SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL PERGURUAN TINGGI KESEHATAN.

(1)

SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL

PERGURUAN TINGGI KESEHATAN

(StudiKasus di PoliteknikKesehatanTasikmalaya, STIKesBakti Tunas

HusadaTasikmalayadan STIKes Muhammadiyah Ciamis)

DISERTASI

DiajukanuntukMemenuhiSebagianSyarat MemperolehGelarDoktorPendidikan Program StudiAdministrasiPendidikan

Oleh: Iwan Somantri

NIM. 1103036

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN

SEKOLAH PASCASARJANA


(2)

2015

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PANITIA DISERTASI

Promotor Merangkap Ketua,

Prof. Dr. H. Djam’an Satori, MA NIP. 195008021973031002

Ko-Promotor Merangkap Sekertaris,

Prof. Dr. Hj. TjutjuYuniarsih, M.Pd. NIP. 195309121979032001

Anggota,

Prof. Dr. Ir. Soemarto, MSIE NIP. 195507051981031005

Mengetahui,

Ketua Program StudiAdministrasiPendidikan

Dr. Hj. AanKomariah, M.Pd. NIP. 197005291994022001


(3)

Diketahui dan Disetujui oleh, Penguji,

Prof. Abdorrakhman Gintings, M.Ed., M.Si., Ph.D.

Diketahui dan Disetujui oleh, Penguji


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Denganinisayamenyatakanbahwadisertasidenganjudul“ SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL PERGURUAN TINGGI KESEHATAN (Studikasus di PoliteknikKesehatanTasikmalaya, SekolahTinggiKesehatanBakti Tunas HusadaTasikmalayadanSekolahTinggiKesehatanMuhammadiyahCiamis), beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.

Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran atas etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim terhadap keaslian karya saya ini.

Tasikmalaya, Agustus 2015

Iwan Somantri NIM 1103036


(5)

ABSTRAK

SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL PERGURUAN TINGGI KESEHATAN (Studi Kasus di Politeknik Kesehatan Tasikmalaya, STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya dan STIKes Muhammadiyah Ciamis). Oleh: Iwan Somantri (1103036) dibimbing: Prof.Dr. H. Djam’an Satori, MA, Prof.Dr. Hj. Tjutju Yuniarsih, M.Pd., Prof. Dr. Ir. Soemarto, MSIE.

Penjaminan Mutu Internal merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan perguruan tinggi kesehatan untuk selalu menjaga mutu pendidikan dan menghasilkan lulusan yang kompeten dan diakui oleh masyarakat. Penyelenggaraan pendidikan di Poltekkes Tasikmalaya, STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya dan STIKes Muhammadiyah Ciamis belum sepenuhnya mengacu pada SNPT, mutu lulusan belum diakui oleh sebagian user, penjaminan mutu belum diakreditasi oleh BAN-PT dan SPMI belum mengacu sepenuhnya pada SPM-PT, padahal pemerintah telah mewajibkan setiap perguruan tinggi untuk melaksanakan penjaminan mutu. Penelitian ini menganalisis Bagaimana pelaksanaan SPMI di Perguruan Tinggi Kesehatan. Rumusan masalah terediri atas : bagaimanakah kebijakan SPMI di perguruan tinnggi Kesehatan?, Bagaimanakah mekanisme pelaksanaan SPMI di Perguruan Tinggi Kesehatan? dan Bagaimanakah Pengembangan SPMI di Perguruan Tinggi Kesehatan? Metode penelitian yang digunakan yaitu eksploratif dengan pendekatan kualitatif melalui studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, studi dokumentasi dan observasi. Analisis data dilakukan melalui tahap reduksi data, display data serta kesimpulan dan verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan : (1) Kebijakan SPMI dimiliki oleh ketiga institusi kesehatan di atas dalam bentuk buku. (2) Pelaksanaan SPMI belum optimal dilaksanakan, sosialisasi tentang SPMI belum dilaksanakan secara berkesinambungan, standar nasional perguruan tinggi belum seluruhnya dibuat, (3) pengembangan SPMI dilakukan melalui pelatihan dan mengikuti perkembangannya melalui media internet. Kendala atau masalah yang dihadapi ketiga institusi perguruan tinggi kesehatan di atas, yaitu kurang optimalnya sosialisasi yang dilakukan, kurangnya komitmen dalam pelaksanaan penjaminan mutu serta kurangnya intensitas komunikasi yang dilakukan antara bawahan dengan atasan. Model pengembangan SPMI yang diusulkan yaitu Model SPMI Perguruan Tinggi Kesehatan berbasis pohon masalah. Dalam model ini kebijakan mutu dijadikan landasan dalam pelaksanaan SPMI, melalui tahap penetapan, pelaksanaan, evaluasi dan pengembangan standar yang dimasukkan ke dalam siklus PDCA. Bila ditemukan masalah, diselesaikan melalui analisis pohon masalah, pohon sasaran dan alternatif pemecahan masalah, sehingga setiap masalah yang ditemukan ada solusinya. Indikator keberhasilan dari model ini yaitu terciptanya budaya mutu di institusi perguruan tinggi kesehatan, ditandai dengan adanya komitmen, perubahan paradigma dan sikap mental serta pengorganisasian penjaminan mutu perguruan tinggi kesehatan yang baik.


(6)

ABSTRACT

INTERNAL QUALITY ASSURANCE SYSTEM (IQAS) OF HEALTH PROFESSIONAL EDUCATION (A Case Study of Politeknik Kesehatan Tasikmalaya, Sekolah Tinggi Kesehatan Bakti Tunas Husada Tasikmalaya, and Sekolah Tinggi Kesehatan Ciamis). By: Iwan Somantri (1103036). Supervised by: Prof. Dr. H. Djam’an Satori, M.A.,Prof. Dr. Hj. Tjutju Yuniarsih, M.Pd., Prof. Dr. Ir. Soemarto, MSIE.

Internal Quality Assurance is one of the efforts health professional education institutions can make to continuously ensure the quality of education and to create competent graduates who are recognized by the society. The administration of education in Politeknik Kesehatan Tasikmalaya, Sekolah Tinggi Kesehatan Bakti Tunas Husada Tasikmalaya, and Sekolah Tinggi Kesehatan Muhammadiyah Ciamis has not completely referenced the SNPT (National Standards for Higher Education); in addition, the three institutions have not created graduates that are well-recognized by a number of users, have not been accredited by BAN-PT (National Accreditation Board for Higher Education) for their quality assurance, and their IQAS has not been in full accordance with the SPM-PT (Higher Education Quality Assurance System). Meanwhile, the government has required that each higher education implement quality assurance. The research analyzes how IQAS is implemented in health professional education. The problem is formulated into the following questions: How are the policies of IQAS in health professional education?; How is the mechanism of IQAS implementation in health professional education?; and How is the development of IQAS in health professional education? The research adopted explorative method with qualitative approach, more specifically employing case study. Data were collected through interview, documentary analysis, and observation. The data were analyzed through the stages of data reduction, data display, inference, and verification. The research results show that: (1) IQAS policies of the three health professional institutions are in the form of a book; (2) IQAS has not been optimally implemented; extension program of IQAS has not been conducted continuously; and national standards for higher education have not been fully formulated; and (3) IQAS is developed through training and monitored by the internet. The main obstacles encountered by the health professional education institutions are the less than optimal extension program, the lack of commitment in quality assurance implementation, and the lack of communication between superior and subordinates. The model of IQAS proposed is tree-problem-based Health Professional Education IQAS Model. In this model, quality policies are made as the basis for IQAS implementation through the stages of establishment, implementation, evaluation, and standard development included in the PDCA cycle. If a problem is found, it is solved with the tree-problem analysis, so that each problem will have a solution. The success indicators for this model is the embodiment of quality culture in health professional education institutions, marked by a stronger commitment, paradigm shifts, mental transformation, and better organization of health professional education quality assurance.


(7)

DAFTAR

ISI

Halaman LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN………...………

LEMBAR PERNYATAAN………. ABSTRAK………... ABTRACT………... KATA PENGANTAR……….. UCAPAN TERIMAKASIH………. DAFTAR ISI……… DAFTAR TABEL……… DAFTAR GAMBAR………... DAFTAR LAMPIRAN………

i iii iv v vi vii ix xii xiii xiv BAB I BAB II PENDAHULUAN………. A. Latar Belakang Penelitian……… B. Fokus Kajian……… C. Perumusan Masalah Penelitian……… D. Tujuan Penelitian………. E. Manfaat Penelitian………... 1. Manfaat Teoris………... 2. Manfaat Praktis……….. F. Struktur Organisasi Disertasi………...

KAJIAN PUSTAKA………... A. Administrasi Pendidikan dan Pendidikan Tinggi……… 1. Administrasi Pendidikan……… 2. Konsep Pendidikan Tinggi………. 3. Administtrasi dan Pengelolaan Pendidikan Tinggi……… 4. Politeknik Kesehatan dan Sekolah Tinggi Kesehatan……

1 1 10 10 13 13 13 13 14 16 16 16 20 24 25


(8)

BAB III

BAB IV

B. Mutu Pendidikan……….. 1. Pengertian Mutu Pendidikan……….. 2. Mutu Pendidikan Tinggi……… 3. Manajemen Mutu Pendidikan………... C. Penjaminan Mutu Pendidikan………..

1. Pengertian Penjaminan Mutu………. 2. Sistem Penjaminan Mutu Internal……….. 3. Tujuan Penjaminan Mutu……….. 4. Kebijakan Sistem Penjaminan Mutu Internal..………….. 5. Mekanisme Sistem Penjaminan Mutu Internal...……... 6. Model Penjaminan Mutu……… 7. Audit Mutu Pendidikan………. D. Penjaminan Mutu dan Pengembangan Pendidikan Tinggi….. E. Hasil Penelitian Terdahulu……….. F. Kerangka Pemikiran Penelitian………...

METODE PENELITIAN……….. A. Metode dan Pendekatan Penelitian………... B. Lokasi Penelitian……….. C. Jenis Data Penelitian……… D. Sumber Data Penelitian……… E. Desain Penelitian………. F. Teknik Pengumpulan Data……….. G. Keabsahan Data Penelitian……….. H. Teknik Analisis Data………

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………. A. Hasil Penelitian……….

1. Kebijakan Sistem Penjaminan Mutu Internal………. 2. Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal………...

27 27 29 30 47 47 49 51 55 56 64 78 80 85 90 94 94 94 95 96 97 99 103 104 113 113 113 140


(9)

BAB V

3. Pengembangan Sistem Penjaminan Mutu Internal………. 4. Rangkuman Hasil Penelitian……….. B. Pembahasan Hasil Penelitian………

1. Kebijakan Sistem Penjaminan Mutu Internal……… 2. Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal………... 3. Pengembangan Sistem Penjaminan Mutu Internal………. C. Model Hipotetik SPMI Perguruan Tinggi Kesehatan………..

1. Rasional Model Hipotetik SPMI Perguruan Tinggi Kesehatan………... 2. Tujuan Model Hipotetik SPMI Perguruan Tinggi

Kesehatan………... 3. Visualisasi Model Hipotetik SPMI Perguruan Tinggi

Kesehatan………... 4. Asumsi Model Hipotetik SPMI Perguruan Tinggi

Kesehatan………... 5. Strategi Model Hipotetik SPMI Perguruan Tinggi

Kesehatan………... 6. Indikator Keberhasilan Model Hipotetik SPMI Perguruan

Tinggi Kesehatan………..

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI…….………... A. Kesimpulan………... B. Rekomendasi………

173 179 195 195 197 203 207 208 210 212 217 218 220 222 222 224

DAFTAR PUSTAKA………... DAFTAR RIWAYAT HIDUP………. LAMPIRAN……….

226 230 231


(10)

DAFTAR TABEL Tabel

3.1 Alternatif Pemecahan Masalah……….

4.1 Rangkuman Hasil Penelitian ………...

Halaman 111 179


(11)

DAFTAR GAMBAR Gambar

2.1 2.2 2.3 2.4 2.5

2.6 3.1 3.2 4.1

Matrix Wilayah Kerja Administrasi Pendidikan ……... Siklus Pengelolaan Penjaminan Mutu Pendidikan ...…...

Model Penjaminan Mutu Akademik……….

Model Penjaminan Mutu Akademik Berbasis Outcome.. Fungsi Quality Assurance dan Monev dalam Program

Pengembangan Pendidikan Tinggi………... Kerangka Pemikiran Penelitian……… Pohon Masalah………. Pohon Sasaran……….. Model Hipotetik SPMI PT Kes………

halaman 17 37 82 82

85 93 109 111 214


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

2 3 4

Pedoman Wawancara, Observasi dan Studi Dokumentasi……… Catatan Lapangan ………..

Contoh Manual Mutu………. Surat Izin Penelitian………

Halaman

231 238 277 336


(13)

xiv

LAMPIRAN 4


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Tuntutan masyarakat akan mutu pendidikan semakin meningkat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perguruan tinggi merupakan salah satu organisasi yang dirancang dan didesain untuk dapat memberikan sumbangan atau berkontribusi dalam upaya peningkatan mutu hidup bagi masyarakat. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi pada Bab I Pasal 1 angka 6 menyebutkan bahwa:

”Perguruanan Tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan

pendidikan tinggi”. Setiap penyelenggaraan pendidikan tinggi tentunya memiliki tujuan, hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan dalam undang-undang tersebut di atas pada pasal 5 sebagai berikut :

Pendidikan tinggi bertujuan:

a. berkembangnya potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa;

b. dihasilkannya lulusan yang menguasai cabang ilmu pengetahuan dan/atau teknologi untuk memenuhi kepentingan nasional dan peningkatan daya saing bangsa;

c. dihasilkannya ilmu pengetahuan dan teknologi melalui penelitian yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora agar bermanfaat bagi kemajuan bangsa, serta kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia; dan

d. terwujudnya pengabdian kepada masyarakat berbasis penalaran dan karya penelitian yang bermanfaat dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.

Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut di atas yaitu dengan melakukan kegiatan pengendalian mutu pendidikan, melakukan


(15)

evaluasi pendidikan yang berkelanjutan dan menyelenggaraan pendidikan sesuai dengan standar pendidikan yang telah ditetapkan pemerintah, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sisdiknas pasal 1 sebagai berikut :

(21) evaluasi pendidikan adalah kegiatan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.

(22) akreditasi adalah kegiatan penilaian kelayakan program dalam satuan pendidikan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan.

Dalam kegiatan pengendalian mutu pendidikan, perguruan tinggi harus mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, diantaranya yaitu Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 (2014 : 6-7) tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, Pasal 3, angka 2 hurup

e, bahwa : ” Standar Nasional Pendidikan Tinggi wajib dijadikan dasar pengembangan dan penyelenggaraan sistem penjaminan mutu internal”. Adapun

tujuan dari Standar Nasional Pendidikan Tinggi seperti dinyatakan pada Pasal 3 angka 1 bahwa :

Standar Nasional Pendidikan Tinggi bertujuan untuk :

a. Menjamin tercapainya tujuan pendidikan tinggi yang berperan strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menerapkan nilai humaniora serta pembudayaan dan pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan;

b. Menjamin agar pembelajaran pada program studi, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia mencapai mutu sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan Tinggi; dan

c. Mendorong agar perguruan tinggi di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia mencapai mutu pembelajaran, penelitian


(16)

dan pengabdian kepada masyarakat melampaui kriteria yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan Tinggi secara berkelanjutan.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan, kebijakan nasional tentang penjaminan mutu menyinergikan Evaluasi Program Studi Berbasis Evaluasi Diri (EPSBED), Akreditasi Perguruan Tinggi dan Penjaminan Mutu (Quality

Assurance) dan diberi nama Sistem Penjaminan Mutu-Perguruan Tinggi

(SPM-PT). Sebagaimana dinyatakan Ditjen Dikti (2010 : 3) bahwa :

SPM-PT adalah sistem penjaminan mutu penyelenggaraan pendidikan tinggi melalui 3 sub sistem yang masing-masing merupakan sistem pula, yaitu : (a) Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) Nasional, kegiatan sistemik pengumpulan, pengolahan dan penyimpanan data serta informasi tentang penyelenggaraan pendidikan tinggi di semua perguruan tinggi oleh ditjen Dikti untuk mengawasi penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh pemerintah sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 66 ayat 1 dan ayat 2 UU Sisdiknas. (b) Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi di perguruan tinggi oleh perguruan tinggi (Internal driven), untuk mengawasi penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh perguruan tinggi secara berkelanjutan (Continuous

improvement), sebagaimana diatur oleh pasal 50 ayat 6 UU Sisdiknas

juncto Pasal 91 PP No. 19 Tahun 2005 tentang SNP; (c) Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME), kegiatan sistemik penilaian kelayakan program dan/atau perguruan tinggi oleh BAN-PT atau lembaga mandiri di luar perguruan tinggi yang diakui pemerintah, untuk mengawasi penyelenggaraan pendidikan tinggi untuk dan atas nama masyarakat, sebagai bentuk akuntabilitas publik sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 60 ayat 2 UU Sisdiknas dan Pasal 86 ayat 3 PP No. 19 Tahun 2005 tentang SNP. Adapun tujuan SPM-PT yaitu menyinergikan PDPT nasional, SPMI dan SPME untuk memenuhi atau melampaui SNP oleh perguruan Tinggi, sehingga mendorong upaya penjaminan mutu perguruan tinggi yang berkelanjutan.

Merujuk dari Ditjen Dikti (2010:6), dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan data dan informasi yang telah dikumpulkan dan disimpan di dalam PDPT masing-masing, perguruan tinggi melakukan SPMI (Internal Quality


(17)

Assurance) melalui evaluasi diri dalam dua lingkup, yaitu (1) evaluasi diri tentang

pemenuhan SNP yang terdiri dari delapan macam standar, baik secara kuantitatif maupun kualitatif; (2) Evaluasi diri tentang sejauh mana perguruan tinggi yang bersangkutan telah melampaui ke delapan standar di dalam SNP secara kuantitatif dan kualitatif, serta mengembangkan standar tersebut di atas beserta pemenuhannya secara berkelanjutan (Continuous Improvement). SPMI di suatu perguruan tinggi merupakan kegiatan mandiri dari perguruan tingi yang bersangkutan. Proses tersebut dirancang, dijalankan, dan dikendalikan sendiri oleh perguruan tinggi yang bersangkutan tanpa campur tangan dari pemerintah, dalam hal ini Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemendikbud. Kebijakan ini diambil karena disadari bahwa setiap perguruan tinggi memiliki spesifikasi yang berlainan, antara lain dalam hal sejarah, visi dan misi, budaya organisasi, ukuran organisasi (jumlah program studi, jumlah dosen, jumlah mahasiswa), struktur organisasi, sumber daya dan pola kepemimpinan.

Posisi dan arti penting SPMI di suatu perguruan tinggi, dapat disimpulkan bahwa di masa mendatang eksistensi suatu perguruan tinggi tidak tergantung semata-mata pada pemerintah, melainkan terutama tergantung pada penilaian

stakeholders (mahasiswa, orang tua, dunia kerja, dosen, tenaga penunjang serta

pihak-pihak lain yang berkepentingan tentang mutu perguruan tinggi tersebut). Dengan semakin berkembangnya teknologi di era global, maka berbagai bidang kehidupan manusia pun mendapat pengaruh besar termasuk dalam bidang pendidikan. Salah satu hal yang penting adalah makin tumbuhnya tuntutan akan kualitas pendidikan seiring dengan makin kompetitifnya kualitas, kompetensi, dan


(18)

demand SDM antar bangsa. Perubahan ini mendorong pada berkembangnya

konsep penjaminan mutu dalam pendidikan baik pendidikan dasar dan menengah maupun pendidikan tinggi. (Ditjen Dikti, 2010 : 7)

Dengan adanya paradigma baru di atas maka perlu dilakukan penjaminan mutu dalam penyelenggaraan pendidikan, termasuk pendidikan tinggi. Penataan sistem pendidikan tinggi saat ini sudah lebih otonom dan harus memiliki akuntabilitas tinggi, sebagai landasan dalam melakukan akreditasi, baik oleh perguruan tinggi yang bersangkutan, maupun oleh lembaga lain yang berwenang, sebagaimana dinyatakan Ditjen Dikti (2010 : 9), bahwa:

Akreditasi nantinya merupakan akreditasi diri dengan pengakuan dari perguruan tinggi yang bersangkutan. Akreditasi diri inilah yang kemudian menjadi landasan bagi perguruan tinggi untuk mengajukan akreditasi ke tingkat nasional yang akan dilakukan oleh pemerintah terhadap perguruan tinggi tersebut. Akreditasi tidak lepas dari evaluasi diri agar setiap program studi di dalam perguruan tinggi tersebut dapat mengenali kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan tantangan yang dihadapi. Ini semua akan mengacu kepada peningkatan kualitas yang berkelanjutan.

Dapat disimpulkan bahwa melalui sistem penjaminan mutu internal, sebuah perguruan tinggi dapat mengevaluasi mengenai kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, sebagai dasar dalam melakukan perbaikan mutu. Hal ini sesuai dengan pernyataan FEFC (1997) dalam Bush dan Coleman ( 2012 : 185), yang dapat disimpulkan bahwa “perguruan tinggi yang mengakui adanya kekurangan dan terus melakukan perbaikan akan tetap survive dan berhasil”.

Dalam melaksanakan penjaminan mutu, sebuah institusi harus memiliki kebijakan mutu dan prosedur serta strategi pelaksanaan yang jelas, sehingga


(19)

dapat diimplementasikan dan dievaluasi dengan baik. Sebagaimana dinyatakan

Eropean Association for quality Assurance in higher education (ENQA) (2009:8),

sebagai berikut :

Institutions should have a policy and associated procedures for the assurance of the quality and standards of their programmes and awards. They should also commit themselves explicitly to the development of a culture which recognises the importance of quality, and quality assurance, in their work. To achieve this, institutions should develop and implement a strategy for the continuous enhancement of quality.The strategy, policy and procedures should have a formal status and be publicly available. They should also include a role for students and other stakeholders.

Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam melaksanakan penjaminan mutu, di samping harus adanya kebijakan mutu, prosedur dan strategi yang jelas, juga harus adanya komitmen dalam melaksanakan penjaminan mutu tersebut sehingga menjadi suatu budaya mutu (Quality Culture). Tuntutan terhadap kualitas tersebut, berlaku untuk semua Perguruan Tinggi, termasuk Perguruan Tinggi Kesehatan yang dituntut untuk berkontribusi dalam mensejahterakan kehidupan bangsa.

Salah satu cita-cita kemerdekaan Bangsa Indonesia, sebagaimana tertuang dalam Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, adalah mensejahterakan kehidupan bangsa, termasuk dalam bidang kesehatan, hal ini sesuai dengan Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan bahwa “Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Oleh karena itu sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik


(20)

Indonesia (NKRI) Kementerian Kesehatan selalu menjadi bagian dari sistem pemerintahan di negeri ini

Kementerian Kesehatan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, memiliki tugas dan fungsi antara lain meningkatkan derajat kesehatan. Untuk mencapai dan melaksanakan tugas pokok dan fungsi tersebut, disusunlah berbagai kebijakan dan strategi sebagai landasan dan arah dalam pelaksanaannya. Kebijakan dan strategi yang paling aktual saat ini dinyatakan dalam visi yang berbunyi ”Masyarakat Sehat yang Mandiri dan

Berkeadilan” Untuk mencapai visi tersebut, diantara misi yang harus dituntaskan

adalah menyediakan tenaga layanan kesehatan yang memiliki kompetensi terstandar, sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing, diantaranya tenaga kesehatan yang dihasilkan perguruan tinggi kesehatan.

Perguruan tinggi kesehatan bertujuan menghasilkan tenaga kesehatan profesional yang memiliki kemampuan untuk bekerja secara mandiri, mampu mengembangkan diri dan beretika. Bagaimanapun untuk menghasilkan tenaga kesehatan yang profesional diperlukan sistem pendidikan tenaga kesehatan yang bermutu dan relevan dengan bidang tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam Sistem Pendidikan Kesehatan Indonesia, diantaranya terdapat dua lembaga pendidikan kesehatan, yaitu Politeknik Kesehatan (Poltekkes) dan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKes).

Politeknik Kesehatan (Poltekkes) merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan tinggi bidang kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan oleh


(21)

Kementerian Kesehatan. Dalam hal ini, Politeknik Kesehatan merupakan Unit Pelaksana Teknik (UPT) di lingkungan Kementerian Kesehatan yang berada di bawah Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PPSDM) Kesehatan. Secara teknis, fungsional di lingkungan Poltekkes dibina oleh Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan (Kapusdiklat Nakes), Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan Aparatur, dan Kepala Pusat Tanserdik. Di samping Poltekkes, perguruan tinggi yang menghasilkan SDM kesehatan adalah Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKes) yang berada di bawah pembinaan Kementerian Pendidikan Nasional.

Melalui penerapan sistem penjaminan mutu pendidikan diyakini dapat memberikan dampak positif terhadap mutu lulusan sebagai cikal bakal SDM kesehatan handal yang dapat memenuhi kebutuhan sesuai harapan konsumen. Penelitian yang dilakukan oleh Jan Kleijnen, Diana Dolmans, Jos Willems, Hans van Hout, (2011), yang berjudul "Does internal quality management contribute to

more control or to improvement of higher education? membuktikan bahwa

aktivitas penjaminan mutu dapat meningkatkan hasil dalam praktek pendidikan. Penelitian yang dilakukan Yingxia Cao, Xiaofan Li, (2014), dengan judul "Quality and quality assurance in Chinese private higher education”, membuktikan bahwa penerapan system penjaminan mutu dapat mengembangkan institusi perguruan tinggi

Penyelenggaraan pendidikan di perguruan tinggi kesehatan perlu terus ditingkatkan, terkait dengan banyaknya permintaan akan tenaga kesehatan yang bekualitas, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Dengan demikian animo


(22)

masyarakat untuk melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi kesehatan, akan meningkat, namun harus diimbangi dengan peningkatan mutu pendidikan.

Berdasarkan penjajagan awal dari hasil pengamatan sementara dan wawancara di Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya, STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya maupun di Stikes Muhammadiyah Ciamis, penyelenggaraan pendidikan ini tidak terlepas dari berbagai permasalahan. Fenomena pertama berkaitan dengan kenyataan bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan tenaga kesehatan, belum sepenuhnya mengacu pada standar nasional pendidikan tinggi.

Fenomena kedua berkaitan dengan mutu lulusan yang belum diakui oleh sebagian user (institusi pelayanan kesehatan) terutama oleh user dari luar negeri, karena bagi lulusan yang mau bekerja di luar negeri harus mempunyai pengalaman minimal dua tahun serta kompetensi lain yang ditentukan oleh user. Fenomena ketiga berkaitan dengan penjaminan mutu, yang ditandai oleh penjaminan mutu yang belum diakreditasi oleh BAN-PT dan Sistem Penjaminan Mutu Internal yang belum mengacu sepenuhnya pada SPM-PT.

Fenomena tersebut harus diatasi supaya institusi dapat menghasilkan mutu lulusan yang diharapkan user, sehingga institusi tersebut banyak diminati pelanggan (orang tua/siswa). Merujuk pernyataan Bush dan Coleman (2012 :193), bahwa “fokus pada pelanggan adalah salah satu prinsip manajemen mutu yang dijadikan tema utama dari kebijakan pendidikan pemerintah Inggris”. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu pendidikan yaitu melalui pelaksanaan penjaminan mutu internal. Pernyataan UNESCO (2006) dalam Fattah (2012 : 2) dapat disimpulkan bahwa “kegiatan


(23)

penjaminan mutu tertuju pada proses untuk membangun kepercayaan dengan cara melakukan pemenuhan persyaratan atau standar minimum pada komponen input, komponen proses dan hasil atau outcome sesuai dengan yang diharapkan oleh

stakeholders”.

Berangkat dari latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul : ”Sistem Penjaminan Mutu Internal

Perguruan Tinggi Kesehatan”.

B. Fokus Kajian

Adapun fokus kajian penelitian ini adalah menganalisis pelaksanaan sistem penjaminan mutu internal (SPMI) pada perguruan tinggi kesehatan, yang terdiri dari tahap penetapan kebijakan, mekanisme pelaksanaan SPMI (penetapan standar, pelaksanaan standar, evaluasi dan pengendalian standar) serta pengembangan SPMI di perguruan tinggi kesehatan.

C. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan fokus kajian penelitian di atas, maka masalah penelitiannya dirumuskan ke dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kebijakan sistem penjaminan mutu internal di perguruan tinggi kesehatan ? Hal ini meliputi :

a. Apakah PT telah memiliki kebijakan (Policy) resmi mengenai SPMI ? b. Dalam bentuk apa kebijakan SPMI dirumuskan ? (buku, dokumen tertulis


(24)

c. Bagaimana proses perumusan kebijakan SPMI di PT ? d. Bagaimana penerapan kebijakan SPMI di PT ?

e. Sejak kapan kebijakan SPMI diberlakukan ?

f. Mencakup bidang apa saja SPMI PT ? (akademik, non akademik) g. Apa yang menjadi sumber rujukan dalam perumusan SPMI PT ? h. Bagaimana model SPMI yang diterapkan PT ?

2. Bagaimanakah mekanisme pelaksanaan sistem penjaminan mutu internal di perguruan tinggi kesehatan ? Hal ini meliputi :

a. Apakah PT telah memiliki standar minimal atau standar lain yang diperlukan ?

b. Apakah standar-standar tersebut telah dilengkapi dengan formulir / borang ?

c. Apakah standar-standar tersebut telah dipenuhi /dilaksanakan ?

d. Apakah PT telah memiliki manual tentang penyusunan berbagai standar dalam SPMI yang berbentuk buku pedoman atau bentuk lainnya?

e. Apakah PT melakukan sosialisasi kepada pendidik/dosen, tenaga kependidikan (administrasi/penunjang), mahasiswa, alumni, orang tua, mahasiswa, organisasi profesi ketika mulai menjalankan kebijakan SPMI secara utuh ?

f. Bagaimanakah strategi yang dilakukan PT dalam melakukan sosialisasi SPMI PT kepada pemangku kepentingan dalam soal di atas ?

g. Bagaimanakah mekanisme implementasi SPMI setelah adanya kebijakan, manual, dokumen dan formulir/borang SPMI ?


(25)

h. Bagaimana dokumen dan formulir/borang SPMI digunakan dalam implementasi SPMI ?

i. Apakah semua unit kerja di lingkungan PT telah mengimplementasikan SPMI PT ?

j. Apakah implementasi SPMI PT dikoordinasikan oleh unit/lembaga tersendiri yang menangani penjaminan mutu ?

k. Apakah SPMI PT sebagai sebuah sistem telah dievaluasi secara berkala ? l. Bagaimana periodesasi evaluasi SPMI PT ?

m. Bagaimanakah mekanisme untuk mengevaluasi efektivitas dan efisiensi SPMI PT sebagai sebuah system ?

n. Bagaimana prosedur evaluasi SPMI dilakukan?

o. Apakah SPMI PT sebagai sebuah sistem pernah dievaluasi pihak internal dan eksternal ?

3. Bagaimanakah prespektif pengembangan sistem penjaminan mutu internal di perguruan tinggi kesehatan ? Hal ini meliputi :

a. Apakah hasil evaluasi digunakan untuk peningkatan efektivitas dan efisiensi SPMI PT ?

b. Apa yang menjadi dasar dalam melakukan pengembangan SPMI PT ? c. Bagaimana mekanisme/prosedur yang ditempuh, bila ada perubahan

desain atau penambahan standar penjaminan mutu ? d. Bagaimana mekanisme pengembangan SPMI PT ?


(26)

D. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan fokus masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mendeskripsikan dan menganalisis kebijakan sistem penjaminan mutu internal di perguruan tinggi kesehatan.

2. Mendeskripsikan dan menganalisis mekanisme pelaksanaan sistem penjaminan mutu internal di perguruan tinggi kesehatan.

3. Mendeskripsikan dan menganalisis pengembangan sistem penjaminan mutu internal di perguruan tinggi kesehatan

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkap nilai-nilai teoritis dan dapat dipergunakan untuk memberikan sumbangan pemikiran terhadap ilmu Administrasi Pendidikan, terutama mengenai Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) di perguruan tinggi, khususnya di perguruan tinggi kesehatan.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi perguruan tinggi kesehatan khususnya Poltekkes Tasikmalaya, STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya dan STIKes Muhammadiyah Ciamis yang sedang mengembangkan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI). Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai masukan bagi perguruan


(27)

tinggi kesehatan untuk menindaklanjuti pengembangan SPMI dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

Selain itu, hasil penelitian ini jadi target untuk menghasilkan Model konseptual yang dirumuskan dari hasil penelitian dan diharapkan dapat bermanfaat untuk memudahkan pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) di perguruan tinggi, khususnya di perguruan tinggi kesehatan, sehingga dengan adanya model ini dapat mengaplikasikan penjaminan mutu perguruan tinggi kesehatan dengan terarah.

F. Struktur Organisasi Disertasi

Disertasi ini disusun dalam lima bab. Bab pertama merupakan bab pendahuluan, menggambarkan tentang apa yang melatarbelakangi penelitian ini sehingga dapat dibuat perumusan masalah penelitian, kemudian dapat menentukan tujuan penelitian dan manfaat penelitian.

Bab kedua merupakan kajian pustaka yang mendeskripsikan beberapa konsep, teori dan pendekatan yang berkaitan dengan pelaksanaan penjaminan mutu internal perguruan tinggi, meliputi : administrasi pendidikan dan pendidikan tinggi, mutu pendidikan, penjaminan mutu dan penjaminan mutu perguruan tinggi.

Bab ketiga berisi mengenai metode penelitian yang mencakup pendekatan penelitian, lokasi penelitian, jenis data penelitian, sumber data penelitian, desain penelitian, teknik pengumpulan data, keabsahan data penelitian dan teknik analisis data.


(28)

Bab keempat menyajikan hasil penelitian tentang kebijakan SPMI, Mekanisme pelaksanaan SPMI dan Pengembangan SPMI di Poltekkes Tasikmalaya, STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya dan STIKes Muhammadiyah Ciamis, serta pembahasan yang merupakan deskripsi dari temuan yang didapatkan dari penelitian di lapangan dan menganalisis hasilnya sesuai dengan konsep yang ada, kemudian dirancang suatu model SPMI perguruan tinggi kesehatan sesuai hasil analisis tersebut.

Terakhir, Bab kelima merupakan bab penutup yang terdiri atas kesimpulan dan rekomendasi.


(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Pendekatan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksploratif dengan pendekatan kualitatif. Merujuk pendapat Moleong (2000:7), bahwa,“Penelitian dengan menggunakan eksploratif lebih mementingkan proses daripada hasil, memeriksa keabsahan data dan hasil penelitian disepakati oleh kedua belah pihak yaitu peneliti dan subjek penelitian. Peneliti kualitatif akan menaruh perhatian untuk memahami perilaku, pandangan, persepsi, berdasarkan pandangan subyek yang diteliti. Pengumpulan data kualitatif dilakukan melalui kontak langsung dengan subyek yang diteliti. Penelitian langsung dilakukan ke lapangan untuk mengumpulkan data yang diperlukan, kemudian data tersebut dianalisis, dibahas dan diberi makna”.

Dalam penelitian ini, dideskripsikan apa adanya tentang pelaksanaan penjaminan mutu perguruan tinggi kesehatan sesuai dengan temuan di lapangan, kemudian dibandingkan dengan teori dan konsep yang sudah baku atau sudah teruji.

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Politeknik Kesehatan Tasikmalaya, STIKES Muhammadiyah Ciamis, Stikkes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya. Alasan ketiga institusi tersebut dijadikan lokus penelitian yaitu animo masyarakat untuk melanjutkan pendidikan di institusi-institusi tersebut terus meningkat, namun


(30)

Internal yang belum mengacu sepenuhnya pada SPM-PT dan sistem penjaminan mutu yang belum diakreditasi oleh BAN-PT. Dengan alasan tersebut institusi di atas dijadikan sebagai lokasi penelitian.

C. Jenis Data Penelitian

Jenis data dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dalam bentuk verbal atau kata-kata/ucapan dan perilaku dari subjek (informan) berkaitan dengan fokus penelitian. Data primer yang dicari berkaitan dengan pelaksanaan penjaminan mutu internal perguruan tinggi kesehatan, yang akan dijaring melalui wawancara dan observasi. Observasi dilakukan untuk melihat keadaan sarana dan prasarana pendidikan yang menunjang pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan dan fenomena lain yang berkaitan dengan fokus penelitian. Sedangkan data sekunder bersumber dari dokumen-dokumen, foto-foto, dan benda yang dapat digunakan sebagai pelengkap data primer. (Herawan, 2008 : 147).

Adapun data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data yang sesuai dengan fokus penelitian, meliputi 1) kebijakan penjaminan mutu internal di masing-masing perguruan tinggi kesehatan, 2) mekanisme pelaksanaan penjaminan mutu internal di perguruan tinggi kesehatan dan 3) pengembangan penjaminan mutu internal di perguruan tinggi kesehatan.


(31)

D. Sumber Data Penelitian 1. Informan

Informan atau subjek penelitian adalah pelaksana dan atau orang-orang yang terkait dalam penjaminan mutu internal perguruan tinggi. Dalam penelitian ini, yang dijadikan informan adalah sebagai berikut : Direktur Poltekkes/Stikkes, Pembantu direktur, dosen, dewan perwakilan masyarakat dan mahasiswa. Penentuan informan dalam penelitian ini didasarkan pada kriteria : 1) subjek yang menguasai dan memahami serta cukup lama menyatu dalam medan aktivitas yang menjadi sasaran penelitian, 2) subjek yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat aktif di lingkungan aktifitas yang menjadi sasaran penelitian, 3) subjek yang masih mempunyai waktu untuk dimintai informasi oleh peneliti, 4) subjek yang tidak mengemas informasi, tetapi relatif memberikan informasi yang sebenarnya.

2. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri sebagai instrumen kunci. Menurut (Lincoln & Guba, 1985:15), Keuntungan peneliti sebagai instrumen kunci adalah karena sifatnya yang responsif dan adaptable. Peneliti sebagai instrumen akan dapat menekankan pada keseluruhan obyek, mengembangkan dasar pengetahuan, kesegaran memproses dan mempunyai kesempatan untuk mengklarifikasi dan meringkas serta dapat memanfaatkan kesempatan untuk menyelidiki respon yang istimewa atau khas.

Subjek penelitian ini adalah manusia dengan segala pikiran dan perasaannya serta sadar akan kehadiran peneliti. Oleh karena itu peneliti harus


(32)

beradaptasi dan menyesuaikan diri. Kehadiran dan keterlibatan peneliti di lapangan untuk menemukan makna dan tafsiran dari subjek tidak dapat digantikan oleh alat lain (non-human), sebab hanya penelitilah yang dapat mengkonfirmasikan dan mengadakan pengecekan anggota (member checks). Selain itu melalui keterlibatan langsung peneliti di lapangan dapat diketahui adanhya informasi tambahan dari informan berdasarkan cara pandang, prestasi, pengalaman, keahlian dan kedudukannya.

E. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Merujuk pendapat Nasution (1998 : 33-34), terdapat tahapan-tahapan dalam persiapan penelitian dengan desain studi kasus, yaitu sebagai berikut :

1. Tahap Orientasi

Pada tahap orientasi, merupakan penelitian awal untuk memperoleh gambaran permasalahan yang lengkap terhadap fokus penelitian. Pada tahap ini, kegiatan utama untuk menentukan permasalahan yang terjadi di lapangan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah :

a. Melakukan prasurvey untuk mengamati berbagai gejala atau permasalahan yang terjadi dalam pengelolaan kegiatan yang dilaksanakan. Gejala atau permasalahan tersebut merupakan bahan pembuatan rancangan penelitian.

b. Memilih dan menetapkan lokasi penelitian untuk memudahkan pelaksanaan serta mencari tingkat permasalahan yang akan diteliti.


(33)

c. Menyusun rencana penelitian sebagai salah satu langkah awal dalam menghadapi seminar desain.

d. Menentukan tenaga bantuan dari pihak lain yang dianggap professional (jika diperlukan)

e. Menyiapkan perlengkapan penelitian, seperti pedoman penilaian, pedoman wawancara, dokumen observasi, serta perlengkapan lain.

f. Mengurus perizinan untuk melaksanakan penelitian. 2. Tahap Eksplorasi

Tahap ini merupakan tahap pengumpulan data, berhubungan dengan kesiapan dan kendala dalam implementasi penjaminan mutu di perguruan tinggi kesehatan, yaitu :

a. Mengumpulkan dasar dan kebijakan mengenai penjaminan mutu internal di perguruan tinggi kesehatan.

b. Mengobservasi pelaksanaan penjaminan mutu internal mulai dari persiapan sampai implementasinya di perguruan tinggi kesehatan.

c. Melaksanakan wawancara dengan subyek penelitian dalam situasi alami. Kegiatan ini berakhir atau selesai apabila informasi dan data yang dibutuhkan sudah lengkap.

3. Tahap Member Check

Pada tahap ini semua data, informasi yang telah dikumpulkan di cek ulang (triangulasi), untuk mengukur kelengkapan atau kesempurnaan dan validitas data yang diperoleh. Kegiatan pada tahap ini meliputi :


(34)

a. Mengecek ulang data yang sudah terkumpul, baik yang bersumber dari dokumen maupun hasil dari pengamatan dan wawancara.

b. Meminta data dan informasi kembali kepada subyek penelitian apabila data yang telah terkumpul belum lengkap. Proses pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung.

c. Meminta penjelasan kepada pihak-pihak terkait terutama direktur, pembantu direktur dan dosen mengenai implementasi kebijakan .

F. Teknik Pengumpulan Data Penelitian

Pengumpulan data penelitian ini menggunakan tiga teknik utama, yaitu wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.

1. Wawancara

Dalam wawancara peneliti menggunakan pedoman wawancara dengan pernyataan-pernyataan yang sifatnya terbuka. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar wawancara dapat berlangsung tetap pada konteks permasalahan penelitian.

Merujuk pendapat Bogdan dan Biklen (1982 : 73-74), bahwa Keberhasilan suatu penelitian kualitatif sangat tergantung kepada ketelitian dan kelengkapan catatan lapangan (fieldnotes) yang disusun peneliti, peneliti melengkapi diri dengan buku catatan yang digunakan agar dapat mencatat hasil wawancara selengkap mungkin. Pertimbangan wawancara ditetapkan sebagai tehnik pengumpulan data yaitu : 1) orang mempersepsi objek, peristiwa dan tindakan kemudian maknanya ditangkap melalui pandangannya, 2) sumber dan (orang) yang representatif dapat mengungkapkan gambaran peristiwa tindakan atau subyek yang telah lama dikenalnya. Oleh karena itu wawancara


(35)

terhadap orang yang representatif untuk suatu persoalan adalah penting untuk mengungkapkan dimensi masalah yang diteliti pertimbangan lain mengenai penggunaan tehnik wawancara, tehnik ini mempunyai beberapa kelebihan yaitu 1) peneliti dapat melakukan kontak secara langsung dengan responden sehingga memungkinkan didapatkan jawaban secara bebas dan mendalam, 2) hubugan dapat dibina dengan baik sehingga memungkinkan responden bisa mengemukakan pendapat secara bebas, 3) untuk pertanyaan yang kurang jelas dari kedua belah pihak dapat diulangi kembali.

Adapun aspek-aspek yang ditanyakan dalam wawancara yaitu berkaitan dengan kebijakan SPMI, Implementasi SPMI dan pengembangan SPMI di Poltekkes Tasikmalaya, Stikkes Muhammadiyah Ciamis dan Stikes BTH Tasikmalaya. Secara rinci dapat dilihat pada lampiran table 3.1 (tentang pedoman wawancara).

2. Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas yang sistematis terhadap gejala-gejala yang terjadi, baik bersifat fisika maupun mental. Pengamatan terhadap tindakan-tindakan yang mencerminkan pola pelaksanaan penjaminan mutu internal pada perguruan tinggi kesehatan, diperlukan observasi atau pengamatan secara langsung. Cara ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang cermat, faktual dan sesuai dengan konteksnya. Nasution (1988: 50-60) menguraikan manfaat pengamatan bagi peneliti adalah sebagai berikut :

a. Mampu memahami konteks data secara holistik

b. Memungkinkan peneliti menggunakan metode induktif yang tidak terpengaruh konsep atau pandangan sebelumnya


(36)

c. Dapat mengungkapkan hal-hal yang sensitif yang tidak terungkap dalam wawancara

d. Mampu merasakan situasi sosial yang sesungguhnya.

Dapat disimpulkan bahwa pengamatan atau observasi, baik langsung maupun tidak lansung, akan sangat bermanfaat untuk mengungkapkan situasi yang sebenarnya.

Tehnik observasi digunakan untuk melengkapi data dan informasi yang diperoleh melalui wawancara. Selain itu dengan observasi dimaksudkan pula melakukan recheck dan triangulasi. Nasution (1998:59-60) mengemukakan :

(1) Dengan berada di lapangan peneliti lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi, (2) pengalaman lansung memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif, (3) peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau tidak diamati orang lain, (4) peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak akan terungkap oleh responden dalam wawancara, (5) peneliti dapat menemukan hal-hal diluar persepsi responden dan (6) di lapangan peneliti tidak hanya dapat mengadakan pengamatan tetapi juga memperoleh kesan-kesan pribadi.

Dalam hal ini peneliti melakukan observasi mulai dari kegiatan sebagai pengamat sampai sewaktu-waktu turut larut dalam situasi atau kegiatan yang sedang berlangsung.

Observasi penulis lakukan secara berkelanjutan agar diperoleh informasi dari tangan pertama mengenai masalah yang diteliti dan kondisi pelaksanaan penjaminan mutu internal pada perguruan tinggi kesehatan di wilayah Kota Tasikmalaya. Untuk itu penulis melakukan pengamatan partisipasi aktif dan pasif secara bergantian dengan memperhatikan sifat situasi dan peristiwa yang diamati serta keterlibatan penulis dengan responden.


(37)

Pilihan tingkat partisipasi tersebut dimaksudkan agar penulis dapat melakukan pendekatan terhadap semua responden dalam suasana persahabatan. Sejalan dengan maksud itu penulis pun berkeinginan agar kehadiran di lokasi penelitian tidak mengganggu atau mempengaruhi kewajaran proses kegiatan yang biasa dilakukan oleh responden.

3. Studi Dokumentasi

Dalam penelitian ini dokumen dapat dijadikan bahan triangulasi untuk mengecek kesesuaian data. Adapun perolehan data dalam penelitian ini dilakukan melalui berbagai dokumen tentang pelaksanaan penjaminan mutu internal pada perguruan tinggi kesehatan. Dengan studi dokumentasi ini akan diperoleh data tertulis untuk lebih menyempurnakan hasil penelitian melalui wawancara dan observasi. Peneliti juga menggunakan tape recorder sebagai alat bantu dalam mengumpulkan data. Meskipun menggunakan alat bantu tersebut peneliti tidak lupa mecatat informasi yang non verbal. Pencatatan ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang utuh, sekaligus mempermudah penulis mengungkapkan makna dari apa yang hendak disampaikan oleh responden. Studi dokumentasi ini memungkinkan ditemukannya perbedaan atau pertentangan antara hasil wawancara atau observasi dengan hasil yang terdapat dalam dokumen.

Untuk memilih dokumen sebagai sumber data, penulis mendasarkan diri kepada kriteria sebagai berikut: keotentikan isi dokumen, isi dokumen dapat diterima sebagai suatu kenyataan dan kecocokan atau kesesuaian data untuk menambah pengertian tentang masalah yang diteliti.


(38)

G. Keabsahan Data Penelitian

Data hasil penelitan diperiksa atau diuji dengan memperhatikan tingkat kepercayaan yang ditentukan oleh kriteria-kriteria : (1) kredibilitas atau derajat kepercayaan (validitas internal), (2) transferabilitas atau keteralihan (validitas eksternal), (3) dependabilitas atau ketergantungan (reliabilitas), dan (4) konfirmabilitas, sebagaimana diuraikan oleh Satori dan Komariah (2011 : 102-103), yang dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Kredibilitas (Validitas Internal)

Keabsahan atas hasil-hasil penelitian dilakukan melalui :

a. Meningkatkan kualitas keterlibatan peneliti dalam kegiatan di lapangan b. Pengamatan secara terus menerus;

c. Trianggulasi, baik metode, dan sumber untuk mencek kebenaran data dengan membandingkannya dengan data yang diperoleh sumber lain, dilakukan, untuk mempertajam tilikan kita terhadap hubungan sejumlah data;

d. Pelibatan teman sejawat untuk berdiskusi, memberikan masukan dan kritik dalam proses penelitian;

e. Menggunakan bahan referensi untuk meningkatkan nilai kepercayaan akan kebenaran data yang diperoleh, dalam bentuk rekaman, tulisan, copy-an , dll;

f. Membercheck, pengecekan terhadap hasil-hasil yang diperoleh guna perbaikan dan tambahan dengan kemungkinan kekeliruan atau kesalahan dalam memberikan data yang dibutuhkan peneliti.


(39)

2. Transferabilitas

Bahwa hasil penelitian yang didapatkan dapat diaplikasikan oleh pemakai penelitian, penelitian ini memperoleh tingkat yang tinggi bila para pembaca laporan memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas tentang konteks dan fokus penelitian.

3. Dependabilitas dan Confirmabilitas

Dilakukan dengan audit trail berupa komunikasi dengan pembimbing dan dengan pakar lain dalam bidangnya guna membicarakan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam penelitian berkaitan dengan data yang harus dikumpulkan.

H. Teknis Analisis Data

Data dan informasi yang sudah terkumpul diklasifikasikan sesuai dengan pertanyaan penelitian hasil wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Menurut Satori dan Komariah (2009 : 102-103), Analisis data dilakukan melalui tiga tahapan yaitu sebagai berikut:

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh ditulis dalam bentuk laporan atau data yang terperinci. Laporan yang disusun berdasarkan data yang diperoleh direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting. Data hasil mengihtiarkan dan memilah-milah berdasarkan satuan konsep, tema, dan kategori tertentu akan memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan juga mempermudah peneliti untuk mencari kembali data sebagai tambahan atas data sebelumnya yang diperoleh jika diperlukan.


(40)

2. Display Data

Data yang diperoleh dikategorisasikan menurut pokok permasalahan dan dibuat dalam bentuk matriks sehingga memudahkan peneliti untuk melihat pola-pola hubungan satu data dengan data lainnya.

3. Kesimpulan dan Verifikasi

Menyimpulkan dan melakukan verifikasi atas data yang sudah diproses atau ditransfer kedalam bentuk-bentuk yang sesuai dengan pola pemecahan permasalahan yang dilakukan.

Adapun teknik analisis yang dapat digunakan dalam penelitian kualitatif bermacam-macam, diantaranya yang dikemukakan oleh Satori dan Komariah (2009 : 98-101) sebagai berikut :

1. Teknik analisis isi

Analisis konten mencakup upaya-upaya klasifikasi lambang-lambang yang dipakai dalam komunikasi, menggunakan kriteria-kriteria dalam klasifikasi, dan menggunakan teknik analisi tertentu dalam membuat prediksi. Analisis ini sering digunakan dalam analisis-analisis verifikasi.

2. Teknik analisis domain

Digunakan untuk menganalisis gambaran objek penelitian secara umum atau ditingkat permukaan, namun relatif utuh tentang objek penelitian tersebut. Digunakan untuk penelitian yang bersifat ekplorasi. dapun teknik analisis dalam analisis domain terdiri dari enam langkah yang berhubungan, yaitu; g. Memilih pola hubungan semantik tertentu atas dasar informasi atau fakta


(41)

h. Menyiapkan kerja analisis domain

i. Memilih kesamaan-kesamaan data dari catatan harian peneliti di lapangan j. Mencari konsep-konsep induk dan katagori-katagori simbolis dari domain

tertentu yang sesuai dengan suatu pola hubungan semantik

k. Menyusun pertanyaan-pertanyaan struktural untuk masing-masing domain l. Membuat daftar keseluruhan domain dari seluruh data yang ada.

3. Teknik analisis taksonomi

Teknik ini memberikan hasil yang luas dan umum, tetapi belum terinci serta bersifat menyeluruh. Secara keseluruhan teknik ini menggunakan pendekatan non-kontras antara elemen. Teknik ini terfokus pada domain-domain tertentu, kemudian memilih domain tersebut menjadi sub-sub domain serta bagian-bagian yang lebih khusu serta terperinci yang umumnya merupakan rumpun yang memiliki kesamaan. Teknik analisis taksonomi ini akan menghasilkan hasil analisis yang terbatas pada satu domain tertentu dan hanya pada satu domain tersebut pula.

4. Teknik analisis kompensional

Teknik ini termasuk kedalam teknis analisis yang cukup menarik dan paling mudah dilakukan karena menggunakan pendekatan kontras antar elemen, akan tetapi secara keseluruhan memiliki kesamaan kerja dengan teknik analisis taksonomi, hal yang membedakannya adalah hanya pada pendekatan yang dipakai oleh masing-masing teknik. Teknik ini digunakan untuk menganalisis unsur-unsur yang memiliki hubungan-hubungan yang kontras satu sama lain dalam domain-domain yang telah ditentukan untuk dianalisis secara lebih


(42)

terperinci. Unsur-unsur atau elemen-elemen yang kontras akan dipilah oleh peneliti dan selanjutnya akan dicari term-term yang dapat mewadahinya. Teknik ini layak digunakan kalau seluruh kegiatan observasi dan wawancara yang berulang-ulang telah memperoleh hasil maksimal dengan yang diharapkan dalam penelitian. Kegiatan analisis dapat dilakukan dengan menggunakan tahapan sebagai berikut; 1) Penggelaran hasil observasi dan wawancara, 2) Pemilahan hasil observasi dan wawancara, 3) Menemukan elemen-elemen kontras.

5. Teknik analisis tema kultural

Teknik analisis tema mencoba mengumpulkan sekian banyak term-term, fokus, budaya, etos budaya, nilai dan simbol-simbol budaya yang terkonsentrasi pada domain-domain tertentu. Teknik ini berusaha menemukan hubungan-hubungan yang terdapat pada domain-domain yang dianalisis sehingga membentuk suatu kesatuan yang holistik, terpola dalam satu pola kompleks yang akhirnya akan menempatkan kepermukaan tentang tema-tema atau faktor-faktor yang mendominasi domain tersebut dan mana yang kurang mendominasi. Ada beberapa pinsip dalam melakukan analisis dengan pendekatan ini yaitu;

a) Peneliti harus mampu melakukan analisis komponensial antar domain b) Membuat skema sarang laba-laba untuk dapat terbentuk pada domain satu

dengan lainnya

c) Menarik makna dari hubungan-hubungan yang terbentuk pada masing-masing domain


(43)

d) Menarik kesimpulan secara universal dan holistik tentang makna persoalan sesungguhnya yang sedang dianalisis.

6. Teknik analisis komparatif konstan

Teknik ini yang paling ekstrim menerapkan strategi analisis deskriptif, dikatakan demikian karena teknik ini betul-betul menerapkan logika induktif dalam analisisnya. Teknik ini digunakan untuk membandingkan kejadian-kejadian yang terjadi disaat peneliti menganalisa kejadian-kejadian tersebut dan dilakukan secara terus menerus sepanjang penelitian itu.

Tahapan dalam penelitian ini, yaitu;

a. Tahap membandingkan kejadian yang dapat diterapkan pada tiap kategori b. Tahap menemukan kategori dan ciri-cirinya

c. Tahap membatasi lingkup teori d. Tahap menulis teori.

7. Teknik analisis pohon masalah

Di samping teknik-teknik analisis di atas, teknik analisis pohon masalah merupakan salah satu teknik yang sederhana dan mudah dimengerti, sehingga penulis mencoba menggunakannya dalam penelitian ini. Menurut Usman (2013 : 448-451), teknik analisis pohon masalah adalah suatu teknik untuk mengidentifikasi masalah dalam situasi tetentu, menyusun dan memperagakan informasi sebagai rangkaian hubungan sebab akibat, dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Mulailah dengan masalah atau kebutuhan spesifik yang harus dipecahkan. b. Catat semua masalah yang sudah diidentifikasi


(44)

c. Kemukakan setiap masalah dengan pertanyaan : apa yang menjadi sebab masalah ?, apa yang menjadi akibat masalah ?, kemudian susunlah masalah-masalah yang sudah diidentifikasi dalam hubungan sebab akibat yang logis dalam bentuk sebuah pohon.

d. Susunlah menyerupai bagan jenjang organisasi sederhana

e. Esensi pernyataan masalah dibuat singkat, jelas dan bermakna negatif. Contohnya apabila dalam penelitian ini ditemukan masalahnya adalah belum optimalnya pelaksanaan sistem penjaminan mutu internal, maka pohon masalahnya adalah sebagai berikut :

Akibatnya

Masalahnya Penyebabnya

Gambar 3.1 Pohon masalah (pernyataan negatif) Diadaptasi dari Usman (2013 : 449)

Rendahnya mutu pendidikan

Pelaksanaan SPMI belum optimal

Pelaksanaan standar?

Pengendalian standar? Penetapan

standar?

Pengembangan standar?


(45)

Keterangan :

Masalah yang dihadapi adalah pelaksanaan SPMI belum optimal. Akibatnya adalah rendahnya mutu pendidikan. Penyebab masalahnya kemungkinan belum adanya penetapan standar, belum adanya pelaksanaan standar, belum adanya pengendalian standard, dan atau pengembangan standar belum ada. Kemudian dianalisis lagi kemungkinan penyebab-penyebab dari setiap permasalahan.

Setelah pohon masalah dibuat, selanjutnya adalah membuat pohon sasaran. Pohon sasaran adalah teknik untuk mengidentifikasi sasaran yang ingin diwujudkan. Pohon sasaran merupakan kebalikan dari pohon masalah. Pernyataan negatif pada pohon masalah diganti dengan pernyataan positif pada pohon sasaran. Sasaran dalam pohon sasaran merupakan akibat dari sasaran lain. Tentukan sebab akibat antara sasaran itu, kemudian susunlah pohon sasaran.

Sasaran dinyatakan dalam kalimat yang menyatakan dalam keadaan selesai (tercapai), oleh karena itu, kalimatnya dimulai dengan awalan “ter”. Sasaran yang baik memenuhi syarat “SMART”, singkatan dari specific (tujuan

harus khas), measurable (tujuan yang akan dicapai dapat diukur), Attainable (dapat dicapai), realistic (nyata, dapat diwujudkan) dan time bounding (ada batasan waktu, kapan dimulai dan kapan harus selesai).


(46)

Akibatnya

Masalahnya Penyebabnya

Gambar 3.2 Pohon sasaran (Pernyataan positif) Diadaptasi dari Usman (2013 : 450)

Setelah pohon sasaran selesai dibuat, langkah berikutnya adalah membuat tabel alternatif pemecahan masalah, yaitu untuk mengembangkan alternatif pemecahan masalah atau arah tindakkan yang dapat dipakai untuk mewujudkan sasaran tertentu dan memperagakan informasi ini dalam format yang sederhana.

Tabel 3.1

Alternatif pemecahan masalah

NO MASALAH PERENCANAAN PELAKSANAAN EVALUASI

1 Kebijakan SPMI a……….

b………. c……….

terwujudnya pendidikan bermutu

terlaksananya SPMI dengan baik

terlaksananya standar sesuai

rencana

terkendalianya standar dengan

baik Terwujudnya

penetapan standar

Terwujudnya Pengembangan

standar


(47)

2 Mekanisme Pelaksanaan SPMI a………. b………. c………. 3 Evaluasi

Pelaksanaan SPMI a……….

b………. c………. 4 Pengembangan

SPMI a………. b………. c……….


(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

1. Umum

Kebijakan Sistem Penjaminan Mutu Internal sudah dimiliki Poltekkes Tasikmalaya, STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya dan STIKes Muhammadiyah Ciamis. Kebijakan ini dijadikan acuan dalam melaksanakan seluruh kegiatan akademik maupun non akademik dalam rangka meningkatkan mutu institusi, dijadikan landasan dan arah dalam menetapkan standar, manual dan prosedur penjaminan mutu oleh semua unit kerja di perguruan tinggi.

Pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Internal di Poltekkes Tasikmalaya, STIKes BTH Tasikmalaya dan STIKes Muhammadiyah Ciamis belum optimal dilaksanakan, hal ini ditandai dengan belum semua standar mutu yang diwajibkan dibuat dan dilaksanakan oleh ketiga perguruan tinggi kesehatan di atas.. Walaupun di ketiga perguruan tinggi kesehatan sudah memiliki kebijakan SPMI, tetapi sosialisasi yang dilakukan tentang isi kebijakan tersebut belum optimal, hal ini ditandai dengan pelaksanaan sosialisasi yang belum berkesinambungan, hanya dilakukan sekali saja ketika kebijakan selesai dibuat, intensitas komunikasi antara atasan dan bawahan masih kurang optimal, sehingga banyak informasi yang tidak sampai kepada semua sivitas akademika. Sistem penjaminan mutu dievaluasi secara berkala dilakukan setiap enam bulan. Evaluasi dilakukan oleh tim auditor dari setiap unit kerja yang`sudah pernah mengikuti pelatihan dan dibuatkan surat keputusan-nya oleh pimpinan Perguruan Tinggi, temuan hasil audit disampaikan


(49)

dan diberikan rekomendasi untuk perbaikan, sehingga dapat dilakukan perubahan kearah perbaikan.

Hasil Evaluasi Sistem Penjaminan Mutu Internal digunakan sebagai bahan koreksi atau perbaikan secara berkelanjutan oleh Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya, STIKes BTH Tasikmalaya dan STIKes Muhammadiyah Ciamis. Hasil evaluasi juga menjadi landasan dalam melakukan pengembangan penjaminan mutu, bila ada perubahan atau penambahan standar, didiskusikan dengan semua unit kerja melalui GKM, kemudian membuat perubahan atau penambahan standar yang diperlukan bersama-sama. Strategi pengembangan penjaminan mutu yang sudah dilakukan oleh ketiga perguruan tinggi kesehatan yaitu dengan mengikuti pelatihan-pelatihan, ataupun mengikuti perkembangan penjaminan mutu melalui berbagai media.

2. Khusus

Poltekkes merupakan salah satu bentuk satuan pendidikan tinggi bidang kesehatan yang menyelenggarakan pendidikan vokasi, memiliki tugas melaksanakan pendidikan professional dalam program pendidikan DI, DII, DIII dan DIV yang dikelola dan diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan, sedangkan Sekolah Tinggi Kesehatan (STIKes) merupakan salah satu perguruan tinggi yang menghasilkan SDM kesehatan, yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan dapat menyelenggarakan pendidikan vokasi yang berada di bawah pembinaan Kementerian Pendidikan Nasional


(50)

B. Rekomendasi 1. Umum

Sosialisasi tentang kebijakan mutu perlu dilakukan dengan rutin, karena melalui sosialisasi ini, seluruh civitas akademika ketiga perguruan tinggi kesehatan di atas akan mengetahui dan memahami keberadaan penjaminan mutu. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya melalui berbagai pertemuan internal maupun eksternal dengan semua civitas akademika maupun

stakeholders, disampaikan secara lisan, melalui berbagai macam media seperti

pamphlet, leaplet, ataupun melalui media internet.

Pelaksanaan penjaminan mutu di Poltekkes Kemenkes Tasikmalaya, STIKes BTH Tasikmalaya dan STIKes Muhammadiyah Ciamis perlu terus dioptimalkan, karena dengan optimalnya SPMI akan menuju ke arah perbaikan mutu yang berkelanjutan (Continuous Quality Improvement). Hal ini dapat dilakukan melalui komunikasi yang terus dilakukan oleh pimpinan terhadap stafnya maupun melalui lembaga penjaminan mutu, gugus kendali mutu yang ada di jurusan maupun program studi, sehingga semua civitas akademika akan selalu berkontribusi dalam rangka penjaminan mutu. Memperbaiki komitmen semua sivitas akademika agar berpartisipasi dan berkontribusi dalam pelaksanaan penjaminan mutu. Hal ini dapat dimulai dengan menerapkan reward and

punishment yang tegas yang harus dipatuhi semua pihak. Membuat dan

melengkapi standar mutu yang belum selesai dibuat, dapat dilakukan dengan mengadakan workshop yang melibatkan semua unit, jurusan ataupun program Studi, dan gugus kendali mutu.


(51)

Strategi pengembangan penjaminan mutu yang perlu dilakukan oleh ketiga perguruan tinggi kesehatan tersebut salah satunya adalah benchmarking, karena dapat melihat keunggulan atau kelebihan institusi lain serta melihat kelemahan institusi sendiri. Benchmarking ini dapat dilakukan dengan cara bekerjasama dengan pendidikan tinggi yang sudah lebih bagus dan maju dalam hal menjalankan SPMI.

2. Khusus

Banyaknya kekurangan dan keterbatasan dalam penelitian ini, sehingga untuk lebih melengkapi dan menyempurnakannya, hendaknya ada peneliti lain yang melakukan penelitian sejenis yang lebih mendalam, terutama tentang model yang cocok digunakan di perguruan tinggi kesehatan, Sistem Penjaminan Mutu Eksternal, Perbedaan SPMI di Poltekkes dengan di STIKes.


(52)

(53)

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, D. W. (2003). Manajemen Kualitas, Pendekatan sisi Kualitatif, Ghalia Indonesia, Jakarta

Bogdan,R W dan Bilken,(1982). Qualitative Research For Education An

Introducation to Theory and Methode.Allyn And Bacon. Boston London.

Bush T. and Coleman M., (2012). Manajemen Mutu Kepemimpinan Pendidikan (terjemahan). IRCiSoD. Jogjakarta

Creech, B. (1996). Lima Pilar TQM (penterjemah: Sindoro A) Binarupa Aksara. Daryanto, M. (1998). Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Dasuqi, Dudung, A. dan Somantri, Setyo. (1992). “Wawasan Dasar Pendidikan

dan Wawasan Dasar Administrasi Pendidikan”. Dalam Administrasi

Pendidikan. Bandung: Jurusan Administrasi Pendidikan, Fakultas Ilmu

Pendidikan IKIP Bandung.

Depdiknas, (2013). Peraturan Pemerintah No 32 tahun 2013. Standar Nasional Pendidikan. Depdiknas. Jakarta

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, (2010). Sistem Penjaminan Mutu

Perguruan Tinggi (SPM-PT). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

______, (2010). Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

______, (2006). Pandun Pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

______, (2006). Audit Akademik dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

______, (2003), Pedoman Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi, Jakarta : Depatemen Pendidikan Nasional

Dorothea, W (2002). Manajemen Kualitas. Ghalia Indonesia.

ENQA (2009). Standars and Guidelines for Qulity Assurance in The European


(54)

Fattah, N. (2012), Landasan Manajemen Pendidikan.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Gasperz,V. (2001). Total Quality Management. Jakarta; Gramedia Pustaka Utama.

Herman, J.L, & Herman, J.J, (1995). Total Quality Management (TQM) For

Education, Journal of Education Technology. May-June (halaman 14-18).

Hedwig, R., Polla G. (2006). Model Sistem Penjaminan Mutu, Graha Ilmu, Jakarta.

Herawan, E. (2008). Manajemen Mutu pada Sekolah Menengah Kejuruan dalam

Era Otonomi Daerah. Disertasi. SPs. UPI.

Hoy, Wayne K. dan Miskel, Cecil G. (2001). Educational Administration Theory,

Research, And Practice6th ed., International Edition, Singapore: McGraw-Hill Co.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

Kesit. (2009). Audit Mutu Internal. http://bambangkesit.staff.uii.ac.id /2009/01/15/ audit-mutu-internal-1-dasar-dasar-audit/ (akses pada 14/2/10) Lincoln , Yvone. S dan Guba, Egon G. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills:

Sage Publications.

Margono S. (1995). Manajemen Perguruan Tinggi pada Era Global: Suatu

Gagasan Menuju Efisiensi. Unmer Malang Grasindo. Jakarta

Mishra. S. (2007). Quality Assurance in Higher Education: An Introduction. Bangalore: NAAC

Moleong.L.J. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung; Remaja. Rosdakarya

Nasution, S. (1998).Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito

Poerwanto.(2010).ManajemenKualitas.https://sites.google.com/site/kelolakualitas/ PDCA (Akses Tanggal : 12-4 2014)


(55)

PP No 32 tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta; Pustaka Mahardika.

Pusdiknakes. (2010). Standar Penilaian Pendidikan Tenaga Kesehatan. Jakarta: Bakti Husada

Sagala, Syaiful. (2005). Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: Alfabeta.

Said, Chatlinas. (1988). Pengantar Administrasi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud Ditjen Dikti Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga

Kependidikan.

Sallis.E. (2002). Total Quality Manajemen in Education (Third Edition). Kogan Page Ltd. London.

Satori, D., Komariah, A. (2009). Methodology Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung.

Suharsaputra, U. (2013). Administrasi Pendidikan. Bandung: Refika Aditama Sutisna O. (1993). Administrasi Pendidikan. Dasar Teoritis untuk Praktek

Profesional. Angkasa. Bandung.

Usman,H. (2013). Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, edisi 4. Jakarta; Bumi Akasara.

Undang-undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan

Nasional. Jakarta;. Biro Hukum dan Organisasi.

Undang-undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta

Undang-undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan

Tinggi. Jakarta.

Journal.

Elliot.(1993). “Management of Quality in Computing Systems Education: ISO 9000 series Quality Standards Applied”. Journal of System Management.

September, 6-11

David William Stoten, (2012) "Exploring quality assurance in sixth form colleges", Quality Assurance in Education, Vol. 20 Iss: 3, pp.259 - 273


(56)

Hairuddin Mohd Ali, Mohammed Borhandden Musah, (2012) "Investigation of Malaysian higher education quality culture and workforce performance",

Quality Assurance in Education, Vol. 20 Iss: 3, pp.289 - 309

Jan Kleijnen, Diana Dolmans, Jos Willems, Hans van Hout, (2011) "Does internal quality management contribute to more control or to improvement of higher education?: A survey on faculty's perceptions", Quality Assurance in

Education, Vol. 19 Iss: 2, pp.141 - 155

Kim O'Mahony, Thomas N. Garavan, (2012) "Implementing a quality management framework in a higher education organisation: A case study",

Quality Assurance in Education, Vol. 20 Iss: 2, pp.184 - 200

Mukdashine Sandmaung, Do Ba Khang, (2013) "Quality expectations in Thai higher education institutions: multiple stakeholder perspectives", Quality

Assurance in Education, Vol. 21 Iss: 3, pp.260 – 281

Nga D. Tran, Thanh T. Nguyen, My T.N. Nguyen, (2011) "The Standard of Quality for HEIs in Vietnam: a step in the right direction?", Quality

Assurance in Education, Vol. 19 Iss: 2, pp.130 - 140

Óscar Espinoza, Luis Eduardo González, (2013) "Accreditation in higher education in Chile: results and consequences", Quality Assurance in

Education, Vol. 21 Iss: 1, pp.20 – 38

Yingxia Cao, Xiaofan Li, (2014) "Quality and quality assurance in Chinese private higher education: A multi-dimensional analysis and a proposed framework", Quality Assurance in Education, Vol. 22 Iss: 1, pp.65 - 87


(1)

Iwan Somantri, 2015

SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL PERGURUAN TINGGI KESEHATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Strategi pengembangan penjaminan mutu yang perlu dilakukan oleh ketiga perguruan tinggi kesehatan tersebut salah satunya adalah benchmarking, karena dapat melihat keunggulan atau kelebihan institusi lain serta melihat kelemahan institusi sendiri. Benchmarking ini dapat dilakukan dengan cara bekerjasama dengan pendidikan tinggi yang sudah lebih bagus dan maju dalam hal menjalankan SPMI.

2. Khusus

Banyaknya kekurangan dan keterbatasan dalam penelitian ini, sehingga untuk lebih melengkapi dan menyempurnakannya, hendaknya ada peneliti lain yang melakukan penelitian sejenis yang lebih mendalam, terutama tentang model yang cocok digunakan di perguruan tinggi kesehatan, Sistem Penjaminan Mutu Eksternal, Perbedaan SPMI di Poltekkes dengan di STIKes.


(2)

(3)

Iwan Somantri, 2015

SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL PERGURUAN TINGGI KESEHATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, D. W. (2003). Manajemen Kualitas, Pendekatan sisi Kualitatif, Ghalia Indonesia, Jakarta

Bogdan,R W dan Bilken,(1982). Qualitative Research For Education An Introducation to Theory and Methode.Allyn And Bacon. Boston London. Bush T. and Coleman M., (2012). Manajemen Mutu Kepemimpinan Pendidikan

(terjemahan). IRCiSoD. Jogjakarta

Creech, B. (1996). Lima Pilar TQM (penterjemah: Sindoro A) Binarupa Aksara. Daryanto, M. (1998). Administrasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Dasuqi, Dudung, A. dan Somantri, Setyo. (1992). “Wawasan Dasar Pendidikan

dan Wawasan Dasar Administrasi Pendidikan”. Dalam Administrasi Pendidikan. Bandung: Jurusan Administrasi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Bandung.

Depdiknas, (2013). Peraturan Pemerintah No 32 tahun 2013. Standar Nasional Pendidikan. Depdiknas. Jakarta

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, (2010). Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. ______, (2010). Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI). Jakarta: Departemen

Pendidikan Nasional.

______, (2006). Pandun Pelaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

______, (2006). Audit Akademik dan Perguruan Tinggi. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

______, (2003), Pedoman Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi, Jakarta : Depatemen Pendidikan Nasional

Dorothea, W (2002). Manajemen Kualitas. Ghalia Indonesia.

ENQA (2009). Standars and Guidelines for Qulity Assurance in The European Higher Education Area. 3rd edition. Helsinki.


(4)

Fattah, N. (2012), Landasan Manajemen Pendidikan.Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Gasperz,V. (2001). Total Quality Management. Jakarta; Gramedia Pustaka Utama.

Herman, J.L, & Herman, J.J, (1995). Total Quality Management (TQM) For Education, Journal of Education Technology. May-June (halaman 14-18). Hedwig, R., Polla G. (2006). Model Sistem Penjaminan Mutu, Graha Ilmu,

Jakarta.

Herawan, E. (2008). Manajemen Mutu pada Sekolah Menengah Kejuruan dalam Era Otonomi Daerah. Disertasi. SPs. UPI.

Hoy, Wayne K. dan Miskel, Cecil G. (2001). Educational Administration Theory, Research, And Practice6th ed., International Edition, Singapore: McGraw-Hill Co.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2014). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

Kesit. (2009). Audit Mutu Internal. http://bambangkesit.staff.uii.ac.id /2009/01/15/ audit-mutu-internal-1-dasar-dasar-audit/ (akses pada 14/2/10) Lincoln , Yvone. S dan Guba, Egon G. (1985). Naturalistic Inquiry. Beverly Hills:

Sage Publications.

Margono S. (1995). Manajemen Perguruan Tinggi pada Era Global: Suatu Gagasan Menuju Efisiensi. Unmer Malang Grasindo. Jakarta

Mishra. S. (2007). Quality Assurance in Higher Education: An Introduction. Bangalore: NAAC

Moleong.L.J. (2000). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung; Remaja. Rosdakarya

Nasution, S. (1998).Metodologi Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung : Tarsito

Poerwanto.(2010).ManajemenKualitas.https://sites.google.com/site/kelolakualitas/ PDCA (Akses Tanggal : 12-4 2014)


(5)

Iwan Somantri, 2015

SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL PERGURUAN TINGGI KESEHATAN

Universitas Pendidikan Indonesia | \.upi.edu perpustakaan.upi.edu

PP No 32 tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta; Pustaka Mahardika.

Pusdiknakes. (2010). Standar Penilaian Pendidikan Tenaga Kesehatan. Jakarta: Bakti Husada

Sagala, Syaiful. (2005). Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: Alfabeta.

Said, Chatlinas. (1988). Pengantar Administrasi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud Ditjen Dikti Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga

Kependidikan.

Sallis.E. (2002). Total Quality Manajemen in Education (Third Edition). Kogan Page Ltd. London.

Satori, D., Komariah, A. (2009). Methodology Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung.

Suharsaputra, U. (2013). Administrasi Pendidikan. Bandung: Refika Aditama Sutisna O. (1993). Administrasi Pendidikan. Dasar Teoritis untuk Praktek

Profesional. Angkasa. Bandung.

Usman,H. (2013). Manajemen Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan, edisi 4. Jakarta; Bumi Akasara.

Undang-undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta;. Biro Hukum dan Organisasi.

Undang-undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta

Undang-undang Republik Indonesia No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Jakarta.

Journal.

Elliot.(1993). “Management of Quality in Computing Systems Education: ISO

9000 series Quality Standards Applied”. Journal of System Management.

September, 6-11

David William Stoten, (2012) "Exploring quality assurance in sixth form colleges", Quality Assurance in Education, Vol. 20 Iss: 3, pp.259 - 273


(6)

Hairuddin Mohd Ali, Mohammed Borhandden Musah, (2012) "Investigation of Malaysian higher education quality culture and workforce performance", Quality Assurance in Education, Vol. 20 Iss: 3, pp.289 - 309

Jan Kleijnen, Diana Dolmans, Jos Willems, Hans van Hout, (2011) "Does internal quality management contribute to more control or to improvement of higher education?: A survey on faculty's perceptions", Quality Assurance in Education, Vol. 19 Iss: 2, pp.141 - 155

Kim O'Mahony, Thomas N. Garavan, (2012) "Implementing a quality management framework in a higher education organisation: A case study", Quality Assurance in Education, Vol. 20 Iss: 2, pp.184 - 200

Mukdashine Sandmaung, Do Ba Khang, (2013) "Quality expectations in Thai higher education institutions: multiple stakeholder perspectives", Quality Assurance in Education, Vol. 21 Iss: 3, pp.260 – 281

Nga D. Tran, Thanh T. Nguyen, My T.N. Nguyen, (2011) "The Standard of Quality for HEIs in Vietnam: a step in the right direction?", Quality Assurance in Education, Vol. 19 Iss: 2, pp.130 - 140

Óscar Espinoza, Luis Eduardo González, (2013) "Accreditation in higher education in Chile: results and consequences", Quality Assurance in Education, Vol. 21 Iss: 1, pp.20 – 38

Yingxia Cao, Xiaofan Li, (2014) "Quality and quality assurance in Chinese private higher education: A multi-dimensional analysis and a proposed framework", Quality Assurance in Education, Vol. 22 Iss: 1, pp.65 - 87