x Rp. 0,-) = Rp. 0,-

i. Penghasilan berupa uang tebusan pensiun, Tunjangan Hari Tua (THT), dan uang pesangon yang dibayarkan sekaligus oleh Dana Pensiun yang telah disahkan Menteri Keuangan.

Contoh :

Arif bulan Maret 2009 menerima tebusan pensiun dari Dana Pensiun “ X” Rp.70.000,000,- Penghasilan Bruto Rp.70.000.000, Dikecualikan dari Pemotongan Rp.25.000.000,- Penghasilan dikenakan pajak Rp.45.000.000,-

PPh Pasal 21 terutang: 5% x Rp. 45.000.000,- = Rp. 2.250.000,-

Jumlah PPh Pasal 21 terutang = Rp. 2.250.000,-

2.1.4 Pengertian SPT dan Fungsi SPT 2.1.4.1 Pengertian SPT

Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau


(56)

pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang-undan gan perpajakan. Terdapat dua macam SPT yaitu:

a. SPT Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.

b. SPT Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.

Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan. Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah, wajib menyampaikan SPT dalam bahasa Indonesia dan mata uang selain Rupiah yang diizinkan.

2.1.4.2 Fungsi SPT

Fungsi SPT adalah sebagai berikut: a. Bagi Wajib Pajak PPh

Sebagai sarana Wajin Pajak untuk melaporkan dan mempertanggung- jawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan


(57)

tentang pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak; - harta dan kewajiban dan pemotongan/ pemungutan pajak orang atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak,

b. PKP atau Pengusaha Kena Pajak

Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran dan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku,

c. Pemotong/ pemungut pajak

Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan. Surat Pemberitahuan dapat disampaikan oleh Wajib Pajak dengan 2 (dua) cara:


(58)

1. cara manual dilakukan dengan dua cara:

a) disampaikan langsung ke KPP tempat Wajin Pajak terdaftar atau KP4 (Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan) setempat dan atas penyampaian SPT Tahunan PPh tersebut Wajib Pajak akan menerima tanda bukti penerimaan,

b) disampaikan melalui Kantor Pos secara tercatat atau melaui perusahaan jasa ekspedisi atau melalui perusahaan jasa kurir, ke KPP tempat Wajib Pajak terdaptar atau KP4 setempat.

2. cara elektronik, yaitu melalui e-Filling, tata cara penyampaiannya diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-05/PJ./2005 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan. Secara Elektronik (e-Filling) melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi.

2.1.5 Pengertian SSP dan Fungsi SSP 2.1.5.1 Pengertian SSP

Apabila seseorang atau badan telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka dia memiliki kewajiban melakukan


(59)

perhitungan pajak yang tetap dengan menggunakan sarana SPT. Apabila berdasarkan perhitungannya terdapat pajak yang harus dibayar, maka sarana untuk pembayaran pajak tersebut dinamakan Surat Setoran Pajak atau SSP. UU No. 28 tahun 2007 pasal (1) butir 14 menyatakan Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.

2.1.5.2 Fungsi SSP

SSP atau Surat Setoran Pajak memiliki fungsi: a. sebagai sarana pembayaran pajak,

b. sebagai bukti dan laporan pembayaran pajak.

Dalam formulir SSP, wajib pajak harus mengisi data-data atau keterangan yang diperlukan terkait dengan pembayaran pajak tersebut. Keterangan-keterangan tersebut adalah :

a. nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), b. nama Wajib Pajak,

c. mata Anggaran Penerimaan (MAP) dan Kode Jenis Setoran (KJS) d. masa pajak dan tahun pajak,

e. nomor ketetapan (khusus untuk pembayaran STP atau

SKPKB/SKPKBT), f. jumlah pembayaran,


(60)

g. tanggal pembayaran.

2.2. Kerangka Konseptual

Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Keterangan Gambar :

Pada umumnya ketepatan perhitungan, pemotongan dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 ditentukan oleh pemahaman yang baik terhadap peraturan perundangan-undangan perpajakan yang ada. Jika pemahaman telah baik, maka Kantor Sekretariat Pemko Tebing Tinggi selaku pomotong, terhadap berbagai penghasilan dari berbagai macam pegawainya akan cenderung tepat dalam menghitung, menyetor dan melaporkan pajak penghasilan pasal 21. Salah satu ketentuan yang menjadi pedoman bagi Kantor Sekretariat Pemko Tebing Tinggi

Penghasilan Pegawai

Penyetoran

S P T

Pelaporan

UU No.36 Thn 2008 S S P Perhitungan


(61)

menghitung, menyetor dan melaporkan Pajak Penghasilan pasal 21 adalah UU No. 36 tahun 2008.

2.3 Hipotesis

Untuk memberikan pedoman dalam melaksanakan penelitian, maka diperlukan hipotesis. Hipotesis menurut Sugiyono (2009:93) yaitu “jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian”. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan belum berdasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Berdasarkan dari permasalahan yang di sebutkan sebelumnya serta dari keseluruh penjelasan yang telah di paparkan di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah :

a. Bendaharawan berperan penting dalam pemotongan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 Pegawai Negeri Sipil

b. Prosedur perhitungan, pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 21 Tahun 2012 telah sesuai dengan ketentuan Undang Undang Perpajakan No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan

c. Kurangnya kesadaran pegawai negeri sipil dalam melaporkan pajak penghasilannya sendiri


(62)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penilitian deskriptif. Penelitan deskriptif membahas cara-cara pengumpulan data, penyederhanaan angka-angka pengamatan yang diperoleh (meringkas dan menyajikan), serta melakukan pengukuran, pemusatan, dan penyebaran untuk memperoleh informasi yang lebih menarik, berguna dan lebih mudah dipahami (Siagian, 2006: 86).

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sekretariat Pemerintah Kota Tebing Tinggi yang bertempat di alamat Jalan Dr. Sutomo Nomor 14 Kelurahan Rambung Kecamatan Tebing Tinggi Kota, Kota Tebing Tinggi. Penelitian ini dilakukan selama 3 (tiga) bulan dari bulan Januari sampai Maret 2013.

No Kegiatan

Minggu Ke-

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1 Persiapan 2 Pengenalan

Perusahaan

3 Wawancara dengan Karyawan


(63)

5 Konsultasi Pembimbing 6 Pengolahan Data 7 Perbaikan

Pengolahan Data 8 Pengolahan Data

Akhir

Tebel 3.1. Daftar tabulasi waktu penelitian dan pengolahan data 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek / subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk mempelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono 2003 : 90). Adapun populasi pada penelitian ini yaitu Gaji Pegawai Negeri Sipil di Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. (Arikunto 2002 : 112). Sampel pada penelitian ini yaitu: Gaji Pegawai Negeri Sipil di Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi Tahun 2012


(64)

3.4. Jenis Data

Pada penelitian ini data yang digunakan ada dua jenis, yaitu : 1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari kantor/instansi. Data primer dalam penelitian ini adalah gambaran umum kantor/instansi, daftar gaji Pegawai Negeri Sipil Sekretariat Pemko Tahun 2012

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperolehan melalui studi dokumen dengan mempelajari berbagai tulisan buku, internet, dan skripsi untuk mendukung penelitian. Data sekunder pada penelitian ini yaitu berupa teori-teori tentang perhitungan, pemotongan dan pelaporan pajak pph 21 serta Undang Undang Perpajakan.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : a. Wawancara (interview)

Wawancara (interview) dilakukan dengan cara tanya jawab dan diskusi langsung dengan pihak-pihak yang berhubungan langsung dengan permasalahan yang di teliti yaitu kepada bendahara gaji, dan PNS yang akan dihitung perhitungan pajak pph 21 nya.


(65)

b. Kepustakaan

Metode kepustakaan merupakan suatu metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data-data melalui literature-literatur yang ada di perpustakaan.

c. Pengamatan (observasi)

Pengamatan (observasi) dilakukan dengan cara melakukan pengamatan langsung terhadap kegiatan.

d. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi merupakan metode pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data dan informasi melalui dokumen yang ada di kantor/instansi.

3.6. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kualitatif. Metode analisis deskriptif kualitati tidak menggunakan alat statistic, akan tetapi dilakukan dengan membaca table-tabel, grafik-grafik, atau angka-angka yang tersedia kemudian melakukan uraian dan penafsiran.


(66)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

Sekretariat Kota Tebing Tinggi dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Drt Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota-kota Kecil Dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 20). Kemudian Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Tebing Tinggi No. 12 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tebing Tinggi.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud Sekretariat Daerah membawahkan dan mengoordinasikan:

a. Asisten Administrasi Pemerintahan; dan b. Asisten Administrasi Umum.

Kantor Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi beralamat di Jln. Dr. Sutomo Nomor 14 Kelurahan Rambung Kecamatan Tebing Tinggi Kota Kota Tebing Tinggi. Adapun Visi dan Misi Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi adalah:

a. Visi

Visi merupakan cara pandang kedepan dari suatu instansi yang mengandung gambaran cita-cita yang ingin dicapai pada masa yang


(67)

akan dating. Adapun Visi Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi adalah:

“Terwujudnya Administrasi Pemerintahan Yang Baik Melalui Peningkatan Profesionalisme, Transparan dan Akuntabilitas.”

b. Misi

1) Meningkatkan kualitas Sumber Daya Aparatur yang professional dan bebas KKN dengan meningkatkan kopetensi aparatur, melalui pendidikan formal dan diklat-diklat.

2) Meningkatkan koordinasi dan pembinaan administrasi yang transparan dan bertanggung jawab melalui optimalisasi koordinasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan guna menciptakan iklim yang kondusif.

3) Meningkatkan kualitas pelayanan Administrasi Pemerintahan yang baik melalui pemangkasan birokrasi yang panjang dan berbelit-belit untuk meningkatkan dan mempertahankan dukungan kepercayaan serta loyalitas masyarakat.

Tujuan dan Fungsi Berdirinya Kantor Sekretariat Kota Tebing Tinggi a. Adapun tujuan Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi adalah

1. Meningkatkan penyelenggaraan administrasi pemerintahan dengan peningkatan kapasitas pemerintah kecamatan/ kelurahan dalam pemberian pelayanan publik.


(68)

2. Meningkatkan penyelenggaraan administrasi keuangan yang baik, tertib dan lancar.

3. Meningkatkan profesional aparatur.

4. Meningkatkan pelayanan urusan rumah tangga dan perlengkapan kebutuhan aparatur pemerintah kota.

5. Meningkatkan produk hukum daerah, organisasi dan ketatalaksanaan.

6. Meningkatkan pelayanan informasi yang mutahir dan komprehensif terhadap penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.

7. Meningkatkan kinerja pelayanan informasi mengenai data dan potensi daerah serta pengelolaan lingkungan hidup daerah.

8. Meningkatkan sistem pelayanan kesejahteraan sosial dan keagamaan.


(69)

Struktur Organisasi Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi

Gambar. 4.1 Struktur Organisasi Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi

SEKRETARIS DAERAH

Asisten Administrasi Pemerintahan

Bagian Administrasi Pemerintahan Asisten Administrasi

Umum

Bagian Administrasi Kesejahteraan Rakyat

Bagian Hukum dan Organisasi

Bagian Administrasi Perekonomian dan

Pembangunan Bagian Administrasi

Keuangan

Bagian Administrasi Humas Pimpinan dan Protokol

Bagian Administrasi Umum

Bagian Administrasi Barang Daerah


(70)

4.2. Pembahasan Hasil Penelitian

4.2.1. Prosedur Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21

Dalam kewajiban perpajakan, pemungutan/pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh bendaharawan pemerintah yang membayar gaji sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan. Begitu juga Pada Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi pemungutan, penyetoran dan pelaporan pajak PNS dilakukan secara sentralisasi yaitu oleh bendaharawan gaji Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi.

Petunjuk mengenai pelaksanaan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan diatur dengan Undang Undang Perpajakan No.36 Tahun 2008, Keputusan Dirjen Pajak Nomor: PER 31/PJ./2009 diubah dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor:57/PJ/2009 dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.03/2010.

Kewajiban per pajakan oleh bendaharawan tersebut ada dua yaitu:


(71)

2. Kewajiban Formil : yaitu mendaftarkan diri, melakukan pembukuan, memungut/ memotong, menyetor, dan melakukan pelaporan.

Adapun prosedur pemotongan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:

1. Pemotongan PPh Pasal 21 dan Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku

2. Dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga pegawai, penerima pensiun berkala dan bukan pegawai wajib membuat surat pernyataan baru dan menyerahkannya kepada Pemotong PPh Pasal 21 paling lama sebelum mulai tahun kalender berikutnya.

3. Pemotong PPh Pasal 21 wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan kalender.

4. Pajak Penghasilan ditentukan menggunakan pembukuan dengan penggunaan daftar gaji para pegawai Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi yaitu jumlah gaji yang dibayarkan setiap bulan dikalikan 12 (dua belas) dan tunjangan ke -13 (ketiga belas).

5. Pemotong PPh Pasal 21 wajib membuat catatan atau kertas kerja perhitungan PPh Pasal 21 dan untuk masing‐masing penerima penghasilan, yang menjadi dasar pelaporan PPh Pasal 21 yang terutang


(72)

untuk setiap masa pajak dan wajib menyimpan catatan atau kertas kerja perhitungan tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

6. Pemotong PPh Pasal 21 wajib membuat bukti pemotongan PPh Pasal 21 memberikan bukti pemotongan tersebut kepada penerima penghasilan yang dipotong pajak.

7. Bentuk formulir pemotongan PPh Pasal 21 ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

8. Apabila pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh Direktur Jendral Pajak untuk melakukan pemotongan/pemungutan tidak melakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dan kenaikan 100% dari pajak yang terutang.

4.2.2. Mekanisme Perhitungan PPh 21 PNS Sekretariat Kota Tebing Tinggi

Gaji Pokok xxx

Tunjangan Istri/Suami xxx

Tunjangan Anak xxx

Tunjangan Struktural/Fungsional xxx Tunjangan Beras

Jumlah Penghasilan Bruto xxx

xxx

Pengurangan:


(73)

2. Iuran Pensiun

Jumlah Pengurangan xxx

Penghasilan Neto Sebulan xxx

( xxx )

Penghasilan Neto Setahun xxx

PTKP ( xxx )

Penghasilan Kena Pajak Setahun xxx

Pembulatan xxx

PPh terutang (tarif Psl. 17) ` xxx

PPh Pasal 21 Setahun xxx

PPh Pasal 21 Sebulan xxx

Keterangan:

a. Tunjangan Istri/Suami adalah

besarnya 10% dari gaji pokok dan dapat diberikan apabila pegawai negeri sipil melaporkan kepada bendaharawan dengan melampirkan surat keterangan untuk mendapatkan pembayaran tunjangan keluarga dan akte nikah.

b. Tunjangan anak adalah tunjangan yang diberikan kepada PNS/CPNS yang mempunyai anak (anak kandung, anak tiri dan anak angkat) yang belum berumur 21 tahun, dan tidak atau belum pernah menikah dan tidak mempunyai penghasilan sendiri serta nyata menjadi tanggungan PNS/CPNS yang bersangkutan, atau telah berumur 21


(74)

tahun s/d 25 tahun bagi anak yang masih melanjutkan pendidikan formal (kuliah). saat ini jumlah anak yang berhak mendapatkan tunjangan maksimal 2 (dua) orang, masing-masing anak mendapatkan 2% dari gaji pokok. c. Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan

memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak. Besarnya 5% dari penghasilan bruto, maximal Rp. 6.000.000/tahun atau Rp. 500.000/bulan

d. Iuran pensiun dipotong sebesar 4,75% dari gaji pokok + tunjangan istri + tunjangan anak.

e. Dalam hal karyawati kawin, PTKP yang dikurangkan adalah hanya untuk dirinya sendiri, dan dalam hal tidak kawin pengurangan PTKP selain untuk dirinya sendiri ditambah dengan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

f. Bagi karyawati yang menunjukkan keterangan tertulis dari Pemda setempat (serendah-rendahnya kecamatan) bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, diberikan tambahan PTKP sejumlah Rp1.320.000,00 setahun atau Rp110.000,00 sebulan dan ditambah PTKP untuk keluarganya.

g. Besarnya PTKP ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun takwim.


(75)

4.2.3.Contoh perhitungan PPh Pasal 21 pada Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi.

Untuk menghitung pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 terhadap gaji PNS dan tunjangan lainnya penulis mengambil contoh seorang pegawai golongan III/a yaitu Bapak Dian, SE yang telah menikah dan memiliki dua orang anak, perhitungannya dilakukan sebagai berikut:

Penghasilan:

Gaji Pokok Rp. 2.254.600,-

Tunjangan Istri/Suami Rp. 225.460,-

Tunjangan Anak Rp. 90.184,-

Tunjangan Struktural Rp. 185.000,-

Tunjangan Beras Rp. 232.200,-

Penghasilan Kotor Rp. 2.987.444,-

Pengurangan

- Biaya Jabatan :

5% x Rp. 2.987.444,- = Rp. 149.372,-


(76)

4,75% x Rp. 2.570.244,- = Rp. 122.086,-

Jumlah Potongan (Rp. 271.458,-)

Penghasilan Netto Rp. 2.715.986,-

PTKP

Wajib Pajak Rp. 1.320.000,-

Istri Rp. 110.000,-

Anak Rp. 220.000,-

Jumlah PTKP Rp. 1.650.000,-

Penghasilan Kena Pajak Sebulan Rp. 1.065.986,-

PKP setahun : 12 x Rp. 1.065.986,- Rp. 12.791.832,-

Pembulatan Rp. 12.791.000,-

PPh Pasal 21 Setahun

5% x Rp. 12.791.000,- Rp. 639.591,-

PPh Pasal 21 Sebulan

Rp. 639.591,- : 12 Bulan Rp. 53.295,-


(77)

Catatan :

1. PPh Pasal 21 setahun sebesar Rp.53.295,- ditanggung oleh pemerintah 2. Apabila Bapak Dian belum memiliki Npwp maka besarnya PPh Pasal

21 setiap bulannya adalah : 120% x Rp. 53.295,- = Rp. 63.954,- . Atas tambahan PPh Pasal 21 terutang sebesar Rp. 10.659,-( Rp. 63.954 – Rp.53.295) tidak ditanggung pemerintah sehingga bendahara pemerintah wajib memotong dari gaji dan tunjangan Bapak Dian dan menyetorkannya ke Kas Negara.

Pada bulan Juni Bapak Dian menerima gaji ke-13, berdasarkan keterangan yang diperoleh dari narasumber maka perhitungan PPh pasal 21 atas gaji bulan ke-13 adalah sebagai berikut:

Penghasilan:

Gaji dan Tunjangan Bulan Juni :

Gaji Pokok Rp. 2.254.600,-

Tunjangan Istri/Suami Rp. 225.460,-

Tunjangan Anak Rp. 90.184,-

Tunjangan Struktural Rp. 185.000,-


(78)

Penghasilan Bulan Juni Rp. 2.987.444,-

Penghasilan disetahunkan : 12 x Rp. 2.987.444,- Rp. 35.849.328,-

Gaji dan Tunjangan Ke-13

Gaji Pokok Rp. 2.254.600,-

Tunjangan Istri/Suami Rp. 225.460,-

Tunjangan Anak Rp. 90.184,-

Tunjangan Struktural Rp. 185.000,-

Jumlah Penghasilan Kotor Bulan Ke-13 Rp. 2.755.244,- Penghasilan Bruto Setahun Rp. 38.604.572,-

Pengurangan

Biaya Jabatan :

5% x Rp. 38.604.572,- = Rp. 1.930.228,-

- Iuran Pensiun :

12 x 4,75% x Rp. 2.570.244,- = Rp. 1.465.039,-

Jumlah Potongan (Rp. 3.395.267,-)

Penghasilan Netto Rp. 35.209.305,-


(79)

Wajib Pajak Rp. 15.840.000

Istri Rp. 1.320.000

Tanggungan Rp. 2.640.000,-

Jumlah PTKP (Rp. 19.800.000,-)

Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp. 15.409.305,-

Pembulatan Rp. 15.409.000,‐

PPh Pasal 21 Setahun atas seluruh penghasilan

= 5% x Rp. 15.409.000,- Rp. 770.450,-

PPh Pasal 21 atas gaji dan tunjangan ke-13

= Rp.770.450 – Rp.639.951,- Rp. 130.499,-

4.2.4. Prosedur Penyetoran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

1. Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan di PT. BANK SUMUT Cab. Tebing Tinggi.

2. Pembayaran dan penyetoran pajak penghasilan dilakukan setiap bulan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang ditetapkan oleh Direktur Jendral Pajak. Dimana fungsi SSP sendiri yaitu sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah


(80)

disahkan oleh Bagian Kas Daerah sebagai penerima pembayaran yang berwenang atau yang memvalidasi.

3. Pajak penghasilan Pasal 21 harus disetor paling lambat tanggal 10 bulan takwim bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir, 4. Apabila tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran

bertepatan dengan hari libur maka pembayaran atau penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

5. Dalam hal dalam suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran pajak atas PPh Pasal 21 dan yang terutang, kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang pada bulan berikutnya melalui Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21.

4.2.5. Prosedur Pelaporan Atas Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Adapun pelaksanaan prosedur pelaporan atas pemotongan pajak penghasilan pasal 21 di Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi adalah sebagai berikut:

a. Wajib pajak datang ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tebing Tinggi ke bagian Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) dengan membawa Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diterima dari bendaharawan.


(81)

b. Petugas dibagian TPT menerima Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan Pasal 21 dari wajib pajak,

c. Petugas membuat tanda terima SPT Masa Pasal 21 yang diterima wajib pajak dalam bentuk Lembar Pengawasan Arus Dokumen (LPAD),

d. Petugas dibagian TPT membuat pengantar pengiriman SPT Tahunan Pajak Penghasilan Pasal 21 ke seksi pemotongan dan pemungutan,

e. Petugas menerima berkas SPT Tahunan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diterima dari petugas TPT dengan memaraf tanda terima pengiriman berkas yang diberikan petugas TPT.

f. Batas waktu pelaporan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Pasal 21 yaitu tanggal 31 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak.

4.2.6. Hal-Hal yang Menghambat Dalam Pelaksanaan Prosedur Pemotongan Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 21.

a. Masih terdapat wajib pajak (PNS) yang tidak disiplin dalam penyetoran dan pelaporan SPT Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diterima dari bendahara dimana seharusnya dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikut. Begitu juga untuk SPT Tahunan belum dilaporkan secara tepat waktu, hal ini dibuktikan dengan rendahnya jumlah wajib pajak yang melaporkan SPT


(82)

Tahunan hingga minggu terakhir bulan ketiga sehingga KPP Pratama Kota Tebing Tinggi melakukan penjemputan ke Sekretariat Pemko Tebing Tinggi.

b. Sebagian wajib pajak yang masih belum sadar akan pentingnya pelaporan pajak dan juga belum mengerti bagaimana prosedur pemotongan, penyetoran dan pelaporan atas PPh Pasal 21 yang diperoleh dari pekerjaannya.

c. Masih banyak wajib pajak yang tidak mengetahui sanksi apa yang akan dikenakan kepadanya oleh Kantor Pelayanan Pajak pada wajib pajak apabila terlambat menyetor dan melaporkan pajak penghasilan terutangnya.

d. Tidak terdapatnya seorang konsultan pajak di lingkungan Sekretariat Pemko Tebing Tinggi yang mengakibatkan sulitnya melakukan berbagai hal mengenai perpajakan seperti perhitungan dan masalah lainnya yang berkaitan dengan perpajakan.


(83)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. PPh pasal 21 dipotong dan dilaporkan oleh pemotong pajak yaitu bendaharawan pemerintah dalam hal ini Bendaharawan Gaji Pemerintah Kota Tebing Tinggi Pembayaran dan Penyetoran Pajak dilakukan di PT. Bank SUMUT Cabang Tebing Tinggi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). PPh Pasal 21 harus disetor paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir. Jadi dalam hal ini Bendahara Gaji Pemerintah Kota Tebing Tinggi memiliki peranan penting dalam hal perhitungan, pemotongan, penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilingkungan Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi.

2. Perhitungan PPh Pasal 21 yang dilakukan di Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi dalam hal pemotongan pajak berdasarkan tunjangan anak atau pun tunjangan istri/ suami, PTKP yang dikenakan, maupun hal-hal lain yang berhubungan dengan perhitungan pajak telah sesuai dengan Undang-Undang No 36 Tahun 2008


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. PPh pasal 21 dipotong dan dilaporkan oleh pemotong pajak yaitu bendaharawan pemerintah dalam hal ini Bendaharawan Gaji Pemerintah Kota Tebing Tinggi Pembayaran dan Penyetoran Pajak dilakukan di PT. Bank SUMUT Cabang Tebing Tinggi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). PPh Pasal 21 harus disetor paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir. Jadi dalam hal ini Bendahara Gaji Pemerintah Kota Tebing Tinggi memiliki peranan penting dalam hal perhitungan, pemotongan, penyetoran dan pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilingkungan Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi.

2. Perhitungan PPh Pasal 21 yang dilakukan di Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi dalam hal pemotongan pajak berdasarkan tunjangan anak atau pun tunjangan istri/ suami, PTKP yang dikenakan, maupun hal-hal lain yang berhubungan dengan perhitungan pajak telah sesuai dengan Undang-Undang No 36 Tahun 2008


(2)

3. Masih rendahnya kesadaran wajib pajak (PNS) di Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi untuk melaporkan SPT Masa Bulanan maupun SPT Tahunan ke KPP Pratama Kota Tebing Tinggi.

5.2. Saran

Selain kesimpulan-kesimpulan yang diutarakan diatas, disini penulis juga memberikan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi pembaca, antara lain :

1. Sebaiknya bagi para wajib pajak diberikan penyuluhan oleh aparat perpajakan baik melalui media cetak ataupun melalui seminar-seminar yang diadakan oleh pihak aparat pajak sendiri sehingga wajib pajak dalam hal ini PNS Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi benar-benar mengerti mengenai pajak itu sendiri khususnya pada PPh pasal 21,

2. Agar KPP Pratama Kota Tebing Tinggi memberikan sanksi tegas sesuai peraturan yang berlaku kepada wajib pajak yang tidak disiplin melaporkan SPT nya.

3. Menempatkan seorang konsultan pajak di Lingkungan Sekretariat Daerah Kota Tebing Tinggi untuk mempermudah para wajib pajak berkonsultasi mengenai peraturan-peraturan tentang perhitungan, pemotongan, dan pelaporan PPh Pasal 21 atas gajinya.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi, 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta.

Mardiasmo, 2008, Perpajakan, Edisi Repisi, Andi, Yogyakarta.

Peraturan Direktur Jendral Nomor PER - 31/PJ/2009. Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/ atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan kegiatan Orang Pribadi.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan atau Biaya Pensiunan yang Dapat dikurangkan dari penghasilan Bruto Pegawai Tetap atau Pensiunan.

Siagian P, Sondang, 2006, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta.

Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Alfabbeta, Bandung.

UU. No 17 tahun 2000, tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang No. 7

Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

=aturan&page=show&id=2 (15 Februari 2013).

Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.http://www.ortax.org/ortax/mod=aturan&page=show&id=12761 (21 Februari 2013)

UU. No 36 tahun 2008, tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang No. 7

Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

Waluyo dan Wirawan B. Ilyas, 2002, Perpajakan Indonesia, Cetakan II, Salemba Empat, Jakarta.


(4)

(5)

(6)