Index of /enm/images/dokumen

RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR . . . TAHUN . . .
TENTANG
KAWASAN EKONOMI KHUSUS
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk mempercepat pengembangan ekonomi di
wilayah
tertentu
yang
bersifat
strategis
bagi
pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga
keseimbangan
kemajuan
suatu
daerah,
perlu

dikembangkan kawasan ekonomi khusus;
b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 31 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal, ketentuan mengenai Kawasan
Ekonomi Khusus diatur dengan Undang-Undang;
c. bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu membentuk
Undang-Undang tentang Kawasan Ekonomi Khusus;
Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4724);
Dengan Persetujuan Bersama


DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG
KHUSUS.

TENTANG

KAWASAN

EKONOMI

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang–Undang ini yang dimaksud dengan :
1. Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disebut KEK adalah
kawasan dengan batas-batas tertentu dalam wilayah hukum Negara

Kesatuan
Republik
Indonesia
yang
ditetapkan
untuk

menyelenggarakan fungsi-fungsi perekonomian yang bersifat khusus
dan memperoleh fasilitas tertentu.
2. Zona adalah area di dalam KEK dengan batas-batas tertentu yang
pemanfaatannya sesuai dengan peruntukkannya.
3. Dewan Nasional adalah dewan yang bertanggung jawab dalam
perumusan
kebijakan
percepatan
pengembangan,
kebijakan
pengoperasian, dan pengendalian penyelenggaraan KEK di tingkat
nasional.
4. Dewan Kawasan adalah dewan yang bertanggung jawab

mengoordinasikan pengembangan dan pengawasan penyelenggaraan
KEK di tingkat Provinsi.
5. Badan Pengusahaan adalah badan
menyelenggarakan pengusahaan KEK.

yang

bertanggung

jawab

6. Badan Usaha adalah perusahaan berbadan hukum berupa Badan
Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau perusahaan
swasta.
BAB II
BENTUK DAN KRITERIA
Bagian Kesatu
Bentuk
Pasal 2
KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki

keunggulan geo-ekonomi dan geo-strategi, untuk menampung kegiatan
industri, ekspor dan impor, serta kegiatan ekonomi yang memiliki nilai
ekonomi tinggi dan daya saing internasional.
Pasal 3
(1)

KEK dapat terdiri atas satu atau beberapa zona:
a. pengolahan ekspor;
b. logistik;
c. industri;
d. pengembangan teknologi; dan/atau
e. ekonomi lainnya.

(2)

Di dalam KEK dapat dibangun fasilitas pendukung dan perumahan
bagi pekerja.

(3)


Di dalam setiap KEK disediakan lokasi untuk Usaha Mikro Kecil
dan Menengah (UMKM) guna mendukung kegiatan perusahaanperusahaan yang berada di dalam KEK.
Bagian Kedua
Kriteria
Pasal 4

Lokasi yang dapat diusulkan untuk menjadi KEK harus memenuhi
kriteria:
a. sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, dan tidak berpotensi
mengganggu kawasan lindung;
b. pemerintah provinsi/kabupaten/kota yang bersangkutan mendukung
pengelolaan KEK;

c. terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan
internasional atau berdekatan dengan jalur pelayaran internasional
di Indonesia atau pada wilayah potensi sumber daya unggulan;
d. tersedia
dukungan
infrastruktur
dan

kemungkinan
pengembangannya; dan
e. mempunyai batas yang jelas.
BAB III
PEMBENTUKAN KEK
Bagian Kesatu
Pengusulan
Pasal 5
(1)

Pembentukan KEK dapat diusulkan oleh Badan Usaha, pemerintah
kabupaten/kota, atau pemerintah provinsi kepada Dewan Nasional.

(2)

Dalam hal usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
oleh Badan Usaha, usulan disampaikan kepada Dewan Nasional
melalui pemerintah provinsi setelah memperoleh persetujuan dari
pemerintah kabupaten/kota.


(3)

Dalam hal usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
oleh pemerintah kabupaten/kota, usulan dilakukan melalui
pemerintah provinsi sebelum diajukan kepada Dewan Nasional.

(4)

Dalam hal usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
oleh pemerintah provinsi, usulan diajukan kepada Dewan Nasional.

Pasal 6
(1) Usulan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) harus
memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4.
(2) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi persyaratan
paling sedikit meliputi:
a. peta lokasi pengembangan serta luas areal yang diusulkan yang
terpisah dari areal permukiman penduduk;
b. jenis KEK yang diusulkan;

c. rencana tata ruang KEK yang diusulkan dilengkapi dengan
peraturan zonasi;
d. rencana dan sumber pembiayaannya;
e. Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
f.
hasil studi kelayakan ekonomi dan finansial.
Bagian Kedua
Proses Penetapan
Pasal 7
(1) Dewan Nasional dapat menolak atau menyetujui
usulan
pembentukan
KEK setelah melakukan pengkajian atas usulan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1).
(2) Dalam hal Dewan Nasional menolak usulan pembentukan KEK,
penolakan disampaikan kepada pengusul disertai dengan alasan.

(3) Dalam hal Dewan Nasional menyetujui usulan pembentukan KEK,
Dewan Nasional mengajukan kepada Presiden untuk ditetapkan

dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 8
Dalam hal tertentu, Pemerintah dapat menetapkan suatu wilayah
sebagai KEK tanpa melalui proses pengusulan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5.
Pasal 9
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan KEK diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Bagian Ketiga
Pembangunan dan Pengoperasian
Pasal 10
(1) Berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat

(3),
pemerintah
provinsi
atau
pemerintah
kabupaten/kota
menetapkan Badan Usaha untuk membangun KEK sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Dalam

hal usulan berasal dari Badan Usaha, pemerintah
kabupaten/kota menunjuk langsung Badan Usaha pengusul untuk
membangun KEK.
Pasal 11

(1) KEK harus siap beroperasi dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun
sejak ditetapkan.
(2) Dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Dewan Nasional melakukan evaluasi setiap tahun.
(3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan
kepada pengusul untuk ditindaklanjuti.
(4) Dalam hal setelah 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) KEK belum siap beroperasi Dewan Nasional dapat :
a. melakukan perubahan atas usulan sebelumnya;
b. pemberian perpanjangan waktu untuk paling lama 2 (dua)
tahun; dan/atau
c. mengambil
langkah-langkah
penyelesaian
masalah
pembangunan KEK.
Pasal 12
(1).Dana pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur di dalam KEK
dapat berasal dari :
a.
b.
c.

pemerintah (APBN dan/atau APBD);
swasta; atau
kerjasama pemerintah-swasta

(2).Dewan Nasional dapat menetapkan kebijakan tersendiri dalam
kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam pembangunan dan
pemeliharaan infrastruktur di dalam KEK.

(3).Pengelolaan aset hasil kerjasama Pemerintah-swasta dapat dilakukan
sesuai dengan analisa kelayakan ekonomi dan finansial.
BAB IV
KELEMBAGAAN
Bagian Kesatu
Dewan Nasional
Pasal 13
(1) Untuk menetapkan kebijakan nasional pengembangan dan
pembangunan KEK, dibentuk Dewan Nasional KEK dengan Peraturan
Presiden.
(2) Dewan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung
jawab kepada Presiden
Pasal 14
Dewan Nasional bertugas:
a. menetapkan kebijakan umum serta langkah-langkah strategis untuk
mempercepat pembentukan dan pengembangan KEK;
b. menetapkan standar infrastruktur dan pelayanan minimal dalam
KEK;
c. melakukan pengkajian atas usulan suatu wilayah untuk dijadikan
KEK;
d. memberikan rekomendasi pembentukan KEK;
e. mengkaji dan merekomendasikan langkah pengembangan di wilayah
yang potensinya belum berkembang;
f. menyelesaikan permasalahan strategis pelaksanaan pengelolaan dan
pengembangan KEK;
g. mengevaluasi keberlangsungan KEK dan merekomendasikan langkah
tindak lanjut hasil evaluasi kepada Presiden, termasuk mengusulkan
pencabutan status KEK; dan
h. melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan pengelolaan
KEK.
Pasal 15
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14,
Dewan Nasional dapat:
a. meminta penjelasan Dewan Kawasan dan Badan Pengusahaan
mengenai segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan
kegiatannya;
b. meminta masukan dan/atau bantuan instansi Pemerintah,
pemerintah daerah maupun pihak lain yang dianggap perlu;
dan/atau
c. melakukan kerja sama dengan para ahli sesuai kebutuhan.
Pasal 16
(1) Dewan Nasional diketuai oleh Menteri yang menangani urusan
pemerintahan bidang perekonomian dan beranggotakan para
menteri/kepala lembaga pemerintah non departemen.
(2) Untuk
memperlancar
pelaksanaan
tugas
Dewan
Nasional
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk Sekretariat Dewan
Nasional.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai keanggotaan, tata kerja, dan
kesekretariatan Dewan Nasional diatur dengan Peraturan Presiden.
Bagian Kedua
Dewan Kawasan
Pasal 17
(1) Dewan Kawasan dibentuk pada setiap provinsi yang sebagian
wilayahnya ditetapkan sebagai KEK
(2) Dewan Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan oleh
Dewan Nasional kepada Presiden untuk ditetapkan dengan
Keputusan Presiden.
(3) Dewan Kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung
jawab kepada Dewan Nasional.
Pasal 18
Dewan Kawasan bertugas:
a. merumuskan dan menetapkan kebijakan dalam rangka pengelolaan
dan pengembangan KEK di wilayah kerjanya sesuai kebijakan umum
yang telah ditetapkan oleh Dewan Nasional;
b. mengkoordinasikan kegiatan Badan Pengusahaan;
c. melakukan pengawasan dan evaluasi kegiatan Badan Pengusahaan;
d. menetapkan
langkah-langkah
strategis
untuk
penyelesaian
permasalahan dalam pelaksanaan kegiatan di wilayah kerjanya;
e. menyampaikan laporan pengelolaan KEK kepada Dewan Nasional
secara berkala setiap akhir tahun; dan
f. menyampaikan laporan insidentil dalam hal terdapat permasalahan
strategis di wilayah kerjanya.
Pasal 19
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 18
Dewan Kawasan dapat:
a. meminta penjelasan Badan Pengusahaan mengenai segala hal yang
berkaitan dengan pelaksanaan kegiatannya ;
b. meminta masukan dan/atau bantuan instansi Pemerintah maupun
pihak lain yang dianggap perlu; dan/atau
c. melakukan kerja sama dengan para ahli sesuai kebutuhan.
Pasal 20
(1) Keanggotaan Dewan Kawasan berasal dari unsur Pemerintah dan

pemerintah daerah.
(2) Untuk
memperlancar
pelaksanaan
tugas
Dewan
Kawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk Sekretariat
Dewan Kawasan
(3) Untuk membantu pelaksanaan tugas Dewan Kawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dibentuk Tim Konsultasi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja Dewan Kawasan diatur
dengan Peraturan Dewan Nasional.

Bagian Ketiga
Badan Pengusahaan
Pasal 21
(1) Dalam setiap KEK, dibentuk
melaksanakan pengelolaan KEK.

Badan

Pengusahaan

untuk

(2) Badan Pengusahaan bertanggung jawab kepada Dewan Kawasan.
(3) Kepengurusan dan tata kerja badan pengusahaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Dewan Nasional atas usul
Dewan Kawasan.
Pasal 22
(1)

Dalam melaksanakan pengelolaan KEK, Badan Pengusahaan diberi
wewenang memberikan izin usaha dan izin lainnya yang diperlukan
bagi para pengusaha yang mendirikan, menjalankan dan
mengembangkan usaha di KEK melalui pelimpahan wewenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)

Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan melalui sistem
pelayanan terpadu satu pintu
Pasal 23

(1) Dewan Kawasan dapat membekukan dan mengambil alih sementara
kepengurusan Badan Pengusahaan, apabila berdasarkan hasil
evaluasi kegiatan, Dewan Kawasan menilai pengurus Badan
Pengusahaan :
a. tidak dapat memenuhi tugas dan kewajiban atau kinerja yang
telah ditetapkan; atau
b. melakukan kegiatan yang bertentangan
peraturan perundang-undangan,

dengan

ketentuan

(2) Pembekuan dan pengambilalihan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dilakukan setelah mendapat pertimbangan dari Dewan Nasional.
(3) Dalam hal Dewan Kawasan mengambil alih sementara kepengurusan
Badan Pengusahaan, Dewan Kawasan dapat menunjuk pelaksana
harian untuk melaksanakan tugas dan fungsi Badan Pengusahaan.
(4) Dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak
pembekuan dan pengambilalihan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), pengurus badan pengusahaan dapat mengajukan keberatan
secara tertulis disertai alasannya kepada Dewan Kawasan.
(5) Dalam hal Dewan Kawasan menilai keberatan pengurus Badan
Pengusahaan tidak dapat diterima atau jangka waktu lebih dari 90
(sembilan puluh) hari tidak mengajukan keberatan, Dewan Kawasan
membubarkan pengurus Badan Pengusahaan sekaligus menetapkan
pengurus Badan Pengusahaan yang baru.
Pasal 24
(1) Badan Pengusahaan mengusahakan sumber-sumber pendapatan
sendiri untuk membiayai rumah tangganya.
(2) Badan Pengusahaan dapat juga
pendapatan yang berasal dari :

memperoleh

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

sumber-sumber

b. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan/atau
c. sumber-sumber lain yang tidak bertentangan dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Pengelolaan keuangan Badan Pengusahaan mengikuti Pola
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) yang telah
disesuaikan dengan mempertimbangkan kepentingan efisiensi dan
efektivitas pengelolaan KEK.
(4) Setiap tahun laporan keuangan Badan Pengusahaan diaudit oleh
akuntan publik.
BAB V
LALU LINTAS BARANG, KARANTINA, DAN DEVISA
Pasal 25
(1) Ketentuan larangan atau pembatasan impor dan ekspor yang diatur
berdasarkan Undang-Undang atau perjanjian internasional tetap
berlaku di KEK.
(2) Barang-barang yang terkena ketentuan pembatasan impor dan
ekspor dapat diberikan pengecualian dan/atau kemudahan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Lalu lintas barang yang masuk dan keluar dari dan ke KEK berlaku
ketentuan peraturan perundangan di bidang kepabeanan dan cukai.
Pasal 26
Ketentuan mengenai karantina manusia, hewan, ikan dan tumbuhtumbuhan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan tetap
berlaku di KEK.
Pasal 27
Instansi Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya
harus bekerjasama dengan Badan Pengusahaan untuk memperlancar
penyelenggaraan lalu lintas barang dan karantina di KEK.
Pasal 28
(1) Mata uang rupiah merupakan alat pembayaran yang sah di seluruh
KEK.
(2) Pemasukan dan pengeluaran mata uang rupiah antara KEK dengan
luar negeri tunduk pada ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Mata uang asing hanya dapat diperjualbelikan di KEK melalui bank
atau pedagang valuta asing yang telah mendapat izin sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Semua transaksi perdagangan internasional dalam valuta asing di
KEK yang dilakukan melalui bank, hanya dapat dilakukan oleh bank
yang telah mendapat izin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

BAB VI
FASILITAS DAN KEMUDAHAN
Bagian Kesatu
Perpajakan, Kepabeanan, dan Cukai

Pasal 29
(1) Setiap Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha di KEK diberikan
fasilitas Pajak Penghasilan (PPh).
(2) Selain fasilitas PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diberikan tambahan fasilitas PPh sesuai dengan karakteristik zona.
(3) Fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas PPh
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 30
Fasilitas perpajakan juga dapat diberikan kepada penanam modal dalam
waktu tertentu berupa pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
Pasal 31
(1) Impor barang ke KEK dapat diberikan fasilitas berupa :
a. penangguhan bea masuk;
b. pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan
bahan baku atau bahan penolong produksi;
c. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang
Mewah (PPnBM), untuk Barang Kena Pajak; dan
d. tidak dipungut PPh Impor.
(2) Penyerahan Barang Kena Pajak dari tempat lain di dalam Daerah
Pabean ke KEK dapat diberikan fasilitas tidak dipungut PPN dan
PPnBM berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan.
(3) Penyerahan Barang Kena Pajak dari KEK ke tempat lain di dalam
Daerah Pabean sepanjang tidak ditujukan kepada pihak yang
mendapatkan fasilitas PPN dikenakan PPN atau PPN dan PPnBM
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas sebagaimana
dimaksud ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 32
(1) Barang asal impor yang dikeluarkan dari KEK dengan tujuan
diimpor untuk dipakai, sepanjang pengeluaran tersebut tidak
ditujukan kepada pihak yang memperoleh fasilitas pembebasan atau
penangguhan bea masuk, cukai, atau pajak dalam rangka impor:
a. dipungut bea masuk;
b. dilunasi cukainya untuk Barang Kena Cukai; dan
c. dikenakan PPN atau PPN dan PPnBM, dan PPh Impor
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang perpajakan.

(2) Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberlakukan ketentuan
impor berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di
bidang kepabeanan.
Pasal 33
Barang yang dikeluarkan dari KEK dengan tujuan untuk diekspor
diberlakukan ketentuan ekspor berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang kepabeanan.
Bagian Kedua
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Pasal 34
(1) Setiap Wajib Pajak yang melakukan usaha di KEK diberikan insentif
berupa pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi
daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Selain insentif Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), pemerintah daerah dapat memberikan
kemudahan lainnya.
Bagian Ketiga
Pertanahan, Perijinan, Keimigrasian, dan Investasi
Pasal 35
Kemudahan atau fasilitas pertanahan diberikan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

sesuai

dengan

Pasal 36
(1) Pada KEK diberikan kemudahan dan keringanan di bidang perijinan
usaha, kegiatan usaha, perbankan, permodalan, perindustrian,
perdagangan, kepelabuhanan, keimigrasian bagi orang asing pelaku
bisnis, dan diberikan fasilitas keamanan.
(2) Kemudahan dan keringanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan.
Pasal 37
Dalam KEK tidak diberlakukan ketentuan yang mengatur bidang usaha
yang terbuka dengan persyaratan di bidang penanaman modal kecuali
yang dicadangkan untuk UMKM.
Bagian Kelima
Fasilitas dan Kemudahan Lain
Pasal 38
(1) Selain pemberian fasilitas dan kemudahan sebagaimana diatur dalam
Pasal 29 sampai dengan Pasal 37, zona-zona yang berada di dalam
KEK dapat diberikan fasilitas dan kemudahan lain.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitas dan kemudahan lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh instansi yang
berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Bagian Keeempat
Ketenagakerjaan
Pasal 39
Kewajiban untuk memiliki Ijin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA)
tidak diberlakukan bagi pengusaha yang mempekerjakan Tenaga Kerja
Asing (TKA) sebagai direksi atau komisaris.
Pasal 40
(1) Pada KEK dibentuk Lembaga Kerjasama Tripartit khusus oleh
gubernur yang mempunyai tugas:
a. melakukan komunikasi dan konsultasi mengenai berbagai
masalah ketenagakerjaan;
b. melakukan deteksi dini terhadap kemungkinan timbulnya
permasalahan ketenagakerjaan; dan
c. memberikan saran dan pertimbangan mengenai langkah-langkah
penyelesaian permasalahan.
(2) Keanggotaan lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
dari unsur Pemerintah, pemerintah daerah, serikat pekerja/serikat
buruh, dan asosiasi pengusaha.
(3) Di dalam melakukan tugas dan fungsinya, lembaga sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan lembaga-lembaga lain.
Pasal 41
(1) Pada KEK dibentuk Dewan Pengupahan oleh gubernur yang tugas
dan fungsinya sebagai berikut:
a. memberikan masukan dan saran untuk penetapan pengupahan;
dan
b. membahas permasalahan pengupahan.
(2) Keanggotaan dewan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari
unsur pemerintah, pemerintah daerah, serikat pekerja/serikat buruh,
asosiasi pengusaha, pakar, dan perguruan tinggi.
(3) Di dalam melakukan tugas dan fungsinya, Dewan sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan lembaga-lembaga lain.
Pasal 42
(1) Penetapan dan pemberlakuan upah minimum ditetapkan/diatur oleh
gubernur.
(2) Penetapan upah minimum mempertimbangkan keseimbangan antara
lain:
a.upah minimum sebagai jaring pengaman; dan
b.kemampuan UMKM.

Pasal 43
(1) Untuk perusahaan yang mempunyai lebih dari 1 (satu) serikat
pekerja/serikat
buruh
dibentuk
1
(satu)
forum
serikat
pekerja/serikat buruh pada tiap perusahaan.
(2) Pembentukan forum serikat pekerja/serikat buruh sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.

Pasal 44
(1) Pada perusahaan yang telah terbentuk serikat pekerja/serikat buruh
dibuat Perjanjian Kerja Bersama (PKB) antara serikat pekerja/serikat
buruh dengan pengusaha.
(2) Dalam perjanjian kerja bersama dapat disepakati:
a.jenis-jenis pekerjaan yang dapat diserahkan pada perusahaan
lain; dan
b.bentuk hubungan kerja yang didasarkan perjanjian kerja untuk
waktu tertentu dan untuk waktu tidak tertentu.
(3) Dalam hal perusahaan baru berdiri kurang dari 3 (tiga) tahun yang
menghasilkan produk baru, hubungan kerja dapat dilakukan dengan
perjanjian kerja waktu tertentu.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 45
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:
1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi UndangUndang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor
44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 Tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 Tentang
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi UndangUndang Menjadi Undang-Undang, dicabut dan dinyatakan tidak
berlaku;
2. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2000 tentang
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang Menjadi
Undang-Undang, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku,
3. Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang telah
ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2007 dan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Sabang, tetap dinyatakan sebagai suatu kawasan yang berada dalam
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah
dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak
pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah dan cukai
untuk selanjutnya disebut sebagai Kawasan Perdaganagn Bebas dan
Pelabuhan Bebas, sampai batas waktu berakhirnya status Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas bersangkutan;
4. Dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
sebagaimana dimaksud pada angka 3 (tiga), berlaku ketentuan-

ketentuan Kawasan Ekonomi Khusus sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini, dan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
a. Dewan Kawasan dan Badan Pengusahaan yang telah dibentuk
tetap melaksanakan tugas dan wewenangnya sampai dengan
berakhir masa tugasnya dan setelah itu dibentuk Dewan Kawasan
dan Badan Pengusahaan sesuai dengan ketentuan Pasal 17, Pasal
18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24
Undang-Undang ini.
b. Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas melalui pelabuhan dan
bandar udara yang ditunjuk dan berada di bawah pengawasan
pabean diberikan pembebasan bea masuk, pembebasan pajak
pertambahan nilai, pembebasan pajak penjualan atas barang
mewah, dan pembebasan cukai.
c. Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas ke Daerah Pabean
diberlakukan tata laksana kepabeanan di bidang impor dan
ekspor dan ketentuan di bidang cukai.
d. Pemasukan barang konsumsi dari luar Daerah Pabean untuk
kebutuhan penduduk di Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas diberikan pembebasan bea masuk, pajak
pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan
cukai.
5. Semua peraturan pelaksanaan yang telah dikeluarkan dalam rangka
penyelenggaraan kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas
tetap berlaku, sepanjang tidak diubah atau dicabut melalui peraturan
perundangan.
Pasal 46
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ... NOMOR …

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
KAWASAN EKONOMI KHUSUS
I.

UMUM

Untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 perlu dilaksanakan pembangunan ekonomi nasional berkelanjutan
dengan berlandaskan demokrasi ekonomi untuk mencapai tujuan
bernegara. Dalam rangka mempercepat pencapaian pembangunan
ekonomi nasional sebagaimana dimaksud di atas perlu adanya
peningkatan penanaman modal melalui penyiapan kawasan yang
memiliki keunggulan geo-ekonomi dan geo-strategis. Kawasan tersebut
dipersiapkan untuk memaksimalkan kegiatan industri, ekspor impor
serta kegiatan ekonomi lainnya yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Pengembangan kawasan ekonomi khusus yang selanjutnya disebut KEK
diharapkan dapat mempercepat perkembangan daerah, dan sebagai
model terobosan pengembangan kawasan untuk pertumbuhan ekonomi,
industri, pariwisata dan perdagangan sehingga dapat menciptakan
lapangan pekerjaan. Untuk mempercepat pengembangan daerah guna
mendukung otonomi daerah, maka beberapa wilayah perlu ditetapkan
sebagai KEK.
Ketentuan KEK, berdasarkan Pasal 31 Ayat (3) Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal diatur dengan
Undang-Undang. Ketentuan tersebut mencakup pengaturan bentuk dan
kriteria
KEK,
pembentukan
KEK,
pendanaan
infrastruktur,
kelembagaan, lalu lintas barang, karantina dan devisa, serta fasilitas
dan kemudahan.
KEK merupakan kawasan dengan batas-batas tertentu dalam
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan
untuk menyelenggarakan fungsi-fungsi perekonomian yang bersifat
khusus dan memperoleh fasilitas tertentu. Sesuai dengan pengertian
tersebut, dalam Undang-Undang ini didefinisikan beberapa istilah yang
terkait yaitu Zona Pengolahan Ekspor, Zona Logistik, Zona Industri,
Zona Pengembangan Teknologi, Kawasan Budidaya dan Kawasan
Lindung, Dewan Nasional, Dewan Kawasan, dan Badan Pengusahaan.
KEK dapat terdiri atas satu atau beberapa zona, antara lain Zona
Pengelolaan Ekspor yang kegiatannya difokuskan pada kegiatan yang
100% (seratus persen) untuk ekspor, Zona Logistik yang kegiatannya
dapat untuk tujuan ekspor dan dapat untuk dalam negeri, Zona Industri
yang kegiatannya difokuskan untuk tujuan pasar dalam negeri, serta
Zona Pengembangan Teknologi, dan zona ekonomi lainnya, seperti zona
pariwisata, zona jasa keuangan, zona olah raga, atau Zona
Pengembangan Energi yaitu suatu kawasan tempat pemusatan kegiatan
pengembangan energi alternatif, energi baru, dan teknologi hemat
energi.

Fungsi dari KEK adalah untuk melakukan dan mengembangkan
usaha-usaha di bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan
energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi,
perbankan, asuransi, pariwisata dan bidang-bidang lainnya. Agar
pembentukan KEK juga bermanfaat bagi industri dalam negeri,
khususnya usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), dalam KEK juga
disediakan lokasi khusus bagi UMKM agar dapat mendorong terjadinya
backward dan forward linkage antara perusahaan besar dengan UMKM.
Kriteria yang harus dipenuhi agar suatu daerah dapat ditetapkan
sebagai KEK yaitu sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah, dan
tidak berpotensi mengganggu kawasan lindung, adanya dukungan dari
pemerintah provinsi/kabupaten/kota dalam pengelolaan KEK, terletak
pada posisi yang strategis atau mempunyai potensi sumber daya
unggulan berupa kelautan dan perikanan, kelapa sawit, karet,
pertambangan, dan pariwisata, telah tersedia infrastruktur yang
memadai, dan mempunyai batas yang jelas baik alam, maupun buatan.
Badan
Usaha,
pemerintah
kabupaten/kota/provinsi
maupun
Pemerintah Pusat dapat mengusulkan pembentukan KEK dengan
melengkapi beberapa persyaratan, yaitu peta lokasi, jenis KEK yang
mencakup multi produk, single-produk, atau jasa yang diusulkan,
rencana tata ruang dengan peraturan zonasinya, rencana serta sumber
pembiayaan, Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan hasil
studi kelayakan ekonomi dan finansial.
Guna pembinaan dan pengembangan KEK, dalam Undang-Undang
ini ditetapkan struktur kelembagaan pembinaannya, dalam bentuk
Dewan Nasional ditingkat pusat, Dewan Kawasan dan Badan
Pengusahaan pada tingkat daerah.
Fasilitas yang diberikan pada KEK diharapkan dapat menjadi nilai
tambah dibandingkan kawasan lain yang tidak berada pada KEK
sehingga lebih diminati oleh penanam modal. Fasilitas tersebut terdiri
dari fasilitas fiskal, berupa perpajakan, kepabeanan dan cukai, pajak
daerah dan restribusi daerah, dan fasilitas non fiskal, berupa
pertanahan, perijinan, keimigrasian, investasi, dan ketenagakerjaan
serta, fasilitas dan kemudahan lain yang dapat diberikan pada zonazona di dalam KEK, nantinya akan diatur oleh instansi berwenang
sesuai ketentuan perundang-undangan. Dalam hal pengawasan,
penyederhanaan arus keluar masuk barang dari/ke KEK ditetapkan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Ketentuan
larangan tetap diberlakukan di KEK seperti halnya daerah lain di
Indonesia, namun untuk ketentuan pembatasan diberikan kemudahan
dalam sistem dan prosedurnya yang ditetapkan oleh Pemerintah.
II.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Yang dimaksud dengan “geo-ekonomi” adalah kombinasi faktor
ekonomi dan geografi dalam perdagangan internasional.
Yang dimaksud dengan “geo-strategi” adalah kombinasi faktor
geopolitik (pengaruh faktor geografi, ekonomi dan demografi dalam
politik luar negeri suatu negara) dan strategi yang memberikan
peran tertentu pada suatu kawasan geografis.

Yang dimaksud dengan “kegiatan industri” adalah kegiatan
ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang
setengah jadi, dan/atau barang jadi dengan nilai yang lebih tinggi
untuk
penggunaannya,
kegiatan
rancang
bangun
dan
perekayasaan industri.
Pasal 3
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “zona Pengolahan Ekspor
(Export
Processing
Zone)”
adalah
area
yang
diperuntukkan bagi kegiatan logistik dan industri
yang produksinya ditujukan untuk ekspor.
Huruf b
Yang dimaksud dengan “zona Logistik” adalah area
yang diperuntukkan bagi kegiatan penyimpanan,
perakitan,
penyortiran,
pengepakan,
distribusi,
perbaikan serta rekondisi permesinan dari dalam dan
luar negeri.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “zona Industri” adalah area
yang diperuntukkan bagi kegiatan industri yang
mengolah bahan mentah, bahan baku, barang
setengah jadi, dan/atau barang jadi dengan nilai yang
lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan
rancang bangun dan perekayasaan industri yang
produksinya untuk ekspor dan/atau dalam negeri.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “Zona Pengembangan
Teknologi” adalah area
yang diperuntukkan bagi
kegiatan riset dan teknologi, rancang bangun,
pengembangan perangkat lunak, serta jasa di bidang
teknologi informasi.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “zona ekonomi lainnya” antara
lain dapat berupa zona pariwisata, zona jasa
keuangan, dan zona olah raga.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “fasilitas pendukung” antara lain
hotel, rumah sakit, dan fasilitas pendidikan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 4
Huruf a
Yang dimaksud dengan “kawasan lindung” adalah wilayah
yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi
kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya
alam dan sumber daya buatan.

Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang dimaksud dengan “sumber daya unggulan” antara lain
kelautan dan perikanan, kelapa sawit, karet, pertambangan,
dan pariwisata.
Huruf e
Yang dimaksud dengan “mempunyai batas yang jelas”
adalah batas alam (sungai atau laut) maupun buatan (pagar
atau tembok).
Pasal 5
Cukup jelas.
Pasal 6
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Lokasi
pengembangan
yang
diusulkan
dapat
merupakan areal baru atau perluasan KEK yang
sudah ada.
Huruf b
Jenis KEK yang diusulkan dapat mencakup multi
produk, single produk, atau jasa.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “studi kelayakan ekonomi dan
finansial” adalah sasaran investasi, sasaran ekspor,
sasaran penyerapan tenaga kerja, analisa dampak
terhadap perekonomian nasional, dan analisa
pengembalian
investasi
dalam
pengembangan
kawasan.
Pasal 7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)

Peraturan Pemerintah tentang Penetapan KEK antara lain
mengatur mengenai penetapan batas-batas luar kawasan,
zona-zona yang ada di dalam KEK, serta luas areal
minimum yang diusulkan.
Pasal 8
Yang dimaksud dengan “dalam hal tertentu” adalah hal-hal yang
terkait dengan kepentingan nasional yang bersifat strategis.
Pasal 9
Cukup jelas.
Pasal 10
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “harus siap beroperasi” adalah telah
dipenuhinya seluruh kelengkapan infrastruktur, sumber
daya manusia serta perangkat pengendalian administrasi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “perubahan” antara lain
mencakup luas areal yang diusulkan, jenis zona, dan
sumber pembiayaan.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Yang
dimaksud
dengan
“langkah-langkah
penyelesaian” antara lain berupa penggantian Badan
Usaha dan pengusulan pembatalan lokasi.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.

Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Yang dimaksud dengan “permasalahan strategis” antara lain
permasalahan-permasalahan yang tidak dapat diselesaikan
oleh Dewan Kawasan atau menyangkut kebijakan nasional
dan/atau daerah yang
mempengaruhi
pelaksanaan
pengelolaan dan pengembangan KEK.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Cukup jelas.
Pasal 15
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Cukup jelas.
Pasal 18
Cukup jelas.
Pasal 19
Cukup jelas.
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Keanggotaan Tim Konsultasi dapat berasal dari
unsur
profesional, akademisi, dunia usaha, serta serikat pekerja.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 21
Cukup jelas.
Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23
Cukup jelas.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Yang dimaksud dengan “akuntan publik” adalah akuntan
publik yang telah mendapat sertifikasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 25
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “dari dan ke KEK” termasuk juga
pemasukan dan pengeluaran barang antar KEK.
Pasal 26
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Pengurangan pajak bumi dan bangunan antara lain dapat
diberikan dalam hal terjadi kenaikan nilai jual yang diakibatkan
perubahan lingkungan dan dampak positif pembangunan.
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan
kawasan dan perusahaan.

“pihak”

antara

lain

meliputi

Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “pajak daerah dan retribusi daerah”
antara lain berupa pajak penerangan jalan, IMB, retribusi
jasa layanan umum, dan ijin gangguan.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Dengan ketentuan ini, maka ketentuan bidang-bidang usaha yang
tertutup untuk penanaman modal sebagaimana diatur dalam
peraturan perundang-undangan tentang Daftar Bidang Usaha
yang Tertutup dan Terbuka dengan Persyaratan di Bidang
Penanaman Modal tetap berlaku di KEK.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR . . .