PERANAN ORGANISASI DHARMA WANITA DI KOTA BANJAR PATROMAN PADA MASA AKHIR ORDE BARU SAMPAI MASA REFORMASI.

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Untuk

Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh:

Annisa Kurnia Damayu 09406241039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2014


(2)

(3)

(4)

(5)

dapat terwujud, tanpaMu aku bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa. Karya sederhana ini kupersembahkan kepada:

• Papa ku Dedi Suryadi dan ibu ku Titiek Parmiati Soeprawoto yang tak

pernah berhenti dalam memberikan semangat, doa, dan kasih sayang kepada saya.

• Kakak ku Ella Nurmawati, Erick S.I.G, Fikki Erawanto N dan Fikka

Erawati yang selalu memberikan saya semangat, kasih sayang dan tempat saya berbagi suka dan duka.

• Keluarga besar Soeprawoto yang telah memberikan dukungan dan doa.

Kubingkiskan pula karya ini untuk

• Mas Imanul Imtihan yang tak pernah berhenti menyemangati serta

mengingatkan untuk menyelesaikan skripsi ini.

• Sahabatku Yustina Pratiwi dan Rizal Ismi KSW yang telah membantu dan


(6)

(QS AL Baqarah: 45)

Kepuasan itu terletak pada usaha, bukan pada pencapaian hasil. Berusaha keras adalah kemenangan besar

(Mahatma Gandhi )

Keberhasilan tidak datang dengan kebetulan, tetapi keberhasilan didapat dari perjuangan, pengorbanan dan doa.

(Annisa Kurnia Damayu)

Kesuksesan tidak dilihat dari hasil yang dia dapat, tetapi dilihat dari proses yang dilalui untuk mencapai kesuksesan itu.


(7)

vii Oleh:

Annisa Kurnia Damayu 09406241039

Organisasi Dharma Wanita merupakan wadah bagi kaum wanita yang berkerja sebagai PNS dan istri yang suaminya bekerja sebagai pegawai negeri

Republik Indonesia. Organisasi Dharma Wanita dibentuk pada masa

pemerintahan Orde Baru. Organisasi Dharma Wanita mempunyai peran dalam pembangunan Kota Banjar yang pada saat itu baru berdiri menjadi sebuah kota pemerintah sendiri. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisi Dinamika Organisasi Dharma Wanita; (2) menganalisis peranan organisasi Dharma Wanita pada masa pemerintahan Kota Banjar; (3) menganalisis pengaruh pembentukan organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar.

Penelitian skripsi ini menggunakan metode penelitian menurut Kuntowijoyo. Tahap pertama adalah pemilihan topik yang merupakan kegiatan awal untuk menentukan permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian. Tahap kedua yaitu heuristik yang merupakan tahap pengumpulan sumber-sumber sejarah yang relevan. Tahap ketiga adalah kritik sumber yaitu menguji keabsahan sumber untuk memastikan bahwa sumber yang diperoleh sudah valid. Tahap keempat adalah interpretasi yang merupakan tahap penafsiran untuk mengkorelasikan data dari berbagai sumber. Tahap kelima adalah penulisan sejarah.

Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Masa Orde Baru organisasi wanita lebih banyak ditandai dengan berdirinya organisasi istri namun pergerakan kaum wanita mengalami kemunduran. Pada tanggal 5 Agustus 1974 pemerintah Orde Baru mendirikan organisasi Dharma Wanita. Pemerintah Orde Baru membentuk organisasi Dharma Wanita mengingat bahwa pentingnya organisasi para istri dalam mendukung perjuangan dan mensukseskan pegawai Republik Indonesia dalam mengemban tugasnya sebagai Aparatur Negara dan Abdi Masyarakat. (2) Peranan organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar tidak hanya sebagai pendamping suami dalam mengemban tugas sebagai Pegawai Negeri Sipil. Organisasi Dharma Wanita berperan dalam proses pembentukan pemerintahan Kota Banjar. Peranan yang dilakukan organisasi Dharma Wanita dalam proses pembentukan pemerintahan Kota Banjar yaitu dengan mengaktifkan kembali organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar yang sempat vakum. (3) Pengaruh dari pembentukan kembali organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar yaitu; meningkatkan tingkat pendidikan, meningkatkan hidup yang sehat dan lingkungan yang bersih, meningkatkan perekonomian, menghapus tindakan kekerasan dalam rumah tangga yang sering dialami oleh kaum wanita.


(8)

viii viii

dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peranan Organisasi Dharma Wanita

di Kota Banjar Patroman pada masa akhir Orde Baru sampai Reformasi” lancar

tanpa kendala suatu apapun. Penulisan skripsi ini merupakan suatu pengalaman yang berharga bagi penulis dan semoga akan mendatangkan kebermaknaan yang melimpah bagi penulis, pembaca, dan dunia akademik.

Karya berupa skripsi ini terwujud berkat motivasi, bantuan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., MA selaku Rektor Universitas Negeri

Yogyakarta.

2. Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas

Negeri Yogyakarta.

3. Bapak M. Nur Rokhman, M.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Sejarah.

4. Ibu Terry Irenewaty, M.Hum. selaku Pembimbing Akademik dan dosen

Pembimbing yang memberi waktu, saran, inspirasi, dan motivasi yang membangun selama penulisan skripsi.

5. Bapak/ Ibu dosen Pendidikan Sejarah yang telah membimbing, mengajar, dan

mendidik dengan sepenuh hati.

6. Seluruh jajaran Sub Bagian Pendidikan dan Kemahasiswaan yang telah


(9)

ix

Suherli, Ibu Darmadji, Bapak Dedi Suryadi, bersedia meluangkan waktu untuk menjadi narasumber.

9. Seluruh staf UPT Perpustakaan Universitas Negeri Yogyakarta, Laboratorium

dan Perpustakaan Pendidikan Sejarah, Perpustakaan UGM, Perpustakaan de Kollese Ignatius, Perpustakaan Umum dan Arsip Daerah Kota Banjar.

10. S.D.Angga terima kasih telah memberikan warna dalam hidup saya dan membuat saya belajar untuk menjadi wanita yang tegar.

11. Teman-temanku (Sri Widyanti, Arundina, Rina, Thaufanie Barikly, Ervina, Fitri, Tiwinarni) yang tak pernah lelah memberikan semangat dan tempat aku berbagi keluh kesah.

12. Adik-adik ku (Juliyanti, Indri) yang selalu menjadi penyemangatku 13. Teman-teman seperjuangan Pendidikan Sejarah Reguler 2009.

Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu oleh penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis berterimakasih kepada para pembaca yang berkenan memberikan kritik dan saran yang membangun.


(10)

x

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN PENGESAHAN...

ii iii

HALAMAN PERNYATAAN... iv

PERSEMBAHAN ... v

MOTTO ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

DAFTAR ISTILAH ... xiv

DAFTAR SINGKATAN... xvi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Kajian Pustaka... 8

F. Historiografi yang Relevan ... 11

G. Metode Penelitian dan Pendekatan Penelitian ... 13


(11)

xi

B. Kebijakan Pemerintahan Orde Baru terhadap Kaum Wanita... 37

C. Berdirinya Organisasi Dharma Wanita... 48

BAB III. PERANAN ORGANISASI DHARMA WANITA DI KOTA BANJAR PATROMAN

A. Sekilas Mengenai Kota Banjar Patroman... 60

B. Organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar Patroman... 66

C. Peranan Organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar... 78

BAB IV. PENGARUH PEMBENTUKAN ORGANISASI DHARMA WANITA DI KOTA BANJAR

A. Pengaruh organisasi Dharma Wanita dalam Bidang Pendidikan... 90

B. Pengaruh organisasi Dharma Wanita dalam Bidang Kesehatan ... C. Pengaruh organisasi Dharma Wanita dalam Bidang Ekonomi... D. Pengaruh organisasi Dharma Wanita dalam Bidang Sosial...

94 101 105

BAB V KESIMPULAN... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 111


(12)

xii

Lampiran 1 AD/ART Dharma Wanita 114

Lampiran 2 Lambang Dharma Wanita 123

Lampiran 3 Hymne dan Mars Dharma Wanita 126

Lampiran 4 Panca Organisasi Dharma Wanita 128

Lampiran 5 Foto Pendopo Kota Banjar zaman dulu 129

Lampiran 6 Foto Pendopo Kota Banjar tahun 2011 130

Lampiran 7

Lampiran 8

Foto kegiatan Organisasi Dharma Wanita Kota Banjar pada acara HUT ke 8

Foto Kegiatan Pertemuann Rutin dan

131

132

Lampiran 9

Pencanangan Kesatuan Gerak PKK-KB

Kesehatan

Foto Kegiatan Opsih Masal 133

Lampiran 10 Foto Kegiatan Opsih Masal di Pasar Banjar 134

Lampiran 11

Lampiran 12

Foto Kunjungan Intalasi Pengolahan Air Bersih PDAM

Foto Kegiatan Penyerahan Bantuan dalam

135

136 percepatan penuntasan Wajar 9 Tahun

Lampiran 13 Foto Kegiatan Pelaksanaan Percepatan

Penuntasan Wajar Belajar 9 Tahun


(13)

xiii xiii

Lampiran 16 Foto Pada hari Upacara Peringatan HUT RI

ke 63 Tingkat Kota Banjar.

140

Lampiran 17

Lampiran 18

Foto Upacara Puncak HUT RI ke 63 Kota Banjar

Foto Upacara Peringatan HUT RI Kota

141

142 Banjar

Lampiran 19

Lampiran 20

Laporan Kegiatan Organisasi Dharma Wanita Persatuan Kota Banjar 2008 Hasil Wawancara dengan Tuti Memet

143

159

Lampiran 21 Hasil Wawancara dengan Ooh Suherli 165

Lampiran 22 Hasil Wawancara dengan Kurniati 169

Lampiran 23 Hasil Wawacara dengan Surtikayah 173

Lampiran 24 Hasil Wawancara dengan Ade UU 177

Lampiran 25 Hasil Wawancara dengan Tarbiyah 179


(14)

xiv xiv pandangan

Belenggu : Tidak bebas lagi

Depolitisasi : Penghapusan kegiatan politik

Diskriminasi : Pembedaan

Domestikasi : Penjinakan

Ekpresif : Tepat mengungkapkan

Hygiene : Bersih

Intruksi : Perintah

Kooptasi : Pemilihan anggota baru dari suatu badan

musyawarah oleh anggota yang telah ada

Kritis : Tajam penganalisaan

Logis : Sesuai dengan penalaran

Nonaktif : Tidak menjalankan perkerjaan(tugas), lagi

(sebagai pegawai,pekerja,tentara)

Objektif : Keadaan sebenarnya

Otoriter : Berkuasa sendiri, sewenang-wenang

Sentralistik : Terpusat

Segregasi : Pemisahan (suatu golongan dari golongan

lainnya); pengasingan; pengucilan.


(15)

xv xv


(16)

xvi xvi

GBHN : Garis Besar Haluan Negara

GERWANI : Gerakan Wanita Indonesia

GOLKAR : Golongan Karya

KAMI : Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia

KAWI : Kesatuan Aksi Wanita Indonesia

KORPRI : Korp Pegawai Republik Indonesia

KOTIF : Kota Admnistratif

KOWANI : Kongres Wanita Indonesia

MUNAS : Musyawarah Nasional

MPR : Majelis Permusyawaratan Rakyat

NU : Nahdatul Ulama

PARMUSI : Partai Muslim Indonesia

PARPOL : Partai Politik


(17)

xvii

PKI : Partai Komunis Indonesia

PKK : Pembinaan Kesejahteraan Keluarga

PPII : Perserikatan Perhimpunan Istri Indonesia

PNI : Partai Nasional Indonesia


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.

Perjuangan yang dilakukan oleh kaum wanita di Indonesia terjadi sejak masa penjajahan Hindia Belanda. Pada abad ke-20 beberapa tokoh pejuang kaum wanita mulai lahir, antara lain R.A Kartini dan Dewi Sartika. Tokoh seperti R.A Kartini dan Dewi Sartika menjadi pelopor tokoh pejuang kaum wanita di berbagai daerah. Perjuangan yang dilakukan oleh kaum wanita secara perorangan mengawali pergerakan kaum wanita di Indonesia. Pergerakan tokoh wanita yang melakukan pergerakan dilatar belakangi oleh keadaan kaum wanita yang sangat memprihatinkan.

Perjuangan yang dilakukan kaum wanita secara perorangan membuat kaum wanita mulai sadar bahwa peningkatan derajat kaum wanita sangat penting. Masyarakat Indonesia masih menganggap pendidikan kaum wanita tidak penting, karena tugas kaum wanita hanya mengurusi rumah tangga. Pada perkembangan selanjutnya perjuangan kaum wanita dilakukan melalui perkumpulan kaum wanita. Pada tahun 1912 di Jakarta untuk pertama kalinya

didirikan sebuah perkumpulan wanita yang bernama Puteri Merdika.1

Perkumpulan wanita Puteri Merdika bergerak dalam peningkatan derajat kaum wanita melalui bidang pendidikan dengan mendidik dan mengajar kaum wanita.

1

Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia V. Jakarta: Balai Pustaka, 1993, hlm. 243.


(19)

Perkumpulan kaum wanita awalnya hanya dilakukan oleh para wanita yang berasal dari kalangan ningrat. Perkumpulan wanita berkembang menjadi semakin meluas. Tidak hanya dari kalangan ningrat yang mendirikan perkumpulan wanita, para wanita terdidik kemudian mendirikan perkumpulan wanita. Perkumpulan wanita tidak hanya didirikan oleh kaum wanita saja tetapi organisasi lainnya, seperti organisasi Muhammadiyah yang mendirikan sebuah perkumpulan wanita bernama Aisyah.

Perkumpulan wanita kemudian berkembang menjadi organisasi wanita. Perkembangan organisasi wanita mulai tumbuh dan berkembang pesat pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia. Pada masa revolusi kemerdekaan Indonesia kaum wanita berjuang melalui organisasi wanita. Perjuangan kaum wanita melalui organisasi terbagi dalam beberapa periode yaitu periode sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia, periode setelah

proklamasi kemerdekan (1945- 1965), periode pasca 1965 (Orde Baru).2

Keadaan organisasi wanita dalam setiap periode mengalami perbedaan dari periode sebelumnya.

Periode sebelum proklamasi kemerdekaan, perjuangan organisasi wanita lebih terfokus kepada usaha untuk mengusir penjajahan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Periode setelah kemerdekaan (1945-1965) organisasi wanita lebih beragam tetapi mempunyai tujuan yang sama, yaitu memperbaiki nasib kaum wanita dan meningkatkan derajat kaum

2

Riant Nugroho, Gerakan Perempuan di Indonesia: Gender dan Strategi Pengarus Utamanya di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011, hlm. 88.


(20)

wanita. Periode pasca 1965 (Orde Baru), organisasi wanita lebih banyak ditandai oleh berdirinya organisasi istri dan perjuangan organisasi wanita bersifat fungsionalis.

Pada masa Orde Baru organisasi wanita memiliki corak yang sama dengan masa penjajahan Jepang. Masa penjajahan Jepang memberlakukan

pembentukan organisasi wanita yang sepaham dan sealiran.3 Masa Orde Baru

memberlakukan kembali pembentukan organisasi wanita yang sealiran dan sepaham. Pembentukan organisasi wanita yang sepaham dan sealiran merupakan kumpulan dari kaum wanita yang mempunyai pemikiran serta pandangan yang sama dalam berorganisasi agar tercapai tujuan dari masing-masing organisasi wanita.

Periode pasca 1965 (Orde Baru), setelah terjadi tragedi G 30S PKI tidak hanya berdampak terhadap keadaan politik, tetapi organisasi wanita terkena dampak dari tragedi G 30S PKI. Golongan agama, mahasiswa, dan masyarakat biasa melakukan pembersihan serta penghancuran terhadap organisasi-organisasi yang berhaluan komunis di Indonesia yaitu: PKI dan Gerwani. Pada masa setelah tragedi G 30S PKI didirikan beberapa kesatuan untuk melakukan pembersihan dan membantu TNI AD dalam memberantas organisasi yang berhaluan komunis.

Kaum wanita saat itu ikut serta dalam pembersihan organisasi-organisasi yang berhaluan komunis dengan membentuk KAWI (Kesatuan

3

Syamsiah Achmad, “Wanita dalam Pembangunan Bangsa”. Dalam

Haris Munandar. Pembangunan Politik, Situasi Global dan Hak Asasi di Indonesia. Jakarta: Gramedia, 2000, hlm. 508.


(21)

Aksi Wanita Indonesia).4 KAWI aktif dalam melakukan aksi pembersihan terhadap segala hal yang berhaluan komunis agar Indonesia bersih dari paham komunis.

Keadaan organisasi wanita ketika masa transisi dari pemerintahan Orde Lama ke masa pemerintahan Orde Baru mengalami kekacauan dan masih diwarnai dengan aksi pembersihan terhadap organisasi yang berpaham komunis. Pada bulan Oktober 1965 Kowani secara resmi mengeluarkan

Gerwani dalam keanggotaan organisasi.5 Pembersihan terhadap paham

komunis dalam organisasi wanita dilakukan melalui cara dikeluarkan dari anggota organisasi wanita. Masa transisi Orde Lama ke Orde Baru segala hal mengenai paham komunis dihancurkan termasuk organisasi Gerwani. Penghancuran Gerwani merupakan titik balik pergerakan kaum wanita dan organisasi wanita mulai memasuki masa pemerintahan Orde Baru.

Masa pemerintahan Orde Baru mewajibkan kaum wanita untuk berperan dalam proses pembangunan nasional dan mensukseskan program pemerintah dalam pembangunan. Kewajiban yang diterapkan oleh pemerintah Orde Baru tidak terkecuali istri-istri dari pegawai Republik Indonesia, oleh karena itu dibentuklah sebuah organisasi Dharma Wanita. Organisasi Dharma Wanita merupakan kumpulan para istri yang suaminya berkerja sebagai pegawai negeri Republik Indonesia. Organisasi ini memiliki jumlah anggota yang banyak, karena anggotanya terdiri dari berbagai Departemen dan

4

Saskia Wieringa, Kuntilanak Wangi: Organisasi-Organisasi Perempuan Indonesia Sesudah 1950. Jakarta: Kalyanamitra, 1998, hlm. 32.

5


(22)

Instansi pemerintahan. Para istri dari anggota Dharma Wanita berperan sebagai pendamping sang suami dalam menjalankan tugas mereka.

Organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar memiliki nilai historis. Sebelum Banjar menjadi pemerintahan kota, organisasi Dharma Wanita di Banjar tergabung dengan organisasi Dharma Wanita di pemerintahan Kabupaten Ciamis. Pada masa transisi pemerintahan organisasi Dharma Wanita di Kotif Banjar sempat vakum dari segala kegiatan. Banyak anggota organisasi Dharma Wanita yang meninggalkan kepengurusannya di organisasi Dharma Wanita Kotif Banjar dan menjadi anggota organisasi Dharma Wanita Kabupaten Ciamis. Para anggota Dharma Wanita Kotif Banjar saat itu meninggalkan kepengurusan karena mengikuti tugas sang suami yang ditarik ke pemerintahan Kabupaten Ciamis.

Penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar pada masa akhir Orde Baru sampai Reformasi. Pembentukan dan pengaktifan kembali organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar merupakan hal yang penting dalam proses pembentukan pemerintahan Kota Banjar. Organisasi Dharma Wanita memiliki peran dalam proses pembentukan pemerintahan Kota Banjar. Pembentukan struktur dan pengaktifan kembali organisasi Dharma Wanita sebagai partner bagi pemerintahan Kotif Banjar untuk segera mensukseskan pembentukan pemerintahan Kota Banjar.


(23)

B. Rumusan Masalah

Melihat latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya oleh peneliti, maka dari penjelasan latar belakang tersebut peneliti dapat mengambil perumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana latar belakang berdirinya Organisasi Dharma Wanita?

2. Bagaimana peranan organisasi Dharma Wanita di pemerintahan

Kota Banjar Patroman?

3. Bagaimana pengaruh pembentukan organisasi Dharma Wanita di

Kota Banjar Patroman?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum Penelitian:

a. Meningkatkan disiplin intelektual, khususnya dalam bidang

sejarah.

b. Sebagai sarana mempraktikan penerapan metodologi penelitian

sejarah yang kritis.

c. Menambah karya sejarah tentang “Peranan organisasi Dharma

Wanita di Kota Banjar Patroman pada masa akhir Orde Baru

sampai masa Reformasi”.

d. Penulisan skripsi ini adalah salah satu syarat untuk meraih gelar

sarjana di Universitas Negeri Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus Penelitian:


(24)

b. Menganalisis peranan organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar Patroman.

c. Menganalisis pengaruh pembentukan kembali organisasi Dharma

Wanita di Kota Banjar Patroman.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini akan bermanfaat bagi berbagai pihak yang ingin mengetahui dan mempelajari tentang Peranan organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar Patroman pada masa akhir Orde Baru sampai masa Reformasi

1. Bagi Pembaca:

a. Tulisan ini diharapkan dapat memberi pengetahuan dan wawasan

bagi pembaca tentang latar belakang berdirinya organisasi Dharma Wanita.

b. Tulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai

peranan organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar Patroman.

c. Tulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai

pengaruh pengaktifan organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar Patroman.

d. Skripsi ini diharapkan dapat menambah referensi untuk penulisan

selanjutnya.

2. Bagi Penulis:

a. Skripsi ini menjadi tugas akhir penulis guna menyelesaikan studi


(25)

b. Skripsi ini dapat digunakan sebagai tolak ukur kemampuan penulis dalam merekonstruksi, menganalisis dan menyajikan suatu peristiwa sejarah dalam merekonstruksi, menganalisis dan menyajikan suatu peristiwa sejarah dalam suatu karya ilmiah yang objektif.

c. Penulis memperoleh pengetahuan lebih jelas dan mendalam

mengenai Peranan Organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar Patroman pada masa akhir Orde Baru sampai masa Reformasi.

d. Melatih kemampuan penulis dalam meneliti suatu peristiwa sejarah

secara objektif dan kritis.

E. Kajian Pustaka

Kajian pustaka merupakan hal yang penting dalam penulisan sejarah. Penulisan sejarah masa lampau memerlukan sumber sebagai bahan kajian. Kajian pustaka merupakan telaah terhadap pustaka atau teori yang menjadi

landasan pemikiran.6 Melalui kajian pustaka, penulis menemukan literatur

atau pustaka yang dapat digunakan dalam penulisan sejarah. Penulis dapat memperoleh data-data atau informasi-informasi mengenai masalah yang akan dikaji.

Latar belakang berdirinya Organisasi Dharma Wanita. Pada tahun 1966 pemerintah Orde Baru dibantu dengan organisasi massa dan masyarakat melakukan penghancuran terhadap organisasi yang berhaluan kiri. Periode

6

Jurusan Pendidikan Sejarah, Pedoman Penulisan Tugas Akhir Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial dan Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta, 2006, hlm. 3.


(26)

1966 sampai dengan 1975 ditandai dengan makin bertumbuhnya organisasi-organisasi istri dan karyawati bahkan di lingkungan ABRI serta banyak kantor pemerintahan sipil telah ditetapkan sebagai semi dinas. Pemerintah menciptakan organisasi istri agar pemerintah dapat mengawasi segala gerak gerik yang dilakukan oleh organisasi wanita. Pemerintah menciptakan organisasi Dharma Wanita bagi istri-istri yang suaminya bekerja sebagai pegawai negeri dan Dharma Pertiwi bagi istri yang suaminya bekerja di salah satu cabang angkatan bersenjata.

Pada masa Orde Baru, pemerintah mengarahkan peranan kaum wanita untuk berpartisipasi dalam terlaksananya pembangunan di Indonesia. Pada masa itu pemerintah juga membuat kebijakan-kebijakan terhadap kaum wanita. Pemerintah telah mengatur peranan kaum wanita pada pelaksanaan pembangunan di dalam GBHN. Pemerintah Orde Baru juga menetapkan kebijakan bahwa kaum wanita diwajibkan untuk masuk dalam salah satu organisasi wanita, seperti istri PNS diwajibkan untuk masuk menjadi anggota Dharma Wanita.

Latar belakang berdirinya organisasi Dharma Wanita yaitu untuk mensukseskan pelaksanaan pembangunan yang sudah ditetapkan dalam GBHN dan Sapta Krida Kabinet pembangunan II. Para istri melaksanakan proses pembangunan dengan cara mendampingi dan mendukung sang suami dalam menjalankan tugas sebagai abdi negara dan masyarakat, agar dukungan yang dilakukan para istri terarah maka dibentuklah organisasi Dharma Wanita. Latar Belakang berdirinya organisasi Dharma Wanita sebagian besar


(27)

dikaji dengan menggunakan buku yang berjudul Sejarah Setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia yang ditulis oleh Kowani. Buku ini memberikan penjelasan mengenai latar belakang berdirinya organisai Dharma Wanita.

Buku lain yang penulis gunakan untuk membahas latar belakang berdirnya organisasi Dharma Wanita yaitu buku yang berjudul Potret Pergerakan Wanita di Indonesia yang ditulis oleh Sukanti Suryochondro, dan buku yang berjudul Kuntilanak Wangi: Organisasi-Organisasi Perempuan di Indonesia tahun 1950 yang ditulis oleh Saskia Wieringa. Kedua buku ini menjelaskan mengenai keadaan pergerakan wanita di Indonesia pada masa awal pemerintahan Orde Baru sampai dengan akhir masa pemerintahan Orde Baru.

Kota Banjar merupakan salah satu daerah yang berada di daerah Jawa Barat dan kota ini menjadi pintu gerbang bagian selatan, karena wilayahnya berbatasan langsung dengan pemerintahan Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Masa sebelum tahun 2003 ketika Banjar masih berstatus kotif, organisasi Dharma Wanita masih tergabung dengan organisasi Dharma Wanita yang berada di pemerintahan Kabupaten Ciamis. Pada saat masih menjadi Kotif Banjar keberadaan organisasi Dharma Wanita sempat vakum, namun ketika masa transisi organisasi Dharma Wanita aktif kembali di Kotif Banjar. Menjelang peningkatan status Kota Banjar organisasi Dharma Wanita memiliki peranan secara tidak langsung yaitu dengan mendukung para suami yang menjabat sebagai penjabat pemerintahan Kota Banjar agar mempercepat


(28)

peningkatan status Kota Banjar. Buku yang berjudul Satu dekade Kota Banjar yang ditulis oleh Undang Sudrajat digunakan untuk mengkaji peranan organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar. Selain bersumber pada buku, penelitian mengenai hal ini diperoleh dari hasil wawancara dengan para tokoh.

Organisasi Dharma Wanita Kota Banjar memiliki banyak pengaruh di berbagai bidang. Organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar mempunyai pengaruh dalam bidang pendidikan yaitu ikut dalam meningkatkan tingkat pendidikan di Kota Banjar. Organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar mempunyai pengaruh dalam bidang kesehatan yaitu meningkatkan kesehatan kaum wanita di Kota Banjar. Pengaruh organisasi Dharma Wanita dalam bidang ekonomi yaitu meningkatkan laju perekonomian di Kota Banjar demi mensukseskan pembangunan di Kota Banjar. Pengaruh organisasi Dharma Wanita dalam bidang sosial yaitu penghapusan KDRT di Kota Banjar. Laporan kegiatan Organisasi Dharma Wanita yang ditulis oleh organisasi Dharma Wanita Kota Banjar Patroman digunakan untuk mengkaji pengaruh organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar. Selain bersumber pada buku, penelitian mengenai hal ini diperoleh dari hasil wawancara dengan para tokoh.

F. Historiografi Yang Relevan

Historiografi adalah rekonstruksi yang imajinatif dari masa lampau berdasarkan data yang diperoleh dengan menempuh proses pengujian dan menganalisis secara kritis semua rekaman serta peninggalan masa lampau.


(29)

Historiografi adalah usaha untuk mensintesiskan data-data atau fakta-fakta sejarah menjadi suatu kisah yang jelas dalam bentuk lisan maupun tulisan

dalam buku catatan atau artikel maupun perubahan sejarah.7 Historiografi

yang relevan adalah karya-karya tulis ilmiah yang memiliki sebuah keterkaitan dengan penelitian yang akan diajukan.

Historiografi yang relevan dapat berupa skripsi, tesis ataupun disertasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Di dalam penulisan sejarah, penggunaan historiografi yang relevan merupakan hal yang pokok sebelum melakukan penulisan sejarah. Maksud dari historiografi yang relevan adalah untuk dapat membedakan karya-karya ilmiah sejarah yang telah ada sebelumnya.

Historiografi yang relevan untuk penulisan ini adalah tesis yang dilakukan oleh Siti Fatimah dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia pada

tahun 2004. Tesis Siti Fatimah yang berjudul “Negara dan Perempuan: Studi

Kasus Dharma Wanita 1974-1999. Tesis ini membahas mengenai kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru terhadap organisasi Dharma Wanita pada tahun 1974-1999. Tesis ini berbeda dengan skripsi yang saya tulis, walaupun sama-sama membahas mengenai Organisasi Dharma Wanita. Tesis yang dibuat oleh Siti Fatimah lebih menjelaskan secara khusus mengenai kebijakan yang dibuat pemerintah Orde Baru terhadap organisasi Dharma Wanita, sedangkan pada skripsi yang saya tulis menjelaskan mengenai peranan organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar Patroman.

7

Louis Gottschalk, Understanding History: A Primer of History, a.b. Nugroho Notosusanto, Mengerti Sejarah, Jakarta: UI Press, 2008, hlm. 39.


(30)

Historiografi relevan yang kedua adalah skripsi yang dilakukan oleh Syam Febrianto dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik. Skripsi yang ditulis oleh Syam Febrianto berjudul “Partisipasi Dharma Wanita dalam Proses Pembuatan Perda Mengenai Penanggulangan Bencana Alam di Kota Palopo dan Kabupaten Luwu”. Perbedaan dengan skripsi yang saya lakukan adalah saya membahas pada peranan organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar Patroman sedangkan Syam Febrianto membahas tentang peran aktif organisasi Dharma Wanita di Kota Palopo dan Kabupaten Luwu dalam pembuatan perda penanggulanganan Bencana Alam.

Historiografi relevan yang ketiga adalah skripsi yang dilakukan Dian Novilla Febrianti dari Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya.

Skripsi yang ditulis oleh Dian Novilla Febrianti berjudul “Dukungan Dharma

Wanita Terhadap Program Keluarga Berencana (KB) 1974-1979”. Skripsi

yang saya buat lebih menekankan terhadap peranan organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar sedangkan skripsi yang dibuat oleh Dian Novilla Febrianti yaitu mengenai dukungan yang dilakukan organisasi Dharma Wanita pada tahun 1974-1979 dalam program pemerintah KB.

G. Metode Penelitian dan Pendekatan Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode sejarah merupakan sebuah satuan serta prinsip yang secara sistematis dalam mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif dan menilainya secara kritis yang dibuat ke dalam sebuah tulisan. Sehingga, untuk


(31)

menghasilkan suatu karya sejarah yang kredibel diperlukan suatu metode sejarah kritis. Metode yang digunakan penulis dalam menulis skripsi ini adalah metode historis kritis.

Dalam suatu penulisan ini diperlukan satu metode untuk dapat mengerjakan tentang tema yang sudah dipilih sehingga memudahkan penulis melakukan penulisan. Dibutuhkannya suatu metode adalah cara untuk berbuat

atau mengerjakan sesuatu dalam suatu sistem terencana dan teratur.8 Tahapan

penelitian sejarah menurut Kuntowijoyo mempunyai lima tahapan yaitu

pemilihan topik, heuristik, verifikasi, interpretasi dan penulisan.9

a. Pemilihan Topik

Pemilihan topik merupakan sebuah langkah awal dalam sebuah penelitian yaitu untuk menentukan permasalahan yang dikaji. Penentuan topik hendaknya dipilih berdasarkan kedekatan intelektual

dan kedekatan emosional.10 Kedekatan intelektual dan emosional

membuat peneliti dapat menyelesaikan penelitiannya dengan baik. Kedekatan intelektual yang digunakan oleh penulis dalam penelitian karena Organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar ikut berperan dalam proses pembentukan Kota Banjar dan ikut berperan dalam mensukseskan program-progaram pemerintahan Kota Banjar.

8

Suhartono W. Pranoto, Teori dan Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010, hlm. 11.

9

Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu sejarah. Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2005, hlm. 90.

10


(32)

Kedekatan emosional yang digunakan oleh penulis dalam penelitian karena daerah Kota Banjar merupakan daerah asal dari penulis.

b. Pengumpulan Sumber

Pengumpulan sumber atau yang biasa disebut dengan Heuristik berasal dari bahasa Yunani Heurisken yang berarti menemukan

sumber sejarah.11 Sumber sejarah adalah bahan-bahan yang digunakan

untuk mengumpulkan informasi tentang peristiwa yang terjadi pada

masa lampau.12 Pengumpulan sumber ini dapat diperoleh dari sumber

primer dan sumber sekunder. Sumber sejarah dalam penulisan skripsi

“Peranan Dharma Wanita di Kota Banjar Patroman pada masa akhir

Orde Baru sampai masa Reformasi”, diperoleh melaui penelurusan

pustaka. Sumber sejarah tersebut diperoleh dari berbagai perpustakaan antara lain yaitu Perpustakaan FIB UGM, Perpustakaan Pusat UNY, Perpustakaan De Kolesse Ignatius, Perpustakaan UIN. Sumber-sumber yang diperoleh kemudian dikategorikan berdasarkan sifatnya, yaitu:

a) Sumber Primer

Sumber primer adalah kesaksian daripada saksi dengan mata kepala sendiri atau saksi dengan panca indera yang lain, atau dengan alat mekanis diktafon, yaitu orang atau alat yang hadir pada peristiwa

11

Suhartono W. Pranoto, op.cit., hlm. 29 12

Helius Sjamsuddin dan Ismaun, Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta Depdikbud, 1996, hlm. 15.


(33)

yang diceritakan.13 Sumber primer tidak hanya seseorang yang berperan sebagai pelaku dalam peristiwa tersebut, melainkan orang-orang yang berada di sekitar tempat peristiwa berlangsung. Sehingga sumber primer dihasilkan oleh orang yang sezaman dengan peristiwa yang dikisahkan serta kesaksiannya tidak berasal dari sumber lain melainkan berasal dari tangan pertama. Sumber primer yang digunakan dalam penelitian ini yaitu berupa arsip-arsip yang berkaitan dengan Organisasi Dharma Wanita. Selain itu juga terdapat sumber lisan dengan menggunakan cara wawancara kepada para pelaku atau saksi sejarah yang masih hidup yaitu:

1) Narasumber yang merupakan anggota Organisasi Dharma

Wanita di Kota Banjar dan salah tokoh masyarakat dalam

pembentukan pemerintahan Kota Banjar. Peneliti

mewawancarai tujuh narasumber, yaitu:

- Nama : Ade Uu Sukaesih.

Alamat : Jalan Purwaharja. Kota Banjar.

Usia : 65 Tahun.

- Nama : Tarbiyah.

Alamat : Komplek perumahan Kodim. Kabupaten

Ciamis.

Usia : 65 Tahun.

- Nama : Surtikayah Dahlan.

13


(34)

Alamat : Jalan Tentara Pelajar. Kota Banjar

Usia : 50 Tahun.

- Nama : Tuti Memet Slamet.

Usia : 66 Tahun.

Alamat : Jalan Banagara. Kabupaten Ciamis.

- Nama : Ooh Suherli.

Usia : 65 Tahun.

Alamat : Jalan Raya Ciamis. Kabupaten Ciamis.

- Nama : Kurniati Darmadji.

Usia : 65 Tahun.

Alamat : Jalan Mesjid Agung. Kota Banjar.

- Nama : Dedi Suryadi

Umur : 63 Tahun.

Alamat : Jalan Sudiro Wirohusodo. Kota Banjar.

2) Sumber Sekunder

Sumber sekunder merupakan sumber pendukung yang dapat digunakan penulis untuk menggali informasi lebih mendalam mengenai tema yang dikaji. Menurut bahan sumbernya sumber sejarah dibedakan menjadi dua kategori, yaitu sumber tertulis (dokumen) dan sumber tidak tertulis

(artefak).14 Dalam sumber sekunder ini ditemukan

sumber-sumber pendukung yaitu antara lain:

14


(35)

Donald. K. Emerson. 2001. Beyond Soeharto Negara Ekonomi, Masyarakaat Transisi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Hardjito Notopuro. 1979. Peranan Wanita dalam Masa Pembangunan di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Kowani. 1978. Sejarah Pergerakan Setengah Abad

Pergerakan Wanita Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Riant Nugroho. 2011. Gender Dan Strategi Pengarus

Utamaanya di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sukanti Suryochondro. 1984. Potret Pergerakan Wanita di

Indonesia. Jakarta: CV. Rajawali.

Wieringa, Saskia E. 1998. Kuntilanak Wangi Organisasi-Organisasi Perempuan Indonesia Sesudah 1950. Jakarta: Kalyanamitra.

Undang Sudrajat. dkk. 2013. Banjar Satu Dekade. Garut: YAF Publishing.

b. Kritik Sumber

Kritik sumber adalah kegiatan meneliti untuk menentukan validitas dan reabilitas sumber sejarah melalui kritik ekstern dan

kritik intern.15 Kritik ekstern dilakukan untuk mengetahui sumber

tersebut otentik atau tidak jika dilihat dari segi bentuk, bahan, tulisan dan sebagainya. Sedangkan kritik intern dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan persoalan apakah isi sumber dapat dipercaya atau tidak.

Dalam kegiatan kritik sumber, penulis berusaha mencari sumber-sumber yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, serta melakukan kritik sumber dengan membandingkan berbagai

15


(36)

macam sumber yang telah didapat baik itu sumber tertulis maupun tidak tertulis. Penulis melakukan kritik sumber terhadap sumber primer yang merupakan hasil wawancara dengan tokoh organisasi Dharma Wanita. Kritik sumber dilakukan untuk mengetahui keaslian dokumen tersebut sehingga kredibilitasnya tidak diragukan.

c. Interpretasi

Interpretasi atau penafsiran sering disebut sebagai subjektivitas. Interpretasi adalah menafsirkan fakta-fakta yang telah diuji kebenarannya, kemudian menganalisa sumber yang pada akhirnya

akan menghasilkan suatu rangkaian peristiwa.16 Penulis dituntut

untuk dapat mencermati dan mengungkapkan data-data yang diperoleh. Interpretasi ada dua macam yaitu analisis dan sintesis. Analisis berarti menguraikan data kemudian ditarik suatu kesimpulan (induktif). Sintesis berarti menyatukan yang dikelompokkan kemudian disimpulkan. Pencantuman sumber dalam interpretasi sangat diperlukan agar fakta yang diungkapkan akurat. Pada langkah ini, dalam melakukan interpretasi diperlukan suatu kehati-hatian sehingga terhindar dari subjektivitas penelitian.

d. Penulisan Sejarah (Historiografi)

Penulisan dalam metode sejarah disebut juga historiografi. Historiografi merupakan tahap akhir dalam penelitian sejarah.

16


(37)

Dalam penulisan sejarah aspek kronologi sangat penting.17 Peneliti dalam merekonstruksi sejarah dengan sumber-sumber yang ada harus mendapatkan kebenaran yang mendekati kejadian asli dari suatu peristiwa sejarah. Penulisan sejarah dipengaruhi oleh kemampuan imajinasi penulis, tetapi fakta sejarah yang digunakan harus dideskripsikan secara rasional dan objektif sehingga dapat diperoleh karya sejarah yang ilmiah.

2. Pendekatan Penelitian

Penulisan sejarah dituntut memberikan eksplanasi mengenai masalah yang dibahas secara menyeluruh. Pendekatan ini ditujukan agar mendapatkan suatu gambaran tentang suatu peristiwa secara mudah dan menyeluruh, sehingga dalam pengungkapan suatu peristiwa sejarah perlu dilakukan dengan menggunakan beberapa pendekatan yang multidimensional, yaitu mendekati suatu peristiwa dari berbagai aspek kehidupan seperti politik, sosial, kebudayaan. Pendekatan dari berbagai aspek hendaknya dapat menghasilkan analisis yang cukup baik. Pada penulisan skripsi ini penulis menggunakan pendekatan sosial budaya, pendekatan politik, pendekatan ekonomi, pendekatan psikologis, pendekatan sosiologi, pendekatan antropologis.

a. Pendekatan Sosial Budaya

Sebagai spesialisasi dalam kajian sejarah, sejarah wanita dapat dimasukan dalam sejarah sosial. Tulisan mengenai wanita dapat mencerminkan

17


(38)

dengan jelas sistem sosial tempat dan waktu wanita itu. Melalui pendekatan sejarah sosial semacam ini, yang sebenarnya juga merupakan sejarah keluarga, memperkaya pengetahuan kita tentang masyarakat di masa lampau, terutama tentang sisi-sisinya yang tidak terungkapkan. Pendekatan sosial budaya untuk mengkaji mengenai peranan yang dilakukan oleh organisasi Dharma Wanita pada bidang sosial budaya.

b. Pendekatan Politik

Menurut Sartono Kartodirdjo, pendekatan politik ialah suatu pendekatan pada struktur kekuasaan, jenis kepimpinan, hierakhi sosial, pertentangan,

dan sebagainya.18 Kuntowijoyo memberikan pendapat yang berbeda.

Menurut Kuntowijoyo, pendekatan politik yang digunakan terkait dengan studi perempuan ialah politik seks, dimana kaum perempuan berhadapan

dengan kaum laki-laki dalam memperebutkan hegemoni dan kekuasaan.19

Pendekatan politik digunakan untuk mengkaji keterkaitan hubungan organisasi Dharma Wanita dengan sistem pemerintah di Kota Banjar Patroman.

c. Pendekatan Ekonomi

Dalam tulisan ini pendekatan ekonomi digunakan untuk mengetahui bagaimana peranan wanita pada masa Orde Baru dalam bidang ekonomi. Pendekatan ekonomi digunakan untuk mengkaji peranan dan dampak organisasi Dharma Wanita pada bidang ekonomi.

18

Sartono Kartodirdjo, Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992, hlm.144.

19


(39)

d. Pendekatan Sosiologi

Pendekatan sosiologi, menurut Soerjono Soekanto adalah pendekatan yang

menerangkan peranan sosiologi dalam menjelaskan perilaku manusia.20

Terkait dengan skripsi ini, pendekatan sosiologi digunakan untuk mengetahui kondisi masyarakat di Kota Banjar Patroman sebelum peningkatan status kota dan pengaktifan kembali organisasi Dharma Wanita.

e. Pendekatan Psikologis

Psikologis dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti hal yang berkaitan dengan proses mental, baik normal maupun abnormal dan pengaruhnya

pada perilaku, hal yang berkaitan dengan gejala kejiwaan.21 Pendekatan

psikologis digunakan supaya penulis dapat mengkaji berbagai aspek perilaku (mentalitas) manusia pada masa lalu khususnya mengenai kondisi mengkaji berbagai aspek perilaku (mentalitas) manusia pada masa lalu khususnya mengenai kondisi organisasi Dharma Wanita ketika masa sebelum peningkatan status Kota Banjar. Mentalitas mempunyai cakupan yang lebih luas berhubungan dengan ide, ideologi, orientasi nilai, sikap, watak, mitos, dan segala hal yang berkaitan struktur kesadaran. Dalam pendekatan psikologis ini, bisa dikatakan bahwa Dharma Wanita seperti kelompok sosial itu karena anggotanya berkumpul untuk mencapai suatu

20

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali, 1987, hlm. 469.

21

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga. Balai Pustaka, 2000, hlm. 901.


(40)

tujuan tertentu yang dengan kegiatan bersama lebih mudah dicapai daripada atas usaha sendiri. Jadi dorongan atau motif bersama ini menjadi

pengikat dan sebab utama terbentuknya kelompok sosial itu.22

f. Pendekatan Antropologis

Pendekatan antropologis, dalam studi sejarah diperlukan untuk menelaah kehidupan sehari-sehari dalam suatu komunitas di masa lampau, pranata atau lembaga-lembaga, sistem sosial, politik, struktur masyarakat, struktur

kekuasaan, dan golongan-golongan.23 Terkait dengan skripsi ini,

pendekatan tersebut digunakan untuk mengetahui persepsi dan tanggapan masyarakat mengenai pengaktifan kembali organisasi Dharma Wanita.

H. Sistematika Pembahasan

Skripsi yang berjudul “Peranan Dharma Wanita di Kota Banjar

Patroman pada Masa Orde Baru sampai Masa Reformasi” agar mudah

dipahami dan dapat memperoleh gambaran dalam proses pemahaman penelitian. maka penulis menyusun secara sistematis hasil penelitian tersebut menjadi lima bab yaitu:

22

W.A Gerungan, Psikologi Sosial. Bandung: Eresco, 1989, hlm. 89. 23


(41)

BAB I PENDAHULUAN

Bab I berisi Pendahuluan yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan, manfaat penelitian, kajian pustaka, histriografi yang relevan, metode dan pendekatan, sistematika pembahasan.

BAB II LATAR BELAKANG BERDIRINYA ORGANISASI DHARMA WANITA

Bab II mendeskripsikan tentang keadaan pergerakan wanita pada masa 1966-1974 yang banyak ditandai dengan berdirinya organisasi-organisasi istri. Pemerintahan Orde Baru melakukan pengawasan dan penataan terhadap organisasi-organisasi wanita, sehingga organisasi wanita tidak berdaya dan mengalami penjinakan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasi wanita tidak lagi mengusung terhadap perjuangan perbaikan nasib kaum wanita. Pada masa Orde Baru, kegiatan organisasi wanita lebih terfokus terhadap kegiatan organisasi istri dan mensukseskan program pemerintahan.

Pemerintah Orde Baru menerapkan peranan wanita pada pelaksanaan pembangunan nasional. Peranan kaum wanita diatur melalui kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan. Pada GBHN ditetapkan bahwa kaum wanita ikut berperan dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia. Suksesnya pelaksanaan pembangunan nasional merupakan latar belakang berdirinya organisasi Dharma Wanita. Pemerintah Orde Baru juga menetapkan kebijakan bahwa kaum wanita diwajibkan untuk masuk dalam


(42)

salah satu organisasi wanita, kebijakan ini membuat para istri dari PNS wajib untuk menjadi anggota dari organisasi Dharma Wanita.

BAB III PERANAN ORGANISASI DHARMA WANITA DI KOTA BANJAR PATROMAN

Bab ini menjelaskan sekilas mengenai Kota Banjar yang merupakan salah satu daerah yang berada di Jawa Barat. Kota ini menjadi pintu gerbang memasuki daerah Jawa Barat di bagian selatan karena letaknya yang berbatasan langsung dengan Provinsi Jawa Tengah. Kota Banjar dahulu merupakan kota administratif dan masuk dalam pemerintahan Kabupaten Ciamis. Pada tahun 2003 terjadi peningkatan status kota dari kotif menjadi pemerintahan kota.

Peningkatan status menjadikan Kota Banjar secara resmi berpisah dari pemerintahan kabupaten Ciamis. Pada masa kotif organisasi Dharma Wanita yang berada di Banjar masuk dalam organsasi Dharma Wanita Kabupaten Ciamis karena status kotif berada di bawah pemerintahan kabupaten. Pada masa transisi organisasi Dharma Wanita di Kotif Banjar yang sempat vakum mulai aktif kembali sebagai organisasi istri. Menjelang peningkatan status Kotif Banjar organisasi Dharma Wanita memiliki peran secara tidak langsung terhadap peningkatan status kota dan pembentukan pemerintahan di Kotif Banjar.


(43)

BAB IV PENGARUH PEMBENTUKAN ORGANISASI DHARMA WANITA DI KOTA BANJAR PATROMAN

Bab IV ini menjelaskan mengenai pengaruh yang disebabkan oleh pembentukan kembali organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar. Pembentukan kembali organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar memberikan pengaruh pada kehidupan masyarakat di Kota Banjar. Pengaruh yang disebabkan oleh pengaktifan kembali organisasi Dharma Wanita Kota Banjar yaitu pengaruh pada bidang pendidikan, bidang kesehatan, dampak ekonomi, dan bidang sosial budaya.

BAB V KESIMPULAN.

Bab V menyajikan kesimpulan dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab kedua, ketiga, dan keempat. Kesimpulan ini merupakan rumusan masalah yang telah dikemukakan pada Bab pertama.


(44)

27 BAB II

LATAR BELAKANG BERDIRINYA ORGANISASI DHARMA WANITA A. Pergerakan Kaum Wanita 1966-1974

Pada tahun 1965 di Indonesia terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh organisasi yang berhaluan kiri, yaitu PKI dan Gerwani. PKI melakukan penculikan, penyiksaan dan pembunuhan terhadap ketujuh jenderal di Lubang Buaya. Gerwani dituduh ikut dalam penyiksaan

terhadap ketujuh jenderal.1 Tertuduhnya organisasi Gerwani selain

Gerwani merupakan organisasi wanita yang berafiliasi dengan PKI karena saat peristiwa itu terjadi sebagian anggota Gerwani sedang mengikuti latihan yang dilakukan di Lubang Buaya.

Pasca terjadinya peristiwa pembunuhan terhadap tujuh jenderal di Lubang Buaya segala hal yang berhubungan dengan komunis dihancurkan termasuk organisasi PKI dan Gerwani. Aksi pergolakan ini dipelopori oleh

KAMI2 yang didirikan di Jakarta pada tanggal 25 Oktober 1965 oleh tujuh

belas organisasi mahasiswa di berbagai daerah.3 KAMI saat itu melakukan

aksi demonstrasi agar pemerintah segera membubarkan organisasi PKI dan

Gerwani. Terbentuknya KAMI menggerakkan golongan kaum wanita

untuk melakukan aksi yang sama, maka pada tanggal 9 Maret 1966 kaum

1

Saskia Wieringa, Penghancuran Organisasi Perempuan di Indonesia. Jakarta: Kalyanamitra, 1999, hlm. 498.

2

KAMI adalah Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia. KAMI pada saat itu ikut beperan dalam pembersihan Komunis di Indonesia.

3

Kowani, Sejarah Setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia. Jakarta:Balai pustaka, 1978, hlm. 169.


(45)

wanita membentuk (KAWI).4 KAWI ikut berperan dalam mendampingi aksi yang dilakukan oleh para pemuda, pelajar, mahasiswa, dan sarjana untuk membersihkan dari segala unsur golongan kiri. KAWI terdiri dari berbagai golongan kaum wanita tetapi kebanyakan dari kaum wanita yang

berasal dari golongan agama.5 Pada masa peralihan dari Orde Lama ke

Orde Baru KAWI sangat berperan aktif dalam mendirikan pemerintahan Orde Baru, tetapi setelah masa Orde Baru berdiri peranan KAWI tidak terlihat dalam pergerakan kaum wanita.

Pada tahun 1966 pemerintah melakukan pembersihan terhadap Perwari dari segala unsur golongan kiri. Sejumlah istri anggota yang berasal dari golongan kiri ditarik dari jabatan dan kedudukannya dari organisasi Perwari. Anggota-anggota organisasi ini yang mempunyai

keterkaitan dengan golongan kiri dipaksa untuk keluar dari organisasi ini.6

Perwari ketika masa Orde Lama merupakan salah satu organisasi wanita besar dan radikal dalam memperjuangkan hak-hak kaum wanita yang tertindas. Masa Orde Baru organisasi Perwari tidak lagi menjadi organisasi besar yang aktif tetapi Perwari menjadi organisasi yang tak berdaya.

Masa Orde Baru bukan hanya membersihkan organisasi Perwari dari segala hal yang berhubungan dengan golongan kiri, tetapi juga melakukan

4

Nani Soewondo, Kedudukan Wanita Indonesia dalam Hukum dan Masyarakat. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984, hlm. 271.

5

Saskia Wieringa, Kuntilanak Wangi:Organisasi-Organisasi

Perempuan Indonesia Sesudah 1950. 1998, Jakarta: Kalyanmitra, hlm. 32. 6


(46)

perubahan dalam Perwari. Organisasi Perwari yang dahulunya merupakan organisasi radikal diubah menjadi organisasi fungsional, organisasi yang berisikan anggota-anggota istri pegawai. Organisasi PERWARI di bawah pemerintahan Orde Baru tidak diperbolehkan untuk melakukan kegiatan yang biasanya dilakukan ketika masa Orde Lama seperti kegiatan yang berhubungan dengan kaum wanita miskin. Pada masa Orde Baru organisasi ini hanya melakukan kegiatan-kegiatan organisasi istri seperti perkumpulan-perkumpulan kaum istri.

Kaum wanita ketika memasuki pemerintahan Orde Baru mengalami proses domestikasi, dengan implikasi terjadinya penjinakan, segregasi dan depolitisasi.7 Organisasi wanita dijinakan dalam aturan-aturan dan kebijakan pemerintah Orde Baru sehingga perjuangan kaum wanita secara revolusioner tidak terlihat lagi dalam pergerakan kaum wanita Indonesia. Masa Orde Baru kegiatan organisasi wanita diatur dan kegiatan-kegiatan organisasi wanita yang berhubungan dengan politik dihilangkan oleh pemerintah Orde Baru. Pemerintah Orde Baru juga melakukan pengelompokan terhadap organisasi-organisasi wanita seperti organisasi Dharma Wanita untuk istri pegawai negeri dan organisasi Dharma Pertiwi untuk istri dari ABRI.

7

Nilai tradisi moral digali untuk melegitimasi moral kaum perempuan Orde Baru. Anggota organisasi perempuan yang progresif-revolusioner dikatakan

sebagai “perempuan kejam” kemudian dihadapkan dengan “perempuan baik”

yang jinak serta melakukan kegiatan melulu keperempuanan dan tidak melakukan perlawanan terhadap elemen yang merugikan perempuan. Ruth Indiah Rahayu.

2004. “Politik Gender Orde Baru”. Dalam Liza Hafidz (Ed). Perempuan dalam Wacana Politik Orde Baru. Jakarta: LP3ES, hlm. 424.


(47)

Praktik domestikasi wanita dilakukan dengan dua cara yaitu reproduksi subordinasi perempuan dan superioritas laki-laki melalui berbagai kebijakan publik dan pembentukan beragam organisasi-organisasi

istri, kooptasi organisasi kemasyarakatan.8 Masa Orde Baru kebijakan

publik yang ditetapkan lebih mesuperioritaskan kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita. Masa Orde Baru memang lebih banyak ditandai dengan pembentukan organisasi istri yang lebih beragam

dibandingkan dengan pembentukan organisasi wanita yang

memperjuangkan nasib kaum wanita.

Masa Orde Baru di bawah presiden Soeharto terjadi diskriminasi dan eksploitasi terhadap organisasi wanita. Diskriminasi yang dilakukan pemerintah Orde Baru mengatur segala kegiatan organisasi wanita termasuk kegiatan politik. Pada masa Orde Lama organisasi wanita banyak yang bernaung di bawah dan berafiliasi partai politik, tetapi ketika masa Orde Baru membatasi kegiatan organisasi wanita dengan partai politik. Pemerintah Orde Baru juga melakukan eksploitasi terhadap kaum wanita dengan cara organisasi wanita diwajibkan untuk beperan aktif dalam pembangunan. Organisasi wanita tidak melakukan perlawanan terhadap diskriminasi dan eksploitasi yang terjadi pada masa awal pemerintahan Orde Baru.

Pada awal pemerintahan, Orde Baru mendapat dukungan dari organisasi wanita Islam. Organisasi wanita Islam ikut mendukung

8 D.Triwibowo. 2006, “Gerakan Perempuan di Indonesia”.

Basis, No. 01-02 tahun ke 55, hlm. 29.


(48)

pemerintahan Orde Baru dalam memberantas organisasi wanita yang berhaluan kiri. Organisasi wanita Islam sejak dahulu kontra terhadap organisasi yang berhaluan kiri, oleh karena itu organisasi wanita Islam mendukung pemerintahan Orde Baru dalam memberantas organisasi yang berhaluan kiri.

Organisasi wanita Islam tidak lepas dari kegiatan pengawasan dan penataan pemerintah Orde Baru. Organisasi Islam hanya boleh melakukan kegiatan yang berhubungan dengan keagamaan seperti pengajian dan organisasi wanita Islam dilarang membicarakan keburukan-keburukan

pemerintah.9 Penataan dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah

Orde Baru terhadap organisasi wanita Islam menimbulkan rasa kekecewaan yang dirasakan oleh organisasi wanita Islam.

Memasuki pemerintahan Orde Baru organisasi wanita ditata dan dikontrol secara ketat. Semua kegiatan yang dilakukan oleh organisasi wanita harus sesuai dengan keinginan pemerintah. Kegiatan organisasi wanita lebih banyak mendukung terhadap keberhasilan program dan kebijakan pemerintahan masa Orde Baru. Pengontrolan terhadap organisasi wanita pada awal pemerintahan Orde Baru telah berhasil mematahkan gerakan-gerakan wanita di Indonesia. Organisasi wanita masa ini lebih diutamakan kepada kepentingan dan kebijakan negara, sehingga masalah kedudukan serta hak-hak wanita menjadi kurang diperhatikan.

9


(49)

Pada bulan Januari 1973 pemerintahan Orde Baru melakukan penyederhanaan terhadap partai politik menjadi dua buah partai yaitu

“Partai Persatuan Pembangunan” (dahulu NU, Parmusi, PSII dan Perti) dan “Partai Demokrasi Pembangunan” (dahulu PNI, Partai Katolik,

Parkindo, IPKI dan Partai Murba).10 Penyederhanaan ini berdampak

kepada keadaan dan kegiatan yang biasa dilakukan organisasi wanita pada sebelumnya. Ketika masa Orde Lama keadaan organisasi wanita lebih bercorak politik dan berafiliasi dengan partai politik. Kegiatan-kegiatan organisasi wanita lebih banyak melakukan kegiatan yang berhubungan dengan partai politik.

Organisasi wanita ketika masa Orde Baru banyak ditandai dengan berkembangnya beberapa organisasi istri, seperti organisasi Dharma Wanita dan Dharma Pertiwi. Orde Baru bukanlah yang mengawali muculnya dan berkembang organisasi istri, tetapi organisasi istri sudah lama muncul dan berkembang ketika masa Orde Lama. Organisasi istri ketika masa Orde Lama masih tetap diperbolehkan berdiri tetapi mengikuti peraturan yang ditetapkan oleh pemerintahan Orde Baru. Pemerintah melakukan perubahan-perubahan di dalam organisasi istri yang sudah berdiri sejak masa sebelumnya. Perubahan yang dilakukan pemerintah Orde Baru terhadap organisasi istri yang terdahulu, membuat organisasi wanita sebelumnya tidak berdaya dengan adanya peraturan dan perubahan yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru.

10

Sukanti Suryochondro, Potret Pergerakan Wanita Indonesia. 1984, Jakarta: Rajawali, hlm. 179.


(50)

Pemerintahan Orde Baru mengubah sistem keanggotaan dan kegiatan-kegiatan organisasi wanita termasuk organisasi istri. Masa Orde Baru mewajibkan bagi kaum wanita yang menjadi istri dari pegawai negeri untuk masuk dan menjadi anggota pengurus organisasi wanita. Ketika masa Orde Lama sistem keanggotaan lebih bersifat sukarela tidak mewajibkan bagi seluruh kaum istri pegawai untuk masuk dan menjadi anggota pengurus organisasi wanita. Kegiatan organisasi istri ketika Orde Lama sangat aktif dalam memperjuangkan nasib kaum wanita dalam mendapatkan kedudukan dan hak yang sama dengan kaum laki-laki. Pemerintah Orde Baru mengontrol segala kegiatan organisasi istri sehingga kegiatan-kegiatan organisasi hanya sebagai kumpulan para istri pegawai.

Pemerintahan Orde Baru mendirikan beberapa organisasi istri yaitu organisasi Dharma Wanita dan Dharma Pertiwi. Organisasi Dharma Wanita adalah organisasi untuk para istri PNS. Organisasi Dharma Pertiwi adalah organisasi untuk para istri ABRI. Organisasi Dharma Wanita merupakan suatu wadah bagi berkumpulnya istri-istri yang suaminya berkerja sebagai Pegawai Republik Indonesia. Organisasi Dharma Pertiwi merupakan suatu wadah bagi berkumpulnya para istri dari kalangan militer yaitu ABRI dan Polisi. Pemerintah Orde Baru melalui organisasi istri yang didirikan ini memudahkan untuk melakukan pengontrolan terhadap segala kegiatan yang dilakukan oleh organisasi wanita.


(51)

Organisasi Dharma Wanita dan Dharma Pertiwi, merupakan penjinakan yang dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru. Kaum wanita diwajibkan untuk melakukan isi dari panca Dharma Wanita yaitu istri pendamping setia suami, ibu pendidik anak dan generasi penerus bangsa, pengatur rumah tangga, pekerja penambah hasil keluarga, anggota

masyarakat yang berguna.11 Pada masa Orde Baru terjadi penindasan

terhadap hak-hak kaum wanita dengan mewajibkan kaum wanita untuk

melaksanakan panca Dharma Wanita.12 Ideologi Orde Baru menempatkan

bahwa wanita yang baik adalah ibu serta istri yang harus taat dan mengabdikan hidupnya terhadap sang suami.

Pada masa pemerintahan Orde Baru organisasi Dharma Wanita merupakan organisasi wanita terbesar dan memiliki jumlah anggota yang banyak. Jumlah anggota organisasi Perwari ketika masa Orde Baru mengalami pengurangan karena anggota Perwari dipaksa untuk masuk dan

menjadi anggota Dharma Wanita.13 Kekuatan organisasi Perwari akhirnya

melemah karena banyak kehilangan anggotannya.

Organisasi kaum wanita ketika masa Orde Baru tidak hanya diwarnai dengan organisasi wanita yang bersifat istri pegawai dan karyawan. Organisasi wanita berdasarkan profesi dan organisasi wanita daerah juga

11

Soe Tjen Marching, Kisah di Balik Pintu. Yogyakarta: Ombak, 2011, hlm.10.

12

Panca Dharma Wanita, dapat dilihat pada lampiran hlm. 128. 13

Susan Blackburn, Perempuan dan Negara dalam Era Indonesia Modern. Jakarta: Kalyanamitra, 2009, hlm. 48.


(52)

muncul mewarnai keanekaragaman organisasi wanita Indonesia ketika masa Orde Baru. Organisasi wanita berdasarkan profesi seperti Persatuan Wanita Olah raga Seluruh Indonesia (PERWOSI), Ratna Budaya, Dharma

Santi, dan Ratna Busana.14 Hadirnya organisasi wanita berdasarkan profesi

ini menunjukan bahwa kaum wanita ketika masa Orde Baru diperbolehkan untuk bekerja diluar rumah. Organisasi wanita berdasarkan profesi merupakan sarana untuk membantu kaum wanita dalam menunjang karir mereka dalam pekerjaannya.

Pada masa Orde Baru bukan hanya kaum wanita yang berada di pusat untuk mendirikan organisasi wanita. Para kaum wanita yang berada di berbagai daerah di Indonesia mendirikan organisasi wanita. Organisasi wanita ini dibentuk oleh kaum wanita daerah dan sifatnya kedaerahan,

seperti kaum wanita yang berasal dari Menado mendirikan “Ikatan Ibu Kuwanua”, dan kaum wanita dari daerah Jambi mendirikan “Persatuan

Wanita Jambi”.15

Organisasi wanita di daerah menunjukan eksistensi mereka sebagai kaum wanita yang mewakili daerah mereka masing-masing. Organisasi daerah meskipun bersifat organisasi kedaerahan akan tetapi organisasi ini tetap menjalin hubungan dengan organisasi yang

14

Organisasi Perwosi (Persatuan Organisasi wanita Olah Raga Seluruh Indonesia) yang mengembangkan peranan wanita dalam bidang olah raga, Ratna Budaya mengembangkan peranan wanita dalam bidang kesenian Jawa, Dharma Santi kegiatannya untuk membina kesehatan jiwa, dan Ratna Busana kegiatannya untuk memupuk rasa cintanya terhadap pakaian tradisional. Sukanti Suryochondro, op.cit., 174.

15


(53)

berada di pusat. Hadirnya organisasi istri merupakan pelengkap dari keaneka ragaman organisasi wanita ketika masa Orde Baru.

Perkembangan organisasi wanita ketika masa Orde Baru lebih beragam dibandingkan dengan masa sebelumnya. Masa Orde Baru banyak bermunculan beberapa organisasi wanita yang lebih beragam macam organisasi wanita ada organisasi istri, organisasi wanita profesi, dan organisasi di daerah. Organisasi wanita yang beragam belum tentu menunjukan peningkatan pergerakan kaum wanita. Pergerakan kaum wanita ketika masa Orde Baru justru mengalami kemunduran dibandingkan masa sebelumnya, karena organisasi wanita tidak lagi aktif dalam memperjuangkan nasib kaum wanita dan dibuat tidak berdaya oleh peraturan yang ditetapkan pemerintahan Orde Baru terhadap organisasi wanita.

Organisasi wanita yang lahir pada masa Orde Baru ini membawa pola tersendiri bagi perjalanan organisasi wanita di Indonesia. Pola organisasi wanita masa Orde Baru menghasilkan hubungan antara organisasi wanita dengan penguasa terlihat dari dua organisasi besar yang berdiri ketika masa Orde Baru yaitu: organisasi Dharma Wanita dan Dharma Pertiwi. Organisasi Dharma Wanita dan Dharma Pertiwi merupakan alat kekuataan politik dari penguasa Orde Baru dan sebagai pendukung pemerintahan dalam mensukseskan program kebijakan pemerintahan Orde Baru.

Pemerintahan Orde Baru menempatkan fungsi organisasi wanita sebagai suatu gerakan masyarakat. Organisasi Dharma Wanita merupakan


(54)

wadah berkumpulnya para wanita. Organisasi wanita pada masa Orde Baru digunakan untuk mensukseskan program pembangunan nasional. Masa Orde Baru orientasi gerakan organisasi-organisasi dalam pembangunan diarahkan pada:

1. Peningkatan kualitas wanita sebagai individu maupun sebagai

sumber daya insani pembangunan.

2. Peningkatan kesempatan wanita dalam berperan aktif di segala

bidang kehidupan bangsa dan dalam segenap kegiatan

pembangunan termasuk dalam proses pengambalian keputusan.16

Pemerintah Orde Baru mewajibkan agar organisasi wanita ikut berperan dalam setiap program kegiatan dan kebijakan pemerintah. Orientasi yang diarahkan oleh pemerintah Orde Baru agar kaum wanita dapat ikut serta mensukseskan pembangunan.

B. Kebijakan Pemerintahan Orde Baru terhadap Kaum Wanita.

Pembentukan SEKBER GOLKAR pada tanggal 20 Oktober 1964 merupakan awal mulanya diselenggarakannya Musyawarah SEKBER

GOLKAR.17 SEKBER GOLKAR berada dibawah pengaruh Angkatan

Bersenjata.18 Masa Orde Lama kekuatan politik terpecah menjadi dua

golongan yaitu golongan komunis dan golongan non komunis. Kekuatan

16 Siti Aisyah, (1998), “

Orientasi dan Strategi Pergerakan Wanita

Indonesia”. Dalam Bainar (ed), Wacana Perempuan dalam ke Indonesia dan ke Modernan. Jakarta: PT. Pustaka Cidesido, hlm. 300.

17

SEKBER GOLKAR adalah Sekretariat Bersama Golongan Karya. 18


(55)

politik golongan komunis kekuasaannya begitu kuat, maka dibentuk SEKBER GOLKAR untuk membendung kekuatan golongan komunis.

SEKBER GOLKAR terdiri dari golongan-golongan fungsional dan profesi yang tidak tergabung dalam partai-partai politik, salah satu diantaranya adalah organisasi wanita. Melemahnya kekuataan politik golongan komunis berdampak kepada melemahnya pemerintahan Orde Lama saat itu. Masa transisi dari pemerintah Orde Lama ke Orde Baru perlu diselenggarakan Musywarah SEKBER GOLKAR untuk berjuang bersama-sama untuk membangun pemerintahan Orde Baru dan mengakhiri pemerintahan Orde Lama.

Pada Desember tahun 1965 diselenggarakannya Musyawarah Kerja Bersama SEKBER GOLKAR (Sekretariat Bersama Golongan Karya). SEKBER GOLKAR mengikut sertakan 23 organisasi wanita untuk menjadi anggota yang tergabung dalam Koordinasi Wanita SEKBER

GOLKAR.19 Masuknya organisasi wanita secara otomatis mereka

dilibatkan dalam penentuan kebijakan pembangunan yang akan dijalankan selama pemerintahan Orde Baru.

Organisasi wanita dalam SEKBER GOLKAR ikut mendukung dan menentukan kebijakan pemerintah. Organisasi wanita diperbolehkan untuk melakukan kegiatan seperti menyampaikan pendapat dan saran mereka mengenai kebijakan pembangunan di masa pemerintahan Orde Baru.

19

Riant Nugroho, Gender dan Strategi Pengarus Utamannya di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011, hlm. 97.


(56)

Organisasi wanita lebih aktif dalam kegiatan-kegiatan yang menyangkut mengenai peranan kaum wanita dalam pembangunan, hal ini membuat perbaikan nasib kaum wanita kurang diperhatikan.

Koordinasi wanita SEKBER GOLKAR bukan merupakan federasi namun sebagai suatu wadah kerja sama organisasi wanita dalam lingkungan Sekretariat Bersama Golongan Karya. Pada tahun 1971 Koordinasi wanita SEKBER GOLKAR menjadi kosi wanita GOLKAR. Kosi wanita SEKBER GOLKAR aktif juga dalam menyiapkan

konsepsi-konsepsi menjelang Kowani tahun 1974.20 Kosi wanita aktif dalam

menyiapkan Kowani memperlihatkan bahwa KOSI GOLKAR tidak hanya aktif di dalam saja tetapi aktif juga di luar kegiatan SEKBER GOLKAR.

Tahun 1973 organisasi wanita dan tokoh-tokoh wanita diikutsertakan

menjadi anggota “Golongan Karya”.21

Pembentukan Golongan Karya karena organisasi wanita semakin aktif dalam kegiatan pelaksanaan pembangunan. Golongan Karya saat itu dianggap dapat memahami tentang persoalan-persoalan yang dialami masyarakat dan melalui Golongan Karya masyarakat dapat menyalurkan aspirasi mereka. Pada masa Orde Baru Golongan Karya merupakan kekuatan politik yang kuat. Kaum wanita dapat menyalurkan kegiatan-kegiatan politik di dalam Golongan Karya meskipun tidak sebebas ketika masa Orde Lama.

20

Nani Soewondo, loc.cit. 21


(57)

Gerakan wanita yang radikal menjadi hal yang berbahaya bagi pemerintah Orde Baru oleh sebab itu pemerintah sangat mengatur gerakan kaum wanita. Pemerintah Orde Baru melakukan berbagai cara agar pergerakan kaum wanita radikal tidak terjadi kembali. Pemerintah Orde Baru mengarahkan organisasi wanita untuk lebih fokus terhadap pelaksanaan pembangunan nasional.

Pada masa pemerintahan Orde Baru kaum wanita tidak hanya diawasi segala kegiatannya, tetapi pemerintah mengikut sertakan peranan kaum wanita pada pembangunan nasional. Pada tahun 1973 Suparjo Rustam yang menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri menginstrusikan:

“bahwa jika dulu pembangunan bangsa semata-mata menjadi tanggung jawab negara, sekarang sudah saatnya seluruh penduduk Indonesia jenis kelamin laki-laki maupun wanita memikul tanggung

jawab dan terlibat dalam proses ini”.22

Intruksi yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri Suparjo Rustam merupakan sebuah titik awal dari pembentukan organisasi PKK. Pemerintah melibatkan kaum wanita dalam proses pembangunan akan tetapi peranan kaum wanita dalam membentuk keluarga yang sejahtera tidak boleh ditinggalkan karena melalui keluarga yang sejahtera merupakan bagian dari proses pembangunan. Organisasi PKK ini dibentuk agar kaum wanita lebih berpartisipasi dalam proses pembangunan dengan cara membangun keluarga yang sejahtera.

22

Irwan Abdulah, Sangkan Paran Gender. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006, hlm. 276.


(58)

Perjuangan yang dilakukan oleh kaum wanita semasa Orde Lama mengenai undang-undang perkawinan akhirnya dapat terwujud ketika masa Orde Baru. Pada tahun 1974 pemerintah mengeluarkan undang-undang perkawinan yang mengatur pegawai negeri laki-laki untuk tidak

melakukan poligami.23 Undang-undang perkawinan ini sudah lama

diperjuangkan oleh kaum wanita ketika masa Orde Lama. Kaum wanita ketika masa Orde Lama sangat menentang poligami yang dilakukan oleh Presiden Soekarno dan menuntut agar segera mensahkan undang-undang perkawinan. Undang-undang perkawinan ini membuat kaum wanita senang meskipun undang-undang perkawinan ini hanya mengatur pegawai negeri laki-laki. Undang-undang perkawinan pada awalnya ditentang oleh kalangan politisi Islam, karena di dalam ajaran Islam poligami tidak dilarang.

Pemerintah Orde Baru juga selain mengatur kaum wanita dalam aturan dan kebijakan, tetapi pemerintah juga mulai merencanakan pembentukan Kementrian Muda Urusan Peranan Wanita. Kementrian Muda Urusan Peranan Wanita dibentuk pada tahun 1974 ketika Kabinet

Pembangunan.24 Pemerintah Orde Baru berharap dengan dibentuknya

Kementrian Muda Urusan Peranan Wanita dapat memberdayakan kaum wanita di luar rumah.

23 Muhadjir Darwin, 2004, “Gerakan Perempuan di Indonesia dari

Masa Ke masa”, Jurnal Ilmu Sosial dan Politik,Volume 7, No.3.Maret, hlm. 289. 24


(59)

Pemerintah Orde Baru juga menetapkan dalam GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) tentang peranan kaum wanita dalam pembangunan. Pada bulan Maret tahun 1978 wakil-wakil rakyat yang berada di gedung

DPR dan MPR menetapkan secara “expresif-verbis”, bahwa kaum wanita

diikutsertakan di dalam pelaksanaan pembangunan.25 Tahun 1978

merupakan tonggak sejarah yang penting bagi peningkatan peran kaum wanita, karena pada tahun ini pemerintah mengatur peran dan status sosial wanita secara eksplisit dalam GBHN.

Pemerintah Orde Baru meletakan suatu perlengkapan nasional yang bertanggung jawab meningkatkan peranan wanita dalam pembangunan. Pada tahun 1978 pemerintah Orde Baru mendirikan Menteri Muda Urusan

Peranan Wanita.26 Pembentukan Menteri Muda Urusan Peranan Wanita

untuk meninjau peranan kaum wanita dalam pembangunan nasional. Ditetapkannya kaum wanita dalam GBHN membuktikan bahwa pemerintah Orde Baru begitu memberikan perhatian yang khusus bagi peranan kaum wanita dalam pelaksanaan pembangunan.

Pada masa Orde Lama pembangunan nasional hanya dilaksanakan oleh para penjabat pemerintahan dan masyarakat hanya untuk mendukung terhadap pelaksanaan pembangunan. Masa pemerintahan Orde Baru mulai menyadari bahwa kaum wanita mempunyai peran yang sangat penting

25

Hardjito Notopuro, Peranan Wanita dalam Masa Pembangunan di Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1979, hlm. 24.

26 Yulfita Rahardjo, 1995, “Perbedaan antar Studi Wanita dalam

Pembangunan dan Studi Wanita”. dalam T.O Ihromi (Ed). Kajian Wanita dalam Pembangunan. Jakarta: Yayasana Obor, hlm. 10.


(60)

dalam terlaksananya pembangunan nasional. Pelaksanaan pembangunan nasional tidak hanya menjadi urusan kaum laki-laki akan tetapi kaum wanita sebagai warga negara wajib ikut berperan dalam pelaksanaan pembangunan, oleh karena itu hadirnya kaum wanita menjadi hal yang penting.

Peranan wanita dalam masa Pembangunan merupakan bagian dari

sosial budaya yang tertera didalam GBHN. Perihal tentang “Peranan

Wanita dalam Pembangunan dan Pembinaan Bangsa” menentukan:

a. Pembangunan yang menyeluruh mensyaratkan ikut sertanya pria

maupun wanita secara maksimal di segala bidang, oleh karena itu wanita mempunyai hak, kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria untuk ikut serta sepenuhnya dalam segala kegiatan pembangunan.

b. Peranan wanita dalam pembangunan tidak mengurangi peranannya

dalam pembinaan keluarga sejahtera umumnya dan pembinaan generasi muda khususnya, dalam rangka pembinaan manusia seutuhnya.

c. Untuk lebih memberikan peranan dan tanggung jawab kepada

kaum wanita dalam pembangunan, maka pengetahuan dan keterampilan wanita perlu untuk ditingkatkan di berbagai bidang

yang sesuai dengan kebutuhannya.27

Pada point yang pertama menekankan mengenai peranan kaum wanita di dalam pembangunan di segala bidang menjelaskan bahwa kaum wanita ikut serta dalam pembangunan di berbagai bidang. Kaum wanita juga mempunyai hak yang sama dengan kaum laki-laki sehingga kaum wanita pantas untuk memperjuangkan segala haknya. Kaum wanita juga mempunyai kewajiban yang sama dengan kaum laki-laki yaitu dalam tercapainya pembangunan nasional. Kaum wanita juga diberikan

27


(61)

kesempatan untuk melakukan segala kegiatan yang menunjang tercapainya pembangunan.

Pada point kedua menekankan bahwa peranan kaum wanita dalam pembangunan tidak mengurangi peranannya di dalam keluarga. Peran kaum wanita di dalam pembinaan keluarga tetap dapat dijalankan meski kaum wanita diikut sertakan pada peranannya di dalam pembangunan. Salah satu peranan kaum wanita di dalam keluarga yaitu sebagai pembina generasi muda. Pembinaan generasi muda tidak terlepas dari peran seorang kaum wanita sebagai seorang ibu. Seorang ibu mendidik, membentuk, membina anaknya agar menjadi generasi muda.

Point yang ketiga menentukan bahwa kaum wanita perlu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan. Peningkatan dalam pengetahuan dan keterampilan tidak terlepas peranan kaum wanita di dalam pembangunan. Kaum wanita dirasakan perlu untuk meningkatkan pengetahuan mereka untuk menjalankan tanggung jawabnya dalam pembangunan. Bukan hanya dalam masalah pengetahuan yang perlu ditingkatkan, akan tetapi dalam keterampilan kaum wanita di berbagai bidang. Kaum wanita ketika masa Orde Baru diharuskan mempunyai pengetahuan dan keterampilan di berbagai bidang sesuai dengan kebutuhannya agar kaum wanita dapat berperan sebagai pelaksana pembangunan pada masa itu.

GBHN merancang segala hal yang menjadi tugas utama kaum wanita antara lain, pertama kaum wanita sebagai pasangan yang tergantung pada


(62)

suami, kedua kaum wanita sebagai pembentuk bangsa, ketiga kaum wanita dilihat sebagai ibu yang mendidik anak-anaknya, keempat kaum wanita sebagai pengurus rumah tangga, kelima kaum wanita merupakan bagian

dari masyarakat.28 Kaum wanita diikut sertakan dalam pembangunan tetapi

tugas dan peran kaum wanita di dalam keluarga tidak bisa ditinggalkan. Tugas wanita di dalam keluarga sangat berkaitan dengan peranan kaum wanita dalam pembangunan. Kelima tugas kaum wanita yang tertera di dalam GBHN menyangkut kelancaran pelaksanaan pembangunan.

Departemen dalam Negeri telah menjabarkan tugas utama kaum wanita didalam GBHN. Presiden Soeharto memperkuat tugas kaum wanita di dalam pidatonya pada acara pembukaan Musyawarah Nasional IV Dharma Wanita pada tanggal 12 April 1994 di Istana Negara, dengan mengatakan:

“Tidak kalah penting daripada fungsi sebagai istri adalah para

anggota Dharma Wanita juga sebagai ibu. Fungsi seorang ibu sungguh sangat penting. Dharma Wanita akan dapat memberikan sumbangannya terhadap pembangunan, jika memberikan perhatian yang lebih besar kepada kegiatan pengetahuan dan keterampilan para anggotanya agar mereka dapat menjadi ibu rumah tangga yang

baik”.29

Pidato yang diungkapkan oleh Presiden Soeharto di acara pembukaan Musyawarah Nasional IV Dharma Wanita menegaskan bahwa tugas dari seorang kaum wanita bukan hanya sebagai seorang istri yang

28

Siti Fatimah, (2012), “Wacana Gender Dan Gerakan Perempuan”.

Dalam Taufik Abdullah (Ed), Indonesia Dalam Arus Sejarah bagian Orde Baru dan Reformasi. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve, hlm.240

29


(63)

mendampingi sang suami dalam menjalankan tugasnya. Tugas kaum wanita sebagai seroang ibu juga merupakan tugas kaum wanita yang sangat penting karena ibu yang baik akan menciptakan generasi penerus yang baik. Kaum wanita sebagai anggota Dharma Wanita tidak boleh melupakan tugas mereka sebagai ibu yang mendidik dan menciptakan generasi yang baik meskipun mereka mempunyai tugas sebagai istri yang mendampingi tugas dari sang suami sebagai pegawai negeri Republik Indonesia. Kaum wanita dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka dapat memberikan sumbangan perannya di dalam pelaksanaan pembangunan.

Pada GBHN tahun 1988-1993 menjelaskan mengenai kaum wanita yang baik, peranan kaum wanita dalam pembangunan, peningkatan

kemampuan kaum wanita, pembentukan organisasi PKK.30 Kaum wanita

yang baik adalah seorang wanita yang terus meningkatkan peranannya di dalam pembangunan tetapi tidak pernah melupakan kodrat, harkat, dan martabat dari wanita itu sendiri. Kaum wanita mempunyai tanggung jawab dalam mensukseskan pembangunan nasional. Peranan kaum wanita dalam pembangunan dapat diwujudkan dengan mengembangkan keluarga yang sehat, sejahtera, dan bahagia. Peningkatan kemampuan kaum wanita perlu ditingkatkan lagi untuk dapat mensukseskan pembangunan nasional. Pembentukan organisasi PKK oleh pemerintaah Orde Baru agar dapat mendorong partisipasi kaum wanita dalam pembangunan.

30

Manus, Peranan Wanita Pada Masa Pembangunan. Jakarta: Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, 1993, hlm. 11-12.


(1)

melakukan usaha berdagang. Kegiatan ini merupakan usaha yang dilakukan oleh anggota organisasi Dharma Wanita untuk meningkatkan daya beli masyarakat di Kota Banjar.

D. Pengaruh Organisasi Dharma Wanita dalam Bidang Sosial

Pembentukan kembali organisasi Dharma Wanita mempunyai pengaruh terhadap bidang sosial pada masyarakat Kota Banjar. Pengaruh dari pembentukan organisasi Dharma Wanita dalam bidang sosial adalah menghapus tindak kekerasan terhadap kaum wanita dalam rumah tangga.21 Tindak kekerasan terhadap kaum wanita dalam rumah tangga masih sering terjadi di Kota Banjar. Kaum wanita sering mendapat tindakan kekerasan di dalam rumah tangga berupa kekerasan fisik dan kekerasan batin. Kekerasaan fisik dapat berupa pemukulan dan penamparan, terhadap kaum wanita di dalam rumah tangga. Kekerasan batin dapat berupa pencacian, penghinaan, kata-kata yang kasar terhadap kaum wanita di dalam rumah tangga.

Segala bentuk kekerasan terutama kekerasaan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusian serta bentuk diskriminasi yang harus dihapuskan. Tindakan kekerasaan dalam rumah tangga banyak dialami oleh kaum wanita di Kota Banjar. Organisasi Dharma Wanita dalam menekan dan menghapuskan segala tindak kekerasan terhadap kaum wanita dengan

21

Hasil wawancara dengan Surtikayah Dahlan pada tanggal 1 Juli 2013, dapat dilihat dalam lampiran hasil wawancara hlm. 176.


(2)

mengadakan sosialisasi terhadap kaum wanita di Kota Banjar mengenai penghapusan tindak kekerasan dalam rumah tangga. Kegiatan sosialisasi ini diharapkan dapat menekan jumlah kekerasan dalam rumah tangga di Kota Banjar.


(3)

107

oleh pemerintah Orde Baru. Segala kegiatan yang dilakukan oleh organisasi wanita diawasi pemerintah Orde Baru. Organisasi wanita yang berkembang masa Orde Baru memiliki corak yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa Orde Baru organisasi wanita memiliki corak yang beraneka ragam, tetapi keaneka ragaman organisasi wanita ketika masa ini mengalami kemunduran bagi pergerakan wanita. Kaum wanita ketika masa Orde Baru tidak lagi memperjuangkan nasib kaum wanita yang tertindas, organisasi wanita hanya bersifat perkumpulan para istri.

Pemerintah Orde Baru juga menetapkan dalam GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara) tentang peranan kaum wanita dalam pembangunan. Pada bulan Maret tahun 1978 wakil-wakil rakyat yang berada di gedung DPR dan MPR menetapkan, bahwa kaum wanita diikutsertakan dalam pelaksanaan pembangunan. Ditetapkannya kaum wanita di dalam GBHN membuktikan bahwa pemerintah Orde Baru begitu memberikan perhatian yang khusus bagi peranan kaum wanita dalam pelaksanaan pembangunan. Pemerintah Orde Baru tidak hanya menetapkan peranan kaum wanita di dalam GBHN, tetapi pemerintah Orde Baru menetapkan dalam kebijakan publik.

Kaum wanita ketika masa Orde Baru diwajibkan untuk masuk menjadi salah satu anggota organisasi istri. Para istri yang suaminya bekerja sebagai pegawai negeri atau karyawan departemen negara


(4)

diwajibkan untuk berpartisipasi menjadi anggota organisasi Dharma Wanita. Bagi istri-istri profesional mereka memasuki organisasi istri yang menaungi profesi suaminya seperti, istri dari dokter masuk menjadi anggota organisasi Persatuan Istri Dokter Indonesia.

Organisasi Dharma Wanita merupakan wadah bagi kaum istri yang suaminya bekerja sebagai pegawai atau karyawan instansi atau departemen pemerintahan Republik Indonesia. Organisasi Dharma wanita merupakan organisasi wanita yang berfungsi sebagai pendukung dan pendamping suami mereka yang bekerja menjalankan tugas sebagai pegawai Republik Indonesia. Pembentukan organisasi Dharma Wanita bertujuan untuk mengumpulkan para istri pegawai agar lebih terarah dalam melakukan pendampingan terhadap suami.

Kota Banjar merupakan salah satu daerah yang berada di Provinsi Jawa Barat dan menjadi pintu gerbang masuk Provinsi Jawa Barat karena menghubungkan Provinsi Jawa Barat dengan Provinsi Jawa Tengah. Pada tahun 2003 Kota Banjar resmi mendirikan daerah otonom sendiri dan lepas dari pemerintahan Kabupaten Ciamis. Kota Banjar sejak resmi melepaskan diri dari pemerintahan Kabupaten Ciamis, maka secara otomatis organisasi Dharma Wanita ikut terpisah. Sebelum pembentukan daerah otonom di Kota Banjar, organisasi Dharma Wanita menginduk dan mempertanggung jawabkan segala kegiatan yang dilakukan oleh organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar. Organisasi Dharma Wanita dibentuk di Kota Banjar pada masa transisi pemerintahan dari kotif menjadi pemerintahan kota. Pada


(5)

masa transisi di Kota Banjar pemerintah kotif saat itu mulai mengaktifkan organisasi Dharma Wanita dan meresmikan ketua organisasi Dharma Wanita yang pertama di Kota Banjar yaitu Tuti Memet Slamet. Organisasi Dharma Wanita ketika Kota Banjar berstatus masih kotif organisasi ini sempat vakum karena para penjabat pemerintahan Kotif Banjar ditarik ke pemerintahan Kabupaten Ciamis. Penarikan para penjabat daerah ini membuat kekosongan struktur organisasi Dharma Wanita di Kotif Banjar.

Organisasi Dharma Wanita di Kota Banjar mempunyai peranan di dalam proses peningkatan status dan pembentukan daerah otonom di Kota Banjar. Para istri organisasi Dharma Wanita mendukung perjuangan yang dilakukan oleh para suami mereka yang menjabat sebagai para staf pemerintahan, pejabat, dan anggota PNS dalam proses peningkatan Kotif Banjar menjadi pemerintahan Kota Banjar. Para anggota Organisasi Dharma Wanita tidak hanya melakukan dukungan, tetapi ikut terjun ke masyarakat dengan melakukan sosialisasi mengenai pembentukan pemerintahan Kota Banjar. Sosialisasi yang dilakukan organisasi Dharma Wanita agar masyarakat ikut mendukung dalam proses pembentukan pemerintahan Kota Banjar.

Pada masa sesudah peningkatan status dan pembentukan daerah otonom Kota Banjar organisasi Dharma Wanita berperan dalam mensukseskan program-program pemerintahan Kota Banjar. Organisasi Dharma Wanita didalamnya mempunyai sebuah program kerja dalam bidang pendidikan, ekonomi dan sosial budaya. Program kerja organisasi


(6)

Dharma Wanita mempunyai peran terhadap bidang pendidikan, ekonomi dan sosial budaya di Kota Banjar.

Pengaruh Organisasi Dharma Wanita dalam bidang pendidikan yaitu meningkatkan pendidikan di Kota Banjar dari pendidikan usia dini sampai dengan perguruan tinggi bagi masyarakat Kota Banjar khususnya bagi kaum wanita. Pengaruh organisasi Dharma Wanita dalam bidang kesehatan di Kota Banjar yaitu meningkatkan kualitas kesehatan dengan menjaga kebersihan lingkungan sekitar bagi masyarakat Kota Banjar khususnya bagi kaum wanita. Pengaruh organisasi Dharma Wanita dalam bidang ekonomi di Kota Banjar yaitu meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian dan pembangunan ekonomi di Kota Banjar. Pengaruh organisasi Dharma Wanita dalam bidang sosial adalah penghapusan tindak kekerasan dalam rumah tangga yang sering terjadi di Kota Banjar. Korban tindak kekerasan dalam rumah tangga lebih banyak kaum wanita.