Penerapan Sistem Penjaminan Mutu Internal di Perguruan Tinggi (UPRI) Makassar

PRAKTIK BAIK SISTEM PENJAMINAN
MUTU INTERNAL DI PERGURUAN TINGGI
Penerapan Sistem Penjaminan Mutu Internal di Perguruan Tinggi

Penerapan Sistem Penjaminan Mutu Internal di Perguruan
Tinggi (UPRI) Makassar
Delly Mustafa *
*UPRI Makassar, Pembina Utama muda dan Lektor Kepala

Abstract
PENERAPAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL DI PERGURUAN TINGGI (UPRI)
Makassar
Delly Mustafa
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FiSiPol) UPRI Makassar
Email: Delly.mustafa0906@gmail.com
PENDAHULUAN
Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM Dikti) mengintegrasikan antara penjaminan mutu
yang diselenggarakan oleh masing-masing Perguruan Tinggi yang disebut penjaminan mutu
internal. dengan penjaminan mutu eksternal yang disebut akreditasi, berdasarkan satu basis data
dan informasi yang dikelola dalam pangkalan data perguruan tinggi..
Pada Penjaminan Mutu

Perguruan Tinggi Tahun 2009, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, menerbitkan buku Sistem
Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi, yang merupakan revisi buku Pedoman Penjaminan Mutu
Perguruan Tinggi yang diterbitkan pada pada Tahun 2003. Buku Sistem Penjaminan Mutu
Perguruan Tinggi ini dilengkapi dengan praktik baik dalam berbagai standar nasional pendidikan.
Adapun penerbitan buku ini bertujuan memberi inspirasi kepada perguruan tinggi dalam
menentukan dan melaksanakan model Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi.
Sistem
Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi Tersebut telah dituangkan dalam sebuah buku dengan judul
Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi pada tahun 2008 yang dibuat dalam dua bahasa (bahasa
Indonesia dan Bahasa Inggris).
Pada Tahun 2012 tanggal 10 Agustus telah diundangkan UU
Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) yang mengukuhkan Integrasi
Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi tersebut dalam sebuah sistem dengan perubahan nama dari
Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi menjadi Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan
Tinggi yang disingkan SPM Dikti, yang terdiri atas Sistem Penjaminan Mutu Internal, Sistem
Penjaminan Mutu Eksternal (akreditasi), dan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi.
Pada penulisan artikel ini, dan mengacu pada Undang Undang Dikti No.12 Tahun 2012, penulis akan
menfokuskan pada Penerapan Sistem Penjaminan Mutu Internal di Perguruan Tinggi
sebagai objek kajian pustaka pada Universitas Pejuang Republik Indonesia (UPRI)
Makassar . KAJIAN TEORI A. KONSEP PERGURUAN TINGGI Menurut Wikipedia (2012),


Perguruan tinggi adalah satuan pendidikan penyelenggara pendidikan tinggi. Peserta didik
perguruan tinggi disebut mahasiswa, sedangkan tenaga pendidik perguruan tinggi disebut dosen.
Menurut jenisnya, perguruan tinggi dibagi menjadi dua:
1. Perguruan tinggi negeri adalah perguruan tinggi yang pengelolaan dan regulasinya dilakukan
oleh negara.
2. Perguruan tinggi swasta adalah perguruan tinggi yang pengelolaan dan regulasinya dilakukan
oleh swasta.
Menurut Raillon dalam Syarbaini (2009), perguruan tinggi adalah sebuah alat kontrol masyarakat
dengan tetap terpeliharanya kebebasan akademis terutama dari campur tangan penguasa. Lebih
lanjut Barnet (1992), menjelaskan konsep tentang hakikat perguruan tinggi, yang mengatakan
bahwa: Perguruan tinggi sebagai penghasil tenaga kerja yang bermutu (qualified manpower). Dalam
pengertian ini pendidikan tinggi merupakan suatu proses dan mahasiswa dianggap sebagai keluaran
(output) yang mempunyai nilai atau harga (value) dalam pasaran kerja, dan keberhasilan itu di ukur
dengan tingkat penyerapan lulusan dalam masyarakat (employment rate) dan kadang-kadang di
ukur juga dengan tingkat penghasilan yang mereka peroleh dalam karirnya. Perguruan tinggi
merupakan tempat pertemuan utama dari berbagai kelompok yang merupakan symbol karena di
dalam sektor modern perguruan tinggi dianggap sebagai lembaga paling modern dan pembaharuan
dan sebagai tempat yang nyata yang merupakan suatu tempat dimana berangkat para intelektual. B.
Konsep Penjaminan Mutu Pendidikan Penjaminan mutu dalam dunia pendidikan, memang

harus ditingkatkan mengingat mutu pendidikan di indonesia pada khususnya jauh dari apa yang
diharapkan. Kita juga mengakui bahwa perguruan tinggi tentang kondisi sarana prasarana dan
proses pembelajaran masih kurang memuaskan, sehingga penjaminan mutu pendidikan merupakan
program yang utama bahkan amat sangat penting bagi menteri pedidikan dan tentunya bagi
pemerintah. Penjaminan mutu pendidikan itu sendiri merupakan kegiatan mandiri oleh lembaga
pendidikan tertentu, oleh karena itu harus disusun, dirancang, dan dilaksanakan sendiri. Salah satu
upaya dalam merelisasikan penjaminan mutu tersebut dapat dilakuakan secara bertahap oleh pihak
perguruan tinggi, yakni dengan melakukan evaluasi diri, kemudian ditindaklanjuti dengan
monitoring kampus oleh pihak Ditjen Pendidikan Tinggi, sehingga penjaminan mutu pendidikan
dapat dilakukan dengan baik. Penjaminan mutu pendidikan (Quality Assurance) adalah proses
penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan, sehingga
stakeholders memperoleh kepuasan. Penjaminan mutu atau kualitas adalah seluruh rencana
tindakan sistematis yang penting untuk menyediakan kepercayaan yang digunakan untuk
memuaskan kebutuhan tertentu dari kualitas. C. Konsep Sistem Penjaminan Mutu Internal
Sebagaimana ditetapkan dalam pasal 53 UU Dikti, SPM Dikti terdiri atas SPMI dan SPME
atau akreditasi. SPMI adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap
perguruan tinggi secara otonom atau mandiri untuk mengendalikan dan meningkatkan
penyelenggaraan pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.
Sekalipun setiap
perguruan tinggi dapat mengembangkan SPMI secara otonom atau mandiri, namun terdapat hal

mendasar yang harus ada di dalam SPMI setiap perguruan tinggi. Di dalam pasal 52 ayat (2) UU
Dikti disebutkan bahwa penjaminan mutu dilakukan melalui 5 (lima) langkah utama yang disingkat
PPEPP, yaitu: Penetapan, pelaksanaan, evaluasi, pengendalian, dan peningkatan standar
Dikti. Hal ini berarti bahwa kelima langkah utama tersebut harus ada dalam melaksanakan SPMI,
bahkan merupakan hal terpenting dari SPMI di setiap perguruan tinggi.
Seperti yang
disebutkan di atas, bahwa lima langkah utama yang disingkat PPEPP di dalam SPMI suatu
perguruan tinggi berkaitan erat dengan standar di dalam SPMI. Menurut pasal 54 UU Dikti, standar
yang harus digunakan di dalam SPMI setiap perguruan tinggi adalah SN Dikti yang ditetapkan oleh
Mendikbud dan Standar Dikti yang ditetapkan oleh setiap perguruan tinggi dengan mengacu pada
SN Dikti.
D. Penerapan Sistem Penjaminan Mutu Internal di Universitas Pejuang
Republik Indonesia (UPRI) Makassar.
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) yang
terintegrasi dalam Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (SPM Dikti) tertuang pada Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi. Pengelolaan perguruan tinggi
merupakan pengelolaan yang berorientasi dan berbasis pada penjaminan mutu. Dengan demikian
perguruan tinggi yang menerapkan SPMI di dalam pengelolaan perguruan tinggi, para pengelola
perguruan tinggi harus secara konsisten mengupayakan pencapaian mutu dalam semua aspek, yaitu

aspek input, process, output, dan outcomes dari perguruan tinggi. SPMI berintikan pada keberadaan
Standar Dikti yang berfungsi sebagai tolok ukur untuk menilai mutu penyelenggaraan pendidikan
tinggi. Dengan demikian. Pelaksanaan SPMI pada perguruan tinggi akan menyebabkan perguruan
tinggi harus bekerja berdasarkan Standar Dikti yang telah ditetapkan. Semua Standar Dikti ini harus
diupayakan pemenuhannya oleh pimpinan, dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa.
Pelaksanaan Standar Dikti kemudian diikuti dengan evaluasi pelaksanaan Standar Dikti yang pada
gilirannya akan ditindaklanjuti dengan kegiatan pengendalian untuk kemudian diakhiri dengan
kegiatan peningkatan Standar Dikti (atau disebut Kaizen). Tahap ini secara berurutan membentuk
suatu siklus SPMI yang selalu bergerak dinamis dan berkesinambungan dengan arah ke atas
peningkatan mutu secara berkelanjutan. Di Universitas Pejuang Republik Indonesia (UPRI)
Makassar, berdasarkan pengamatan penulis, bahwa implementasi siklus SPMI pada semua aras,
belum terimplementasikan secara optimal. Hal ini dapat dilihat pada : 1. penetapan Standar
Dikti.
UPRI Makassar belum konsisten melakukan analisis SWOT, baik pada aras perguruan
tinggi maupun aras lainnya seperti Fakultas atau Unit lainnya dilingkungan perguruan tinggi. Juga
belum melakukan pelacakan terhadap lulusan (alumni), dan pengguna lulusan. 2. Pelaksanaan
Standar Dikti. UPRI Makassar belum melaksanakan semua Standar Dikti yang tertuang dalam
pelaksanaan Standar Dikti. Misalnya pada Standar Pembelajaran; tidak semua dosen menyusun
rencana pembelajaran semester (RPS) mata kuliah yang diajarkan, sehingga meteri yang diberikan
oleh dosen kepada mahasiswa tidak tersusun secara sistematis, bahkan terkesan bahwa materi yang

diberikan itu kadang lompat dari materi satu kemateri lainnya. Disamping standar pembelajaran,
standar yang belum dilakukan adalah standar Rekrutmen dan Seleksi Dosen. Kenyataan yang terjadi
di UPRI Makassar terkait dengan Rekrutmen Dosen, bahwa Fakultas menerima dosen (dosen
Yayasan/dosen Luar Biasa) tanpa sepengetahuan Rektor sebagai pemimpin di Perguruan Tinggi,
sehingga dosen yang direkrut Fakultas sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan Fakultas, tetapi karena
Dosen yang direkrut itu punya hubungan emosional dengan pimpinan Fakultas, maka ditawarilah dia
untuk mengajar pada satu mata kuliah, walaupun orang tersebut sama sekali belum mengikuti
Pekerti . 3. Evaluasi Pelaksanaan Standar Dikti. Evaluasi dan Pengendalian adalah dua
kegiatan yang penting dan strategis untuk memastikan bahwa apa yang menjadi tujuan Perguruan
Tinggi dapat dicapai. Kedua tahap ini (evaluasi dan pengendalian) penting untuk dilakukan agar
kedua tahap yang mendahuluinya (penetapan standar dan pelaksanaan standar) tidak akan sia-sia
dilakukan. Implementasi tahap evaluasi dan pengendalian Standar Dikti di UPRI Makassar
(khususnya di Fisipol) yang merupakan tanggung jawab pejabat struktural (mulai dari Dekan, Wakil
Dekan, sampai kepada Ketua Jurusan) tidak dilakukan secara konsisten berdasarkan pada aturanaturan yang ada pada Standa Dikti, sehingga keluaran (output), dan hasil (outcomes) tidak akan
pernah terpenuhi sesuai dengan harapan, yang pada gilirannya mutu penyelenggaraan pendidikan
tinggi pada perguruan tinggi tidak terjamin. Sebagai contoh konkrit; sulit melakukan evaluasi
terhadap pelaksanaan Standar Dikti pada tahap pelaksanaan Standar Dikti, karena dalam
pelaksanaan Tahap membangun SPMI, dari keempat Dokumen/Buku yang ada pada Standar Dikti
(Dukumen/Buku Kebijakan SPMI, Dukumen/Buku Manual SPMI, Dukumen/Buku Standar SPMI, dan
Dukumen/Buku Formulir SPMI), Cuma yang tersedia adalah Dokumen/Buku Kebijakan SPMI, tetapi

ketiga Dokumen/Buku lainnya sama sekali tidak terdokumentasikan di Fakultas. Kondisi inilah yang
berdampak pada evaluasi Standar Dikti. Karena ketidak tersediaan Dokumen/Buku secara lengkap,
sehingga para pejabat struktural sulit bahkan bingung untuk melakukan Evaluasi Standar Dikti.
Sehingga munculnya kalimat Apanya yang dievaluasi , yang mau dievaluasi saja tidak tersedia/tdak
jelas.
4. Pengendalian Pelaksanaan Standar Dikti.
Pengendalian merupakan tindak lanjut
atas hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi. Berdasarkan teori dan realita, jika hasil evaluasi
menunjukkan bahwa pelaksanaan isi standar telah sesuai dengan apa yang direncanakan sehingga

dipastikan isi Standar akan terpenuhi, langkah pengendaliannya hanya berupa upaya agar hal positif
tetap dapat berjalan sebagainya mestinya. Akan tetapi di UPRI Makassar (FISIPOL) oleh karena
dalam evaluasi pelaksanaan standar ditemukan kekeliruan, ketidaktepatan, kekurangan/kelemahan
yang menyebabkan kegagalan pencapaian isi standar atau tujuan/sasaran/rencana, sehingga
pengendalian akan sulit untuk dilakukan, pengendalian tidak dapat dilakukan sesuai dengan Standar
Dikti. Contoh Standar Dikti berupa tindakan korektif (menyelenggarakan rapat pimpinan yang
khusus membahas hasil evaluasi hingga pelaksanaan tindakan korektif selanjutnya (instruksi,
tegura, peringatan, dan penghentian perbuatan yang melanggar aturan akademik) tidak sama sekali
dilakukan oleh pimpinan Fakultas bersama jajarannya, sehingga akan menyulitkan pimpinan
melakukan perbaikan perbaikan secara jitu terkait dengan penyelenggaraan membangun SPMI di

Perguruan Tinggi. 5. Peningkatan Standar Dikti.
Tahap akhir Standar Dikti adalah kegiatan
meningkatkan atau meninggikan isi atau luas lingkup Standar Dikti dalam SPMI, yang sering disebut
Kaizen atau continuous quality improvement, dan akan dapat dilakukan apabila masing-masing
Standar Dikti telah melalui keempat tahap dalam siklus SPMI. Artinya, isi suatu Standar Dikti tidak
mungkin ditingkatkan jika Standar Dikti itu tidak melalui tahap evaluasi pelaksanaan Standar Dikti
terlebih dahulu, sekalipun perguruan tinggi telah melaksanakan Standar Dikti tersebut. Di UPRI
Makassar, peningkatan Standar Dikti masih sulit dilakukan, oleh karena keempat Standar Dikti yang
mendahuluinya (mulai dari penetapan Standar, Pelaksanaan Standar, Evaluasi Standar,
Pengendalian Standar, dan Peningkatan Standar) cuma penetapan Standar Dikti yang tersedia
walaupun belum sempurnah, tetapi tiga yang lainnya pelaksanaan, evaluasi dan pengendalian
boleh dikatakan belum lengkap dan belum terimplementasikan sesuai dengan pedoman SPM-Dikti
berdasarkan UU No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi.
Agak sulit membicarakan Kaizen
di UPRI Makassar, oleh karena masih terkendala dengan pelaksanaan keempat Standar Dikti yang
mendahuluinya, seperti yang telah dikemukakan di atas. Padahal diketahui bahwa peningkatan
Standar Dikti Kaizen dilakukan bukan karena secara manajerial harus dilakukan, melainkan harus
dilakukan karena perkembangan masyarakat, kemajuan ilmu dan teknologi, serta peningkatan
tuntutan kebutuhan pemangku kepentingan internal dan/atau eksternal perguruan tinggi. Berbagai
kemajuan, perkembangan, dan kebutuhan tentang penyelenggaraan pendidikan tinggi dapat

diketahui oleh perguruan tinggi melalui berbagai cara, misalnya: pengamatan, diskusi dengan para
pemangku kepentingan, forum pertemuan ilmiah, studi pelacakan lulusan, analisis SWOT, sadar
akan berbagai kekurangan terkait potensi yang dimiliki Perguruan Tinggi. Dan apabila cara-cara
yang tersebut dapat dilakukan dengan baik, maka dapat menjadi obat penyembuh dalam
memperbaiki SPMI di UPRI (Fisipol) Makassar. Dan kondisi ini tentunya akan memudahkan setiap
proses Akreditasi Perguruan Tinggi yang merupakan salah satu subsistem dari SPM Dikti. Karena
SPME atau Akreditasi dilakukan melalui penilaian terhadap luaran penerapan SPMI oleh Perguruan
Tinggi untuk penetapan status terakreditasi dan peringkat terakreditasi program studi dan/atau
perguruan tinggi. KESIMPULAN
Dasar hukum Implementasi SPM Dikti adalah UU Dikti,
yaitu UU Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti). Di dalam UU Dikti terdapat
pasal-pasal yang relevan dengan penjaminan mutu pendidikan dikti. Salah satu Bab yang dimuat
dalam Buku Pedoman Sistem Penjaminan Mutu Peididikan Tinggi, yaitu pada Bab II mengenai
Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI). Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM Dikti)
mengintegrasikan antara penjaminan mutu yang diselenggarakan oleh masing-masing Perguruan
Tinggi yang disebut penjaminan mutu internal. dengan penjaminan mutu eksternal yang disebut
akreditasi, berdasarkan satu basis data dan informasi yang dikelola dalam pangkalan data
perguruan tinggi. Penerapan Sistem Penjaminan Mutu Internal Perguruan Tinggi (SPMI) yang
dilaksanakan oleh Perguruan Tinggi dapat dikembangkan secara otonom atau mandiri melalui 5
(lima) langkah utama yang disingkat PPEPP, yaitu penetapan, Pelaksanaan, Evaluasi,

Pengendalian, dan Peningkatan Standar Dikti. Secara garis besarnya apabila setiap Perguruan
Tinggi dapat melaksanakan kelima langkah tersebut secara konsisten berdasarkan apa yang telah
digariskan dalam UU Dikti, maka Perguruan Tinggi tersebut pastilah bermutu. Akan tetapi lain
halnya di UPRI Makassar. UPRI Makassar masih agak sulit membicarakan/menetukan Kaizen atau

continuous quality improvement, yang merupakan kegiatan untuk meningkatkan atau meninggikan
isi atau luas lingkup Standar Dikti dalam SPMI oleh karena masih terkendala dengan pelaksanaan
keempat Standar Dikti yang mendahuluinya (mulai dari penetapan Standar, Pelaksanaan Standar,
Evaluasi Standar, Pengendalian Standar, dan Peningkatan Standar), cuma penetapan Standar Dikti
yang tersedia walaupun belum sempurnah, tetapi tiga yang lainnya pelaksanaan, evaluasi dan
pengendalian boleh dikatakan belum lengkap tersedia dan belum terimplementasikan sesuai
dengan pedoman SPM-Dikti berdasarkan UU No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi. Kondisi
inilah sehingga UPRI Makassar belum bisa meningkatkan atau meninggikan isi atau luas lingkup
Standar Dikti dalam SPMI, (Kaizen atau continuous quality improvement.
DAFTAR PUSTAKA
Panduan Pelatihan Calon Pelatihan SPMI 2015. Direktorat Penjaminan Mutu. Direktorat Jenderal
Pembelajaran Dan Kemahasiswaan Kementerian Ristek, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Palimirna.
( TT ) Perkembanagn Teori Quality Assurance ( Penjaminan Mutu ). Pedoman Sistem Penjaminan
Mutu Pendidikan Tinggi. 2014. Setakan I. Direktorat Pembelajaran Dan Kemahasiswaan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Saputra, uhar ( TT ) Konsep

Penjaminan mutu Pendidikan. (online). Tersedia;http;//uharsaputra.wordpress./konsep penjaminan
mutu ( 17 maret2012) Syarbaini, Syahrial. 2009. Pendidikan Pancasila Di Perguruan Tinggi. Bogor :
Ghalia Indonesia. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009, Tentang Badan Hukum
Pendidikan. UU No : 20 TAHUN 2003. Tentang SisDikNas. pasal 1 ayat21 UU. No. 12 Tahun 2012.
Tentang Pendidikan Tinggi. Internet :
http://118.98.223.68/kemdikbud/berita/165
http://id.wikipedia.org/wiki/Perguruan_tinggi
http://www.anneahira.com/pendirian-perguruan-tinggi.htm