Prosedur Pemotongan, Pembayaran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Petugas Dinas Luar Asuransi Di Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 Cabang Muara Bungo
LAPORAN TUGAS AKHIR
PROSEDUR PEMOTONGAN, PEMBAYARAN, DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ATAS PENGHASILAN PETUGAS
DINAS LUAR ASURANSI DI ASURANSI JIWA BERSAMA BUMIPUTERA 1912 CABANG MUARA BUNGO
O L E H
Nama : Ayu Retno Anggraini NIM : 102600004
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Menyelesaikan Studi Pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
(2)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
HALAMAN PERSETUJUAN
LAPORAN PKLM INI DISETUJUI UNTUK DIPRESENTASIKAN OLEH :
Nama : Ayu Retno Anggraini
NIM : 102600004
Program Studi : Diploma III Administrasi Perpajakan
Judul : Prosedur Pemotongan, Pembayaran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Petugas Dinas Luar Asuransi Di Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 Cabang Muara Bungo
Ketua Jurusan PRODIP. III Administrasi Perpajakan
(Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si)
Supervisor Lapangan
(Suroto, SE) (Suroto, SE) Ketua Program Studi Diploma III
Administrasi Perpajakan
Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si NIP : 195608311986011001
Dosen Pembimbing
Harmaini Hasan, SH, MM NIP : 060018639
Dekan
Supervisor Lapangan
(3)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah swt. yang telah memberikan kemudahan dalam menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini. Sesungguhnya tidak akan menjadi mudah sesuatu yang sulit jika bukan karena Dia yang memudahkannya. Laporan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan perkuliahan pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Judul yang diambil penulis adalah “Prosedur Pemotongan, Pembayaran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Petugas Dinas Luar Asuransi di Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 Cabang Muara Bungo” .
Pepatah mengatakan “Tak Ada Gading yang Tak Retak”, begitu pula dengan Laporan Tugas Akhir ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan masih terdapat banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan untuk hasil yang lebih baik pada masa yang akan datang.
Selama melakukan penulisan dan penyusunan Laporan Tugas Akhir ini, penulis banyak menerima dorongan dan bimbingan. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
(4)
1. Kedua orang tua yang telah banyak memberikan dukungan moril maupun materil sampai saat ini, memberikan nasihat, motivasi dan yang tak kalah penting adalah doa orang tua yang selalu mengiringi penulis.
2. Bapak Harmaini Hasan selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis sehingga laporan ini dapat diselesaikan dengan baik. 3. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik.
4. Bapak Drs. Alwi Hashim Batubara, M.Si selaku Ketua Jurusan Program Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
5. Para Dosen Program Diploma III Administrasi Perpajakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmunya kepada mahasiswa, semoga ilmu yang disampaikan bermanfaat dan menjadi amal jariyah.
6. Bapak Darlis selaku Kepala Cabang Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 Cabang Muara Bungo yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan Praktik Kerja Lapangan Mandiri di perusahaan ini. 7. Bapak Suroto, SE selaku supervisor yang telah memberikan bimbingan
(5)
8. Teman-temanku Kak Linir Agustin, Jenny Yelina Rambe, Wirdha Rahmah Siagian, Suraiya Balatif, Dwi Amalia Putri, dan lainnya yang tidak mungkin disebut satu persatu. Semoga Allah swt. senantiasa memberikan jalan keluar atas masalah yang kita hadapi dalam perjalanan hidup menuju kesuksesan dan mudah-mudahan kita semua bisa menjadi anak-anak yang membahagiakan orang tua tidak hanya di dunia tetapi juga di akhirat kelak.
Akhirnya penulis berharap Laporan Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak umumnya dan bagi penulis sendiri khususnya.
Medan, Juli 2013 Penulis
(6)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang PKLM ... 1
B. Tujuan dan Manfaat PKLM ... 4
C. Uraian Teoritis... 5
D. Ruang Lingkup PKLM ... 8
E. Metode PKLM... 8
F. Metode Pengumpulan Data ... 9
G. Sistematika Penulisan Laporan PKLM ... 10
BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM ... 12
A. Sejarah Umum AJB Bumiputera 1912 ... 12
B. Sejarah AJB Bumiputera 1912 Cabang Muara Bungo... 15
C. Struktur Organisasi ... 16
D. Uraian Tugas Pokok ... 18
(7)
F. Jenis-jenis Produk Asuransi ... 23
G. Tingkat Kesadaran Masyarakat Kabupaten Bungo Terhadap Asuransi ... 31
BAB III GAMBARAN DATA ... 34
A. Dasar Hukum PPh Pasal 21 ... 34
B. Pengertian PPh Pasal 21 dan Penghasilan ... 36
C. Wajib Pajak PPh Pasal 21 ... 37
D. Status Petugas Dinas Luar Asuransi Dalam Perpajakan ... 39
E. Objek dan Bukan Objek PPh Pasal 21 ... 41
F. Pemotong PPh Pasal 21 ... 43
G. Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21... 45
H. Penghasilan Tidak Kena Pajak ... 46
I. Tarif PPh Pasal 21 ... 48
J. Penghitungan PPh Pasal 21 Bukan Pegawai ... 48
K. Komponen Penghasilan Petugas Dinas Luar Asuransi ... 53
L. Surat Pemberitahuan (SPT) ... 55
M. Hak dan Kewajiban Pemotong PPh Pasal 21 ... 60
(8)
BAB IV ANALISIS DAN EVALUASI ... 65
A. Prosedur Pemotongan PPh Pasal 21 Petugas Dinas Luar Asuransi di AJB Bumiputera 1912 Cabang Muara Bungo ... 65
B. Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 Petugas Dinas Luar Asuransi ... 66
C. Prosedur Pembayaran PPh Pasal 21 di AJB Bumiputera 1912 Cabang Muara Bungo... 71
D. Prosedur Pelaporan PPh Pasal 21 di AJB Bumiputera 1912 Cabang Muara Bungo... 72
E. Data Pemenuhan Kewajiban PPh Pasal 21 AJB Bumiputera 1912 Cabang Muara Bungo... 73
F. Masalah Perpajakan di AJB Bumiputera 1912 Cabang Muara Bungo... 74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 76
A. Kesimpulan... 76
B. Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(9)
DAFTAR TABEL
1. Persentase Perbandingan Jumlah Nasabah dengan Jumlah
Penduduk Muara Bungo ... 32 2. Perkembangan Pencapaian AJB Bumiputera 1912 Cabang
Muara Bungo ... 33 3. Penghitungan PPh Pasal 21 Petugas Dinas Luar Asuransi yang
Bersifat Berkesinambungan dan Memiliki NPWP ... 51 4. Penghitungan PPh Pasal 21 Petugas Dinas Luar Asuransi yang
Bersifat Berkesinambungan dan Tidak Memiliki NPWP ... 52 5. Penghitungan Komisi Petugas Dinas Luar Asuransi ... 67 6. Penghitungan Sumbangan Uang Jalan Petugas Dinas Luar Asuransi ... 68 7. Daftar Pembayaran THR Petugas Dinas Luar AJB Bumiputera 1912 Cabang
Muara Bungo Tahun 2012 Unit : DGO/Sumarni ... 70 8. Data Pemenuhan Kewajiban PPh Pasal 21 Petugas Dinas Luar
AJB Bumiputera 1912 Cabang Muara Bungo Periode
(10)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang PKLM
Dalam menjalankan pemerintahan dan pembangunan, dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Dana tersebut dikumpulkan dari segenap potensi sumber daya yang dimiliki suatu negara, baik berupa hasil kekayaan alam maupun kontribusi dari masyarakat. Pajak merupakan kontribusi masyarakat kepada negara berdasarkan kemampuan (daya pikul) masing-masing yang dapat dipaksakan untuk membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunan secara langsung dengan pajak yang telah dibayarnya.
Kontribusi penerimaan pajak terhadap penerimaan negara diharapkan semakin meningkat dari tahun ke tahun, seiring dengan semakin menurunnya peranan minyak dan gas bumi terhadap penerimaan negara. Harapan ini tumbuh dari kesadaran pemerintah bahwa minyak dan gas bumi mempunyai keterbatasan sebagai sumber daya, yaitu tidak dapat diperbarui lagi dan harga jual minyak dan gas bumi di pasar dunia berfluktuasi, serta adanya keinginan pemerintah untuk meningkatkan kemandirian bangsa Indonesia dalam membiayai pembangunan dan pemerintahan melalui partisipasi aktif masyarakat berupa pajak (Diaz Priantara 2009 : 2).
(11)
Di Indonesia terdapat beberapa jenis pajak, salah satunya adalah Pajak Penghasilan Pasal 21. Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 21, Pajak Penghasilan Pasal 21 yang selanjutnya disebut PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi. Salah satu penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah Petugas Dinas Luar Asuransi.
Pesatnya perkembangan perasuransian pada saat ini mendorong setiap perusahaan asuransi bersaing secara ketat serta menuntut pegawai mereka untuk bekerja dengan baik dan maksimal dalam pencapaian target. Salah satu perusahaan asuransi adalah Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 yang memiliki cabang di seluruh Indonesia.
Orang-orang yang bekerja di AJB Bumiputera 1912 dibedakan atas dua macam, yaitu Pegawai Dinas Dalam dan Petugas Dinas Luar Asuransi. Petugas Dinas Luar Asuransi bertugas menjaring masyarakat untuk dijadikan pemegang polis, ia merupakan awal penggerak untuk memajukan perusahaan. Mengenai sistem penggajian Petugas Dinas Luar Asuransi, penghasilan yang mereka peroleh berupa komisi dari berapa banyak produk asuransi yang terjual. Jadi semakin banyak produk yang terjual, semakin tinggi penghasilan atau bonus yang diperoleh.
(12)
Dalam hal ini, perusahaan asuransi sebagai pemotong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima Petugas Dinas Luar Asuransi sangat diharapkan dapat bekerja sama dengan pemerintah khusunya Direktorat Jenderal Pajak untuk mengumpulkan dana dari masyarakat melalui pajak. Bentuk kerja sama ini antara lain menjalankan kewajiban perpajakan dengan baik seperti memotong, membayar, dan melaporkan PPh Pasal 21 Petugas Dinas Luar Asuransinya.
Namun, dalam praktik masih terdapat beberapa permasalahan akibat pemahaman yang kurang mengenai peraturan perpajakan. Pertama, dalam proses menghitung pajak yang masih salah, jika lebih besar dari yang seharusnya maka pegawai akan dirugikan, jika sebaliknya maka negara yang dirugikan. Kedua, menurut Indrajaya Burnama (Indonesian Tax Review 2013 : 33) kesalahan juga terjadi pada saat membayar pajak, seperti kesalahan dalam mengisi nama Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyetor, kesalahan mengisi Kode Akun Pajak, Kode Jenis Setoran, Masa Pajak dan/atau Tahun Pajak serta kesalahan membayar jumlah pajak yang lebih besar dari jumlah yang seharusnya terutang.
Mengetahui permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri di Kantor AJB Bumiputera 1912 dengan mengambil judul “Prosedur Pemotongan, Pembayaran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Petugas Dinas Luar Asuransi di Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 Cabang Muara Bungo.”
(13)
B. Tujuan dan Manfaat PKLM 1. Tujuan
1.1.Untuk mengetahui prosedur pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan
Petugas Dinas Luar Asuransi di Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo.
1.2.Untuk mengetahui prosedur pembayaran PPh Pasal 21 atas penghasilan Petugas Dinas Luar Asuransi yang dilakukan oleh AJB Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo.
1.3.Untuk mengetahui prosedur pelaporan PPh Pasal 21 atas penghasilan Petugas Dinas Luar Asuransi yang dilakukan oleh AJB Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo.
1.4.Untuk mengetahui apakah prosedur pemotongan, pembayaran, dan pelaporan PPh Pasal 21 atas Petugas Dinas Luar Asuransi di AJB Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
2. Manfaat
2.1.Untuk Mahasiswa
a. Menambah pengetahuan mengenai pelaksanaan peraturan perpajakan yang telah dibuat pemerintah terutama yang berhubungan dengan judul praktik ini dengan realitanya di lapangan.
(14)
b. Mengukur kemampuan yang dimiliki oleh mahasiswa dalam menghadapi situasi dunia kerja yang sebenarnya.
c. Mendorong mahasiswa untuk lebih mengasah kemampuan agar dapat menjadi tenaga ahli perpajakan siap pakai.
2.2.Untuk Perusahaan
a. Meningkatkan kepatuhan perusahaan dalam menjalankan peraturan perpajakan yang berlaku.
b. Sebagai acuan merekrut tenaga kerja pada masa yang akan datang. c. Mempromosikan perusahaan kepada Program Studi Diploma III
Administrasi Perpajakan.
2.3.Untuk Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU a. Menjalin hubungan kerja sama dengan perusahaan.
b. Sebagai dasar untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas kurikulum pada masa yang akan datang.
c. Mempromosikan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU kepada pihak luar.
C. Uraian Teoritis 1. Pengertian Pajak
Menurut Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2009 : 1) pajak adalah iuran wajib rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang yang dapat dipaksakan
(15)
dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditujukan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
2. Fungsi Pajak
Pajak memiliki dua fungsi yaitu :
2.1.Fungsi Pendanaan (budgetair), artinya pajak sebagai sumber dana pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2.2.Fungsi Mengatur (regulerend), artinya pajak sebagai alat untuk mengatur kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
3. Pengelompokan Pajak 3.1.Menurut Golongannya
a. Pajak Langsung
Yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
(16)
Contoh : Pajak Penghasilan. b. Pajak Tidak Langsung
Yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai. 3.2.Menurut Sifatnya
a. Pajak Subjektif
Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Penghasilan. b. Pajak Objektif
Yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak.
Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
3.3.Menurut Lembaga Pemungutannya a. Pajak Pusat
Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Bea Materai.
(17)
b. Pajak Daerah
Yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Contoh : Pajak Kendaraan Bermotor, Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan sebagainya.
D. Ruang Lingkup PKLM
Praktik Kerja Lapangan Mandiri di Kantor AJB Bumiputera Cabang Muara Bungo ini khususnya dilakukan di bagian Unit Administrasi dan Keuangan, untuk memperoleh data mengenai prosedur pemotongan, pembayaran, dan pelaporan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Petugas Dinas Luar Asuransi.
E. Metode PKLM 1. Tahap Persiapan
Pada tahap ini mahasiswa melakukan persiapan untuk melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri, seperti membuat proposal, pengajuan tempat praktik, pemberian dosen pembimbing, permohonan surat jalan/permohonan dari fakultas, dan sebagainya.
2. Studi Literatur
Mengumpulkan dan mempelajari buku-buku dan sumber lain yang valid sebagai teori pendukung.
(18)
3. Observasi Lapangan
Melakukan pengamatan langsung pada objek praktik untuk mengetahui bagimana prosedur bendaharawan memotong, membayar, dan melaporkan PPh Pasal 21 atas penghasilan Petugas Dinas Luar Asuransi. 4. Pengumpulan Data
Untuk mendukung laporan akhir praktik nantinya, penulis mengumpulkan data yang berkaitan dengan judul praktik ini melalui metode observasi, wawancara dengan pihak yang terkait, dan dokumentasi arsip-arsip yang dibutuhkan.
5. Analisis dan Evaluasi
Setelah memperoleh data dan keterangan, penulis akan melakukan proses analisis agar data dapat diberi arti yang berguna dalam mengevaluasi masalah yang terjadi secara objektif, jelas, dan sistematis.
F. Metode Pengumpulan Data 1. Observasi
Pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung ke AJB Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo dengan tujuan memperoleh informasi yang lebih jelas dan akurat tentang apa yang terjadi berkaitan dengan judul Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini.
(19)
2. Wawancara
Dialog yang dilakukan oleh pewawancara dengan pihak yang terkait untuk memperoleh data atau informasi. Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh benar-benar akurat dan memiliki kesamaan persepsi dengan yang ditafsirkan penulis.
3. Dokumentasi
Pengumpulan data dengan cara mengutip dokumen AJB Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo yang dibutuhkan dalam menyusun laporan akhir Praktik Kerja Lapangan Mandiri.
G. Sistematika Penulisan Laporan PKLM BAB I : Pendahuluan
Menguraikan tentang latar belakang PKLM, tujuan dan manfaat PKLM, uraian teoritis, ruang lingkup PKLM, metode PKLM, metode pengumpulan data dan sistematika penulisan laporan PKLM.
BAB II : Gambaran Umum Lokasi PKLM
Menguraikan sejarah singkat perusahaan, tugas pokok pegawai, serta struktur organisasi.
(20)
BAB III : Gambaran Data
Menguraikan peraturan perpajakan dan teori-teori yang berkaitan dengan Pajak Penghasilan Pasal 21.
BAB IV : Analisis dan Evaluasi Data
Berisi analisis dan evaluasi data mengenai prosedur pemotongan, pembayaran, dan pelaporan PPh Pasal 21 atas penghasilan Petugas Dinas Luar Asuransi di AJB Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo.
BAB V : Kesimpulan dan Saran
Memaparkan kesimpulan mengenai objek yang diteliti serta saran-saran yang bermanfaat untuk pelaksanaan perpajakan perusahaan yang lebih baik pada masa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
(21)
BAB II
GAMBARAN UMUM LOKASI PKLM
A. Sejarah Umum Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912
Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 merupakan perusahaan asuransi jiwa nasional yang pertama dan tertua di Indonesia. Perusahaan asuransi ini didirikan di Magelang pada 12 Februari 1912 dengan nama Onderlinge Levensverzekering Maatschapitj PGHB (bahasa Belanda) disingkat dengan O.L Mij. PGHB atau lebih dikenal dengan bahasa Inggrisnya Mutual Life Insurance (Asuransi Jiwa Bersama). O.L Mij PGHB didirikan berdasarkan keputusan dalam sidang pada Kongres Perserikatan Guru-Guru Hindia Belanda (PGHB) yang pertama di Magelang, saat itu pesertanya hanya terbatas pada kalangan guru-guru saja. Para peserta kongres pun menyambut positif. Jumlah peserta yang terdaftar sebagai anggota O.L Mij. PGHB pada saat itu baru 5 orang.
Karena perusahaan ini dibentuk oleh para guru, maka pengurusnya untuk pertama kali hanya terdiri dari tiga orang pengurus PGHB yang terdiri dari :
1. Dwidjosewojo sebagai Presiden Komisaris. 2. Karto Hadi Soebroto sebagai Direktur. 3. Adimidjojo sebagai Bendahara.
Pada mulanya perusahaan hanya melayani para guru sekolah Hindia Belanda, kemudian perusahaan memperluas jaringan pelayanannya ke masyarakat
(22)
umum. Dengan bertambahnya anggota, maka para pengurus sepakat untuk mengubah nama perusahaannya. Berdasarkan Rapat Anggota Pemegang Polis di Semarang, November 1914, nama O.L Mij. PGHB diubah menjadi O.L Mij. Boemi Poetra.
Pada tahun 1942 ketika Jepang berada di Indonesia, nama O.L Mij Boemi Poetra yang menggunakan bahasa asing segera diganti. Maka pada tahun 1943 O.L Mij Boemi Poetra kembali diubah namanya menjadi Perseroan Pertanggungan Djiwa (PTD) Boemi Poetra, yang merupakan satu-satunya perusahaan asuransi jiwa nasional yang tetap bertahan. Tahun 1921 perusahaan pindah ke Yogyakarta. Lalu pada tahun 1934 perusahaan memperluas jaringan dengan membuka cabang-cabang di Bandung, Jakarta, Surabaya, Palembang, Medan, Pontianak, Banjarmasin, dan Ujung Pandang. Karena dirasa kurang memiliki rasa kebersamaan, maka pada tahun 1953 PTD Boemi Poetra dihapuskan. Hingga saat ini dikenal dengan nama Asuransi Jiwa Bersama (AJB) di depan nama Bumiputera 1912 yang merupakan bentuk badan hukum.
Dengan semakin berkembangnya perusahaan, maka pada tahun 1958 secara bertahap kantor pusat dipindahkan ke Jakarta dan pada tahun 1959 secara resmi kantor pusat AJB Bumiputera berdomisili di Jakarta.
Selama lebih dari seratus tahun, Bumiputera tidak lepas dari pasang surut. Sejarah Bumiputera sekaligus mencatat perjalanan bangsa Indonesia, termasuk peristiwa senering mata uang rupiah tahun 1965 yang memangkas aset perusahaan
(23)
ini dan bencana paling hangat multikrisis yang dimulai pada pertengahan tahun 1997. Bumiputera juga menyaksikan tumbuh, berkembang, dan tumbangnya perusahaan sejenis yang tidak sanggup menghadapi ujian zaman karena persaingan atau badai krisis.
Yang membedakan AJB Bumiputera 1912 dengan perusahaan asuransi lainnya sekaligus menjadi kekuatan asuransi ini adalah bahwa pemegang polis yang menjadi para pemegang saham. Jadi perusahaan tidak berbentuk Perseroan Terbatas, sehingga resiko dalam usaha dipikul bersama oleh para peserta sendiri sebagai pemilik perusahaan. Bentuk Badan Mutual ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Pasl 7 ayat 1.
Kondisi ini membuat struktur organisasi Bumiputera berbeda dengan kebanyakan perusahaan sejenis karena level tertingginya tidak hanya mencakup direksi dan komisaris tetapi juga Badan Perwakilan Anggota (BPA). Hal ini karena premi yang diberikan kepada perusahaan sekaligus dianggap sebagai modal. Badan perwakilan para pemegang polis ikut serta menentukan garis-garis besar haluan perusahaan, memilih dan mengangkat direksi, dan ikut serta mengawasi jalannya perusahaan.
Sejak berdiri, AJB Bumiputera 1912 selalu berhasil membayar klaim nasabahnya. Dengan dukungan lebih dari 26.000 tenaga pemasaran yang tersebar lebih di 450 kantor cabang yang tersebar di seluruh Indonesia, Bumiputera menyediakan perlindungan untuk lebih dari empat juta pemegang polis.
(24)
Dalam perkembangannya sampai saat ini, AJB Bumiputera 1912 sudah mempunyai anak perusahaan/yayasan yaitu :
1. Bumida Bumiputera (Asuransi Kerugian) 2. PT Wisma Bumiputera (Properti)\
3. PT Mardi Mulyo (Penerbitan dan Percetakan) 4. PT Eurasia Wisata (Tour dan Travel)
5. PT Informatics OASE ( Teknologi Informasi)
6. PT Bumi Wisata (Perhotelan : Bumi Wiyata Hotel-Depok, Hyatt Regency-Surabaya)
7. PT Bumiputera Mitrasarana (Jasa Konstruksi)
8. Yayasan Bumiputera Sejahtera (Pengelola Kesejahteraan Karyawan) 9. Dana Pensiun Bumiputera (Pengelola Dana Pensiun Karyawan) 10.Bumiputera Capital Indonesia
B. Sejarah AJB Bumiputera 1912 Cabang Muara Bungo
AJB Bumiputera 1912 telah beroperasi di Muara Bungo sejak tahun 1975. Pada saat itu AJB Bumiputera 1912 belum berbentuk kantor cabang, namun masih berbentuk Unit Pembantu Pos Pemasaran dari Kantor Pemasaran di Muara Bulian, seiring bertambahnya portofolio nasabah yang ikut asuransi di Muara Bungo, pada tahun 1978 statusnya meningkat menjadi Kantor Rayon. Barulah pada bulan Februari tahun 1992 statusnya meningkat lagi menjadi Kantor Cabang.
(25)
C. Struktur Organisasi AJB Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo
Organisasi merupakan wadah bagi sekelompok orang yang bekerja sama sebagai usaha untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dalam sebuah organisasi, orang-orang di dalamnya memiliki tugas, wewenang dan tanggung jawab sesuai dengan jabatannya. Gambaran sistematis mengenai kedudukan dan hubungan kerja dituangkan dalam sebuah struktur organisasi.
Struktur organisasi diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pembagian tugas, wewenang dan tanggung jawab serta hubungan antarbagian berdasarkan susunan tingkat hirarki. Dengan adanya struktur organisasi diharapkan dapat tercapainya komunikasi, koordinasi dan integrasi secara efisien dan efektif dari segenap kegiatan organisasi baik vertikal maupun horizontal.
Pada dasarnya struktur organisasi tergantung besar dan jenis organisasi serta tingginya tingkat kerumitan dalam operasional organisasi. Berikut struktur organisasi AJB Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo :
(26)
S tr u k tu r O r gan is as i A JB Bu mi p u te r
a 1912 C
ab an g M u ar a Bu n go S um be r : A JB B um iput er
a 1912 C
aba ng M ua ra B u ngo
(27)
D. Uraian Tugas Pokok 1. Kepala Cabang
Pimpinan tertinggi di kantor AJB Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo dipegang oleh Kepala Cabang yang memimpin dan mengelola kegiatan Kantor Cabang asuransi jiwa perorangan AJB Bumiputera 1912. Berikut beberapa tugas dari Kepala Cabang :
a. Memimpin organisasi yang ada di kantor cabang.
b. Bertanggung jawab penuh atas segala aktivitas yang dilakukan baik oleh dinas dalam yaitu bagian administrasi dan keuangan, Petugas Dinas Luar Asuransi, maupun bagian pemasaran produk ke masyarakat.
2. Kepala Unit Administrasi Keuangan
a. Mengawasi seluruh aktivitas yang ada di kantor cabang baik yang bersifat administrasi maupun keuangan.
b. Mengesahkan dan mengoreksi seluruh transaksi.
3. Kasir
a. Menerima uang masuk dan uang keluar b. Menerima setoran premi
c. Menyusun seluruh berkas untuk dilaporkan kepada pengawas intern perusahaan.
(28)
4. Layanan I
Bagian Layanan I atau biasa disebut bagian produksi bertugas untuk : a. Memeriksa kelengkapan Surat Permintaan bagi nasabah baru
b. Mengentri Surat Permintaan c. Menghitung kebenaran provisi
d. Mengarsip seluruh dokumen yang menyangkut dengan Surat Permintaan sampai dengan tercetaknya polis.
e. Menyampaikan polis yang sudah keluar kepada pemegang polis tersebut atau kepada Mitra Kerja.
5. Layanan II
Bagian Layanan II disebut juga dengan Bagian Pinjaman Polis (PJ Pol) dan Klaim. Tugasnya adalah melayani pengajuan klaim dan pinjaman dari nasabah. Adapun jenis-jenis klaim yang dikeluarkan seperti :
a. Klaim Habis Kontrak b. Klaim Meninggal Dunia c. Klaim Harga Tunai d. Klaim Kesehatan e. Klaim Kecelakaan f. Klaim Dana Bertahap
(29)
6. Agen Koordinator/Supervisor
Agen Koordinator adalah agen yang mempunyai kewajiban pokok melakukan pengawasan, pengendalian dan pembinaan terhadap Agen Ordinary dan Agen Produksi yang berada di bawah koordinasinya. Agen Koordinator minimal membawahi 10 orang agen, dengan jumlah Agen Ordinary minimal 1 orang dan Agen Produksi sebanyak-banyaknya.
7. Agen Ordinary (Pengutip)
Agen Ordinary bertugas mengelola portofolio polis dengan kewajiban pokok melakukan kegiatan pengutipan premi dan pelayanan terhadap pemegang polis dibawah pengawasan dan koordinasi Agen Koordinasi.
8. Agen Produksi
Agen Produksi adalah agen yang mempunyai kewajiban pokok melakukan kegiatan penutupan produksi baru asuransi jiwa sesuai dengan segmen pasarnya. Agen ini bertanggung jawab kepada Agen Koordinator.
(30)
E. Visi dan Misi AJB Bumiputera 1912 1. Visi dan Misi Korporat
Visi
Menjadikan AJB Bumiputera 1912 sebagai perusahaan asuransi jiwa terkemuka di Indonesia.
Misi
a. AJB Bumiputera 1912 turut berperan serta dalam pembangunan bangsa dan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui jasa asuransi jiwa. b. AJB Bumiputera 1912 senantiasa menyediakan produk yang inovatif,
berkualitas tinggi dan nilai tambah yang optimal kepada pemegang polis. c. AJB Bumiputera 1912 senantiasa mengadakan pelatihan dan pendidikan
serta peningkatan profesionalisme bagi karyawan dan karyawati dengan kompensasi yang sebanding dengan prestasi sekaligus memperbaiki kesejahteraannya.
2. Visi dan Misi Direktorat Pemasaran Visi
Menjadikan Direktorat Pemasaran sebagai pilar utama terwujudnya AJB Bumiputera 1912 perusahaan asuransi jiwa terkemuka di Indonesia.
(31)
Misi
Mewujudkan pertumbuhan market share dan profit melalui : a. Produk yang kompetitif
b. Sistem yang memadai
c. SDM Pemasaran yang berkualitas d. Implementasi budaya “Bumiputera”
3. Visi dan Misi Divisi Asuransi Perorangan (Asper) Visi
Menjadikan Divisi Asper sebagai organisasi pemasaran “SEHATI” (Sehat, Kuat dan Sinergi) untuk mendukung terwujudnya pertumbuhan market share
dan profit. Misi
Mewujudkan pertumbuhan bisnis yang sehat dan organisasi yang kuat dengan cara :
a. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia, bisnis dan pelayanan. b. Produktifitas.
(32)
F. Jenis-jenis Produk Asuransi
Berikut beberapa produk asuransi yang ditawarkan AJB Bumiputera 1912 : 1. Eka Waktu Ideal
Ciri-ciri :
a. Dijual dengan mata uang rupiah.
b. Kontrak maksimal 20 tahun dan minimal 5 tahun. c. Premi minimal Rp 150.000 per tahun.
d. Dapat ditambah dengan Rider Kecelakaan. e. Jika dibayar tahunan ada reduksi 2 % x Premi.
Manfaat :
a. Jika tertanggung hidup sampai kontrak asuransi berakhir maka akan dibayarkan sejumlah premi yang disetorkan ditambah Reversionary Bonus (RB).
b. Jika tertanggung meninggal dunia dalam masa asuransi akan dibayarkan Uang Pertanggungan (UP) dan asuransi berakhir.
2. Mitra Beasiswa Berencana Ciri-ciri :
a. Dijual dengan mata uang rupiah.
b. Lama kontrak tergantung umur anak saat masuk (maksimal 17 tahun). c. Uang Pertanggungan minimal Rp 2.000.000.
(33)
d. Dapat ditambah dengan Rider Kecelakaan. Manfaat
a. Jika tertanggung hidup sampai akhir kontrak asuransi, akan dibayarkan UP + RB dan Dana Tahapan :
Saat Masuk TK = 5 % x UP Saat Masuk SD = 10 % x UP Saat Masuk SMP = 20 % x UP Saat Masuk SMA = 30 % x UP Saat Masuk PT = 40 % x UP
b. Jika tertanggung meninggal dunia dalam masa asuransi, akan dibayarkan UP pada saat meninggal, Dana tahapan sesuai dengan ketentuan dan polis menjadi bebas premi.
3. Mitra Melati Ciri-ciri :
a. Dijual dengan mata uang rupiah.
b. Kontrak maksimal 10 tahun minimal 5 tahun c. Premi minimal Rp 1.000.000 per tahun d. Investasi digaransi 4,5 %
e. Karena berbentuk investasi maka tidak dapat ditambah dengan Rider Kecelakaan
(34)
Manfaat :
a. Jika tertanggung hidup sampai akhir kontrak asuransi maka akan dibayarkan akumulasi dana akhir.
b. Jika tertanggung meninggal dunia dalam masa asuransi maka akan dibayarkan UP + Akumulasi Dana pada saat itu.
4. Mitra Permata Ciri-ciri :
a. Dijual dengan mata uang rupiah yang berbentuk investasi. b. Kontrak maksimal 15 tahun dan minimal 5 tahun.
c. Premi minimal Rp 2.000.000 d. Investasi digaransi 4,5 %
e. Dapat ditambah dengan Rider Kecelakaan Resiko A.
f. Pada dasarnya adalah premi tunggal tapi bisa ditambah minimal Rp 500.000 dengan kelipatan Rp 100.000.
g. UP = 1 : 1,25 s/d 1 : 5 dari premi. h. Saldo minimal Rp 250.000
Manfaat :
a. Jika tertanggung hidup sampai akhir kontrak asuransi, maka akan dibayarkan Akumulasi Dana Akhir.
(35)
b. Jika tertanggung meninggal dunia dalam masa asuransi maka akan dibayarkan UP + Nilai Tunai pada saat itu.
c. Nilai Tunai dapat diambil maksimal 50% dari Harga Tunai pada tahun ke-3. Maksimal pengambilan 3x dalam setahun, dengan jarak 3 bulan.
5. Mitra Sehat Ciri-ciri :
a. Dijual dengan mata uang rupiah yang berbentuk investasi. b. Kontrak maksimal 10 tahun dan minimal 5 tahun.
c. UP minimal Rp 50.000.000. d. Investasi digaransi 4,5%.
Manfaat :
a. Jika tertanggung hidup sampai akhir kontrak asuransi maka akan dibayarkan Akumulasi Dana Akhir.
b. Jika tertanggung meninggal dunia dalam masa asuransi maka akan dibayarkan UP + Akumulasi Dana pada saat klaim.
c. Jika tertanggung sakit dalam masa asuransi dan rawat inap di rumah sakit setelah polis berjalan minimal 6 bulan maka akan dibayarkan Dana Rawat Inap sebesar 3‰ x UP dihitung hari ke-3, yang dibayarkan maksimal 90 hari dalam setahun.
(36)
6. Mitra Cerdas Ciri-ciri :
a. Dijual dengan mata uang rupiah.
b. Kontrak tergantung umur anak saat masuk maksimal 17 tahun. c. UP minimal Rp 50.000.000
d. Investasi digaransi 4,5% per tahun. Manfaat :
a. Jika tertanggung hidup sampai akhir kontrak asuransi maka akan dibayarkan UP + Selisih Hasil Pengembangan Dana.
b. Dana Tahapan sesuai dengan ketentuan : Saat masuk SD, 6 tahun = 25% x UP Saat masuk SMP, 12 tahun = 25% x UP Saat masuk SMU, 15 tahun = 25% x UP Saat masuk PT, 18 tahun = 25% x UP
c. Jika tertanggung meninggal dunia dalam masa asuransi akan dibayarkan UP + Akumulasi Dana pada saat meninggal, Dana Tahapan Belajar sesuai dengan ketentuan dan polis menjadi bebas premi.
7. Mitra Guru Ciri-ciri :
(37)
b. Kontrak berakhir pada saat guru berumur 60 tahun. c. Lama kontrak = 60 tahun dikurangi umur saat masuk. d. Hanya dijual pada guru.
e. Premi minimal Rp 100.000/bulan f. Investasi digaransi 4,5% per tahun.
g. Uang Pertanggungan naik 20% setiap tahun. Manfaat :
a. Jika tertanggung hidup sampai akhir masa asuransi (pensiun) maka akan dibayarkan Akumulasi Dana Akhir.
b. Jika tertanggung meninggal dunia dalam masa asuransi maka akan dibayarkan UP yang sudak naik 20% setiap tahun + Akumulasi Dana pada saat klaim.
8. Mitra Dana Ciri-ciri :
a. Dijual dengan mata uang rupiah yang berbentuk investasi. b. Kontrak maksimal 15 tahun dan minimal 5 tahun.
c. Premi tunggal minimal 5 tahun. d. Investasi digaransi 4,5%. e. Diberikan reduksi :
(38)
Jika premi Rp 500.000.000 – Rp 750.000.000 = 7,5% Jika premi > Rp 750.000.000 = 10% Manfaat :
a. Jika tertanggung hidup sampai akhir kontrak asuransi maka akan dibayarkan Akumulasi Dana Akhir.
b. Jika tertanggung meninggal dunia dalam masa asuransi maka dibayarkan 100% UP + Akumulasi Dana pada saat meninggal.
9. Mitra Prima Ciri-ciri :
a. Dijual dengan kurs dolar.
b. Kontrak maksimal 15 tahun dan minimal 5 tahun. c. Premi minimal $100 disetahunkan.
d. Bisa ditambah dengan Rider Kecelakaan. Manfaat :
a. Jika tertanggung hidup sampai akhir masa kontrak asuransi maka akan dibayarkan UP + Reversionary Bonus (RB).
b. Jika tertanggung meninggal dunia dalam masa asuransi maka akan dibayarkan UP + RB sampai saat itu dan asuransi berakhir.
(39)
10. Mitra Pusaka Ciri-ciri :
a. Dijual dengan standar kurs dolar berbentuk investasi. b. Cara bayar tunggal.
c. Kontrak maksimal 15 tahun dan minimal 3 tahun.
d. Premi minimal $200 dan bisa ditambah sewaktu-waktu minimal $100 atau kelipatan $100.
e. Bisa ditambah dengan Rider Kecelakaan Resiko A. f. UP meninggal dibanding dengan premi 1 : 1 s/d 1 : 5 g. Saldo minimal $100.
Manfaat :
a. Jika tertanggung hidup sampai akhir kontrak asuransi maka akan dibayarkan Akumulasi Dana Akhir.
b. Harga Tunai dapat diambil setelah polis berjalan 1 tahun, maksimal 50% dari NT dengan pengambilan maksimal 3 kali dalam setahun.
c. Jika tertanggung meninggal dalam masa asuransi maka akan dibayarkan UP + Akumulasi Dana pada saat meninggal dan asuransi berakhir.
11. Mitra Utama Ciri-ciri :
(40)
b. Cara bayar tunggal.
c. Kontrak maksimal 15 tahun dan minimal 3 tahun. d. Pembayaran premi minimal $5000.
e. Penambahan premi minimal $1000 atau kelipatan $100. Manfaat :
a. Jika tertanggung hidup sampai akhir kontrak asuransi maka akan dibayarkan Akumulasi Dana Akhir.
b. Dapat biaya perawatan di rumah sakit 2‰ x UP per hari maksimal 90 hari dalam setahun yang dihitung hari ke-3.
c. Penarikan Harga Tunai 50% maksimal 3 kali dalam setahun dengan jarak pengambilan minimal 3 bulan.
d. Jika tertanggung meninggal dunia pada saat masa asuransi maka akan dibayarkan 100% x UP (jika tertanggung meninggal dunia di rumah sakit biasa) dan 200% x UP (sesuai kelipatan) + Nilai Tunai (jika tertanggung meninggal karena kecelakaan dan asuransi berakhir).
G. Tingkat Kesadaran Masyarakat Kabupaten Bungo Terhadap Asuransi Tingkat kesadaran masyarakat Kabupaten Bungo akan jaminan hidup di masa depan dengan cara ikut menjadi pemegang polis AJB Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo dapat dilihat dari perbandingan antara jumlah penduduk dengan jumlah pemegang polis aktif yang terdaftar di AJB Bumiputera 1912
(41)
cabang Muara Bungo. Target pencapaian per bulan adalah sebesar 105 pemegang polis atau sebanyak 1260 per tahun.
Tabel 2.1
Persentase Perbandingan Jumlah Nasabah dengan Jumlah Penduduk Kabupaten Bungo
Tahun
Jumlah Penduduk
Jumlah
Nasabah Pertambahan
Persentase Masyarakat Kabupaten
Bungo yang aktif
Nasabah per
tahun yang Ikut Asuransi
akhir 2012 343.872 6.981 575 2,03%
akhir 2011 310.737 6.406 1.192 2,06%
akhir 2010 303.135 5.214 936 1,72%
akhir 2009 271.625 4.278 1,57%
Sumber :
Jumlah Penduduk Kabupaten Bungo : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Jumlah Nasabah yang Aktif : AJB Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo
Bila dilihat perbandingan antara jumlah penduduk Kabupaten Bungo dengan jumlah pemegang polis AJB Bumiputera 1912 Muara Bungo persentasenya masih kecil, hal ini disebabkan karena masih rendahnya kesadaran untuk mendaftar menjadi pemegang polis asuransi, selain itu beberapa faktor yang menentukan sedikit banyaknya masyarakat yang ikut menjadi pemegang polis asuransi adalah faktor ekonomi, selera konsumen, kewilayahan dan kompetitor.
Faktor-faktor tersebut tentunya akan saling berkaitan dan berpengaruh satu sama lain. Faktor ekonomi seperti penghasilan masyarakat akan menentukan mereka untuk mau ikut menjadi nasabah atau tidak. Sebagai contoh petani karet di daerah Muara Bungo, jika harga karet meningkat yang menyebabkan penghasilan
(42)
mereka juga meningkat, maka ketika seorang agen mengajak untuk ikut menjadi pemegang polis tentunya akan lebih mudah dibandingkan dengan saat penghasilan mereka turun akibat harga karet murah. Pada saat harga karet murah, tentu selera masyarakat akan produk asuransi yang ditawarkan menurun. Selain itu faktor kewilayahan juga ikut menentukan, misalnya antara kota dengan desa, tentu yang lebih banyak menjadi pemegang polis asuransi adalah wilayah kota, hal ini disebabkan karena luas wilayah yang lebih besar, jumlah penduduk yang lebih banyak serta kesadaran masyarakat kota yang lebih tinggi akan jaminan hidup di masa depan. Faktor selanjutnya adalah kompetitor, semakin banyak muncul perusahaan asuransi yang sejenis maka semakin banyak pilihan masyarakat, ini tentunya menjadi tantangan bagi perusahaan AJB Bumiputer 1912 untuk lebih berinovasi agar tidak kehilangan nasabah.
Kinerja usaha terkini atau hasil yang telah dicapai oleh perusahaan selama beberapa tahun belakangan dapat dilihat dari tabel berikut ini :
Tabel 2.2
Perkembangan Pencapaian AJB Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo
(dalam ribuan)
Keterangan 2009 2010 2011 2012
Pendapatan Premi 9.312.564 10.321.254 12.465.872 8.638.313 Pembayaran Klaim 7.132.568 7.316.458 8.236.541 6.172.577
Pemegang Polis 4.278 5.214 6.406 6.981
Kantor Pelayanan 2 unit 2 unit 2 unit 2 unit
(43)
BAB III GAMBARAN DATA
A. Dasar Hukum Pajak Penghasilan Pasal 21
Kewenangan pemungutan pajak berada pada pemerintah. Di negara-negara hukum segala sesuatu harus ditetapkan berdasarkan Undang-Undang. Seperti di Indonesia, pemungutan pajak diatur dalam Pasal 23A Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan Undang-Undang. Yang menjadi dasar hukum PPh Pasal 21 adalah :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor Tahun 36 Tahun 2008.
3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 250/PMK.03/2008 tentang Besarnya Biaya Jabatan dan Biaya Pensiun yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pegawai Tetap dan Pensiun.
(44)
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Pajak Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 tentang Perubahan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tatacara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
7. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.03/2010 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Tempat Pembayaran Pajak, Tatacara Pembayaran, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak serta Tatacara Pemberian Angsuran Pajak.
8. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.
9. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 tentang Perubahan Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tatacara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak
(45)
Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
10. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-14/PJ/2013 tentang Bentuk, Isi, Tatacara Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26 serta Bentuk Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pasal 26.
B. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 dan Penghasilan
Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Pajak sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Subjek Pajak Dalam Negeri, yang selanjutnya disebut PPh Pasal 21 yaitu pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
Adapun yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
(46)
C. Wajib Pajak Pajak Penghasilan Pasal 21
Wajib Pajak (penerima penghasilan) yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 yaitu orang pribadi yang merupakan :
1. pegawai;
2. penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua, termasuk ahli warisnya;
3. bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi :
a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri atas pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
c. olahragawan;
d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
(47)
h. pengawas atau pengelola proyek;
i. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
j. petugas penjaja barang dagangan; k. petugas dinas luar asuransi;
l. distributor perusahaan Multilevel Marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.
4. peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :
a. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
b. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
c. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
d. peserta pendidikan, pelatihan, dan magang; e. peserta kegiatan lainnya.
D. Status Petugas Dinas Luar Asuransi Dalam Perpajakan
Seperti dijelaskan pada Pasal 1 angka 12 Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-31/PJ./2012, Bukan Pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan
(48)
pegawai tidak tetap/tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari pemberi kerja (pemotong PPh Pasal 21 atau pemberi penghasilan) sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa atau kegiatan tertentu yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
Selanjutnya dalam Pasal 3 huruf c disebutkan beberapa jenis profesi yang tergolong sebagai Bukan Pegawai, yaitu :
1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yakni Pengacara, Akuntan, Arsitek, Dokter, Konsultan, Notaris, Penilai dan Aktuaris. Selain kedelapan profesi ini, meskipun sangat ahli dalam bidangnya, dalam konteks PPh Pasal 21 tidak dikelompokkan sebagai tenaga ahli. Misalnya ahli komputer atau programmer komputer;
2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
3. Olahragawan;
4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; 5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronikan, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
(49)
7. Agen iklan;
8. Pengawas atau pengelola proyek;
9. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
10. Petugas penjaja barang dagangan; 11. Petugas dinas luar asuransi;
12. Distributor perusahaan Multilevel Marketing (MLM) atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.
Dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Pajak Nomor 100/PJ/2009 butir 2, disebutkan juga bahwa Wajib Pajak orang pribadi dengan profesi :
1. petugas dinas luar asuransi yang kegiatannya memberikan jasa dalam memasarkan jasa asuransi untuk dan atas nama penanggung;
2. distributor perusahaan Multilevel Marketing (MLM) atau direct selling yang kegiatannya melakukan:
a. penjualan barang dari perusahaan MLM atau direct selling; dan/atau b. pengembangan jaringan usaha MLM atau direct selling,
termasuk dalam kategori Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam butir 1 sepanjang petugas dinas luar asuransi dan distributor perusahaan MLM atau direct selling
(50)
E. Objek dan Bukan Objek Pajak Penghasilan Pasal 21 1. Objek PPh Pasal 21
Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah sebagai berikut:
a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
c. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan dana pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis.
d. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yag dibayarkan secara bulanan.
e. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee,
dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
f. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.
(51)
g. Penerima dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus
(deemed profit).
2. Bukan Objek PPh Pasal 21
Penghasilan yang tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yaitu :
a. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa.
b. Penerima dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh Wajib Pajak atau pemerintah, kecuali penghasilan dimaksud diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak berdasarkan norma perhitungan khusus (demmed profit).
c. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran Tunjangan Hari Tua atau iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Tunjangan Hari Tua atau
(52)
badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja.
d. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amal zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk dan disahkan pemerintah.
e. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 3 huruf “l” Undang-Undang Pajak Penghasilan.
F. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21
Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dilakukan oleh :
1. pemberi kerja yang terdiri atas orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
2. bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah
(53)
Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
3. dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
4. orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar :
a. honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak Dalam Negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya;
b. honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak Luar Negeri;
c. honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
(54)
5. penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.
G. Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut : a. Penghasilan Kena Pajak yang berlaku bagi :
1. Pegawai tetap adalah sebesar penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP);
2. Penerima pensiun berkala adalah sebesar penghasilan neto dikurangi PTKP;
3. Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp 2.025.000 adalah sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP;
4. Bukan pegawai selain tenaga ahli yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan adalah sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP yang dihitung secara bulanan.
(55)
b. Jumlah Penghasilan yang melebihi Rp 200.000 sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, dan upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) tahun kalender belum melebihi Rp 2.025.000.
c. 50% dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.
d. Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan huruf c. Jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah seluruh jumlah penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 Pasal 5 yang diterima atau diperoleh dalam satu periode atau pada saat dibayarkan.
H. Penghasilan Tidak Kena Pajak
Besarnya PTKP per tahun adalah sebagai berikut : 1. Untuk diri Wajib Pajak :
Tahun 2009-2012 = Rp 15.840.000 Tahun 2013 = Rp 24.300.000 2. Tambahan untuk WP Kawin :
(56)
Tahun 2013 = Rp 2.025.000 3. Tanggungan :
Tahun 2009-2012 = Rp 1.320.000 Tahun 2013 = Rp 2.025.000
Untuk PTKP Tanggungan adalah tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut : a. bagi karyawati kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ;
b. bagi karyawati tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
Dalam hal karyawati kawin dapat menunjukkan keterangan tertulis dari Pemerintah Daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan bahwa suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP adalah PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk status kawin dan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
(57)
I. Tarif PPh Pasal 21
Menurut Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah sebagai berikut :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000 5%
Di atas Rp 50.000.000 - Rp 250.000.000 15% Di atas Rp 250.000.000 - Rp 500.000.000 25%
Di atas Rp 500.000.000 30%
J. Penghitungan PPh Pasal 21 Bukan Pegawai
Sebagai bagian yang perlu dipedomani dalam rangka penghitungan PPh Pasal 21 yaitu :
1. Bagi yang telah memiliki NPWP dan hanya menerima penghasilan dari pemotong pajak yang bersangkutan, PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a Undang-Undang PPh atas jumlah kumulatif penghasilan kena pajak. Besarnya penghasilan kena pajak adalah sebesar penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan.
2. Bagi yang tidak memiliki NPWP atau menerima penghasilan dari selain pemotong pajak yang bersangkutan, PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a Undang-Undang PPh atas jumlah kumulatif penghasilan bruto dalam tahun kalender bersangkutan.
(58)
3. Pemotongan PPh Pasal 21 bagi Orang Pribadi Dalam Negeri Bukan Pegawai, selain tenaga ahli, atas imbalan yang tidak bersifat berkesinambungan PPh Pasal 21 dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh atas jumlah penghasilan bruto.
Berikut ini rumus untuk menghitung PPh Pasal 21 Bukan Pegawai : 1. PPh Pasal 21 = Tarif PPh x PKP Kumulatif
dimana :
Tarif PPh = Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh PKP = Penghasilan Kena Pajak
= (50% x imbalan bruto) - PTKP 2. PPh Pasal 21 = Tarif PPh x PKP
dimana :
Tarif PPh = Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang PPh PKP = Penghasilan Kena Pajak
= (50% x imbalan bruto)
Pengurangan PTKP hanya berlaku bagi Bukan Pegawai yang memenuhi syarat berikut :
a. Sudah memiliki NPWP;
b. Penghasilan berasal dari hubungan kerja dengan pemberi penghasilan; dan c. Tidak memperoleh penghasilan lainnya.
(59)
Jika salah satu dari ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi, maka unsur PTKP dalam Rumus 1 diisi dengan 0 (nol). Bagi Bukan Pegawai yang belum memiliki NPWP, selain tidak berhak mendapat pengurangan PTKP, juga dikenai tarif PPh Pasal 21 lebih tinggi 20% dari tarif normal yang disebutkan dalam Pasal 17 ayat 1 huruf a Undang-Undang PPh.
Berikut ini contoh penghitungan PPh Pasal 21 atas komisi yang dibayarkan kepada Petugas Dinas Luar Asuransi (bukan pegawai asuransi) yang bersifat berkesinambungan :
Hasanah sebagai Petugas Dinas Luar Asuransi dari PT Langgeng Life. Suaminya telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dan memiliki NPWP, yang bersangkutan bekerja pada PT Karsa. Hasanah telah menyampaikan fotokopi kartu NPWP suami, fotokopi surat nikah, dan fotokopi kartu keluarga kepada pemotong pajak. Penghasilan yang diterima hanya dari kegiatannya sebagai petugas dinas luar asuransi, dan telah menyampaikan surat pernyataan yang menerangkan hal tersebut kepada PT Langgeng Life. Pada tahun 2013, penghasilan yang diterima sebagai petugas dinas luar asuransi sebagai berikut :
Bulan Komisi Agen (Rupiah)
Januari 38.000.000
Februari 38.000.000
Maret 41.000.000
April 42.000.000
Mei 44.000.000
(60)
Juli 45.000.000
Agustus 48.000.000
September 50.000.000
Oktober 52.000.000
November 55.000.000
Desember 56.000.000
Jumlah 554.000.000
Penghitungan PPh Pasal 21 untuk bulan Januari sampai Desember 2013 adalah :
Dalam hal Hasanah tidak dapat menunjukkan fotokopi kartu NPWP suami, fotokopi surat nikah dan fotokopi kartu keluarga dan Hasanah sendiri tidak memiliki NPWP, maka perhitungan PPh Pasal 21 dilakukan sebagaimana
(61)
perhitungan sebelumnya namun tidak memperoleh PTKP setiap bulan dan jumlah PPh Pasal 21 yang terutang adalah sebesar 120% dari PPh Pasal 21
yang seharusnya terutang dari yang memiliki NPWP sebagaimana penghitungan berikut ini :
(62)
K. Komponen Penghasilan Petugas Dinas Luar Asuransi
Berikut ini adalah bentuk-bentuk penghasilan Petugas Dinas Luar Asuransi : 1. Komisi/Provisi
Yaitu imbalan yang diberikan kepada Mitra Kerja/Petugas Dinas Luar Asuransi/Agen yang berhasil melakukan penjualan produk asuransi yang besarnya ditentukan oleh jenis asuransi, lama kontrak asuransi dan cara bayar asuransi. Contoh :
Jenis asuransi : Mitra Sehat Lama Asuransi : 10 tahun
Pembayaran : 1x 3 bulan sebesar Rp 1.500.000 Rumus Provisi = 3 % x N x G
Keterangan :
N : Masa Pembayaran Premi G : Premi sesuai dengan cara bayar
Maka Provisi yang diterima oleh Mitra Kerja sebesar : 3% x 10 x Rp 1.500.000 = Rp 450.000.
2. Inkaso
Yaitu imbalan yang diberikan kepada Mitra Kerja penagihan yang jumlahnya 3% x Premi yang tertagih.
(63)
Contoh :
Jenis Asuransi : Mitra Sehat
Pembayaran : 1x 3 bulan sebesar Rp 1.500.000
Maka inkaso yang diterima sebesar 3% x Rp 1.500.000 = Rp 45.000, jumlah ini diterima setiap Mitra Kerja menagih premi pemegang polis.
3. Sumbangan Uang Jalan
Yaitu penghasilan yang diberikan kepada Mitra Kerja yang berhasil mengadakan penutupan yang jumlahnya tergantung pada cara bayar dan jenis asuransinya.
Contoh :
Jenis Asuransi : Mitra Sehat Besar SUJ untuk Mitra Sehat : 4,1‰
Maka SUJ yang diterima sebesar 4,1 ‰ x 10 x Rp 1.500.000 = Rp Rp 61.500
4. Bonus Produksi
Yaitu bonus yang diberikan hanya kepada Agen Koordinator atas prestasi dari produksi yang dihasilkan dalam 1 bulan yang bentuknya berbeda-beda tergantung pihak manajemen pada tahun yang bersangkutan.
(64)
5. Tunjangan Hari Raya (THR)
THR diberikan kepada Petugas Dinas Luar dengan perhitungan proporsional berdasarkan hasil prestasi produksi agen yang bersangkutan dalam masa 1 tahun.
L. Surat Pemberitahuan (SPT) 1. Pengertian SPT
Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Fungsi SPT
Bagi Wajib Pajak Penghasilan, SPT berfungsi sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
1. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan pajak atau pemungutan pajak lain dalam satu bagian tahun pajak.
2. Penghasilan yang merupakan Objek Pajak dan/atau bukan Objek Pajak. 3. Harta dan kewajiban dan/atau
(65)
4. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi SPT adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
a. pengkreditan Pajak Masukan dan Pajak Keluaran.
b. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan oleh Pengusaha Kena Pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Bagi Pemotong atau Pemungut Pajak, SPT berfungsi sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong dan dipungut dan disetornya.
3. Prosedur Penyelesaian SPT
a. Wajib Pajak mengambil sendiri SPT di tempat yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak atau mengambil dengan cara lain yang tatacara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. Wajib Pajak juga dapat mengambil SPT dengan cara lain, misalnya dengan
(66)
mengakses situs Direktorat Jenderal Pajak untuk memperoleh formulir Surat Pemberitahuan tersebut.
b. Diisi dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan ditandatangani.
c. SPT diserahkan kembali ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan.
d. Bukti-bukti yang harus dilampirkan pada SPT antara lain :
1) Untuk Wajib Pajak yang mengadakan pembukuan : Laporan Keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan-keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak. 2) Untuk SPT Masa PPN sekurang-kurangnya memuat jumlah Dasar
Pengenaan Pajak, jumlah Pajak Keluaran, jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, dan jumlah kekurangan atau kelebihan pajak.
3) Untuk Wajib Pajak yang menggunakan norma perhitungan : Perhitungan jumlah peredaran yang terjadi dalam tahun pajak yang bersangkutan.
4. Pembetulan SPT
Apabila dalam pengisian SPT ternyata terdapat kekeliruan, Wajib Pajak atas kemauan sendiri masih berhak untuk melakukan pembetulan, dengan syarat Direktorat Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. Tindakan
(67)
pemeriksaan dimulai pada saat Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak (SP3) disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga dari Wajib Pajak yang telah dewasa.
Wajib Pajak melakukan pembetulan sehingga SPT menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan SPT harus disampaikan paling lama 2 (dua) tahun sebelum daluwarsa penetapan, yaitu jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak.
Pembetulan SPT Tahunan atas kemauan sendiri berakibat penghitungan jumlah pajak yang terutang dan jumlah penghitungan pembayaran pajak menjadi berubah dari jumlah semula. Kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat pembetulan dikenai sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan, dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian SPT sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
5. Jenis SPT
Secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua, yaitu :
a. SPT Masa, yaitu Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
b. SPT Tahunan, yaitu Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
(68)
6. Batas Waktu Penyampaian SPT
Berdasarkan Pasal 3 ayat 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan, batas waktu penyampaian SPT adalah :
a. Untuk SPT Masa, paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak ;
b. Untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi, paling lambat 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak;
c. Untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, paling lambat 4 (empat) bulan setelah akhir tahun pajak.
Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang tercantum dalam Pasal 3 ayat 3 tersebut atau batas waktu perpanjangan penyampaian SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 4, akan dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 500.000 untuk SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai, Rp 100.000 untuk Surat Pemberitahuan lainnya, Rp 1.000.000 untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, dan Rp 100.000 untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi.
Dalam hal tanggal jatuh tempo pelaporan bertepatan dengan hari libur, maka dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
(69)
M.Hak dan Kewajiban Pemotong PPh Pasal 21 Hak-hak pemotong PPh Pasal 21 adalah :
a. Pemotong Pajak berhak untuk mengajukan permohonan memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan Pasal 21
b. Pemotong Pajak berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran PPh Pasal 21 dalam satu bulan takwim dengan PPh Pasal 21 yang terutang pada bulan berikutnya dalam tahun takwim yang bersangkutan.
c. Pemotong Pajak berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran pada SPT Tahunan dengan PPh Pasal 21 yang terutang pada bulan waktu dilakukan penghitungan tahunan, dan jika masih ada sisa kelebihan, maka diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya.
d. Pemotong Pajak berhak untuk membetulkan sendiri SPT atas kemauan sendiri dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu dua tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berkhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.
e. Pemotong pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Nihil.
(70)
f. Pemotong pajak berhak mengajukan permohonan banding secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas kepada badan peradilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Kewajiban Pemotong Pajak adalah :
a. Pemotong Pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak Setempat.
b. Pemotong Pajak wajib mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak Setempat.
c. Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan takwim.
d. Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran PPh Pasal 21 sekalipun nihil dengan menggunakan surat pemberitahuan (SPT) masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor PenyUndang-Undanghan Pajak setempat, selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim berikutnya.
e. Pemotong Pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima THT, penerima pesangon, dan penerima dana pensiun iuran.
(71)
f. Pemotong Pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 tahunan kepada pegawai tetap, termasuk penerimaan pensiun bulanan, dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam waktu dua bulan setelah tahun takwim berakhir. Apabila pegawai tetap tersebut berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka bukti pemotongan diberikan selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.
g. Dalam waktu dua bulan setelah tahun takwim berakhir, pemotong pajak wajib menghitung kembali jumlah PPh pasal 21 yang terutang oleh pegawai tetap dan penerima pensiun bulanan sesuai tarif.
h. Pemotong Pajak wajib mengisi, menandatangani, dan menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong pajak terdaftar atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
i. Pemotong pajak wajib melampiri SPT Tahunan PPh Pasal 21 dengan lampiran-lampiran yang ditentukan dalam petunjuk pengisian SPT Tahunan PPh Pasal 21 untuk Tahun pajak yng bersangkutan.
j. Pemotong pajak wajib menyetor kekurangan PPh Pasal 21 yang terutang apabila jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dalam satu tahun takwim lebih besar daripada PPh Pasal 21 yang telah disetor.
(72)
N. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak PPh Pasal 21 Hak-hak Wajib Pajak PPh Pasal 21 adalah :
a. Wajib Pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada pemotong pajak. Jumlah PPh Pasal 21 yang telah dipotong dapat dikreditkan dari pajak penghasilan untuk tahun pajak yang bersangkutan kecuali PPh Pasal 21 yang bersifat final.
b. Wajib Pajak berhak mengajukan Surat Keberatan Kepada DJP, jika PPh Pasal 21 yang dipotong oleh pemotong pajak tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengajuan surat keberatan ini dialkukan dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang dipotong menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas. Pengfajuan surat keberatan ini dapat dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan setelah tanggal pemotongan, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. c. Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan banding secara tertulis dalam
bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas ke Pengadilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Permohonan banding ini diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas dan dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan diterima, dilampiri dengan salinan surat keputusan tersebut.
(73)
Kewajiban Wajib Pajak PPh Pasal 21 adalah :
a. Wajib Pajak berkewajiban menyerahkan surat pernyataan kepada pemotong pajak yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwim atau pada permulaan menjadi subjek pajak dalam negeri. Surat pernyataan tersebut harus diserahkan pada saat seseorang mulai bekerja atau mulai pensiun.
b. Wajib Pajak berkewajiban menyerahkan surat pernyataan kepada pemotong pajak dalam hal perubahan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan tahun takwim.
c. Wajib Pajak berkewajiban memasukkan SPT Tahunan, jika Wajib Pajak mempunyai penghasilan lebih dari satu pemberi kerja.
(74)
BAB IV
ANALISIS DAN EVALUASI
A. Prosedur Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Petugas Dinas Luar Asuransi di AJB Bumiputera 1912 Cabang Muara Bungo
Penghasilan yang diterima oleh Petugas Dinas Luar Asuransi ditentukan berdasarkan banyaknya jumlah produk yang berhasil dijual, jenis produk yang dijual, masa kontrak asuransi yang bersangkutan dan kinerja Petugas Dinas Luar Asuransi. Selain itu dari perusahaan sendiri juga memberikan tunjangan berupa Tunjangan Hari Raya setiap tahunnya untuk menjamin kesejahteraan para pegawainya termasuk Petugas Dinas Luar Asuransi sebagai penerima.
Dalam menghitung jumlah pajak atas penghasilan yang diterima oleh Petugas Dinas Luar Asuransi, AJB Bumiputera menggunakan program LBK (Laporan Buku Kas) yang diberikan oleh Kantor Pusat AJB Bumiputera 1912, sehingga setiap setoran yang diserahkan oleh Petugas Dinas Luar Asuransi berupa komisi/provisi, inkaso, Sumbangan Uang Jalan dan Tunjangan Hari Raya, pada saat itu juga dipotong pajaknya.
Tarif PPh Pasal 21 Petugas Dinas Luar Asuransi menggunakan Tarif PPh Pasal 17 ayat 1 huruf a Undang-Undang PPh.
(75)
B. Contoh Perhitungan PPh Pasal 21 Petugas Dinas Luar Asuransi 1. Penghasilan dari Komisi/Provisi
Seorang Petugas Dinas Luar Asuransi berhasil menjual produk asuransi yaitu “Mitra Sehat” kepada nasabahnya dengan lama asuransi 10 tahun dan pembayaran 1 kali 3 bulan sebesar Rp 1.500.000. Maka Provisi yang didapatkannya pada awal penagihan sebesar 3% x 10 x Rp 1.500.000 = Rp Rp 450.000. Maka pajak yang dipotong sebesar Rp 5% x Rp 450.000 = Rp 22.500.
Besarnya komisi yang berpengaruh pada besarnya pajak yang dipotong tergantung pada jenis produk yang ditawarkan.
Tabel berikut ini menggambarkan persentase komisi yang diterima Petugas Dinas Luar yang besarnya tergantung jenis produk asuransi yang ditawarkan. Ada yang diterima dua tahun pertama pembayaran premi dan ada pula yang diterima hanya sekali pada saat nasabah membayar premi pertama. Artinya jika Petugas Dinas Luar ingin mendapatkan penghasilan lebih banyak maka harus mendapatkan nasabah baru lebih banyak lagi dan semakin banyak penghasilan yang ia terima maka akan semakin bertambah jumlah pajak yang dipotong.
(76)
Tabel 4.1
Penghitungan Komisi Petugas Dinas Luar Asuransi
No Jenis Produk
Komisi Diperoleh
Tahun I Tahun II Tahun
III dst 1 Eka Waktu
Ideal
2% x masa kontrak, maks.30% x Pembayaran Premi I
persentase/2 x PP II
Tidak Ada
2 Mitra Beasiswa
Berencana
2% x masa kontrak,
maks.30% x PP I Tidak Ada
Tidak Ada 3 Mitra Melati 3% x masa kontrak, maks.
30% x PP I Tidak Ada
Tidak Ada 4 Mitra Permata 5% x Premi Tidak Ada Tidak
Ada 5 Mitra Sehat 3% x masa kontrak x PP I Tidak Ada Tidak
Ada 6 Mitra Cerdas 3% x masa kontrak, maks.
45% x PP I Tidak Ada
Tidak Ada
7 Mitra Guru 6% x Premi Tidak Ada Tidak
Ada
8 Mitra Dana 5% x Premi Tidak Ada Tidak
Ada
9 Mitra Prima 5% x Premi Tidak Ada Tidak
Ada
10 Mitra Pusaka 5% x Premi Tidak Ada Tidak
Ada
11 Mitra Utama 5% x Premi Tidak Ada Tidak
Ada
Sumber : AJB Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo
2. Penghasilan dari Inkaso Pembayaran Premi Nasabah
Seorang Petugas Dinas Luar Asuransi berhasil menagih premi pada periode ke-2 asuransi Mitra Sehat sehingga mendapatkan penghasilan sebesar :
(77)
3% x Rp 1.500.000 = Rp 45.000. Maka jumlah pajak yang dipotong sebesar 5% x Rp 45.000 = Rp 2.250.
3. Penghasilan dari Sumbangan Uang Jalan (SUJ) Jenis Produk : Eka Waktu Ideal
Masa Asuransi : 15 tahun Premi : Rp 200.000
Maka SUJ yang diperoleh sebesar : 4,4‰ x 15 x 200.000 = Rp 13.200
Besar PPh Pasal 21 yang dipotong sebesar Rp 13.200 x 5% = Rp 660. Besar SUJ yang diterima yang berpengaruh terhadap jumlah pajak yang dipotong juga tergantung jenis produk yang berhasil dijual. Berikut tabel yang menjelaskan besarnya SUJ yang diterima Petugas Dinas Luar.
Tabel 4.2
Penghitungan SUJ Petugas Dinas Luar Asuransi
No Jenis Produk SUJ
1 Eka Waktu Ideal 4,4‰ x masa kontrak x premi
2 Mitra Beasiswa Berencana 2,3‰ x masa kontrak x premi
3 Mitra Melati 4,0‰ x masa kontrak x premi 4 Mitra Permata 1,1‰ x masa kontrak x premi 5 Mitra Sehat 4,1‰ x masa kontrak x premi 6 Mitra Cerdas 2,2‰ x masa kontrak x premi 7 Mitra Guru 2,2‰ x masa kontrak x premi 8 Mitra Dana 1,1‰ x masa kontrak x premi 9 Mitra Prima 1,1‰ x masa kontrak x premi 10 Mitra Pusaka 1,1‰ x masa kontrak x premi 11 Mitra Utama 1,1‰ x masa kontrak x premi
(78)
4. Penghasilan dari Bonus produksi
Pada tahun 2013 ini bagi agen yang mendapatkan komisi dalam satu tahun sebesar Rp 150.000.000 berhak mendapatkan tiket gratis jalan-jalan ke Paris, sedangkan yang berhasil mengumpulkan 100 Surat Permintaan (SP) mendapatkan bonus sebuah i-pad. Pajak atas hadiah yang didapatkan Petugas Dinas Luar ditanggung oleh perusahaan.
5. Tunjangan Hari Raya (THR)
Tabel berikut ini menggambarkan THR yang diperoleh Petugas Dinas Luar Asuransi untuk bulan Agustus 2012. Untuk tahun 2012 ini THR dihitung dari bulan Januari sampai Juli 2012. Kolom THR rata-rata menggambarkan rata-rata THR yang diperoleh selama 7 bulan. Perusahaan memiliki kebijakan bahwa THR yang diberikan minimal Rp 300.000, jika rata-rata THR kurang dari Rp 300.000 maka Petugas Dinas Luar dapat memilih untuk mengambil THR rata-rata atau THR minimal yang diberikan dari perusahaan yaitu Rp 300.000. Dalam hal ini tentu jumlah Rp 300.000 yang akan diambil. Lalu setelah itu THR dipotong pajak sebesar 5% dari THR yang dibayarkan.
(79)
(1)
Dari tabel di atas, dalam periode Januari sampai Desember 2011, jumlah Petugas Dinas Luar Asuransi terus mengalami perubahan, hal ini disebabkan karena dari semua Petugas Dinas Luar Asuransi ada sebagian yang menjadikan pekerjaan ini hanya sebagai pekerjaan tambahan, sehingga tidak bisa diketahui sampai kapan mereka akan bertahan menjalankan pekerjaan ini. Jumlah Petugas Dinas Luar yang berubah-ubah menyebabkan Penghasilan bruto yang dibayarkan oleh perusahaan juga beragam sehingga jumlah PPh Pasal 21 yang dipotong juga mengalami peningkatan dan penurunan.
F. Masalah Perpajakan di AJB Bumiputera 1912 Cabang Muara Bungo Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 Pasal 13 ayat 1 disebutkan “Penerima penghasilan Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 1 huruf a angka 4 dapat memperoleh pengurangan PTKP sepanjang yang bersangkutan:
1. Telah memiliki NPWP;
2. Hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan satu pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26; serta
3. Tidak memperoleh penghasilan lainnya. Selanjutnya pada Pasal 13 ayat 2 disebutkan :
(2)
dan bagi wanita kawin harus menyerahkan fotokopi kartu NPWP suami serta fotokopi surat nikah dan kartu keluarga.
Meskipun AJB Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo telah melaksanakan prosedur pemotongan, pembayaran dan pelaporan PPh Pasal 21 Petugas Dinas Luar Asuransi dengan baik sesuai aturan perpajakan, namun aturan pada Pasal 13 tersebut belum diterapkan.
Hal ini nantinya akan berpengaruh pada cara pemotongan pajak Petugas Dinas Luar Asuransi. Ada beberapa kemungkinan yang terjadi dalam pemotongan pajak Petugas Dinas Luar Asuransi yaitu :
1. Jika yang bersangkutan memiliki NPWP dan hanya memperoleh penghasilan dari kegiatannya sebagai Petugas Dinas Luar Asuransi, maka boleh mendapatkan pengurangan PTKP dan tarif yang digunakan tarif normal.
2. Jika yang bersangkutan memiliki NPWP namun selain memperoleh penghasilan dari kegiatan sebagai Petugas Dinas Luar Asuransi ia juga memperoleh penghasilan lain, maka ia tidak berhak mendapat pengurangan PTKP namun tarif pajak yang digunakan adalah tarif normal.
3. Jika yang bersangkutan belum memiliki NPWP dan memiliki penghasilan lain selain dari kegiatannya sebagai agen asuransi, maka tidak berhak mendapat pengurangan PTKP dan tarif yang digunakan lebih besar 20% dari tarif normal.
(3)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo merupakan salah satu perusahaan asuransi swasta di Indonesia yang dapat menambah devisa negara yaitu dari pembayaran PPh Pasal 21 dan pajak lainnya.
2. Prosedur pemotongan PPh Pasal 21 Petugas Dinas Luar Asuransi AJB Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo dilakukan langsung pada saat penghasilan yang diperoleh Petugas Dinas Luar disetorkan ke perusahaan seperti penghasilan dari komisi, inkaso, Sumbangan Uang Jalan, ataupun Tunjangan Hari Raya dengan menggunakan aplikasi LBK (Laporan Buku Kas) yang diberikan oleh kantor pusat. Tarif pajak penghasilan menggunakan tarif Pasal 17 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
3. AJB Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo setelah memotong PPh Pasal 21 selanjutnya melakukan penyetoran ke Bank Negara Indonesia (BNI) Muara Bungo. Biasanya AJB Bumiputera menyetorkan PPh Pasal 21 terutang selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. 4. Prosedur pelaporan PPh Pasal 21 AJB Bumiputera 1912 adalah setelah
(4)
menggunakan SPT Masa PPh Pasal 21 selambat-lambatnya tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir.
5. Prosedur pemotongan, pembayaran dan pelaporan PPh Pasal 21 atas Petugas Dinas Luar Asuransi di AJB Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo telah dilakukan sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Namun ada aturan yang belum dilaksanakan dengan baik yaitu aturan pada Pasal 13 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012.
B. Saran
1. Aturan perpajakan yang belum sepenuhnya dilaksanakan hendaknya mulai menjadi perhatian AJB Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo untuk masa yang akan datang. Seperti aturan pada Pasal 13 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012. Perusahaan sebagai pemotong pajak, pada awal perekrutan Petugas Dinas Luar Asuransi hendaknya meminta fotokopi kartu NPWP Petugas Dinas Luarnya dan untuk wanita kawin hendaknya diminta fotokopi kartu NPWP suami, fotokopi surat nikah dan kartu keluarga. Sehingga jelas termasuk kategori yang mana cara perhitungan pajaknya. Hal ini akan berpengaruh pada boleh atau tidaknya penerima penghasilan mendapat pengurangan PTKP dan menggunakan tarif normal atau lebih besar 20% dari tarif normal.
(5)
2. Peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku di Indonesia sering mengalami perubahan, oleh karena itu pihak pemotong pajak diharapkan mengikuti perkembangan tersebut baik dengan cara mendapatkan informasi di Kantor Pajak maupun dari media seperti televisi, surat kabar, internet dan sebagainya.
3. Data terakhir menunjukkan persentase tertinggi perbandingan jumlah penduduk Kabupaten Bungo dengan jumlah nasabah AJB Bumiputera 1912 cabang Muara Bungo hanya 2,03%, yang artinya jumlah pajak atas penghasilan Petugas Dinas Luar Asuransi yang mengalir ke kas negara masih dibilang kecil, perusahaan hendaknya tetap mempertahankan kepatuhan melaksanakan aturan perpajakan dengan baik. Meskipun pajak yang dibayarkan kecil namun jika disetorkan dengan benar tentu akan berdampak baik dibandingkan dengan perusahaan dengan jumlah pajak besar namun tidak disetorkan tentu akan merugikan negara.
4. Untuk pihak Kantor Pelayanan Pajak Pratama hendaknya terus mensosialisasikan peraturan-peraturan pajak terbaru kepada perusahaan-perusahaan maupun instansi pemerintah agar peraturan perpajakan dapat dilaksanakan dengan baik sehingga tidak ada pihak yang dirugikan. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi akan pentingnya pajak kepada
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Buku :
Mardiasmo. 2009. Perpajakan. Yogyakarta : Penerbit Andi.
Prastowo Yustinus, Priyatna Agus, Nugraha Yosep. 2011. Buku Pintar Menghitung Pajak. Jakarta : Raih Asa Sukses.
Priantara, Diaz. 2009. Kupas Tuntas Pengawasan, Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak. Jakarta : PT Indeks.
Waluyo. 2010. Perpajakan Indonesia. Jakarta : Salemba Empat. Majalah :
Burnama, Indrajaya. 2013. “Salah Kamar? Tenang Saja!”. Dalam Indonesian Tax Review. (Volume VI, Edisi 2). Jakarta.
Peraturan Perundang-undangan :
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2012 tentang Pedoman Teknis Tatacara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi.